Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN BACAAN

MENUJU KEMATANGAN PENDIDIKAN AGAM KRISTEN

Diajukan Kepada
Dr.Manahan U. Simanjuntak, M.Pd.K.
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
PSIKOLOGI AGAMA KRISTEN

Oleh:
Desi Maranatha
Nim:06020218020

Program Studi pendidikan agama kristen

Sekolah tinggi teologi real

Batam

2019
A. Pendirian Asosiasi Pendidikan Agam Kristen

pada abad ke-19 sejumlah cendekiawan Kristen semakin kecewa terhadap

pendekatan evangelical yang cenderung berlaku dikalangan sekolah minggu.akan tetapi

sangat banyak yang menentang gaya berpikir lama, namun semuanya itu tetap asing bagi

para pemimpin dan pelajar disekolah minggu. Pada awal bagian ini dicatat bahwa

pendirian asosiasi pendidikan agama baru diprakarsai oleh orang-orang yang tidak puas

dengan ciri evangelical yang dangkal yang berlaku di Sekolah MInggu. Dengan pendirian

Religious Education, para pemikir tertentu mulai mengembangkannya sebagai bidang

cakup ilmiah pada perguruan tinggi, khususnya di fakultas pendidikan dan disekolah

tinggi teologi. Mereka mulai mempertinggi akhlak dan sikap keagamaan . strukturnya

lebih sederhana, tetapi salah satu sifatnya masih tetap, yakni Asosiasi itu melalui siding

raya dan majalah Religious Udication mendorong perkembangan pendidikan agama

sebagai ilmu sendiri.

TIGA PENDIDIK YANG BERORIENTASI PADA ILMU PEDAGOGI DAN

ILMU JIWA (1903-1940)

1. JOHN DEWEY

John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk aliran

Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan

pemikir dalam bidang pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859.

Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat

dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Dewey meninggal
dunia pada tahun 1952. Dari tahun 1884 sampai 1888, Dewey mengajar pada Universitas

Michigan dalam bidang filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota. Akan

tetapi pada akhir tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan menjadi kepala

bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai tahun 1894, ketika ia pindah ke Universitas

Chicago yang membawa banyak pengaruh pada pandangan-pandangannya tentang

pendidikan sekolah di kemudian hari. Ia menjabat sebagai pemimpin departemen filsafat

dari tahun 1894-1904 di universitas ini. Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang

kelak dikenal dengan nama The Dewey School. Di pusat penelitian ini ia pun memulai

penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori

pendidikannya. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang

mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai ganti, ia menekankan

pentingnya kreativitas dan keterlibatan murid dalam diskusi dan pemecahan masalah.

Selama periode ini pula ia perlahan-lahan meninggalkan gaya pemikiran idealisme yang

telah mempengaruhinya. Jadi selain menekuni pendidikan, ia juga menukuni bidang

logika, psikologi dan etika.

John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat

siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah

atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Apabila belajar siswa tergantung pada

pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih

menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu

mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling

terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil maksimal.

dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa tersebut yang merekonstruksi lewat
pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang menegaskan pengalaman

sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan.

Menurut Deway pendidikan adalah upaya menolong manusia agar dapat

berefleksi terhadap masalah yang timbul dalam masyarakat dan upaya

memperlengkapi mereka agar menghasilkan perubahan yang nyata dalam kehidupan

mereka. Rumusan Dewey tentang pendidikan adalah pembentukan kembali atau

pengorganisasian ulang pengalaman yang menambah maknanya dan yang menambah

kemampuan si pelajar dalam memberi arah terhadap pengalaman yang selanjutnya.

Dalam tangan dewey titik berat Filsafat pragmatism itu beralih dari usaha

menentukan kebenaran berdasarkan hasilnya dalam praktek menjadi gaya berpikir

tentang pengalaman yang dinamis, yakni sesuatu yang senantiasa dalam proses yang

mengalir. Dewey mengemukakan ide dan gagasannya dalam konsep Pendidikan

progresif sebagai berikut: pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar

secara perorangan (indivudually learning).Kedua, memberi kesempatan kepada siswa

untuk belajar melalui pengalaman (learning experiencing).Ketiga, gurumemberi

dorongan semangat dan motivasi bukan hanya pemerintah. Artinya bahwa guru

memberikan penjelasan tentang arah kegiatan pembelajaran yang merupakan

kebutuhan siswa.Keempat, guru mengajaksertakan siswa dalam berbagai aktifitas

kehidupan belajar di sekolah yang mencakup pengajaran, administrasi, dan

bimbingan. Kelima,guru memberi arahan dan bimbingan sepenuhnya agar siswa

menyadari bahwa hidup itu dinamis dan mengalami perubahan yang begitu cepat.
Bagi Dewey, agama adalah pengalaman emosi yang dialami seseorang dan

berhubungan dengan rasa nyaman serta bebas dari kekhawatiran yang tidak mungkin

terucapkan dalam kata-kata secara lisan. Bagi Deway, kerajaan Allah adalah

kenyataan adikodrati yang berfaedah sebagai simbol tentang hubungan yang tertinggi

yang pengembangannya dilaksanakan melalui pendidikan. Untuk itu guru adalah

orang yang memiliki peran paling penting karena dianggap sebagai nabi yang paling

dipercaya untuk mendatangkan kerajaan Allah yang sebenarnya. Kemudian iman itu

ditinggalkannya, karna dewey gagal menyesuaikannya dengan pengalamannya yang

lebih luas diruang kuliah dan ditempat bekerja yang jauh dari orangtuanya. Rupanya

dalam penolakannya terhadap agama Kristen sebagaimana ia alami ia tidak dapat

menjauhkan diri secara total dari warisan yang tersembunyi dalam bagian ketidak

sadarannya.lebih lanjut ia menyamakan penyataan dengan penemuan, tetapi

pernyataan itu tidak berasal dari Tuhan lagi, malahan dari manusia melalui hubungan

sosialnya, khususnya hubungannya dalam masyarakat demokratis.

B. GEORGE ALBERT COE

Coe Lahir pada tanggal 26 maret 1862 di desa mendon, yang letaknya di barat laut

Negara bagian new york, tempat ayahnya melayani sebagai seorang pendeta jemaat gerja

Methodist. Ia pernah bermaksud menjadi tenaga misioner di China, tetapi sesudah tamat dari

fakultas itu, ia justru menerima undangan untuk menjadi dosen bidang filsafat di universitas

Sounthern California dan mulai mengajar pada bulan September 1888. Sebelum pindah ke

California, ia menikah dengan sarah knowland sarah adalah seorang asli music yang ingin
berkarir dibidang musik. Sebagai hasil dari pelayanan Coe, Sekolah Tinggi Teologi Union

mulai menduduki tempat mencolok dibidang pendidikan agama. Ia meninggal dengan damai

dalam rumahnya di kota Claremont, California, pada tanggal 09 Nopember 1951. Pemikiran Coe

tentang Pendidikan Agama Kristen, tidak dapat lepas dari pemikiran terdahulunya yakni John

Dewey. Namun dalam pemikirannya, Coe berbeda dalam tujuan Pendidikan yang hendak

dibangun. Sebagaimana Dewey menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus membentuk

masyarakat yang demokratis dan dalam hubungannya dengan ini memiliki reaksi terhadap

masalah-masalah sosial, berbeda dengan Coe, yang melihat bahwa tujuan pendidikan adalah

membawa seseorang memasuki Pengalaman belajar.

Dalam asosianya dengan pengalaman belajar itulah seseoprang harus terbuka dengan

pemanfaatan sains agar memperoleh fakta-fakta yang dapat dipercayai dalam memecahkan

masalah-masalah pribadi, masalah gereja dan masalah masyarakat. Dalam hal ini coe tidak

membuang nilai-nilai agama dalam pengembangan Pendidikan Agama Kristen. Hal ini tentu

berbeda dengan pandangan Dewey yang lebih menekankan demokrasi tetapi menggeser iman

Kristen/nilai-nilai Agama. Dalam pemikirannya Coe, melihat pentingnya pemikiran-pemikiran

modern/sains terlibat dalam usaha memajukan pendidikan agama kristen. Gereja dipandang

dalam hal ini tidak boleh kolot terhadap pemikiran-pemikiran modern karena justru pemanfaatan

terhadap hal ini dapat memajukan Pendidikan dan sebagai usaha memecahkan segala persoalan

dalam pelayanan.

Dalam pandangan Coe, ia merumuskan hakekat dari Pendidikan Agama Kristen

yakni, Pemeriksaan hubungan antara pribadi secara sistematis bahkan kritis dan

pembentukan ulang hubugnan tersebut sebagaimana usaha itu dibimbing dan disoroti

oleh praanggapan Yesus bahwa setiap pribadi tidak terhingga nilainya, dan oleh hipotesis
bahwa Allah ada, yakni yang maha besar, yang menjunjung tinggi pentingnya orang-

orang. Dari pemikiran ini nampaklah bahwa sebenarnya Coe memiliki keprihatinan

mendalam agar pemanfaatan pemikiran ilmiah harus dilakukan dalam bidang pendidikan

Agama Kristen. Coe dalam pemikirannya lebih terbuka/menerima pemanfaatn terhadap

sains. Oleh karena Coe hidup pada ambang pintu sains sebagai zaman Mesias

kemungkinan ia tersirat didalamnya bagi pendidikan Agama Kristen. Coe memberikan

pendekatan yang menyiratkan gaya berpikir ILmiah dan kerena itu yang dapat mencapai

hasil gemilang dikalangan gereja juga yaitu; metode ilmiah yang mencakup kerjasama

secara intelektual, pada prinsipnya dalam pekerjaan sains semua orang berada pada tahap

yang sama, asaa yang senantiasa terbuka terhadap pelajaran baru cenderung dikenal

sebagai pendekatan sains, para ahli sains memanfaatkan bermacam-macam metode

namun memakai metode penelitian dalam kasus-kasus tertentu, metode ilmiah yang

memanfaatkan daya imajinasi, pendekatan sains tidak ada pokok ajaran ortodoks yang

harus diterima oleh semua orang.

Menurutnya kurikulum hendaklah menolong orang belajar apa itu kasih terhadap

sesame dan peranannya membangun masyarakat yang adil dan makmur, karena hasil

yang demikian mendekati apa yang dimaksudkan para pengarang injil sinoptis sebagai

Kerjaaan Allah. Ia mengungkapkan dalam pelayanan mimbar ia tidak menurunkan

hukum Allah yang harus diterima begitu saja oleh semua orang ia mengatakan bahwa ia

turut memampukan warga memanfaatkan data dan keadaan nyata dalam kehidupan dan

masyarakat agar mengambil keputusan bagi dirinya sendiri.


C. HARRISON SACKETT ELLIOT

Harisson Sacket Elliot selalu bersyukur atas warisan paling berharga ysng

menjadi miliknya, yakni bahwa ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga Kristen yang

mengamalkan imannya secara konsekwen. Sesuaidengan akarnya dalam gereja

Methodist, untuk perguruan tinggi ia memilih Universitas Ohio Wesleyan yang letaknya

di kota Delaware, dibagian tengah Negara Ohio. Lantas ia tamat dari sekolah Tinggi

Teologi Union dan Universitas Columbia tetapi kemudian ia pindah ke universitas Yale,

tempat ia meraih gelar Ph.D. Namanya termasyhur justru karena sumbangannya yang

mencolok dibidang pendidikan agama, baik sebagai anggota dan pemimpin Religious

Education Association, maupun sebagai dosen disekolah Tinggi Teologi Union, New

York, tempat ia digolongkan dalam pemikiran Coe. Selama turut mengembangan

pendidikan agama di Union itu, ia tidak melalaikan keterlibatannya dalam jemaat

setempat, yakni Jemaat kristus, Gereja Methodist, sebagai ketua komisi Pendidiakn

Agama Kristen. Pikiran Elliot adalah hasil dari perkembangan teologis liberal yang

memandang Alkitab dan sejarah teologi sebagai sumber berharga bagi iman Kristen.

Menurutnya ada beberapa dasar teologis Pendidikan Agama Kristen,diantaranya:

a. Allah
Bagaimanapun juga interpretasi manusia tentang Allah,pengejawantahan dan

sumber-Nya tampak dalam jagat raya ini. sumber-sumber ini hanya tersedia bagi

manusia sejauh mana ia menemukan persyaratan yang berlaku untuk memperolehnya.

manusia bebas pula menolak sumber-sumber tersebut,atau sebaliknya memenuhi

persyaratan yang akan membuka sumber tersebut bagi penggunaannya.

b. Penyataan
Yang penting ialah supaya pikiran manusia tidak membatasi Allah hanya pada

hubungan tertentu saja dalam kehidupan; sebenarnya kenyataan yang senantiasa.Ada

itu yang kita namakan Allah,dan Dialah yang mendasari segala upaya

manusia.Dengannya setiap bagian kehidupan dijadikan menjadi sesuatu yang

suci,karena Ia senantiasa berhubungan dengan kekuatan dan kemungkinan yang ajaib

dan penuh misteri.


c. Tabiat Manusia
Sejak lahir,seorang bayi tidak berdosa dan juga tidak suci murni atau dapat

dikatakan tabiatnya netral.Kepribadian dan wataknya ditentukan oleh sifat keadaan

sosialnya,yakni bahwa kepribadian manusia adalah hasil hubungan sosialnya.

Maksudnya disini adalah bahwa seorang bayi yang lahir memiliki dosa turunan dari

nenek moyang yaitu Adam dan Hawa kemudia dosa kedua ialah dosa perbuatan. Ia

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, atau sebaliknya memberontak

terhadapnya. Dengan kata lain, asal mula diri pribadi yang social itu perlu diakui bila

masalah-masalah manusia mempertimbangkan secara realistis, sehingga pendidikan

menjadi kekuatan positif dalam pembentukan kepribadian orang.


d. Masalah Dosa
Kenyataan dosa dalam hidup manusia perlu dihubungkan dengan cara kelakuan

dan tindakan itu berdampak terhadap kehidupan sesamanya manusia.Berdasarkan

persekutuan-persekutuan itu orang-orang siap memecahkan masalah-masalah di dunia

ini.Mereka diharapkan memprakarsai tindakan,mengambil keputusan,menerima

pertanggungjawaban,tetapi semua itu dilakukan dalam hubungan dengan Allah. Dosa

bukanlah pemberontakan terhadap Allah, melainkan ketidakrelaan mausia mengakui

bahwa ia sendiri bukanlah satu-satunya sumber prestasinya. Ia tidak menentukan

pembawaannya, dan segala prestasi bersifat nisbi saja.


Kalau Elliot menolak dosa sebagai pemberontakan terhadap Allah yang menuntut

ketaklukan dari pihak manusia, maka apa yang dikemukakannya sebagai

penggantinya? Jawabannya berhubungan yang bersahabat dengan Tuhan.


Bagi Elliot orang dari segala golongan umur adalah para pelajar disamping itu

menyediakan pengalaman belajar bagi pelajar dari golongan umur tertentu. Dengan

demikian yang muda belajar dari warga yang lebih berpengalaman dan yang lebih

berpengalaman itu belajar dari pertanyaan yang dikemukakan oleh kaum muda. Ruang

lingkup kurikulum mencakup lima poko yakni pengertian tentang penyusunan Alkitab,

masalah dan isu yang timbul dalam masyarakat, watak kristiani, kebaktian dan

keputusan etis. Yang terakhir dibagi lagi atas delapan langkah yang menggabugkan

metode berpikir ilmiah dengan pengertian khusus dari sisi iman Kristenm seperti yang

dijelaskan Elliot.

Anda mungkin juga menyukai