Anda di halaman 1dari 24

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENJELANG REFORMASI

Reformasi Protestan persis pada abad ke-16 boleh diumpamakan dengan pengalaman
hidup pada lereng gunung api. Setiap hari para penghuni daerah itu menggarap tanah,
mengerjakan urusan rumah tangga, menjual beli dst. Mereka sadar akan tanda-tanda di bawah
muka bumi yang menyatakan kehadiran kekuatan dahsyat yang siap melepaskan diri, tetapi
mereka tidak mengetahui waktu yang persis kapan akan terjadi letusan yang mengancam
hidup itu. Sampai waktu itu, mereka terus bekerja.
Demikianlah pula keadaan di Eropa Barat menjelang permulaan gerakan yang dikenal
sebagai Reformasi. Jauh sebelum keutuhan Gereja Abad Pertengahan pecah pada awal abad
ke-16 di Jerman, sudah nampak kehadiran sejumlah gerakan, penemuan dan munculnya
perbedaan berpikir yang menyatakan keberadaan kekuatan-kekuatan serbawarna di bawah
permukaan masyarakat yang akan membinasakan tatanan lama, Kesatuan gereja dan
masyarakat yang dipegang sebagai pokok iman mutlak akan dipecahkan dengan cara yang
mustahil dibayangkan sebelumnya.
Bab ini akan membahas dua pokok yang perlu dipahami sebagai persiapan membahas
pendidikan agama Kristen pada masa Reformasi dalam Bab VI yang menyusul:
A) Lingkungan Luas Masyarakat Eropa Barat Menjelang Reformasi,
B) Pikiran Pedagogis Desiderius Erasmus jembatan antara Gereja Abad Pertengahan dengan
Reformasi itu sendiri.

A. Lingkungan Luas Masyarakat Eropa Barat


Pertama-tama, dengan penemuan serbuk mesiu beserta penggunaannya dalam
peperangan di Eropa Barat, dasar kekuatan militer yang berporos pada tatanan
keksatriaan tersebut akan dihancurkan Misalnya, seorang petani yang tidak terpelajar,
apabila dilengkapi dengan sepucuk bedil dapat menembak mati seorang ksatria yang
berbaju baja. Begitu pula keamanan benteng berbatu terancam.
Dengan meriam dalam tangan musuh, seorang bangsawan di balik tembok
bentengnya mustahil mempertahankan diri lagi. Dampaknya, zaman feodalisme
sedang berlalu. Dengan penghancuran benteng-benteng milik kaum bangsawan
nampaklah kota merdeka, khususnya di Eropa Utara, umpamanya, Bruges, Antwerp
dan Ghent di Belanda dan kota Hamburg, Lubeck, Koln, Mainz dan Strassburg balik
antara dua pihak bangsawan dan petani (hamba), melainkan berubah menjadi
perdagangan dan pengolahan. Di kota-kota tersebut sifat memprakarsai sesuatu yang
baru amat dihargai. Begitu pula bekerja secara kreatif, padahal dalam sistem
feodalisme justru sifat-sifat demikian cenderung mengancam tatanan yang sudah
mapan. Selain itu, di kota-kota kemakmuran dihasilkan melalui sistem pemerintahan
merdeka. Peraturan- peraturan sendiri ditentukan oleh sebagian penghuninya
berdasarkan prestasi dan pendapatan dan bukan menurut status sosial yang
diwariskan perkembangan struktur baru dalam masyarakat, yaitu kota di Jerman.
Dasar hidupnya bukan lagi sistem kesetiaan timbal turun-temurun.
Mengalihkan perhatian kita dari perkembangan di Eropa Utara ke arah selatan,
pada abad ke-15 dan ke-16 kita jumpai orang-orang Portugis Spanyol beranian yang
mengagumkan. Prestasi gemilang mereka memperluas ufuk pemikiran orang-orang
Eropa.
Membangun atas pengetahuan baru yang dikumpulkan tentang dunia ini dari
sejumlah penjelajah bangsa-bangsa tersebut, para penjelajah Inggris, Belanda dan
Perancis pun menambah pengetahuan tentang tempat dan bangsa asing, dan agama
lainnya yang dianut dari kepunyaan bangsa-bangsa Afrika dan Asia mulai mengalir
ke pasaran dan Italia yang terlibat dalam penjelajahan geografis dengan ke- warga
bukan Eropa. Sebagai akibatnya, kekayaan yang dirampas Eropa. Di Sejajar dengan
semua perkembangan itu, orang-orang Eropa itu tertarik saja!! sekali pada berita
"aneh" yang disebarluaskan oleh para penjelajah itu Dunia ini pun perlu diperhatikan
dan bukan hanya dunia di seberang Pada zaman yang sama, khususnya di Spanyol,
Portugal, Belanda, Inggris dan Perancis, para penghuni negeri itu mulai menganggap
diri warga negara negeri masing-masing dan bukan lagi warga negara dari salah satu
kota atau bagian kecil dari daerah lain. Dengan kata lain, kesamping itu, pentingnya
perdagangan semakin meningkat.
Kesadaran akan nasionalisme semakin berkembang. Untuk berpikir sebagai seorang
Perancis atau Spanyol umpamanya, cenderung lebih berharga ketimbang identitasnya sebagai
seorang Kristen. (Kesadaran serupa tidak timbul di Jerman dan Italia sebelum bagian terakhir
dari abad ke-19!)
Pada zaman itu dunia yang dinikmati para pemimpin gereja dan masyarakat
tergoncang pula karena yang berdampak luar biasa, yaitu orang menemukan rahasia membuat
kertas dan mesin cetak yang memakai huruf-huruf teknologi membuat kertas itu telah
dipinjam dari Cina yang sudah mengenal penemuan dua duamacam teknologi Memang
teknologi lepas itu beberapa abad sebelumnya, tetapi orang-orang Cina tidak menyadari
maknanya.
Dengan kedua penemuan itu keterangan yang berasal dari satu tempat disebarluaskan secara
pesat ke semua pelosok. Sebelumnya setiap buku harus ditulis dengan tangan pada bahan
tulis yang dibuat dari kulit hewan atau pun dari batang atau daun macam-macam tumbuhan.
Jadi, semua bahan tertulis amat mahal ongkosnya dengan jilid- jilid yang tersedia demikian
terbatas sekali jumlahnya. Tetapi keadaan itu berubah ketika pada abad ke-12 dan ke-13 di
Spanyol. Italia, Perancis dan Jerman sejumlah orang mendirikan "pabrik" pengolahan kertas
dari kain bekas.
Perkembangan proses itu jauh lebih penting lagi kalau diingat bahwa pada tahun 1438
di Mainz, Jerman, Yohanes Gutenberg membuat mesin cetak yang mempergunakan huruf-
huruf lepas. Memang, sebelumnya sudah ada mesin cetak tetapi semuanya memakai sebuah
blok kayu. Di atasnya dicukil rupa setiap huruf. Tentu saja prosesnya memakan tenaga dan
waktu banyak. Semuanya itu hanya berguna untuk satu karya cetak saja. Ketika pencetak
ingin mencetak buku berjudul lain. kata-kata untuk setiap halamannya perlu dicukil baru.
Penemuan Gutenberg lain sekali sifatnya. Dia mampu memisahkan semua komponen proses
dan kemudian menggabungkannya kembali dalam bentuk baru. Sebagai ganti mencukil setiap
huruf pada blok kayu, Gutenberg membuat acuan bagi setiap huruf lepas. Kedalam acuan
tersebut dituangi logam cair. Lantas setiap huruf yang dibuat demikian dapat dipindahkan ke
huruf pada blok acuan tersebut dituangi logam halaman manapun juga. Dengan
mempergunakan huruf-huruf logam yang tajam akan tahan lebih lama ketimbang huruf yang
dicukil dari kayu. Sungguh pun mesin cetak buatan Gutenberg bergantung pada tenaga
manusia, namun karya cetakan yang tersedia jumlahnya semakin bertambah. Sebagai
akibatnya setiap eksemplar jauh lebih murah harganya. Di dalamnya pula tersirat
penambahan sumber pengetahuan bagi lebih banyak pembaca. Dulu, hanya kaum elit kaya
yang mampu memiliki naskah yang ditulis tangan ataupun buku cetakan gaya lama. Boleh
dikatakan hak membaca telah didemokrasikan. Jadi, baik Alkitab (yang merupakan buku
yang dicetak pada pertama kalinya) maupun buku bukan agamawi dapat dibaca oleh lebih
banyak orang. Sebagai akibatnya lebih banyak orang didorong untuk belajar membaca agar
mampu mempertimbangkan gagasan-gagasan yang sedang disebarluaskan.
Pada zaman itupun muncullah penemuan intelektual yang tidak kalah Umpamanya,
tidak ada karya yang lebih mengejutkan kepentingannya dari pada penemuan seorang ahli
ilmu bintang Polandia bernama Kopernikus (1473-1543). Sebagai akibat pengamatan dan
perhitungannya dan bukan karena kekuasaan gereja, Kopernikus menarik kesimpulan bahwa
justru mataharilah yang merupakan pusat alam semesta dan bukan bumi, seperti yang sudah
lama dipikirkan demikian. Kopernikus membuktikan bahwa bumi berputar pada porosnya
dan serentak berputar mengelilingi matahari. Tetapi karena takut akan tanggapan dari pihak
para pemimpin gereja khususnya, dia tidak menerbitkan bukunya sampai sudah lanjut
usianya. Tepat pada saat mengembuskan nafas terakhir, pada tanggal 24 Mei 1543, penerbit
mengirimkan bukunya yang revolusioner kepadanya. Meskipun secara teknis penemuan itu
belum diterbitkan sebelum api Reformasi berkobar, namun gaya berpikir yang nampak dalam
diri Kopernikus sudah merupakan awal bagian dari suasana intelektual yang turut
memungkinkan terjadinya Reformasi pada abad ke-16 dan bukan sebelumnya.
Reformasi disiapkan juga oleh gerakan humanisme yang berkembang pada abad ke-
15 di Italia dan disambut baik di tempat lainnya, khususnya di Belanda. Para humanis
bermaksud mempelajari naskah-naskah kuno dalam bahasa Yunani dan Ibrani karena ingin
mementingkan martabat manusia sebagai diri manusia dan bukan sebagai obyek keselamatan
saja. Mereka ingin menggabungkan kesalehan yang berakar dalam iman Kristen dengan cita-
cita Yunani yang mementingkan manusia, yaitu kemerdekaan dan kepentingannya bagi
dirinya sendiri, kehausan memperoleh pengetahuan, usaha mencari gaya hidup yang
digembleng sesuai dengan keyakinan pribadi dan bukan yang ditentukan oleh kekuasaan
lembaga insani manapun juga termasuk lembaga gereja. Dengan kemampuan membaca
naskah kuno, khususnya karya tulis Aristoteles dalam bahasa aslinya dan bukan lewat
terjemahannya dalam bahasa Latin yang dibuat dari terjemahan berbahasa Arab, para sarjana
humanis menemukan perbedaan mencolok antara terjemahan Latin dan karya aslinya.
Bertitik tolak dari penelaahan karya pengarang Yunani kuno, para humanis pun mulai
mengumpulkan naskah Alkitab Yunani dan Ibrani agar memperbandingkannya dengan
terjemahan dalam bahasa Latin, versi resmi yang dipegang oleh Gereja Katolik Roma.
Pokok ini akan dibahas lebih terinci lagi dalam pembahasan sumbangan Erasmus.
Sebelum gerakan humanisme timbul, karena ketidakpuasan sejumlah sarjana atas
penyelewengan yang nampak dalam gereja, antara lain, sudah ada gerakan yang bermaksud
memperbarui gereja melalui pendirian sejumlah ordo biarawan dan biarawati, misalnya ordo-
ordo seperti Fransiskan, Dominian, Augustinian, Sistercienser, Karthusianer. Semua ini
ingin memperbarui gereja dari dalam tanpa mempersoalkan kekuasaan paus. Tetapi ada juga
orang-orang yang menganggap penyakit dalam tubuh gereja itu sudah terlampau parah
sehingga mustahil disembuhkan dengan perubahan dangkal saja.
Di Inggris, seorang pastor bernama Yohanes Wycliffe (1330-1384) amat ragu-ragu terhadap
kekuasaan paus sehingga dia menarik kesimpulan bahwa sumber penyakit parah itu terletak
pada lembaga kepausan itu sendiri. Wycliffe cenderung mengutamakan pokok pengalaman
pribadi iman Kristen ketimbang unsur dogmatisnya. Lebih lanjut, baginya penyembuhan
gereja tidak mungkin terjadi sebelum para warga jemaat diperbolehkan turut beribadah dalam
bahasa daerahnya. Dia menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggeris. Dengan alat baru
yang tersedia itu. dia mendidik pula sejumlah penginjil untuk berkhotbah dalam bahasa
Inggeris. Minatnya terhadap Alkitab dalam bahasa Inggris berporos pada keyakinan bahwa
justru Alkitab itu sendiri berkuasa mutlak dalam persekutuan Kristen dan bukan lembaga
insani apapun Bertindak atas keyakinan itu Wycliffe meninggalkan jalan menuju pembaruan
gereja dan sebaliknya mulai mengecam dasar kekuasaan kepausan itu sendiri. Pandangannya
dikutuk oleh sidang di kota Oxford dengan keputusan Wycliffe perlu dibungkamkan.
Pada tahun 1384 dia menderita serangan jantung dan meninggal. Jenazahnya
dikebumikan di Lutterworth, tetapi sesuai dengan keputusan Konsili di Konstans pada tahun
1415 yang disebutkan di atas, kuburnya disuruh bongkar Jenazahnya dikeluarkan dibakar
habis dan abunya dibuang ke dalam sungai Swift sebagai lambang penolakan pandangannya
secara menyeluruh oleh gereja.
Apa yang terjadi di Inggris atas diri seorang penentang nilai-nilai agamawi yang
dipegang secara umum, cenderung diulangi terus-menerus sepanjang sejarah, tetapi dengan
hasil yang berbeda-beda dari yang dulu dipikirkan oleh para penguasa yang turun tangan
sebagai hakim Pelajaran Yang sulit diperoleh dari pengalaman seseorang seperti Wycliffe,
walaupun hukuman berat bahkan kematian pun dapat dijatuhkan atas diri seseorang, namun
gagasan-gagasan serupa akan muncul lagi di tempat dan dalam bentuk lain. Justru pokok
inilah yang nampak di negeri Ceko yang letaknya jauh sekali dari Inggeris menurut jarak
kilometernya, tetapi amat dekat dari sudut pemikiran yang memeluk gagasan Yohanes
Wycliffe, yaitu: Yohanes Hus, seorang Rektor pada Universitas Praha.
Hus mengecam keras sejumlah ajaran teologis yang dianggap mendarah-daging
kehidupan Gereja Katolik Roma, misalnya surat indulgensi, keperluan mengakui dosa di
depan seorang imam demi keselamatan pribadinya, dan kebaktian Misa yang dirayakan
khusus untuk seorang yang sudah meninggal. Balasan yang dikeluarkan uskup agungnya
memerintahkan agar semua karya tertulis Wycliffe, milik Universitas Praha, dibakar habis di
depan umum. Hus mengirim surat mohon pertolongan kepada sang Paus, yang pada
gilirannya memanggil Hus berdiri di depannya ketika akan bersidang di kota Bologna, Italia.
Tetapi perintah itu ditolak Hus dengan akibat surat penahbisannya dibatalkan. Lebih berat
dari sudut warga jemaat di Bohemia, keselamatan semuanya terancam dengan selembar
interdikt yang sama seperti yang dikeluarkan Paus Gregorious VII dalam pergumulannya
melawan Raja Henri pada tahun 1077. Raja Wenceslas memahami dampaknya atas diri para
warganya sehingga dia mendesak Hus untuk mengucapkan iman ortodoks kembali. Usaha itu
berhasil, tetapi segera kemudian pengakuan tersebut dikesampingkan dan Hus menggiatkan
kecamannya terhadap ajaran dan praktek gereja yang berporoskan Roma.
Namun kita masih dapat memují ketabahan hatinya, tanpa memihak siasatnya
menentang paus. Tetapi dalam pergumulan yang tidak berimbang itu persenjataan ketabahan
hati kurang cukup! Hus diperintahkan paus menghadiri Konsili di Konstans. Tentu saja Hus
ragu-ragu atas keamanan diri pribadinya kalau taat pada perintah itu. Dia merasa lebih aman
di tanah airnya ketimbang pergi jauh ke kota asing. Akhirnya dia rela menghadiri Konsili
tersebut hanya karena Raja Sigismund, Kaisar Kerajaan Romawi Suci, menjamin
keselamatannya, suatu jaminan yang kosong artinya. Sehabis pemeriksaan perkaranya,
Konsili menjatuhkan vonis: Hus harus dibakar hidup- hidup. Keputusan tersebut menyokong
kemerdekaan Delapan puluh tiga tahun kemudian di kota Firenze, Italia. hasrat memperbarui
gereja menyebabkan seorang lagi korban, yaitu Savonarola (1452-1498) dari Ferrara. Ada
seorang pemuda yang patah hati karena tawaran cinta kasihnya ditolak seorang gadis. Dia
merasa dunianya sudah runtui dan tanpa harapan lagi. Bertindak atas persepsi keliru itu,
walaupun tidak dapat tidak dikutuk oleh siapa saja yang agamawi, memang dapat dimaklumi,
dia melarikan diri dari kampung halaman orang- tuanya dengan maksud secara diam-diam
mencalonkan diri menjadi seorang biarawan, Ordo Dominikan. Sehabis masa percobaannya,
dia diutus pergi berkhotbah di kota asalnya. Tetapi karena perang yang berkobar di sana,
tidak lama sesudah berkhotbah tanpa hasil yang mengesankan dia meninggalkan posnya dan
pergi ke kota Firenze. Selama sepuluh tahun dia menjadi penghuni biara Santo Markus. Baru
pada tahun 1491, suara dan amanatnya menarik perhatian para warga Firenze. Yang ingin
mendengar khotbahnya sedemikian banyak jumlahnya sehingga dia perlu pindah tempat
berkhotbah ke mimbar katedral.
Seperti Yohanes Pembaptis, dalam khotbahnya dia berseru kepada para pendengarnya
agar bertobat serta mengubah gaya hidup sesuai dengan Injil karena hukuman Allah sudah di
ambang pintu. Lantas dia dipilih menjadi kepala biara Santo Markus. Sementara itu, kota
Firenze sendiri diserang tentara Perancis dengan akibat keluarga Medici yang sudah lama
memainkan peranan utama dalam urusan politisnya terpaksa lari dari kota. Untuk mengisi
kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan mereka, Savonarola dipilih memimpin
pemerintahan. Selama jangka waktu lima tahun dia memerintah dengan kekuasaan mutlak,
dia menjadi seorang diktator. Di bawah pengaruh khotbahnya yang berapi-api, banyak sekali
para warga laki-laki dan perempuan yang mengubah gaya hidup agar menjadi jauh lebih
sederhana. Mutu moralitas di kota Firenze semakin tinggi.
Pada puncak kekuatannya, dia mampu menentang paus dan masih tetap hidup
kemudian. Tetapi berangsurangsur musuhnya, baik yang berasal dari pihak kepausan maupun
sesama warganya di Firenze sendiri menggabungkan kekuatan untuk mengalahkan pihak
Savonarola. Dia ditangkap, diadili dan dijatuhi vonis yang sudah dapat diramalkan. Dia
digantung sampai mati dan jenazahnya dibakar. Sunggupun isu pembaruan gereja dan politis
dicampur baurkan, namun terdapat kemungkinan besar bahwa Savonarola dapat mati secara
damai di tempat tidurnya kalau dia tidak menentang kekuasaan paus. Jadi tidak keliru untuk
menyimpulkan bahwa usaha memperbarui gereja gagal lagi.')
Wycliffe, Hus dan Savonarola menunjuk kepausan sebagai sumber pokok penyakit
rohani yang merajalela dalam gereja, tubuh Kristus. Dengan memilih siasat menentang
lembaga kepausan secara langsung, nasib buruk mereka hampir pasti. Mereka masing-masing
sebagai orang pribadi saja ditentang oleh semua kekuatan, dana dan sarana yang tersedia dari
segi lembaga kepausan yarg sangat berwibawa di EropaBarat. Jadi, kekuatan yang dapat
dikumpulkan masing-masing pihak tidak berimbang. Kekuatan pribadi yang tidak disokong
oleh lembaga mustahil menang. Itulah pelajarannya.
Siasat lain lagi dipelopori Gerhard Groote (1340-1384) di Belanda walaupun dia sadar
akan penyelewengan yang didorong oleh kebijaksanaan kepausan atau paling tidak dibiarkan
terjadi. Tetapi berbeda dengan ketiga syahid tersebut, Groote memusatkan perhatian atas
usaha memperbarui gereja setempat dengan memperbarui mutu kehidupan para warga, baik
secara rohani maupun jasmani. Dari segi hasilnya kemudian, barangkali tidak ada usaha
pembaruan yang bertahan lama dan lebih berpengaruh daripada gerakan yang dipelopori
Groote, yaitu Persaudaraan Hidup Bersama (Brethren of the Common Life).
Groote lahir dalam keluarga pedagang yang makmur di kota Deventer. Belanda. Di
samping urusan perdagangan, ayahnya seorang anggota dewan kota praja Deventer juga.
Ketika berumur 10 tahun kemalangan sangat berat berupa kematian ibu dan ayahnya jatuh
atas diri Groote karena wabah "Maut Hitam". Pamannya, Yohanes Ockenbroeck, menjadi
walinya. Karena dia lahir dalam keluarga yang agak kaya, baginya semua pintu persekolahan
terbuka. Pada umur 18 tahun, dia tamat dari Fakultas Hukum Universitas Paris dengan gelar
M.A. Lantas, dia mempelajari teologi selama dua tahun. Pada tahun 1359 dia kembali lagi ke
Deventer, tetapi sekarang bukan lagi sebagai seorang anak piatu melainkan sebagai dosen.
Sungguhpun dia tidak pernah ditahbiskan menjadi imam, pada tahun 1362 dia diangkat
menjadi kanon, seorang pejabat katedral entah awam atau imam. Jemaatnya, Santa Maria ada
di kota Aachen, Jerman. Honorarium ia terima dari katedral ditambah lagi dengan pendapatan
dari keuskupan Utrecht atas perintah paus. Kira-kira tiga tahun kemudian, dia kembali lagi ke
Deventer sebagai seorang yang sudah berubah secara radikal. Milik, jabatan dan
pendapatannya, singkatnya gaya hidup mewah, semuanya ditolak demi gaya hidup sangat
sederhana. Pertobatan yang demikian terjadi dalam tiga tahap, menurut para sarjana.
Tahap pertama Groote mengalaminya ketika di tengah jalan ditantang oleh seorang
mistis yang menasihatkannya membuang semua miliknya yang tidak berarti. Tahap kedua
terjadi ketika dia jatuh sakit parah bahkan nyaris meninggal di Deventer dan diyakinkan oleh
para nya, seorang imam, untuk membakar habis semua buku magis yang dipunyainya, lantas
menerima Sakramen Misa. Akhirnya, pertobatan ditetapkan lagi sebagai hasil pembicaraan
dengan seorang teman, Henn Kalkar. Pergi keluar tempat pertemuannya, Groote menolak
semua harta benda dan pendapatannya. Dia sedang dipersiapkan bagi pelayanannya yang
utama. Dengan jiwa yang terisi Roh Kudus, Groote mulai berkhotbah. Isi berita dan mutu
kehidupannya mulai menarik perhatian banyak orang. Tidak lama kemudian sejumlah
biarawan dan imam memprotes uskup. untuk melarang orang yang belum ditahbiskan
berkhotbah. Groote taat kepada uskupnya sambil naik banding kepada Paus Urban VI.
Sayang, keputusan Paus yang membatalkan surat larangan dari uskup tadi tidak sampai ke
Groote sebelum dia meninggal karena wabah Maut Hitam yang sama seperti orangtuanya
dulu. Tetapi sebelum wafat ia sudah mendirikan persekutuan orang yang berjanji hidup
bersama dengan maksud berdoa bersama, makan bersama, saling mendukung, tetapi tanpa
menolak dunia. Bertitik-tolak dari gaya hidup kaum rasul pada zaman Perjanjian Baru,
Groote berseru kepada para biarawan, pastor dan awam, baik laki- laki maupun perempuan
untuk mengabdikan diri masing-masing kepada Kristus, dalam arti berdoa, mempelajari
bahan tertulis yang menambah pengetahuan di samping memperdalam mutu kehidupan
rohani. Kalau mereka ingin masuk ke rumah persaudaraan, maka keputusan itu akan
melibatkan mereka dalam pelayanan terhadap kaum miskin dan murid. Tetapi mereka wajib
mencari rezekinya sendiri; mereka tidak hidup dengan meminta-minta. Di antara semua rupa
pelayanan mereka tidak ada yang lebih mengesankan daripada sekolah yang didirikan dan
pendidikan bermutu yang berlangsung di dalamnya. Pendidikan itu diarahkan kepada anak-
anak warga biasa dan bukan dari kaum atas. Oleh karena itu bahasa daerah dipakai sebagai
sarana mendidik.
Vak agama menerima perhatian khusus, tetapi bukan hanya sebagai salah satu vak di antara
vak-vak lainnya. Agama disatu-padukan dengan semua vak secara wajar. Metode berlatih di-
terapkan tetapi hanya sesudah pokok tertentu dijelaskan dan hasilnya ialah bahwa anak didik
tidak lelah dan minat mereka dipertinggi. Sebelum ada pengertian berdasarkan penyelidikan
teliti dalam ilmu jiwa seperti yang terjadi pada dunia modern kita, para guru Persaudaraan
Hidup Bersama sudah mengajar berdasarkan usaha memahami setiap anak. Mereka mencapai
disiplin tanpa kekerasan. Kepentingan bekerja dalam kelompok diutamakan secara khusus.
Anak didik tidak naik tingkat secara otomatis bersama dengan anak-anak lainnya. Setiap anak
naik tingkat sesuai dengan prestasi dan kesanggupannya. Dengan cara itu ketakutan gagal
dikurangi, begitu pula perasaan bersaing. Jadi, setiap anak dihormati sebagai pribadi dan
bukan sebagai anggota suatu kelompok tertentu saja. Ketika anak- anak kembali ke asrama,
mereka menerima bimbingan rohani lebih pribadi lagi.
Selama jangka waktu 200 tahun, Persaudaraan Hidup Bersama itu mendirikan ratusan
sekolah dan untuk beberapa kota di Eropa Utara hampir semua sekolah lanjutan atas adalah
milik Persaudaraan itu. Di antara tamatannya terdaftar nama orang-orang yang kemudian
ternama, misalnyaBucer, Agricola, Paus Adrian VI, Kardinal Nikolas dari Kusa, Tomas a
Kempis, Erasmus, Yohanes Sturm, pendiri sekolah ternama di Stras bourg, dan Yohanes
Calvin. Tomas itu mengarang buku rohani yang dihargai sebagai buku klasik, yaitu Imitatio
Christi (Meniru Kristus). Selain dari Alkitab, tidak ada buku manapun juga yang begitu
berpengaruh dalam sejarah kesalehan Kristen. Di kemudian hari Erasmus tidak memuji
pengalamannya selama duduk pada bangku sekolah milik Persaudaraan Hidup Bersama,
namun justru di sana dan bukan tempat lainnya dia memperoleh perlengkapan dasariah dan
ilham yang turut menolongnya menjadi seorang sarjana cerdas.
Dengan kata penghargaan yang menyusul, Eby, salah seorang sarjana pendidikan
ternama di Amerika, menilai tinggi sumbangan persekolahan yang berlangsung di bawah
pengawasan Persaudaraan Hidup Bersama itu: (Mereka) memprakarsai satu-satunya
pembaruan yang selama abad ke-15 bertahan lama. Mereka memperbaiki Vulgata [Alkitab
dalam bahasa Latin karya ternama dari Hieronimus], menerjemahkan kebanyakan kitab dari
Alkitab ke dalam bahasa daerah, menyebarluaskan ribuan bagian Alkitab dan karya rohani
lainnya, memperbarui pendidikan dan buku-buku pelajaran, menghiburkan yang menderita,
memberikan makanan kepada yang lapar, menyediakan tempat penginapan bagi anak didik
berbakat walaupun miskin, dan mempergiatkan penulisan karya sastra yang dapat
digolongkan sebagai karya sastra paling bermutu dari zaman itu , Tetapi sumbangannya yang
paling berdampak berkaitan dengan pem- baruan pendidikan agama Kristen. Sungguhpun
Persaudaraan itu menentang semua usaha untuk memisahkan diri dari Gereja, Sang Ibu, dan
gaya melayani yang mereka amalkan menerima pyrsetujuan jelas dari kepausan, namun
tindakan memperbarui yang mereka laksanakan turut memperlancar pemberontakan
Protestan.)
Berdasarkan seluruh penemuan, gerakan, usaha menuju pembaruan gereja, keinginan
para sarjana kembali lagi pada sumber asli dari karya Ibrani dan Yunani, dan pendirian
sekolah bermutu, tidak mengherankan bahwa zaman tersebut dinamakan Renaisams,
kelahiran kembali. Di antara semua suara ternama yang turut melibatkan diri dalam gerakan
bersemangat itu, di sini kita akan membahas satu saja, yaitu Erasmus dari Rotterdam. Sebagai
seorang Renaisans, seyogianya dia lebih suka damai ketimbang pergumulan pada
meneruskan seorang Renaisans, seorang humanis. Dialah mata rangkai yang menghubungkan
masa Renaisans/Gerakan Humanisme dan Reformasi. Sekaligus pula, dia dibujuk, baik oleh
Gereja Katolik Roma maupun oleh para pemimpin Reformasi, panggung politis gerejawi. Dia
lebih suka penyelidikannya dalam naskah-naskah kuno. Singkatnya, dialah seorang
Renaisans, seorang humanis. Dialah mata rangkai yang menghubungkan maa dengan
renaisans/ gerakan humanisme dan reformasi. Sekaligus pula, dia dibujuk baik oleh gereja
khatolik roma maupun oleh oleh para pemimpin reformasi, Khususnya Luther, tanpa
memihak salah satunya dengan dukungan sungguh-sungguh. Akibatnya dia dicurigai oleh
kedua pihak yang masih mengharapkan jasa baiknya.
Sekarang kita berpaling pada pembahasan sumbangan beraneka ragam yang berasal dari
akal Erasmus, khususnya sumbangan terhadap pendidikan dan pendidikan agama Kristen.
sungguh. Akibatnya, dia dicurigai oleh keduanya.
B. Desiderius Erasmus dari Rotterdam (1466-1536)
Seluk-beluk masa kanak-kanak Erasmus masih kabur. Rupanya dia lahir pada tanggal 27
Oktober tahun 1466 di kota Rotterdam. Orangtuanya tidak kunjung menikahi ibunya karena
ayahnya seorang imam. Meskipun ayah dan ibu sudah hidup bersama. Rupanya hal ini sudah
lama berlangsung, sebab ja telah memiliki kakak laki-laki yang berumur tiga tahun lebih tua
daripadanya. Sepanjang hidupnya ia merasa malu, karena ia tidak lahir dalam keluarga
"normal". Ketika berumur sembilan tahun dia belajar di sekolah Persaudaraan Hidup
Bersama di Deventer seperti yang dicatat di atas. Dia bersama kakaknya belajar di sana
sampai ibunya wafat, Tidak lama kemudian ayahnya menyusul ke dunia maut. Sayangnya,
dana warisan yang ditinggalkan kepada kedua anak piatu itu tidak diurus secara bertanggung
jawab oleh wali mereka, yang mengakibatkan Erasmus dan kakaknya hidup melarat. Tetapi
keadaan itu gagal memadamkan api hasrat belajarnya. Untuk memperoleh kesempatan
bersekolah, dia merasa terpaksa mencalonkan diri menjadi seorang biarawan. Masa
percobaannya dimulai pada biara Ordo Augustiniuan di Steyn, tetapi dia tidak tinggal lama
karena kepadanya ditawarkan kesempatan menjadi juru tulis dalam kantor uskup Kambrai.
Pada tahun 1492, Erasmus ditahbiskan menjadi seorang imam, walaupun dia tidak
pernah bermaksud melayani jemaat setempat. Dengan maksud menyempurnakan
pengetahuannya tentang teologi dia pergi ke Paris. Di samping mengikuti kuliah dia
merangkap jabatan pengajar pribadi bagi putra-putra yang berasal dari keluarga kaya di
Inggeris. Pengalaman itu menghasilkan keuntungan sampingan, kemudian berupa pendapatan
seumur hidup yang diberikan kepadanya oleh Yang Mulia Montjoy, salah satu pelajar yang
dulu belajar di bawah bimbingan Erasmus. Rupanya, dalam pemberian tersebut tersirat pula
kesaksian terhadap keahlian Erasmus sebagai guru. Tujuan pokok meraih gelar Doktor
Teologi tidak berhasil karena kesulitan menyesuaikan diri dengan pendekatan kaku yang
terdapat pada Universitas Paris itu. (Tetapi di kemudian hari Teologi dari Universitas Turin di
Italia). Di tengah-tengah perasaan kecewa yang dialaminya, kebetulan dia berkesempatan
membaca buku yang dikarang oleh seorang humanis. Gaya berpikir yang nampak di
dalamnya me- menuhi sebagian dari keinginan yang diharapkannya dari dunia kesarjanaan,
hasrat Paris menerima gelar Doktor yang sama sekali tidak dipuaskan oleh isi kuliah di
Universitas dan gaya mengajar para dosennya. Dia bepergian ke Italia. Di sana Erasmus
bertemu dengan paus yang membebaskannya dari sumpah masuk Ordo Dominikan.
Ufuk pemikirannya diperluas lagi sebagai akibat undangan mengunjungi negeri Inggris.
Khususnya, dia menikmati persahabatan dengan Yang Mulia Thomas More, seorang sarjana
yang merangkap pejabat tinggi dalam pemerintahan Raja Henry VIII, tetapi dari segi dampak
yang langsung atas kehidupan Erasmus harus disebutkan nama John Colet. Oleh temannya ini
Erasmus ditantang mengabdikan diri pada dunia kesarjanaan Perjanjian Baru dan bukan lagi
pada karya-karya klasik Yunani-Romawi kuno. Reaksinya menerima tantangan menarik
tersebut, mirip dengan tindakan-tindakan begitu banyak orang ternama lainnya, misalnya
Musa, Amos, Yeremia, Augustinus. Dia memprotes bahwa dia belum diperlengkapi bagi
tugas seberat itu. Namun bibit kecil telah ditanamkan dalam lahan subur pikirannya. Sebentar
lagi Erasmus menyempumakan pengetahuannya dalam bahasa Yunani. Gaya ucapan yang
ditemukan dalam karya pengarang kafir menyita perhatian Erasmus sedemikian rupa
sehingga dia merasa dirinya terdorong mencari naskah-naskah Perjanjian Baru yang paling
asli. ayat-ayat tertentu dengan ayat-ayat sama yang terdapat dalam naskah lainnya sampai dia
memperoleh bukti yang meyakinkan tentang isi asli dari ayat-ayat tersebut.
Di antara judul lain lagi yang dikarang Erasmus dapat disebutkan, Moriaa encomium
(Pujian Oleh Si Bodoh) yang secara satiris mengecam kebodohan yang nampak dalam
sejumlah jabatan masyarakat. Dengan judul Moriae itu dikatakan bagaimana Erasmus sedang
bermain dengan nama teman Inggris Yang Mulia Thomas More yang disebut di atas. Sebagai
pendidik oikumenis, Erasmus mengarang karya penting lainnya pula. Yang pertama ialah
Enchiridion miitis Christiani (Buku Pegangan bagi Seorang Ksatria Kristen). Di dalamnya
Erasmus mengemukakan pentingnya pengetahuan Alkitab bagi setiap warga Kristen. Pada
tahun 1516, dia mengarang buku yang berjudul, Pendidikan bagi Seorang Pangeran Kristen
yang merupakan kecaman tersirat terhadap buku yang dikarang Machiavelli, yaitu Sang
Penguasa yang diterbitkan tiga tahun sebelumnya. Karya Machiavelli itu mempertinggi
prinsip berhasil tidaknya siasat tertentu sebagai tolok ukur satu-satunya bagi seorang
pemimpin peerintahan, sedangkan Erasmus mengutamakan kebijaksanaan yang mendukung
kemakmuran bagi setiap warga sebagai tugas pokok pemerintah. Setiap perang yang tidak
mempertahankan hak-hak asasi manusia sebenarnya melawan gaya bertindak Yesus sendiri.
Untuk menolong para pelajar agar lebih tertarik pada studi bahasa Latin, dia mengarang
buku yang berjudul, Colloquiorum Formulae (Bentuk-bentuk Percakapan). Isinya terdiri atas
sejumlah dialog dramatis yang membahas masalah sosial secara jenaka dan kritis.) Pada saat
nasionalisme semakin mengklaim kesetiaan kebanyakan warga Eropa Barat, Erasmus ingin
menjauhkan diri dari setiap macam belenggu yang cenderung membatasi kemerdekaannya
secara pribadi ataupun merendahkan status setiap orang, entah yang kuat atau lemah.
Dengan penglihatan yang sebegitu luas itu, Erasmus adalah seorang oikumenis sebelum
istilah itu dikenal secara umum. Demikianlah Bainton menamakannya, Erasmus dari
Kekristenan, yaitu judul bahasa Indonesia untuk sumber yang baru dikutip. Kita tidak keliru
apabila membayangkan kepuasan Erasmus dengan julukan itu! Kalau Erasmus tidak mau
diletakkan dalam kotak tertentu, entah negara, entah gereja, entah jabatan apa pun, maka
masih terdapat satu panggilan hidup yang tidak membatasi kemungkinannya bergerak, yaitu
"pendidik" yang khusus oikumenis.
1. Erasmus, Pendidik Oikumenis
Sungguhpun namanya tidak termasyhur karena kuliah yang dibawakannya pada
universitas seperti Thomas Aquino, namun dia berhak dinamakan pendidik. Dinding ruang
kelasnya seluas jangkauan karangannya yang mencakup pendahuluan pada naskah kuno yang
dieditnya dan buku- buku, artikel-artikel dan surat-menyurat. Memang, pikiran yang nampak
di dalamnya jarang orisinal, tetapi sifat itu tidak mengurangi pentingnya sumbangannya
sebagai pengajar. Beginilah penilaian Bainton, "Dia tidak berkeinginan menjadi seorang
pengarang ataupun sarjana yang kreatif. Peranannya bukan untuk menjadikan sesuatu,
melainkan untuk menyampaikan kepada para pembacanya hikmat yang berasal dari para
pelihat dan anugerah Injil".) "Kuliahnya" berupa karya-karya yang diterbitkan, berseru
kepada para pemimpin dan umum agar memilih jalan saleh dan rasional sambil menjauhkan
diri dari setiap macam pikiran dan tindakan yang berlebih-lebihan. Perdebatan tentang
masalah apa pun hendaknya berjalan terus bebas dari ancaman mengorbankan nyawa
seseorang yang berpendapat lain.
Sebagai pendidik oikuenis, Erasmus menjembatani dunia klasik Yunani-Romawi dan dunia
Kristen. Peranan tersebut tidak kunjung lebih nampak daripada ketika dia membicarakan
kebajikan yang seyogianya diamalkan warga Kristen. Mereka ini hendaknya meniru kelakuan
Yesus, khususnya kebajikan-Nya seperti rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih, damai,
kerelaan mengampuni serta berkorban demi keselamatan sesama-Nya. Sejajar dengan itu,
tanda pengenal seorang mahkota duri, paku dan luka yang dialami sebagai akibat memihak
pada kebutuhan kaum melarat, dan bukan sejumlah benda yang dicium dan sakramen yang
diterima. Pengertian tersebut agak selaras dengan gaya hidup yang dialaminya sebagai
penghuni rumah Persaudaraan Hidup Bersama dulu. Dia senantiasa bersedia pula
memperkaya pengalaman kristiani dengan pikiran para pengarang kuno, termasuk Plato.
Erasmus mendidik kaum Kristen, baik imam maupun awam, agar mengingat bahwa
segala upacara gerejawi bukanlah hal-hal yang maknanya mutlak, melainkan sarana menuju
penerimaan kenyataan abadi. nasihatnya ialah jangan bersandar pada ritus dan kegiatan apa
pun yang dinamakan "suci" oleh gereja, sebab yang diperlukan tidak lain daripada usaha
hidup dalam Roh sambil menyatakan buah-Nya dalam diri pribadi setiap warga.
Erasmus sebagai pendidik oikumenis menantang masyarakat/gereja mengubah
pandangannya terhadap pernikahan, hak memperoleh pendidikan, perceraian dan hidup
membujang atau selibat. Meskipun Erasmus tidak pernah menikah, namun dia sangat
prihatin terhadap kebiasaan sosial dan peraturan gereja yang merendahkan diri pribadi
seorang wanita. Ibunya sendiri menjadi korban kedua-duannya. Penghormatan sebagai
seorang istri sah yang tidak kunjung dialami ibunya merupakan kerinduan setiap perempuan.
Semuannya berhak menikah atau tidak, tetapi apabila pernikahan itulah yang dipilihnya, dia
berhak memilih jodohnya berdasarkan cinta-kasih timbal balik yang nampak antara masing-
masing perempuan dan laki-laki. Dia bukan barang hidup yang diperjual-belikan.
Demikianlah Erasmus mengatakan bahwa. Semuanya berhak menikah atau masyarakat yang
memaksa yang dipilih orangtuanya. Pernikahan yang bahagia harus dibangun atas
persetujuan bebas antara kedua pihak laki-laki dan perempuan, meskipun memang sebaiknya
pandangan orangtua jangan ditolak sama sekali. dasar pernikahan ialah alam, hukum dan
iman. Dengan kata lain, pernikahan timbul karena nafsu berahi alamiah sehingga manusia
memperoleh keturunan. Lantas adanya hukum sebagai salah satu dasar pemikahan, karena
mau tak mau masyarakat selalu terlibat di dalamnya. Sebenarnya, Oleh sebab itu mesti ada
peraturan yang mengurus hubungan pernikahan demi kesehatan masyarakat itu sendiri.
Paling dasariah, pernikahan bersifat rohani.
Sebagai peninjau seksama terhadap sejumlah pasangan suami-istri, Erasmus
memberanikan diri untuk mendidik kedua pihak sehingga mengambil langkah yang
cenderung turut mengatasi persoalan yang timbul dalam hubungan sosial paling dekat itu.
Dalam percakapan yang berjudul "Perkawinan yang Tidak Berbahagia" dia menasihati
bagaimana seorang istri bijaksana mampu memperbaiki keadaan pernikahan yang semakin
buruk.
Pertama-tama suami sama seperti istrinya, adalah manusia yang perlu diperlakukan
sebagai diri seorang manusia juga. Lagi pula Erasmus memberi kesan seakan-akan terdapat
tidaknya kerukunan dalam ikatan pernikahan seluruhnya bergantung pada sang istri saja,
padahal sebenarnya kedua pihak harus bertindak sedemikian rupa sehingga kepribadian
kedua-duanya diperkuat. Sungguhpun zamannya, namun dia maju sekali dalam
pengajarannya yang dialamatkan kepada semua warga yang bersuami ataupun yang beristri.
Tentang perceraian, Erasmus jauh lebih ketimbang kebanyakan pihak, tetapi di pihak lainnya,
dengan bahwa dalam hubungan pernikahan tertentu, kadang-kadang dasarnya sudah merosot
sebegitu jauh sampai tidak ada harapan lagi bagi pemulih kebahagiaan kembali, Kalau
kenyataan sudah begitu, maka sebaiknya perceraian secara terhormat diperbolehkan. .
Dalam peranannya sebagai pendidik oikumenis, Erasmus mendidik melalui usahanya
memperoleh teks Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani yang paling asli di samping
menjelaskan maknanya bagi para warga jemaat. Meskipun sejumlah naskah Perjanjian Baru
paling kuno tidak merupakan kegiatan pedagogis, namun hasrat luar biasa untuk mengetahui
bacaan mana yang formal usaha mengumpulkan serta memperbandingkan isi secara paling
benar perlu diejawantahkan dalam diri setiap penafsir Alkitab meskipun isinya bertabrakan
dengan praduga yang amat digemarinya. Tinjauan ini berlaku juga bagi warga gereja karena
tidak jarang mereka menentang yang lazim diterima.
Menurut Erasmus, pertama-tama penafsir wajib mengetahui kata- kata yang paling
sesuai dengan isi asli pengarang ayat tertentu dari Perjanjian Baru terlepas dari masalah
dogmatis apa pun yang tersirat dalam keras tafsiran pendetanya karena berbeda dengan
pandangan bacaan asli itu. Keprihatinannya nampak dalam jawabannya terhadap salah
seorang pengecamnya: Anda berteriak bahwa adalah tindakan jahat untuk memperbaiki isi
naskah keympat Injil. Ucapan demikian lebih patut didengar dari bibir seorang kusir
ketimbang ahli teologi. Bagi anda, baik-baik saja apabila seorang penyalin berbuat salah
dalam menyalin karena tidak waspada, tetapi membetulkannya merupakan tindakan buruk.
Sebenarnya, jalan satu-satunya untuk menentukan bacaan benar untuk ayat tertentu ialah
memeriksa naskah-naskah paling kuno.")
Erasmus memanfaatkan keempat langkah yang lazim dikenal oleh para penafsir
sezamannya.sebagai berikut :
a) Penafsir wajib memahami arti historis yang dimaksudkan mengarang dan yang ditangkap
oleh para pendengar/pembaca petama;
b) lantas dia bertanya diri tentang dampak moral dari isi ayat/perikop atas kelakuan )
c) Dia mencari arti yang menghiburkan,
d)dia menggali dibawah arti lahiriahnya untuk memperoleh arti rohani.
Metode ini tidak jarang dinamakan metode "alegoris" pula. Dia tidak mampu melihat
risiko luar biasa yang tersirat dalam langkah alegoris itu. Namun dalam satu hal dia lebih
maju dalam pemikirannya. Dia tidak rela membatasi dirinya dengan empat langkah saja.
Baginya, dan memang banyak penafsir dewasa ini setuju pula, penafsiran apa pun tidak boleh
diberlakukan dalam empat pendekatan saja. Mesti ada sejumlah siasat menafsirkan yang
sama kayanya dengan Alkitab itu sendiri.
Dari segi isi khotbahnya nampaklah langkah lain lagi, yaitu membayangkan diri hadir
pada sisi peristiwa yang dilaporkan dalam Akitab, tetapi berdasarkan pengalaman penafsir
yang hidup pada waktu lain daripada yang dialami pengarang-pengarang Alkitab. kita
disadarkan akan kekuatan pendekatan Erasmus, sang pendidik oikumenis yang menggali
dalam Alkitab sebagai tambang bijih iman dan kehidupan yang patut diamalkan seorang
Kristen.
2. Erasmus sebagai Pendidik Khusus
Ketimbang peranan sebagai pendidik oikumenis, sumbangannya sebagai pendidik khusus
tidak sama bobotnya. Tetapi karena pengaruhnya di tengah-tengah Gereja Katolik Roma dan
gerakan Reformasi yang sedang berjalan, orang-orang cenderung memperhatikan
pandangannya terhadap pendidikan praktis pula.
Terdapat tiga landasan pokok bagi pikirannya di bidang pendidikan atau pendidikan agama
Kristen:
a) Pengalaman pahit di sekolah "dasar" dan "SMP/SMA" dulu,
b) Pikiran Yunani-Romawi klasik seperti Plato. Aristoteles, Quintilianes dan Plutarchus, dan
c) Sumber tertulis Kristen termasuk Alkitab dan karya bapa-bapa Gereja Purba.
Semuanya itu diolah kembali sehingga dihasilkan pandangan pedagogis yang lebih
manusiawi dan yang berporos pada pemupukan kemampuan berpikir. Semuanya itu
mendorong kelakuan dalam diri para anak didik sesuai dengan Injil.
Dalam bahasa pedagogis, keprihatinan tersebut boleh dijabarkan dalam isi tujuan
berikut: Tujuan umum pendidikan bagi warga yang hidup dalam persekutuan Kristen ialah
mengembangkan bakat alamiah dalam diri setiap anak didik yang belajar dalam lingkungan
luas kasih yang berdisiplin agar ia mampu berpikir sedalam dan sebebas mungkin,
memperoleh keterampilan mengungkapkan pikirannya sejelas mungkin, baik yang lisan
maupun yang tertulis serta mengamalkan gaya hidup yang sesuai dengan Injil dalam semua
peranannya sebagai warga Kristen dalam masyarakat. Dihadapkan dengan pertanyaan
dasariah tentang perbedaan paling khas yang memisahkan binatang dari manusia, Erasmus
sama seperti banyak pemikir lainnya, melihatnya dalam kemampuan berpikir serta memilih
kegiatan yang sesuai dengan pemikiran itu. Umpamanya, seekor binatang digerakkan oleh
naluri; dia tidak pernah mempertimbangkan akibat dari pelbagai macam prakarsa. Apabila ia
lapar, maka ia mencari makanan terlepas dari akibat apa pun bagi nyawa nabati atau pun
binatang lainnya. Begitu pula kegiatan binatang tidak disifatkan oleh asas moral atau tidak
moral. Kegiatannya diarahkan hanya pada tujuan supaya terus hidup serta memperoleh
keturunan.
Secara alamiah, keadaan manusia adalah seperti itu juga. Erasmus menyayangkan
bahwa banyak orang tidak hidup pada taraf yang lebih tinggi daripada yang sesuai dengan
naluri mereka. Untuk keluar dari lingkaran setan ini, bagi manusia terdapat pendidikan, baik
yang tidak formal maupun yang formal. Yang terakhir ini merupakan keprihatinan Erasmus
dan para pendidik lainnya. Pengalaman pendidikan formal, entah yang berlangsung di
sekolah negeri/swasta atau pendidikan di kalangan jemaat, hendaknya mengembangkan
karunia apa saja dalam diri setiap pelajar dalam suasana yang menghargai kebebasan berpikir
dan hak memelopori jalan dan gagasan yang berbeda dalam terang Injil, dalam arti tidak
bergantung secara buta pada kebiasaan yang diterima secara umum.
Yang tidak kalah pentingnya ialah tujuan memperlengkapi anak didik untuk
mengkomunikasikan pikirannya sejelas mungkin. Tentang pokok ini, Erasmus bermaksud
melatih anak didik mempergunakan bahasa Latin secara cerdas. Pendidikan dalam bahasa
daerah tidak dihiraukan Erasmus. Rupanya dia tidak mampu melihat kemungkinan yang ada
dalam bahasa daerah. Keterampilan lain daripada yang intelektual tidak tercakup dalam
tujuan pendidikan Erasmus.
Lebih lanjut, menurut pengalamannya, kesalehan seorang Kristen terlampau terikat
dengan ritus lahiriah, dengan dogma tertentu dan tidak cukup erat dengan mutu gaya hidup
yang terlihat dalam Yesus. Dialah teladan dan bukan sejumlah ajaran rentang laki-laki
Yahudi luar biasa ini. Singkatnya, melalui pendidikan Erasmus ingin menghasilkan warga
Kristen yang beradab. Rupanya Erasmus tidak pernah menggunakan istilah kurikulum, tetapi
día mengarang tentang ruang lingkup pelajaran yang perlu diajarkan. Untuk anak didik muda,
Erasmus mengumpulkan kalimat singkat dan terarah dari buku-buku klasik. Dengan itu dua
harapannya dipenuhi sekaligus. Pertama-tama, isi yang baik dari kebijaksanaan kebudayaan
klasik akan masuk ke dalam pengalaman anak didik, dan kedua, gaya ungkapan yang nampak
dalam buku-buku klasik tersebut akan menjadi kepunyaan setiap pelajar melalui latihan
meniru gaya ungkapan tersebut.
Bagi Erasmus seorang pelajar atau anak didik yang ingin belajar pasti akan belajar sungguh-
sungguh belajar dengan baik. Dia yakin bahwa setiap anak didik ingin diajar asal saja
bahannya disajikan dalam bentuk menarik. Dia menolak metode dialektika, karena ia
menghasilkan orang angkuh yang hanya ingin mengalahkan lawannya, padahal isi pokoknya
sendiri tidak diketahui. Erasmus ingin mengembangkan suasana dalam ruang kelas yang
memperlancar pengalaman belajar. Tindakan keras apapun harus dijauhkan dari
perbendaharaan metode sang guru. Kalau guru sudah mempersiapkan diri untuk mengajar,
kekerasan tidak perlu ada. Apabila dia lalu tangan atas diri si anak, maka dengan kegiatan itu
dia hanya menyatakan kelemahannya.
Dalam pertimbangan Ulich, Erasmus perlu digolongkan pada sejumlah sedikit orang
yang mampu mengubah haluan pikiran dan praktek pendidikan:
Namun, hanya sedikit jumlah orang yang mampu mempengaruhi pikiran dan praktek
pendidikan Eropa selengkapnya seperti yang dilaksanakan Erasmus. Dia mendorong para
pendidik mencari metode mengajar yang lebih beruntung serta berusaha mengembangkan
sikap yang lebih memahaminya dan toleran terhadap anak didik. Studi karya klasik dimasuki
dengan gaya bertindak yang menjunjung tinggi ketelitian, penilaian historis yang seksama
dan perspektif internasional. Pendekatan itu membiarkan filsafat kuno mendominasi bidang
artesliberales sampai pada awal abad kesembilan belas.
KESIMPULAN
Masyarakat Eropa Barat pada Abad Pertengahan statis sifatnya. Di dalamnya setiap
warga mempunyai tempat yang tetap karena lahir dalam kelas sosial tertentu, dan amat sukar
baginya untuk keluar dari kelas tersebut. Tetapi sekitar abad ke-15. dunia itu tergoncang oleh
sejumlah perkembangan dan penemuan yang mengubah gaya berpikir begitu banyak warga
dan cara mereka bertindak. Antara lain dapat disebutkan penemuan serbuk mesiu dengan
dampaknya dapat menghancurkan sistem feodalisme. Proses memperlemah kekuasaan
feodalisme itu diiringi oleh pertumbuhan kota-kota dagang merdeka dengan warga-warga
yang berminat terhadap perdagangan dan pengolahan. Dalam sistem itu kreatifitas dan
prakarsa perseorangan dan gaya berpikirnya secara bebas dihargai lebih tinggi ketimbang
nilai-nilai yang sama dalam masyarakat feodalisme.
Di Eropa Selatan, khususnya di negeri Portugal. Spanyol dan Italia, para penjelajah
yang amat berani melayarkan kapal-kapal kecil ke tempat- tempat yang jauh sekali dari tanah
air mereka. Lebih penting lagi, mereka mampu kembali lagi tetapi bukan dengan ufuk
pemikiran terbatas seperti dulu. Mereka telah menjumpai negeri, bangsa dan kebudayaan
yang berbeda sekali ketimbang pengalaman mereka sebelumnya. Planet bumi betul-betul
bundar dan bukan datar seperti yang sudah lama diajarkan gereja. Sebagai akibatnya,
kekuasaan gereja mulai dirongrong karena dunia ini pun perlu diperhatikan dan bukan hanya
dunia yang di seberang saja. Dengan kehancuran feodalisme, kekuasaan politis semakin
mengalir ke dalam tangan pemimpin yang membentuk kerajaan yang berporoskan bangsa
tertentu.
Dalam prosesnya, khususnya di Portugal, Spanyol, Perancis dan Inggris, para
warganya mulai mengidentifikasikan diri sebagai warga negeri masing-masing dan bukan
lagi warga daerah tempat lahirnya saja. Dengan kata lain, nasionalisme sedang berkembang.
Tidak jarang identitas negeri mereka lebih dihargai daripada keanggotaannya dalam
gereja. Penemuan dua macam teknologi cenderung mengakhiri monopoli pengetahuan yang
sudah lama dinikmati gereja dan kelas atas, yaitu penemuan rahasia membuat kertas dan
mesin cetak yang mempergunakan huruf lepas. Yang terakhir ini diolah oleh Gutenberg dan
memungkinkan- nya mencetak Alkitab dengan ongkos yang lebih murah, cepat dan jumlah-
nya banyak.
Kopernikus membuktikan bahwa matahari adalah pusat alam semesta dan bukan lagi
bumi seperti pikiran dulu. Demikianlah bumi berputar pada porosnya dan serentak berputar
mengelilingi matahari. Sekali lagi salah satu pengajaran gereja dibuktikan salah. Gerakan
humanisme membuka mata orang-orang terhadap penting- nya memperoleh naskah
Perjanjian Lama paling kuno dalam bahasa Ibrani. Begitu pula naskah Perjanjian Baru dalam
bahasa Yunani. Demikianlah kekuasaan Alkitab mulai dianggap lebih berwibawa ketimbang
kekuasaan gereja. Penyakit parah dalam tubuh gereja diakui banyak orang. tetapi mereka
tidak sepaham tentang jalan keluarnya. Salah satu siasat penting dipelopori orang yang
mendirikan ordo biarawan/biarawati baru.
Yang lain lagi memberanikan diri untuk meletakkan masalahnya persis di pintu paus sendiri.
Nama Wycliffe di Inggris, Hus di Ceko dan Savonarola di Italia berkaitan dengan
siasat terakhir ini, dan ketiganya ditentang keras oleh kepausan, bahkan Hus dan Savonarola
mati syahid karena keyakinan mereka.
Di Belanda, Groote memelopori pendekatan lain lagi. Dia memulai gerakan yang
dikenal sebagai Persaudaraan Hidup Bersama. Gaya hidup keanggotaannya amat disiplin,
tetapi mereka tidak mengasingkan diri di belakang tembok biara. Mereka ingin mengubah
mutu kehidupan masyarakat dengan mengikuti Kristus secara serius. Di samping itu mereka
mendirikan begitu banyak sekolah demi kepentingan pendidikan bagi anak- anak laki-laki
miskin.
Di antara sekian banyak orang ternama yang pernah belajar pada sekolah
Persaudaraan itu, sumbangan Erasmus dari Rotterdam amat berpengaruh. Dia merupakan
jembatan antara Gereja Katolik Roma dan Gerakan Reformasi. Dia menentang dan
mendukung kedua-duanya tanpa membiarkan diri ditangkap oleh satu atau yang lainnya.
Karena itu dia dikecam oleh tokoh penguasa Gereja Katolik Roma dan oleh Luther dan
kawan-kawannya. Sumbangannya di bidang pendidikan agama Kristen dibahas di bawah dua
pokok, Erasmus Pendidik Oikumenis dan Erasmus Pendidik Khusus. Dari segi kedalaman
sumbangannya, peranan dari yang pertama lebih bermakna.
Sebagai Pendidik Oikumenis dia mendidik melalui usahanya memperoleh naskah
Perjanjian Baru Yunani paling kuno agar memperoleh bacaan yang sesuai dengan maksud
pengarang setiap kitab atau bagian setiap kitab. Atas penemuannya itu, dia menerjemahkan
Perjanjian Baru dalam bahasa Latin, suatu terjemahan yang maknanya berbeda di sana-sini
daripada Vulgata yang diterjemahkan Hieronimus beberapa ratus tahun sebelumnya.
Dia amat tajam dalam kecamannya terhadap gaya hidup kaum pemimpin gereja. Dia
juga mempertahankan hak setiap orang baik pria maupun perempuan untuk menikah atau
tidak. Demikianlah dia menentang pernikahan yang ditentukan oleh persetujuan kedua
keluarga yang bersangkutan tetapi terlepas dari kehendak perempuan itu sendiri. Erasmus
ingin mendukung hak memilih pihak perempuan karena dia adalah seorang manusia juga dan
bukan benda yang boleh diperjual-belikan. Dia amat menghargai lembaga pernikahan tetapi
dia realis juga. Apabila pernikahan tertentu tidak membahagiakan keduabelah pihak, maka
mereka hendaknya diijinkan bercerai dengan hak menikah dengan seorang lainnya. Para
imam pun hendaknya menerima hak memilih menikah atau tidak, karena terlampau banyak
imam tidak mau atau tidak dapat hidup suci sebagai orang selibat. Lebih suci apabila
membiarkan imam menikah. mendirikan rumah tangga serta mendidik anak-anak mereka
daripada memperoleh keturunan gelap yang tidak dapat menerima bimbingan seorang ayah.
Karena dia pun hidup dalam masyarakat yang suka perang, dia tidak mengenal lelah dalam
usahanya mendidik para pemimpin gereja dan masyarakat agar menjauhkan diri dari hasrat
berperang sambil mengamalkan peranan menjadi orang yang membawa damai.
Dalam Keluhan Si Damai, Erasmus menyampaikan pandangannya terhadap
kebodohan berperang dan kebijaksanaan mencari damai. Sebagai Pendidik Khusus, Erasmus
ingin mendidik kaum muda sedemikian rupa agar mereka mampu berpikir sedalam dan
sebebas mungkin, memperoleh keterampilan mengungkapkan pikirannya amat jelas, serta
mengamalkan gaya hidup yang sesual dengan intisari Injil Yesus Kristus. Dia mengakui
bakat yang berbeda dalam diri setiap pelajar. Dia ingin mengembangkan karunia apa pun
yang nampak dalam diri para pelajar, tetapi dalam suasana belajar yang menghargai
kebebasan berpikir serta memelopori gagasan atau pun jalan lain daripada yang lazim
diterima. Kurikulumnya menitikberatkan keterampilan membaca dan menulis dalam bahasa
Latin. Untuk maksud itu, dia mengarang buku Percakapan yang bersifat dialogis yang isinya
membahas pelbagai masalah dalam gereja dan masyarakat. Demikianlah para pelajar belajar
bagaimana menyampaikan pikiran sejelas mungkin dalam gaya menulis yang sesuai dengan
tata bahasa Latin murni. Isi Alkitab dan karya bapa-bapa Gereja Purba pun merupakan bagian
dari kurikulumnya. Metodeloginya tidak luar biasa walaupun dia menentang pendekatan
dialektis, karena dengan itu pelajar cenderung mementingkan nilai mengalahkan lawannya
daripada meyakinkannya karena kedalaman isi argumentasinya. Semua metode yang
berkaitan dengan kekerasan sebagai dorongan belajar harus dicabut dari akarnya.
PERTANYAAN

1) Daftarkanlah lima pokok yang turut menjadi bagian dari lingkungan luas masyarakat
Eropa Barat menjelang Reformasi. ?
Jawab :
1. Penemuan
2. Gerakan
3. Usaha menuju pembaruan gereja
4. Keinginan para sarjana kembali lagi pada sumber asli dari karya ibrani dan yunani
5. Pendirian sekolah bermutu.

2) Gambarkanlah isi penemuan Gutenberg.?


Jawab :
Yohanes Gutenberg membuat mesin cetak yang mempergunakan huruf-huruf lepas.
Memang, sebelumnya sudah ada mesin cetak tetapi semuanya memakai sebuah blok
kayu. Di atasnya dicukil rupa setiap huruf. Tentu saja prosesnya memakan tenaga dan
waktu banyak. Semuanya itu hanya berguna untuk satu karya cetak saja. Ketika
pencetak ingin mencetak buku berjudul lain. kata-kata untuk setiap halamannya perlu
dicukil baru. Penemuan Gutenberg lain sekali sifatnya. Dia mampu memisahkan
semua komponen proses dan kemudian menggabungkannya kembali dalam bentuk
baru. Sebagai ganti mencukil setiap huruf pada blok kayu, Gutenberg membuat acuan
bagi setiap huruf lepas. Ke dalam acuan tersebut dituangi logam cair. Lantas setiap
huruf yang dibuat demikian dapat dipindahkan ke halaman manapun juga. Dengan
mempergunakan huruf-huruf logam yang tajam akan tahan lebih lama ketimbang
huruf yang dicukil dari kayu. Sungguh pun mesin cetak buatan Gutenberg bergantung
pada tenaga manusia, namun karya cetakan yang tersedia jumlahnya semakin
bertambah. Sebagai akibatnya setiap eksemplar jauh lebih murah harganya. Di
dalamnya pula tersirat penambahan sumber pengetahuan bagi lebih banyak pembaca.
Dulu, hanya kaum elit kaya yang mampu memiliki naskah yang ditulis tangan
ataupun buku cetakan gaya lama. Boleh dikatakan hak membaca telah
didemokrasikan. Jadi, baik Alkitab (yang merupakan buku yang dicetak pada pertama
kalinya) maupun buku bukan agamawi dapat dibaca oleh lebih banyak orang. Sebagai
akibatnya lebih banyak orang didorong untuk belajar membaca agar mampu
mempertimbangkan gagasan-gagasan yang sedang disebarluaskan.

3) Sebutkanlah keprihatinan pokok yang dibahas kaum humanis. ?


Jawab :
Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari
keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. Kaum Humanis
mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama.
Mereka percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk
memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori
ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat
umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan
agama setempat.

4) Gambarkanlah pelbagai siasat yang nampak untuk memperbarui gereja. ?


Jawab :
Wycliffe, Hus dan Savonarola menunjuk kepausan sebagai sumber pokok penyakit
rohani yang merajalela dalam gereja, tubuh Kristus. Dengan memilih siasat
menentang lembaga kepausan secara langsung, nasib buruk mereka hampir pasti.
Mereka masing-masing sebagai orang pribadi saja ditentang oleh semua kekuatan,
dana dan sarana yang tersedia dari segi lembaga kepausan yarg sangat berwibawa di
Eropa Barat. Jadi, kekuatan yang dapat dikumpulkan masing-masing pihak tidak
berimbang. Kekuatan pribadi yang tidak disokong oleh lembaga mustahil menang.
Siasat lain lagi dipelopori GerhardGroote (1340-1384) di Belanda walaupun dia sadar
akan penyelewengan yang didorong oleh kebijaksanaan kepausan atau paling tidak
dibiarkan terjadi. Tetapi berbeda dengan ketiga syahid tersebut, Groote memusatkan
perhatian atas usaha memper- barui gereja setempat dengan memperbarui mutu
kehidupan para warga, baik secara rohani maupun jasmani. Dari segi hasilnya
kemudian, barangkali tidak ada usaha pembaruan yang bertahan lama dan lebih
berpengaruh daripada gerakan yang dipelopori Groote, yaitu Persaudaraan Hidup
Bersama.

5) Jelaskanlah sumbangan Gerhard Groote.?


Jawab :
Sebelum groote meninggal, ia sudah mendirikan persekutuan orang yang berjanji
hidup bersama dengan maksud berdoa bersama, makan bersama, saling mendukung,
tetapi tanpa menolak dunia. Bertitik-tolak dari gaya hidup kaum rasul pada zaman
Perjanjian Baru, Groote berseru kepada para biarawan, pastor dan awam, baik laki-
laki maupun perempuan untuk mengabdikan diri masing-masing kepada Kristus,
dalam arti berdoa, mempelajari bahan tertulis yang menambah pengetahuan di
samping memperdalam mutu kehidupan rohani. Kalau mereka ingin masuk ke rumah
persaudaraan, maka keputusan itu akan melibatkan mereka dalam pelayanan terhadap
kaum miskin dan murid. Tetapi mereka wajib mencari rezekinya sendiri; mereka
tidak hidup dengan meminta-minta. Di antara semua rupa pelayanan mereka tidak ada
yang lebih mengesankan daripada sekolah yang didirikan dan pendidikan bermutu
yang berlangsung di dalamnya. Pendidikan itu diarahkan kepada anak-anak warga
biasa dan bukan dari kaum atas. Oleh karena itu bahasa daerah dipakai sebagai sarana
mendidik.

6) Siapakah tamatan ternama dari sekolah-sekolah yang didirikan Persaudaraan Hidup


Bersama.?
Jawab :
Selama jangka waktu 200 tahun, Persaudaraan Hidup Bersama itu mendirikan ratusan
sekolah dan untuk beberapa kota di Eropa Utara hampir semua sekolah lanjutan atas
adalah milik Persaudaraan itu. Di antara tamatannya terdaftar nama orang-orang yang
kemudian ternama, misalnyaBucer, Agricola, Paus Adrian VI, Kardinal Nikolas dari
Kusa, Tomas a Kempis, Erasmus, Yohanes Sturm, pendiri sekolah ternama di Stras
bourg, dan Yohanes Calvin

7) Menurut Eby, prestasi apakah yang dihasilkan Persaudaraan Hidup Bersama itu?
Jawab :
Eby, salah seorang sarjana pendidikan ternama di Amerika, menilai tinggi sumbangan
persekolahan yang berlangsung di bawah pengawasan Persaudaraan Hidup Bersama
itu: (Mereka) memprakarsai satu-satunya pembaruan yang selama abad ke-15
bertahan lama. Mereka memperbaiki Vulgata [Alkitab dalam bahasa Latin karya
ternama dari Hieronimus], menerjemahkan kebanyakan kitab dari Alkitab ke dalam
bahasa daerah, menyebarluaskan ribuan bagian Alkitab dan karya rohani lainnya,
memperbarui pendidikan dan buku-buku pelajaran, menghiburkan yang menderita,
memberikan makanan kepada yang lapar, menyediakan tempat penginapan bagi anak
didik berbakat walaupun miskin, dan mempergiatkan penulisan karya sastra yang
dapat digolongkan sebagai karya sastra paling bermutu dari zaman itu.

8) Rumuskanlah arti istilah Renaisans serta gambarkanlah sifat- sifatnya, khususnya


dalam lingkungan luas zaman menjelang Reformasi di Eropa Barat. ?
Jawab :
Renaissance berasal dari bahasa Perancis yang artinya terlahir kembali, istilah ini
mengandung arti bahwa terdapat sesuatu yang pernah ditinggalkan atau dilupakan
orang, dan sekarang lahir atau mulai dipergunakan kembali.
Renaisans adalah gerakan budaya yang terjadi di abad ke 14 sampai abad 17 yang
terjadi pada abad pertengahan akhir. Dan kemudian menyebar secara luas ke Eropa
setelah sebelumnya gerakan ini muncul pertama kali di pusat kekuasaan gereja di
Italia. Setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Gutenberg, penyebaran
gerakan Renaisans berlangsung cukup cepat ke daratan Eropa pada permulaan awal
abad ke 17.
Ajaran ini mendorong adanya keterbukaan dan kebebasan atas pengaruh gereja yang
berlebihan dan mendorong untuk kambali dan mengembangkan ajaran Romawi dan
Yunani Kuno serta mengembangkan ajaran yang menunjang pengembangan
pemikiran modern yang bebas dan terbuka. Ajaran ini pula mendorong agar mengejar
ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa Asia dan Afrika pasca
jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan Kekaisaran Turki Utsmani yang mengisolasi
daratan Eropa.

9) Catatlah peristiwa pokok dalam kehidupan Erasmus. ?


Jawab :
Kisah kelahiran Desiderius Erasmus tidak pernah terdokumentasi dengan baik. Para
sejarawan menyebutnya lahir di Rotterdam, tetapi ada pula yang menyebut Gouda.
Tanggal kelahirannya pun rancu. Banyak yang mencatat 27 Oktober 1466 sebagai hari
kelahirannya. Lainnya menyebut 26 atau 28 Oktober 1466.
Erasmus juga pernah kabur dari kehidupan di biara. Perjalanan hidup Erasmus bisa
dikatakan sangat terjal. Nasibnya ketika masih kanak-kanak tidaklah mujur. Erasmus
lahir sebagai anak haram dari seorang pendeta sehingga keikutsertaannya dalam
kehidupan biara seolah-olah sudah diatur.
Setelah kedua orang tuanya meninggal akibat wabah penyakit pada 1483, Erasmus
dan kakak laki-lakinya dikirim ke sebuah sekolah biara yang sangat konservatif dan
terkenal keras. Bukannya menjadi alim, Erasmus malah tumbuh menjadi seorang
pembangkang.

10) Sebutkanlah tiga karya pokok yang dihasilkan pikiran Erasmus. ?


Jawab :
1. Moriae encomium ( pujian oleh si bodoh )
2. Enchiridion miitis christiani ( buku pegangang bagi seorang ksatria kristen )
3. Colloquiorum formulae ( bentuk- bentuk percakapan ).

11. Mengapa Erasmus digelari Pendidik Oikumenis?


Jawab :
Bainton menamakannya, Erasmus dari Kekristenan, yaitu judul bahasa Indonesia untuk
sumber yang baru dikutip. Kita tidak keliru apabila membayangkan kepuasan Erasmus
dengan julukan itu! Kalau Erasmus tidak mau diletakkan dalam kotak tertentu, entah
negara, entah gereja, entah jabatan apa pun, maka masih terdapat satu panggilan hidup
yang tidak membatasi kemungkinannya bergerak, yaitu "pendidik" yang khusus
oikumenis.
12. Gambarkanlah sumber utama untuk pikiran Erasmus.
Jawab :

Sumber pemikirannya diperluas lagi sebagai akibat undangan mengunjungi negeri


Inggris. Khususnya, dia menikmati persahabatan dengan Yang Mulia Thomas More,
seorang sarjana yang merangkap pejabat tinggi dalam pemerintahan Raja Henry VIII,
tetapi dari segi dampak yang langsung atas kehidupan Erasmus harus disebutkan nama
John Colet. Oleh temannya ini Erasmus ditantang mengabdikan diri pada dunia
kesarjanaan Perjanjian Baru dan bukan lagi pada karya-karya klasik Yunani-Romawi
kuno. Reaksinya menerima tantangan menarik tersebut, mirip dengan tindakan-tindakan
begitu banyak orang ternama lainnya, misalnya Musa, Amos, Yeremia, Augustinus. Dia
memprotes bahwa dia belum diperlengkapi bagi tugas seberat itu. Namun bibit kecil telah
ditanamkan dalam lahan subur pikirannya. Sebentar lagi Erasmusmenyempumakan
pengetahuannya dalam bahasa Yunani. Gaya ucapan yang ditemukan dalam karya
pengarang kafir menyita perhatian Erasmus sedemikian rupa sehingga dia merasa dirinya
terdorong mencari naskah-naskah Perjanjian Baru yang paling asli. ayat-ayat tertentu
dengan ayat-ayat sama yang terdapat dalam naskah lainnya sampai dia memperoleh bukti
yang meyakinkan tentang isi asli dari ayat-ayat tersebut. Pada tahun 1516 Froben di Swis
menerbitkan karya Erasmus tentang naskah Perjanjian Baru yang paling asli dan
catatannya yang menjelaskan alasan mengapa justru bacaan ini dipilih dan bukan yang
lain. Di samping isinya yang amat penting bagi dunia kesarjanaan Perjanjian Baru, buku
tersebut merupakan karya pertama yang pernah diterbitkan dalam bahasa Yunani. Dengan
karya itu saja namanya sudah untung diabadikan.

13. Ringkaskanlah isi salah satu "dialog" yang termuat dalam buku Percakapan yang
berbeda daripada yang dikutip pengarang. ?
Jawab :

Eulali : Tapi pertama-tama aku menjaga supaya aku tidak bertengkar dengan suamiku
dalam kehadiran orang lain dan tidak membawa pertengkaran kami ke luar rumah...
keretakan mudah diperbaiki kalau terjadi antara dua orang saja.

Xantippi: la terlalu beringasan sehingga aku tidak bisa menjinakkan- nya dengan
hormat-hormatan.

Eulali: Jangan berkata begitu. Tidak ada binatang buas betapapun ganasnya, yang
tidak bisa dijinakkan dengan kelembutan. Apalagi manusia. Cobalah beberapa bulan
ini. Kau boleh salahkan aku kalau nasihatku ini ternyata tidak berguna. Ada beberapa
kekurangan yang seharusnya kaubiarkan saja. Pertama-tama, usahakan supaya jangan
bertengkar dengan suami di kamar tidur atau di tempat tidur. Se- baliknya,
usahakanlah supaya di tempat itu selalu ada keakraban dan kegembiraan. Seorang
perempuan harus berusaha supaya jangan ada sesuatu yang membuat suaminya kesal.
Dia harus berusaha sebaik- baiknya supaya selalu ramah dan ceria dalam kehadiran
suami- nya...:

Xantippe: Jadi, apa yang harus aku lakukan?

Eulali: Sudah aku katakan tadi. Tatalah rumah supaya segalanya bersih dan rapi; supaya
jangan ada yang bisa menjengkelkannya, sehingga ia tidak betah di rumah. Berlakulah
ramah terhadapnya, hormatilah ia sebagaimana layaknya seorang istri harus menghormati
suaminya. Berlakulah ceria, tapi jangan keterlaluan. Janganlah kaku, tapi jangan pula
terlalu lincah. Di rumah ia harus menemui makanan yang enak. Kau tahu selera suamimu,
maka masaklah baginya apa yang paling ia sukai. Bersikaplah ramah dan suka menolong,
juga terhadap kawan-kawannya. Undanglah mereka sering-sering bertamu ke rumah,
Sewaktu makan ciptakanlah suasana gembira dan ceria. Dan apabila ia akhirnya menjadi
gembira karena anggur, dan mulai memetik siter, iringilah ia dengan lagumu. Dengan
demikian engkau akan membiasakan suamimu pada suasana akrab di dalam rumah dan
mengurangi pula pengeluarannya. Sebab akhirnya tentu ia akan berpikir : “ Aku ini gila,
mengapa aku hidup dengan piaraan di luar rumah dengan merugikan kantong ku sendiri
dan merusak nama baikku, sedang di rumah ada istriku yang jauh lebih manis dan sangat
mencintaiku dan memperlakukan aku lebih pantas dan lebih royal?

14. Bahaslah pandangan Erasmus terhadap pernikahan dan perceraian. ?


Jawab :
Tentang perceraian, Erasmus jauh lebih maju dalam pemikirannya ketimbang
kebanyakan pihak, tetapi di pihak lainnya, dengan pandangan matang dia mengakui
bahwa dalam hubungan pernikahan tertentu, kadang-kadang dasarnya sudah merosot
sebegitu jauh sampai tidak ada harapan lagi bagi pemulih kebahagiaan kembali, Kalau
kenyataan sudah begitu, maka sebaiknya perceraian secara terhormat diperbolehkan.
Lebih jauh lagi, menurut Erasmus, yang bercerai itu hendaknya diijinkan menikah
ulang dengan mitra lainnya. Nasihat Rasul Paulus berlaku bagi šiapa saja yang sudah
bercerai, " pada hangus karena nafsu" (1 Kor 7:9). Status bujangan bagi kaum imam
diterima Erasmus, tetapi hanya sebagai keputusan pribadi yang bebas dan bukan
sebagai keharusan yang ditentukan semual Allah bermaksud agar laki-laki dan
perempuan menikah (Kej 2:23-24). Dalam status menikah itu cinta-kasih kedua pihak
dapat dikembangkan dan keturunan diperoleh sebagai akibat cinta-kasih, dan dalam
lingkungan luas tersebut kepribadian setiap anggota semakin sehat dan aman. Jadi,
peraturan insani jangan melarang apa yang telah direncanakan sejak semula bagi
kebahagiaan dan pengasuhan orang-orang.
15. Identifikasikanlah pokok keluhan yang dilontarkan Si Damai. ?

Jawab :
Tentu saja, gilalah semua orang yang menolakku, sebab akulah sumber semua berkat,
sedangkan perang tidak lain daripada kutuk paling ganas. Penolakan itu dapat kutahan
lebih baik asal saja dibuat oleh seekor binatang bodoh ketimbang makhluk yang
dikaruniakan de- ngan akal yang dapat memberi tanggapan kepada pikiran ilahi dan
yang lahir demi perbuatan dan kerukunan sebenarnya bergantung pada kerelaan
bekerja-sama. Secara jasmaniah ia masuk ke dunia ini tak berdaya dan mustahil tetap
hidup kalau tidak ada pertolongan. Kalau begitu, mengapakah manusia ini me-
nyerang manusia lainnya? Keberadaan manusia Ketika kudengar kedua kata
"manusia" dan "Kristen", maka dalam diriku timbullah pikiran bahwa aku akan
diterima dengan baik. Dengan harapan besar kudekati kota yang dikelilingi tembok
dan dirajai oleh hukum, tetapi yang kudapati hanya kelompok-kelompok yang saling
berselisih. Aku berpaling dari khalayak ramai kepada kaum raja, tetapi yang kulihat
adalah bagaimana mereka membujuk satu sama lain secara dangkal, sedangkan di
belakangnya bersekongkol memusnahkan yang lainnya. Kaum terpelajar, para filsuf,
dengan mazhab masing-masing yang saling bertengkar tidak lebih baik lagi. Ordo-
ordo biarawan tidak lebih unggul karena mereka pun terus- menerus berselisih,
sungguhpun mereka menamakan dirinya bersaudara, memakai toga putih dan
memikul salib. Keadaan di rumah tangga lebih memuaskan tetapi itu pun tidak bebas
dari pertengkaran. Di dalam dada seorang diri pun nafsu sedang berperang dengan
akal.

16. Daftarkanlah langkah-langkah menafsirkan sebagaimana dikemukakan Erasmus. ?


Jawab :
a) Penafsir wajib memahami arti historis yang dimaksudkan mengarang dan yang
ditangkap oleh para pendengar/pembaca petama;
b) lantas dia bertanya diri tentang dampak moral dari isi ayat/perikop atas kelakuan )
c) Dia mencari arti yang menghiburkan,
d) dia menggali dibawah arti lahiriahnya untuk memperoleh arti rohani.
17. Asas-asas pendidikan apakah yang mendapat perhatian Erasmus sebagai pendidik
khusus?
Jawab :
Terdapat tiga landasan pokok bagi pikirannya di bidang pendidikan atau pendidikan
agama Kristen:
a) Pengalaman pahit di sekolah "dasar" dan "SMP/SMA" dulu,
b) Pikiran Yunani-Romawi klasik seperti Plato. Aristoteles, Quintilianes dan
Plutarchus, dan
c) Sumber tertulis Kristen termasuk Alkitab dan karya bapa-bapa Gereja Purba.
Semuanya itu diolah kembali sehingga dihasilkan pandangan pedagogis yang lebih
manusiawi.
18. Siapakah yang dimaksudkan Erasmus sebagai para pelajar?
Jawab :
Warga kristen.

19) Gambarkanlah sikap Erasmus terhadap kekerasan dalam ruang kelas. ?


Jawab :
Erasmus ingin mengembangkan suasana dalam ruang kelas yang memperlancar
pengalaman belajar. Tindakan keras apapun harus dijauhkan dari perbendaharaan
metode sang guru. Kalau guru sudah mempersiapkan diri untuk mengajar, kekerasan
tidak perlu ada. Apabila dia lalu tangan atas diri si anak, maka dengan kegiatan itu dia
hanya menyatakan kelemahannya.
20) Susunlah tiga buah pertanyaan lainnya yang hendaknya diajukan kepada pelajar untuk
menguji pengetahuannya tentang isi bab ini.?
Jawab :
1. Mengapa dalam bab ini, pembahasan tentang Erasmus lebih menonjol? Apakah
dia yang memegang peran utama dalam reformasi?
2. Apa peran Erasmus sebagai pendidik oikumenis ?
3. Peristiwa- peristiwa apa saja yang terjadi pada masa sebelum menjelang reformasi
?

Anda mungkin juga menyukai