Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EKLESIOLOGI

HAKIKAT GEREJA DAN PANGGILAN BERGEREJA

NAMA KELOMPOK : ERIC KRISTIAN


NATALIA AGATA
PUTRI
WINDA KANORA

PRODI : MISIOLOGI

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI

PALANGKA RAYA

2021

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya . Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan pembelajaran, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
pendidikan Eklesiologi untuk menambah Pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami
lebih dalam mata kuliah Eklesiologi. Makalah ini dibuat digunakan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Eklesiologi yang diberikan kepada kami. Dengan makalah ini juga dapat di buat
untuk bahan pembelajaran atau pelengkap, dalam materi pembelajaran Dalam makalah ini
terdapat pokok pembahasan dimana dijelaskan juga tentang apa hakekat gereja,tubuh kristus,
keluarga gereja, kawanan domba Allah dan rumah Allah serta mempelai wanita. Dimana dalam
makalah ini dijelaskan secara ilmiah dan teologis beberapa hal tersebut.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para mahasiswa/i yang sebelumnya belum mengetahui sekarang telah mengetahui
pembahasan yang kami tuang dalam makalah ini.

Palagka Raya, 15 Maret 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………


i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………


ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..


iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………


1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………


1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………...3

1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………….….3-


4

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………… 5

2.1 Hakikat Gereja dan Panggilan Bergereja ………………………………………….. 6

2.2 Tubuh Kristus ……………………………………………………………………… 6

2.3 Keluarga Allah …………………………………………………………………….. 7

2.4 Kawanan Domba Allah …………………………………………………………….10

2.5 Rumah Allah …………………………………………………………………. ..10-11

2.6 Mempelai Wanita ……………………………………………………………….… 11

III
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………… 12
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………….. .
12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………


13

IV
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gereja dan umat kristen memahami dengan baik hakikat dirinya dan panggilannya
di tengah-tengah realitas kehidupan dunia. Eksistensi gereja adalah sebagai buah karya
Roh Kudus yang menghimpun umat-Nya dari segala bangsa, kaum dan bahasa, menjadi
satu persekutuan, di mana Kristus adalah Tuhan dan Kepala (Efesus 4:3-16); Wahyu 7:9).
Roh Kudus juga telah memberi kuasa kepada gereja dan mengutusnya ke dalam dunia
untuk menjadi saksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah, kepada segala makhluk di
semua tempat dan di sepanjang zaman. Dengan demikian gereja tidak hidup untuk
dirinya sendiri, tetapi sama seperti Kristus telah meninggalkan kemuliaanNya di sorga,
mengosongkan diri dan menjadi manusia (Yohanes 1:14; Filipi 2:6- 8), dan tergerak
hatiNya oleh sebab belas kasihan kepada semua orang yang sakit, lelah dan terlantar
seperti domba tanpa gembala, demikian pulalah gereja dipanggil untuk selalu
menyangkal diri dan mengorbankan kepentingan sendiri, agar semua orang yang
menderita karena pelbagai penyakit dan kelemahan yang merindukan kelepasan, dapat
mengalami pembebasan dan penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus.

Gereja pada awalnya adalah suatu pertemuan atau persekutuan jemaat mula-mula,
dimana didalam pertemuan atau persekutuan tersebut, mereka berusaha menjaga
kekudusan hidup mereka dengan menekuni ajaran Tuhan Yesus Kristus, dengan
bimbingan para Rasul. Fungsi gereja sendiri ditentukan oleh Sang Pemilik gereja, sosok
yang telah memanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya, yakni Allah didalam
Yesus Kristus sebagai kepala, dan gereja adalah tubuh-Nya (1Korintus 12:27). Jadi
sebagai tubuh, gereja tentu memiliki fungsi dan tugas yang telah ditentukan oleh pemilik
tubuh yaitu Yesus Kristus, yang juga telah mengemban tugas dari Allah Sang Pencipta
(Yohanes 20:21). Jadi tugas yang diberikan Yesus Kristus kepada gereja merupakan

1
tugas estafet yang telah lebih dahulu dikerjakan oleh-Nya. Gereja sebagai alat kesaksian
yang bertanggung jawab meneruskan berita Injil kerajaan Allah di dunia harus bersikap
inklusif. Dengan sikap inklusif itulah gereja dapat menyatakan eksistensinya secara
maksimal, dapat menyatakan rasa konsern dan selalu peka terhadap apapun realitas
pelayanannya sehingga dedikasi dan loyalitas gereja semakin teruji untuk melakukan
yang terbaik untuk anggotanya dan teristimewa untuk memuliakan Kristus Sang Kepala
gereja. Munculnya kebutuhan tersebut terkait erat dengan gaya kepemimpinan di
kalangan gereja-gereja, sama seperti Anak manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak
orang.” Bagi Yesus, pemimpin adalah pelayan. Jadi kepemimpinan adalah sebuah
pelayanan, bukan kekuasaan. Pemahaman kepemimpinan Yesus adalah yang melayani.
Kekuasaan dihayati sebagai partisipasi dan pelayanan. Dalam kepemimpinan yang
melayani, setiap anggota jemaat diberikan kemungkinan untuk menyumbangkan potensi,
kemampuan, bakat dan karunianya untuk terlibat dalam pelayanan kepemimpinan.
Anggota jemaat diajak untuk berpartisipasi dalam kepemimpinan. Mereka dipandang
sebagai subjek, murid-murid Kristus yang siap menjadi pemimpin yang melayani.
Kepemimpinan yang melayani bukan hanya diajarkan Yesus tetapi ditelandankan lewat
kehidupanNya. Refleksi teologis tersebut menggambarkan kehidupan jemaat sebagai
sebuah persekutuan yang mengalami kedekatan dan kehangatan relasi dengan Tuhan,
saudara seiman bahkan dengan masyarakat. Dengan kata lain, dari refleksi atas masalah
dan kebutuhan dalam pergumulan pembangunan jemaat, terungkap dimensi-dimensi
eklesiologis, yaitu persekutuan (communio), kesatuan (unio) dan cinta kasih kepada
sesama. Dimensi persekutuan dan kesatuan ini sejalan dengan gambaran gereja sebagai
Tubuh Kristus, gereja sebagai keluarga Allah serta gereja sebagai garam dan terang
dunia. Gambaran-gambaran gereja ini di satu sisi menggambarkan penghayatan anggota
jemaat tentang suasana persekutuan gereja yang utuh, saling mengenal dan
memperhatikan sebagai satu tubuh dan keluarga.

Dimensi persekutuan, kesatuan dan cinta kasih yang ada dalam penghayatan
gereja sesungguhnya juga merupakan dimensi-dimensi yang ada dalam kehidupan

2
keluarga. Dengan demikian gambaran gereja yang dapat mewakili penghayatan anggota
jemaat dan mejawab pergumulan-pergumulan dalam pembangunan jemaat adalah
gambaran gereja sebagai keluarga. Dalam gambaran ini, keluarga dipakai sebagai
lambang yang hidup bagi misteri gereja, sebab dalam keluarga ada misteri cinta kasih
yang mempersekutukan dan menyatukan sama seperti cinta kasih Kristus yang
mempersekutukan dan menyatukan semua orang. Dalam gambaran gereja sebagai
keluarga, cinta kasih, persekutuan dan kesatuan mendapatkan wujud yang konkret.
Sekalipun demikian, gambaran gereja sebagai keluarga tidak dimaksudkan untuk
membangun gereja sebagai persekutuan eksklusif yang sibuk mengupayakan
kenyamanan diri sendiri, tetapi merupakan gereja yang bersekutu dan menyatu dengan
Tuhan dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Kehendak Allah dalam komunikasi yang
penuh kasih dan membangun, sehingga tercipta suasana hidup bersama yang akrab dan
rukun. Dengan hidup dalam kehendak Allah, maka tiap anggota akan saling memahami
dan menghargai. Satu dengan yang lain akan dapat mnerendahkan hati, menempatkan
kepentingan orang lain lebih utama daripada kepentingannya sendiri, sehingga makin hari
makin menyerupai kahidupan Kristus. Dalam penghayatan seperti itu, pluralitas dalam
kehidupan intern gereja tidak akan menimbulkan perpecahan dan konflik
berkepanjangan. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam tubuh gereja tetapi tetap
merupakan satu keluarga yang melakukan kehendak Allah.

B. Rumusan Masalah
Bedasarkan rumusan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang
akan dikaji dalam tulisan ini yaitu :
a. Apa aitu Hakikat gereja ?
b. Apa aitu Tubuh Kristus ?
c. Apa aitu Keluarga Allah ?
d. Apa aitu Kawanan domba Allah ?
e. Apa itu Rumah Allah ?
f. Apa aitu Mempelai wanita ?

3
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini secara khusus adalah untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Eklesiologi dan sebagai pembelajaran, adapun secara umum
adalah untuk dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada para pembaca sekaligus
sebagai acuan bacaan dan pembelajaran pada mata kuliah Eklesiologi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Gereja dan Panggilan Bergereja


Gereja ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melak-sanakan tugas panggilannya dalam
konteks sosial politik, ekonomi, dan budaya tertentu.  Dalam hidup dan pelaksanaan tugas
panggilannya, gereja yang terdiri dari orang-orang berdosa yang telah dibenar-kan oleh
anugerah Allah berdasarkan iman kepada Yesus Kristus (Roma 3:28), selalu memerlukan
pertobatan dan pembaruan yang terus-menerus. Untuk itu ia senantiasa memerlukan
kehadiran, pernyataan, bimbingan, peme-liharaan dan teguran Roh Kudus yang terus-
menerus membarui, membangun dan mempersatu-kannya serta yang memberinya kuasa
untuk menjadi saksi. Demikianlah halnya, gereja-gereja di Indonesia dipanggil dan
ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa
dan negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diyakini sebagai anugerah dari Tuhan. Kehadiran
gereja-gereja di Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan tanda
pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam
mewujudkan keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia. Gereja tidak hidup untuk dirinya
sendiri, tetapi sama seperti Kristus telah meninggalkan kemuliaanNya di sorga,
mengosongkan diri dan menjadi manusia (Yoh. 1:14; Flp. 2:6- 8), dan tergerak hatiNya oleh
sebab belas kasihan kepada semua orang yang sakit, lelah dan terlantar seperti domba tanpa
gembala, demikian pulalah gereja dipanggil untuk selalu menyangkal diri dan mengorbankan
kepentingan sendiri, agar semua orang yang menderita karena pelbagai penyakit dan
kelemahan yang merindukan kelepasan, dapat mengalami pembebasan dan penyelamatan
Allah dalam Yesus Kristus (Mat. 9:35-38); Luk. 4:18-19). sebagai representatif dari gereja
yang ada di muka bumi ini juga mengemban misi yang sama, diutus oleh Tuhan untuk
memenuhi tugas dan panggilan pelayananNya di tengah dunia yaitu melayani bukan dilayani
seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, Sang Kepala gereja (Mat. 20:28; Mrk. 10:45).

5
Karena itu eksistensi lembaga-lembaga ini melalui akta pelayanan yang dilakukan sudah
sepantasnya bertujuan untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah: memberi rasa adil,
menghadirkan pembebasan, mengupayakan pendamaian yang otentik, mempraktekkan kasih,
menciptakan keharmonisan dan melestarikan persaudaraan sehingga persekutuan dan
kebersamaan hidup semakin bermutu dan berkenaan kepada Allah di dalam Yesus Kristus.
2.2 Gereja Adalah Tubuh Kristus
Gereja adalah Tubuh Kristus, karena didalamnya terdapat orang-orang yang berkumpul
sebagai pengikut Kristus. Mereka menjadi pengikut Kristus karena percaya kepada Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kepercayaan itu yang membedakan gereja dari organisasi
kemasyarakatan lainnya. Bahwa gereja bisa bertahan dari masa ke masa hingga saat ini,
adalah bukti bahwa dasar keberadaan gereja itu benar, sekalipun gereja itu masih penuh
dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Hal itu tidak membuat gereja tidak benar,
akan tetapi manusia yang terlibat di dalamnya yang belum benar sehingga banyak praktek
tidak kudus. Gereja memerlukan suatu sistem (baca: tata gereja) untuk mengorganisasikan
dan mengurus dirinya, namun penting diingat bahwa gereja tidak perlu menilai tinggi
organisasi dan memperlakukannya sebagai tujuan utama. Organisasi dan sistem bergereja
hanyalah sarana bagi Kristus untuk memerintah gereja-Nya. Sebab tata gereja dapat
menyingkirkan berbagai penghalang, baik tradisi yang salah maupun “kekacauan”. Tata
gereja menjadi kompas tentang bagaimana cara damai sejahtera dipertahankan dalam suatu
kebersamaan (gereja). Namun demikian, yang mesti diwaspadai ialah kebebasan individual
terhadap aturan itu. Roh Kudus selaku penopang dan pembaru gereja tidak terikat pada
aturan, itu sebabnya terbuka peluang dan kemungkinan pemimpin dan atau warga gereja
secara bebas dapat menyimpang dari aturan-aturan yang ditetapkan dan disepakati bersama.
Kebebasan adalah wujud ekspresi terhadap sesuatu. Namun tidak semua kebebasan
berdampak positif. Memang “Segala sesuatu diperbolehkan”. Benar, tetapi bukan segala
sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan”. Benar, tetapi bukan segala sesuatu
membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-
tiap orang mencari keuntungan orang lain. Dalam Matius 22:36-40, Yesus mengungkapkan
tentang hukum kasih, yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, dan
segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kasih kepada Tuhan

6
tidak bisa dilepaskan dari kasih kepada sesama. Bobot kasih kepada sesama harus sama
dengan kasih kepada Tuhan. Ini berarti relasi vertikal (kasih kepada Tuhan) harus berada
dalam dialektika dengan relasi horizontal (kasih kepada sesama), demikian pula sebaliknya.
Gereja sebagai alat kesaksian yang bertanggung jawab meneruskan berita Injil kerajaan Allah
di dunia harus bersikap inklusif. Dengan sikap inklusif itulah gereja dapat menyatakan
eksistensinya secara maksimal, dapat menyatakan rasa konsern dan selalu peka terhadap
apapun realitas pelayanannya sehingga dedikasi dan loyalitas gereja semakin teruji untuk
melakukan yang terbaik untuk anggotanya dan teristimewa untuk memuliakan Kristus Sang
Kepala gereja. Munculnya kebutuhan tersebut terkait erat dengan gaya kepemimpinan di
kalangan gereja-gereja Karena itu muncul pertanyaan: Gaya kepemimpinan yang
bagaimanakah yang dapat dipertanggungjawabkan? Dalam matius 20:26-28, Yeus mengajar
para murid yang ingin menjadi pemimpin dengan mengatakan: “Barang siapa ingin menjadi
besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu, sama seperti Anak manusia
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya
menjadi tebusan banyak orang.” . Bagi Yesus, pemimpin adalah pelayan. Jadi kepemimpinan
adalah sebuah pelayanan, bukan kekuasaan. Pemahaman kepemimpinan Yesus adalah yang
melayani. Kekuasaan dihayati sebagai partisipasi dan pelayanan. Dalam kepemimpinan yang
melayani, setiap anggota jemaat diberikan kemungkinan untuk menyumbangkan potensi,
kemampuan, bakat dan karunianya untuk terlibat dalam pelayanan kepemimpinan. Anggota
jemaat diajak untuk berpartisipasi dalam kepemimpinan. Mereka dipandang sebagai subjek,
murid-murid Kristus yang siap menjadi pemimpin yang melayani. Kepemimpinan yang
melayani bukan hanya diajarkan Yesus tetapi ditelandankan lewat kehidupanNya.
2.3 Gereja (Jemaat) Keluarga Allah
Sebagai keluarga Allah, gereja merupakan anak dari satu Bapa yang menerima semua
anggota sebagai anak-anak-Nya yang sama dikasihi-Nya tanpa membedakan satu dengan
yang lain. Setiap warga gereja memiliki hak sebagai ahli waris karena semua warga dalam
gereja merupakan anak-anak dari satu Bapa. Gereja sebagai keluarga Allah merupakan
bahasa iman dan suatu terjemahan khusus dari misteri Allah yang misterius kepada realitas
untuk diketahui oleh manusia. Gereja merupakan tempat persekutuan orang-orang percaya,

7
dan sekaligus merupakan gereja milik Tuhan yang sangat kuat dicirikan oleh karagaman
suku, pulau, latar belakang adat, nilai budaya, sejarah dan geografis anggotanya. Dalam
Perjanjian Lama istilah keluarga biasa juga dipakai untuk menyebut Bait Suci di Yerusalem,
yaitu untuk menunjukan kepada suatu persekutuan yang mesra sebagai satu keluarga, satu
rumah tangga Allah. Refleksi teologis tersebut menggambarkan kehidupan jemaat sebagai
sebuah persekutuan yang mengalami kedekatan dan kehangatan relasi dengan Tuhan, saudara
seiman bahkan dengan masyarakat. Dengan kata lain, dari refleksi atas masalah dan
kebutuhan dalam pergumulan pembangunan jemaat, terungkap dimensi-dimensi eklesiologis,
yaitu persekutuan (communio), kesatuan (unio) dan cinta kasih kepada sesama. Dimensi
persekutuan dan kesatuan ini sejalan dengan gambaran gereja sebagai Tubuh Kristus, gereja
sebagai keluarga Allah serta gereja sebagai garam dan terang dunia. Gambaran-gambaran
gereja ini di satu sisi menggambarkan penghayatan anggota jemaat (juga pemimpin) tentang
suasana persekutuan gereja yang utuh, saling mengenal dan memperhatikan sebagai satu
tubuh dan keluarga. Di sisi lain juga menggambarkan cinta kasih kepada sesama dalam
kesadaran akan tanggung jawab gereja di tengah masyarakat (jemaat). Dimensi persekutuan,
kesatuan dan cinta kasih yang ada dalam penghayatan gereja sesungguhnya juga merupakan
dimensi-dimensi yang ada dalam kehidupan keluarga. Dengan demikian gambaran gereja
yang dapat mewakili penghayatan anggota jemaat dan mejawab pergumulan-pergumulan
dalam pembangunan jemaat adalah gambaran gereja sebagai keluarga. Dalam gambaran ini,
keluarga dipakai sebagai lambang yang hidup bagi misteri gereja, sebab dalam keluarga ada
misteri cinta kasih yang mempersekutukan dan menyatukan sama seperti cinta kasih Kristus
yang mempersekutukan dan menyatukan semua orang. Dalam gambaran gereja sebagai
keluarga, cinta kasih, persekutuan dan kesatuan mendapatkan wujud yang konkret. Sekalipun
demikian, gambaran gereja sebagai keluarga tidak dimaksudkan untuk membangun gereja
sebagai persekutuan eksklusif yang sibuk mengupayakan kenyamanan diri sendiri, tetapi
merupakan gereja yang bersekutu dan menyatu dengan Tuhan dan lingkungan masyarakat
sekitarnya. Ciri utama dari gambaran gereja sebagai keluarga Allah ialah: Keluarga yang
Melakukan Kehendak Allah.10 Dalam Markus 3:31-35, dikisahkan bahwa Yesus sedang
bersama orang banyak yang mengelilingiNya. Sepertinya Yesus sedang mengajar
mereka.sementara itu ibu dan saudara-saudaraNya ingin menemui Dia. Datanglah seorang

8
dan berkata, “Lihat, ibu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.”.
jawab Yesus, “Siapa ibuKu dan siapa saudara-saudaraKu?”. Dalam ayat 34 dan 35, Yesus
menunjukkan siapa sebenarnya yang dimaksud sebagai keluargaNya. Mereka adalah orang-
orang yang sedang bersamaNya. pengertian ibu dan saudara-saudara (keluarga) bukan oleh
karena ikatan darah tetapi oleh ikatan melakukan kehendak Allah. kita bisa bandingkan hal
ini dengan Matius 12:46-50 dan Lukas 8:19- 21. Yang dimaksud keluarga oleh Yesus,
menurut Matius adalah orang-orang yang melakukan kehendak Bapa di sorga, sedangkan
menurut Lukas mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.
pengajaranNya. Merekalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Jadi, bagi Yesus
Gereja sebagai keluarga memiliki identitas melakukan kehendak Allah, yaitu dengan
mendengarkan firman Allah dan melakukannya. Dengan demikian perlu digaris bawahi
bahwa identitas gereja sebagai keluarga bukan karena memiliki kesamaan-kesamaan etnis,
wilayah, keluarga kandung, kerabat atau teman-teman dekat, tetapi kesediaan untuk
mendengarkan firman Allah dan melakukannya. Identitas keluarga yang melakukan
kehendak Allah penting untuk dihayati, teristimewa dalam menyikapi perubahan-perubahan
zaman. Firman Allah menjadi dasar prioritas dalam menyikapi berbagai tuntutan perubahan.
Kehendak Allah dalam komunikasi yang penuh kasih dan membangun, sehingga tercipta
suasana hidup bersama yang akrab dan rukun. Dengan hidup dalam kehendak allah, maka
tiap anggota akan saling memahami dan menghargai. Satu dengan yang lain akan dapat
mnerendahkan ahti, menempatkan kepentingan orang lain lebih utama daripada
kepentingannya sendiri, sehingga makin hari makin menyerupai kahidupan Kristus (Filipi
2:1-8). Dalam penghayatan seperti itu, pluralitas dalam kehidupan intern gereja tidak akan
menimbulkan perpecahan dan konflik berkepanjangan. Sekalipun ada banyak perbedaan
dalam tubuh gereja tetapi tetap merupakan satu keluarga yang melakukan kehendak Allah.
Dalam rangka melakukan kehendak Allah, maka penting pula keluarga membangun
solidaritas (kesetiakawanan) satu dengan yang lain. Mengingat dalam gereja ada pluralitas
karakter, pendidikan, sosial ekonomi, etnisitas dan lain-lain, maka sangatlah perlu
membangun hidup bersama yang penuh solidaritas. Misalnya solidaritas antara pemimpin
dan yang dipimpin, yang kaya dan yang miskin, solidaritas kepada para korban
ketidakadilan. Solidaritas itu tampak dalam segala peristiwa yang menggembirakan atau

9
menyedihkan. Solidaritas terungkap antara lain dalam sikap empati dan murah hati. Hal ini
bukan saja merupakan sikap kepada sesama anggota gereja tetapi juga merupakan sikap
kepada semua orang dalam rangka membangun persaudaraan sejati. Persaudaraan sejati
adalah wujud pelaksanaan perintah mengasihi Tuhan dan sesama (Matius 22:34-40). Dengan
membangun persaudaraan sejati, berarti gereja melakukan kehendak Allah dalam
membangun dirinya secara internal maupun dunia secara eksternal menuju masa depan yang
lebih baik, penuh damai sejahtera.

2.4 Kawanan Domba Allah


Kawanan Domba Allah adalah warga Jemaat dalam status keangotaan Gereja. Yang
dimaksudkan dengan domba–domba yang dihimpunkan dalam satu Kandang. Domba
merupakan lambang harga diri dan status sosial seseorang dalam masyarakat (terkait
hamoraon, harta kekayaan). Umumnya domba adalah hewan yang penurut (tetapi ada pula
yang nakal). Sifat domba lemah, tergantung pada gembalanya. Biasanya domba suka
berkelompok.Kita sebagai anak-anak Tuhan Yesus dilambangkan domba dalam penejlasan
diatas telah dikatakan alas an kita disebut anak domba Allah.
Gambaran Alkitab tentang Allah sebagai gembala kita adalah pengingat yang kuat
mengenai kebutuhan kita akan satu sama lain dalam suatu persekutuan orang percaya,.Tuhan
adalah Gembala yang baik. Salah satu kebaikan-Nya adalah Dia mau mencari domba-domba-
Nya yang terhilang. Sebenarnya, yang disebut sebagai domba-domba-Nya adalah orang
Israel, sebagaimana dalam Matius 15:24 - Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-
domba yang hilang dari umat Israel." Namun kita sebagai bangsa kafir, patut bersyukur
kepada Tuhan karena kemurahan-Nya, kita mendapat kesempatan menjadi domba-domba
gembalaan-Nya juga.
Di dalam Yohanes 10 menjelaskan bahwa Yesus adalah gembala yang baik, gembala
yang mengenal domba-dombaNya. Mencukupkan kebutuhan dombaNya dan menghalau
musuh dari dombaNya. Betapa baiknya dan luar biasanya Yesus sebagai gembala. Di dalam
Yesus semua domba menjadi satu kawanan dan satu gembala, dan mempunyai tujuan yang
sama yaitu hidup kekal. Kita adalah domba-domba Allah yang sedang dituntun ataupun yang

10
masih jauh dari tuntunanNya, sama-sama mendengar suara Yesus. Marilah kita mendengar
Yesus dari segala perbedaan tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu hidup kekal
2.5 Rumah Allah
Rumah Allah atau Bait Suci yaitu tempat ibadah umat kristen, rumah Allah juga dapat
disebut bait Allah. Rumah Allah Itu tempat dimana Allah memberikan petunjuk kepada
anak-anak-Nya dan mempersiapkan mereka untuk kembali ke hadirat-Nya. Itu tempat
dimana kita dipersatukan sebagai keluarga dan diajar tentang jalan Tuhan.Jadi Bait Suci
sebuah tempat pembelajaran bagi Juruselamat ketika Dia berada di bumi; itu merupakan
bagian yang sangat penting dari kehidupan-Nya. Bait Allah berarti kumpulan orang percaya.
Bait Allah juga merupakan Rumah Allah  Istilah Alkitab yang digunakan untuk Bait
Allah adalah Beit Adonai atau Rumah Allah. Karena orang Yahudi dilarang menyebutkan
nama yang kudus, dalam bahasa Ibrani, tempat ini disebut Beit HaMikdash atau Rumah Suci.
Tempat ini adalah peribadahan satu-satunya di Yerusalem yang disebut dengan nama Rumah
Suci. Dalam 1 Korintus 3:16-17 yang menggambarkan implikasi makna Bait Allah dalam
kehidupan orang percaya.
2.6 Mempelai Wanita
Salah satu gambaran indah yang Alkitab berikan adalah orang percaya sebagai mempelai
wanita dan Kristus sebagai mempelai laki-lakinya. Rasul Paulus juga mengatakan kebenaran
ini dalam Efesus 5:32, "Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus
dan jemaat.”. Gereja adalah sang mempelai wanita itu. Gereja adalah manusia-manusia-
Tuhan, yang hidup membangun rohaninya didalam penghidupan gereja. Gereja adalah
kumpulan orang-orang percaya, kaum kudus, imammat rajani dimana memiliki roh yang
sama dengan Roh Tuhan. Roh Kudus yang tinggal di hati manusia adalah Roh yang
bersumber dari surge yang memberikan kepada orang percaya untuk membangun rohnya
sesusai dengan kehendak Tuhan. Gereja adalah manusia yang diinginkan Tuhan menjadi
mempelai Anak Domba Allah. Mereka kaum pemenang hingga akhir adalah gereja-rohani
mempelai wanita Anak Domba Allah, yang diinginiNya, dicintaiNya dan dinanti-NYa
sebagai umat perjalanan kehidupan dunia dalam mengenal rencana Tuhan Allah.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam hakikat bergereja ada beberapa bagian dalam penyusunannya antara lain Gereja
adalah Tubuh Kristus, Gereja (Jemaat ) Keluarga Allah, Kawanan domba Allah, Rumah
Allah, dan mempelai wanita. Yang didalamnya terdapat orang-orang yang berkumpul
sebagai pengikut Kristus. Mereka menjadi pengikut Kristus karena percaya kepada Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat. Gereja sebagai alat kesaksian yang bertanggung jawab
meneruskan berita Injil kerajaan Allah di dunia harus bersikap inklusif. Bagi Yesus,
pemimpin adalah pelayan. Jadi kepemimpinan adalah sebuah pelayanan, bukan kekuasaan.
Pemahaman kepemimpinan Yesus adalah yang melayani. Kekuasaan dihayati sebagai
partisipasi dan pelayanan. Dalam kepemimpinan yang melayani, setiap anggota jemaat
diberikan kemungkinan untuk menyumbangkan potensi, kemampuan, bakat dan karunianya
untuk terlibat dalam pelayanan kepemimpinan. Dalam setiap pembahasannya menekan kita
untuk menjadikan kita sebagai anak yang bertanggung jawab dalam kehidupan sebagai
orang percaya dan menjadi manusia yang berkenan dihadapaNya kelak dan menjadi seperti
yang Tuhan Allah kehendaki.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://paulusmtangke.wordpress.com/2012/06/13/hakikat-gereja/.(diakses pada : 26 Maret 2021)

https://ojs.sttjaffray.ac.id/JJV71/article/view/35(journal content).(diakses pada : 22 Maret 2021)

https://www.kompasiana.com/bhtrg/54ffb70fa33311894c510fe0/mempelai-wanita-yesus#.
(diakses pada : 23 Maret 2021)

https://www.facebook.com/notes/stt-intim-makassar/gereja-sebagai-kawanan-domba-
allah/10150263082930895/.(diakses pada : 22 Maret 2021)

Amiman V. Ramona. (2018), ” Ecclesiae Missio”. Jawa


Timur : Institut Injil Indonesia.

Teologi Sistematika, Henry C . Thiessen direvisi


oleh Vernon D . Doerksen (cetakan keempat 1997)

13

Anda mungkin juga menyukai