FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2023
1
LATAR BELAKANG
Pekabaran Injil yang berlangsung di Kalimantan tidak serta merta terlepas oleh
persoalan yang tidak jauh berbeda dengan Pekabaran Injil yang ada di wilayah Indonesia
lainnya seperti mempertahanan kebudayaan. Pada abad ke-19 adalah masa dimana orang-
orang Dayak mengenal Kekristenan, karena pada saat itu mereka sama sekali belum pernah
bergaul dengan orang-orang Eropa bahkan agama Kristen masih sangat baru bagi mereka.
Kebanyakan dari mereka masih memegang agama suku yang disebut agama Kaharingan dan
di setiap kampung ada seorang kepala adat yang terus mempertahankan adat dan agama suku
nenek moyang mereka. Oleh karena Kekristenan menjadi sesuatu yang baru bagi mereka,
tahun 1834-1836 para Zending melakukan pendekatan dengan mengirim utusan-utusan RMG
dan melakukan berbagai cara yang cukup mengesankan dengan menyesuaikan pola
kehidupan mereka dengan masyarakat-masyarakat Dayak dan beberapa orang kepala suku
Meskipun secara lambat Injil mulai masuk dan perlahan-lahan tersebar pada
masyarakat Dayak. Namun, usaha mengesankan yang di lakukan Zendeling pada Pekabaran
Injil pertama tidak membuahkan hasil yang baik dan tidak sesuai ekspetasi mereka, memang
para Zending melakukan pendekatan yang begitu erat dengan masyarakat Dayak tetapi terjadi
pemberontakan yang harus menempuh jalur peperangan yang pada saat itu disebut perang
Hidayat tahun 1859 yang menewaskan 9 orang Zendeling. Setelah perang Hidayat pada tahun
1930an pemikiran dan sikap para Zending terhadap agama suku di Kalimantan menjadi
positif sehingga para Zending meninjau bahwa gereja memerlukan pengetahuan yang
2
ISI
dan berpegang pada agama suku mereka yang disebut agama Kaharingan. Kata kaharingan
berasal dari bahasa Sangiang dari akar kata “Haring” yang berarti “hidup” atau kehidupan.
Kaharingan berawalan “Ka” dan akhiran “An”. Jadi kata Kaharingan merupakan sesuatu
yang menjadi sumber kehidupan atau sumber segala hidup. Agama Kaharingan adalah agama
Animisme yang tidak memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Biasanya orang Dayak Ngaju
Di dalam ajaran agama Kaharingan banyak hal yang di dapat baik itu filsafat, etika,
ritual,dan nilai-nilai yang menjadi bekal bagi penerus generasi agama Kaharingan agar agama
tersebut tetap bertahan dalam menghadapi tantangan global. Masyarakat Kalimantan Selatan
Minahasa dan agama Kristen bagi mereka masih baru sama sekali tetapi karena padagang-
pedagang dari pantai datang membeli hasil dari bumi dan menjual barang-barang dari mereka
sampai ke hulu sungai maka pengaruh Islam saat itu cukup besar. Masyarakat Dayak-Ngaju
terbagi atas orang merdeka dan budak (suku Maanyan tidak mengenal perbudakan). Di setiap
kampung ada seorang kepala yang disegani karena mempertahankan adat dan agama nenek
moyang. Setiap kampung berdiri sendiri, dalam abad ke-19 tidak ada kesatuan politis yang
1
Jurnal agama Hindu Kaharingan di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah, Wakhid
Sugiyarto.
3
Kekristenan di Kalimantan Selatan dimulai Pada abad ke-19 utusan-utusan RMG
datang ke Kalimatan Selatan karena tertarik dengan laporan yang di sampaikan pendeta
Medhurst yang pada saat itu ia bekerja di kalangan orang-orang Tionghoa di Batavia dan
RMG mengirim dua orang Zendeling pada tahun 1834 dan pada tahun 1836 dikirim lagi
empat orang lain. Dari tahun 1834-1857 utusan-utusan RMG bertambah banyak jumlah
mereka, namun banyak dari mereka meninggal dunia dan harus meninggalkan pekerjaan
mereka karena alasan kesehatan. Utusan-utusan RMG yang tertarik kepada Kalimantan
menyetujui utusan-utusan RMG yang datang itu bukan warga negara Belanda sehingga
orang-orang Belanda merasa kuatir kalau mereka diperalat. Oleh karena itu para utusan RMG
harus menunggu izin untuk bekerja di Batavia selama berbulan-bulan bahkan sampai setahun.
Pada tahun 1835 setelah mereka mendapat izin dan lolos dari pemeriksaan pemerintah,
Barnstein adalah utusan pertama yang dapat pergi ke Kalimantan Selatan dan ia melakukan
perjalanan yang begitu jauh sampai akhirnya Barnstein memilih Banjarmasin sebagai tempat
untuk Pekabaran Injil. Barnstein menetap di Banjarmasin dan mulai melayani orang-orang
Kristen disitu yaitu orang-orang Eropa dan orang-orang Indonesia dari daerah yang lain.
Meskipun apa yang dilakukan oleh Barnstein adalah hal yang baik namun orang-orang
Eropa tidak suka akan hal itu bahkan menolak pemberitaan firman. Pada tahun 1838
Barnstein bersama dengan teman-temannya mereka mendirikan pos p.I yang pertama di
tempat yang letaknya 40 km di sebelah barat laut Banjarmasin, di wilayah sungai Kapuas.
Tahun-tahun kemudian mereka mendirikan lagi beberapa pos p.I di Kapuas. Pembangunan
pos p.I ini berjalan cukup baik dan sedikit terjamin karena daerah ini merupakan lingkungan
yang termasuk dalam pengaruh Belanda. Metote p.I di Kalimantan yang dilakukan oleh para
Zendeling yaitu dalam tahun-tahun pertama para Zendeling berusaha untuk mempengaruhi
orang-orang Dayak dan mereka menetap di sebuah kampung dan mereka langsung
4
mendirikan sekolah dan mulai mengadakan kebaktian-kebaktian. Para Zendeling sedapat
mungkin menyesuikan diri dengan pola kehidupan masyarakat Dayak. Bahkan dalam setiap
kegiatan mereka menggunakan bahasa Dayak. Para Zendeling juga mencoba mengikat
persahabatan dengan para kepala sampai melakukan upacara angkat saudara dengan tukar
darah.
Harapan dari para Zendeling adalah supaya kepala-kepala itu masuk Kristen, lalu rakyat
akan masuk dengan sendirinya. Pemerintah bahkan melarang diadakan upacara agama suku
pada hari minggu supaya kebaktian Kristen tidak terganggu. Pendekatan yang dilakukan para
Zendeling ternyata kurang berhasil, mereka menilai daya tahan agama dan kebudayaan
Dayak terlalu rendah, dan mereka juga kurang memahami kedudukan para kepala. Sehingga
solusi yang dilakukan Zendeling adalah memilih kepala suku yang baru untuk kembali
memimpin mereka karena beberapa orang kepala suku telah dibaptis sehingga para Zendeling
boleh menetap di tengah-tengah masyarakat Dayak dan mereka dibiarkan mengabarkan Injil,
tetapi mereka tidak diizinkan membawa perubahan dalam pola kehidupan yang diwarisi dari
nenek moyang.
Oleh karena itu Zendeling berusaha untuk membuat orang Dayak menetap di satu tempat,
karena mereka merasa bahwa apa yang dilakukan Zendeling sebagai suatu paksaan maka
akhirnya tidak berhasil. Selain menempuh cara yang pertama dan keadaan yang tidak
memungkinkan para Zendeling mencoba memakai metode yang lain. Kalau masyarakat suku
Dayak tidak mau mengakui wibawa mereka dan tidak bersedia mendengarkan Injil, apalagi
menerima Injil. Akhir tahun 1843 para Zendeling RMG mulai menebus orang-orang yang
menjadi budak karena soal hutang. Orang-orang ini atau para “Pandeling” menjadi milik
Zendeling, tetapi orang-orang ini diberi kesempatan untuk mengumpulkan uang dengan cara
bekerja bagi Zendeling, dan bila uangnya sudah cukup ia dapat menebus dirinya. Para
Pandeling tidak dipaksa masuk Kristen, tetapi diwajibkan untuk mengikuti kebaktian-
5
kebaktian. Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode yang dipakai di Minahasa. Tetapi di
Kalimantan Selatan metode ini tidak membawa hasil yang diharapkan karena orang Dayak
belum sempat mengenal orang Eropa dan agama Kristen dalam pergaulan yang berabad-abad
lamanya. Mungkin saja di Kalimantan Selatan metode itu berhasil jika para p.I. tidak segera
membaptis para kepala dan orang lain yang mau masuk Kristen,tetapi memberi mereka waktu
Metode yang para Zendeling lakukan di Kalimantan kurang teratur dan tidak sistematis
akibatnya metode yang mereka lakukan bersimpang siur dan meleset sehingga metode yang
mereka lakukan tidak berhasil, bahkan pada tahun 1859 seluruh usaha Zendeling di
Kalimantan Selatan mengalami kehancuran dan mendatangkan perang yang disebut perang
Hidayat atau perang kulit putih karena orang-orang Dayak marah kepada orang-orang
Belanda yang mewajibkan mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan membayar
Setelah tujuh tahun berlalu dari perang Hidayat yang terjadi di Kalimantan, pemerintah
kembali mengizinkan pekabaran Injil RMG bekerja kembali di luar kota Banjarmasin.
Sementara mereka masih diharuskan menetap dekat benteng-benteng Belanda. Tahun 1866
berangsur didirikan sejumlah pos p.I. Pertama Kuala Kapuas yang letaknya strategis sebagai
pintu masuk ke daerah sungai Kapuas. Zending mendirikan pos di daerah Barito di sebelah
timur dan di sepanjang sungai Kahayan,Katingan dan Mentaya di sebelah barat. Meskipun p.I
yang dilakukan meluas ke seluruh daerah Kalimantan Selatan, namun usaha p.I yang
6
dilakukan masih kurang maju. Faktor-faktor yang mempengaruhi p.I di Kalimantan Selatan
kurang maju disebabkan karena keadaan mereka yang terpencil dan kelemahan dari segi
jumlah, orang Dayak tertutup bagi hal-hal baru. Bagi orang Dayak menjadi Kristen berarti
meninggalkan seluruh warisan nenek moyangnya. Orang Dayak yang hendak dibaptis harus
membuang alat dan benda kuno serta sastra tradisional yang dilarang memakai bahasa tinggi
dan tidak diperbolehkan menghafal mitos atau cerita tradisional. Barang siapa dibaptis, ia
hidup terpencil dari teman-teman sesukunya, bagi orang Dayak hal itu sulit diterima. Berbeda
dengan agama Islam pada masa itu berhasil mencacat kemajuan lebih besar di kalangan orang
Tahun 1930 Zending mulai bersikap positif terhadap agama suku sehingga tahun 1941
diakui oleh gereja memerlukan pengetahuan yang dalam mengenai agama Kaharingan
(agama suku). Tahun 1920 akibat kekalahan Jerman di perang dunia I, RMG terpaksa
menyerahkan lapangan kerja di Kalimantan kepada lembaga Basler Mission di Suis. Setelah
Gereja, pada tahun 1932 lembaga pendidikan guru di Banjarmasin ditingkatkan menjadi
sekolah Teologi. Pada tanggal 4 april 1935 diresmikan Gereja Dayak Evangelis yang berdiri
sendiri dan ditahbiskan lima orang pendeta Dayak. Pada tahun 1956 ditentukan para utusan
Zending tidak lagi berdiri diluar lembaga gereja, tetapi akan menjadi tenaga gereja namun
peranan Zending dalam gereja yang masih berdiri sendiri itu masih sangat besar dan para
Zendeling akan tetap membantu memajukan Gereja Dayak sampai benar-benar berdiri
sendiri. Nama gereja Dayak Evangelis di ubah menjadi gereja Kalimantan Evangelis (GKE).
Hal ini menunjukan bahwa gereja ingin untuk menjadi suatu gereja nasional di tengah
Indonesia yang merdeka. Dalam tahun ini juga seorang Batak dan seorang Jawa dipilih untuk
7
C. Kekristenan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat
Pekabaran Injil di Kalimantan Timur pada tahun 1929 lembaga Christian and
Missionary Alliance ( CAMA,CMA ) datang dan bekerja di Kalimatan Timur. Tenaga CAMA
yang bekerja di Kaltim bertentangan dengan persoalan yang dialami oleh RMG di Dayak
Kalimantan Selatan sering menghadapi gerakan massal ke agama Kristen, mereka tidak
keberatan untuk membaptis orang sesudah Pendidikan yang berlangsung beberapa hari
ataupun beberapa bulan saja dan bahwa pertumbuhan gereja di Kaltim jauh lebih pesat
ketimbang yang di Kalsel. Tahun 1990 jumlah anggota KINGMI yang kemudian menjadi
GKII di Kaltim berkisar sekitar 100.000 jiwa dan yang telah dibaptis 30.000 orang.
Pekabaran Injil di Kalimantan Barat pada tahun 1933 CAMA bekerja di bagian hulu
sungai Kapuas (Kapuas Besar) di Kalimantan Barat. Tahun 1839-1850 sebenarnya sudah
terdapat tenaga Zending dari Amerika di Kalbar, tetapi usaha yang mereka bawa tidak
membuahkan hasil yang nyata sehingga dihentikan begitu saja. Tahun 1906, Board of
Foreign Missions of the Methodist Episcotal Church di Amerika yang telah bekerja di
Serawak, menangani karya p.I di kalangan orang Tionghoa di Pontianak dan sekitarnya.
Karya p.I ini meluas dengan cepat dan mulai tahun 1922 mencakup orang Dayak di daerah
tersebut. Tetapi pada tahun 1928 Zending Methodis menarik diri dari Kalimantan dan Jawa.
Usaha p.I di Kalbar diserakannya kepada GPI, yang meneruskan dalam kerja sama dengan
Basler Missions.
Pada tahun 1997 jemaat GKE terdiri dari 220.000 anggota. Gereja berupaya untuk terus
meningkatkan taraf kehidupan di pedalaman. Usaha p.I di Kalbar diserahkan kepada GPI,
yang akan meneruskan dalam kerja bersama dengan Basler Mission. Sementara itu telah
8
berdiri jemaat mandiri, yang berkembang menjadi Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee dan
tahun 1967 mereka menerima gereja Kristen Kalimantan Barat. Akan tetapi, tahun 1963
pendatang dari daerah lain mendirikan Gereja Protestan Kalimantan Barat (GKBP) sesudah
tahun 1990 GKPB ini berkembang, karena mulai mengabarkan injil kepada orang Dayak di
wilayahnya. Pada tahun 1990, orang Kristen Protestan yang ada di seluruh wilayah
Kalimantan berjumlah ± 700.000 jiwa, yang sepertiganya termasuk GKE di samping itu
terdapat ± 500.000 jiwa Katolik, 80% di Kalimantan Barat. Pada tahun 1995 anggota
orang.
ANALISIS KRITIS
Metode yang para Zendeling lakukan di Kalimantan kurang teratur dan tidak
sistematis akibatnya metode yang mereka lakukan bersimpang siur dan meleset sehingga
metode yang mereka lakukan tidak berhasil. Harapan Zending supaya daerah pedalaman
dapat dikristenkan seluruhnya sehingga suku Dayak dimasukkan dalam satu gereja suku yang
besar sama seperti dengan orang Batak dan orang Toraja. Namun harapan itu meleset karena
di Kalimantan tidak sampai terjadi pertobatan massal. Maka Gereja Kristen di Kalimantan
merupakan minoritas kecil yang terbagi beberapa lembaga. Usaha Pekabaran Injil yang
dilakukan oleh para Zendeling di Kalimantan merupakan suatu hal yang mengesankan.
Memang Pekabaran Injil di Kalimantan tidak jauh berbeda dengan Pekabaran Injil di daerah
lainnya tetapi usaha Pekabaran Injil yang ada di Kalimantan merupakan suatu hal yang luar
biasa meskipun sangat sulit untuk di capai bagi Zendeling bahkan timbul peperangan, namun
upaya Zendeling untuk mengkristenkan suku Dayak dan dapat dimasukkan dalam satu gereja
9
PERTANYAAN KRITIS
1. Bagaimana sikap Zending terhadap agama Kristen yang masih tetap memakai nama
2. Mengapa setelah perang Hidayat yang membuat Pekabaran Injil berhenti, masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Th. Van den Ragi Carita 1, Cetakan ke-20. Jakarta: Indonesia BPK Gunung Mulia.
Van den End, Th. dan J. Weitjens. Ragi Carita 2, cetakan ke-14. Jakarta: Indonesia BPK
Gunung Mulia.
https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/47
10
11