Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

Berikut ini akan membahas pengetahuan akan Allah dan keyakinan bahwa

apakah Allah itu ada akan diketahui melalui penyataan diri Allah dalam Alkitab.

A. Latar Belakang Masalah

Dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang timbul mengenai Allah

dan keberadaan-Nya, orang banyak mulai meragukan Allah dalam kehidupan mereka.

Ini disebabkan karena kurangnya pengenalan dan pengetahuan serta pendekatan

kepada Allah.

B. Batasan Masalah

Penulis akan memaparkan beberapa penyataan diri Allah dengan berbagai

sumber yang ada dan berpusat pada Alkitab yang menjadi fokus utama.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan adalah menjelaskan isi paper yang terdiri dari tiga

bab. Bab I pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, batasan masalah, dan

tujuan penulisan. Bab II mengandung pokok pembahasan penyataan diri Allah. Bab

III berisi kesimpulan dan saran dari penulis. Selain itu juga adalah untuk memenuhi

salah satu syarat kelulusan dalam mata kuliah Teologi Sistematika I.


2

BAB II

PENGENALAN KEPADA ALLAH

Penulis akan membahas tentang pengenalan akan Allah di mana akan

dibahas definisi tentang Allah, keberadaan-Nya, dan penyatan diri-Nya. Melihat

banyaknya persoalan yang muncul tentang keyakinan kepada Allah.

A. Definisi Tentang Allah

Secara langsung manusia tidak dapat mendefinisikan “Allah” itu sendiri

meskipun manusia dalam keingintahuannya selalu mencari pengetahuan tentang Allah

secara konkrit. Ryrie menyimpulkan dua hal tentang Allah dalam sebagai berikut:

Kitab suci memperlihatkan dua fakta: Allah yang tak dapat dipahami dalam

ayat-ayat seperti Ayb. 11:7 dan Yes. 40:18, dan Allah yang dapat dikenal

dalam ayat-ayat seperti Yoh. 14:7; 17:3; dan 1 Yoh. 5:20.1

Pendapat ini benar bagi penulis melihat sumber Alkitab yang dipakai

untuk menguatkan pendapat tersebut karena Allah tidak mungkin dipahami dengan

akal manusia yang terbatas.

Jadi Allah tidak dapat dipahami tetapi dapat dikenal meskipun banyak

teolog dan filsuf yang melakukan kesalahan dalam hal mendefinisikan Allah menurut

pemikiran masing-masing. Bagaimana untuk mengenal Allah? Berikut penulis akan

memaparkan keberadaan Allah dan penyataan-Nya sehingga Allah dapat dikenal.

1
Charles C. Ryrie, “Pengetahuan Tentang Allah,” dalam Teologi Dasar 1, cet. Ke-15
(Yogyakarta: ANDI, 2012), 33.
3

B. Keberadaan Allah

Berbicara tentang pengenalan akan Allah tidak logis jika tidak memiliki

pra-anggapan bahwa Allah ada. Untuk itu, akan dibahas beberapa argumen secara

rasional mengenai keberadaan Allah. Meskipun Thiessen dalam buku “Teologi

Sistematika” membagi 3 tentang bukti keberadaan diri Allah yaitu: kepercayaan akan

adanya Allah itu naluriah; adanya Allah diasumsikan oleh Alkitab; dan kepercayaan

akan adanya Allah didukung oleh alasan-alasan. 2 Tetapi di sini hanya membahas satu

saja yaitu bukti rasional di mana melihat dari unsur-unsur dalam dunia ini. Berikut

akan diuraikan beberapa argumen utama.

1. Argumen Kosmologikal

Melihat akan alam semesta ini menunujukkan suatu pribadi yang menjadi

penyebab keberadaannya. Enns menjelaskan sebagai berikut:

Argumentasi ini berdasarkan pada fakta bahwa sebuah kosmos,atau dunia itu

ada. Oleh karena sesuatu tidak dapat berasal dari yang tidak ada, maka harus

ada penyebab awal yang menyebabkan dunia ini ada.3

Argumen ini banyak mengalami pertentangan karena memakai hukum

sebab-akibat, maka berlaku juga untuk Allah dan menjadi suatu rantai penalaran yang

tidak ada habisnya. Tetapi untuk melihat hal ini, bukankah Allah itu bersifat kekal?

Kejadian 21:33 menyebutkan Allah sebagai “Allah yang kekal”. Kekekalan tidak

terbatas oleh waktu, tidak memiliki awal dan akhir. Dalam Wahyu 22:13 “Aku adalah

Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang

Akhir”. Allah adalah permulaan segala sesuatu dan akhir dari segala sesuatu.

2
Henry C. Thiessen, “Definisi dan Adanya Allah,” dalam Teologi Sistematika, cet. Ke-4
(Malang: Gandum Mas, 1997), 39-41.
3
Paul Enns, “Doktrin Allah,” dalam The Moody Handbook Of Theology, cet. Ke-5
(Malang: Literatur SAAT, 2010), 223.
4

2. Argumen Teleologikal

Sebagaimana dengan argumen sebelumnya, argumen ini juga berkaitan

dengan alam semesta namun menguraikan secara jelas. Argumen ini melihat kepada

seluruh penciptaan dengan tujuannya yang sedemikian rupa. Posisi-posisi dari

matahari, bulan, bintang-bintang, dan sebagainya dengan fungsi yang beragam

menyatakan adanya suatu pemikir atau perencana yang luar biasa. Berkhof

menguraikan argumen ini sebagai berikut:

Dunia ini dimanapun juga mengungkapkan adanya inteligensi, tatanan,

keserasian, dan tujuan, dan karena itu menunjukkan kepada keberadaan yang

berpikir dan bertujuan, yang mampu menghasilkan dunia yang sedemikian.4

Bagi penulis, argumen ini benar meskipun masih banyak yang menolak

dan menganggap argumen ini masih tidak dapat membuktikan keberadaan Allah.

3. Argumen Antropologikal

Manusia bukan hanya sekedar keberadaan yang memiliki fisik, tetapi juga

keberadaan yang bermoral yang memiliki hati nurani, akal budi, emosi dan

kehendak.5 Semua yang dipaparkan Enns menyatakan adanya suatu sumber dari

semua keberadaan yang bermoral itu. Merurut Milne tentang argumen ini adalah:

Pengalaman universal manusia mengenai kewajiban moral, atau pengertian


tentang “apa yang seharusnya dibuat”, serta kegagalannya memenuhi tuntutan
moral itu dari hati nuraninya, tidak dapat diterangkan secara memadai baik
sebagai kepentingan sendiri saja, ataupun sebagai hasil penyesuaian sosial.
Keberadaan nilai-nilai moral objektif ini menunjukkan keberadaan suatu dasar
nilai-nilai yang transenden, yaitu Allah.6

4
Louis Berkhof, “Keberadaan Allah,” dalam Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah, cet.
Kedua (Surabaya: Momentum, 2013) 22.
5
Enns, “Doktrin Allah,” dalam The Moody Handbook Of Theology, 224.
6
Bruce Milne, “Keberadaan Allah,” dalam Mengenali Kebenaran, cet. Kedua (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996) 80.
5

Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan Allah dilihat dari semua

keberadaan nilai-nilai moral manusia di mana Allah yang menjai dasarnya.

4. Argumen Ontologikal

Kalau kita memiliki kesadaran secara naluriah sebelum timbul

kepercayaan akan Alkitab tentang adanya Allah dan berusaha membuktikan

keberadaan Allah, maka dapat membuktikan bahwa Allah itu ada. Bagaimana kita

berpikir demikian lalu tidak mempercayainya? Enns menjelaskan sebagai berikut:

Apabila manusia dapat berpikir tentang Allah yang sempurna dan yang tidak

ada, maka ia dapat berpikir tentang sesuatu yang lebih besar dari Allah itu

sendiri, yang adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, Allah ada.7

Melihat beberapa argumen di atas diharapkan dapat menguatkan

kepercayaan dan pemahaman tentang keberadaan Allah. Meskipun argumen-argumen

tersebut banyak mendapat tantangan dan penolakan sampai sekarang, tetapi argumen-

argumen di atas tetap digunakan untuk menguatkan tentang keberadaan Allah.

Setelah memahami tentang keberadaan Allah, untuk memiliki pengenalan

akan Allah selanjutnya akan dibahas penyataan diri Allah. Dengan argumen-argumen

membuktikan keberadaan Allah membawa kita kepada pemikiran bahwa Allah itu

ada. Argumen-argumen ini hanya bukti dari filosofis manusia akan keberadaan Allah

dan merupakan pendukung dari keberadaan Allah. Untuk lebih mengenal Allah akan

dibahas tentang penyataan diri Allah secara luas dan menjadi pokok pembahasan inti

dari paper ini. Karena penyataan Allah merupakan suatu cara yang konkret bagi

manusia untuk lebih mengenal Allah.

7
Enns, “Doktrin Allah,” dalam The Moody Handbook Of Theology, 225.
6

C. Penyataan Allah

Bagian ini penulis akan menguraikan penyataan diri Allah sebagai bentuk

pengenalan Allah secara mendalam karena penyataan merupakan suatu tindakan dari

Allah sendiri untuk memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Penulis akan

membahas mengenai pengertian dari penyataan, kemungkinan dari penyataan, dan

bentuk-bentuk penyataan.

1. Pengertian

Pengertian dari penyataan ini beragam namun mengandung maksud dan

tujuan yang sama. Berikut pengertian penyataan menurut Ensiklopedi Alkitab :

Kata Ibrani gala, Yunani apokalupto, Latin revelo, dan Indonesia menyatakan,
mengungkapkan gagasan tentang membuka selubung sesuatu yang
tersembunyi. Perbendaharaan kata mengenai penyataan dalam PL dan PB
cukup luas, meliputi gagasan-gagasan tentang: membuat hal-hal yang samar-
samar menjadi jelas, membuat hal-hal yang tersembunyi menjadi terang,
memperlihatkan tanda-tanda, mengucapkan kata-kata, dan membuat orang-
orang yang menjadi si alamat melihat, mendengar, merasa, mengerti, dan
mengetahui. Penyataan ilahi adalah menerangkan dan juga menyuruh, dan
dalam setiap hal adalah normatif.8

Melihat dari pengertian umum di atas, maka beberapa ahli teolog

menyimpulkan sebagai berikut :

Menurut Niftrik & Boland, semua kata kerja itu menaruh isi sebagai berikut :
menyingkapkan, menanggalkan, membuka selubung, menunjukkan yang
tersembunyi, memberitahukan tentang yang tak dikenal. Jadi kata-kata itu
adalah selalu mengenai munculnya apa yang tersembunyi.9

Milne mengemukakan penyataan berarti melepaskan selubung dari hal yang

tersembunyi, supaya dapat dilihat dan diketahui apa sebenarnya hal itu. Jadi

penyataan membuat kenyataan-kenyataan religius diketahui.10

8
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II, hal. 175-176.
9
G. C. van Niftrik & B. J. Boland, “Penyataan,” dalam Dogmatika Masa Kini, cet. Ke-10
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 57.
10
Milne, “Keberadaan Allah,” dalam Mengenali Kebenaran, 35.
7

Tindas memberikan pengertian penyataan yang dimaksud adalah tindakan


Allah untuk mengkomunikasikan diriNya kepada manusia melalui Alkitab.
Alkitab merupakan salah satu wujud penyataan ilah, di samping beberapa
bentuk penyataan lainnya.11
Sedangkan pandangan Enns penyataan merupakan penyingkapan Allah kepada
manusia, di mana Ia menyatakan kebenaran tentang diri-Nya sehingga tanpa
jalan itu manusia tidak akan mengetahuinya. Penyataan ini berisi tentang
kebenaran akan Allah kepada umat manusia adalah perlu untuk membuat
teologi dimungkinkan.12

Melihat pemahaman dari para teolog diatas, dapat disimpulkan bahwa

penyataan adalah suatu tindakan dari Allah yang tersembunyi untuk menyingkapkan

diriNya sehingga orang menjadi percaya terutama nyata di dalam Alkitab. Manusia

tidak akan memahami Allah tanpa suatu penyataan dari Allah. Manusia harus

memiliki perantara untuk mencapai Allah maka Allah menyatakan diriNya sendiri

untuk mempermudah manusia mengenal Allah.

2. Bentuk-bentuk Penyataan

Bentuk penyataan diri Allah dibagi menjadi 2 bagian yakni: penyataan

umum dan penyataan khusus.penyataan umum mencakup segala sesuatu yang

dinyatakan di dalam dunia sekitar kita, termasuk manusia. Sedangkan penyataan

khusus mencakup berbagai cara yang dipakai Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya

yang disusun di dalam Alkitab.13 Berikut akan dibahas mengenai kedua bentuk

penyataan tersebut:

a. Penyataan Umum

Sebagaimana telah di jelaskan di atas bahwa penyataan umum mencakup

dunia dan segala isinya termasuk manusia. Jangkauannya umum, geografinya umum,

11
Arnold Tindas, “Pengajaran Dalam Alkitab,” dalam Inerrancy: Ketaksalahan Alkitab,
cet. Ke-4 (Jakarta: Harvest International Theological Seminary, 2007), 171.
12
Enns, “Doktrin Allah,” dalam The Moody Handbook Of Theology, 228.
13
Ryrie, “Pengetahuan Tentang Allah,” dalam Teologi Dasar 1, 38.
8

metodologinya umum. Jadi benar-benar umum untuk siapa saja dan di mana saja.

Allah menyatakan diri-Nya secara umum dalam berbagai cara.

1) Penciptaan

Allah menyatakan diri-Nya yang tidak terlihat yaitu kekuatan-Nya, dan

keilahian-Nya melaui penciptaan dunia ini (Roma 19-20). Berkhof menjelaskan:

“Modus pewahyuan adalah natural manakala modus ini dikomunikasikan melalui

alam semesta, artinya melalui ciptaan yang nampak dengan hukum-hukum dan

kekuatan alamnya.”14 Selanjutnya Soedarmo menguraikan penyataan Allah melalui

penciptaan sebagai berikut:

a. Tuhan menjadikan segala sesuatu, berarti Tuhan menyatakan diri sebagai


yang Mahakuasa, Mahabijak, Mahamulia. Maka Daud dapat menyanyikan
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya”. Mzm. 19:2; Rm. 1:20: “Sejak dunia diciptakan,
sifat-sifat Allah dapat dipandang terang.”
b. Tuhan menjadikan manusia atas gambar dan rupa Tuhan. Ini berarti bahwa
manusia menjadi gambar Allah dan menunjukkan Allah, meskipun secara
manusia yang serba terbatas. Akan tetapi ini menunjukkan bahw Tuhan
menyatakan, menunjukan diri kepada makhluk.15

Melalui bukti-bukti penyataan dari Allah mengenai diri-Nya melalui

penciptaan alam semesta dan segala isinya membuktikan bahwa Allah ada dan untuk

menyatakan kemuliaan, kemahakuasaan, dan keilahian Allah.

2) Pemeliharaan

Allah juga menyataakan diri-Nya melalui pemeliharan terhadap makhluk

ciptaan-Nya. Enns menguraikan bentuk pemeliharaan Allah sebagai berikut:

Allah memelihara manusia dengan kebaikan-Nya, di mana Ia memenuhi


kebutuhan manisia dengan matahari dan hujan sehingga memungkinkan
mereka hidup dan berfungsi (Mat. 5:45; Kis. 14:15-17). Pengontrolan
pemeliharaan Allah juga terlihat dalam hubungan-Nya dengan bangsa-bangsa.

14
Berkhof, “Kemungkinan Pengenalan akan Allah,” dalam Teologi Sistematika 1: Doktrin
Allah, 43.
R. Soedarmo, “Bentuk Penyataan,” dalam Ikhtisar Dogmatika, cet. Ke-13 (Jakarta: BPK
15

Gunung Mulia, 2002), 19.


9

Ia mendisiplinkan bangsa Israel yang tidak taat (Ul. 28:15-68) tetapi Ia juga
yang memulihkan mereka (Ul. 30:1-10); Ia menghakimi Mesir karena berdosa
melawan Israel (Kel. 7-11); Ia membangkitkan bangsa-bangsa untuk berkuasa
dan Ia juga yang menurunkan mereka (Dan. 2:21a, 31-43).16

Semua yang diuraikan Enns menyatakan bahwa semua yang terjadi atas

kehendak dan rencana Tuhan yang memelihara dan menghukum umat-Nya. Tidak ada

pribadi lain yang lebih berkuasa memelihara alam semesta dan segala isinya.

3) Sejarah

Dalam sejarah kehidupan manusia juga Allah menyatakan diri-Nya

melalui semua peristiwa sejarah yang dilalui tidak lepas dari campur tangan Tuhan.

Dalam Kis. 17:28-29 menyatakan bahwa Allah ada oleh sebab itu kita ada dan kita

berasal dari keturunan Allah yang serupa dengan Dia menceritakan sejarah kehidupan

kita.

4) Hati Nurani

Terakhir dari penyataan umum adalah melalui hati nurani manusia. Roma

2: 14-14 menunjukkan bahwa Allah telah menempatkan pengetahuan institusional

tentang diri-Nya di dalam hati manusia.17 Penjelasan Milne adalah sebagai berikut:

Roma 2: 14-15 menyatakan bahwa orang yang tidak mempunyai Taurat, tidak
menerima pernyataan khusus, melakukan perbuatan seperti yang dalam hukum
Taurat. Jadi orang-orang yang hidup di luar pernyataan khusus masih
mempunyai norma di dalam hidupnya, norma yang asalnya dari pernyataan
Tuhan tadi.18

Ini menyatakan bahwa keberadaan Allah dinyatakan secara umum melalui

hati nurani yang diletakkan Tuhan sebagai dasar sekalipun orang yang belum percaya

tetapi memiliki dorongan melakukan hukum Taurat.

16
Enns, “Doktrin Alkitab,” dalam The Moody Handbook Of Theology, 191.
17
Ibid.
18
Soedarmo, “Bentuk Penyataan,” dalam Ikhtisar Dogmatika, 21.
10

b. Penyataan Khusus

Penyataan khusus adalah penyataan Allah yang memiliki fokus tertentu,

tidak menyeluruh sehingga lebih memperjelas penyataan diri Allah. Penyataan ini

terbatas pada Kristus dan Alkitab oleh sebab itu dikatakan penyataan khusus.

1) Yesus Kristus

Yohanes 1:18 jelas menyatakan bahwa Yesus yang telah lahir di dunia

satu-satunya yang dapat menjelaskan tentang Bapa. Manusia tidak dapat melihat

Allah karena keberdosaan manusia sehingga esensial bagi Allah berpusat pada Yesus

Kristus. Milne menyatakan penyataan Allah melalui Yesus Kristus sebagai berikut:

Yesus Kristus adalah Firman Allah yang abadi yang “menjadi manusia dan
diam di antara kita” (Yoh. 1:1,4). Di sinilah terletak inti dan puncak seluruh
penyataan ilahi, yaitu Allah menyatakan diri dalam Yesus Kristus yang
merupakan Allah hakiki dan manusia hakiki.19

Dan Ryrie menguraikan penyataan-penyataan Yesus sebagai berikut:

Dia menjelaskan Bapa (Yoh. 1:14), mewahyukan sifat Bapa (14:9), kuasa
Allah (3:2), hikmat Allah (7:46), kemuliaan Allah (1:14), kehidupan Allah (1
Yoh. 1:1-3), dan kasih Allah (Rm. 5:8). Tuhan kita mengerjakan semua ini
baik dengan tindakan (Yoh. 2:11) maupun Sabda-Nya (Mat. 16:17).20

Jadi kesimpulannya semua yang di lakukan Yesus Kristus membawa

kesaksian tentang Bapa.

2) Alkitab

Dari semua penyataan, Alkitab adalah keseluruhan dari penyataan ini.

Alkitab adalah firman yang diilhamkan Allah sendiri kepada penulis manusia dengan

bimbingan Roh Kudus untuk menyatakan semua doktrin, teguran, koreksi, dan

bimbingan yang dibutuhkan oleh orang Kristen untuk hidup yang baik ( 2Ptr. 1:21;

2Tim. 3:16-17).

19
Milne, “Penyataan,” dalam Mengenali Kebenaran, 42.
20
Ryrie, “Penyataan Khusus,” dalam Teologi Dasar 1, 91.
11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Defini tentang Allah telah diuraikan dan dapat diambil kesimpulan bahwa

Allah tidak dapat dipahami tetapi dapat dikenal. Dan melihat penjelasan tentang

keberadaan Allah berdasarkan argumen-argumen disimpulkan bahwa secara alami

kita sudah memiliki kesadaran akan Allah dengan melihat alam semesta. Pemaparan

tentang penyataan diri Allah juga dapat disimpulkan bahwa melalui semua penyataan,

Alkitab menjadi sumber yang akurat untuk Allah menyatakan diri-Nya secara

menyeluruh. Jadi kepercayaan kepada Allah dan keberadaan-Nya tidak akan

mendapat penyangkalan jika kita benar-benar mau menelaah dengan baik.

B. Saran

Setelah mempelajari dan memperhatikan tentang pengenalan akan Allah,

maka penting bagi kita untuk lebih memeliki pengenalan yang lebih kepada Allah dan

mengimani-Nya sehingga iman kita tidak digoyah dengan persoalaan-persoalan yang

timbul. Allah telah menyatakan diri-Nya kepada kita, tergantung kita mau

mengimaninya dengan setia atau tidak. Allah tidak berubah dulu, sekarang dan

selamanya.
12

KEPUSTAKAAN

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2013.

Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi. Malang:

Literatur SAAT, 2010.

Milne, Bruce. Mengenali Kebenaran: Panduan Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1996.

Niftrik, G. C. van dan B. J. Boland. Dogmatikan Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1997.

Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI, 2012.

Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.

Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 1997.

Tindas, Arnold. Inerrancy: Ketaksalahan Alkitab. Jakarta: Harvest International

Theological Seminary, 2007.

Anda mungkin juga menyukai