Anda di halaman 1dari 17

PERAN GEREJA DALAM MEMBENTUK PERTUMBUHAN

IMAN REMAJA

Makalah

Makalah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh


mata kuliah PAK Remaja

Robertho N S Halitopo

NIM: 20218611

Dosen Pengampu

Saedo Marbun, M.Pd.K

PROGRAM STUDI PAK REMAJA SEKOLAH TINGGI TEOLOGI


MAWAR SARON LAMPUNG

T.A 2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Syalom segala hormat dan puji hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan
hikmat terutama atas kesempatan dan juga kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaiakan
makalah mata kuliah PAK Remaja dengan judul “Peran Gereja Dalam Membentuk
Pertumbuhan Iman Remaja”.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis sangant mengharapkan kristik dan saran yang membangun. Dan
dengan selesainya makalah ini kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga
teman-teman.

Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Lampung, 2 Desember 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi..........................................................................................................I

Bab I Pendahuluan ........................................................................................I

A. Latar Belakang .....................................................................................i


B. Tujuan Penulisan ..................................................................................ii
C. Manfaat Penulisan ................................................................................iii
Bab II Pembahasan.........................................................................................II
A. Gereja dan Pertumbuhan Iman Remaja................................................i
B. Peran Gereja Terhadap Membentuk Pertumbuhan Iman......................ii

Bab III Penutup..............................................................................................III


A. Kesimpulan...........................................................................................i
B. Saran.....................................................................................................ii

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran gereja dituntut sebagai figur yang menolong atau membantu remaja untuk membentuk
pertumbuhan iman remaja. Karena gerejalah yang lebih paham tentang pertumbuhan iman jemaat,
gereja tidak hanya membina jemaat dewasa saja melainkan pemuda, remaja, dan anak-anak dalam
pertumbuhan iman.

Gereja biasanya diharapkan lebih maksimal dalam peranannya dan juga mendewasakan jemaatnya
khususnya pada anak remaja dalam pembinaan dan pembimbingan tentang Yesus Kristus sebagai Juru
selamat dan memakai Alkitab sebagai landasan dalam pengajarannya.

Bukan hanya itu saja, gereja juga diharapkan maksimal dalam menumbuhkan iman remaja melalui
pembinaan yang berdasarkan Alkitab. Tetapi gereja juga harus memberikan edukasi lainnya seperti
melibatkan anak remaja dalam pelayanan, guna membentuk dan mengembangkan bakat yang di miliki
pada anak remaja. Sebab anak remaja merupakan generasi penerus yang nanti berperan membantu
gereja dalam pelayanan.

Pengembangan yang dapat dilakukan oleh gereja itu seperti menari, menyanyi dan bermusik, dan
juga melibatkan anak remaja dalam pelayanan agar dapat membuat remaja merasa bahwa dirinya
dibutuhkan dalam pelayanan, ini juga merupakan peran gereja yang dapat menumbuhkan iman
remaja.

Dan hal ini yang merupakan suatu harapan yang diharapkan gereja sekarang, yang mempunyai
suatu gereja yang maksimal dalam membentuk iman remaja. Namun keinginan dan harapan yang
mengharapkan adanya gereja yang maksimal atau bisa dikatakan sempurna dalam peranannya
membentuk iman remaja itu sudah jarang ada gereja yang seperti itu.

Dengan tidak adanya peranan gereja yang maksimal atau sempurna, ini bisa menjadi dampak yang
buruk bagi pertumbuhan iman remaja, sebab tidak adanya penanganan yang menangani masalah
pertumbuhan iman remaja.

Sebab jika gereja tidak membantu dalam membentuk pertumbuhan iman remaja di khawatirkan
remaja cenderung akan melakukan hal-hal yang negatif karena beberapa faktor seperti lingkungan dan
perkembangan dunia yang semakin modern. Hal-hal negatif yang dapat kita lihat di zaman sekarang
Ketika tidak adanya gereja yang maksimal atau sempurna dalam peranannya dalam membentuk iman
remaja adalah; remaja bisa saja merokok, mabuk-mabukan, narkoba, pergaulan bebas, tauran, pencuri
atau begal, pemberontak dalam kelurga, dan bahkan bisa saja membunuh.

4
jadi hal-hal seperti ini yang dapat mengangguh pertumbuhan iman remaja. Jadi untuk beberapa
faktor yang membuat iman remaja rusak karena hal-hal negatif, maka itu sangat diperlukan kontribusi
gereja dalam mengatasi pertumbuhan iman remaja.

Jadi gereja yang maksimal atau sempurna sangat penting sekali dalam membentuk pertumbuhan
iman remaja. Dan yang paling penting adalah gereja bisa menjadi pembatas atau penghalang bagi
remaja, agar remaja yang imannya rusak karena pergaulan yang salah dan pengaruh perkembangan
zaman modern.

Gereja harus bertanggung jawab dalam membantu remaja dalam pertumbuhan iman, sebab gereja
mempunyai suatu perenan yang penting dalam membentuk iman remaja, sudah sempat disinggung di
atas bahwa gerejalah yang lebih tahu atau memahami dalam pertumbuhan iman setiap remaja. Maka
itu sangat dibutuhkan gereja yang maksimal dalam peranannya membentuk iman remaja,

B. Identifikasi Masalah
1. Gereja dan pertumbuhan iman remaja.
2. Peran gereja dalam membentuk pertumbuhan iman remaja.

C. Batasan Masalah

Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Gereja dan pertumbuhan iman remaja


2. Peran gereja dalam membentuk pertumbuhan iman remaja

D. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gereja dan pertumbuhan iman remaja?
2. Apakah penting peran gereja dalam membentuk pertumbuhan iman remaja?

E. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gereja dan petumbuhan iman remaja.
2. Untuk mengetahui pentingnya peran gereja dalam membentuk iman remaja.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. GEREJA DAN PERTUMBUHAN IMAN REMAJA

A.1. Pengertian Gereja

Pengertian gereja sendiri berasal dari bahasa latin Yunani Ekklesei yang berarti memanggil keluar.
Gereja sendiri bukanlah gedungnya ataupun tempat beribadahnya, melainkan yang paling utama
gereja adalah orangnya yang percaya akan kristus, yang dipanggil dan dikuduskan Oleh Allah. Gereja
adalah seluruhnya sebagai tempat terjadinya iman pada masa kini, yang berarti penirmaan akan sabda
Allah oleh gereja, yang biasa terjadi dalam iman kepercayaan seseorang, tidak bersifat pasif
melainkan kreatif.1

Gereja adalah seluruhnya sebagai tempat terjadinya iman pada masa kini, yang berarti penirmaan
akan sabda Allah oleh gereja, yang biasa terjadi dalam iman kepercayaan seseorang, tidak bersifat
pasif melainkan kreatif. Maka dari itu sabda yang sama diterima oleh gereja sambil menerapkannya
dengan cara yang selalu unik dan baru2

Gereja juga adalah salah satu persekutuan yang paling setia atau persahabatan yang terbuka, jika
gereja memiliki persahabatan yang terbuka. Yang bararti menerima jemaatnya dengan baik. Baik itu
menerima segalah keluh kesah jemaatnya3

Dalam hal ini kita tahu bahwa Gereja adalah perkumpulan umat manusia yang percaya kepada
Yesus Kristus. Jadi wujud gereja sendiri itu adalah persekutuan dengan Kristus dan Persekutuan
dengan orang lain4

Gereja merupakan lembaga yang penting untuk mengedukasi keluarga-keluarga jemaat agar
mereka melaksanakan pendidikan Agama Kristen dalam keluarga 5

1
Tagdo Rika, “Pengembangan Reformasi Gereja Masa Kini” (n.d.): 1.
2
Dr Nico Syukur Dister OFM, “Pengantar Teologi” (Yogyakarta: PT Kanisius, 1991), 190.
3
Yohanes Krismantyo Susanto, “Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka Menurut Jurgen”
(n.d.).
4
Dr.H.Berkof dan Dr.I.H.Enklaar, “Sejarah Gereja” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009).
5
Hasudungan Sidabutar and Jubrina Banunaek, “Penerapan Pendidikan Agama Kristen Keluarga Dan Gereja
Bagi Pengembangan Spritualitas Remaja Kristen Application of Family and Church Christian Religious Education
for the Spiritual Development of Christian Youth,” 3rd ed., 2002, 319–331.

6
A.2. Fungsi Gereja

Gereja memiliki fungsi yang sangat hakiki dalam Perjanjian Baru, di dasarkan pada perkataan
Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-20, “menjadikan semua bangsa murid Kristus dan mengajar
mereka. B.S. Sidjabat mengungkapkan bahwa Yesus memberi mandat agar gereja melaksanakan
tugas “menjadikan semua bangsa muridNya” (pemuridan). Mengapa harus demikian? Karena kalau
orang menjadi pengikut (murid) Yesus, maka akan berjalan di dalam kebenaran, yakni kebenaran
yang memberi pembebasan serta pengenalan yang benar akan Allah Sang khalik (Yoh. 8:31-32; 14:6;
17:17). Tugas imperatif ini diwujudkan oleh gereja dengan melaksanakan “penginjilan”,
“pembaptisan” (peneguhan iman) dan “pengajaran. 6

Salah satu fungsi penting gereja adalah mendidik. Artinya pendidikan harus difungsikan dalam
gereja untuk mengajar dan mendidik, yang sumbernya dari Alkitab dengan tujuan yaitu
mendewasakan umat-Nya.7

A.3. Iman dan Pertumbuhan Iman

Iman adalah petualangan yang supernatural, dimana dalam Kitab Suci dinyatakan bahwa “Yesus
Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Artinya bahwa
pembimbingan atau pembinaan yang dilakukan oleh Gereja yang diajarkan kepada anak-anak remaja
tentang Tuhan yang kita Imani yaitu Yesus Kristus ialah seorang Anak dari pada Allah yang
mempunyai sebuah kasih yang tidak pernah habis atau berkesudahan, Dia selalu mengasihi kita sejak
kita berada dalam kandungan, ke masa anak remaja dan sampai pada kakek-nenek yang berarti sampai
pada masa tua.

Artinya lewat Pembinaan Warga Gereja (PWG), para pembina dapat mengajarkan kepada anak
dan remaja bahwa Yesus Kristus yang kita imani adalah Anak Allah yang mempunyai kasih yang
tidak berkesudahan, Ia mengasihi kita mulai dari kandungan, masa anak-anak, remaja, dan bahkan
sampai kakek-nenek dalam hal ini sampai kita tua. 8

Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah, sehingga hidup umat manusia berkenan
kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam
kesaksian hidup yang baik, untuk memuliakan nama-Nya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10). Sehingga dari

6
Op.Cip Sidrajat, (n.d.).
7
12BS.Sidrajabat, “Pedoman Pelayanan Pejabat Gereja Baptis Indonesia” (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), 59–
60.
8

7
sudut pandang iman manusia dipandang sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, karena diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah, untuk bertanggung jawab kepada Sang Pencipta. 9

Pendidikan iman bukan hanya diperoleh melalui pendekatan sekolah formal, melainkan iman lebih
dominan diperoleh melalui keteladanan dan interelasi individu 10

A.4. Remaja

Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang
berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah
adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan
mental, emosional, spasial dan fisik.11

Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di
bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-
kurangnya dalam masalah hak.12

Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang
mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun
masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir. 13

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia
matang secara hukum.14 Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa remaja adalah individu yang berusia 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa.15

9
Rannu, “KAUM_PEREMPUAN_DAN_JABATAN_GEREJAWI,” Jurnal S2, no. 5 (n.d.): 1.
10
“EXEMPLARY,” 3_Jurnal_PAK_Ganjil_ (n.d.): 2016–2017.
11
Indri Kemala Nasution, “Indri Kemala Nasution, ‘Stres Pada Remaja,’ Universitas Sumatra Utara.,” 2007, 1–
26.
12
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.
13
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.
14
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.
15
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.

8
A.5. Ciri-Ciri Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri masa remaja antara lain:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik
dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. 16
2. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan atau
berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari
satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat
diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang
terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru
pada tahap berikutnya.17
3. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi
dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat.
Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. 18

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses
perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan
karakteristiknya, yaitu:

1. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara
erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan
menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. 19

2. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecendrungan narsistik yaitu
mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang

16
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.”
17
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.”
18
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.”
19
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.”

9
sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu
harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan
sebagainya.20

3. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian:

a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan
pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan
antara kepentinagn diri sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 21

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah bahwa
masa remaja adalah merupakan periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, usia yang
bermasalah, mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan
ambang masa kedewasaan.22

B. PERAN GEREJA TERHADAP MEMBENTUK PERTUMBUHAN IMAN


REMAJA

Sangat penting untuk melakukan pembinaan pada anak remaja agar, anak remaja dapat bertumbuh
semakin kuat dalam pencapaian kedewasaan iman tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak gereja
yang hanya menfokuskan dalam pembanguanan visi gereja tetapi mengabaikan pembinaan gereja
yang sesunggunya pada anak. Pembinaan anak remaja, dapat dilibatkan dengan mengambil sebuah
pelayanan dalam gereja. Anak juga dapat mengembangkan bakat yang dimiliki pada, alat musik yang
di gemarinya ataupun dalam hal lainnya, seperti menari, menyanyi atau mengambil bagian dalam
drama anak.23

20
Ibid. Nasution, “Stres Pada Remaja.”
21
Nasution, “Stres Pada Remaja.”
22
Nasution, “Stres Pada Remaja.”
23
Rannu Sanderan, “Jabatan Gerejawi Dan Peran Perempuan Dalam Pelayanan Gereja,” Jurnal S2_Rannu B ok5
(n.d.).

10
B.1. Pengajaran dari Gereja melalui para pembina

Para pembina hendaknya dapat terus menguatkan anak dan remaja untuk terus kuat dan sabar
menghadapi setiap permasalahan yang dialami, serta meyakinkan anak dan remaja bahwa Tuhan
mengetahui semua permasalahan yang mereka alami. Sebab proses perwujudan rencana penyelamatan
Allah pun dalam diri Yesus tidak dilaluiNya dengan mulus melainkan Ia harus menghadapi
pergumulan yang berat. Demi misi yang Ia emban, Yesus harus menempuh beratnya, pedih, dan
sulitnya jalan salib.24 Ada pun beberapa pembelajaran yang biasa dipakai dalam mengajar oleh
pembina, cara yang dipakai dalam mengajar ialah Rumpun Model Pembelajaran yang dikemukakan
oleh B.S Sidjabat. Ini beberapa Rumpun Model Pembelajaran menurut B.S Sidjabat:

1. Rumpun Model Interaksi Sosial (The Sosial Interaction)

Model pembelajaran tersebut berorientasi pada pembentukan dan pengembangan relasi antara
peserta didik dan sesamanya ataupun dengan lingkungan sosial-budayanya. 25 Di dalam ini hal lebih
kepada unsur sosial pembelajarannya. Misalnya saling berbagi pengalaman, kegiatan kesaksian,
melakukan refleksi, forum, debat, wawancara, kelompok percakapan, perkunjungan ke panti dan
sebagainya.26

2. Rumpun Model Pemrosesan Informasi (The Information Processing Source)

Model pembelajaran ini menekankan pembentukan dan pengembangan kemampuan perserta didik
untuk memproses informasi, memupuk kesanggupan intelektual serta memahami simbol-simbol baik
secara verbal maupun nonverbal. 27 Misalnya setelah menyampaikan materi melakukan tanya jawab,
eksposisi, menghafal nas Alkitab dan ajaran pokok gereja dan sebagainya. 28

3. Rumpun Model Pembentukan Pribadai (The Personal Source)

Model ini menekankan pembentukan pengembangan kualitas peserta didik, khususnya dalam
aspek psikologis dan emosinya agar mampu memahami dan membangun realitas hidup secara bijak.
Misalnya, acara-acara konseling, bermain peran, drama dan berbagai pengalaman dapat digunakan
untuk mencapai tujuan.29

4. Rumpun Model Perubhan Perilaku (Behavior Modification as A Source)

24
“DISIPLIN_ASKETISME_DAN_HARMONI,” 4_Jurnal_Pascasarjana_PAK (2016).
25
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA” (2016): 12.
26
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA.”12.
27
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA.”12.
28
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA.”12.
29
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA.”12-13.

11
Model Pengajaran ini memberi perhatian pada penciptaan sistem yang efektif bagi pembentukan
perilaku, dengan manipulasi penegakan hukuman atau pemberian pujian. 30

Inilah dapat dilakukan oleh pembina Ketika mengajar, ini merupakan cara-cara mengajar yang bisa
diterapkan di gereja Ketika mengajar anak remaja.

B.2. Lewat doa

Kita perlu ketahui bahwa iman dengan doa harus bisa berjalan bersamaan, doa merupakan suatu
ungkapan iman, dengan hal ini dapat dikatakan bahwa doa yang benar ialah harus dengan iman, tidak
bisa dikatakan jika doa tanpa sebuah iman yang benar-benar nyata tanpa doa

Bahkan, “kehidupan iman menyempurnakan doa dengan iman” doa tanpa iman adalah “berdoa
tanpa doa” dimana keinginan membebani gerobak doa, dan iman menggerakkan roda-rodanya.
Dalam hal ini para pembina mengajarkan kepada anak dan remaja bahwa melalui doa maka mereka
dapat berkomunikasi dengan Tuhan, melalui doa mereka menyampaikan segala pergumulan yang
dihadapi, dan kita meyakini bahwa melalui doa jugalah maka keajaiban (uluran tangan atau
pertolongan Tuhan) itu ada. Karena berada dibawah sayap-Nya (kasih-Nya) berarti berada ditempat
perlindungan dan persekutuan dengan Tuhan.31

Ada 3 cara saat kita berdoa yang bisa dilakukan, yakni:

1. Ketahui Konteks Dari Bapa Kami

Ketahui konteks dari Doa Bapa Kami. Doa ini ditujukan kepada Tuhan, tetapi Yesus dalam
Yohanes 10:30 mengatakan, "Aku dan Bapa adalah satu." Doa Bapa Kami dapat dibaca dalam
Matius 5-7.32 Cara doa seperti ini juga dapat diterapkan untuk membentuk iman remaja.

2. Pilihlah, sebagai contoh, untuk masuk ke dalam kamar, menutup pintu dan
berdoa kepada Yesus.

Ini adalah salah satu perintah Yesus dalam Matius 6:6 tentang cara berdoa. 33 Yesus melanjutkan
dengan mengatakan,34 "Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya
kepadamu." Carilah sebuah kamar atau tempat pribadi agar Anda dapat sendirian, dan berdoa kepada
Tuhan di situ.35
30
Riniwati, “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA.”13.
31
Rannu Sanderan and Yohanes Krismantyo Susanto, “Pemahaman Tentang Sayap Dalam Kitab Rut: Studi Kritik
Naratif” 2, no. 1 (2021): 2.
32
“Berdoa Kepada Yesus” (n.d.), https://id.wikihow.com/Berdoa-Kepada-Yesus.
33
“Berdoa Kepada Yesus.”
34
“Berdoa Kepada Yesus.”
35
“Berdoa Kepada Yesus.”

12
3. Ucapkan Doa Bapa Kami dengan kata-kata yang ringkas.

Yesus dalam Matius 6:7 mengatakan, "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele
seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya
kata-kata doanya akan dikabulkan."36 Selama ini orang-orang mungkin telah berdoa dengan
menggunakan tata cara, hafalan dan pengucapan tertentu, tetapi Anda tidak membutuhkan hal-hal
tersebut ketika berdoa kepada Yesus.37

B.3. Menunjukkan sikap keterbukaan kepada anak dan remaja.

Kebanyakan anak dan remaja yang pendiam, cenderung sangat susah untuk menceritakan kepada
orang lain mengenai sebuah masalah yang mereka alami. Yang dimaksud di sini ialah peran kita
sebagai pembimbing atau pembinaan yang harus terlihat sangat tampak, kita seharunya perlu
mengadakan sebuah kemunikasi secara perlahan-lahan pada remaja dan anak, agar mereka juga dapat
perlahan-lahan juga menyampaikan apa yang mereka hadapi.

Kemudian kita menunjukkan sikap keterbukaan kita selaku para pembina bahwa kita mengerti
atau turut merasakan masalah yang mereka alami, misalnya masalah mengenai kurangnya perhatian
orang tua kepada mereka, disinilah kita perlu memberikan perhatian yang lebih kepada para anak dan
remaja yang selama ini dapat dikatakan kurang perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua, artinya
para pembina disini menggunakan intuisi atau suara hati bahwa dengan sikap keterbukaan ini maka
anak dan remaja dapat mengalami perubahan. Dan karena itu dinyatakan bahwa, intuisi seseorang
juga mempengaruhinya dalam membentuk orientasi terhadap sesama manusia dan akhirnya juga turut
berperan dalam berbagai tindakan religius dan pertimbangan serta pengambilan keputusan etis. 38

A.4. Para pembina sebagai teladan bagi anak dan remaja

Seharunya kita sebagai manusia bisa lebih banyak berperan karena ditata oleh suatu penyimakan,
oleh proses meniru orang lain. Di temapat sinilah yang dibutuhkan suatu wujud fungsi keteladanan
oleh para pembina untuk terus-menerus memberikan motivasi dan nasehat pada anak dan remaja
untuk selalu tetap rajin dalam mengikuti suatu persekutuan.

Di bawah ini merupakan beberapa teladan yang bisa diberikan kepada anak remaja oleh para
pembina: Pertama, keteladanan adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti:

36
“Berdoa Kepada Yesus.”
37
“Berdoa Kepada Yesus.”
38
Rannu Sanderan, “INTUISI: Pendalaman Gagasan Hans-George Gadamer Tentang Intuisi Sebagai
Supralogika,” Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH) 2, no. 2 (n.d.): 144–125.

13
berpakain rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain,
datang tepat waktunya.39

Kedua, seorang anak sangat mudah untuk meniru seseorang dalam melakukan sesuatu, baik dari
perkataannya, perilakunya bahkan penampilannya.40 Untuk itu jika seorang guru memberikan teladan
yang kurang baik maka anak-anak akan melihat dan meniruh hal yang kurang baik dari guru. 41 Tetapi
justru ketika guru memberikan teladan yang baik maka seorang anak dapat melihat hal yang baik dari
diri seorang guru.42 Maka dari itu keteladan guru Sekolah Minggu mempengaruhi perkembangan
seorang anak Sekolah Minggu dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. 43

Ketiga, guru Sekolah Minggu memiliki peranan yang sangat penting di dalam menjalankan
tugasnya dengan baik, yaitu peranan sebagai pendidik, gembala, pendoa, Penginjil, motivator, dan
menjadi teladan. dalam hal ini guru Sekolah Minggu sangat penting dalam menjalankan peranannya
dengan baik.44

Keempat, guru Sekolah Minggu sangat penting didalam membangun hubungan yang lebih dekat
terhadap anak Sekolah minggu, karena melalui hubungan yang dekat seorang guru dapat mengetahui
apa yang menjadi kebutuhan seorang anak. 45 Yesus sendiri sebagai Gembala Dia mengetahui apa
yang menjadi kebutuhan murid-muridnya satu persatu. kurangnya hubungan anatar guru dan anak
dapat mempengaruhi perkembangan karakter seorang anak. 46

Kelima, perkembangan karakter seorang anak akan lebih mudah dipengaruhi dari faktor keluarga
dan lingkungan, dikarenakan seorang anak lebih banyak menghabiskan waktu di dalam keluarga. 47
Untuk itu pendidikan dalam keluarga sangatlah penting. 48

39
Sarce Rien Hana Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan
Karakter Anak Sekolah Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe” (n.d.): 77.
40
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
41
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
42
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
43
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
44
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
45
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
46
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
47
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”
48
Lisna Lintong, “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap Perkembangan Karakter Anak Sekolah
Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan Moncongloe.”

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kiranya dengan hadirnya makalah tentang peran gereja dalam membentuk iman remaja dapat
membuat kita memahami bahwa adanya dua hal yang penting yaitu gereja dan pertumbuhan serta
peran gereja dalam membentuk iman.

15
Dengan dua hal yang menjadi nilai penting dapat membuat kita memahami bahwa, dengan adanya
gereja yang maksimal atau sempurna dalam perenannya dalam membentuk iman remaja, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa gereja dituntut agar lebih baik lagi mengatasi pertumbuhan dari pada
iman remaja.

Dengan dua nilai yang penting ini juga, kiranya kita mendapat suatu pengetahuan yang baru dan
pemahaman kita semakin maju dalam memahami pentingnya adanya suatu peranan gereja untuk
membantu membentuk iman remaja.

B. Saran

Dengan selesainya makalah peran gereja dalam membentuk pertumbuhan iman remaja, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun, agar kedepannya penulis lebih baik lagi
dalam membuat makalah.

Penulis juga mengharapkan dengan adanya makalah peran gereja dalam membentuk iman remaja,
mendapat suatu dukungan yang positif dan respon yang baik terhadap makalah ini, kiranya dengan
makalah ini penulis mengharapkan bahwa pembaca puas dan mendapat suatu pemahaman yang baik
mengenai penting adanya gereja yang maksimal dalam peranannya dalam membentuk pertumbuhan
iman remaja.

DAFTAR PUSTAKA

12BS.Sidrajabat. “Pedoman Pelayanan Pejabat Gereja Baptis Indonesia.” 59–60. Yogyakarta: Andi
Offset, 1995.

Banunaek, Hasudungan Sidabutar and Jubrina. “Penerapan Pendidikan Agama Kristen Keluarga Dan
Gereja Bagi Pengembangan Spritualitas Remaja Kristen Application of Family and Church
Christian Religious Education for the Spiritual Development of Christian Youth.” 319–331. 3rd
ed., 2002.

Dr.I.H.Enklaar, Dr.H.Berkof dan. “Sejarah Gereja.” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

16
Lisna Lintong, Sarce Rien Hana. “Pengaruh Keteladanan Guru Sekolah Minggu Terhadap
Perkembangan Karakter Anak Sekolah Minggu Gereja Toraja Mamasa Bukit Harapan
Moncongloe” (n.d.): 77.

Nasution, Indri Kemala. “Indri Kemala Nasution, ‘Stres Pada Remaja,’ Universitas Sumatra Utara.”
1–26, 2007.

———. “Stres Pada Remaja.” Universitas Sumatra Utara (2007): 1–26.

OFM, Dr Nico Syukur Dister. “Pengantar Teologi.” 190. Yogyakarta: PT Kanisius, 1991.

Rannu. “KAUM_PEREMPUAN_DAN_JABATAN_GEREJAWI.” Jurnal S2, no. 5 (n.d.): 1.

Rika, Tagdo. “Pengembangan Reformasi Gereja Masa Kini” (n.d.): 1.

Riniwati. “BENTUK DAN STRATEGIPEMBINAAN WARGA JEMAAT DEWASA” (2016): 12.

Sanderan, Rannu. “INTUISI: Pendalaman Gagasan Hans-George Gadamer Tentang Intuisi Sebagai
Supralogika.” Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH) 2, no. 2 (n.d.): 144–125.

. “Jabatan Gerejawi Dan Peran Perempuan Dalam Pelayanan Gereja.” Jurnal S2_Rannu B ok5 (n.d.).

Sidrajat, Op.Cip. “No Titl” (n.d.).

Susanto, Rannu Sanderan and Yohanes Krismantyo. “Pemahaman Tentang Sayap Dalam Kitab Rut:
Studi Kritik Naratif” 2, no. 1 (2021): 2.

Susanto, Yohanes Krismantyo. “Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka Menurut
Jurgen” (n.d.).

“Berdoa Kepada Yesus” (n.d.). https://id.wikihow.com/Berdoa-Kepada-Yesus.

“EXEMPLARY.” 3_Jurnal_PAK_Ganjil_ (n.d.): 2016–2017.

17

Anda mungkin juga menyukai