Anda di halaman 1dari 19

Laporan baca buku Ragi Carita 2 serta Kelebihan dan Kekurangan Buku Ragi Carita 2

Karya : Dr. Th. Van Den End ; Dr. J. Weitjens, S.J.


Dibuat oleh : Marthin Sofjan

Ragi Carita 2

28. Masa jaya sistem kolonial. Pergerakan nasional (1870-an – 1930-an)

Ø Imperialisme baru
Sekitar tahun 1870, kegiatan orang-orang Belanda di Indonesia mulai berubah. Orang-orang
belanda mulai memperluas wilayah kekuasaan mereka sampai meliputi wilayah Republik
Indonesia sekarang (kecuali Timor Timur).

Ø Luasnya penjajahan
Sampai tahun1870, luas wilayah kekuasaan Belanda belum banyak bertambah ketimbang
yang ada pada masa VOC. Walaupun menguasai hampir seluruh wilayah di Indonesia tetapi,
tetap saja ada wilayahh-wilayah yang sepenuhnya Belanda tidak menguasainya secara penuh
seperti Aceh, Tapanuli dan Irian.

Ø Pola penjajahan
Walaupun hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah dikuasai oleh Belanda tetapi, ada
beberapa daerah yang masih menjalankan pemerintahannya sendiri tanpa adanya campur
tangan dari Belanda. Tetapi, penguasa itu selalu didampingi oleh pegawai Belanda.

Ø Kegiatan Belanda
System tanam paksa yang diberlakukan Belanda di Indonesia dihapuskan diganti dengan
system ekonomi liberal. Itu artinya negera Belanda tidak menguasai sendiri kehidupan
ekonomi tetapi, membuka kesempatan kepada pengusaha-pengusaha swasta yang
berkebangsaan Belanda.

Ø Ethische Politik
Beberapa tokoh di Belanda menyatakan, bahwa tanam paksa  telah mengisap darah petani
Jawa, dan bahwa Belanda wajib membayar kembali utang itu. Garis kebijakan disebut
“Ethische Politiek” (ethisch = moral, susila). Para penganut garis kebijakan itu menghendaki
juga supaya orang-orang Indonesia dibimbing ke tingkat yang lebih tinggi dalam segala
bidang kehidupan tetapi, bukan bertujuan untuk memerdekakan Indonesia.

Ø Pergerakan nasional
Pergerakan nasional dalam arti yang sebernya timbul sekitar 1910. Walaupun sebelum tahun
itu ada perlawanan terhadap Belanda tetapi sifatnya masih sendiri-sendiri (bersifat
kedaerahan) dan dijiwai oleh keyakinan agama. Pergerakan nasional baru terjadi setelah
adanya imperialis Belanda yang diciptakan oleh Hindia Belanda sebagai wadah kesatuan,
maka timbulah pergerakan nasional yang bertolak dari wadah kesatuan itu.

Ø Sikap pemerintah terhadap Zending dan Misi


Sikap pemerintah Belanda atas kerja Zending dan Misi Sangat senang sehingga rela memberi
subsidi untuk pembangunan mendirikan sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit dalam
rangka meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena beberapa
petinggi dari zending dan Misi berasal dari warga gereja, sehingga bisa dikatakan keadaan
Indonesia jauh lebih baik ketimbang sebelum tahun 1870.

Ø Sikap dasar tetap sama


Meskipun demikian, pada dasarnya sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap Zending dan
Misi tetap sama seperti dalam abad ke-19 yaitu mereka harus tetap melayani kepentingan
serta mengikuti kebijakan pemerintah, sekalipun mereka diberikan kebebasan bergerak lebih
besar.

Ø Zinding/Misi atau politik


Zending dan Misi berada di tengah dunia Indonesia yang penuh dengan pertentangan dan
pergolakan. Dengan munculnya pergerakan nasional. Masalah yang mereka hadapi
bertambah rumit. Disatu pihak harus membela pemerintah Belanda tetapi dipihak lain dan
pihak lain harus menghadapi warga gereja yang menentang dan mengancam pemerintah
untuk menuntuk kemerdekaan.

29. Gereja dan teologi di negeri Belanda dalam abad ke-19 dan ke-20
Sepanjang abad ke-19 dan ke-20, dalam Gereja Herformd terdapat berbagai aliran, dengan
pola teologi dan kerohanian yang berlain-lainan.
1.       Golongan tradisonal
Golongan ini ingin memelihara tradisi abad ke-16 dan ke-17. Diantara mereka ada yang
menafsirkan Pietisme abad ke-18, ada yang berpegang pada ajaran Calvin dan sebagainya.
Golongan tradisional, berpegang pada ajaran mengenai Allah Tritunggal dan mengenai
Kristus Anak Allah. Mereka mengaku bahwa manusia, karena dilumpuhkan oleh dosa
turunan, tak sanggup melakukan hal baik apapun di hadapan Allah. Sengsara manusia itu
dapat diselamatkan hanya oleh darah Kristus Sang Penebus.

2.       Golongan Injili
Golongan tradisonal tidak berhasil memulihkan keadaan zaman dahulu dalam Gereja
Hervormd. Munculah golongan yang lain yaitu golongan Evangelis (golongan Injili). Mereka
menjadikan Kristus sebagai pusat teologi. Tetapi mereka menolak Juruselamat yang
mengorbankan diri-Nya untuk mendamaikan manusia berdosa dengan Allah dan mengagap
itu sebagai kepercayaan yang kolot. Golongan ini mengalami masa jaya antara 1830-1870.

3.       Golongan modern
Sesudah tahun 1860, kritik terhadap tradisi bertambah tajam. Timbulah teologi modern atau
liberal. Teologi ini berdasarkan penelitian kritis terhadap Alkitab dan filsafat modern.
Golongan ini menyatakan bahwa, antara agama Kristen dan agama-agama lain tidak ada
perbedaan asasi, hanya perbedaan tingkat.

4.       Golongan etis
Sekitar abad ke-19 muncul teologi yang memilki arti besar bagi pekabaran Injil di Indonesia,
yaitu teologi etis. Golongan ini menghormati tradisi ortodoks tetapi tidak sependapat. Bagi
penganut teologi etis, kebenaran harus dinyatakan dalam peribadi Kristen perseorangan.

Benang merah teologi abad ke-19


Dalam aliran-aliran teologi yang bertikai terus itu terdapat juga unsur bersama, yaitu
perhatian mereka terhadap manusia yang saleh, terhadap orang percaya. Meskipun caranya
berbeda-beda, tetapi teologi evangelis, teologi etis, teologi modern, semuanya menjadikan
manusia beragam sebagai pusat pemikiran teologinya bahkan golongan ortodoks pun
demikian.
Perhatian bagi kebudayaan
Ketiga aliran teologi tersebut memusatkan perhatian kepada manusia beragama.  Dalam ilmu
teologi mereka berusaha menunjukkan bahwa pengembangan kehidupan baru itu merupakan
inti pokok agama keristen. Mereka ingin menanamkan kehidupan yang baru itu dalam hati
masyarakat oranag-orang kafir yang belum mengenal Injil. Walaupun demikian mereka
mengakui bahwa dalam kebudayaan suku-suku itu tersimpan potensi-potensi yang tinggal
dikembangan menjadi kebudayaan-kebudayaan Kristen pribumi.

Pergeseran sesudah tahun 1920


Sejak tahun 1920-an, pola teolgi Hervormd dan pengelompokan kaum teolog mengalami
perubahan yang cukup berarti pula bagi pekerjaan zending di Indonesia. Di Jerman dan Swis
timbul teologi dialektis yang di pelopori oleh Karl Barth (1886-1968) dkk. Barth mengecam
teologi abad ke-19 karena dalam teolgi itu yang menjadi pusat bukanlah Allah, melainkan
manusia yang beragama.

Akibatnya di Indonesia
Akibat pergeseran itu terasa juga di Indonesia. Sebelum tahum 1920-an, para zending
memusatkan perhatiannya pada pembinaan kehidupan Kristen dan orang-orang yang telah
bertobat. Setelah di biarkan saja tanpa dibimbing. Tetapi mulai tahun-tahun 1920-an, orang
banyak berpikir dan mulai bertindak dengan cara yang lain. Berkat teologi baru, orang mulai
menghargai kenyataan subjektif yaitu gereja, jabatan dan sakramen.

Gereja Hervormd merosot


Selama abad ke-19 dan ke-20, Gereja Hervormd semakin merosot jumlah anggotanya.
Kemerosotan Gereja Hervormd disebakan dua factor. Pertama, makin banyak orang Belanda
yang pada waktu sensus penduduk mengaku tidak menganut salah satu agama. Kedua,
keluarnya sebagian kaum ortodoks dari gereja itu.

Gereja-gereja baru
Dalam abad ke-19 dan ke-20, semakin terpecah golongan protestan di negeri Belanda,
khususnya aliran ortodoks (Calvinis). Di samping Gereja Hervormd muncul sejumlah gereja-
gereja kecil yang semua memakai nama Gereformeerde untuk menunjukan bahwa dirinya
meneruskan tradisi abad ke-16 dan ke-17. Gereja gereformeerde ini melakukan penginjilan di
beberapa wilayah di Indonesia tahun 1860-1884.
30. Lembaga-lembaga pekabaran Injil Belanda dan para utusannya
NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap)
Pada tahun 1797, di kota perdagangan Rotterdam, sekelompok orang mendirikan
Nederlandsch Zendeling Genootschap (ZNG). Mereka didorong oleh kejadian-kejadi yang
terjadi di Inggris dan di Nederland yang mendirikan lembaga-lembaga. Selama tahun-tahun
pertama, NZG mengutus sejumlah pekabar Injil ke afrika Selatan dan India, tetapi sejak tahun
1839, lembaga itu hanya melayani PI di beberapa wilayah Indonesia.

Dasar NZG
keanggotaan NZG terbuka bagi waga-warga gereja lain. Begitu pula, di dunia orang-orang
kafir para zendeling tidak akan terikat pada ajaran dan pengakuan iman atau tata gereja dan
tata kebaktian yang khas Hervormd. NZG berpegang pada PL dan PB sebagai dasar dari
mana diperoleh pengetahuan akan kebenaran dan sebagai satu-satunya aturan untuk iman dan
jalan hidup, serta pada ke-12 pasal Iman Kristen. Tulisan pada meterai NZG berbunyi Damai
oleh Darah Salib.

Hal ihwal sejarah NZG


Dalam tahun 1850-an, diantara anggota pengurus ada yang ikut beralih ke golongan modern.
Akibatnya, sebagian kaum tradisional dan kaum etis meninggalkan NZG dan mendidrikan
lembaga-lembaga baru. Tetapi sebagian tetatp tinggal dalam NZG dan selama tahun 1900-
1940 golongan etislah yang paling menonjol dalam memimpin NZG.

Lembaga-lembaga baru
Lembaga yang pertama yang dididirikan di samping NZG ialah Doopsgezinde
Zendingsvereening (DZV, 1847). DZN merupakan keturunan Anababptis abad ke-16 yang
disebut juga Mennonites. Cirinya: menolak baptisan anak-anak, sumpah, dinas militer.

Heldring: zendeling-tukang
NZG awalnya dalam pengutusan hanya bersifat spontan dan hanya di ajarkan seperluanya
saja. Mereka tidak digaji, sehingga itu yang membuat NZG berkurang. Di tempat kerjanya
mereka harus menghidupi diri sendiri dengan cara bercocok tanam, berdagang, bertukang dan
sebagainya.
Nasib usaha Heldering
Selama 10 tahun Heldering bersama panitia tiang kristennya berhasil mengutus 52 orang ke
berbagai wilayah di Indonesia. Tetapi usaha ini tidak berhasil sehinga Heldring tidak
mengutus tenaga baru lagi.

Ermelo, Nekirchen, Salatiga-zending


Ada beberapa kelompok lain yang memekai cara kerja yang sama dengan Heldring. Di
jemaat Ermelo terjadi kebangunan rohani tahun 1850. Mereka memisahkan diri dari gereja
Hervormd (1859), tetapi memilki minat pula dalam penginjilan. Mereka mengutus anggota-
anggota untuk penginjilan di Salatiga. Ermelo tidak sanggup meneruskan pekerjaan itu dan
diteruskan oleh Neukirchener (1884) dan oleh sebuah perhimpunan para pekabaran Injil
Zending Salatiga di Jawa.

GIUZ
Di Batavia (Jakarta), pada abad ke-19 ada orang Kristen yang berminat akan usaha pekabaran
injil dan jumlahnya sedikit. Tetapi tidak ada wadah untuk menampung cita-cita mereka,
karena GPI melarang menjalankan PI maka mereka mendirikan , Genootschap van I-en
Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ, perhimpunan PI di dalam dan di luar Batavia, 1851).
Tujuannya untuk memperluas Kerajaan Allah  di tengah-tengah orang Kristen (di dalam),
kafir dan Islam (di luar).

Java-Comite (1854)
GIUZ mempunyai cabang di negeri Belanda, yaitu Java-Comite atau Panitia-Jawa (1854). Ini
dibentuk untuk menghasilkan uang awalnya, tetapi kemudian menawarkan diri untuk menjadi
lembaga induk.

NZV
Nederladsche Zendingsvereeninging (NZV, Perhimpunan Zending Belanda) tahun 1858.
Yang boleh bekerjasama dengan perhimpunan ini adalah mereka yang mengakui Tuhan
Yesus sebagai Juruselamat mereka dan tidak mengingkari keilahian-Nya. NZV melakukan PI
di penduduk Sunda dan Tianghoa Jawa Barat 1915.
NGZV (1859)
NZG mendirikan sebuah lembaga  Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereeniging
(NGZV). Dasar teologi, menganut aliran srtodoks Calvinis. Sepanjang hidupnya NGZV
mengutus 8 pekerja ke Indonesia.

Dan masih banyak lagi lembaga-lembaga zending lain yang didirikan  di Negera Belanda
untuk diutus ke bebrapa wilayah di Indonesia dalam PI selama masa 1860-1930.
Keanekaragaman itu mencerminkan keanekaragaman dalam gerja Belanda pada umumnya
dan dalam gereja  Hervormd pada khusunya. Meskipun demikian, pertikaian tajam yang
terus-menerus menggangu kehidupan gereja-gereja di Nederland tidak jadi dibawa ke
Indonesia. Disini badan-badan zending bekerja bahu-membahu, masing-masing di tempatnya
sendiri, sambil menjalin kerja sama yang semakin erat sama seperti pada masa lalu, dalam
periode ini pun, perbedaan-perbedaan warna yang menonjol di Eropa seakan-akan menjadi
luntur di Indonesia. Dalam arti tertentu, badan-badan zending itu dapat dibandingkan dengan
ordo-ordo kebiaraan dalam Gereja Roma Khatolik, yang masing-masing mempunyai warna
sendiri pula. Dalam beberapa hal koordinasi antara badan zending malah lebih baik. Soalnya,
meskipun ada perbedaan warna, tetapi akhirnya hampir semua badan zending Protestan
Belanda termasuk golongan yang sama, yaitu golongan zending yang lembaga. Hampir
semuanya berorganisai (sedikit banyak), memakai anggaran belanja, mengutus tenaga sedikit
banya professional yang diberi pendidikan khusus selama bertahun-tahun, yang mendapat
gaji tetap, yang tinggal di tempat yang tetap, yang bekerja melalui lembaga-lembaga
(sekolah, rumah sakit dan sebagainya), yang bersikap semakin terbuka terhada adat pribumi.
Garis pemisah yang lebih tajam ada di antar badan "zending yang melembaga" itu dengan apa
yang disebut faith missions. Dengan kelompok kedua ini jauh lebih sulitlah untuk mencapai
kerja sama atau saling menghormati daerah kerja masing-masing.

31. Gereja dan zending di Jerman dan Swis


Dalam zending Jerman kita menemukan corak yang serupa dengan yang terdapat dalam
zending sampai yang mengikat diri dengan tradisi salah satu gereja. Hanya, karena soal
hubungan gereja dan Negara, maka di Jerman tidak ada usaha PI oleh gereja-gereja sendiri,
seperti yang sejak tahun 1860-an ada di negeri Belanda. Berbeda dengan zending negeri
Belanda, sejarah lembaga-lembaga di Jerman pada umunya berlangsung tanpa pergolakan
(terlepas dari peristiwa-peristiwa politis). Di Jerman tidak terjadi dramatis seperti yang di
alami ZNG pada tahun1858-1864, karena tidak juga ada pergeseran yang menonjol secara
teologis, seperti yang terdapat dalam zending Belanda sejak tahun 1909, dikalangan RMG
baru berlangsung sesudah 1945. Ikut sertanya lembaga-lembaga Jerman/Swis dalam karya
Zending di Indonesia memperlihatkan sifat Internasional usaha PI dan merupakan bantuan
besar bagi Belanda yang sangat terbatas tenaganya.

32. Gereja Protestan di Hindia Belanda (Indonesia)


Dalam abad ke-19 dan bagian pertama abad ke-20, ikatan antara gereja (PGI) dan negara
sama eratnya seperti pada zaman VOC.tetapi kerugiannya sama juga. Sama seperti zaman
VOC, kegiatan gereja keluar dilumpuhkan. Lagi pula, lingkungan pelayan-pelayan gereja
diresapi suasana kepegawaian. Gereja merasa betah dalam keadaan itu, sehingga
pemerintahlah yang menganjurkan perubahan. Perubahan itu berhasil dijalankan dengan baik
hanya karena sejak abad ke-19 PGI mengalami pembaruan secara batin yang menyatakan diri
dalam berbagai hal (adanya usaha PI, perbaikan dalam hal pelayanan kepada jemaat
Indonesia, meningkatnya peran anggota jemaat misalnya dalam hal majelis, peningkatan
pendidikan tenaga pribumi perhatian lebih besar bagi nilai pengakuan iman Kristen). Jemaat-
jemaat pribumi di Indonesia Timur dalam abad ke-20 mulai mengikhtiarkan agar dapat
berdiri sendiri. Mula-mula, pemimpin Eropa tidak bersedia untuk memenuhi keinginan itu,
tetapi sekitar tahun 1930 dalam hal ini pun sempat diambil langkah-langkah menetukan.
Proses pelepasan PGI dari Negara dipercepat oleh peristiwa-peristiwa pada masa perang, dan
selesai pada tahun1950. Pada masa yang sama juga semakin longgarlah yang tinggal antara
gereja-gereja yang lahir dari PGI.

33. Gereja Maluku sejak tahun 1864


Dalam pasal ini telah kita lihat bagaimana gereja Protestan di Maluku mengalami
perkembangan dari kelompok jemaat di salah satu pelosok gereja colonial menjadi Gereja
Protestan Maluku, yaitu suatu gereja Indonesia yang berdiri sendiri. Yang memungkinkan
perkembangan itu ialah perubahan lahir dan batin yang telah berlangsung sejak abad ke-19
dan bagian pertama abad ke-20. Jemaat-jemaat telah menerima penggembalaan yang semakin
intensif oleh korps pelayan yang semakin besar dan berpendidikkan baik. Pun jemaat-jemaat
itu semakin giat menjalankan kehidupan gereja dan semakin sadar bahwa gereja itu
merupakan perkara mereka sendiri. Pada tahun1935, usaha yang telah dirintis oleh Joseph
Kam dan yang dilanjutkan oleh begitu banyak orang Maluku dan Belanda itu akhirnya
sampai ke tujuan, meskipun hasil yang diperoleh pada waktu itu pun tidak bisa tidak bersifat
sementara. Di tengah pergolakan masa Jepang dan zaman kemerdekaan, perkembangan  ke
arah gereja yang dalam organisasi dan pola hidupnya berbeda dari dunia sekitarnya itu
berjalan terus.
34. Gereja di Minahasa sejak peneyrahannya kepada PGI
Dalam masa 1875-1935, kekristenan di Minahasa mula-mula mengalami kemacetan dalam
perkembangannya menuju gereja yang berdiri sendiri. Akan tetapi. Berkat perubahan yang
terjadi  di kalangan orang Minahasa sendiri dan dalam lingkungan pimpinan gereja
berkebangsaan Belanda, maka akhirnya tujuan itu tercapai juga. Selama masa itu, di
Minahasa sering terdapat suasana tegang antara empat unsur penting: zending, gereja (PGI),
pemerintah dan  tokoh-tokoh Minahasa yang sudah aktif di bidang politik dan gereja.
Ketegangan itu membawa banyak kesulitan, tetapi sempat menjadi pula pencetus
pendobrakkan kemacetan tersebut. Yang penting juga ialah: pihak-pihak yang bersangkutan
khususnya zending dan gereja, telah mulai melihat bahwa kemandirian gereja bukanlah tahap
akhir dalam perkembangan orang Kristen Minahasa menuju ke tingkat kekeristenan yang
sempurna, melainkan titik tolak pertumbuhan rohani dalam menghadapi tantangan-tantangan
dalam lingkungan sendiri. Pada masa Jepang dan pada tahun 1950-an dan 1960-an, GMIM
menghadapi tantangan baru. Dalam menjawab tantangan itu, tokoh pendeta Wenas
memainkan peranan lain, GMIM ragu-ragu memilih antara sentralisasi dan desentrilisasi
dalam hal urusan gereja.

35. Gereja di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur sejak ± 1860-an


Sampai tahun 1900, gereja di Nusa Tenggara Timur tidak berhasil menembus batas-batas
daerah yang sudah berlaku sejak abad ke-18. Sebaliknya, masa 1910-1940 merupakan masa
perluasan, khususnya di pulau-pulau Timor dan Alor. Perluasan ini merupakan akibat
langsung  dari meningkatnya semangat PI dalam GPI. Maka polanya juga sama dengan yang
berlaku di daerah-daerah GPI lainnya: baptisan massal, pemisahan sakramen. Begitu pula
kejadian berikut yang penting dalam sejarah gereja di Timor, yaitu tindakan-tidakan yang
menjadikan gereja sebagai gereja mandiri, berkaitan erat dengan perkembangan kesadaran
bergereja dalam GPI pada trahun1930-an. Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan di
Timor, khususnya dalam tahun1930-an, lebih banyak merupakan hasil kejadian di luar Timor
dari pada hasil kegiatan orang Timor sendiri. Akibatnya, pada tahun1947 GMIT berdiri
sendiri secara lahir, tetap belum siap secara batin.  Gerakan Roh tahun 1965-1969 merupakan
peristiwa penting dalam kehidupan GMIT, khususnya daerah Timor Tengah Selatan, tetapi
agaknya gerakan itu tidak banyak membantu gereja mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dialaminya.

36. Pekabaran Injil dan Gereja di Irian Jaya


Perbedaan atara metode Gossner-Heldring dengan metode UZV merupakan perbedaan
tingkat, bukan perbedaan asasi. Bahwa dalam beberapa hal, sikap terhadap kebudayaan
setempat, pembangunan organisasi gereja-perkembangan di Irian agak terlambat,
dibandingkan dengan sejumlah daerah lainnya sama juga, maka dapat ditanyakan apa yang
menjadi sebabnya: keadaan di lapangan, yakni taraf kemajuan orang Irian dan jarak-jarak
yang jauh, ataupun pola berpikir dan pola kerja UZV? Dan yang menghibur ialah: bahwa
akhirnya yang menentukan berhasil tidaknya  sesuatu karya PI bukanlah metode yang
dipakai, melainkan kekuatan Injil sendiri ditambah kasih dan kesetiakawanan yang dipupuk
oleh Injil itu.

37. Pekabaran Injil dan Gereja di Halmahera dan Buru


Sama seperti di Irian, begitu pula di Halmshera masa sejak permulaan PI sampai tahun 1930-
an dapat di bagi dua. Masa pertama ditandai oleh metode konsentrasi dan kurang membawa
hasil yang nyata. Masa kedua ialah masa ekspansi. Istilah ekspansi (perluasan, penyebaran)
itu menyangkut daerah PI serta jumlah orang Kristen, akan tetapi juga cara besar anatar
kedua babak itu, walaupun perbedaan itu tidak bersifat mutlak. Dalam masa 1942-sekarang,
ekspansi berlangsung terus. Dalam masa ini juga gereja di Halmahera mandiri.  Orang
Halmahera mengambil alih pimpinan dalam gerja dari orang Belanda dan Ambon, dan
mereka menyelesaikan tugas mengabarkan Injil kepada teman sesukunya yang belum
menerima Injil. Meskipun demikian, orang Kristen Halamahera ternyata menyadari, bahwa
lain gereja, lain masyarakat suku. Hal ini terbukti  dari kebijakan yang diambil dalam hal
nama dan organisasi gereja dan dari sikap terhadap adat.

38. Pekabaran Injil dan gereja-gereja di daerah Sulawesi Utara (di luar Minahasa)
Sama seperti Minahasa, begitu juga bagian-bagian Sulawesi Utara lainnya sudah didatangi
orang Eropa sejak abad ke-16. Tetapi kurang mendapat minat dari orang-orang Eropa seperti
Minahasa. Sampai akhir abad ke-19 mayoritas orang sangir dan Talaud masih beragama
suku. Sekitar tahun 1850. Di kepulauan Talaud sudah tidak ada lagi orang Kristen. Di pulau-
pulau sangir tetap ada jemaat-jemaat Kristen, lengkap dengan gedung gerja dan sekolahnya.
Dalam abad ke-18 sudah terdapat ratusan orang Kristen di daerah pesisir Bolaang
Mongondow. Mulai tahun 1889, di Gorontalo terdapat sejumlah orang Kristen Indonesia ,
khususnya Minahasa.

39. Pekabaran Injil dan Gereja-gereja di Sulawesi Tengah


Dalam sejarah usaha PI di Poso muncullah beberapa ciri khas: perhatian besar terhadap
agama dan kebudayaan asli, upaya untuk sejauh mungkin menerima usure-unsur kebudayaan
asli itu kedalam tata kehidupan yang baru, kesabaran besar dalam menungu hasil. Ciri-ciri ini
sejak akhir abad ke-19 terdapat juga di daerah-daerah PI lain, tetapi lebih menonjol di Poso
dan kebudayaannya. Dengan demikian, dalam lingkungan zending Belanda, Sulawesi Tengah
dianggap daerah teladan, dan pasangan tokoh Kruyt dan Adriani menjadi tokoh yang sangat
berpengaruh. Namun dalam beberapa hal pandangan mereka juga tidak cukup luas, seperti
yang menjadi nyata dalam hal orgnisasi gereja dan usaha di bidang kesehatan.

40. Pekabaran Injil dan gereja-gereja di Sulawesi Selatan dan Tenggara


Sampai permulaan abad ke-20, di wilayah Sulsera agama Kristen merupakan agama
sekelompok kecil para pendatang. Pada tahun 1912, GPI mulai bekerja di daerah itu.
Khususnya di bagian utara, tetapi beberapa PI datang menggantikannya. Lembaga-lembaga
itu agak berbeda pola kerjanya. Dalam hal sikap terhadap adat, pendekatan Gereja GZB dan
CGK lebih banyak meneladani pola gereja-gereja  Gereformeerde di Jateng. Menurut jumlah
orang yang masuk Kristen, hasil PI paling besar di Sulawesi Selatan bagian utara, khususnya
di pedalaman, sebab di sana zending masuk mendahului atau bersamaan waktu dengan agama
Islam. Tetapi di pesisir dan di daerah Sulawesi Tenggara pengaruh Islam sudah terlanjur
tertanam.

41. Pekabaran Injil dan Gereja-gereja di Kalimantan sejak tahun 1860-an


Usaha zending di Kalimantan sudah dimulai agak dini, kira-kira bersamaan waktu dengan di
Jawa serta Sulawesi dan sebelum di Tapanuli. Harapan zending ialah supaya daerah
pedalaman dapat dikristenkan seluruhnya, sehingga suku dayak dapat dimasukan dalam satu
gereja suku yang besar, sama seperti yang terjadi dengan orang batak di Sumatra Utara dan
dengan orang-orang Toraja di Sulawesi tengah. Tetapi harapan itu meleset, karena di
Kalimantan tidak sampai terjadi pertobatan secara massal. Maka di Kalimantan Gereja
Kristen tetap merupakan minorits terkecil, yang terbagi atas beberapa lembaga gereja.

42. Usaha pekabaran Injil oleh RMG di Sumatra Utara dan gereja-gereja yang
dihasilkan olehnya
Usaha pekabaran Injil di Sumatra utara mula-mula dirintangi oleh keadaan politik. Pekabar-
pekabar Injil pertama terpaksa menetap di pinggir tanah Batak. Tetapi dibawah pimpinan
Nommensen, karya PI menerobos ke jantung daerah-daerah yang masih murni beragama
suku. Dalam perjumpaan  dengan sistem social budaya orang batak, Nommensen
mengembangkan pendekatan menyeluruh yang menghasilkan lembaga-lembaga gereja-rakyat
(gereja-suku). Namun, sejak 1927 kesatuan gereja-suku terpecah. HKBP dan gereja-gereja
asal RMG lainnya menunjukkan cirri-ciri khas yang membedakannya dari sebagian besar
gereja-gereja lain di Indonesia.

43. Pekabaran Injil non RMG dan gereja-gereja yang tumbuh darinya di Sumatra
Utara
Selain oleh RMG, Injil di bawa ke Sumatra NZG dan oleh Gereja Methodis dari Amerika.
Salah satu PT perkebunan yang besar meminta ZNG agar mengutus seorang pekabar Injil
kepada orang Karo supaya mereka ini dijinakkan dan menanggung seluruh biaya. Tetapi
karena resesi ekonomi, maka ZNG membiayai PI di tanah Karo.
Banyak hal sudah dilakaukan usaha selama 50 tahun untuk PI di tanah Karo dan terbentuklah
Gereja Karo, Gereja Khatolik, Gereja Adventis, Bala Keselamatan, dan Kemah Injili.

44. Pekabaran Injil dan Gereja di Nias dan pulau-pulau lain lepas Sumatra (1865-
sekarang)
Selama 25 tahun pertama (1865-1890), usaha PI di Nias tetap terbatas pada daerah kekuasaan
Belanda di sekitar Gunung Sitoli di pantai timur. Pada tahun 1890 di Nias telah meningkat
menjadi 706 jiwa. Dalam masa 25 tahun berikutnya, usaha PI di Nias maju dengan lebih
cepat.

45. Pekabaran Injil dan Gereja di Jakarta dan di Jawa Barat sejak tahun 1870-an
Di Jawa Barat, Injil dibawa oleh beberapa badan dan orang perseorangan. Oleh karena itu,
dan oleh karena penduduknya yang datang dari daerah lain maka di daerah tersebut,
khususnya DKI Jakarta , terdapat sejumlah besar gereja Kristen. Dua diantaranya yang dapat
dikatakan pribumi, karena beranggotakan orang yang sudah tinggal di daerah itu turun-
temurun, yaitu GKP dan GKI-Jabar.

46. Pekabaran Injil dan gereja-gereja  di jawa Tengah sejak tahun 1870-an
Di Jawa Tengah, agama Kristen pertama kali dibawa oleh orang perseorangan berkebangsaan
Eropa dan diteruskan oleh orang Jawa sendiri. Sesuai dengan suasana  colonial colonial abad
ke-19, lembaga-lembaga PI dari Eropa menggap perlu menampung dan mengasuh kelompok-
kelompok Kristen Jawa itu. Tiga lembaga yang masuk ke Jateng masing-masing mewakili
dedominasi sendiri: Mennonite, Kongregasional, Calvinis. Maka berlainan dengan keadaan di
Jabar dan Jatim, di dareah Jateng berdiri tiga, bahkan lima gereja pribumi, disamping jemaat-
jemaat para pendatang (HKBP, GPIB), dan sejumlah gereja lain yang tidak terbatas pada
daerah itu, seperti Pentakosta dan lain-lain

47. Pekabaran Injil dan Gereja di Jawa timur dan Bali sejak tahun 1870-an
Sampai tahun 1910-an, gereja Kristen di Jawa timur merupakan gereja petani (desa) yang
berada di bawah perwalian zending. Para zending memandang tugas mereka sebagai karya
pendidikan. Tetapi pengarush kebangkitan nasional, pertambahan jumlah orang Kristen yang
pindah ke kota, dan perubahan dalam pola berpikir para zendeling mengakibatkan
perombakan kebijakan zending. Perhatian lebih banyak diarahkan ke kota-kota dan gereja
dinyatakan berdiri sendiri. Lalu GKJW dan zending bersama-sama mengasuh dan
membimbing jemaat-jemaat Kristen yang telah tumbuh di Bali.

48. Pekabaran Injil dan gereja di Sumba


Sumba merupakan daerah yang sulit bagi zending disebabkan factor kesukuan (Sawu-Sumba)
dan karena keadaan tidak aman, yang baru berakhir pada tahun 1912. Di Sumba, hasil PI
datang lebih lambat daripada di daerah-daerah lain yang penduduknya beragama suku. Pun
hanya di Sumba perbedaan paham antara para pendeta zending membawa keperpecahan.

49. Gereja-gereja Pentakosta


Dalam abad ke-20, Indonesia dimasuki penginjil-penginjil dari Amerika yang membawa
tradisi teologi/kerohanian yang berbeda dengan yang telah datang dari Eropa. Yang mencapai
hasil yang paling besar ialah para penginjil Pentakosta. Mereka pada umunya bekerja di kota-
kota dan di tengah-tegah orang sudah masuk Kristen sebelumnya. Yang diutamakan ialah
usaha penginjilan secara langsung. Jumlah orang Pentakosta di Indonesia sangat besar, tetapi
gereja mereka pecah belah akibat perpecahan yang merajalela antara tahun 1930 dan 1970.

50. Sejarah gereja-gereja dari rumpun Kemah Suci


Gereja-gereja yang termasuk rumpun Kemah Suci berakhir dalam gerakan Alliance
(persekutuan) yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1880-an. Pemimpinnya
bernama  A.B. Simpson yang seorang mantan pendeta Prebiterian. Pada tahun 1897, dua
kelompok bergabung menjadi satu yaitu the International Missionary Alliance dan The
Christian Alliance menjadi The Christian and Missionary Alliance (CAMA) di New York.
Ajaran CAMA dapat disimpulkan dalam empat asas, yang disebut Injil rangkap empat yaitu
Krsitus Menyelamatkan, Menyucikan, Menyembuhkan , Datang Kembali sebagai Tuhan. PI
yang dilakukan oleh CAMA di Indonesia menggunakan pesawat terbang tahun 1939. Gereja-
gereja yang di dirikan di Indonesia oleh CAMA antara lain KINGMI Kaltim dan Kalbar
(Kalimantan).

51. Sejarah gereja-gereja dari rumpun Baptis


Aliran Baptis timbul di Inggris sekitar tahun 1600. Cirri khasnya ialah penolakan terhadap
pembaptisan anak-anak dan terhadap hubungan erat antara gereja dan Negara seperti yang
dianut gereja Khatolik Roma. Pada tahun 1951 Konvensi Baptis Selatan melakukan PI di
Indonesia. KBS berpusat di pulau Jawa. Mendirikan beberapa sekolah Teologi.

52. Bala Keselamatan


Bala keselamatan (Salvation Army) didirikan pada tahun 1878 di London oelh William Booth
(1829-1912). Pada tahun 1878, organisasi itu dirombak menjadi The Salvation Army. Pada
tahun 1895 dua perwira diutus ke pulau Jawa. Mereka menetap di Purworejo dan hal ini
dianggap menimbulkan persaingan oleh zending. Mereka membuka tempat penampungan
tuna wisma Bugangan dan koloni Salib Putih di Salatiga. Kini (1984) di Indonesia terdapat
3.500 lebih perwira (opsir, tenaga staf) Bala Keselamatan, dengan 60.000 anggota yang
terbagi atas 4 divisi dan 7 distrik.

53. Gereja Masehi Advent hari Ketujuh


Gereja Advent Hari Ketjuh (Seventh Day Adventist Church) berakar dalam kebangunan yang
berlangsung di Amerika Serikat sekitar tahun 1820. Dalam gerakan ini, unsure eskatologi
(penantian kembali kedatangan Kristus) sangat dipentingkan. Gereja Adventis pertama kali
masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Dari Padang, ajaran Adventis dibawa ke tanah Batak
oleh Immanuel Siregar, putera orang Batak yang pertama masuk Kristen pada tahun 1861.
Kini (1995), anggota (dewasa) Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia berjumlah
sekitar 110.000, dalam lebih 900 jemaat.

54. Tinjauan umum atas periode 1860-1942; A. Para zendeling, karya dan
kebijaksanaan mereka
Antara tahun 1860-1942 karya zending meluas menjadi unsur penting dalam masyarakat
Indonesia yang sedang berkembang, khususnya di luar Jawa. Usaha zending dalam hal
pekabaran Injil , pendidikan, dan lain-lain, bersumber pada Injil, tetapi di samping itu pula
pada pemikiran Barat pada abad ke-19. Adanya dua sumber itu berdampak terhadap pola
pekabaran Injil, kebijakan zending adalah hal organisasi gereja, dan pandangan zending
mengenai gerakan nasional Indonesia.

55. Tinjauan umum atas periode 1860-1942: B. Orang-orang Kristen Protestan


Indonesia
Dalam tahun 1860-an orang Kristen Protestan di Indonesia berjumlah sekitar 120.000. Pada
tahun 1938 orang yang sudah dibaptis berjumlah 1.665.771, atau sekitar 25% seluruh
pendudk Indonesia. Separuh orang Kristen Indonesia tinggal di atau berasal dari daerah yang
sudah dikristenkan pada masa VOC, dan bahwa pada waktu itu sepertiga dari orang Kristen
Indonesia termasuk gereja yang lahir dari usaha zending Jerman (RMG). Dalam kekristenan
Barat pengaruh lingkungan begitu besar, sehingga tidak heran jika di Indonesia juga memilki
pengaruh lingkungan yakni lingkungan Indonesia. Dan karena lingkungan Indonesia itu
berbeda-beda menurut kelompok dan daerahnya, maka tidaklah mengherankan pula kalau
kekristenan di Indonesia beraneka ragam.

56. Gereja-gereja  di Indonesia pada masa Jepang (1942-1945)


Pada permulaan masa Jepang, sebagian besar orang Kristen Indonesia seduah mengalami
kehidupan sebagai gereja mandiri, namun peranan orang Eropa dalam gereja-gereja itu masih
besar sekali. Pada masa perang, tindakan orang Jepang menghadapkan orang Kristen pada
tantangan yang hebat di bidang kerohanian, kepemimpinan, dan keuangan. Di tengah kemelut
itu muncul beberapa tokoh pemimpin yang memahami serta menjawab tantangan itu.
Kebanyakan penghantar jemaat dan orang Kristen meneruskan kehidupan jemaat dengan
sebaik-baiknya; mereka tidak menyerah dan tidak mengangkat suara pula. Ada sejumlah dan
orang Kristen lainnya yang meninggal dunia akibat perbuatan oknum-oknum yang memusuhi
Kristen; lebih besar lagi jumlah oarng Kristen Indonesia dan tenaga zending yang meninggal
akibat tindakan Jepang. Selama masa Jepang, organisasi gerja tidak dapat berjalan, tetapi
kehidupan jemaat berlangsung terus dan kesadaran jemaat bertambah besar.

57. Tinjauan umum: Gereja-gereja di Indonesia, 1945-sekarang


Setelah  Indonesia merdeka, jumlah gereja bertambah besar dan kekeristenan Indonesia
tambah beraneka ragam. Penyebab pertama adalah retaknya beberapa gereja akibat unsur
kesukuan/kedaerahan atau karena factor lain. Tetapi ada pula penyebab lain, yang lebih
penting, yaitu masuknya atau perluasan pengaruh denominasi-denominasi jenis kebangunan,
khususnya dari Amerika. Lembaga-lembaga zending dan gereja protestan pada saat berpisah
dengan anak asuh mereka telah menyediakan tata gereja, yang pada umumnya bersifat
presbiterial. Pertama, GPI dan kebanyakan lembaga zending kurang melatih jemaat-jemaat
untuk hidup menurut pola tersebut pada masa sebelum berdiri sendiri. Kedua, di beberapa
daerah masyarakat berpola feodal. Dengan mudah pola itu meresap ke dalam kehidupan
gereja.

58. pendidikan pelayan-pelayan gereja dan perkembangan ilmu teologi dalam abad ke-
19 dan ke-20
Sejarah pendidikan pelayan-pelayan gereja di Indonesia berlangsung melaluia tiga tahap.
Yang pertama, pendidikan dalam lingkungan rumah seorang zending. Yang kedua, dalam
lembaga pendidikan guru atau guru Injil, yang bersifat sederhana. Yang ketiga, dalam
sekolah teologi. Tahap-tahap ini, yang tidak berlangsung serempak di semua daerah atau
gereja, berjalan sejajar dengan perkembangan di bidang pendidikan di Indonesia dari
penyerahan "ngelmu" oleh seorang guru sampai ke didirikannya universitas-universitas.
Maka barulah sesudah tahun 1950 ahli-ahli teologi bangsa Indonesia mulai membangun ilmu
teknologi yang menghadapi persoalan-persoalan yang terdapat dalam lingkungan gereja dan
masyarakat di Indonesia.

59. Gerakan Oikumenis di Indonesia


Sampai sekitar tahun 1850, di Indonesia belum terdapat gerakan oikumenis, sebab belum ada
kepelbagaian gereja. Begitu pelbagai gereja (lembaga PI) masuk, segera pula muncul upaya
untuk mencapai kerja sama dan saling pengertian. Hingga Perang Dunia ll usaha-usaha itu
diprakarsai dan dilakukan oleh orang Eropa. Mula-mula yang diusahakan hanya kerja sama
dan pendekatan antara perseorangan. Dalam abad ke-20 mulai dipikirkan pula kerja sama dan
kesatuan antara gereja-gereja (badan-badan zending). Orang Indonesia makin banyak
dilibatkan dalam usaha ini dan sejak tahun 1945 gerakan oikumenis menjadi urusan mereka
sendiri. Wadah oikumenis yang utama dalam lingkungan protestan di Indonesia ialah
DGI/PGI. Di samping itu terdapat beberapa badan yang kehadiran gereja-gereja ini, di
samping hubungan dengan GKR, merupakan tantangan oikumenis yang selama ini belum
berhasil dijawab.

60. Orang-orang Kristen di tengah-tengah masyarakat Indonesia


Dalam mempelajari peranan orang Kristen di dalam masyarakat Indonesiaselama abad ke-20,
hendaknya kita memperhatikan factor-faktor objektif yang ikut menentukan besar-kecilnya
peranan itu. Sekitar tahun 1900 orang Kristen merupakan 1 persen penduduk Indonesia, pada
tahun 1938 naik menjadi 2,5. Orang Kristen ikut dalam pembangunan masyarakat Negara
Indonesia. Zending dan gereja telah membawa modernisasi ke daerah-daerah yang
dilayaninya. Pemerintah tidak mengijinkan PGI mendirikan sekolah-sekolah. Pada tahun
1938, zending menyelenggarakan sekolah desa (sekolah dasa 3 tahun) 2.584 buah, dengan
jumlah murid 193.311, sekolah standard/vervorlg (sekolah dasar 5 tahun) 237, dan beberapa
sekolah pertukangan. Tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang-bidang
lainnya seperti kesehatan, orang Kristen Indonesia dan zending telah berperan besar dalam
memajukan masyarakat Indonesia.

61. Gereja Katolik 1860-1900


Pada akhir tahun 1864 ada 23.543 orang katolik. Pada waktu itu penduduk seluruh Indonesia
berjumlah 19.000.000. stasi terbesar ialah Larantuka dengan 11.200 orang katolik. Untuk
melayani yang tersebar luas, ada 12 pastur, 4 bruder dari kongresi Aloysius di Surabaya sejak
tahun1862, dan sekitar 30 suster Ursulin, yang ada di Jakarta sejak tahun 1856. Walaupun
demikian jumlah tenaga ini tidak memadai untuk karya gereja.
Banyak kendala yang di hadapi gereja katolik dalam melayani warga jemaat, selain di negeri
Belanda tetapi juga diladang misi di tindas oleh pemerintah Belanda. Persebaran agama
katolik di wilayah Indonesia boleh dikatakan mengalami pasang surut sama halnya dengan
protestan dalam misi. Sampai dengan saat ini katolik terbesar di Indonesia masih berada di
wilayah Flores NTT dan selebihnya di daerah-daerah lainnya.

62. Gereja Katolik 1900-1942: umum


Dari tahun 1928-1942 setiap tahun diterbitkan suatu buku alamat dan statistic mengenai misi
katolik di tanah air kita; sejak tahun 1932 diolah oleh Central Missie Bureau dengan judul
Jaarboekc1932 dan seterusnya.
Pada akhir zaman colonial di Jawa hidup sekitar 80% dari orang Eropa katolik dan kurang
dari 10% katolik pribumi. Pertambahan cepat ini disebabkan terutama karena sejak sekitar
tahun 1900an banyak orang katolik Belanda datang ke tanah air sebagai guru, pegawai,
karyawan bank, perusahaan, perkebunan dan sebagainya.
Banyak sekolah-sekolah yang didirikan berbasis katolik yand dibangun di beberapa wilayah
di Indonesia yang dari zaman dulu hingga saat ini masih ada.

63. Perang dunia II dan penjajahan Jepang


Pada tanggal 10 Mei 1940 negeri Belanda diserang Jerman. Segala hubungan dengan
Indonesia putus. Akibatnya tiak ada tenaga baru yang datang, bahkan beberapa room muda
Yesuit dan yang lainnya sedang belajar di Eropa dan tidak bisa kembali juga karena belum
berakhir perang. Pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia Belanda berkapitulasi dengan Jepang dan
mulailah dalam sejarah bangsa Indonesia. Para misionarispater, bruder, suster-Belanda
diinternir di satu daerah berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun sehingga banyak yang
meninggal.
Sikap orang Jepang terhadap orang Katolik tidak sama di mana-mana. Seluruh kerugian yang
diderita gereja selama masa Jepang tak bisa ditaksir. Walaupun demikian umat katolik tetap
bertahan dengan jiwa yang semangat. Setelah kekealahan Jepang membuka babak baru, di
mana terjadi perlawanan dari republic yang fanatic anti-kristen dan terjadi pembunuhan
orang-orang katolik-protestan di berbagai daerah.

64. 1860-1945 Selayang pandang


1. tahun 1901 diterbitkan De Zendingseeuw voor Neder,andsch Oost-Indie, suatu buku besar
dan tebal, karangan S. Coolsma, yang menguraikan panjang lebar karya zending abad ke-19
di berbagai daerah di Indonesia. Bagi misi katolik abad ke-19 baru merupakan permulaan
pada skala yang masih kecil.
2. Masing-masing Vikariat atau Prefektur Apostolik dipercayakan kepada satu tarekat imam
oleh paus.
3.  Dalam gereja Katolik tidak ada perbedaan seperti di antara gereja protestan yang
memelihara orang  Kristen Belanda, Indo dan orang Kristen pribumi warisan VOC di satu
pihak, dan pelbagai lembaga zending yang mewartakan Injil di antara orang pribumi dilain
pihak.
4. Umat katolik berkembang lebih dari 12 kali lipat ganda  antara 1900 dan 1941, itu terjadi
karena adanya tambahan tenaga-tenaga.

65. Masa Republik Indonesia : Beberapa Angka


Pada tahun 1534 raja mamoya, kampung utama di moro, Halmahera utara dipermandikan.
Peristiwa itu dipandang sebagai permulaan gereja Katolik di Nusantara. Pada tahun 1984
diperingati ke-450 tahun. Sampai akhir 1960 wilayah Indonesia dibagi menjadi sejumlah
Vikariat Apostolik. Pada tanggal 3 januari 1961 paus Yoanes XXIII mendirikan hierarki di
Indonesia. Sejak kemerdekaan kongresi baru didirikan. Kalau sebelum kemerdekaan masih
ada orang yang bisa menganggap bahwa masuk Kristen katolik  itu agak sama dengan masuk
Belanda. Pandangan seperti ini tidak sama sekali dapat dipertahankan. Kebanyakan
misionaris kini sudah menjadi warga Indonesia. Dari 34 keuskupan tinggal 8 yang uskupnya
belum seorang putera pribumi.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Ragi Carita 2

Kelebihan buku ragi carita 2 ini adalah pembahasan bab demi bab yang sistematis sehingga
orang awam pun ketika membaca buku ini dapat mengenali dengan jelas runtutan peristiwa
demi peristiwa yang terjadi pada saat itu. Pembahasan buku ini pun ringan tidak terlalu berat,
mudah dimengerti dengan bahasa yang ringan. Buku ini juga menjelaskan satu persatu
urutan-urutan sejarah gereja di indonesia mulai berdiri sampai saat ini dengan cukup adil,
tidak berat sebelah didalam pemberitaannya dan juga mengungkapkan kelemahan serta
kelebihan bagaimana sejarah masuknya Gereja di indonesia.

Kelemahan buku ragi carita 2 ini adalah walaupun buku ini cukup dengan baik menjelaskan
sejarah gereja hanya saja secara penulisan dan penjabaran sedikit membuat pusing karena
pengelompokkan penulisan yang agak bertumpuk di kiri dan kanan.

Anda mungkin juga menyukai