PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN
07
MKCU PSIKOLOGI MK90003 TIM DOSEN AGAMA KRISTEN
Abstract Kompetensi
Alkitab adalah kitab suci orang Kristen. Kitab Mahasiswa mampu menjelaskan proses
suci ini meskipun ditulis dengan wahyu ilahi penafsiran alkitab dan kriteria yang
namun melalui proses yang manusiawi. digunakan. Selain itu mahasiswa juga
Meskipun masuk dalam dimensi diharapkan mampu untuk memahami
kesejarahan manusia, umat Kristen
mengakui adanya otoritas dan kewibawaan
secara rasional penafsiran alkitab yang
alkitab. Di sinilah pentingnya hermeneutika bisa dipertanggungjawabkan
sebagai ilmu tafsir
MODUL VI
Mari kita bayangkan ketika seseorang membaca firman Tuhan, “seorang pekerja patut
mendapat upahnya. (Mat. 10:10)” ayat ini seakan akan berbicara tentang pekerjaan, upah,
dan mungkin keadilan. Kita bisa menafsirkan dengan panjang lebar berbicara tentang
pekerjaan dan upah.
Padahal, di ayat sebelumnya, firman Tuhan itu bekata, “Kamu telah memperolehnya dengan
cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. (Mat. 10:8)” kalau kalimat ini
ditafsirkan sendiri juga, maka maknanya bisa saja mengacu pada kemurahan hati untuk
berbagi.
Kalau dua ayat itu ditafsirkan sendiri sendiri, akan sulit menyambungkannya. Kecuali kita
membaca teksnya secara utuh.
Mat. 10:5-14
10:5 Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka:
"Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang
Samaria,
10:6 melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.
10:7 Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.
10:8 Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta;
usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma.
10:9 Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat
pinggangmu.
10:10 Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa
baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.
10:11 Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan
tinggallah padanya sampai kamu berangkat.
10:12 Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka.
10:13 Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak,
salammu itu kembali kepadamu.
10:14 Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu,
keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu.
Baru kelihatan di sini bahwa konteksnya adalah Yesus mengutus para muridnya. Janganlah
dibebani dengan hal hal yang tidak penting, karena dalam namaNya, para murid yang
menjalankan perutusan itu akan diperlengkapi.
Lihatlah, bahwa penafsiran sudah mulai kaya dan bermakna ketika kita perluas teks sesuai
konteks literasinya.
Masih dalam konteks literasi atau tulisan teks, penafsiran akan jauh lebih kaya, tajam, dan
jernih kalau kita mengerti pesan umum Matius menulis injilnya.
b. Hermeneutik Yahudi
Sejarah Hermeneutik Yahudi sudah dimulai sejak jaman Ezra (457 SM), pada waktu orang-
orang Yahudi sedang berada di tanah pembuangan. Pusat ibadah orang Yahudi dahulu
adalah Yerusalem dimana mereka beribadah dengan mempersembahkan korban di Bait
Suci. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak mungkin beribadah ke Yerusalem,
maka mereka menciptakan pusat ibadah baru, yaitu dengan menggiatkan kembali
pengajaran dari Kitab-kitab Taurat. Pengajaran Taurat itu menjadi sumber penghiburan dan
kekuatan yang sangat berharga untuk mempertahankan diri dari pengaruh kafir di tanah
pembuangan.
Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra dan kelompok para imam adalah menghilangkan
gap bahasa yaitu dengan menterjemahkan Kitab-kitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram,
karena orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Usaha
terjemahan ini dibarengi dengan suatu exposisi karena mereka juga harus menjelaskan isi
kitab-kitab yang sudah mereka terjemahkan itu, khususnya tentang pelaksanaan hukum-
hukum Taurat. Karena sumbangannya yang besar itulah Ezra disebut sebagai Bapak
Hermeneutik Pertama. (Ne 8:1-8 Ezr 8:15-20)
Setelah semakin banyak orang-orang Yahudi akhirnya diijinkan pulang kembali ke tanah
Palestina, tradisi mempelajari Taurat dan memelihara tradisi Yahudi ini tetap dibawa ke
tanah air mereka dan sinagoge lokal pun mulai didirikan di tempat-tempat dimana mereka
tinggal (meskipun Bait Suci sudah dibangun kembali). Itu sebabnya pada jaman Tuhan
d. Lingkungan Apostolik
Mencakup masa periode ketika Yesus masih hidup sampai jaman rasul-rasul. Metode yang
dipakai adalah metode penafsiran literal. Dengan inspirasi dari Roh Kudus, para penulis
Perjanjian Baru telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan
mereka.
Yesus Kristus, Penafsir Sempurna. Dalam pengajaran kepada murid-muridNya Yesus
banyak memberikan penafsiran kitab-kitab PL. (Yoh 5:39; Luk 24:27,44). Dengan cara
demikian Yesus telah membuka pikiran para murid untuk mengerti Firman Tuhan dengan
benar. Ia sendiri adalah Firman yang menjadi Manusia (incarnasi), yang menjadi jembatan
yang menghubungkan antara pikiran Allah dan pikiran manusia. Banyak catatan tentang
teguran Yesus terhadap penafsiran para ahli Taurat (mis: Mat. 15:1-9; Mrk. 7:1-7; Mat. 23:1-
33; 22:29. Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mat. 10:5,6; 12:1-4,15-21;
13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44; 22:41-46; 24:36-39; Luk. 11:29,30; 21:20-24 24:27-44.
g. Hermeneutik Reformasi
Periode ini terjadi pada tahun 1517 – 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan
95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16.
Perjuangan reformasi. Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani,
perang memperjuangkan “sola scriptura” (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi.
Secara umum isi perjuangan Reformasi adalah sbb.:
• Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
• Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
• Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat
salah.
• Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
• Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
• Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
• Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh
kebenaran Alkitab.
h. Hermeneutik Paska-Reformasi
i. Zaman Modern
Hal ini dinyatakan oleh Paul Ricoeur dengan sebutan hermeneutik regional. Artinya
hermeneutik yang baru berada pada satu wilayah tertentu, seperti teks keagamaan, teks
pada umumnya, atau hanya persoalan dialog tatap muka dan hal-hal retorika belaka. Hal ini
b. Metode Mistis.
Banyak ahli tafsir Alkitab menggolongkan metode penafsiran Mistis sama dengan metode
penafsiran Alegoris, karena memang sangat mirip. Penganut metode ini biasanya bercaya
bahwa ada arti rohani dibalik semua arti harafiah yang kelihatan. Dan mereka memberikan
botot yang lebih berat kepada hasil penafsiran mistis daripada arti yang sudah biasa.
Bahaya dari cara penafsiran ini terletak pada keragaman dan ketidak-konsistenan hasil
penafsiran mereka, sehingga tidak terkontrol banyaknya ragam hasil penafsiran mereka
yang sering kali justru memecah belah jemaat. Hal ni juga memberikan kesulitan dalam
mempertanggung jawabkan doktrin kejelasan (clarity) Alkitab, dan justru sebaliknya mereka
membuat Alkitab tidak jelas dan Allah seakan-akan bermain tebak-tabakan dengan penafsir
untuk menemukan arti rohani dari setiap ayat. Dan bahaya yang paling besar adalah
penafsir menjadi otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran penafsirannya.
d. Metode Rasional.
Metode Rasional sangat digemari pada masa sesudah Reformasi, namun demikian
dampaknya masih terasa sampai jaman modern ini dalam berbagai macam bentuk
penafsiran yang pada dasarnya bersumber pada metode Rasional. Penganut metode
Rasional berasumsi bahwa Alkitab bukanlah otoritas tertinggi yang harus menjadi panutan.
Alkitab ditulis oleh manusia maka berarti merupakan hasil karya rasio manusia. Oleh karena
itu kalau ada bagian-bagian Alkitab yang tidak dapat diterima oleh rasio manusia maka bisa
dikatakan bahwa bagian Alkitab tsb. hanyalah mitos saja. Meskipun metode ini disebut
sebagai “rasional” dalam kenyataan metode penafsiran ini adalah metode yang paling tidak
rasional. Jelas bahwa penganut metode ini sebenarnya tidak tertarik untuk mengetahui apa
yang dikatakan oleh para penulis Alkitab, sebaliknya mereka hanya memperhatikan pada
apa yang mereka pikir penulis Alkitab katakan. Rasio mereka pakai menjadi standard
kebenaran yang lebih tinggi dari Firman Tuhan (Alkitab). Mereka menafsirkan Alkitab hanya
untuk mencari aplikasi bagi standard moral mereka saja.
Dalam hal ini, kita bisa menarik kesimpulan hanya setelah memahami. Amsal 18:3 berkata:
“Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan
kecelaannya.” Adalah suatu kebodohan untuk tiba pada kesimpulan tanpa mendengarkan
semua argumentasi. Demikian juga, adalah suatu kesalahan untuk menetapkan kesimpulan-
kesimpulan mengenai sesuatu doktrin tertentu sebelum mempelajari segala sesuatu yang
dikatakan Alkitab mengenai pokok tersebut.
Kesulitan-kesulitan
Hal di atas akan menemukan dan karena menyadari adanya kesulitan kesulitan dalam
membaca dan menafsirkan teks.
Gap Linguistik
Salah satu masalah utama yang kita temui adalah bahwa Alkitab pada mulanya ditulis dalam
2 macam bahasa yang bukan bahasa kita, bahkan adalah bahasa yang secara umum sudah
tidak dipakai lagi, yaitu: Bahasa Ibrani Kuno, dan Yunani Koine. Dan memang kita ketahui
bahwa Alkitab pertama ditulis bukan untuk orang-orang modern sekarang, jadi inilah gap
pertama yang harus dihadapi, gap Linguistik. Untuk kita mempelajari sendiri bahasa-bahasa
Gap Budaya
Budaya sekitar penulisan Alkitab sangat berbeda dengan konteks budaya modern para
pembacanya sekarang. Oleh karena itu gap budaya ini perlu dijembatani dengan
mempelajari budaya, khususnya budaya saat para penulis Alkitab hidup. Namun ini bukan
masalah yang mudah karena ada kira-kira 40 penulis Alkitab yang hidup dalam budaya yang
berbeda satu dengan yang lain. Ada buku-buku yang dapat membantu kita mempelajari
budaya Alkitab, misalnya ensiklopedia Alkitab, dan buku-buku pengantar Alkitab. Disana
kita bisa dapatkan informasi tentang cara-cara tertentu mereka melangsungkan kehidupan
bermasyarakat, misalnya cara mereka bermata pencaharian, bagaimana mereka
bersosialisasi, berkeluarga, melakukan penyembahan atau menjalankan hukum adat
istiadat.
Gap Geografi
Konteks geografi jaman Alkitab sangat asing bagi pembaca modern sekarang, tetapi ini
penting dipelajari karena tempat dimana peristiwa-peristiwa dan penulisan-penulisan terjadi
dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang arti peristiwa yang terjadi. Satu
kendala besar adalah perubahan yang cukup drastis antara keadaan waktu lampau dan
sekarang sehingga kadang-kadang kita sudah tidak mempunyai informasi lagi tentang
tempat-tempat itu. Buku-buku yang dapat membantu kita mengenal keadaan geografis
penulisan Alkitab adalah buku-buku hasil penelitian arkeologi tentang kota-kota, negara-
negara dan bangsa-bangsa, juga tentang iklim, susunan (formasi) tanah, laut-laut, sungai-
sungai, tanaman dan jenis-jenis binatang pada jaman Alkitab.
Gap Sejarah
Konteks sejarah penulis Alkitab adalah berkisar dari jaman Musa sampai Yohanes, yaitu
kira-kira 16 abad. Dibandingkan dengan pembaca Alkitab yang hidup pada jaman modern,
maka ada gap yang sangat besar. Untuk mempelajari tentang sejarah kita bisa dibantu
dengan banyak buku-buku sejarah Alkitab (PL dan PB), dimana didalamnya dapat kita
pelajari misalnya tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan (latar belakang politik, ekonomi,
agama) yang mempengaruhi jalannya sejarah atau tindakan para tokoh-tokoh Alkitab.
Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang, Gandum Mas,
2007
Jean Grondin, Sejarah Hermeneutik: Dari Plato sampai Gadamer, Pen., Inyiak Ridwan Mazir
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2008
Fisher, Don L. Pra Hermeneutik. Malang: Gandum Mas, 201
Moore, David H dan Yakob Tomatala. Dasar-Dasar Penyelidikan Alkitab: Suatu Pengantar
Hermeneutika Alkitabiah Bagi Kaum Awam. Jakarta: YT Leadership Foundation, 1998.
Gara, Nico. Menafsir Alkitab Secara Praktis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Venema, Henk. Kitab Suci Untuk Kita! Membaca dan Menfsirkan Firman Tuhan Secara
Utuh, Setia dan Kontekstual. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hayes, John H dan Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1999.