Ragi Carita 2
Ø Imperialisme baru
Sekitar tahun 1870, kegiatan orang-orang Belanda di Indonesia mulai berubah. Orang-orang
belanda mulai memperluas wilayah kekuasaan mereka sampai meliputi wilayah Republik
Indonesia sekarang (kecuali Timor Timur).
Ø Luasnya penjajahan
Sampai tahun1870, luas wilayah kekuasaan Belanda belum banyak bertambah ketimbang
yang ada pada masa VOC. Walaupun menguasai hampir seluruh wilayah di Indonesia tetapi,
tetap saja ada wilayahh-wilayah yang sepenuhnya Belanda tidak menguasainya secara penuh
seperti Aceh, Tapanuli dan Irian.
Ø Pola penjajahan
Walaupun hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah dikuasai oleh Belanda tetapi, ada
beberapa daerah yang masih menjalankan pemerintahannya sendiri tanpa adanya campur
tangan dari Belanda. Tetapi, penguasa itu selalu didampingi oleh pegawai Belanda.
Ø Kegiatan Belanda
System tanam paksa yang diberlakukan Belanda di Indonesia dihapuskan diganti dengan
system ekonomi liberal. Itu artinya negera Belanda tidak menguasai sendiri kehidupan
ekonomi tetapi, membuka kesempatan kepada pengusaha-pengusaha swasta yang
berkebangsaan Belanda.
Ø Ethische Politik
Beberapa tokoh di Belanda menyatakan, bahwa tanam paksa telah mengisap darah petani
Jawa, dan bahwa Belanda wajib membayar kembali utang itu. Garis kebijakan disebut
“Ethische Politiek” (ethisch = moral, susila). Para penganut garis kebijakan itu menghendaki
juga supaya orang-orang Indonesia dibimbing ke tingkat yang lebih tinggi dalam segala
bidang kehidupan tetapi, bukan bertujuan untuk memerdekakan Indonesia.
Ø Pergerakan nasional
Pergerakan nasional dalam arti yang sebernya timbul sekitar 1910. Walaupun sebelum tahun
itu ada perlawanan terhadap Belanda tetapi sifatnya masih sendiri-sendiri (bersifat
kedaerahan) dan dijiwai oleh keyakinan agama. Pergerakan nasional baru terjadi setelah
adanya imperialis Belanda yang diciptakan oleh Hindia Belanda sebagai wadah kesatuan,
maka timbulah pergerakan nasional yang bertolak dari wadah kesatuan itu.
29. Gereja dan teologi di negeri Belanda dalam abad ke-19 dan ke-20
Sepanjang abad ke-19 dan ke-20, dalam Gereja Herformd terdapat berbagai aliran, dengan
pola teologi dan kerohanian yang berlain-lainan.
1. Golongan tradisonal
Golongan ini ingin memelihara tradisi abad ke-16 dan ke-17. Diantara mereka ada yang
menafsirkan Pietisme abad ke-18, ada yang berpegang pada ajaran Calvin dan sebagainya.
Golongan tradisional, berpegang pada ajaran mengenai Allah Tritunggal dan mengenai
Kristus Anak Allah. Mereka mengaku bahwa manusia, karena dilumpuhkan oleh dosa
turunan, tak sanggup melakukan hal baik apapun di hadapan Allah. Sengsara manusia itu
dapat diselamatkan hanya oleh darah Kristus Sang Penebus.
2. Golongan Injili
Golongan tradisonal tidak berhasil memulihkan keadaan zaman dahulu dalam Gereja
Hervormd. Munculah golongan yang lain yaitu golongan Evangelis (golongan Injili). Mereka
menjadikan Kristus sebagai pusat teologi. Tetapi mereka menolak Juruselamat yang
mengorbankan diri-Nya untuk mendamaikan manusia berdosa dengan Allah dan mengagap
itu sebagai kepercayaan yang kolot. Golongan ini mengalami masa jaya antara 1830-1870.
3. Golongan modern
Sesudah tahun 1860, kritik terhadap tradisi bertambah tajam. Timbulah teologi modern atau
liberal. Teologi ini berdasarkan penelitian kritis terhadap Alkitab dan filsafat modern.
Golongan ini menyatakan bahwa, antara agama Kristen dan agama-agama lain tidak ada
perbedaan asasi, hanya perbedaan tingkat.
4. Golongan etis
Sekitar abad ke-19 muncul teologi yang memilki arti besar bagi pekabaran Injil di Indonesia,
yaitu teologi etis. Golongan ini menghormati tradisi ortodoks tetapi tidak sependapat. Bagi
penganut teologi etis, kebenaran harus dinyatakan dalam peribadi Kristen perseorangan.
Akibatnya di Indonesia
Akibat pergeseran itu terasa juga di Indonesia. Sebelum tahum 1920-an, para zending
memusatkan perhatiannya pada pembinaan kehidupan Kristen dan orang-orang yang telah
bertobat. Setelah di biarkan saja tanpa dibimbing. Tetapi mulai tahun-tahun 1920-an, orang
banyak berpikir dan mulai bertindak dengan cara yang lain. Berkat teologi baru, orang mulai
menghargai kenyataan subjektif yaitu gereja, jabatan dan sakramen.
Gereja-gereja baru
Dalam abad ke-19 dan ke-20, semakin terpecah golongan protestan di negeri Belanda,
khususnya aliran ortodoks (Calvinis). Di samping Gereja Hervormd muncul sejumlah gereja-
gereja kecil yang semua memakai nama Gereformeerde untuk menunjukan bahwa dirinya
meneruskan tradisi abad ke-16 dan ke-17. Gereja gereformeerde ini melakukan penginjilan di
beberapa wilayah di Indonesia tahun 1860-1884.
30. Lembaga-lembaga pekabaran Injil Belanda dan para utusannya
NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap)
Pada tahun 1797, di kota perdagangan Rotterdam, sekelompok orang mendirikan
Nederlandsch Zendeling Genootschap (ZNG). Mereka didorong oleh kejadian-kejadi yang
terjadi di Inggris dan di Nederland yang mendirikan lembaga-lembaga. Selama tahun-tahun
pertama, NZG mengutus sejumlah pekabar Injil ke afrika Selatan dan India, tetapi sejak tahun
1839, lembaga itu hanya melayani PI di beberapa wilayah Indonesia.
Dasar NZG
keanggotaan NZG terbuka bagi waga-warga gereja lain. Begitu pula, di dunia orang-orang
kafir para zendeling tidak akan terikat pada ajaran dan pengakuan iman atau tata gereja dan
tata kebaktian yang khas Hervormd. NZG berpegang pada PL dan PB sebagai dasar dari
mana diperoleh pengetahuan akan kebenaran dan sebagai satu-satunya aturan untuk iman dan
jalan hidup, serta pada ke-12 pasal Iman Kristen. Tulisan pada meterai NZG berbunyi Damai
oleh Darah Salib.
Lembaga-lembaga baru
Lembaga yang pertama yang dididirikan di samping NZG ialah Doopsgezinde
Zendingsvereening (DZV, 1847). DZN merupakan keturunan Anababptis abad ke-16 yang
disebut juga Mennonites. Cirinya: menolak baptisan anak-anak, sumpah, dinas militer.
Heldring: zendeling-tukang
NZG awalnya dalam pengutusan hanya bersifat spontan dan hanya di ajarkan seperluanya
saja. Mereka tidak digaji, sehingga itu yang membuat NZG berkurang. Di tempat kerjanya
mereka harus menghidupi diri sendiri dengan cara bercocok tanam, berdagang, bertukang dan
sebagainya.
Nasib usaha Heldering
Selama 10 tahun Heldering bersama panitia tiang kristennya berhasil mengutus 52 orang ke
berbagai wilayah di Indonesia. Tetapi usaha ini tidak berhasil sehinga Heldring tidak
mengutus tenaga baru lagi.
GIUZ
Di Batavia (Jakarta), pada abad ke-19 ada orang Kristen yang berminat akan usaha pekabaran
injil dan jumlahnya sedikit. Tetapi tidak ada wadah untuk menampung cita-cita mereka,
karena GPI melarang menjalankan PI maka mereka mendirikan , Genootschap van I-en
Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ, perhimpunan PI di dalam dan di luar Batavia, 1851).
Tujuannya untuk memperluas Kerajaan Allah di tengah-tengah orang Kristen (di dalam),
kafir dan Islam (di luar).
Java-Comite (1854)
GIUZ mempunyai cabang di negeri Belanda, yaitu Java-Comite atau Panitia-Jawa (1854). Ini
dibentuk untuk menghasilkan uang awalnya, tetapi kemudian menawarkan diri untuk menjadi
lembaga induk.
NZV
Nederladsche Zendingsvereeninging (NZV, Perhimpunan Zending Belanda) tahun 1858.
Yang boleh bekerjasama dengan perhimpunan ini adalah mereka yang mengakui Tuhan
Yesus sebagai Juruselamat mereka dan tidak mengingkari keilahian-Nya. NZV melakukan PI
di penduduk Sunda dan Tianghoa Jawa Barat 1915.
NGZV (1859)
NZG mendirikan sebuah lembaga Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereeniging
(NGZV). Dasar teologi, menganut aliran srtodoks Calvinis. Sepanjang hidupnya NGZV
mengutus 8 pekerja ke Indonesia.
Dan masih banyak lagi lembaga-lembaga zending lain yang didirikan di Negera Belanda
untuk diutus ke bebrapa wilayah di Indonesia dalam PI selama masa 1860-1930.
Keanekaragaman itu mencerminkan keanekaragaman dalam gerja Belanda pada umumnya
dan dalam gereja Hervormd pada khusunya. Meskipun demikian, pertikaian tajam yang
terus-menerus menggangu kehidupan gereja-gereja di Nederland tidak jadi dibawa ke
Indonesia. Disini badan-badan zending bekerja bahu-membahu, masing-masing di tempatnya
sendiri, sambil menjalin kerja sama yang semakin erat sama seperti pada masa lalu, dalam
periode ini pun, perbedaan-perbedaan warna yang menonjol di Eropa seakan-akan menjadi
luntur di Indonesia. Dalam arti tertentu, badan-badan zending itu dapat dibandingkan dengan
ordo-ordo kebiaraan dalam Gereja Roma Khatolik, yang masing-masing mempunyai warna
sendiri pula. Dalam beberapa hal koordinasi antara badan zending malah lebih baik. Soalnya,
meskipun ada perbedaan warna, tetapi akhirnya hampir semua badan zending Protestan
Belanda termasuk golongan yang sama, yaitu golongan zending yang lembaga. Hampir
semuanya berorganisai (sedikit banyak), memakai anggaran belanja, mengutus tenaga sedikit
banya professional yang diberi pendidikan khusus selama bertahun-tahun, yang mendapat
gaji tetap, yang tinggal di tempat yang tetap, yang bekerja melalui lembaga-lembaga
(sekolah, rumah sakit dan sebagainya), yang bersikap semakin terbuka terhada adat pribumi.
Garis pemisah yang lebih tajam ada di antar badan "zending yang melembaga" itu dengan apa
yang disebut faith missions. Dengan kelompok kedua ini jauh lebih sulitlah untuk mencapai
kerja sama atau saling menghormati daerah kerja masing-masing.
38. Pekabaran Injil dan gereja-gereja di daerah Sulawesi Utara (di luar Minahasa)
Sama seperti Minahasa, begitu juga bagian-bagian Sulawesi Utara lainnya sudah didatangi
orang Eropa sejak abad ke-16. Tetapi kurang mendapat minat dari orang-orang Eropa seperti
Minahasa. Sampai akhir abad ke-19 mayoritas orang sangir dan Talaud masih beragama
suku. Sekitar tahun 1850. Di kepulauan Talaud sudah tidak ada lagi orang Kristen. Di pulau-
pulau sangir tetap ada jemaat-jemaat Kristen, lengkap dengan gedung gerja dan sekolahnya.
Dalam abad ke-18 sudah terdapat ratusan orang Kristen di daerah pesisir Bolaang
Mongondow. Mulai tahun 1889, di Gorontalo terdapat sejumlah orang Kristen Indonesia ,
khususnya Minahasa.
42. Usaha pekabaran Injil oleh RMG di Sumatra Utara dan gereja-gereja yang
dihasilkan olehnya
Usaha pekabaran Injil di Sumatra utara mula-mula dirintangi oleh keadaan politik. Pekabar-
pekabar Injil pertama terpaksa menetap di pinggir tanah Batak. Tetapi dibawah pimpinan
Nommensen, karya PI menerobos ke jantung daerah-daerah yang masih murni beragama
suku. Dalam perjumpaan dengan sistem social budaya orang batak, Nommensen
mengembangkan pendekatan menyeluruh yang menghasilkan lembaga-lembaga gereja-rakyat
(gereja-suku). Namun, sejak 1927 kesatuan gereja-suku terpecah. HKBP dan gereja-gereja
asal RMG lainnya menunjukkan cirri-ciri khas yang membedakannya dari sebagian besar
gereja-gereja lain di Indonesia.
43. Pekabaran Injil non RMG dan gereja-gereja yang tumbuh darinya di Sumatra
Utara
Selain oleh RMG, Injil di bawa ke Sumatra NZG dan oleh Gereja Methodis dari Amerika.
Salah satu PT perkebunan yang besar meminta ZNG agar mengutus seorang pekabar Injil
kepada orang Karo supaya mereka ini dijinakkan dan menanggung seluruh biaya. Tetapi
karena resesi ekonomi, maka ZNG membiayai PI di tanah Karo.
Banyak hal sudah dilakaukan usaha selama 50 tahun untuk PI di tanah Karo dan terbentuklah
Gereja Karo, Gereja Khatolik, Gereja Adventis, Bala Keselamatan, dan Kemah Injili.
44. Pekabaran Injil dan Gereja di Nias dan pulau-pulau lain lepas Sumatra (1865-
sekarang)
Selama 25 tahun pertama (1865-1890), usaha PI di Nias tetap terbatas pada daerah kekuasaan
Belanda di sekitar Gunung Sitoli di pantai timur. Pada tahun 1890 di Nias telah meningkat
menjadi 706 jiwa. Dalam masa 25 tahun berikutnya, usaha PI di Nias maju dengan lebih
cepat.
45. Pekabaran Injil dan Gereja di Jakarta dan di Jawa Barat sejak tahun 1870-an
Di Jawa Barat, Injil dibawa oleh beberapa badan dan orang perseorangan. Oleh karena itu,
dan oleh karena penduduknya yang datang dari daerah lain maka di daerah tersebut,
khususnya DKI Jakarta , terdapat sejumlah besar gereja Kristen. Dua diantaranya yang dapat
dikatakan pribumi, karena beranggotakan orang yang sudah tinggal di daerah itu turun-
temurun, yaitu GKP dan GKI-Jabar.
46. Pekabaran Injil dan gereja-gereja di jawa Tengah sejak tahun 1870-an
Di Jawa Tengah, agama Kristen pertama kali dibawa oleh orang perseorangan berkebangsaan
Eropa dan diteruskan oleh orang Jawa sendiri. Sesuai dengan suasana colonial colonial abad
ke-19, lembaga-lembaga PI dari Eropa menggap perlu menampung dan mengasuh kelompok-
kelompok Kristen Jawa itu. Tiga lembaga yang masuk ke Jateng masing-masing mewakili
dedominasi sendiri: Mennonite, Kongregasional, Calvinis. Maka berlainan dengan keadaan di
Jabar dan Jatim, di dareah Jateng berdiri tiga, bahkan lima gereja pribumi, disamping jemaat-
jemaat para pendatang (HKBP, GPIB), dan sejumlah gereja lain yang tidak terbatas pada
daerah itu, seperti Pentakosta dan lain-lain
47. Pekabaran Injil dan Gereja di Jawa timur dan Bali sejak tahun 1870-an
Sampai tahun 1910-an, gereja Kristen di Jawa timur merupakan gereja petani (desa) yang
berada di bawah perwalian zending. Para zending memandang tugas mereka sebagai karya
pendidikan. Tetapi pengarush kebangkitan nasional, pertambahan jumlah orang Kristen yang
pindah ke kota, dan perubahan dalam pola berpikir para zendeling mengakibatkan
perombakan kebijakan zending. Perhatian lebih banyak diarahkan ke kota-kota dan gereja
dinyatakan berdiri sendiri. Lalu GKJW dan zending bersama-sama mengasuh dan
membimbing jemaat-jemaat Kristen yang telah tumbuh di Bali.
54. Tinjauan umum atas periode 1860-1942; A. Para zendeling, karya dan
kebijaksanaan mereka
Antara tahun 1860-1942 karya zending meluas menjadi unsur penting dalam masyarakat
Indonesia yang sedang berkembang, khususnya di luar Jawa. Usaha zending dalam hal
pekabaran Injil , pendidikan, dan lain-lain, bersumber pada Injil, tetapi di samping itu pula
pada pemikiran Barat pada abad ke-19. Adanya dua sumber itu berdampak terhadap pola
pekabaran Injil, kebijakan zending adalah hal organisasi gereja, dan pandangan zending
mengenai gerakan nasional Indonesia.
58. pendidikan pelayan-pelayan gereja dan perkembangan ilmu teologi dalam abad ke-
19 dan ke-20
Sejarah pendidikan pelayan-pelayan gereja di Indonesia berlangsung melaluia tiga tahap.
Yang pertama, pendidikan dalam lingkungan rumah seorang zending. Yang kedua, dalam
lembaga pendidikan guru atau guru Injil, yang bersifat sederhana. Yang ketiga, dalam
sekolah teologi. Tahap-tahap ini, yang tidak berlangsung serempak di semua daerah atau
gereja, berjalan sejajar dengan perkembangan di bidang pendidikan di Indonesia dari
penyerahan "ngelmu" oleh seorang guru sampai ke didirikannya universitas-universitas.
Maka barulah sesudah tahun 1950 ahli-ahli teologi bangsa Indonesia mulai membangun ilmu
teknologi yang menghadapi persoalan-persoalan yang terdapat dalam lingkungan gereja dan
masyarakat di Indonesia.
Kelebihan buku ragi carita 2 ini adalah pembahasan bab demi bab yang sistematis sehingga
orang awam pun ketika membaca buku ini dapat mengenali dengan jelas runtutan peristiwa
demi peristiwa yang terjadi pada saat itu. Pembahasan buku ini pun ringan tidak terlalu berat,
mudah dimengerti dengan bahasa yang ringan. Buku ini juga menjelaskan satu persatu
urutan-urutan sejarah gereja di indonesia mulai berdiri sampai saat ini dengan cukup adil,
tidak berat sebelah didalam pemberitaannya dan juga mengungkapkan kelemahan serta
kelebihan bagaimana sejarah masuknya Gereja di indonesia.
Kelemahan buku ragi carita 2 ini adalah walaupun buku ini cukup dengan baik menjelaskan
sejarah gereja hanya saja secara penulisan dan penjabaran sedikit membuat pusing karena
pengelompokkan penulisan yang agak bertumpuk di kiri dan kanan.