Anda di halaman 1dari 35

BAHAN AJAR PAK DALAM KEMAJEMUKAN

BAHAN AJAR

Oleh :

Dr.Sarah Andrianti, M.Th


STT INTHEOS SURAKARTA

BAB I.

PENDAHULUAN

Pendidikan agama Kristen adalah merupakan soal yang amat penting dalam kehidupan Gereja dan
umatNya. Sejak gereja yang paling tua hingga gereja di abad modern ini gereja terus menggumuli
peranan PAK dalam kehidupan Kristen. Pertama-tama bahwa PAK adalah merupakan tugas utama
gereja, kemudian berkembang keluar gereja, lingkungan keluarga, masyarakat hingga lingkungan
pendidikan.

Dalam konteks Indonesia, PAK menjadi amat penting terutama karena penganut agama Kristen
adalah minoritas ditengah-tengah masyarakat. Orang orang Kristen selalu bersentuhan dengan
penganut gama agama lain, bahkan sentuhan itu terasa amat kuat dalam berbagai bidang
kehidupan. Kehadiran PAK ditengah-tengah masyarakat majemuk menjadi amat penting agar orang
orang percaya dapat hidup dan mengaplikasikan imannya dalam hidup sehari-hari. Pengikut-pengikut
Kristus tidak boleh tertutup atau menghindarkan diri dari dunia sekitarnya, malainkan dengan penuh
keberanian dan berlandaskan kasih mendemonstrasikan kasih Allah ditengah – tengah dunia. Kehadiran
orang percaya haruslah dapat menjadi berkat dan garam ditengah-tengah lingkungan hidupnya.

Dalam kebijakan pendidikan di Indonesia, pendidikan agama mendapat tempat penting disekolah-
sekolah, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pendidikan agama
merupakan pelajaran wajib yang harus diberikan paling sedikit 2 (dua) jam per minggu. Oleh karena itu,
Pendidikan Agama Kristen disekolah menjadi kesempatan dan peluang yang sangat berharga dan tidak
boleh diabaikan.

Gereja bersama dengan para ahli pendidikan Kristen terus bergumul bagaimana pelajaran PAK dapat
dikelola dengan baik dan menjadi sarana penting dalam pembentukan spiritualitas peserta didik, bukan
hanya berfokus pada masa kini melainkan tertuju pada masa depan. Kajian terus dilakukan
baik menyangkut; kurikulum, kualitas guru, metode dan strategi belajar mengajar. Dengan demikian
PAK menjadi efektif dalam pembentukan iman dalam arti yang seutuhnya.

Namun kita menyadari bahwa pengelolaan PAK di gereja maupun disekolah-sekolah belum berjalan
secara maksimal. Di gereja PAK sering dilihat sebagai pelayanan kelas dua dan kurang mendapat
perhatian sungguh-sungguh. Disekolah-sekolah sering berjalan seadanya sehingga tidak mencapai hasil
yang maksimal. Banyak Guru yang mengajar hanya sekedar panggilan bukan berdasarkan
profesionalisme, ditambah dengan kurang diberinya dukungan oleh pengelola sekolah, khususnya
disekolah-sekolah negri terhadap keberlangsungan PAK dilingkungan sekolah.

Di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kita melihat bahwa Pendidikan Agama
adalah merupakan “shema” dari kehidupan orang-orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, Bait Allah
dan sinagoge-sinagoge dalam lingkungan masyarakat, merupakan pusat berlangsungnya Pendidikan
Agama, demikian juga ditengah-tengah keluarga Pendidikan Agama menjadi hal yang amat penting dan
dilaksanakan terus menerus.. Dalam Perjanjian Baru, Yesus adalah teladan bagi kita. Ia disebut Guru
Agung. Karena seluruh hidupNya diisi dengan pengajaran dan pendidikan iman bagi umatNya.
Pendidikan Agama merupakan hal mendasar dalam pelayanan Yesus. Setiap kesempatan baik formal
maupun non formal selalu dimanfaatkanNya untuk mengajar. Orang orang takjub mendengar
pengajaranNya, sehingga banyak sekali orang yang mengikutinya karena mereka bukan hanya percaya
bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi mereka ingin mendengar pengajaran Yesus yanbg menakjubkan
itu. Prinsip ini yang harus terus diteladani oleh orang-orang percaya.

Seiring dengan perubahan dalam berbagai kehidupan masyarakat, kesendirian dan ketertutupan adalah
hal yang mustahil dapat dipertahankan. Semua hal dalam dunia ini adalah saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Agama-agama besar di dunia telah saling bersentuhan bahkan berinteraksi. Oleh karena
itu PAK menjadi sarana penting dalam pembentukan spiritualitas peserta didik, agar mampu
menghadirkan dirinya serta berperan aktif di dunia sekitarnya yang majemuk.

BAB II

PERGUMULAN PAK DI INDONSIA

Pendidikan Agama Kristen dalam konteks gereja maupun konteks sekolah masih menghadapi
berbagai pergumulan. Berbagai faktor penghambat masih dihadapi disekitar penyelenggaraan
PAK. Agar PAK dapat terselenggara dengan baik, faktor-faktor penghambat tersebut harus terus
dikurangi . Kita tahu bahwa keberhasilan penyelenggaraan PAK tergantung dari dukungan berbagai
pihak seperti ; gereja atau sekolah sebagai penyelenngara, guru sebagai pengajar, krikulum yang
digunakan, sarana dan prasarana yang tersedia serta dukungan lingkungan masyarakat. Berbagai faktor
penghambat tersebut akan diuraikan secara singkat berikut ini

A. Gereja dan Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan Agama Kristen pertama-tama haruslah berbasiskan gereja. Sesungguhnya gereja adalah
tempat pertama bagi penyelenggaraan PAK dalam rangka pembangunan iman warga jemaat. Dari
gereja PAK terus berkembang di luar gereja seperti masyarakat, sekolah maupun keluarga. Bagi gereja
PAK adalah merupakan tugas utama yang harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu
dalam kaitan keberhasilan PAK Gereja harus menyadari tugas penting ini sebagai

1. Tugas Utama Gereja.

Bagi gereja PAK adalah tugas utama dan harus mendapat tempat penting dari seluruh
pelayanannya. Gereja yang terlalu menekankan pada pelayanan ibadah dan khotbah dan mengabaikan
pengajaran akan menjadi gereja yang timpang. Gereja yang menekankan pengajaran mengalami
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan gereja yang mengutamakan ibadah dan khotbah.
Pengajaranlah yang akan mengantarkan warga jemaat ke dalam pertumbuhan iman dan perubahan
hidup. Seluruh pelayanan gereja haruslah berbasiskan pengajaran firman Allah.
2. Merupakan Usaha Sungguh-sungguh

Bagi gereja PAK bukanlah usaha sambilan atau kelas dua dalam pelayanan jemaat, tetapi haruslah
merupakan usaha sungguh-sungguh. Semua potensi dalam jemaat harus terus dikembangkan untuk
melaksanakan PAK dalam konteks gereja. PAK haruslah dirancang dengan baik sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan warga jemaat pada setiap bagian pelayanan. Ada kecenderungan gereja lebih
mengutamakan pembangunan fisik dari pada usaha pengajaran iman warga jemaat. Komisi-komisi
pelayanan di dalam gereja adalah merupakan tempat penyelenggaraan PAK yang dilaksanakan secara
sungguh-sungguh. Gereja hendaknya menyediakan seluruh sarana dan prasarana yang menunjang
penyelenggaraan PAK dalam konteks gereja. Hal hal penting yang harus didukung oleh gereja
sepenuhnya adalah, penyediaan sarana dan prasarana termasuk dana untuk penyelenggaraan PAK,
mempersiapkan sumber daya manusia sebagai pengajar PAK di gereja, menyusun kurikulum dalam
berbagai kategori yang sesuai dan relevan bagi kebutuhan-kebutuhan rohani warga jemaat. Dengan
demikian warga jemaat dapat bertumbuh, berakar dan berbuah di dalam Kristus.

3. Berkesinabungan

Agar memperoleh hasil yang maksimal, penyelenggaraan PAK haruslah merupakan usaha
berkesinabungan dan terus menerus. Penyelenggaraan PAK tidak akan berhasil dengan baik jika hanya
dilaksanakan secara insidentil saja. PAK haruslah dilaksanakan secara utuh agar pengetahuan dan
pemahaman warga jemaat juga utuh dan mendalam lewat pengajaran yang dilaksanakan. Pelaksanaan
PAK di gereja gagal karena tidak dilaksanakan secara berkesinabungan. Dibutuhkan sebuah tim yang
solid serta memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk merencanakan serta melaksanakan PAK di
gereja. Selama ini PAK dalam konteks gereja tidak berhasil karena berhenti ditengah jalan, disamping
tidak terdapatnya orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk menyelenggarakannya. Adalah
merupakan hal yang baik, jika di dalam gereja terdapat komisi pengajaran warga jemaat untuk bersama-
sama dengan komisi pelayanan dalam pembangunan rohani warga jemaat.

4. Ruang Lingkup PAK dalam Gereja.

Sebagaimana lazimnya gereja-gereja di Indonesia membagi habis pelayanannya sesuai dengan


golongan-golongan warga jemaat. Dalam tradisi gereja-gereja yang ada, pada umumnya pelayanan di
dalam gereja dibagi ke dalam komisi-komisi seperti: Komisi sekolah Minggu, Komisi Remaja, Komisi
Pemuda, Komisi Wanita dan Komisi Pria. Komisi komisi ini masih dapat dibagi kepada kelompok-
kelompok yang lebih khusus sesuai kebutuhan jemaat. Pada umumnya komisi komisi yang lebih kecil lagi
terdapat pada Sekolah Minggu, jika peserta didik Sekolah Minggu dalam jumlah besar. Pada setiap
komisi ini perlu dirancang kurikulum sebagai bahan pengajaran dan dilaksanakan secara terus menerus.
Banyak gereja sudah memiliki kurikulum pengajaran, tetapi masih banyak juga gereja yang tidak
memilikinya. Bagi gereja yang belum memiliki kurikulum pengajaran, maka dapat mengadopsi dari
gereja-gereja lain yang memiliki visi dan misi pembinaan yang sama. Namun yang terbaik adalah, bahwa
setiap gereja hendaknya memiliki kurikulum pembinaan sesuai dengan visi yang ditetapkannya. Komisi
ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengajaran di dalam jemaat.
B. Sekolah dan Pendidikan Agama Kristen.

Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, pendidikan agama
mendapat tempat penting dalam setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi. Diberi waktu 2 (dua) jam pelajaran perminggu untuk penyelenggaraan Pendidikan Agama.
Kesempatan ini merupakan peluang berharga yang harus dimanfaatkan sebagai pembinaan mental
spiritual peserta didik. Saat ini sudah tersusun Kurikulum Pendidikan Agama Kristen mulai dari tingkat
dasar hingga perguruan tinggi, meskipun masih terdapat pro dan kontra tentang mutu dan kualitas
kurikulum yang ada. Namun mutu dan kualitas PAK disekolah ditentukan oleh berbagai faktor seperti;
mutu dan kualitas guru, mutu kurikulum, kemampuan peserta didik , sarana dan prasarana serta
peraturan dan perundang undangan yang berlaku dan tidak kalah penting dukungan yang diberikan oleh
sekolah dimana PAK tersebut diselenggarakan. Berikut ini akan diuraikan pergumulan penyelenggaraan
PAK di sekolah

1. Kurikulum Pendidikan Agama Kristen

Kurikulum Pendidikan Agama Kristen sudah beberapa kali mengalami perubahan sesuai dengan
kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah. Mulai dari kurukum tahun 1974, 2004 dan saat
ini muncul kurikulum berbasis kompetensi, meskipun masih dalam taraf uji coba. Keberhasilan PAK
tidak hanya terletak pada tersusunnya materi kurikulum yang baik, tetapi juga ditentukan oleh faktor-
faktor lain. Jika kurikulum baik tetapi mutu guru tidak baik maka hasilnya juga tidak akan baik. Kurikulum
baik, guru baik tetapi sarana dan prasarana tidak baik, hasilnya pun tidak akan maksimal. Oleh karena
itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan haruslah memberikan dukungan penuh bagi terselenggaranya
PAK disekolah. Keberhasilan materi kurikulum banyak tergantung pada guru sebagai pengelola mata
pelajaran. Guru harus aktif dan kreatif dalam mengelola PAK disekolah.

2. Mutu dan Kualitas Guru PAK

Terutama disekolah-sekolah pemerintah dan swasta umum, Pendidikan Agama Kristen masih amat
memprihatinkan. Kurangnya guru guru agama Kristen menjadi hambatan utama, karena formasi
pengangkatan Guru Agama Kristen jauh dari kebutuhan-kebutuhan yang ada. Banyak peserta didik yang
bergama Kristen tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah karena tidak tersedianya guru yang
mengajar. Untuk mengisi kekosongan tersebut maka ditugaskanlah Guru Agama Honorer atau Guru
Agama Tidak tetap menjadi pengajar agama. Sebahagian besar Guru Agama Honorer yang
mengajar bukanlah berlatar belakang Pendidikan Guru Agama, melainkan anggota awam yang terbeban
melayani siswa-siswa Kristen di sekolah seperti Guru Umum yang kebetulan mengajar disekolah yang
bersangkutan dan ia terbeban untuk menolong sisiswa Kristen yang ada disekolahnya, atau anggota
gereja yang terbeban bagi pelayanan siswa di sekolah, atau para mahasiswa yang aktif di Persekutuan
Mahasiswa Kristen yang terbeban bagi pelayanan siswa. Disatu sisi hal ini dapat disyukuri, karena masih
ada orang yang terbeban bagi penyelenggaraan PAK disekolah, tetapi disisi lain hal ini amat
memprihatinkan karena pengajar dimaksud tidak memenuhi kriteria tentang seorang guru. Akibatnya,
penyelenggaraan PAK disekolah tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Perlu dilakukan usaha
pembinaan dan pelatihan bagi Guru-Guru Agama Honorer agar mereka dapat meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya sebagai Guru Agama Kristen. Kendala lain adalah, bahwa seringkali
mereka menjadi tenaga sukarelawan semata-mata, mereka tidak pernah mendapat honor dari sekolah
dimana mereka mengajar.
3. Sarana dan Prasarana Penyelenggaran PAK di sekolah.

Keprihatinan lain adalah terbatasnya sarana dan prasarana penyelenggaraan PAK di sekolah. Sering
ditemui bahwa sekolah tidak menyediakan sarana yang memadai untuk penyelenggaraan PAK. Kadang
guru harus mengajar PAK diperpustakaan sekolah, atau disalah satu ruang kecil saja, bahkan ada yang
mengajar di gang yang terdapat disekolah. Bahkan seringkali seorang Guru Agama harus membawa
murid-muridnya ke luar sekolah seperti ke gereja atau salah satu rumah peserta didik untuk
penyelenggaraan PAK. Guru Guru Agama ini adalah pejuang-pejuang rohani yang amat luar biasa.
Meskipun tidak mendapatkan dukungan dan perhatian mereka terus bekerja demi berlangsungnya PAK
disekolah. Mereka perlu didukung dan disupport baik oleh gereja, orangtua dan terutama
pemerintah.

4. Suatu Kontradiksi

Peraturan perundang undangan menyatakan bahwa setiap siswa berhak mendapatkan pendidikan
sesuai dengan agama dan kepercayaannya dan sekolah wajib menyediakan sarana dan prasarana untuk
itu. Tetapi dipihal lain peraturan pelaksanaan di bidang pendidikan menyatakan bahwa jika terdapat 10
orang siswa penganut suatu agama tertentu dalam satu kelas, maka dikelas itu barulah wajib pelajaran
agama bersangkutan diberikan 2 (dua) jam per minggu. Jika kurang darti 10 (sepuluh) orang maka siswa
yang bersangkutan dibina oleh pembina (agama) rohani yang bersangkutan. Penerapan peraturan
inilah yang simpang siur disekolah-sekolah. Terutama disekolah-sekolah pemerintah seperti di Pulau
Jawa misalnya, hampir tidak ditemukan sekolah yang memiliki siswa berjumlah 10 (sepuluh) orang
siswa penganut agama Kristen dalam satu kelas. Realitas yang sering ditemukan adalah bahwa dalam
sebuah sekolah hanya ada puluhan siswa yang beragama Kristen. Akibatnya sekolah yang bersangkutan
tertutup untuk menerima seorang guru agama Kristen meskipun tidak dibayar. Ada sekolah-sekolah
tertentu yang menerima guru agama atau pembina agama, tetapi sistim pelaksanaannya adalah
bahwa seluruh siswa dari semua jejang kelas digabung menjadi satu kelas dalam sekali pertemuan saja.
Dari segi kurikulum ini kacau balau. Tidak tahu lagi kurikulum mana yang harus diterapkan bagi mereka.
Tentu dari sudut pengajaran sistim seperti ini tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

5. Perlu Keterlibatan semua pihak

Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut perlu keterlibatan semua pihak. Pemerintah


hendaknya menerbitkan peraturan yang dapat melindungi semua peserta didik dalam hal mendapatkan
pendidikan agama yang sungguh-sungguh. Memang tidak efektif jika murid hanya berjumlah puluhan
orang peganut agama tertentu dalam sebuah sekolah harus mengangkat seorang guru yang berstatus
pegawai negeri, karena seorang guru harus mengajar 40 jam per minggu, tetapi pemerintah hendaknya
memberi peluang yang seluas-luasnya bagi penyelenggaraan PAK di sekolah. Pemerintah juga
hendaknya dapat memberi honor kepada guru-guru yang rela mengajar PAK sebagai Guru Agama tidak
tetap. Dipihak lain, pendidikan bukan hanya tanggung jawa pemerintah melainkan juga merupakan
tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan gereja sangatlah dibutuhkan. Dukungan
gereja dapat berupa penyediaan tenaga guru dan bantuan honor. Gereja harus menyadari bahwa siswa-
siswa yang belajar diberbagai jenjang pendidikan adalah merupakan warga jemaat. Penyelenggaraan
pendidikan agama di sekolah adalah merupakan peluang penginjilan dan pemuridan bagi warga jemaat.
Dapat dibayangkan jika seorang anak mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas tidak
pernah mendapatkan pendidikan agama di sekolahnya.
C. PAK dalam Konteks Masyarakat Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang paling unik dikolong langit ini. Dari segi jumlah Penduduk
Indonesia adalah negara urutan ke empat paling terbanyak di dunia setelah Cina, Amerika dan India.
Semua agama besar di dunia terdapat di Indonesia dan terdiri dari berbagai etnis dan budaya.
Dalam kehidupan bermasyarakat semua masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang tersebut
pastilah saling bersentuhan dalam berbagai bdiang kehidupan. Disatu pihak keaneka ragaman ini adalah
potensi besar bagi bangsa Indonesia, tetapi dipihak lain bisa sebagai ancaman. Oleh karena itu, peranan
agama-agama amat penting sebagai pemersatu bangsa. Pendidikan Agama disekolah menjadi setral
dalam pembentukan spiritualitas, karakter dan watak warga negara agar dapat hidup rukun, bersatu dan
saling bekerja sama dari semua golongan yang ada untuk tercapainya keadilan, kemakmuran dan
kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang menjadi
pergumulan PAK dalam konteks heterogenitas masyarakat Indonesia.

1. PAK dan Heterogenitas.

Pendidikan Agama Kristen disekolah haruslah mengarahkan kepada keterbukaan. Ada empat prinsip
utama dari Pendidikan Agama Kristen yaitu:

a. Learning to know : Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan kepada peningkatan pengetahuan
yaitu pengetahuan akan Allah dan segala firmanNya, sesama, diri sendiri maupun lingkungannya.
Peserta didik haruslah diarahkan kepada pemahaman atas keutuhan ciptaan, bahwa sejak semula Allah
telah menciptakan manusia, mahluk-mahluk dan alam yang memiliki saling ketergantungan dan
semuanya itu harus dijaga agar tetap harmoni sesuai rencana Allah dalam penciptaan manusia.

b. Learning to do : Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki
ketrampilan dalam mempraktekkan imannya ditengah-tengah kemajemukan masyarakatnya, bukan
menjadi batu sandungan melainkan menjadi berkat bagi sesama dan lingkungannya, bukan menjadi
menutup diri melainkan dapat menempatkan dirinya bersama-sama dengan orang lain untuk
menghadirkan syalom Allah ditengah-tengah dunia ini.

c. Learning to be : Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki jati dirinya
dan mampu menyatakan keberadaan dirinya dalam kehidupannya sehari-hari. Dia tidak pesimis
melainkan optimis, tidak negatif tapi positif dan menyadari dirinya sangat berharga dimata Tuhan.
Dengan demikian dengan sekuat enaga ia dapat menyatakan dirinya dengan berbagai kemampuan yang
telah Tuhan berikan kepadanya untuk kepentingan sesama. Peserta didik mampu memahami bahwa ia
hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi sesama dan lingkungannya. Untuk itulah ia harus
dapat melakukan yang terbaik dalam hidupnya.

d. Learning to live to gether : Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik menyadiri
betul bahwa hidup tidak mungkin sendirian. Keberhasilan tidak dapat diraih sendirian, kesejahteraan
harus dilakukan secara bersama-sama. Harus dapat dihayati bahwa penerapan dan aplikasi kasih Kristus
melampaui batas-batas manusiawi, batas batas agama maupun batas-batas etnis. Inti iman Kristen yang
sesungguhnya ialah bahwa ia dapat hidup dan menjadi berkat bagi sesamanya.

2. Kemandirian Iman
Dalam konteks kemajemukan masyarakat dalam berbagai bentuk kehidupan, PAK harus diarahkan
kepada kemandirian iman. Tidak disangkal bahwa perbedaan –perbedaan dalam masyarakat baik dalam
hal agama maupun etnis akan saling bersentuhan.Sentuhan-sentuhan itu amat kuat dan jika tidak
memiliki kemandirian iman maka akan kalah. Akhir-akhir ini perpindahan agama telah semakin lazim
dimasyarakat, hal itu terjadi karena sentuhan sentuhan dalam heterogenitas agama tidak bisa
dihindarkan. Dipihak lain nilai-nilai kompromistis sudah semakin nyata dalam kehidupan masyarakat kita
sekarang ini. Oleh karena itulah, PAK haruslah menjadi salah satu usaha pembentukan kemandirian
iman. Bahawa peserta didik mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati meskipun
dilingkungan yang amat berbeda. Peserta didik memiliki kemampuan menempatkan dirinya ditengah-
tengah pergaulan sekolah dengan lues, tidak kaku namun tetap menjaga kemandirian imannya. Ia
mampu menolak segala tren tren kehidupan yang bertentangan dengan nilai-nilai iman yang
dimilikinya.

3. Keterbukaan

Pendidikan Agama Kristen haruslah mampu membawa peserta didik pada keterbukaan. Maksudnya
sikap iman bukanlah intropert tapi ekstropert. Iman Kristen siap untuk dilihat dan diselidiki. Iman Kristen
justru hidup jika diaplikasikan dalam perbuatan perbuatan. Keterbukaan akan menghindarkan diri
dari menjelek jelekkan agama lain tetapi melihat secara positif bahwa dalam agama lain pun terdapat
ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan bersama. Keterbukaan memungkinkan
peserta didik dapat melihat orang lain bukan sebagai musuh tetapi sebagai sahabat dalam kehidupan
terutama dalam perbuatan-perbuatan kebajikan. Keterbukaan memungkinkan orang orang Kristen
dapat menjadi berkat bagi sesamanya.

D. Pemahaman PAK

1. Pengertian .

Belum ada kesepakatan para ahli tentang hal ini. Beberapa istilah yang sering digunakan adalah :

- Religious Education (Pendidikan Agama)

- Christian Education (Pendidikan Kristen)

- Christian Religion Education (Pendidikan Agama Kristen)

- Cristian Nurture (Asuhan Kristen)

- Religious Instruction (Pengajaran Agama)

Meskipun artinya bervariasi hal ini menunjuk kepada tugas gereja sebagai persekutuan iman untuk
mendidik dan membina warganya. Tujuan uatama PAK ialah membawa peserta didik untuk mengalami
perjumpaan dengan Kristus, mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, hidup dalam keataatan serta
mampu mempraktekkan imannya dalam kehidupan sehari hari. Istilah yang baku di Indonesia sekarang
ini adalah Pendidikan Agama Kristen (PAK)

2. Hakekat PAK.

a. Sudut pandangan etimologi (asal usul kata)


Education (Inggris) – Ducere (Latin) membimbing.

Jadi arti dasar Pendidikan adalah, membimbing ke luar

b. Pendidikan mengandung beberapa penekanan dan perhatian

1. Masa lampau : memelihara warisan pendidikan dalam gereja

masyarakat dan keluarga

2. Masa kini : pendidikan yang berfocus pada masa kini

3. Masa depan : Pendidikan yang berfokus pada pengembangan

c. Politis Pendidikan

Bahwa pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial yang ada di

sekitarnya (Sosial budaya). Pendidikan haruslah relevan dengan kebutuhan manusia sekitarnya

lampau

PAK

depan

kini

d. Definisi PAK
Lawrence Cremin mendefinisikan pendidikan sebagai :” usaha yang sadar, sistematis dan
berkesinabungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap,
nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun hasil dari usaha tersebut”.

3. Ruang Lingkup PAK

Dalam perkembangan Pendidikan Agama Kristen, ruang lingkup PAK telah semakin luas. Beberapa
lingkungan PAK yang kita kenal pada saat ini ialah : PAK di dalam Gereja (Anak-anak,
Remaja/Pemuda, orang dewasa) , PAK dalam masyarakat (keluarga dan kelompok kelompok
masyarakat) PAK di sekolah ( Taman-kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi). Masing-masing ruang
lingkup tersebut memiliki konteks, kurikulum, strategi masing-masing. Namun sekalipun ruang
lingkupnya berbeda-beda, tujuan utama yang akan dicapai adalah sama yaitu : Agar orang-orang
percaya mengalami perjumpaan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Hidup dalam
pertumbuhan iman serta memiliki ketaatan kepada Kristus dan dapat mempraktekkannya dalam hidup
sehari-hari. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyelenggaraan PAK ialah :

1. Kepada siapa ?

2. Dimana PAK akan diselenggarakan

3. Apa tujuan yang harus dicapai

4. Apa kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi

5. Apa kurikulum yang harus disampaikan

6. Berapa lama diselenggarakan

7. Siapa yang mengelola?

8. Siapa yang akan mengajar?

9. Strategi pelaksanaan

10. Alat Evaluasi yang digunakan

11. Sarana dan Pasarana yang tersedia

4. Tujuan PAK

Mengandung tiga aspek penting :

a. Aims : Tujuan yang akan dicapai pada akhirnya (menuju kedewasaan iman)

b. Goals : Tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu (Paket)

c. Objektives : Tujuan yang hendak dicapai dalam suatu proses belajar mengajar dalam satu kali tatap
muka.
Definisi yang paling tepat dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk mencapai
kedewasaan iman. Seluruh proses PAK haruslah bertujuan untuk membawa peserta didik kepada taraf
kedewasaan iman.

BAB III.

HETEROGENITAS BANGSA INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

A. Agama-agama di Indonesia

Pendidikan Agama Kristen diberikan dalam konteks Indonesia yang

Beraneka ragam. Keanekaragaman itu meliputi : Agama, Adat isitiadat, gereja, tingkat sosial maupun
golongan. Pada umumnya pada masyarakat majemuk dalam agama, adat isitiadat, maupun gereja, maka
sentuhan-sentuhan keyakinan akan saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sentuhan-sentuhan itu bisa lewat pendidikan formal, non formal maupun pengaruh lingkungan
masyarakat. Seringkali hal ini menjadi sumber konflik intern maupun antar. Dalam kaitan itulah bahwa di
Indonesia diberikan pemahaman tentang agama-agama, agar tercipta kerukunan dan terhindar dari
konflik.

Pluralisme adalah suatu realitas dalam konteks Indonesia. Disatu sisi hal ini merupakan potensi, tetapi
dipihak lain sangat rentan. Untuk hal itulah harus terus dikembangkan pola pikir dan cara hidup
yang memungkinkan keaneka ragaman tersebut bisa hidup dan bertumbuh masing-masing. Maka
dikembangkanlah sikaphidup toleransi, saling menghargai, menghormati keyakinan orang lain, tidak
saling menjelekkan dan saling mengalahkan. Prinsip-prinsip ini haruslah terus dikembangkan lewat jalur
pendidikan, termasuk lewat PAK di sekolah.

1. Pluralisme Masyarakat Indonesia.

Indonesia adalah negeri yang penuh kontradiksi. Indonesia adalah sebuah negri pemeluk Islam terbesar
di dunia. Masyarakatnya dikenal agamis dan religius, termasuk juga gereja-gerejanya. Secara geografis,
Indonesia adalah negri yang peliang terpecah-pecah di kolong langit ini, yaitu dengan kurang lebih 13.
667 pulau, 250 bahasa, kira-kira 30 kelompok etnis, beragam bahasa dan budaya dan agama. Dari sudut
agama, Indonesia memiliki seluruh agama besar di dunia. Namun meskipun beragam, Indonesia adalah
satu dan memegang teguh falsafah “Bhineka Tunggal Ika”. Tidak satupun negara di dunia ini yang
berhasil mempersatukan keanekaragaman seperti ini. Banyak negara yang akhirnya pecah seperti
Pakistan, Bangladesh, Indocina menjadi Laos, Kamboja dan Vietnam bahkan terakhir pecahnya negara
besar Unisoviet menjadi negara-negara kecil. Indonesia menyadari bahwa keaneka ragaman ini dapat
menjadi potensi kekuatan tetapi juga menjadi ancaman dan sumber malapetaka bangsa. Untuk itulah
kesatuan dan persatuan bangsa harus terus diperjuangkan dan tidak bisa diawar-tawar, ini adalah tugas
seluruh bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai golongan, suku ras dan agama.

2. Kemajemukan aliran keagamaan.


Khusus di bidang agama, Indonesia kaya akan aliran-aliran keagamaan mulai dari yang diakui oleh
pemerintah maupun sempalan-sempalan keagamaan. Di Islam misalnya ada NU, Muhammadyah, Persis
dll. Di Kristen ada Protestan, Metodis, Advent, Bala Keselamatan, Baptis, Pestakosta, Injili dan
Kharismatik. Ini adalah realitas yang kita temukan pada masyarakat Indonesia. Supaya semua dapat
rukun bersama dalam wadah kesatuan republik Indonesia, maka pemerintahpun mengatur pergaulan
antar agama. Kita mengenal Trilogi Kerukunan Umat Beragama yaitu Kerukunan Intern Umat Beragama,
Kerukunan Antar Umat Beragama dan Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah. Semua itu
dilakukan agar heterogenitas agama di Indonesia dapat hidup rukun dan damai. Usaha inipun belum
berhasil dicapai, hingga saat ini pergaulan antar agama dan pelaksanaan ibadah masih terus bergejolak
dan merupakan yang amat sensitif di negara ini. Untuk itulah Pendidikan Agama baik secara formal
maupun non formal harus terus dikaji ulang, agar pendidikan agama tidak menjadikan masyarakat
fanatik buta tetapi memiliki penghayatan yang luas demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kita
harus menyadari bahwa pola dan bentuk pendidikan keagamaan selama ini telah mengalami kegagalan
dan harus terus dikaji ulang.

3. Sensitisme keagamaan

Dalam pengalaman bangsa Indonesia, dari semua bidang kehidupan masyarakat, masalah agama adalah
yang paling sensitif dan paling mudah menimbulkan konflik. Berbagai kejadian yang terjadi baik
dilingkungan intern umat beragama maupun antar umat beragama sensitisme keagamaan telah sering
menimbulkan konflik, baik ditingkat lokal maupun tingkat regional. Di negara ini orang paling mudah
tersinggung jika sudah menyangkut masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu di Indonnesia dilarang
untuk menjelek jelekkan atau menghina atau melecehkan agama orang lain, dilarang memaksanakan
agama kepada orang yang sudah beragama, tidak boleh terlibat dan ikut ibadah-ibadah ritual agama
orang lain, perpindahan agama sering mendapat tekanan yang luar biasa meskipun sebenarnya memilih
dan memeluk suatau agama adalah hak azasi individu. Dalam konteks inilah Pendidikan Agama Kristen
harus mampu membentuk pribadi yang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama melampaui batas-batas
agama, ras dan golongan serta dapat mengaplikasikan imannya ditengah-tengah masyarakat yang
heterogenitas.

4. Egoisme keagamaan

Kecenderunga pola keagamaan di Indonesia adalah tingginya egoisme keagamaan. Penerapannya


adalah bahwa agama sendirilah yang paling benar, sedangkan agama lain tidak mengandung kebenaran
alias sesat. Agama lain harus dikalahkan dan agama sendiri harus menjadi pemenang. Pola ini telah
mempengaruhi pengajaran dan bimbingan agama baik secara formal dalam dunia pendidikan, maupun
secara non formal pengajaran agama di keluarga dan di masyarakat.

Masalah ini tidak hanya terjadi dilingkungan antar umat beragama di Indonesia, tetapi juga terdapat
dilingkungan intern umat. Misalnya dilingkungan umat Kristen ada 320 macam Sinode di Indonesia dan
terdiri dalam 15 kelompok aliran dogma dan ajaran. Masing-masing aliran akan menilai aliran lain
sebagai golongan yang salah dan aliran sendiri yang paling benar. Oleh karena itu ada usaha baik secara
terang-terangan maupun terselubung untuk “memenangkan” orang lain untuk masuk kelompok sendiri.

Tidak jarang terjadi adanya usaha-usaha yang kurang sehat demi memenangkan kelompok sendiri
dan mengalahkan yang lain. Akibatnya kesatuan dan kebersamaan sulit tercapai. Hingga saat ini,
kesatuan yang baru dapat dicapai adalah sebatas kesatuan iman di dalam Yesus Kristus, belum pada
kesatuan aksi dan kesaksian ditengah-tengah masyarakat dan bangsa.

Egoisme keagamaan telah banyak menimblkan masalah ditengah-tengah masyarakat kita, baik
dilingkungan intern terlebih dalam hubungan dengan antar agama. Pendidikan Agama Kristen haruslah
diarahkan untuk mampu menerima perbedaan dan melihat penganut agama lain sebagai saudara
sebangsa dan setanah air.

5. Pergaulan lintas agama

Pergaulan lintasagam baiksecara lembaga maupun dalam pergaulan sehari-hari, harus terus
dibangun secara positif. Pergaulan antar agama tidak mungkin dihindari dalam konteks masyarakat
Indonesia, khususnya dilingkungan perkotaan. Pergaulan lintas agama jika tidak dijaga dengan baik
dapat menimbulkan masalah. Persoalan yang muncul saat ini adalah dilingkungan generasi muda.
Kedekatan pergaulan lintas agama sering menimbulkan masalah dalam soal perkawinan.

Pergaulan lintas agama garuslah dapat dibangun secara positif sebagai pergaulan sesama
manusia.Sebaiknya dalam pergaulan lintas agama hindarilah perdebatan yang menyangkut soal-soal
keagamaan. Perlu dibangun saling pengertian dan toleransi yang tinggi diantara sesama dimana setiap
orang menghormati dan menjunjung tinggi perbedaan keyakinan, sekaligus memberi tempat yang
seluas-luasnya bagi masing-masing untuk menghayati imannya.

Tugas PAK adalah bagaimana membekali peserta didik mampu bergaul dengan sesamanya tanpa
harus mengorbankan iman dan keyakinannya. Perlu disadari bahwa pergaulan lintas agama, baik formal
maupun non formal tidak mungkin dihindari dalam konteks masyarakat Indonesia sekarang ini.

B. Agama Kristen di Indonesia

1. Keanekaragaman Gereja di Indonesia

Menurut data Departemen Agama Republik Indonesia, bahwa saat ini ada kurang lebih 330 sinode
gereja di Indonesia, kurang lebih 9 aliran kekristenan. Masing masing gereja ini memiliki sistim organisasi
dan pola pelayanan yang berbeda-beda, juga dalam hal dogma maupun strategi pelayanan dimasyarakat
berbeda-beda pula. Egoisme organisasi gereja masih amat tinggi. Hal ini telah menyebabkan sulitnya
terwujud keesaan gereja di Indonesia. Hingga saat ini masalah-masalah yang sensitif dalam hubungan
antar gereja adalah soal perbedaan doktrin seperti baptisan misalnya, perpindahan anggota jemaat,
tidak adanya kesatuan diantara gereja-gereja yang ada. Dalam Pendidikan Agama Kristen harus
dikembangkan terus saling pengakuan bahwa kita semua satu iman, satu baptisan dan satu
pengharapan di dalam Yesus Kristus, yang diikat oleh kasih. Semua gereja di Indonesia adalah arak-
arakan bersama dalam melaksanakan amanat agung Kristus yang diwujudkan lewat bersaksi, bersekutu
dan melayani. Lewat Pendidikan Agama Kristen harus terus dikembangkan kesatuan iman umat Tuhan
untuk bersama-sama menghadirkan syalom Allah ditengah-tengah masyarakat yang majemuk.

2. Keesaan Gereja di Indonesia

Cita cita keesaan gereja di Indonesia sudah dimulai sejak lama yaitu dengan didirikannya Dewan Gereja
Indonesia (DGI) pada tahun 1950 dan sekarang menjadi Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI)
. Badan ini didirikan untuk mempersatukan gereja-gereja yang beragam di Indonesia, agar bersama
sama mewujudkan kesaksiannya ditengah-tengah masyarakat dan tidak terpecah-pecah. Namun usaha
untuk keesaan itu belum terwujud sepenuhnya. Ternyata dikemudian hari gereja terus bertambah
banyak baik organisasi maupun aliran alirannya. Bahkan sekarang beberapa organisasi keesaan gereja
terus bermunculan seperti Persekutuan Injili Indonesia, Persekutuan Gereja Gereja Pentakosta
Indonesia, Gabungan Gereja-Gereja Baptis, Gereja Advent Indonesia, bahkan masih terdapat gereja-
gereja yang masih independent dan tidak bergabung dengan salah satu badan keesaan gereja tersebut.
Hal itu juga membuktikan betapa sulitnya mempersatukan gereja-gereja di Indonesia. Melihat keadaan
yang demikian ini, maka Peranan PAK sangat penting untuk turut mendukung terwujudnya keesaan
gereja tersebut dalam sikap dan perilaku umat Kristen secara pribadi-pribadi.

3. Kesatuan dalam kepelbagaian.

Prinsip utama yang harus dikembangkan dalam PAK ialah pemahaman tentang satu iman, satu kasih
dan satu pengharapan di dalam Yesus Kristus. Prinsip inilah menjadi dasar pemersatu bagi semua umat
Kristen dalam bersaksi, bersekutu dan melayani. Keselamatan di dalam Yesus Kristus haruslah menjadi
dasar pengajaran dari semua pengajaran Kristen. Dengan demikian setiap orang mengalami perjumpaan
dan persekutuan dengan Kristus. Pendidikan Agama Kristen haruslah dilaksanakan secara utuh,
membawa peserta didik kepada kedewasaan iman, sehingga dalam hidupnya peserta didik dimampukan
untuk menerapkan nilai nilai imannya. Kehadiran maupun kesaksiannya dapat menjadi berkat
bagi orang-orang disekitarnya. Tuhan Yesus sendiri dalam pelayanannya telah menunjukkan bahwa
Ia dapat menerima kepelbagaian dalam masyarakat dan menyuarakan kepada pengikut-pengikutnya
supaya mereka menjadi garam dan terang dunia diantara mereka.

BAB IV

KONTEKS PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A. PAK dalam konteks kekristenan

Berkaitan dengan pluralitas masyarakat, maka Pendidikan Agama Kristen di sekolah harus turut
menyumbangkan pembinaan agar pluralitas tersebut tetap sebagai potensi yang bisa memungkinkan
masyarakat hidup berdampingan secara damai. Kehadiran PAK disekolah harus secara sungguh-sungguh
turut menyumbangkan peranannya dalam membentuk peserta didik siap dan mampu menghadapi
perbedaan perbedaan yang ada dengan tetap setia pada imannya. Beberapa hal yang perlu
dikembangkan dalam pelaksanaan PAK disekolah adalah :

1. PAK bukan untuk mengajarkan suatu doktrin gereja.

Keberadaan siswa disekolah berasal dari berbagai organisasi dan aliran gereja. Hal tersebut adalah
kenyataan yang harus diterima dan diakui oleh setiap guru PAK. Oleh karena itu, tidak boleh ada
tendensi yang dilakukan oleh guru PAK mengajarkan doktrin gerejanya kepada peserta didik. Isi
pengajaran haruslah bertujuan mengajarkan iman Kristen yang dinyatakan di dalam
Alkitab. Kurikulum PAK yang ada pada saat ini sudah disusun sedemikian rupa, sehingga materi-materi
pengajaran lebih menekankan kepada ajaran-ajaran pokok iman Kristen. Seorang guru PAK hendaknya
melepaskan organisasinya, alirannya dan dengan tulus berpusat pada pokok-pokok pengajaran iman
Kristen. Guru PAK tidak boleh membeda bedakan gereja atau membenarkan gerejanya sendiri sebagai
gereja yang terbaik dan gereja lain kurang baik. Guru PAK harus berada diantara dan bersama-sama
semua gereja yang ada. Prioritas utama bagi guru PAK adalah membawa peserta didik mengalami
perjumpaan dengan Kristus, mengalami pertumbuhan iman dan hidup dengan ketaatan kepada Allah
dan mampu mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun bersama-sama dengan orang
meskipun berbeda agama, gereja suku dan budaya.

2. Sekolah bukan Pos Pelayanan Gereja.

Sangat memprihatinkan bahwa akhir akhir ini beberapa guru PAK telah melakukan upaya
sengaja penggerejaan peserta didik di sekolah. Anak-anak yang diajar disekolah dianggap sebagai
anggota jemaatnya dan sekolah tempat ia mengajar ditetapkan menjadi jemaat atau pos pelayanan dari
gerejanya. Peserta didik dipaksa untuk berbakti digerejanya dan wajib mengikuti kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di gerejanya. Sangat memprihatinkan jika ada guru memberi nilai buruk jika peserta
didik tidak mau berbakti digerejanya. Guru PAK harus sadar betul bahwa ia ditempatkan bukan atas
nama gereja dan bukan untuk membawa peserta didik menjadi anggota gerejanya. Guru PAK harus
menjunjung tinggi , menghormati dan menghargai keaneka ragaman gereja dari peserta didik, serta
mendorong peserta didik untuk menjadi warga jemaat yang baik dimana ia menjadi anggota jemaat.
Sangatlah baik apabila seorang Guru PAK dapat menjalin kerjasama dengan gereja-gereja peserta didik
untuk sama-sama berusaha mempertumbuhkan iman mereka. Bahkan jika ada peserta didik disekolah
tersebut yang tadinya tidak Kristen dan mengambil keputusan untuk menjadi Kristen, guru PAK harus
memberi kebebasan untuk memilih gereja yang diingininya dan wajib membimbingnya untuk melakukan
pilihan yang tepat.

3. PAK Tidak Melakukan Fungsi Gerejawi

Dalam tradisi gereja Kristen ada fungsi-fungsi pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja
dan tidak lazim dilakukan oleh pelayanan-pelayanan di luar gereja. Hal ini dimaksudkan adalah untuk
menjaga ketertiban dan kesakralan upacara Kristen tersebut dan menghindarkan kekacauan dalam
melaksanakan upacara-upacara keagamaan. Perjamuan Kudus dan Baptisan adalah dua sakramen yang
diakui oleh gereja. Pelaksanaannya dilakukan oleh gereja, bukan oleh pribadi-pribadi sekalipun ia
dinyatakan sebagai guru agama Kristen. Oleh karena itulah Perjamuan Kudus dan Baptisan adalah
menjadi tanggung jawab gereja. Seorang guru PAK yang mengajar di sekolah tidak memiliki wewenang
untuk melakukan Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus dalam kapasitasnya sebagai guru. Ia harus
mengarahkan peserta didik untuk ambil bagian di gereja masing-masing. Tugas guru PAK adalah
memberi pengajaran tentang arti dan makna Perjamuan Kudus dan Baptisan sesuai firman Allah,
sehingga peserta didik dapat mengerti arti sebenarnya. Sangat disayangkan jika ada beberapa guru PAK
disekolah yang melakukan Perjamuan Kudus dan Baptisan disekolah atau diluar sekolah, sekalipun ia
sendiri sebagai pelayan digerejanya. Hal ini terjadi karena sekolah dilihat sebagai cabang atau pos
pelayanan gereja.

4. Menghargai Keaneka Ragaman Gereja.

Guru PAK disekolah harus menghargai dan menjunjung tinggi keaneka ragaman gereja dari setiap
peserta didik. Tidak boleh ada usaha sengaja ataupun tidak sengaja untuk mempengaruhi peserta didik
untuk masuk ke dalam satu organisasi gereja tertentu, termasuk gereja guru yang bersangkutan. Gereja-
gereja yang ada adalah merupakan arak-arakan bersama di dunia dalam melaksanakan amanat agung
Tuhan Yesus. Peserta didik harus diarahkan untuk dapat menerima saling perbedaan organisasi gereja
dan aliran diantara mereka. Guru PAK tidak boleh menjelek-jelekkan satu organisasi gereja dan harus
dikatakan bahwa itu bukan tugas dan fungsi guru PAK. Adalah merupakan tugas guru PAK memberi
contoh kepada peserta didik bahwa ia sendiri memberi penghargaan yang tinggi atas keaneka ragaman
gereja yang ada. Jika memungkinkan guru PAK dapat memperkenalkan kepada peserta didik beberapa
keragaman gereja dilingkungannya dengan melakukan peninjauan atau wawancara atau mengikuti
kebaktian yang dilakukan dengan didampingi oleh guru yang bersangkutan. Dengan demikian peserta
didik lebih mengenal dan menghayati keaneka ragaman tersebut. Gereja-gereja yang ada diijinkan
Tuhan untuk melakukan pelayanan sesuai visi yang disampaikan oleh Tuhan kepada mereka. Sejarah
gereja di Indonesia telah menjadi bukti bagi kita atas keanekaragaman tersebut.

B. PAK dalam konteks agama-agama

1. PAK dan keterbukaan

Pendidikan Agama Kristen di sekolah haruslah dapat memberi pengajaran iman yang menuju
keterbukaan dan bukan ketertutupan apalagi fanatisme keagamaan. Prinsip pengajaran Kristen adalah
bahwa setiap orang beriman harus fanatik akan imannya tapi tidak boleh fanatisme, karena fanatisme
adalah salah satu sikap buruk dalam keagamaan. Peserta didik harus diajarkan agar mereka sungguh-
sungguh berketetapan hati, setia sampai akhir terhadap imannya kepada Yesus Kristus. Iman dan
keselamatan yang telah diterima dari Yesus Kristus tidak dapat ditukarkan dengan apapun di dunia ini.
Namun dipihak lain, iman itu harus didemonstrasikan lewat hidup pribadi kepada siapapun. Kasih Yesus
Kristus melampaui batas-batas agama dan batas-batas manusiawi. Orang-orang beriman harus mampu
bergaul dengan semua penganut agama lain dan bekerja sama dengan mereka untuk membangun
kesejahteraan umat manusia tanpa kecuali. Karena Kristus sendiri pun mengasihi semua orang, bahkan
mengasihi dunia dan segala isinya.

2. PAK dan Pengijilan.

Gereja para rasul sungguh gereja yang sukses luar biasa dan bertumbuh terus menerus.Orang-
orang percaya itu tidak pernah berhenti untuk memberitakan Kristus. Setiap orang terpanggil dan
terdorong untuk memberitakan Kristus di mana-mana. Tugas itu bukan hanya tugas para rasul,
melainkan tugas setiap orang percaya yang telah menerima dan mengasihi Yesus dengan sungguh-
sungguh dalam hidupnya

Penginjilan adalah merupakan perintah Kristus kepada semua orang percaya. Tuhan Yesus berkata:
“Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18). Yesus
memberikan amanat kepada murid-muridNya supaya mereka melaksanakan penginjilan dan jemaat
menjadi inti dari amanat itu (Mat 28:19-20). Inti dari amanat agung itu ialah “jadikanlah……semua
bangsa muridKu”, artinya bahwa orang-orang harus dibawa kepada Kristus, sehingga mereka beriman
dan menyerahkan diri kepada Dia

Penginjilan adalah merupakan amanat kepada gereja dan kepada orang-orang percaya dan
berlangsung secara terus-menerus. Orang-orang percaya harus pergi untuk menjadikan orang-orang lain
menjadi murid Kristus, mengajar mereka untuk menjadi murid-murid Kristus. Kraemer menambahkan,
bahwa pengajaran di dalam jemaat haruslah memiliki visi penginjilan dan menjadikan semua orang
beriman menjadi penginjil-penginjil dalam hidupnya. Dengan demikian, orang-orang percaya terus
ditambah-tambahkan ke dalam gereja

Penginjilan erat sekali kaitannya dengan pertumbuhan gereja. Orang-oranglah yang akan membawa
orang-orang lain masuk ke dalam gereja, untuk diajar, dimuridkan dalam persekutuan orang-orang
percaya. Gereja yang tidak melaksanakan penginjilan adalah gereja yang mati dan tidak melaksanakan
amanat agung. Gereja Perjanjian Baru memperlihatkan bahwa jemaat berkembang pesat
lewat penginjilan, karena orang-orang beriman terpanggil dan diajar untuk memberitakan Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kisah Para Rasul memberikan data-data jemaat lewat penginjilan yakni:
gereja pertama di Jerusalem dimulai di ruang atas dengan jumlah murid 120 orang (1:15), pada hari
Pentakosta, 300 orang di baptis (2:41-42). Lukas mencatat bahwa pertumbuhan sejak Pentakosta
sampai kepada pemenjaraan para murid yang mula-mula, anggota jemaat di Jerusalem berjumlah 5000
orang (4:4). Dilaporkan mengenai “bertambahnya” jumlah orang-orang percaya kepada Tuhan, baik laki-
laki maupun perempuan (5:14) dan jumlah murid-murid pun terus bertambah banyak (6:1,7}.

Penginjilan bertujuan untuk melipat gandakan orang-orang percaya. Dengan penginjilan, tiap-tiap
hari anggota jemaat terus bertambah. Penginjilan tidak akan perbah terjadi sebelum orang-orang
percaya itu menjadi orang-orang Kristen yang berubah, dan telah memperoleh pengajaran dari rasul-
rasul Tuhan. Oleh karena itu penginjilan mengandung arti dua segi. Pertama, untuk membentuk orang-
orang percaya berbuah dan bertumbuh di dalam Kristus. Kedua, mempertumbuhkan jumlah warga
jemaat agar terus bertambah-tambah sebagai akibat dari penginjilan.

Pendidikan Agama Kristen haruslah mengandung Aspek Penginjilan. PAK tanpa penginjilan adalah
mati dan menghilangkan amanat agung Tuhan Yesus Kristus. Tujuan tertinggi dari Pendidikan Agama
Kristen adalah membawa setiap orang kepada perjumpaan dengan Yesus Kristus, dan ia mengalami
pertumbuhan rohani serta menghasilkan buah-buah rohani di dalam hidupnya. Dengan demikian
ia terpanggil bukan hanya untuk mendemonstrasikan kasih Allah itu lewat hidupnya, tetapi
membagikan dan memberitakannya kepada orang lain. Dengan demikian orang lain dapat dibawa
kepada Kristus.

Tugas penginjilan adalah tugas setiap orang percaya tanpa kecuali. Peserta didik di sekolah haruslah
dibekali dan diperlengkapi bagaimana menjangkau jiwa bagi Kristus sesuai dengan konteks hidupnya.
BAB V.

STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Mengemban tugas sebagai guru PAK dalam era sekarang ini bukanlah tugas yang mudah, terutama
dalam menghadapi nilai-nilai perubahan sekarang ini dalam berbagai bidang kehidupan. Kita
menghadapi perubahan yang amat cepat seperti dalam hal; perubahan nilai-nilai; perubahan
pandangan terhadap kesucian dan kekudusan, perubahan pandangan terhadap materi dan dampak
teknologi yang sangat kuat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Kita juga menyaksikan bahwa
banyak orang yang gugur imannya karena tidak sanggup menghadapi perubahan tersebut. Nilai-nilai
materialisme dan Hedonisme begitu kuat mempengaruhi masyarakat kita sekarang ini, bukan hanya
mempengaruhi mereka yang tinggal di kota-kota besar tetapi juga mereka yang tinggal di desa-desa.
Pendidikan Agama Kristen hadir dalam upaya pembentukan ahlak dan moralitas peserta didik agar
mereka memiliki perilaku, nilai dan pandangan hidup yang baik. Tantangan perubahan nilai yang kita
hadapi saat ini demikian beragam dan amat kuat pengaruhnya dalam hidup kita, seperti : a. Dunia
Komunikasi, tidak ada lagi tempat yang tersembunyi saat ini, semua sudah dapat dijangkau lewat
komunikasi. Seorang anak yang mengurung diri di kamar dan tidak mau bergaul dengan teman-
temannya malah memiliki teman yang jauh lebih banyak lewat internet maupun komunikasi seluler; b.
nilai-nilai moral dan etika, pergaulan bebas telah menjadi sesuatu yang amat memprihatinkan dalam
kehidupan remaja kita saat ini dimana nilai-nilai kesucian dan kekudusan bukan lagi merupakan hal
yang prinsip; c. sadisme dan kekerasan, tindak kekerasan kita saksikan tiap hari di media
televisi maupun masmedia. Kasih semakin pudar, nilai nilai kasih sayang diantara sesama menjadi
barang langka yang sulit ditemukan. Oleh karena itulah, Strategi PAK disekolah haruslah mengandung
beberapa prinsip berikut ini .

Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen penting diperhatikan pendekatan-pendekatan, karena


pendekatan pendidikan kristen mempunyai prinsip-prinsip yang berkaitan dengan tujuan, isi, peranan
dan konteks pendidikan itu sendiri.

A. Isi Pengajaran Kristen

1. Pengajaran iman Kristen

Pengajaran iman Kristen adalah untuk membantu peserta didiki dalam perjumpaannya dengan tradisi
kristiani dan wahyu Allah guna memahami, memikirkan, meyakini dan mengambil keputusan
berdasarkan isi pengajarannya. Pendekatan ini sangat menekankan pola belajar yang teratur dan
terencana.

2. Pengembangan spiritual
Membantu peserta didik untuk mengembangkan rohaninya dalam sikap dan perbuatan dan mengarah
kepada pembentukan spiritual serta membimbingnya kearah kedewasaan rohani. Dengan demikian
setiap orang percaya dapat memiliki kedewasaan iman.

3. Pembebasan

Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk mendorong agar peserta didik dapat menghayati gaya
hidup kristiani melalui keterlibatannya dalam berbagai kehidupan disekolah, dikeluarga ataupun
dimasyarakat lingkungannya.

4. Relevansi

Pendidikan Agama Kristen haruslah relevan dengan kebutuhan-kebutuhan iman masa kini, agar peserta
didik dapat mengaplikasikannya dalam tantangan dan keadaan yang dihadapi.

5. Kecintaan kepada firman Allah

Pendidikan Agama Kristen hendaknya dapat membawa peserta didik kepada kecintaan kepada firman
Allah dan menjadikan firman itu sebagai pedoman kehidupan terhadap Tuhan, sesama maupun diri
sendiri.

6. Membaharui sikap dan perilaku

Pengajaran Kristen haruslah dapat memperbaharui sikap dan perilaku orang-orang percaya dan mampu
menjadikan hidupnya sebagai ciptaan baru ( 2 Kor 5:17) dapat memuliakan Allah dan menjadi berkat
bagi sesamanya.

7. Penemuan jati diri

Pendidikan Agama Kristen adalah merupakan pencarian jati diri sehingga dapat menemukan kebenaran
Allah di dalam dirinya dan memberi tempat kepada Roh Kudus dalam pengembangan rohani setiap
pribadi.

8. Pentransferan pengetahuan dan nilai-nilai kristiani

Pendidikan Agama Kristen adalah merupakan pentransferan pengetahuan, sifat, watak, iman dan nilai-
nilai serta merupakan proses perubahan dalam diri dan pengembangan pribadi sehingga memiliki
otoritas dan kemandirian iman dalam hidupnya.

9. Prinsip integrasi

Dimanapun Pendidikan Agama Kristen dilaksanakan haruslah senantiasa kontekstual dengan


lingkungannya dan memiliki keterkaitan dengan banyak hal.

B. Ciri Pendidikan Agama Kristen


Peserta didik memiliki kebutuhan-kebutuhan rohani sesuai dengan konteksnya. Oleh karena itu,
ciri Pendidikan Agama Kristen haruslah memiliki ciri-ciri berikut ini .

1. Bersifat Partisipasif

Keberhasilan Pendidikan Agama Kristen adalah tergantung dari keterlibatan bersama antara pendidik
dan peserta didik. Pendidikan Agama Kristen bukanlah sebuah indoktrinasi tetapi partisipasi. Oleh
karena itu semua komponen harus memberi dukungan yang sungguh-sungguh untuk
keberhasilan pengajaran itu sendiri.

2. Terbuka terhadap perubahan

Pendidikan Agama Kristen memiliki sifat terbuka kepada perubahan dan kebutuhan, sehingga bekal
pendidikan itu peserta didik mampu memahami dan menempatkan diri secara realistis, kritis dan kreatif
dalam setiap situasi yang dihadapi. Pendidikan agama Kristen tidak boleh membawa peserta didik
menjadi introvert melainkan harus ekstrovert, artinya mampu menempatkan dirinya sebagai orang
percaya ditengah-tengah lingkungannya.

3. Berkelanjutan

Ciri khas Pendidikan Agama Kristen adalah berkesinabungan. Pendidikan Agama Kristen tidak pernah
selesai dalam arti yang sesungguhnya hingga mencapai kedewasaan iman. Pendidikan Agama Kristen
harus terus dikaji ulang agar selalu konteks dengan kebutuhan dan perubahan-perubahan yang terjadi.

4. Terarah dan terencana

Arah dan tujuan Pendidikan Agama Kristen harus jelas dan terarah dan tidak boleh menyimpang dari
tujuan tujuan dasarnya. Tujuan utama adalah agar peserta didik bertumbuh dalam iman, ketaatan akan
firman Allah dan mampu mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun bersama dengan
orang lain.

5. Manusia Orientet

Pendidikan Agama Kristen berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut pembaharuannya,


penghayatannya, pembentukan sikap dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.

C. Tujuan Pendidikan Agama Kristen

Kedewasaan rohani tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi terjadi lewat pengajaran, beribadah,
berdoa, bersekutu dan mempelajari firman Allah. Peserta didik dalam mendapatkan PAK di sekolah
bukanlah semata-mata untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang telah ditetapkan, tetapi lebih jauh
dari pada itu. Lewat Pendidikan Agama Kristen peserta didik diharapkan dapat berkembang terus
dalam pemahaman tentang Allah dan menolong mereka supaya dapat hidup sebagai murid-murid
Kristus.Beberapa tujuan penting dari Pendidikan Agama Kristen diuraikan di bawah ini:

1. Pertobatan

Pertobatan demikian penting dalam iman Kristen. PAK disekolah mengalami kegagalan karena tidak
mementingkan nilai-nilai pertobatan. Pertobatanlah yang memungkinkan tiap-tiap orang dapat melihat
Kerajaan Allah dan mengalami kelahiran baru dalam Kristus. Firman Allah yang diajarkan akan
menghasilkan perubahan bagi setiap orang, yaitu perubahan yang dikerjakan oleh kuasa firman Allah.
Pertobatan menyangkut penyesalan dan kesedihan atas perilaku yang lama (2 Kor 7 : 9); berpaling dari
perilaku dosa ( Kis 8 : 22) kepada hidup yang baru di dalam Yesus Kristus (Mrk 1 : 15).

2. Pertumbuhan rohani

Pertumbuhan rohani terlihat dari dua aspek yaitu aspek “vertical dan horizontal”. Aspek vertical ialah
diperbaharuinya hubungan seseorang dengan Allah yang dikokohkan melalui firman Allah dan doa.
Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek iman dalam hubungannya dengan
sesama. Pertumbuhan itu terjadi terus menerus (proses) dalam pengenalan akan Allah (Kol 1 : 10)
dalam kasih karunia (2 Petr 3 : 8) hidup dalam pimpinan Roh Allah dan segala jalan hidupnya dilandasi
oleh kasih Allah (Mat 22 : 37 – 40; 1 Kor 13 : 4 – 7), tanda-tanda ini akan terus semakin terlihat dalam
hidupnya sehari-hari.

3. Pemuridan

Semua orang percaya adalah murid Kristus dan mempunyai hak untuk memperoleh pemeliharaan dan
pertumbuhan untuk menjadikannya menjadi murid-murid Kristus. Pengertian murid dapat dibagi ke
dalam dua pengertian yaitu, bahwa semua orang percaya adalah murid-murid Kristus, mereka dipanggil
untuk mengikut Tuhan dengan setia dan dapat mewujudnyatakan imannya sebagai pengikut Kristus.
Kemudian orang-orang percaya yang dengan rela hati melayani Tuhan secara khusus dan menjadi
pelayan-pelayan Kristus. Sebagai murid-murid Kristus, peserta didik haruslah dibawa kepada kesetiaan
menjadi murid Kristus. Beberapa ciri dari murid Kristus ialah, “memisahkan diri dari dosa” (Luk 9 : 23),
setia dan tekun menyelidiki firman Allah dan mempraktekkannya (Oh 8 : 31; Yak 1 : 22 – 25; Maz 119 :
59) dan mereka menjadi pelaksana-pelaksana perintah Kristus.

4. Pembentukan Spiritual

Pendidikan Agama Kristen haruslah bertujuan untuk pembentukan spiritual peserta didik. Melalui PAK
yang diperolehnya peserta didik mengalami pembentukan rohani yang sungguh-sungguh. Kata spiritual
berkaitan erat dengan “spirit” atau “roh” yaitu kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan.
“Spiritualitas” diartikan sebagai kekuatan atau roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau
sekelompok orang untuk mempertahankan, memperkembangkan dan mewujudkan kehidupannya.
Iman tidak akan tahan uji jika tidak disertai spiritualitas. Tanpa spiritualitas iman orang percaya tidak
akan bersinar, lemah tanpa kekuatan dan tidak menjadi ciptaan baru. Spritualitas memungkinkan orang
orang percaya memiliki kekuatan, katabahan, kesabaran, kebaikan, kesucian, ketaatan dan kepekaan di
dalam Yesus Kristus. PAK disekolah haruslah bertujuan untuk membentuk spiritualitas dari peserta didik.

BAB VI.

ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Berkaitan dengan konteks masyarakat Indonesia yang memiliki heterogenitas, baik agama, suku dan
golongan, maka perlu dikaji ulang arah PAK dalam masyarakat majemuk. Diharapkan
dengan pengajaran PAK dalam konteks masyarakat majemuk, peserta didik mampu hadir dan
mempraktekkan imannya ditengah-tengah lingkungannya tanpa mengkompromikan dogma iman yang
dimilikinya.

PAK disekolah haruslah bermuara kepada transformasi baik dalam pengetahuan maupun dalam
transformasi iman. Sebab salah satu tujuan pembelajaran agama di sekolah adalah untuk memampukan
peserta didik hidup bersama dengan orang- orang lain disekitarnya yang memiliki keaneka ragaman
agama, suku dan etnis.

1. Belajar hidup dalam perbedaan.

Pengembangan sikap toleran, empati dan simpati haruslah terus dibangun sebagai prasyarat
eksistensi keragaman agama yang ada. Selama ini pola pendidikan di Indonesia bersandar pada tiga
pilar utama yaitu, learning to know, learning to do dan learning to be. Dalam kaitan dengan
heterogenitas agama-agama di Indonesia maka sangat penting dibangun pilar ke empat yaitu, learning ti
life together. Dengan demikian peserta didik lewat proses belajarnya dimampukan hidup bersama
dengan orang lain yang memiliki latar belakang hidup yang berbeda.

Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk kerasan bersama dengan orang lain yang
berbeda secara hakiki, meskipun dalam cara hidup dan keyakinan terdapat konflik dalam hidup tentang
apa yang baik dan buruk. Toleransi memerlukan dialog untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan
perbedaan, menuntut keterbukaan dan menerima perbedaan itu sebagai realitas hidup. Perbedaan itu
tidaklah diciptakan sendiri, melainkan telah terbentuk dalam diri seseorang sejak ia lahir.

Menerima realitas keaneka ragaman adalah untuk menanamkan sikap toleran sejak dini dari
perbedaan yang kecil hingga perbedaan yang besar tanpa mengkompromikan apa yang tidak bisa
dikompromikan. Dalam konteks Indonesia sekarang ini, menerima perbedaan harus ditanamkan lewat
berbagai jalur kehidupan seperti, jalur pendidikan formal dan non formal. Pemerintah haruslah
memasyarakatkannya dengan sungguh-sungguh kepada semua lapisan masayarakat.
Agama-agama haruslah dapat duduk bersama untuk berdialog tentang apa yang dapat dilakukan
bersama. Haruslah dihindari perdebatan-perdebatan yang bersikap dogmatis yang cenderung
menimbulkan konflik dan memperluas jarak. Nilai-nilai sosial yang sifatnya diperlukan dan diterima oleh
semua agama-agama perlu dibangun secara bersama-sama. Dalam konteks masyarakat Indonesia, tokoh
dan para pemimpin agama haruslah memberi contoh dan teladan bagi masyarakatnya tentang
pentingnya saling menerima perbedaan. Perlu dibangun tingkat kedewasaan emosional bagi setiap
golongan, karena membangun kebersaman dalam perbedaan bukanlah hal yang mudah.

2. Membangun saling percaya.

Membangun saling percaya adalah modal penting dalam membangun suatu masyarakat yang
heterogenitas. Jika tidak maka akan terjadi berbagai konflik dalam masyarakat. Pembangunan hidup
masyarakat suatu bangsa yang heterogenitas seperti Indonesia tidak akan terjadi tanpa ada saling
percaya diantara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dalam agama maupun suku. Perbedaan
tidak dapat dijadikan menjadi potensi atau kekuatan bangsa, melainkan dapat menjadi malapetaka yang
mengakibatkan kehancuran suatu bangsa.

Modal utama sosial adalah memberikan sumbangan sosial dari masing-masing kelompok untuk
kebaikan bersama, menyampaikan kebaikan-kebaikan dan kebenaran, mempertemukan apa yang
menjadi kewajiban dan beban sosial bersama. Bahwa pergumulan yang terdapat dilingkungan
masyarakat adalah merupakan tanggung jawab bersama, mengatasi bersama-sama tanpa
membicarakan apa latar belakang kita masing-masing.

Dalam masyarakat kita selama ini, khususnya dalam bidang keagamaan, perbedaanlah yang paling
sering dimunculkan, baik itu perbedaan dogmatis maupun perbedaan realitas. Akibatnya golongan-
golongan keagamaan yang ada pada masyarakat tidak dapat membangun saling percaya, melainkan
saling mencurigai, kemudian membangun tembok yang tinggi untuk tidak saling bersentuhan dalam hal
apapun.

Modal sosial ini merupakan fondasi bagi terbangunnya sikap rasional, tidak mudah curiga, bebas
dari prasangka buruk. Agama haruslah menjadi pondasi utama untuk membanun saling percaya terus
menerus bagi masyarakat. Mengapa jalur agama menjadi pondasi yang amat penting ? Hampir seluruh
proses kehidupan baik bathin maupun perbuatan selalu diwarnai oleh keyakinan agama. Peraturan-
peraturan yang mengatur kehidupan agama-agama yang dikeluarkan oleh pemerintah, haruslah
mengarah untuk membangun saling percaya dan bukan untuk membangun saling curiga.

3. Memelihara saling pengertian.

Saling pengertian bukan berarti menyetujui perbedaan. Banyak orang tidak mau memahami atau
mengerti penganut keyakinan lain, sebab ia dapat dituduh sebagai orang yang menyetujui keyakinan lain
tersebut atau bersifat kompromi terhadap perbedaan yang ada. Saling pengertian adalah kesadaran
bahwa nilai-nilai yang dianut oleh orang lain memmang berbeda, tetapi mungkin dapat saling
melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut serta memberi kontribusi terhadap hubungan yang
harmonis.
Saling pengertian dapat saling melengkapi dan memungkinkan dibangunya kerja sama yang
baik. Kawan sejati adalah lawan dialog yang senantiasa setia untuk menerima perbedaan dan siap pada
segala kemungkinan untuk menjumpai titik temu di dalamnya, serta memahami bahwa dalam
perbedaan dan persamaan dan dibangun hubungan yang harmonis.

Membangun saling pengertian memerlukan kedewasaan berpikir dan kedewasaan emosional. Saling
pengertian adalah rasa percaya bahwa penganut agama lain tidak akan melakukan usaha-usaha yang
tidak baik, untuk mempengaruhi, mengajak atau memberi dorongan agar ia berpindah pada apa yang
kita yakini. Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab membangun landasan etis kepedulian
terhadap sesama dan menghindari kesalah pahaman.

4. Sikap saling menghargai.

Sikap saling menghargai adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat kesetaraan. Menghargai
sesama manusia adalah sifat dasar yang diajarkan oleh semua agama. Menjaga kehormatan diri bukan
berarti harus mengorbankan atau mengalahkan harga diri orang lain. Saling menghargai adalah juga
sifat dasariah dari manusia. Setiap manusia haruslah dihargai sebagaimana ia ada. Tidak ada alasan bagi
kita untuk tidak menghargai orang lain.

Yesus memberikan teladan bagi kita bagaimana Ia sebagai Tuhan dan Juruselamat memberi
penghargaan yang tulus kepada kita. Ia menerima kita sebagaimana kita ada. Yesus tidak pernah
mempersoalkan latar belakang golongan kita, atau warna kulit kita. Ia mengasihi semua orang dan
mengorbankan diriNya untuk semua orang. Yesus menghargai Zakheus pemungut cukai dan menghargai
wanita pelacur yang dianggap hina oleh masyarakat. Yesus menghargai orang lumpuh di kolam Bethesda
dan menghargai perempuan Samaria yang bertemu denganNya di sumur Yakub. Ia juga menghargai aak-
anak kecil dan menghargai orang-orang tua yang sudah tidak berdaya.

Sikap saling menghargai antar penganut agama-agama, dan memungkinkan kita dapat dan siap
mendengarkan suara agama lain iang berbeda, menghargai martabat setiap individu dan kelompok
keagamaan yang beragam. Saling menghargai akan membawa pada sikap saling berbagi diantara semua
individu.

5. Perjumpaan lintas agama

Perjumpaan lintas agama di Indonesia bukanlah masalah baru. Sebelum Indonesia merdeka,
agama-agama sudah mengalami perjumpaan diseantero negeri ini. Jika kita melihat kebelakang,
berbagai nuansa perjumpaan agama-agama sudah mengalami perjalanan yang panjang, dan hingga kini
terus menjadi masalah yang tetap aktual untuk dibicarakan. Perjumpaan agama-agama terus mengalami
dilemma bahkan menimbulkan berbagai komplik yang berkepanjangan. Dari perjalanan yang panjang
tersebut, perjumpaan agama-agama dan persoalannya dapat kita bagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

a. Perjumpaan awal. Perjumpaan periode ini tergolong relative stabil, karena karena kemajemukan suku
maupun agama pada umumnya masih berada dalam taraf statis. Mereka hidup dalam taraf masyarakat
yang terisolasi dalam batas-batas wilayah yang tetap, dan belum memiliki mobilitas yang tinggi karena
teknologi komunikasi, transportasi dan urbanisasi penduduk masih sangat terbatas. Heterogenitas
agama-agama belum saling bergantung antara agama satu dengan agama lainnya. Agama-agama hadir
dalam lintas suku dan daerah dan diklaim sebagai milik sendiri, gangguan dari penganut agama lain
masih amat jarang terjadi, bahkan tidak pernah berhubungan sama sekali. Pada periode ini, agama-
agama tidak muncul sebagai sumber konflik pada masyarakat.

b. Perjumpaan kompetitif. Periode kedua ini dimulai kira-kira abad ke 13, ketika agama Islam mulai
berkembang di Indonesia, dan kemudian disusul dengan kedatangan agama Barat atau agama
Kristen. Konflik dan peperangan mulai terjadi diantara kerajaan Islam di pesisir dengan sisa-sisa
kekuatan Majapahit di pedalaman Jawa. Persaingan antara Islam dan Kristen muncul kurang lebih pada
abad ke 16 hingga abad ke 19. Perjumpaan ini diwarnai oleh dominasi kelompok yang kuat terhadap
kelompok yang lebih lemah. Trauma konflik ini tersimpan dalam memori kolektif yang sering
diteguhkan menjadi semacam keyakinan teologis bagi penganut agama masing-masing.

c. Perjumpaan modern.

Sejak zaman orde baru, ternyata agama-agama tidak mampu melakukan control yang bermakna
atas nama dan bagi umat dan rakyatnya. Tak bias disangkal bahwa sejarah Indonesia telah
mengantarkan masyarakat dari pluralisme awal kepada pluralisme modern, dimana masyarakat dengan
urbanisasi yang tinggi hidup saling bergantung. Agama-agama pun mulai hidup bersentuhan secara kuat
dalam kehidupan masyarakat. Sejak masa ini muncul apa yang disebut dengan masyarakat SARA,
dimana umat beragama di Indonesia memasuki babak baru. Ternyata masyarakat Indonesia tidak
mampu membangun kehidupan bersama yang pluralistic, demokratis, terbuka dan toleran serta
membangun hubungan yang dialogis diantara pemeluk pemeluk agama yang ada.

Masyarakat Indonesia berpindah dari konflik yang satu kepada konflik yang lain. Konflik agamalah
yang paling sering terjadi di Indonesia hingga masa kini. Dari pengalaman tersebut kita dapat melihat
bahwa agama-agama tidak mampu mengatasinya, dan belum mampu juga menemukan format untuk
menghindarinya. Konflik SARA menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia hingga
sekarang ini.

Ditinjau dari sudut iman Kristen, sudah saatnya gereja dan umat tidak hanya mengutamakan
kuatitas sebagai keberhasilan, melainkan menekankan kepada pembentukan kualitas umat tanpa
melupakan misi utama. Kompetisi harus dijalankan atas kombinasi antara keyakinan dan tindakan,
perang dogma tidak diperlukan lagi. Bentuk-bentuk “kristenisasi atau Islamisasi” yang merupakan
penjelmaan dari perang dingin agama tidak diperlukan lagi, harus diakhiri dan diganti dengan dialog.
BAB VII.

ORIENTASI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

1. Menghadapi pergumulan –pergumulan bersama

Saat ini agama-agama di Indonesia sudah waktunya keluar dari perdebatan perdebatan dogmatis dan
usaha-usaha persaingan misi memenangkan agama lain. Agama-agama di Indonesia sudah saatnya
memikirkan usaha-usaha bersama untuk dapat mengatasi krisis-krisis sosial yang terjadi. Munculnya
krisis-krisis sosial akud haruslah juga di lihat sebagai kegagalan agama-agama di Indonesia yang tidak
mampu membentengi masyarakatnya dari dekadensi moral lewat ajaran dan pembinaan agama masing-
masing. Krisis nilai-nilai sosial harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama dan ditasi bersama-sama.
Beberapa diantara krisis sosial tersebut adalah;

a. Hak Azasi Manusia

Hak azasi mausia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk ciptaan Tuhan dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan,
harkat dan martabat manusia. Hak-hak tersebut melekat pada diri manusia sebagai pemberian Tuhan
dan bukan pemberian manusia.

Prinsip Ham adalah bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama
dan berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hakl
azasi manusia tanpa diskriminasi.

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara
baik sengaja maupun tidak sengaja atau karena kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak azasi manusia, seseorang atau kelompok yang dijamin
oleh undang-undang.

Piagam PBB tentang hak azasi manusia telah menetapkan ruang lingkup hak azasi tersebut dalam hal
:

1. Hak untuk hidup

2. Hak berkeyakinan/kepercayaan

3. Hak berkeluarga/melanjutkan keturunan

4. Hak mengembangkan diri

5. Hak memperoleh keadilan

6. Hak atas kebebasan pribadi

7. Hak atas rasa aman


8. Hak atas kesejahteraan

9. Hak dalam turut serta dalam pemerintahan

10. Hak wanita

11. Hak Anak

12. Hak perlindungan hukum

13. Hak berkarya

14. Hak berkumpul dan berserikat

15. Hak berkarya

Dalam penegakan hak azasi manusia tidak boleh ada diskriminasi hukum di masyarakat. Tidak
membeda bedakan latar belakang. Memperoleh penghargaan dan penghormatan yang sama dan
memperoleh perlindungan hukum yang sama.

b. Demokratisasi

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah
(pemerintahan ditangan rakyat) dengan memilih wakil-wakilnya di parlemen. Ciri demokrasi adalah
system pemerintahan yang menegakkan hak-hak sipil, persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama bagi semua warga negara.

Perkembangan demokrasi di Indonesia adalah; Orde Lama mengembangkan sistem demokrasi


terpimpin. Orde Baru mengembangkan sistem demokrasi Pancasila, sedang Reformasi sekarang ini
mengembangkan demokrasi dengan penegakan hak- hak sipil.

Namun jika kita melakukan evaluasi kritis terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini,
masih terjadi tarik menarik kepentingan dari berbagai komponen bangsa, baik pada tingkat politik
maupun masyarakat, sehingga rakyat sering menjadi korban kepentingan politik. Supermasi hukum
belum bias ditegakkan, penegakan hak-hak azasi manusia masih jauh dari apa yang diharapkan.
Keterlibatan maupun pemberdayaan masyarakat masih amat kurang. Banyak pihak menganalisa bahwa
masyarakat dan bangsa Indonesia belum memiliki kesiapan untuk menjalankan demokrasi nyang
sesungguhnnya. Sering muncul rumor dimasyarakat bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis
demokrasi kebablasan. Namun demokrasi harus terus diperjuangkan demi kemajuan bangsa dan
masyarakat Indonesia di masa depan.

Tinjauan Kristis terhadap demokrasi di Indonesia

- Tarik menarik kepentingan


- Kekuasaan negara dominan

- Supermasi Hukum rendah

- Penegakan hak azasi manusia rendah

- Keterlibatan/pemberdayaan masyarakat kurang

c. Supermasi hukum

Sebuah negara akan cepat maju jika supermasi hukum telah berjalan dengan baik, dan sebalinya
negara akan mengalami kemerosotan dan kekacauan jika hukum belum dapat ditegakkan secara
sungguh-sungguh. Negara akan menjalankan pemerintahannya dengan sewenang-wenang, sedangkan
masyarakat akan hidup dalam ketidak aturan. Ketidak adilan akan terjadi dalam hidup masyarakat. Ada
kelompok masyarakat yang bias mengatur keputusan hukum, tetapi sebahagian masyarakat kecil tidak
berdaya dalam menghadapi hukum. Hukum akan menjadi momok yang menakutkan karena bukan lagi
sarana perlindungan dan keadilan. Hukum menjadi komoditi dagang yang diperjual belikan.

Negara-negara yang sudah menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan keadilan lebih cepat mencapai
kemajuan dibandingkan dengan negara-negara yang tidak menjalankan hukum dengan baik. Jika hukum
tidak ada maka kacaulah seluruh kehidupan. Dalam penegakan hukum, seluruh masyarakat haruslah
merasakan bahwa hukum;

1. Semua warga negara mendapat perlindungan hukum yang sama

2. Tidak boleh terdapat diskriminasi dalam perlakuan hukum

3. Semua warga negara mendapat perlindungan hukum yang sama

4. Tidak ada orang yang kebal terhadap hukum

5. Hukum harus dihormati dan dijunjung tinggi

d. SARA

Di Indonesia, masalah sara adalah masalah yang sangat sensitif dan mudah terpicu. Beberapa masalah
sara yang terjadi di Indonsia tidak selalu ditimbulkan oleh masalah-masalah yang besar, tetapi masalah-
masalah yang sepele di masyarakat dan akhirnya menimbulkan masalah yang besar.

Disalah satu sisi heterogenitas masyarakat Indonesia adalah merupakan potensi yang besar yang
dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa, tetapi disisi lain menjadi masalah yang
mengkwatirkan jika tidak dapat dipelihara dengan baik. Masalah sara dapat menimbulkan kerugian
besar bagi negara dan masyarakat, sulit diselesaikan dan dapat menimbulkan rasa dendam yang
berkelanjutan.

Kita ingat beberapa masalah yang terjadi di Indonesia seperti Ambon, Sampit, Poso, Situbondo dan
ditempat-tempat lain dalam sekala kecil telah menimbulkan permasalahan bangsa dan amat sulit
diselesaikan. Oleh karena itu, seluruh masyarakat Indonesia haruslah tetap berupaya dengan sekuat
tenaga untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Hubungan lintas budaya maupun lintas agama perlu dijalin semakin harmonis. Hal ini dapat
dilakukan melalui pendidikan di sekolah-sekolah formal dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan
tinggi. Pentingnya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia haruslah menjadi tujuan utama dari
seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan terjadinya beberapa konflik bernuansa agama di Indonesia, akhir-akhir ini wajah-agama-
agama di Indonesia tidak tampak bersinar yang membawa keselamatan, kesejukan, kedamaian dan
kasih bagi manusia, melainkan sering menampilkan diri menjadi wajah yang menakutkan yang saling
memusuhi dan mengalahkan. Penganut agama-agama di Indonesia haruslah terus berusaha
menampilkan wajah agama masing-masing sebagai pembawa damai, keselamatan dan harmoni bagi
kehidupan umat manusia.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari konplik bernuansa sara di Indonesia
adalah :

1. Menjalin sikap persahabatan

2. Menghindari perbedaan dan mengedepankan persamaan

3. Meningkatkan pergaulan lintas agama dan budaya

4. Mengadakan dialog-dialog

5. Tidak menjelekkan golongan lain

6. Menghindari sifat primordialisme

7. Mengubah arah studi perbandingan agama

8. Meningkatkan kerjasama sosial

9. Membentuk wadah sosial lintas agama dan budaya

10. Melakukan kerjasama sosial keagamaan

e. KKN

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menjadi momok besar dalam kehidupan bangsa kita selama ini.
Indonesia menjadi salah satu negara terkorup dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. KKN
telah menjadi budaya masyarakat kita hingga sekarang ini dan sulit diberantas. KKN menjadi salah satu
penyebab terpuruknya ekonomi bangsa Indonesia dan menimbulkan ketimpangan ekonomi. Jurang
antara si kaya dan simiskin telah semakin bertambah dalam.

Salah satu penyebab KKN sulit diberantas adalah super masi hukum yang lemah. Banyak uang negara
tidak dapat dikembalikan kepada negara dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat
kecil. Keterpurukan ekonomi telah menimbulkan krisis multi dimensi bagi bangsa Indonesia saat ini.
Kemiskinan melonjak amat tinggi dan sudah berada dambang keprihatinan. Pengangguran sangat besar
karena kurangnya kesempatan kerja akibat kertpurukan ekonomi. Buta huruf melanda masyarakat
Indonesia terutama didaerah daerah pedesaan. Tindak kekerasan dan kriminalitas menjadi bagian hidup
masyarakat Indonesia. Semua itu disebabkan keterpurukan ekonomi akibat KKN yang belum bisa
diberantas.

Upaya yang dapat dilakukan adalah pembinaan watak dan karakter melalui pendidikan sejak dini,
terutama lewat pendidikan agama. Dengan demikian pendidikan agama Kristen menjadi wadah sentral
dalam pendidikan watak dan karakter bangsa.

f. Lingkungan Hidup

Hampir tidak ada negara di dunia se subur Indonesia. Tanah yang luas dan tanah yang subur
merupakan potensi besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jenis tumbuhan yang tersebar
dihutan-hutan nusantara adalah sumber besar yang dapat dimanfaatkan. Semua bahan baku obat-
obatan tersedia di Indonesia.

Namun sekarang ini telah terjadi kerusakan lingkungan yang sangat besar. Hutan telah menjadi
gundul dan banjir terjadi dimana-mana karena rusaknya lingkungan. Sukar mencari tempat yang aman
bagi masyarakat. Baik di kota maupun di desa, seluruh masyarakat menderita karena rusaknya
lingkungan. Semua ini disebabkan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Pelestarian lingkungan bukan hanya tanggungjawab pemerintah, melainkan tanggungjawab seleruh


masyarakat Indonesia. Semua tangan bangsa ini harus disingsingkan untuk melestarikan lingkungan
sekitar kita. Lingkungan haruslah membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya
dan bukan menjadi mala petaka. Mulailah dari sekarang, mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari
perkara yang kecil. Lingkungan kita adalah topangan kita hidup.

g. Otonomi Daerah

Tujuan dari otonomi daerah adalah percepatan pembangunan agar kesejahteraan masyarakat segara
terwujud. Sestim pemerintahan diubah dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Kewenangan pemerintah
pusat dibagi kepada daerah agar pembangunan cepat sampai dan dirasakan masyarakat. Daerah akan
membangun dirinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing.

Otonomi daerah bukanlah negara bagian. Otonomi daerah adalah bagian dari NKRI. Otonomi daerah
tidaklah bertujuan untuk membangun primordialisme kedaerahan sehingga masyarakat yang berasal
dari daerah lain dianggap masyarakat lain.

Otonomi daerah juga bertujuan untuk menghindari migrasi penduduk dikota-kota besar yang
mengakibatkan kepadatan penduduk yang tidak terkendali. Daerah akan memacu pembangunan
daerahnya masing-masing dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya, sehingga tidak perlu
migrasi ke kota-kota besar.

2. Menghadapi krisis nilai-nilai sosial


Beberapa nilai-nilai sosial telah mengalami krisis yang amat memprihatinkan pada saat ini. Agama
seolah-olah tidak punya kemampuan untuk mengatasinya. Globalisasi yang memberikan tekanan yang
amat kuat telah merubah sikap dan tingkah laku masyarakat. Bukan hanya krisis politik dan kirisin
ekonomi yang kita hadapi saat ini, tetapi juga krisis nilai-nilai sosial. Inilah yang kita sebut dengan krisis
multi dimenasi.

a. New Morality.

New morality adalah moral baru, dimana masyarakat mengalami perubahan nilai dasar seperti
nilai agama, nilai cultural yang dianut kepada nilai-nilai baru yang dipengaruhi oleh globalisasi dengan
segala dampak ngatifnya. Moral baru ini telah mempengaruhi masyarakat demikian kuat, nilai agama
dan nilai cultural yang selama ini dijunjung tinggi telah dianggap sebagai nilai-nilai yang kuno,
ketinggalan jaman dan tidak relevan lagi dijadikan sebagai pedoman hidup pada zaman sekarang ini.

Kekudusan dan kesucian hidup tidak lagi dianggap sebagai sesuatu hal yang harus dipertahankan
sebagai dasar hidup. Hubungan seksual di luar nikah, pergaulan bebas dan masalah aborsi, longgarnya
nilai-nilai dasar rumah tangga, perceraian, tindak kekerasan seksual, penyakit seksual seperti HIV telah
menjadi masalah yang terjadi sehari-hari. Hal ini adalah persoalan agama-agama di Indonesia. Semua
agama haruslah berusaha bersama-sama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama
dalam hal moral dan etika.

Kemerosotan nilai-nilai ini sering dihubungan oleh masyarakat dengan kurangnya pembinaan iman
yang berkualitas yang dilakukan oleh keluarga, gereja dan lembaga-lembaga pendidikan. Seruan
ditujukan kepada Pembina-pembina agama dan para rokhaniwan untuk terus memberikan pembinaan
kepada umatnya.

Pendidikan agama yang dilakukan disekolah mulai dari tingkat pendidikan usia dini hingga
perguruan tinggi, dianggap tidak mampu membendung dekadensi moral yang sedang terjadi ditengah-
tengah masyarakat. Pendidikan Agama Kristen di sekolah haruslah memberi ruang yang luas kepada
pembinaan moral. Kurikulum yang bersifat doctrinal perlu dikembangkan dan diintegrasikan dengan
persoalan-persoalan yang sedang terjadi di masyarakat.

b. Tindak kekerasan

Bukan hanya terjadi di kota-kota yang urbanisasi masyarakatnya tinggi dan persoalan hidupnya lebih
heterogenitas. Tindak kekerasanpun telah merambak hingga ke pelosok-pelosok desa yang dianggap
masih menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan kekerabatan. Banyak orang bertanya “ ini gejala apa?”
Pencurian dengan kekerasan, tindak kekerasan ditengah-tengah keluarga, pembunuhan dan penyiksaan
hanya disebabkan oleh persoalan-persoalan sepele dan ketersinggungan perasaan.

Tindak kekerasan dilingkungan keluarga dekat pun terus meningkat, seperti kekerasan diantara
suami isteri, kekerasan orangtua terhadap anak menjadi berita yang mewarnai hidup masyarakat kita
sehari-hari.

Tantangan bagi Pendidikan Agama Kristen pada masa sekarang ini ialah, bagaimana PAK yang
diselenggarakan di sekolah dapat memberikan sumbangan pembinaan bagi peserta didik, agar peserta
didik mampu hidup dalam kesucian dan kekudusan, mampu hidup saling mengasihi dan menghindarkan
diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungannya.
c. Materialisme dan Hedonisme

Materialisme dan hedonisme telah demikian kuat mempengaruhi masyarakat sekarang ini. Materi
ditempatkan ditempat yang utama dan terutama. Apapun dilakukan demi mencari uang, meskipun cara-
cara yang dilakukannya bertentangan dengan nilai-nilai iman dan sosial. Harga diri seseorang ditentukan
dengan apa yang dimilikinya. Seseorang dihargai berdasarkan kepemiliknya. Pola piker ini tidak hanya
mewarnai keadaan di masyarakat, tetapi sering juga mewarnai cara berpikir dilingkungan keagamaan.

Dalam konteks iman Kristen, materi penting tetapi bukan terpenting. Materi bukan tujuan,
melainkan alat untuk kelengkapan dan kebutuhan hidup. Materi adalah pemberian Allah dan harus
dijadikan untuk kemuliaan Allah. Alkitab memberikan kesaksian kepada kita, bahwa materi dapat
menjadikan orang hidup dalam keberdosaan terhadap Allah maupun sesamanya.

Hedonisme adalah pola hidup mencari kepuasan diri. Tujuan hidup ini adalah mencari kepuasan.
Hidup ini tidak lama, jadi harus dinikmati sepuas-puasnya apa lagi ditunjang dengan kecukupan materi.
Hedonisme tidak akan pernah mencapai titik kepuasan dalam hidup seseorang, tetapi menjadi
pengembaraan dari kepuasan yang satu kepada kepuasan lainnya dan akhirnya menjadi hamba dari
kesenenangan kedagingannya. Tidak jarang seseorang akhirnya mnderita bahkan akhirnya sampai
meninggal karena tidak dapat menguasai kesenangannya pribadi.

d. Penggunaan obat-obat terlarang

Generasi muda banyak hancur masa depannya karena sudah tidak dapat keluar dari ketergantungan
obat. Bukan hanya rumah sakit, tetapi juga panti-panti rehabilitasi penuh dengan orang-orang
yang ketergantungan obat. Penjara penjara dipenuhi oleh generasi muda yang tertangkap karena
pengguna dan pengedar obat-obat terlarang. Masa depan menjadi suram dan tidak menentu. Obat-obat
terlarang mengakibatkan kerusakan fungsi otak dan fungsi tubuh dan amat sulit disembuhkan.

Agama-agama, lembaga-lembaga pendidikan dan keluarga-keluarga memiliki tanggung jawab


yang tinggi dalam pembinaan iman. Ini bukan hanya persoalan suatu agama, tetapi persoalan semua
agama bahkan telah menjadi persoalan bangsa dan negara. Melalui pendidikan agama di sekolah, perlu
diintegrasikan dengan persoalan persoalan yang terjadi dalam hidup masyarakat. Pendidikan Agama
harus mampu memberi jawaban kepada persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

BAB VIII.

TRANSFORMASI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Seluruh warga negara Indonesia haruslah turut aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernagara dan
menumbuhkan rasa cinta bangsa dan tanah air. Sebagai umat Tuhan di Indonesia, kita wajib berperan
aktif dengan tetap kristis dan kreatif mewujudkan syalom Allah ditengah-tengah dunia. Warga Kristen
adalah bagian integral dari bangsa Indonesia.Keprihatinan bangsa adalah kerpihatinan umat Kristen.
Oleh karena itu umat Kristen haruslah Berperan aktif dengan kesungguhan hati. Dituntut keteladanan
umat sebagai warga negera kerajaan Allah dan sebagai orang beriman.

A. Peran Gereja
1. Tugas utama gereja adalah pendidikan

2. Pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh

3. Pendidikan merupakan usaha terus menerus

4. Gereja membentuk team pelaksana pendidikan warga jemaat

5. Gereja sebagai lembaga pembentukan mutu dan kualitas spiritualitas

6. Menampakkan cinta bangsa dan tanah air

7. Indonesia adalah ladang pertama yang Tuhan percayakan

kepada gereja

8. Melaksanakan pendidikan yang relevan dan kontektual

9. Keseimbangan pertikal dan horizontal

10. Pemberitaan kabar keselamatan yang holistik

B. Peran Pendidikan Agama Kristen di sekolah

1. Pendidikan agama Kristen adalah wadah sentral bagi pembentukan

Watak dan spiritual.

2. PAK disekolah haruslah memiliki kurikulum yang terintegrasi.

3. PAK dan pengembangan kurikulum kontektual

5. PAK berkaitan dengan masyarakat majemuk

6. PAK dan keterbukaan

7. Pak dan pergaulan lintas agama

8. PAK dan masalah –masalah sosial

9. PAK dan masalah-masalah kebangsaan

10. PAK dan masalah lingkungan hidup

C. Peranan Umat Kristen.

1. Menyatakan fungsinya sebagai garam, terang dan teladan

2. Mendemontrasikan kasih Allah

3. Memberikan yang terbaik dalam berbagai aspek kehidupan

4. Hidup dalam kekudusan dan kesalehan sosial


5. Memiliki cinta bangsa dan tanah air

D. Integrasi kurikulum

1. Kurikulum PAK di Gereja maupun disekolah harus terus dikaji

Ulang agar relevan dengan kebutuhan

2. Kurikulum PAK harus diintegrasikan dengan berbagai bidang kehidupan.

IX. KESIMPULAN

Pendidikan agama Kristen di sekolah adalah sebuah alat strategis dalam pembentukan iman dalam
arti yang sesungguhnya, terutama di dalam menghadapi heterogenitas masyarakat Indonesia. Untuk
itulah bahwa PAK harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta didik yang telah mengikuti pelajaran
agama Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan menjadi bekal utama dalam
hidupnya. Faktor yang amat penting dalam mencapai keberhasilan PAK disekolah ialah guru PAK. Oleh
karena itu seorang guru PAK dalam memenuhi panggilannya haruslah terus memperlengkapi diri agar
menjadi alat yang berguna ditangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan, kepada sekolah,
kepada gereja dan kepada masyarakat. Pendidikan Agama haruslah dapat membawa peserta didik
menjadi pribadi yang terbuka dan mampu hidup ditengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik
agama, suku ras maupun golongan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

B. S. Sidjabat, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Kalam Hidup,1994

B.S. Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, Yogjakarta:Yayasan Andi, 1994

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, Yogjakarta: ANDI, 2006.

Einar Sitompul (Editor), Agama-agama dan wawasan kebangsaan, Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2005.

Einar Sitompul (Editor), Agama-agama dan Rekonsiliasi, Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2005

E.G. Homrighansen, Pendidikan Agama kristen, Jakarta:BPK Gunung


Mulia, 1985.

I Kraemer, Theologi Kaum Awam, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1981.

Harold Coward, Pluralisme tantangan bagi agama-agama, Jogjakarta: Kanisius, 1989.

H. Hamka Haq, Damai Ajaran Semua Agama, Makasar: Yayasan AL- AHKAM, 2004.

Hartman dan Stherland, Pedoman Pemuridan, Bandung:Kalam Hidup,1976.

Iris V. Cully, Pendidikan Kristen Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1993.

JB Banawiratma, Iman, Pendidikan dan Perubahan Sosial, Jogjakarta: Kanisius, 1993

John. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen, Bandung: Generasi Info Media, 2007

John M. Nainggolan , PAK dalam Masyarakat Majemuk, Bandung : BMI 2006

Th. Sumarthana, Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogjakarta: Interfidei, 2005.

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005

Anda mungkin juga menyukai