Anda di halaman 1dari 7

Nama : Turlan Silalahi

Prodi/ Semester : PAK/ V

NIM : 201805512

Mata Kuliah : Teologi PL I

LAPORAN BACAAN ( TEOLOGI PL I )

Judul Buku : Teologi Perjanjian Lama

PenulisBuku : Gerhard F. Hasel

Penerbit Buku : Gandum Mas

Tebal Buku : 187 Halaman

Garis besar buku Gerhard F. Hasel yang berjudul Teologi Perjanjian Lama terdiri atas 6 bab,
yakni:

BAB I. PERMULAAN DAN PERKEMBANGAN TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

Bab I menyajikan mengenai permulaan dan perkembangan teologi perjanjian lama.


Penjelasan bab ini dimulai sejak reformasi hingga pecerahanan, dan zaman pencerahan.
Dilihat dari segi persepsi menurut Gerhard F. Hasel Teologi Perjanjian yaitu bagian teologi
Alkitabiah, maka teologi Perjanjian Lama tidak dapat diselidiki terlepas dari teologi
Alkitabiah. Pada zaman reformasi yang menjadi pokok dasar pemikiran para golongan
kristen yaitu, yang disebut dengan “sola scriptural” artinya hanya berdasarkan Alkitab.
Namun, golongan reformis (orang yang mendukung reformasi) tidak meciptakan istilah
“teologi Alkitabiah” dan tidak terlibat dalam teologi Alkitbiah. Teologi Alkitabiah
berkembang pada tahun 1530 oleh O. Glait dan Andreas Fischer. Teologi Alkitabiah sudah
terpisah dari teologi dogmatik (sistematik) sejak tahun 1745, keduanya hanya berdiri sendiri
ini merupakan pengaruh rasionalisme pada zaman pecerahan.

Pada zaman pencerahan, muncul cara pendekatan Alkitab yang baru , hermenutik
baru, yaitu, metode penelitian sejarah. Namun yang menjadi permasalahannya adalalah dasar
pemikiran Johann Salomo Semler yang “ mengatakan Firman Allah sama sekali tidak identik
dengan Alkitabiah”. Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa Alkitab adalah sejarah yang

1
murni. Teologia Alkitabiah bersifat historis. Pada zaman pecerahan hingga zaman Teologi
Dialektik, Alkitabiah menerima kehidupan yang baru di dalam zaman teologi dialektik.

Pada zaman pencerahan ada seorang Neologis dan Rasionalis yang disebut Johann
Phlipp Gabler ( 1753-1826), menurut Gerhad F. Hasel bahwa Johann tidak pernah menulis
dan bahkan tidak bermksud menulis suatu teologia Alkitbiah, namun beliau memberi
pernyataan bahwa Alkitab sebagai salah satu disiplin sejarah. Bahkan Johann mengemukakan
pendapat dengan berkata “ Teologi Alkitabiah memiliki sifat historis; meneruskan
pemahaman para penulis Alkitab tentang masalah-masalah Ilahi; sebaliknya, teologi
dokmatik memiliki sifat mendidik, mengajarkan hasil penalaran filosofis seorang teolog
tertentu terhadap masalah-masalah ilahi sesuai kemampuan, waktu, usia, tempat, aliran atau
mashab dan hal-hal lain semacam itu dari sang teolog tersebut.”

Dari berbagai pemahaman dan pandangan akhirnya Alkitab secara perlahan


dipisahkan dari peranannya dalam dogmatik, kepada saingan dogmatik. Namun, pada
pertengahan abad kesembilan belas sebuah reaksi konservatif (tradisi yang berlaku) yang
sangat kuat menentang startegi yang rasional dan filosofis terhadap teologi Perjanjian Lama
(dan Alkitabiah). Kemudian dari perbedaan yang ada maka keterlibatan akan konteks, latar
belakang agama, kebiasaan, tata bahasa (eksegese) dengan kesimpulan yang menegaskan
akan pandangan sempit menyangkut “pengilhaman harfiah”. Ini dikembangkan oleh J. C. F.
Steudel (1840), H. A. C. Haevernick (1848), dan G. F. Oehler (1873-1874). Dari keterjalinan
yang ada timbul reaksi konservatif akan “mazhab sejarah keselamatn”; setelah anggapan
berbagai peneliti akan karya Oehler yang menekankan penyelidikkan Perjanjian Lama
dengan pengembangan dimasa dalam konteks saja. “Mazhab sejarah keselamatan” abad ke-
19 didasarkan pada (1) sejarah umat Allah sebagaimana “diungkap dalam Firman”, (2)
pemahaman tentang pengilhaman Alkitab, dan (3) hasil (pendahuluan) dari sejarah antara
manusia dengan Allah di dalam Yesus Kristus. Von Hofmann menemukan kebenaran di
dalam Alkitab, yakni suatu catatan tentang sejarah penyelamatan langsung oleh Tuhan
Sejarah yang adalah Allah Trinitas yang maksud dan tujuan-Nya adalah menebus umat
manusia. Karena Yesus Kristus adalah tujuan semula dunia ini yang menjadi sasaran sejarah
keselamatan dan yang memberikan arti kepada sejarah keselamatan. Dalam beberapa masa
yang berjalan teori akan sejarah sebagai bagian teratas dalam memahami Alkitab sungguh
ditegaskan, sehingga perlu keberanian yang teguh dalam membuka setiap sudut pandang
yang menjatuhkan kebenaran Alkitab dan penghidupan teologi Perjanjian Lama.

2
BAB II. SEKITAR MASALAH METODOLOGI

Dalam bab II membahas mengenai masalah metodologi dalam perjanjian lama, yang
dimana di dalam ini menjadi perdebatan, bahwa teologi perjanjian lama bersifat deskriptif
dan teologi atau merupakan suatu usaha yang normatif dan teologis. Ahli akitabiah lebih
mengutamakan arti asli dari ayat daripada makna ayat tersebut. Arti asli dari ayat dan makna
asli yang menjadi pokok permasalahan yang paling mendasar dalam teologi perjanjian lama,
karena mencari arti kata asli dari ayat bukan hanya sekedar menemukan arti asli Alkitabiah
itu. Namun, arti asli dari ayat merupakan rekontruksi historis yang dilaksanakan saling dasar
metode penelitian sejarah dan makna asli dari ayat itu merupakan penafsir teologis.

D. H. Kelsey mengatakan bahwa ada beberapa cara yang dapat saling


menghubungkan “ arti asli ayat” dengan “makna ayat itu masa kini” dengan hasil beraneka
ragam, yaitu:

a) Dapat ditetapkan bahwa pendekatan deskriptif yang berusaha menentukan “arti asli
ayat” dengan memakai metode penelitian apa pun juga dianggap sama dengan
“makna ayat itu masa kini”.

b) Dapat ditetapkan bahwa “arti asli ayat” mengandung pokok-pokok pikiran, gagasan-
gagasan, dan lain-lain yang perlu dicari dari terjemahkan secara sistematis dan
dijelaskan dan bahwa inilah “makna ayat itu masa kini”, menskipun penjelasan-
penjelasan tersebut mungkin tidak tidak pernah terpikir oleh para ahli dan mungkin
ditolak oleh mereka.

c) Arti asli ayat merupakan suatu cara berbicara zaman kuno yang bergantung pada
waktu dan budayanya sendiri dan yang perlu dijelaskan ulang dengan memakai
bahasa masa kini tentang gejala yang sama, dan bahwa penjelasan ulang ini adalah
“makna ayat itu masa kini”

d) Mengacu orang kristen dengan menggunakan ayat-ayat Alkitab.

Adapun metedologi dalam perjanjian Lama yang merupakan sebuah tinjauan yang
luas tentang lima dasawarsa literature mengenai teologi perjanjian Lama E.Wurthwein
menyimpulkan analisisnya yang tajam dalam suatu kalimat yang bijaksana. Adapun
metodenya adalah:

a) Metode Didaktik-Dogmatika
3
Teologi Dogmatik (teologi sistematis) yang membahas mengenai tentang
Teologi, Antropologi, Soteriologi. Metode memiliki beberapa keuntungan tertentu.
Perjanjian lama tidak dapat bertindak sendiri karena, masalah-masalah dari nampak
mendominasi. Metode ini menjadi perdebatan para teologi.

b) Metode Progresif-Genetis

Metode yang dipergunakan dengan aneka ragam cara. Metodologi Teologi


Alkitbiah Menurut Chester K. Lehman yaitu sebagai yang ditetapkan pada umumnya
oleh prinsip perkembangan historis. Bila dipandang dari sudut lingkungan
pembahasan, fungsi, serta struktur teologi perjanjian lama maka metode ini
merupakan suatau metode lain yang telah dipergunakan dengan anaka ragam cara.

c) Metode Penggunaan Contoh yang Representatif yang Mewakili Keseluruhan

Metode ini dipakai oleh Eichrodt yang dimana beliau dapat melakukan
penggunaan contoh yang representatif terhadap seluruh dunia pemikiran perjanjian
lama dengan membuat perjanjian itu sebagai pusat perjanjian lama. Hal ini digagas
oleh seorang Eichodt yang mampu menggunakan contoh yang representative
terhadap seluruh dunia pemikiran perjanjian Lama dengan membuat perjanjian itu
sebagai pusat perjanjian lama. Teologi Eichodt tetap bersifat historis dan deskriptif. Ia
memmpertahankan anaggapannya bahwa teologi perjanjian lama harus dituntun oleh
prinsip seleksi dan prinsip kecocokan.

d) Metode Diakronisi

Metode ini dikembangkan pada sekitar tahun 1930-an. Metode ini dapat
memberi pencerahan lebih karena pada kenyataan yang ada banyak orang lebih
mengingat ketika hal yang ingin diingat itu secara berulang tercantum kembali atau
barangkali dari cerita atau pun gambaran. Bahkan metode ini sampai menembus ke
beberapa lapisan berturut-turut dari ayat perjanjian lama .

e) Metode Pembentukan Tradisi

Tradisi atau pun sejarah yang ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
yang bersifat sebagai bentuk dengan nilai kompleks yang terkadang tidak bisa
disama-ratakan tetapi memiliki kelayakkan dalam kekanonan.

4
f) Metode Dialektis-Tematik

Metode ini sangat tergantung pada metode sejarah tradisi, sekalipun masing-
masing metode mengembangkan pendekatannya sendiri. Penerapan yang ada lebih
kepada hubungan tema atau pembahasan dengan bentuk penyelenggaraan yang jelas
dalam dialeg.

g) Metode Teologi Alkitabiah Baru

Perjanjian Baru yaitu suatu masalah yang paling pokok bagi pengetahuan Alkitabiah
dan teologia Perjanjan Lama. Menyatakan sebagaimana keseriusan akan kanon
Alkitab. Dengan penyampaian penjelasann bahwasannya setiap arti asli dari ayat ialah
untuk masa kini.

BAB III. MASALAH SEJARAH, SEJARAH TRADISI, DAN SEJARAH


KESELAMATAN

Bab III membahas mengenai masalah sejarah, tradisi, dan keselamatan. Masalah
tentang sejarah menjadi pusat perhatian bagi kalangan teologi.

Menurut istilah Von Rad “mencari hasil menimun yang berdasarkan penelitian
bersifat pasti, sedang gambaran kerigmatik (tentang sejarah Israel sebagaimana dibangun
oleh imannya) cenderung menuju hasil maksimun yang bersifat teologis. Von Rad merasa
bahwa pemisahan sejarah Israel atas dua gambaran tersebut di atas merupakan “persoalan
histori yang sukar” Dalam tradisi yang ada pun menyatakan bagaimana Allah menyatakan
diri-Nya melalui setiap tindakan-Nya dalam menetapkan setiap aturan dalam bangsa Israel.
Melalui aturan itulah menjadi tradisi yang turun temurun dalam “Syema Israel” dilakukan.

Sejarah Keselamatan pun dipertentangkan dikarenakan ada beberapa hal yang


dianggap sebagai penyalahgunaan demikian sama sekali tidak layak merusak atau seakan-
akan menjatuhkan ke Ilahian Allah yang senantiasa dalam Kekudusan mengerjakan
Kebaikan.

BAB IV. PUSAT PERJANJIAN LAMA DAN TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

Dalam bab IV menyelidiki mengenai  pusat perjanjian lama dan teologi perjanjian
lama, barbagai sarjana telah merasa bahwa perjanjian lama memiliki pusat-pusat yang lain. E.
Sellin memilih kekudusan Allah sebagai ide pokok untuk menuntunnya dalam pemaparan

5
teologi perjanjian Lamnya. “kekudusan Allah inilah yang menunjukan sifat paling mendalam
dan mendasar dari Allah perjanjian Lama”. Sellin menunjukan bahwa teologi perjanjiannya
lama hanya tertarik pada satu tema besar tunggal yang tersempurnakan di dalam Injil yaitu
Firman Allah yang kekal yang tertulis dalam Perjanjian Lama.

Terkadang terdapat beberapa penetapan akan pusat dari Perjanjian Lama, ada pun
kemudian menjadi sentral penting dalam menentukkan pemahaman Kekristenan. Seperti
halnya Eichrodt dan Sellin, Ludwig Kohler juga mempunyai konsepsi pusat kesenangannya
sendiri, yaitu Allah sebagai Tuhan; demikian memberi sumbangsih terbesar dalam teologi
Perjanjian Lama pada pandangan mereka yakni Kekuasaan Allah sebagai pemimpin dan raja
hanya merupakan akibat wajar dari ketuhanan Allah.

BAB V. HUBUNGAN ANTARA KEDUA PERJANJIAN

Dalam bab V d menyelidiki megenai hubungan antara kedua perjanjian. Bagi setiap
teolog Kristen, teologi perjanjian lama adalah tetap merupakan bagian dari teologi
Alkitabiah. Pembahasan yang terpisah mengenai teologi Perjanjian Lama dan teologi
Perjanjian Baru telah dihasilkan sejak tahun 1797 yaitu saat terbitnya Theologie des Alten
Testaments karangan Georg Lorens Baur. Dalam bagian ini kita diingatkan untuk
mempelajari hubungan timbale balik antara kedua perjanjian dan harus memberitahukan
pemahamannya tentang Alktab sebagai keseluruhan, yaitu terutama masalah-masalah teologi
yang terjadi karena menyelidiki kesatuan inti dari bermacam-macam kesatuan Alkitab.

Dalam berbagai diskusi, perbadaan pendapat mengenai kedua perjanjjian masih terus
berlanjut. Sampai pada akahirnya B.S Childs menekankan “konteks kanonik” sebagia
penentu bagi teologi Perjanjian Lama dan menunjukan bahwa maslah teologis yang
dipersoalkan ialah ada atau tidaknya konteks kanonik yang dinayatakan oleh gereja selama
ini.

Beberapa sarjana telah membenarkan adanya masalah hubungan antara dua Perjanjian
itu dengan menunjuk Perjanjian Lama sebagai sebuah kitab agama non-Kristen. Rudolf
Bultmannlah yang berjasa mencari kaitan antara kedua Perjanjian itu dalam kurun sejarah
faktual Israel.

Bagi Iman Kristen Perjanjian Lama tidaklah lagi merupakan penyataan sebagaimana
halnya bagi orang Yahudi hingga kini. Bagi orang Kristen sejarah Israel bukanlah sejarah

6
penyataan. Jadi Perjanjian Lama merupakan prakiraan tentang Perjanjian Baru tidak lebih dan
tidak kurang.

BAB VI. SARAN-SARAN POKOK UNTUK MEMBUAT TEOLOGI PERJANJIAN


LAMA

Dalam bab terakhir , membahas mengenai saran-saran pokok untuk membuat teologi
perjanjian Lama yaitu: teologi Alkitabiah harus dipahami sebagai sebuah disiplin yang
bersifat historis-teologis, bila teologi Alkitabiah dipahami sebagai disiplin Historis-Teologis
maka dengan sendirinya metode yang tepat diguanakan harus bersifat historis-teologis sejak
awal, menunjukan pokok persoalan terlebih dahulu, teologi perjanjian lama tidak sekedar
untuk mengetahui teologi dari berbagai kita namun teologi perjanjian lama seharusnya
mengumpulkan dan menyajikan tema-tema utama Perjanjian Lama, dan ahli teologi
Alkitabiah harus memahami teologi Perjanjian Lama lebih luas. Teologi Alkitabiah haruslah
dipahami sebagai sebuah disiplin yang bersifat historis-teologis.

Von Rad telah menyadari bahwa “suatu metode penelitian sejarah yang diterapkan
secara konsisten tidak cocok dengan pernyataan ayat Perjanjian Lama tentang kebenaran.
Yang harus sungguh-sungguh ditekankan ialah bahwa di dalam sejarah Alkitab ada dimensi
ilahi atau kemahatinggian yang tidak dapat diselidiki oleh metode penelitian sejarah.

Tanggapan :

Buku sangat bagus dibaca untuk para mahasiswa-mahiswi Teologi Kristen , namun tidak
bisa digunakan sebagai bahan perbedabatan.

Buku ini juga sangat bagus untuk pegangan kita apalagi dikalangan teologi ,yang dimana
dalam bagian ini dijelaskan dengan detail pokok-pokok apa saja yang seharusnya di lakukan
dalam membuat suatu pemikiran Teologi Perjanjian Lama. Buku ini sangat baik dibaca bagi
orang-orang yang tertarik untuk mengetahui sejarah teologi Perjanjian Lama dan dapat
menjadi pegangan bagi calon hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk mempelajari
Teologi dalam Perjanjian Lama.

Anda mungkin juga menyukai