Anda di halaman 1dari 15

MODUL PERKULIAHAN

PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN

MENGENAL POLA POLA PENAFSIRAN


ALKITAB

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

07
MKCU PSIKOLOGI MK90003 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN

Abstract Kompetensi
Alkitab adalah kitab suci orang Kristen. Kitab Mahasiswa mampu menjelaskan proses
suci ini meskipun ditulis dengan wahyu ilahi penafsiran alkitab dan kriteria yang
namun melalui proses yang manusiawi. digunakan. Selain itu mahasiswa juga
Meskipun masuk dalam dimensi diharapkan mampu untuk memahami
kesejarahan manusia, umat Kristen
mengakui adanya otoritas dan kewibawaan
secara rasional penafsiran alkitab yang
alkitab. Di sinilah pentingnya hermeneutika bisa dipertanggungjawabkan
sebagai ilmu tafsir
MODUL VI

MENGENAL POLA POLA PENAFSIRAN ALKITAB

Mari kita bayangkan ketika seseorang membaca firman Tuhan, “seorang pekerja patut
mendapat upahnya. (Mat. 10:10)” ayat ini seakan akan berbicara tentang pekerjaan, upah,
dan mungkin keadilan. Kita bisa menafsirkan dengan panjang lebar berbicara tentang
pekerjaan dan upah.
Padahal, di ayat sebelumnya, firman Tuhan itu bekata, “Kamu telah memperolehnya dengan
cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. (Mat. 10:8)” kalau kalimat ini
ditafsirkan sendiri juga, maka maknanya bisa saja mengacu pada kemurahan hati untuk
berbagi.
Kalau dua ayat itu ditafsirkan sendiri sendiri, akan sulit menyambungkannya. Kecuali kita
membaca teksnya secara utuh.
Mat. 10:5-14
10:5 Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka:
"Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang
Samaria,
10:6 melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.
10:7 Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.
10:8 Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta;
usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma.
10:9 Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat
pinggangmu.
10:10 Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa
baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.
10:11 Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan
tinggallah padanya sampai kamu berangkat.
10:12 Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka.
10:13 Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak,
salammu itu kembali kepadamu.
10:14 Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu,
keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu.

Baru kelihatan di sini bahwa konteksnya adalah Yesus mengutus para muridnya. Janganlah
dibebani dengan hal hal yang tidak penting, karena dalam namaNya, para murid yang
menjalankan perutusan itu akan diperlengkapi.
Lihatlah, bahwa penafsiran sudah mulai kaya dan bermakna ketika kita perluas teks sesuai
konteks literasinya.
Masih dalam konteks literasi atau tulisan teks, penafsiran akan jauh lebih kaya, tajam, dan
jernih kalau kita mengerti pesan umum Matius menulis injilnya.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Dan, penafsiran akan jauh lebih hidup, dan lebih bisa menggali firman Tuhan kalau kita bisa
juga mengerti bagaimana, kapan, bahasa akepada siapa teks injil itu dulunya dituliskan.
Itulah penafsiran. Ilmu penafsiran semacam ini, dikenal dengan istilah hermeneutika.
Sebagai ilmu, gunanya untuk menguji. Apakah penafsiran bisa salah? Jawabannya: bisa.

6.1. Pengertian Hermeneutika


Ilmu tafsir atau hermeneutika (Yunani: hermeneuein = menafsirkan, menterjemahkan) ialah
ilmu yang menetapkan, prinsip, aturan dan patokan yang menolong untuk mengerti atau
mengartikan salah satu karya atau dokumen dari jaman sekarang atau terutama dari jaman
dahulu.
Dengan pertolongan prinsip, aturan dan patokan yang ditetapkan itu para ahli mengartikan
suatu karya (seni) dan begitu menghasilkan "tafsiran". Pengetrapan ilmu tafsir itu disebut
"eksegese" (Yunani: eks-egesthai=mengeluarkan, menerangkan). Meskipun ilmu tafsir dapat
dan harus diterapkan pula untuk mengartikan suatu karya profan juga, namun ilmu itu
terutama diperkembangkan sehubungan dengan Alkitab. Dan hanya ilmu tafsir alkitabiah itu
yang menjadi pokok uraian ini. Adapun ilmu tafsir alkitabiah itu ialah: ilmu (prinsip, aturan ,
patokan) yang menolong untuk mengerti apa yang sesungguhnya dikatakan dan
dimaksudkan oleh Kitab Suci.
Hermeneutik dipakai secara luas dalam ilmu linguistic, sebab dari dalamnya paling tidak
dapat ditemukan makna tersirat dari apa yang tersurat. Termasuk juga dalam biblical study,
hermeneutik memberikan sumbangan besar dalam menemukan prinsip sebenarnya yang
tersembunyi dari dalam teks Alkitab. Secara substansi, Alkitab adalah kebenaran Allah
yang dalam prakteknya ditulis dengan melibatkan seluruh aspek kemanusiaan dari penulis
dan konteksnya. Tentu saja hermeneutik mencoba “membedah” kebenaran tersebut dari
sudut pandang penulis awal yang coba dibahasakan kembali dalam konteks masa kini.
Hermeneutik secara etimologi dipakai sebagai adjektiva (kata sifat) ketika mendefinisikan
kata benda, yaitu sebagai ucapan yang utuh dan padu yang memaksudkan (meaning) apa
yang diatributkan kepada sesuatu hal yang eksis dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
substansi hal tersebut. Dari penelusuran ini terlihat jelas bahwa hermeneutik berarti “yang
memaksudkan sesuatu” atau “yang menunjuk sesuatu”.
Dalam pemahaman semantic dengan kata hermeneia memiliki pengertian sebagai
pemindahan atau penerjemahan pikiran ke dalam bahasa; juga berkaitan dengan kata
techne yang berarti kemampuan atau seni tertentu. Penelusuran ini menghasilkan
pemahaman bahwa hermeneutik muncul juga dalam pengertian sebagai seni divinasi atau
ramalan (mantike).
Hermeneutik dalam kaitannya dengan fungsi, berguna untuk mempertunjukan (show),
menjelaskan (make clear), dan menerangkan (the meaning of). Dengan demikian, tugas

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
dari hermeneutik adalah mempertunjukan, menjelaskan dan menerangkan makna kata tulis
yang tersembunyi dari suatu sumber tulisan guna menemukan arti sebenarnya yang
dimaksud oleh sumber. Secara sederhana hermeneutik berarti seni atau ketrampilan
menemukan arti kata ucap dibalik makna kata tulis, baik yang bersumber dari manusia
ataupun dewa, dalam konteks masa lalu, kini maupun ramalan.

6.2. Hermeneutika Sebagai Metode Penafsiran Alkitab


Sebagai bagian dari disiplin ilmu menuntut hermeneutik untuk bersifat netral dan umum
dipakai oleh semua bidang penelitian, termasuk teologi. Dunia teologi tidak dapat
dipisahkan dari hermeneutik, sebab melalui hermeneutiklah suatu kajian terhadap
kebenaran ditemukan dan diimplementasikan secara nyata dalam perjumpaan antara Tuhan
dengan umat. Mengingat tugas penting dari hermeneutik, maka sudah seharusnya ia
menjadi salah satu bidang favorit dari orang orang yang berkecimpung dalam memberitakan
firman Tuhan, juga tentu saja umat Kristen pada umumnya.
Hermeneutik menjadi jembatan antara dari Alkitab sebagai sumber kebenaran tentang Allah
dengan tindakan mengaktualisasikan kebenaran. Tidak jarang perilaku atau ajaran yang
menyimpang terjadi sebagai hasil dari tafsiran atau interpretasi yang menyimpang. Sejarah
gereja telah memberikan bukti kesalahan tafsir dari tokoh-tokohnya, yang berakibat
munculnya ajaran-ajaran yang keliru. Tidak selesai disitu, tidak jarang gereja mengalami
perpecahan karena adanya perbedaan cara pandang dalam melihat Alkitab.
Dua sisi yang menjadi pijakan dari hermeneutik adalah pijakan dogmatis dan pijakan
praksis. Artinya Alkitab adalah satu-satunya sumber yang diijinkan Allah sehingga menusia
dapat mengenal dan mengetahui kebenaran, sekaligus dari Alkitab jugalah manusia
memperoleh cara atau pola hidup yang bersesuaian dengan kebenaran Allah. Alkitab
memiliki nilai kebenaran mutlak (K) tentang Allah dan untuk menyingkapkannya haruslah
dengan “membongkar” semua makna, symbol, tanda-tanda, ungkapan, istilah bahkan frase
yang ada di dalamnya.
Permasalahannya adalah apa yang seharusnya dibongkar di atas telah tercatat dalam
Alkitab yang kurun waktu “pengumpulannya” kurang lebih 1500 tahun dengan jumlah penulis
kurang lebih 40 orang. Jadilah Alkitab sebagai karya Allah yang memenuhi unsur-unsur
budaya, konteks, bahasa, adat istiadat, kebiasaan, pola, serta masa tertentu harus di
hadirkan kembali secara sederhana baik dalam budaya, konteks, bahasa, adat istiadat,
kebiasaan, pola serta masa yang lain.
Demikianlah seharusnya fungsi dari hermeneutik diletakkan. Baik dalam upaya menelaah
Alkitab sebagai rancang bangun teologi maupun menggunakan Alkitab sebagai pedoman
hidup praksis dihadapan Allah yang kepadanya hidup akan dipertanggung jawabkan.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
6.3. Penerapan Hermeneutika
a. Lingkungan Non-Yahudi:
Istilah hermeneutik justru pada awalnya diperkenalkan secara luas di Eropa dalam
kebudayaannya dengan bahasa Latin oleh Johann Dannhauer sebagai teolog kota
Strasbourg. Ia menggunakan hermeneutik dalam fungsi menemukan kevalidan dari disiplin-
disiplin ilmu yang bersumber dari data teks. Pemahamannya merupakan bagian dari
semangat renaissance untuk kembali menemukan kebenaran melalui penelusuran terhadap
teks-teks kuno. Sepertinya sumber ini diilhami oleh tulisan Aristoteles dalam bukunya Peri
Hermeneias.
Dipihak lain, Wilhelm Dilthey sebagai ahli hermeneutik modern, menemukan bahwa
hermeneutik sudah muncul justru di abad 16 ketika Protestanisme menggemakan semangat
Sola Scriptura. Para protestanisme yang adalah pengikut Luther menggunakan hermeneutik
dalam dua hal, yaitu (1) menafsirkan teks Alkitab dan (2) memberikan bantahan terhadap
Katolikisme yang menggunakan otoritas gereja dalam menafsirkan Alkitab. Semangat
protestanisme adalah semangat untuk kembali pada kebenaran Alkitab, sebab protestan
secara etimologi adalah pro – testamentum (berpihak pada testament/perjanjian [Alkitab]).

b. Hermeneutik Yahudi
Sejarah Hermeneutik Yahudi sudah dimulai sejak jaman Ezra (457 SM), pada waktu orang-
orang Yahudi sedang berada di tanah pembuangan. Pusat ibadah orang Yahudi dahulu
adalah Yerusalem dimana mereka beribadah dengan mempersembahkan korban di Bait
Suci. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak mungkin beribadah ke Yerusalem,
maka mereka menciptakan pusat ibadah baru, yaitu dengan menggiatkan kembali
pengajaran dari Kitab-kitab Taurat. Pengajaran Taurat itu menjadi sumber penghiburan dan
kekuatan yang sangat berharga untuk mempertahankan diri dari pengaruh kafir di tanah
pembuangan.
Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra dan kelompok para imam adalah menghilangkan
gap bahasa yaitu dengan menterjemahkan Kitab-kitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram,
karena orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Usaha
terjemahan ini dibarengi dengan suatu exposisi karena mereka juga harus menjelaskan isi
kitab-kitab yang sudah mereka terjemahkan itu, khususnya tentang pelaksanaan hukum-
hukum Taurat. Karena sumbangannya yang besar itulah Ezra disebut sebagai Bapak
Hermeneutik Pertama. (Ne 8:1-8 Ezr 8:15-20)
Setelah semakin banyak orang-orang Yahudi akhirnya diijinkan pulang kembali ke tanah
Palestina, tradisi mempelajari Taurat dan memelihara tradisi Yahudi ini tetap dibawa ke
tanah air mereka dan sinagoge lokal pun mulai didirikan di tempat-tempat dimana mereka
tinggal (meskipun Bait Suci sudah dibangun kembali). Itu sebabnya pada jaman Tuhan

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Yesus dan rasul-rasul kita menjumpai banyak sinagoge di kota-kota di Israel, yang dipimpin
oleh seorang yang disebut “kepala rumah ibadah”. (Mrk. 5:22; Luk. 13:14; Kis. 13:5-14:1)
Sekolah-Sekolah Menafsir Yahudi. Melihat pentingnya mempelajari kitab-kitab, maka dalam
perkembangan selanjutnya, (setelah Ezra dan Nehemia mati), bermunculanlah sekolah-
sekolah menafsir formal, diantaranya:
Sekolah Yahudi Palestina. Sekolah ini mengikuti tradisi yang dipakai oleh Ezra dalam
menafsir kitab-kitab Taurat, yaitu menekankan metode penafsiran literal. Mereka menerima
otoritas mutlak Firman Allah, dan tujuan utama mereka adalah menginterpretasikan Hukum-
Hukum Taurat. Hasil penafsiran mereka ini kemudian bercampur dengan tradisi-tradisi yang
berlaku pada jaman itu, sehingga tulisan ini dikemudian hari dikenal dengan nama “Tradisi
Lisan” (the Oral Law). Tetapi sayang sekali bahwa tradisi lisan ini akhirnya diberikan otoritas
yang sejajar yang dengan tulisan Kitab-kitab Taurat.
Sekolah Yahudi Aleksandria. Didirikan oleh kelompok masyarakat Yahudi yang sudah
tercampur dengan budaya dan pikiran Yunani (kaum Hellenis). Kerinduan mereka yang
paling utama adalah menterjemahkan kitab-kitab PL ke dalam bahasa Yunani Modern,
sebagai hasilnya adalah buku (kitab) Septuaginta. Penambahan kitab-kitab Apokrifa dalam
Septuaginta menunjukkan bahwa mereka menerima penafsiran Hagadah dari sekolah
Yahudi Palestina.
Sekolah Kaum Karait. Kelompok dari sebuah sekte Yahudi ini menolak otoritas buku-buku
tradisi lisan dan juga metode penafsiran Hagadah. Mereka lebih cenderung mengikuti
metode penafsiran literal, kecuali bila sifat dari kalimatnya tidak memungkinkan. Sebagai
akibatnya mereka menolak dengan tegas metode penafsiran alegoris.

d. Lingkungan Apostolik
Mencakup masa periode ketika Yesus masih hidup sampai jaman rasul-rasul. Metode yang
dipakai adalah metode penafsiran literal. Dengan inspirasi dari Roh Kudus, para penulis
Perjanjian Baru telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan
mereka.
Yesus Kristus, Penafsir Sempurna. Dalam pengajaran kepada murid-muridNya Yesus
banyak memberikan penafsiran kitab-kitab PL. (Yoh 5:39; Luk 24:27,44). Dengan cara
demikian Yesus telah membuka pikiran para murid untuk mengerti Firman Tuhan dengan
benar. Ia sendiri adalah Firman yang menjadi Manusia (incarnasi), yang menjadi jembatan
yang menghubungkan antara pikiran Allah dan pikiran manusia. Banyak catatan tentang
teguran Yesus terhadap penafsiran para ahli Taurat (mis: Mat. 15:1-9; Mrk. 7:1-7; Mat. 23:1-
33; 22:29. Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mat. 10:5,6; 12:1-4,15-21;
13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44; 22:41-46; 24:36-39; Luk. 11:29,30; 21:20-24 24:27-44.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Para Rasul, Penulis-Penulis Yang Mendapatkan Inspirasi Dari Allah. Mereka adalah contoh
penulis-penulis Alkitab PB yang menafsirkan kitab-kitab PL dengan inspirasi yang Allah
berikan kepada mereka tanpa salah. Mereka menolak prinsip-prinsip alegoris, atau
tambahan-tambahan dari tradisi-tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi dan mereka juga
menolak filsafat Yunani yang mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab
PB telah menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat
berguna bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran
yang dilakukan oleh penulis-penulis PB: Rom. 3:1-23; 9:6-13; Gal. 3:1-29; 4:21-31; 1 Kor.
9:9-12; 10:1-11; Ibr. 6:20-7:21; 8-8-12; 10:1-14,37-11:40; 1 Pet. 2:4-10; 2 Pet 3:1-13

e. Lingkungan Bapak-bapak Gereja


Masa periode ini adalah sesudah para rasul mati sampai masa Abad Pertengahan (95-600
M). Pembagian masa-masanya adalah sbb.:
95 – 202 M. Tidak ada banyak catatan mengenai perkembangan metode penafsiran Alkitab
pada masa itu. Kemungkinan besar para Bapak-bapak gereja terlalu sibuk mempertahanan
doktrin Kristologi dari ajaran-ajaran sesat yang banyak bermunculan saat itu sehingga tidak
banyak menekankan tentang prinsip penafsiran yang sehat. Sebagai akibatnya beberapa
dari mereka jatuh pada penggunaan metode alegoris dalam penafsiran mereka, seperti
Barnabas dan Justin Martyr.
202 – 325 M. Pada permulaan abad 3, penafsiran Alkitab banyak dipengaruhi oleh Sekolah
Aleksandria. Aleksandria adalah sebuah kota besar tempat pertemuan antara agama
Yudaisme dan filsafat Yunani. Usaha mempertemukan keduanya memaksa orang-orang
Yahudi menggunakan metode interpretasi alegoris, suatu sistem penafsiran yang sudah
sangat dikenal sebelumnya. Ketika kekristenan tersebar di Aleksandria, hal inipun menjadi
pengaruh yang tidak mungkin dihindari. Gereja Kristen di Aleksandria lebih tertarik
menggunakan penafsiran alegoris karena seakan-akan memberikan arti yang lebih dalam
dari pada arti harafiah. Bapak Gereja yang paling berpengaruh saat itu adalah Clement dari
Aleksandria dan Origenes. Tetapi meskipun mengakui penafsiran literal, mereka
memberikan bobot yang kuat dalam penafsiran alegoris.
325 – 600 M. Pengaruh besar dari Sekolah Antiokhia ini adalah perlawanannya terhadap
Sekolah Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka
dapat diringkaskan sebagai berikut.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan
sejarah, sebagai ganti alegoris mereka memakai metode tipologi.
Tokoh-tokoh Sekolah Antiokia adalah: Diodorus dari Tarsus, Theodore dari Mopsuestia dan
Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran Alkitab, tapi
menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Selama abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi
Gereja Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.

f. Hermeneutik Abad Pertengahan


Masa periode tahun 600 – 1517 disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang
diakhiri sebelum masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak
pembaharuan yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja.
Semua penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi
Bapak-bapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai
pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran para
Bapak gereja kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.
Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat belajar,
khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak kertas, dan
dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahan-lahan lenyap dan
mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari pada otoritas gereja.
Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi.

g. Hermeneutik Reformasi
Periode ini terjadi pada tahun 1517 – 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan
95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16.
Perjuangan reformasi. Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani,
perang memperjuangkan “sola scriptura” (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi.
Secara umum isi perjuangan Reformasi adalah sbb.:
• Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
• Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
• Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat
salah.
• Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
• Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
• Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
• Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh
kebenaran Alkitab.

h. Hermeneutik Paska-Reformasi

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Periode ini adalah antara tahun 1600 – 1800 M. Periode ini dipenuhi dengan semangat
penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir periode ini ditutup dengan penekanan pada metode
penafsiran devotional.
Sesudah reformasi, terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya
menjadi kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai
meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma dan
teologia mereka sendiri.
Gerakan peitisme. Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena
Alkitab telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup
rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu mempelajari
Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya aplikasi kehidupan
rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena membuat tujuan
penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita ketahui, tapi hanya untuk
mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai hasilnya muncullah kelompok-
kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker. Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah:
Philipp Jakob Spener – Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga
daripada kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri
Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.
Kritisisme. Melihat kelemahan Pietisme dengan metode perenungan, banyak teolog mulai
melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang kritik
teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya untuk
mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal adalah Johann
August Ernesti.
Rasionalisme. Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas
yang seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih
tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk
mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek
manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab bisa
salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh berbeda
seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal Rasionalisme adalah Hobbes, Spinoza dan
Semler. Tafsir ini mencapai puncaknya pada abad 19, sehingga Alkitab tidak lagi dipandang
sebagai kitab yang berotoritas.

i. Zaman Modern
Hal ini dinyatakan oleh Paul Ricoeur dengan sebutan hermeneutik regional. Artinya
hermeneutik yang baru berada pada satu wilayah tertentu, seperti teks keagamaan, teks
pada umumnya, atau hanya persoalan dialog tatap muka dan hal-hal retorika belaka. Hal ini

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
menyebabkan munculnya dua gerakan dalam hermeneutik. Pertama, gerakan yang
berupaya mengangkat hermeneutik regional menjadi hermeneutik universal. Kedua, de–
regionalisasi yang memberikan status epistemologis yang sama dengan ilmu-ilmu alam dan
kemudian mengangkatnya ke level ontologism. Upaya ini adalah usaha untuk mendudukan
hermeneutik bukan terbatas pada cara mengetahui, akan tetapi sebagai cara mengada.
Gerakan ini disebut radikalisasi, sehingga hermeneutik tidak hanya bersifat umum tetapi
juga sekaligus fundamental.

6.4. Aliran-aliran Hermeneutik


a. Metode Alegoris
Metode Alegoris berangkat dari suatu asumsi bahwa dibalik arti harafiah yang sudah biasa
dan jelas itu terdapat arti sesungguhnya (kedua) yang lebih dalam yang perlu ditemukan
oleh orang Kristen yang lebih dewasa. Dalam menafsirkan perikop Alkitab mereka
membandingkan masing-masing fakta/informasi yang sudah jelas untuk membuka
kebenaran rohani tersembunyi dibalik pengertian literalnya. Metode Alegoris tidak hanya
populer di gereja-gereja purba, karena dalam gereja modern sekarangpun masih banyak
ditemukan cara penafsiran Alkitab seperti ini. Mereka sering berpendapat bahwa apa yang
Allah katakan melalui penulis-penulis Alkitab bukanlah arti yang sesungguhnya. Bahaya dari
metode ini adalah tidak adanya batasan dan aturan secara Alkitabiah untuk memeriksa
kebenaran beritanya. Bahkan tujuan dan maksud penulisanpun akhirnya diabaikan sama
sekali.

b. Metode Mistis.
Banyak ahli tafsir Alkitab menggolongkan metode penafsiran Mistis sama dengan metode
penafsiran Alegoris, karena memang sangat mirip. Penganut metode ini biasanya bercaya
bahwa ada arti rohani dibalik semua arti harafiah yang kelihatan. Dan mereka memberikan
botot yang lebih berat kepada hasil penafsiran mistis daripada arti yang sudah biasa.
Bahaya dari cara penafsiran ini terletak pada keragaman dan ketidak-konsistenan hasil
penafsiran mereka, sehingga tidak terkontrol banyaknya ragam hasil penafsiran mereka
yang sering kali justru memecah belah jemaat. Hal ni juga memberikan kesulitan dalam
mempertanggung jawabkan doktrin kejelasan (clarity) Alkitab, dan justru sebaliknya mereka
membuat Alkitab tidak jelas dan Allah seakan-akan bermain tebak-tabakan dengan penafsir
untuk menemukan arti rohani dari setiap ayat. Dan bahaya yang paling besar adalah
penafsir menjadi otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran penafsirannya.

c, Metode Perenungan (Devotional).

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Tujuan metode penafsiran ini adalah hanya pada pengaplikasiannya saja sehingga
penganut metode ini menafsirkan Alkitab dalam konteks pengalaman hidup mereka sehari-
hari. Mereka percaya bahwa Alkitab ditulis memang untuk tujuan pengkudusan pribadi
semata-mata oleh karena itu arti rohani ayat-ayat tsb. hanya akan dapat ditemukan dari
terang pergumulan rohani pribadi. Oleh karena itu yang paling penting dalam mengerti
Alkitab adalah apa yang Tuhan katakan kepada saya pribadi. Bahaya dari metode
penafsiran ini adalah menjadikan Firman Tuhan menjadi pusat aplikasi pribadi saja dan
mengabaikan memahami karya Tuhan dan campur tangan Tuhan dalam sejarah.
Kelemahan yang lain dari metode ini adalah akhirnya jatuh pada kesalahan yang sama
dengan metode Alegoris dan Mistis, karena mereka akhirnya mengalegoriskan dan
merohanikan Firman Tuhan untuk bisa sesuai dengan kebutuhan pribadi.

d. Metode Rasional.
Metode Rasional sangat digemari pada masa sesudah Reformasi, namun demikian
dampaknya masih terasa sampai jaman modern ini dalam berbagai macam bentuk
penafsiran yang pada dasarnya bersumber pada metode Rasional. Penganut metode
Rasional berasumsi bahwa Alkitab bukanlah otoritas tertinggi yang harus menjadi panutan.
Alkitab ditulis oleh manusia maka berarti merupakan hasil karya rasio manusia. Oleh karena
itu kalau ada bagian-bagian Alkitab yang tidak dapat diterima oleh rasio manusia maka bisa
dikatakan bahwa bagian Alkitab tsb. hanyalah mitos saja. Meskipun metode ini disebut
sebagai “rasional” dalam kenyataan metode penafsiran ini adalah metode yang paling tidak
rasional. Jelas bahwa penganut metode ini sebenarnya tidak tertarik untuk mengetahui apa
yang dikatakan oleh para penulis Alkitab, sebaliknya mereka hanya memperhatikan pada
apa yang mereka pikir penulis Alkitab katakan. Rasio mereka pakai menjadi standard
kebenaran yang lebih tinggi dari Firman Tuhan (Alkitab). Mereka menafsirkan Alkitab hanya
untuk mencari aplikasi bagi standard moral mereka saja.

e. Metode Literal (Harafiah).


Metode Literal adalah metode penafsiran Alkitab yang paling tua, karena metode inilah yang
dipakai pertama kali oleh Bapak Hermeneutik Ezra. Metode ini juga yang dipakai oleh Tuhan
Yesus dan pada rasul. Metode penafsiran Literal berasumsi bahwa kata-kata yang dipakai
dalam Alkitab adalah kata-kata yang memiliki arti seperti yang diterima oleh manusia normal
pada umumnya, yang memiliki arti yang yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan oleh
akal sehat manusia. Tujuan Allah memberikan FirmanNya adalah supaya dimengerti oleh
manusia oleh karena itu Allah memakai bahasa dan hukum-hukum komunikasi manusia
untuk menafsirkan arti dan maksudnya. Yang dimaksud dengan “literal” (harafiah) adalah
arti yang biasa yang diterima secara sosial dan adat istiadat setempat dalam konteks

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
dimana penulis Alkitab itu hidup. Oleh karena itu apabila arti ayat-ayat Alkitab tidak jelas
maka penafsir harus kembali melihat konteks bahasa dan budaya (sejarah) dimana penulis
itu hidup dan penafsir harus menafsirkan ayat-ayat itu sesuai dengan terang dan
pertimbangan konteks bahasa dan budaya (sejarah) itu.

1. Grammatical Principles of Interpretation


Metode penafsirannya adalah dengan melihat susunan dan gramatika teks. Jadi apa yang
tertulis, terbaca, itulah yang ditafsirkan, lepas dari konteks sejarahnya ketika ditulis.

2. Historical Principles of Interpretation


Bagian berbicara perihal tata-cara/susunan historical dari teks. Pertanyaan-pertanyaan
seperti kepada siapa dan oleh siapa kitab ditulis? Apa dan bagaimana latar belakang serta
kebiasaan konteks sekitar teks? Merupakan bagian dari hal-hal yang diperhitungkan dalam
bagian ini. Alkitab hanya dapat dimengerti dalam terang sejarah Alkitabiah. Sejarah konteks
seputar teks perlu untuk dipelajari, beberapa pertanyaan yang penting diajukan adalah:
Kepada siapa kitab itu ditulis?
Apa latar belakang dari penulis dan kepenulisan?
Apakah pengalaman, kejadian atau kesempatan pengakibat pesan disampaikan?
Siapakah pemeran utama dalam kitab?

Dalam hal ini, kita bisa menarik kesimpulan hanya setelah memahami. Amsal 18:3 berkata:
“Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan
kecelaannya.” Adalah suatu kebodohan untuk tiba pada kesimpulan tanpa mendengarkan
semua argumentasi. Demikian juga, adalah suatu kesalahan untuk menetapkan kesimpulan-
kesimpulan mengenai sesuatu doktrin tertentu sebelum mempelajari segala sesuatu yang
dikatakan Alkitab mengenai pokok tersebut.

Kesulitan-kesulitan
Hal di atas akan menemukan dan karena menyadari adanya kesulitan kesulitan dalam
membaca dan menafsirkan teks.

Gap Linguistik
Salah satu masalah utama yang kita temui adalah bahwa Alkitab pada mulanya ditulis dalam
2 macam bahasa yang bukan bahasa kita, bahkan adalah bahasa yang secara umum sudah
tidak dipakai lagi, yaitu: Bahasa Ibrani Kuno, dan Yunani Koine. Dan memang kita ketahui
bahwa Alkitab pertama ditulis bukan untuk orang-orang modern sekarang, jadi inilah gap
pertama yang harus dihadapi, gap Linguistik. Untuk kita mempelajari sendiri bahasa-bahasa

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
kuno tersebut, sehingga bisa membaca dan memahami manuskrip-manuskrip Alkitab kuno
tersebut tidaklah mungkin.

Gap Budaya
Budaya sekitar penulisan Alkitab sangat berbeda dengan konteks budaya modern para
pembacanya sekarang. Oleh karena itu gap budaya ini perlu dijembatani dengan
mempelajari budaya, khususnya budaya saat para penulis Alkitab hidup. Namun ini bukan
masalah yang mudah karena ada kira-kira 40 penulis Alkitab yang hidup dalam budaya yang
berbeda satu dengan yang lain. Ada buku-buku yang dapat membantu kita mempelajari
budaya Alkitab, misalnya ensiklopedia Alkitab, dan buku-buku pengantar Alkitab. Disana
kita bisa dapatkan informasi tentang cara-cara tertentu mereka melangsungkan kehidupan
bermasyarakat, misalnya cara mereka bermata pencaharian, bagaimana mereka
bersosialisasi, berkeluarga, melakukan penyembahan atau menjalankan hukum adat
istiadat.

Gap Geografi
Konteks geografi jaman Alkitab sangat asing bagi pembaca modern sekarang, tetapi ini
penting dipelajari karena tempat dimana peristiwa-peristiwa dan penulisan-penulisan terjadi
dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang arti peristiwa yang terjadi. Satu
kendala besar adalah perubahan yang cukup drastis antara keadaan waktu lampau dan
sekarang sehingga kadang-kadang kita sudah tidak mempunyai informasi lagi tentang
tempat-tempat itu. Buku-buku yang dapat membantu kita mengenal keadaan geografis
penulisan Alkitab adalah buku-buku hasil penelitian arkeologi tentang kota-kota, negara-
negara dan bangsa-bangsa, juga tentang iklim, susunan (formasi) tanah, laut-laut, sungai-
sungai, tanaman dan jenis-jenis binatang pada jaman Alkitab.

Gap Sejarah
Konteks sejarah penulis Alkitab adalah berkisar dari jaman Musa sampai Yohanes, yaitu
kira-kira 16 abad. Dibandingkan dengan pembaca Alkitab yang hidup pada jaman modern,
maka ada gap yang sangat besar. Untuk mempelajari tentang sejarah kita bisa dibantu
dengan banyak buku-buku sejarah Alkitab (PL dan PB), dimana didalamnya dapat kita
pelajari misalnya tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan (latar belakang politik, ekonomi,
agama) yang mempengaruhi jalannya sejarah atau tindakan para tokoh-tokoh Alkitab.

Gap Apresiasi Emosi


Membaca Alkitab sebenarnya seperti membaca sms, sering sekali membuat kita keliru
dalam mengetahui apa maksud yang sebenarnya.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
6.5. Penutup
Kita tentu pernah mendengar adanya aliran yang sesat. Munculnya aliran ini karena adanya
penafsiran yang salah terhadap alkitab. Atau kita mungkin dihadapkan pada penafsiran yang
ganda dalam membaca alkitab, maka diperlukan sebuah ilmu untuk menguji penafsirannya.
Pengujian dalam struktur teks maupun sejarahnya, akan sangat membantu menjernihkan
pemahaman kita terhadap alkitab. Setelah memahaminya dengan benar, kita dapat
memaknainya secara benar juga. Hampir tidak ada pemaknaan yang benar dari sebuah
pemahaman yang salah.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang, Gandum Mas,
2007

Jean Grondin, Sejarah Hermeneutik: Dari Plato sampai Gadamer, Pen., Inyiak Ridwan Mazir
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2008
Fisher, Don L. Pra Hermeneutik. Malang: Gandum Mas, 201
Moore, David H dan Yakob Tomatala. Dasar-Dasar Penyelidikan Alkitab: Suatu Pengantar
Hermeneutika Alkitabiah Bagi Kaum Awam. Jakarta: YT Leadership Foundation, 1998.
Gara, Nico. Menafsir Alkitab Secara Praktis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Venema, Henk. Kitab Suci Untuk Kita! Membaca dan Menfsirkan Firman Tuhan Secara
Utuh, Setia dan Kontekstual. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hayes, John H dan Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1999.

2019 Pendidikan Agama Kristen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


15 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai