Anda di halaman 1dari 14

Nama : Marvel Y.

Singon
NIM : 201642078
Mata Kuliah : PAK Dewasa
Dosen : Pdt. Jedida Santosa, S. TM.

Tugas PAK Dewasa.

A. Pengertian Orang Dewasa


Istilah Adolescene yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Namun kata Adult
berasal dari bentuk lampau paticiple dari kata kerja Adultus yang berarti telah tumbuh
menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu,
orang dewasa adalah individu yang sudah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap
menerima kedudukan di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.1
Orang dewasa juga dapat di artikan sebagai individu – individu yang telah memiliki
kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi serta telah dapat diharapakan
memiliki kesiapan kognitif, afektif, fisik, moral, dan juga spiritualitas. Selain itu, orang
dewasa juga diharapkan untuk dapat memainkan peranannya dengan individu-individu
lain dalam masyarakat.2
Elisabeth B.Hurlock menyatakan bahwa orang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat
bersama dengan orang dewasa lainnya.3 Ditinjau dari segi psikologis seseorang yang
dapat dikatakan dewasa yaitu orang yang mampu mengarahkan diri sendiri, tidak selalu
tergantung kepada orang lain, mau bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko
dan mampu mengambil keputusan.4 Orang juga dapat disebut dewasa apabila telah
menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya. Banyak
pendidik orang dewasa mengasumsikan (baik oleh pilihan sendiri maupun bukan)
semacam tanggung jawab bagi diri sendiri dan barang kali juga terhadap orang lain, dan
juga suatu tingkat kemandirian dari otoritas orangtua yang baik sama dengan para remaja
dan pemuda.5

B. Pengertian Orang Dewasa dipandang dari berbagai Aspek


1. Menurut Alkitab
Orang dewasa menurut alkitabiah adalah orang yang dianggap mampu untuk
memperlihatkan kebenaran dan kesaksiannya (Bnd. Yeh 23:12). Orang dewasa dari
Perjanjian Lama dibatasi dari segi umur saja tetapi lebih dominan ditunjukan oleh
kemampuan dan kekuatannya dalam melakukan kehendak Allah. Didalam Perjanjian
Lama gambaran orang dewasa adalah seorang yan mulai sadar dan dapat berpikir
tentang dunia luar dan dirinya sendiri. Sedangkan dalam kitab Perjanjian Baru juga
tidak ditemukan batasan tertentu tentang seseorang yang dikatakan dewasa . namun
dalam 1 Tim 4:12 mengatakan bahwa “janganlah seorangpun menganggap engkau

1
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,  (Jakarta: Erlangga, 2009), 246
2
Andi Marpaire, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), 17
3
Elisabeth B.Hurlock, 246
4
H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 11
5
Daniel Numahara, PAK Dewasa, Anggota IKAPIJabar, 2008, 56
rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang percaya dalam
perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam
kesucianmu”. Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya orang dewasa merupakan
orang yang dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah mempunyai
kemampuan jika setia kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.6
2. Orang Dewasa menurut Gereja
Orang dewasa didalam gereja adalah orang yang sudah menerima sidi (tanda
kedewasaan Rohani di Gereja), oleh karena itu orang dewasa ini memiliki kedudukan
yang sama denagn jemaatb yang lai, dalam arti sudah mendapat hak pilih dan dipilih
menjadi penatua dan ikut dalam musyawarah jemaat. Maka dari itu orang dewasa
dalam gereja mempunyai kewajiban dalam memberitakan injil kepada setiap orang
(Mat 28:19-20).
3. Orang Dewasa secara Umum
Secara umum yang disebut orang dewasa adalah orang yang sudah mengerti
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, yang benar dan yang mana
yang tidak benar, pemikirannya tidak seperti anak-anak lagi melainkan dapat berpikir
lebih abstrak, hidup mandiri dan bertanggung jawab. Orang dewasa secara umum
juga mempunyai rasa ketidakamanan tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai
pandangan hidup yang beraneka dan mengalami gaya hidup baru.

C. Pembagian Umur
Masa dewasa dibagi menjadi 3 bagian:7
1. Dewasa Awal 18-34 tahun (Masa dewasa Dini/Young Adult)
Adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduksi yaitu masa penuh
dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi, periode komitmen dan
masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuain diri pada pola
hidup yang baru.
2. Dewasa Madya 35-60 tahun (Midle adulthood)
Status kesehatan menjadi persoalan utama masa dewasa madya, hal ini
dikarenakan adanya sejumlah perubahan fisik. Perubahan kejantanan bagi pria dan
juga wanita mengalami berkurang/hilangnya kesuburan. Seperti, pada wanita
mengalami monopouse.
3. Dewasa Lanjut 60 tahun keatas (Masa Tua/older adult)
Masa dewasa tua berkisar umur 60 tahun ke atas. Proses penuaan berarti
menurunnya daya tahan fisik, menurut Kartari (1993) lanjut usia disebabkan oleh
meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel jaringan serta
sistem organ.

D. Psikologi Perkembangan
1. Psikologi Perkembangan Dewasa Awal
6
B. Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 1996), 151-152
7
Elizabeth H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta:
Erlangga, 1990),13
a. Fisik
Sejak usia sekitar 25 tahun, perubahan perubahan fisik mulai terlihat.
Perubahan-perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif dari pada
kualitatif. Secara berangsur-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran,
sehingga lebih mudah terserang penyakit. Akan tetapi bagaimana pun juga
seseorang masih tetap cukup mampu untuk melakukan aktivitas normal bahkan
bagi yang menjaga kesehatannya dan melakukan olahraga rutin masih terlihat
bugar.8 
b. Kognitif
Berpikir positif, berpikir kreatif, proaktif dan kritis,9 kemampuan menyatakan
perbedaan pendapat dengan kebijaksanaan dan kemampuan menerima kegagalan
dan keberhasilan secara simpati.
c. Emosional
Timbul kekuatiran tentang pekerjaan, perkawainan yang membuat mereka
tegang, adanya kenginginan yang besar tentang karier, keluarga dan kesehatan.
Memiliki semangat yang kuat dalam bersaing.
d. Sosial
Mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan perkawinan, adanya waktu
menerima waktu tanggung jawab dan mandiri, masa kesepian (terasing dari
lingkungan). Berkembangnya kesadaran akan ketertiban sosial. Suka menjamu
teman-teman dirumah dan mulai ada persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan.10
e. Spiritual
Memperhatikan relasi pribadi dengan Tuhan seperti hubungan suami istri
(ibadah yang teratur, membentuk tim-tim doa, mengajak mereka terlibat dalam
kegiatan Gereja). Dalam ibadah yang tradisional (menajamkan kedewasaan dari
berbagai sudut pandangan ilmu pengetahuan dan alam).11

2. Psikologi Perkembangan Dewasa Madya


a. Fisik
Pada masa dewasa madya terjadi perubahan fungsi fisik yang tak mampu
berfungsi seperti sedia kala, dan beberapa organ tubuh tertentu mulai menjadi
berkurang atau menurun fungsinya.12 Kekuatan dan energi orang berkurang pada
masa ini. Kaum wanita mengalami monopause dengan akibat yang negatif.
Kemampuan panca indera dan seks berkurang. Mereka cenderung menyukai
pekerjaan yang kurang keras.

8
Desmita, Psikologi Perkembangan,  (Bandung: Rodas Karya, 2015), 234
9
Janse Belandino, Suluh Siswa I, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 4
10
Jepri Tamba, Buku Pengajaran PAK untuk Orang Dewasa, diakses dari
http://jepritamba.blogspot.com/2017/05/buku-pengajaran-pak-untuk-orang-dewasa.html, pada tanggal 29
November 2019 pukul 23.59.
11
Elisabeth B. Hurlock, 246
12
Dapetza, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Dewasa, diakses dari
http://dapetza2007.blogspot.com/2008/10/pendidikan-agama-kristen-pak-dewasa.html, pada tanggal 30
November pukul 00.05
b. Kognitif
Penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang selau berubahcenderung
membawa orang dewaswa kemasa stress. Pada masa ini dituntut bertanggung
jawab yang nyata. Pada masa ini juga merupakan saat menevaluasi prestasi.
Semakin lama juga, mereka yang berada pada usia ini akan semakin lambat
dalam belajar meskipun masih tetap mampu dalam belajar.
c. Sosial
Pada tahap ini orang dewasa melampaui dunia terbatas keluarga intimnya dan
membuka diri terhadap dunia masyarakat luas, untuk memberikan sumbanganya
yang berarti.
Pada tahap ini pula orang dewasa memasuki situasi antara rasa kebersamaan,
sambil mengalahkan rasa kehilangan identitas. Orang dewasa juga memasuki
taraf memelihara dan mempertahankan milik yang ada.13
d. Emosional
Akibat menurunnya kemampuan penginderaan, mungkin akan timbul perasaan
tidak berguna, tidak aman dan depresi, tetaoi pada masa ini juga akan timbul sifat
suka menolong orang lain dan lebih bijaksana dari pada sebelumnya.
e. Spiritual
Orang pada masa usia ini menilai kembali tanggung jawab kedewasaanya dan
pelayanannya dalam gereja.14 Pada masa ini dewasa mempunyai toleransi agama
yang lebih baik dari pada sebelumnya.

3. Psikologi Perkembangan Dewasa Lanjut


a. Fisik
Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula
diikuti oleh penurunan daya ingat dengan proses dan kecepatan yang berbeda-
beda sesuai masing-masing individu. Dan pada masa ini keadaan fisik benar-
benar semakin melemah dan tak berdaya sehingga harus bergantung pada orang
lain. Tampak pun tubuh membungkuk.
b. Kognitif
Orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu
yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu
mempelajari hal-hal yang baru. Keinginan untuk berpikir kreatif berkurang.
Menurut Sntrock, 5 hingga 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita
mencapai usia 70 tahun. Setelah itu hilangnya neuron akan semakin cepat.
c. Sosial
Semakin lanjut usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
keterbatasan yang dimilikinya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada
lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada masa
pensiun seseorang harus menyesuaikan diri dengan peran baru.
d. Emosional

13
Dapetza, diakses pada tanggal 30 November 00.10
14
Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, (Cipanas: STT Cipanas, 1999),136
Harus bergantung pada orang lain. Cenderung untuk mengenang sesuatu yang
sudah terlewatkan. Mencari teman baru untuk mengantikan suami atau istri yang
sudah meninggal.15
e. Spiritual
Menurunya kehadiran dan partisipasinya dalam kegiatan gereja. Pada tingkat
ini kepercayaan semakin mundur kelatar belakangan pribadi mengosongkan diri,
sekaligus mengalami diri sebagai makhluk yang berakar dalam Allah dan daya
kesatuan.16

E. Pengertian PAK Dewasa


Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan
Yesus dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan
kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan
pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan
mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur,
ciri psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas
pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya
menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan
intelektualnya.[28] Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek
pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal
kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani
kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi orang
lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.17

F. Tujuan PAK Dewasa


Menurut Calvin, pendidikan Kristen adalah proses pemupukan akal orang-orang
percaya dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah
pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga di dalam diri mereka dihasilkan
pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diaplikasikan semakin mendalam
melalui pengabdian diri kepada Yesus Kristus, berupa tindakan-tindakan kasih terhadap
sesamanya
Berdasarkan pemahaman Calvin tentang pendidikan Kristen, maka menurut John
Calvin tentang tujuan Pendidikan Kristen adalah mendidik semua warga gereja agar
mereka dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh
Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta diperlengkapi untuk memilih
cara-cara mewujudkan suatu pengabdian diri kepada Tuhan Yesus Kristus dalam
kehidupan mereka sehari- hari, serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan

15
Jepri Tamba, diakses pada tanggal 30 November 2019 pukul 00.18
16
Desmita, 237
17
Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation,
2013),45
Allah, demi kemuliaan namaNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih
dalam Yesus Kristus.
Menurut E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar, tujuan pendidikan Kristen yaitu:
 Memimpin  pada pengenalan akan peristiwa-peristiwa ilahi dalam Alkitab dan
pengajaran-pengajaran yang ada dalam Alkitab
 Membimbing dengan kebenaran firman Allah yaitu Alkitab
 Mendorong  melakukan mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab
 Meyakinkan tentang kebenaran-kebenaran Alkitab untuk pemecahan masalah
dalam kehidupan.
Tujuan PAK juga adalah sebagai berikut:
 Memberikan dasar/prinsip kebenaran Firman Tuhan Mengajarkan pengajaran
yang benar sesuai dengan Alkitab (lebih dari sekedar mendengarkan kotbah) dan
pendeta/pembimbing membantu mereka menjajagi Firman Allah secara sistematis
untuk menemukan berita kebenaran Firman Allah untuk generasi ini.
 Menolong jemaat untuk hidup sebagaimana Kristus menghendaki. Mengaplikasi
Firman Tuhan yang dipelajari itu dalam kegiatan sehari-hari dan menolong
memecahkan masalah-masalah yang timbul karenanya.
 Membangun kasih kepada jiwa-jiwa yang terhilang Menyediakan pelayanan yang
cocok dengan mereka untuk menjangkau orang dewasa yang lain.18

18
E. G. Homrighausen & I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2013), 5-52
Modul Pembelajaran bagi Orang Dewasa Awal.

Dalam topik kali ini, saya hanya membatasi pada modul pembelajaran bagi orang dewasa
awal.

1. Tema : “Memperkenalkan Allah Yang Benar”


Durasi : 1x40 Menit
Bahan Ajar : Alkitab: Kitab Kisah Para Rasul 17:22-31, Tafsiran Alkitab Masa
Kini 2
Tujuan :
- Agar Jemaat dapat menjelaskan Allah yang benar menurut ajaran
Paulus
- Agar Jemaat dapat mengerti sejauhmana usaha penginjil dalam
menyebarkan injil
- Agar Jemaat dapat melakonkan bagaimana semangat penginjilan
yang dilakukan Paulus
Penjelasan Materi:
- Paulus dari Tarsus (awalnya bernama Saulus dari Tarsus) atau Rasul Paulus, (3 –
67 M) diakui sebagai tokoh penting dalam penyebaran dan perumusan ajaran
kekristenan yang bersumberkan dari pengajaran Yesus Kristus. Paulus
memperkenalkan diri melalui kumpulan surat-suratnya dalam Perjanjian Baru di
Alkitab Kristen sebagai seorang Yahudi dari suku Benyamin, yang berkebudayaan
Yunani (helenis) dan warga negara Romawi. Ia lahir di kota Tarsus tanah Kilikia
(sekarang di Turki), dibesarkan di Yerusalem dan dididik dengan teliti di bawah
pimpinan Gamaliel. Pada masa mudanya, ia hidup sebagai seorang Farisi menurut
mazhab yang paling keras dalam agama Yahudi. Mulanya ia seorang penganiaya
orang Kristen (saat itu bernama Saulus), dan sesudah pengalamannya berjumpa
Yesus di jalan menuju kota Damaskus, ia berubah menjadi seorang pengikut
Yesus Kristus.
Paulus menyebut dirinya sebagai "rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi"
(Roma 11:13). Dia membuat usaha yang luar biasa melalui surat-suratnya kepada
komunitas non-Yahudi untuk menunjukkan bahwa keselamatan yang dikerjakan
oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan hanya orang Yahudi.
Gagasan Paulus ini menimbulkan perselisihan pendapat antara murid-murid Yesus
dari keturunan Yahudi asli dengan mereka yang berlatar belakang bukan Yahudi.
Mereka yang dari keturunan Yahudi berpendapat bahwa untuk menjadi pengikut
Yesus, orang-orang yang bukan Yahudi haruslah pertama-tama menjadi Yahudi
terlebih dulu. Murid-murid yang mula-mula, Petrus, sempat tidak berpendirian
menghadapi hal ini (lihat Galatia 2:11-14). Untuk menyelesaikan konflik ini,
diadakanlah persidangan di Yerusalem yang dipimpin oleh Petrus dan Yakobus,
saudara Yesus, yang disebut sebagai Sidang Sinode atau Konsili Gereja yang
pertama (Konsili Yerusalem).
- Perjumpaan berita Injil dengan dunia filsafat, budaya dan agama Yunani di Atena
ini menunjukkan bahwa Injil, yang dibawa oleh Paulus, dapat menarik minat
setiap orang asal menggunakan pendekatan yang sesuai dengan konteksnya.
Lukas, melalui Paulus, dengan jenius mengupayakan kontekstualisasi Injil dalam
konteks agama, budaya dan filsafat Yunani. Dengan mengambil konteks Atena,
maka alam pikiran Yunani Romawi dapat terwakilkan.
Sehubungan dengan kerangka berteologi gereja dalam konteks pluralisme
agama, belajar dari retorika Paulus di Atena, maka beberapa hal yang dapat
dicantumkan adalah:
1. Pemberitaan Injil hendaknya dimulai dengan dialog iman yang
menggunakan dasar bersama. Apabila orang Kristen memberitakan Injil
dengan langsung menyebut istlah-istilah seperti Trinitas, Pengakuan Iman
Rasuli dan sebagainya, tentu akan menimbulkan ketegangan dan mungkin
konflik. Hal-hal yang diakui secara bersama, seperti Allah yang Esa, Yang
menciptakan dan memelihara alam semesta, Yang memberi hidup kepada
manusia, Yang menyediakan tempat dan musim bagi manusia, kiranya
lebih sesuai dengan iman semua agama. Dialog yang dimulai dengan
pengakuan bersama ini lebih menjanjikan dalam mencari titik temu
agama-agama di manapun.
2. Berbagai tanggapan atas pemberitaan Injil oleh Paulus di Atena
menunjukkan bahwa percaya kepada Yesus bukanlah satu-satunya hasil
dari dialog iman. Dalam konteks pluralitas agama yang mengarah pada
hidup bersama (ekumene), maka perhatian satu dengan yang lain dan
minat untuk mempelajari agama lain diperlukan, agar kiranya terjadi
transformasi pemahaman yang mengarah pada perubahan sikap hidup dan
lebih menekankan pada kesejahteraan bersama. Bukankah salah satu aspek
Injil adalah kesejahteraan secara bersama? Jika ini terjadi, maka pemeluk
agama yang satu tidak perlu berpindah agama.
3. Pandangan bahwa Allah tidak diam dalam kuil-kuil buatan manusia,
kiranya menyadarkan setiap agama bahwa Allah tidak dapat dikurung
dalam ajaran-ajaran masing-masing yang mengklaim kebenarannya. Allah
yang sama, yang disembah oleh semua agama, merupakan Dia yang
memberikan penyataan (wahyu) kepada semua agama, dan dengan
demikian Ia ada dalam setiap agama. Wahyu Allah yang sama itu,
kemudian menjadi berbeda-beda berdasarkan tafsiran masing-masing
agama. Perbedaan itu tidak dapat dipertentangkan. Karena itu, setiap
agama hendaknya tidak tertutup, tetapi terbuka satu dengan yang lain
dalam membagi kebenaran wahyu Allah. Dengan demikian, maka akan
tercipta sikap saling mengakui kebenaran-kebenaran yang ada pada
masing-masing agama.
Metode, Media, Cara Pengajaran serta Tujuannya:

Metode Media Cara Pengajaran Tujuan Pengajaran

Lecture - Menjelaskan Agar jemaat dapat lebih


pengajaran dengan  memahami bagaimana
berceramah cara memperkenalkan Allah
dengan upaya-upaya yang
dilakukan oleh Paulus melalui
ceramah yang diberikan

Story Telling - Bercerita adalah Agar jemaat bisa lebih mengerti


(Bercerita) menuturkan sesuatu alur cerita/bagaimana Paulus
yang mengisahkan hadir dan tujuan kehadirannya di
tentang perbuatan Areopagos, serta cara Paulus
atau sesuatu dalam pengabaran injil.
kejadian yang terjadi
dalam teks/ tema.
Seperti halnya
menceritakan historis
dari tujuan Paulus
datang ke Areopagos

Kesimpulan:
Dari pengajaran yang telah diberikan kepada Jemaat, mereka diharapkan dapat
memahami bagaimana usaha dan tujuan Paulus dalam memperkenalkan Allah yang
benar serta metode penginjilan apa yang digunakannya, sehingga Jemaat dapat
melakonkan karakter yang memiiki semngat dalam menginjili dari seorang Paulus,
mampu membedakan berhal-berhala dalam kehidupan dan juga setelah memahami
pengajaran yang diberikan, Jemaat dapat mengetahui bagaimana itu Allah yang benar
menurut nats Kisah Para Rasul dan dapat menjelaskannya kembali kepada sesamanya
serta dapat mengaplikasikan pesan dari pengajaran dalam kehidupannya.19

2. Tema : “Hidup Bersama dengan Orang yang Berbeda Iman”


Durasi : 1x40 Menit
Bahan Ajar : Alkitab, buku Suluh Siswa 3 Penerbit BPK Gunung Mulia
Tujuan :
- Memahami nilai-nilai multikulturalisme
- Berperan aktif dalam menjunjung kehidupan multikultural
- Mensyukuri pembrian Allah dalam kehadiran multikultural di
Indonesia
- Mengembangkan sikap dan periaku yang saling menghargai
19
Jepri Tamba, diakses pada tanggal 30 November 2019 pukul 00.47
Penjelasan Materi:
- Beberapa Sikap dalam Kaitannya dengan Hubungan Antaragama
Apakah yang harus kita lakukan sebagai sebuah bangsa dan sebagai orang
yang mengaku sebagai murid-murid Yesus Kristus? Ada sejumlah sikap yang
umumnya diambil orang ketika ia berhadapan dengan orang yang berkeyakinan
lain:
1. Semua agama sama saja: Sikap ini melihat semua agama itu relatif. Tak
satu agama pun yang dapat dianggap baik. Semua sama baiknya atau sama
jeleknya. Sikap seperti ini tidak menolong kita karena akibatnya kita akan
kurang menghargai agama atau keyakinan kita sendiri. Kalau semua
agama itu sama saja, mengapa saya memilih untuk menganut agama yang
satu ini? Mengapa saya tetap menjadi seorang Kristen? Jangan-jangan
menjadi Kristen pun sebetulnya bukan sesuatu yang penting dan berarti.
2. Hanya agama saya yang paling baik dan benar: Semua agama lainnya
adalah ciptaan Iblis, penyesat, penipu, dan lain-lain. Sikap seperti ini
hanya akan melahirkan fanatisme belaka, dan fanatisme tidak akan
menolong kita dalam menjalin hubungan dengan orang yang berkeyakinan
lain. Orang yang beragama lain semata-mata dipandang sebagai objek,
sasaran, target, untuk diinjili. Orang yang bersikap seperti ini mungkin
pula akan menjelek-jelekkan agama lain. Akan tetapi, apakah
keuntungannya bila kita menjelek-jelekkan agama lain? Apakah hal itu
akan membuat agama kita baik, bagus, dan indah? Sungguh kasihan sekali
orang yang baru menemukan keindahan dan kebaikan agamanya dengan
menjelekjelekkan agama lain, karena itu berarti bahwa sesungguhnya
orang itu tidak mampu menemukan kebaikan dari agamanya sendiri.
3. Toleransi: Saya bersedia hidup berdampingan dengan orang yang
beragama lain, tetapi hanya itu saja. Lebih dari itu saya tidak mau. Seruan
“toleransi antarumat beragama” seringkali disampaikan oleh pemerintah.
Orang-orang yang berbeda agama diajak untuk bersikap toleran. Namun
sikap ini pun tampaknya tidak cukup. Kata “toleransi” sendiri mengandung
arti “bertahan, siap menanggung sesuatu yang dianggap bersifat
mengganggu atau menyakiti”. Dengan demikian maka agama lain masih
dianggap sebagai gangguan, ancaman. Saya masih bersedia menolerir
keberadaan mereka, sampai batas tertentu. Lewat dari batas itu, saya tidak
bersedia lagi. Saya akan bertindak.
4. Menghargai agama lain: sikap ini hanya dapat timbul pada diri orang
yang dewasa imannya. Orang yang dapat menemukan kebaikan di dalam
agama lain dan menghargainya, tanpa merasa terancam oleh kehadiran
orang lain. Menghargai agama lain tidak berarti lalu kita merendahkan dan
meremehkan keyakinan kita sendiri, melainkan menunjukkan kesediaan
kita untuk terbuka dan belajar dari siapapun juga. Orang yang bersedia
menghargai agama lain tidak akan merasa terancam bila orang lain
menjalankan ibadahnya sesuai dengan perintah agama itu sendiri. Orang
ini akan membuka diri dengan lapang untuk mendengarkan pengalaman
keagamaan dan rohani orang-orang yang beragama lain. Orang-orang ini
tidak segan-segan terlibat dalam forum-forum dialog antarumat beragama.

- Gereja dan Kerukunan Umat Beragama


Masalah ketidakharmonisan dalam hubungan antarumat beragama
sesungguhnya tidak terlepas dari pemahaman gereja tentang tugas dan tanggung
jawabnya di tengah masyarakat. Bagaimana gereja memahami semuanya itu?
Apakah tugas gereja semata-mata terkait dengan urusan rohani semata-mata?
Ataukah kepedulian gereja semata-mata hanyalah pada masalah bagaimana
menambahkan jumlah anggotanya sebanyak-banyaknya?
Apabila setiap agama hanya peduli akan pertambahan anggota
sebanyakbanyaknya, maka yang seringkali terjadi adalah berbagai upaya yang
menghalalkan cara apapun juga, menyebarkan agama tanpa cara-cara yang etis.
Misalnya, menghalang-halangi keinginan orang lain untuk beribadah menurut
agamanya sendiri, bahkan memaksakan suatu agama tertentu kepada kelompok
agama lainnya, dan lain-lain. Setiap agama hanya memikirkan dirinya sendiri.
Bagaimana dengan gereja sendiri? Sudah seberapa jauh gereja memikirkan
pentingnya hidup bersama-sama dengan orang lain secara harmonis? Sudah
seberapa jauh gereja bertindak proaktif dalam kepeduliannya kepada orang lain.
Apabila langkah terakhir ini yang diambil oleh gereja, maka akan timbul sikap
yang berbeda terhadap orang-orang yang beragama lain. Gereja dan orang Kristen
yang mengambil cara berpikir seperti ini akan sadar bahwa mereka membutuhkan
orang lain dalam menghadapi masalah-masalah bersama seperti kemiskinan,
ketidakadilan, penindasan kepada kelompok-kelompok minoritas, dan lain-lain.
Mereka akan sadar bahwa mereka tidak dapat mengatasi semua masalah itu
sendirian dan karena itu mereka harus bekerja sama dengan orang lain. Ketika
orang Kristen harus bekerja sama dengan orang lain, mereka pun harus belajar
mendengarkan orang lain. Mereka tidak bisa memaksakan hanya pemikiran
mereka sendiri. Mereka harus mendengar, belajar menerima pendapat dan solusi
yang ditawarkan oleh orang lain. Ini tentu tidak mudah bagi mereka yang selama
ini sudah terbiasa menganggap dirinya yang paling benar dan memonopoli
kebenaran itu sendiri.
Pertanyaan seorang Farisi kepada Yesus tentang hukum yang terutama dalam
hukum Taurat mengandung keinginan untuk memilah-milah manakah hukum
yang terutama dan hukum-hukum yang sekunder atau yang kurang penting. Yesus
menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama
dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Berdasarkan ayat-ayat di atas jelas bahwa Taurat mewajibkan kita
menciptakan dan memelihara hubungan kasih kepada Allah maupun sesama. Kita
diperintahkan mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri.
Seorang ahli Taurat datang dan bertanya kepada Yesus, “Siapakah sesamaku
manusia itu?” (Lukas 10:25-37). Mengapa ia bertanya demikian? Di sini pun jelas
bahwa orang ini ingin memilah-milah, siapakah yang layak dia kasihi dan siapa
yang dapat ia singkirkan. Bukankah ini juga yang sering kita temukan dalam
hidup kita sehari-hari? Ada yang kita pilih sebagai teman kita, ada yang kita
anggap orang asing, bahkan musuh yang harus disingkirkan.
Yesus lalu mengisahkan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah
hati. Ia sengaja memilih orang Samaria sebagai tokoh ceritanya. Mengapa? Orang
Samaria sudah ratusan tahun dijauhi oleh orang Israel. Mereka dianggap rendah
karena mereka berdarah campuran Israel dengan bangsa Asyur yang menyerang
dan menduduki Israel ke Asyur pada tahun 741 Sebelum Masehi. Sebagian warga
Israel dibuang ke Asyur, dan sejumlah besar orang Asyur dipindahkan ke Israel,
sehingga mereka kemudian melakukan perkawinan campuran. Akibatnya,
terbentuklah “orang Samaria”. Selain berdarah campuran, agama mereka pun
tidak sama dengan agama Israel. Mereka hanya mengakui kelima kitab Taurat dan
melakukan ibadah bukan di Yerusalem melainkan di Bukit Gerizim. Karena itu, di
mata orang Israel mereka bukan saja tidak murni darahnya, tetapi juga kafir
agamanya.
Pertanyaan ini membalikkan pertanyaan sang ahli Taurat. Ia tidak menjawab
pertanyaan “Siapakah sesamaku?” Sebaliknya Yesus bertanya, “Siapa yang telah
menjadi sesama manusia dari si korban perampokan itu?” Sang ahli Taurat itu pun
tidak punya pilihan lain selain menjawab, “Orang yang telah menunjukkan belas
kasihan kepadanya.” Yesus lalu menyuruhnya pergi, “Pergilah, dan perbuatlah
demikian!” Artinya, pergilah, dan perbuatlah apa yang dilakukan orang Samaria
itu.
Dalam konteks sekarang, siapakah orang Samaria itu? Di masa Yesus, ia
adalah orang yang berkeyakinan lain, bahkan disisihkan dari masyarakat Yahudi.
Siapakah mereka sekarang? Menurut Kosuke Koyama dalam bukunya Pilgrim or
Tourist, kalau Yesus mengucapkan kata-kata itu sekarang, kata “Samaria”
mungkin akan digantinya dengan kata-kata lain. Ia akan menyebutkan orangorang
yang beragama lain: orang Hindu, Buddhis, Muslim, Kong Hucu, dll. Yesus akan
menyebutkan mereka yang melakukan perbuatan baik, meskipun mereka bukan
orang Kristen.
Mengakui perbuatan baik yang dilakukan orang yang beragama lain akan
membuat kita bersikap terbuka. Kita mengakui bahwa bukan hanya orang Kristen
yang dapat berbuat baik, tetapi juga orang-orang lain yang berkeyakinan lain. Kita
tidak dapat memonopoli kebaikan. Kita juga menyadari ada terlalu banyak
tantangan dan persoalan dalam hidup kita sehingga kita membutuhkan bantuan
orang lain untuk ikut menyelesaikannya. Inilah dasardasar kerukunan antar umat
beragama.

- Membangun Kebersamaan dalam Perbedaan


Pada bagian pelajaran ini kita ingin belajar bagaimana sebaiknya orangorang
yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama.
Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, budaya, dan
agama. Semua itu merupakan kekayaan yang patut disyukuri. Pada sisi lain,
keberagaman tersebut dapat melahirkan berbagai gesekan yang pada akhirnya
berubah menjadi konflik dan perpecahan. Sebaliknya, kekayaan itu akan menjadi
benih kerukunan apabila bangsa kita dapat belajar untuk saling menerima dan
menghargai. “Rukun” berarti hidup berdampingan secara damai, saling menolong
ketika seseorang atau sebuah kelompok membutuhkannya dalam kesusahan atau
malapetaka.
Kerukunan bukanlah sebuah konsep baru dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Sejak zaman dahulu gotong royong (kerja sama) dan tolong menolong
sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Mereka sadar bahwa kerja sama
sangat dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan
bersama kita.
Untuk mengakomodasi berbagai perbedaan suku bangsa, budaya, dan agama,
para pendiri negara Indonesia telah merumuskan semboyan “Bhinneka Tunggal
Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Rupanya mereka telah membaca
adanya bahaya yang akan timbul di kemudian hari karena adanya kepelbagaian
dalam suku bangsa, budaya, dan agama. Namun demikian kepelbagaian ini pun
dapat dijadikan kekayaan yang harus diterima dan memperkaya budaya dan
kehidupan masyarakat Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk
merekat berbagai perbedaan dalam satu pelangi yang indah, suatu kesatuan
nasional sebagai “bangsa Indonesia”.
Di samping itu, dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, juga
mengakui kepelbagaian agama di Indonesia melalui sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pancasila juga memberi ruang yang luas bagi tercipta serta terpeliharanya
hidup rukun antarmasyarakat bangsa yang berbeda agama melalui sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan (demokrasi), dan keadilan sosial.
Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para
pemeluknya? Kata kuncinya di sini adalah keberanian untuk mendengarkan orang
lain. Hal itu berarti bersikap terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh orang lain
tanpa menjadi defensif. Untuk itu, kita harus benar-benar mendalami keyakinan
agama kita sendiri. Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri
orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mengganggu keyakinan imannya.
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi acuan dalam mewujudkan
multikulturalisme, antara lain sebagai berikut.
a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan
dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang
mayoritas maupun minoritas.
c. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan,
baik secara individu ataupun kelompok serta budaya.
d. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling
menghormati dalam perbedaan.
e. Unsur kebersamaan, solidaritas, kerja sama, dan hidup berdampingan
secara damai dalam perbedaan.
Prinsip-prinsip tersebut juga berlaku dalam hubungan antarumat beragama.
Kita tidak akan mampu mempersatukan dogma atau ajaran semua agama namun
kita dapat mempersatukan semua umat beragama melalui berbagai kerja sama dan
upaya untuk menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan. Pendekatan
dogmatis hanya akan berakhir pada konflik dan perpecahan namun melalui upaya
kemanusiaan semua orang dari latar belakang agama yang berbeda akan
dipersatukan sebagai komunitas yang peduli pada kemanusiaan, keadilan, dan
perdamaian.

Metode: Ceramah, tanya jawab, diskusi

Kesimpulan:
Dari materi ini, diharapkan peserta didik mampu untuk menghargai kehidupan
dalam keberagaman. Terlebih khusus diharapkan peserta didik mampu untuk dapat
mempraktekkan ajaran Kristen tentang menghargai kehidupan multikultural. Peserta
didik juga diharapkan mampu untuk bersyukur atas pemberiaan Allah tentang
multikultural (perbedaan).20

20
Bsd Pendidikan, Buku Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti, diakses dari
https://bsd.pendidikan.id/data/2013/kelas_12sma/guru/Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Kristen_dan_Bud
i_Pekerti_Guru_2.pdf, pada tanggal 30 November 2019 pukul 01.16

Anda mungkin juga menyukai