mission 21
evangelisches missionswork basel
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
ISBN 978-602-6414-27-4
mission 21
evangelisches missionswork basel
9 786026 414274
YAYASAN
TAMAN PUSTAKA KRISTEN
INDONESIA
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang!
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya
dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit!
(Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 49 Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002)
LAJANG? NIKAH? CERAI? NIKAH LAGI?
SEBUAH ALTERNATIF PEMBINAAN
Tim Penulis:
Yahya Wijaya
Hendri Wijayatsih
Jeniffer Fresy Porielly Pelupessy-Wowor
Matias Filemon Hadiputro dan Devina Anugraha
Tabita Kartika Christiani
Editor:
Tabita Kartika Christiani
Diterbitkan oleh:
untuk
dan
MISSION 21
Evangelisches Missionswork Basel
ISBN 978-602-6414-27-4
KATA SAMBUTAN
v
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang
sudah meluangkan waktunya untuk menuliskan buku pembinaan
ini. Tim penulis terdiri dari Yahya Wijaya, Hendri Wijayatsih,
Jeniffer Fresy Porielly Pelupessy-Wowor, Matias Filemon Hadiputro
dan Devina Anugraha dan Tabita Kartika Christiani. Kami juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada M21 yang
telah mendukung dan mendanai proyek ini. Semoga kerjasama ini
boleh berlanjut dalam kegiatan yang lain. Tidak lupa juga ucapan
terima kasih ditujukan kepada Fakultas Teologi Universitas Kristen
Duta Wacana yang telah memberikan kesempatan kepada PSTF
untuk melakukan penelitian dan publikasi. Semoga upaya-upaya
yang dilakukan oleh PSTF mendatangkan manfaat bagi semua pihak,
secara khusus bagi banyak keluarga dan gereja yang sedang bergumul
dengan masalah keluarga dan perceraian.
vi
PENGANTAR
vii
bagaimana membina anak yang orangtuanya atau orangtua temannya
bercerai. Pembinaan bagi remaja dan pemuda memperlengkapi
mereka dalam berpacaran, berjodoh, dan bertunangan; dan juga
memperlengkapi remaja yang orangtuanya atau orangtua temannya
bercerai. Pembinaan bagi orang dewasa menyangkut keputusan
apakah melajang, ataukah menikah: bagaimana hidup melajang
dengan bahagia; dan bagaimana mempersiapkan pernikahan dan
membangun pernikahan yang sehat. Namun tidak dapat dipungkiri,
walaupun sangat tidak diharapkan, fenomena menunjukkan adanya
perceraian. Dibutuhkan pembinaan dan pendampingan untuk
pasangan yang bercerai, dan orang yang akan menikah lagi. Pada
akhirnya, pembinaan untuk orang lanjut usia membahas tentang
apakah akan menikah kembali saat pasangan telah meninggal dunia,
ataukah memilih sendiri lagi; dan secara khusus bagaimana dengan
lansia yang mengalami demensia.
Diharapkan buku ini dapat memperlengkapi mahasiswa teologi,
guru-guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah-sekolah, pendeta,
penatua, Guru Sekolah Minggu, pembimbing/pendamping remaja
dan pemuda di gereja, dan seluruh warga jemaat dalam membina
dan mendampingi setiap orang dalam menghadapi dinamika hidup
bersama, baik hidup melajang, menikah, maupun jika terpaksa bercerai.
Pembinaan ini bersifat preventif, kuratif, dan transformatif, menuju
kebaikan, kebahagiaan, dan damai sejahtera bagi semua. Buku ini sama
sekali tidak mempromosikan atau mempropagandakan perceraian,
sebab perceraian bukanlah tujuan atau harapan orang yang menikah.
Perceraian adalah sesuatu yang terpaksa dilakukan, sebagai langkah
terakhir yang terpaksa diambil dengan dukacita yang mendalam.
Namun perceraian bukanlah akhir kehidupan, sebab Tuhan selalu
memberikan kesempatan kedua agar seseorang dapat melanjutkan
hidup dengan bahagia, lebih baik, dan lebih damai sejahtera.
Judul buku ini adalah “Lajang? Nikah? Cerai? Nikah Lagi?
viii
Sebuah Alternatif Pembinaan,” yang menunjukkan hidup bersama
sebagai keluarga dan sebagai gereja merupakan hidup bersama
yang dinamis. Berbagai fenomena dan realita bisa terjadi, termasuk
perceraian yang tidak diharapkan. Maka hidup bersama sebagai satu
keluarga/gereja membutuhkan sikap yang tepat dan baik bagi setiap
orang yang ada di dalamnya: bukan menghakimi dan menyalahkan,
melainkan memahami, menghargai, menerima, berempati serta saling
mendukung, menghibur, dan menguatkan.
ix
DAFTAR ISI
x
APAKAH KELUARGA?
Bab 1
APAKAH KELUARGA?
Yahya Wijaya
PENDAHULUAN
Yahya Wijaya 1
APAKAH KELUARGA?
FAMILISME
2 Yahya Wijaya
APAKAH KELUARGA?
2
Premchand Dommaraju and Gavin Jones, “Divorce Trends in Asia,” Asian
Journal of Social Science 39, no. 6 (2011): 725–50. Lihat juga Stella Quah, “Major
Trends Affecting Families in East and Southeast Asia” (New York: UN Programme
on the Family Division for Social Policy and Development Department of Economic
and Social Affairs, 2013).
Yahya Wijaya 3
APAKAH KELUARGA?
4 Yahya Wijaya
APAKAH KELUARGA?
Yahya Wijaya 5
APAKAH KELUARGA?
6
Max L. Stackhouse, Covenant and Commitments: Faith, Family, and Economic
Life, The Family, Religion, and Culture (Louisville, Ky: Westminster John Knox
Press, 1997), 46–47.
6 Yahya Wijaya
APAKAH KELUARGA?
Yahya Wijaya 7
APAKAH KELUARGA?
8 Yahya Wijaya
APAKAH KELUARGA?
KESIMPULAN
Yahya Wijaya 9
APAKAH KELUARGA?
DAFTAR PUSTAKA
10 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
Bab 2
TIDAK MENIKAH
Sebuah Pilihan
Yahya Wijaya
PENDAHULUAN
Yahya Wijaya 11
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
12 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
Yahya Wijaya 13
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
14 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
Yahya Wijaya 15
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
16 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
PERAN AGAMA
Yahya Wijaya 17
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
18 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
Yahya Wijaya 19
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
20 Yahya Wijaya
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
KESIMPULAN
Yahya Wijaya 21
TIDAK MENIKAH: SEBUAH PILIHAN
DAFTAR PUSTAKA
22 Yahya Wijaya
PEMBINAAN UNTUK ANAK: DAMPAK PERCERAIAN ORANGTUA PADA ANAK
Bab 3
PEMBINAAN UNTUK ANAK
Dampak Perceraian Orangtua pada Anak
PENDAHULUAN
Saat orangtua bercerai, mau tidak mau anak terpengaruh. Ayah dan ibu
tidak lagi bersama-sama, sehingga anak harus tinggal bersama salah
satu orangtua: ayah atau ibu, sesuai dengan keputusan pengadilan
tentang hak asuh anak pada saat perceraian secara hukum terjadi.
Tentu hal ini mempengaruhi anak, karena berdampak langsung
dalam kehidupan sehari-hari. Anak harus terpisah dengan salah satu
orangtuanya. Bagi anak yang lebih besar, bahkan remaja, tentunya
sudah lebih bisa memahami mengapa orangtua bercerai. Mungkin
mereka melihat sendiri bagaimana orangtua terus menerus berkonflik
dan tak bisa didamaikan. Mereka memahami ada masalah di antara
kedua orangtuanya. Namun bagi anak yang lebih kecil, mereka
belum dapat memahami masalah di antara orangtuanya. Akibatnya,
bisa jadi justru anak merasa bersalah karena mengira anaklah yang
menyebabkan orangtua bercerai. Padahal sesungguhnya tidak sama
sekali. Hampir tidak ada perceraian disebabkan karena anak. Maka
dibutuhkan pembinaan untuk anak, agar dapat menghadapi dan
menjalani masa krisis ini dengan kuat dan sikap yang tepat.
Untuk membina anak dalam menghadapi perceraian
orangtuanya, dapat dilakukan pembinaan kepada anak secara langsung,
maupun tidak langsung, yaitu melalui Guru Sekolah Minggu dan
Tidak selalu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak (laki-laki dan
perempuan). Ada keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dalam
jumlah dan komposisi jenis kelamin yang berbeda satu sama lain. Ada
pula keluarga yang terdiri dari ayah dan anak/ anak-anak. Demikian
juga ada keluarga yang terdiri dari ibu dan anak/ anak-anak. Masih
ada lagi keluarga yang merupakan keluarga besar, termasuk kakek,
nenek, paman, bibi, sepupu dll. Jadi variasi keluarga begitu banyak.
Maka anak tidak perlu berkecil hati atau merasa minder jika orangtua
bercerai dan ia tinggal hanya dengan ayah atau ibu. Anak tetap berada
dalam keluarga yang utuh, bukan keluarga yang kurang. Tiap keluarga
adalah keluarga yang utuh.
Guru Sekolah Minggu yang mengajar di kelas – baik di kelas
yang ada anak dengan orangtuanya bercerai maupun tidak – mesti
berhati-hati dalam menjelaskan tentang keluarga, atau memakai
keluarga sebagai bagian dari pemberitaan Firman, penerapannya,
dan contoh-contoh perbuatan yang diharapkan dilakukan anak. Guru
Sekolah Minggu jangan berasumsi semua anak berasal dari keluarga
yang ideal, harmonis, dan bahagia. Bahkan Guru Sekolah Minggu
perlu mengenal anak satu per satu, agar mengetahui jika ada anak
yang orangtuanya bercerai. Misalnya Guru Sekolah Minggu berhati-
hati dalam menggunakan istilah mama dan papa, terutama jika ada
anak yang orangtuanya bercerai.
Ada berbagai perasaan yang muncul dalam diri anak saat orangtuanya
dalam proses perceraian. Perasaan-perasaan yang dominan dapat
dibagi menjadi tahap-tahap: (1) ketakutan dan kecemasan; (2)
ditinggalkan dan ditolak; (3) kesepian dan kesedihan; (4) frustrasi
dan kemarahan; (5) penolakan dan kebencian; (6) kembalinya
kepercayaan.2
Ketakutan dan kecemasan dialami anak sejak sebelum
perceraian orangtuanya terjadi, sebab biasanya perceraian diawali
dengan pertengkaran yang tak habis-habisnya antara ayah dan ibu,
bahkan disertai dengan kekerasan (suara, fisik, psikis), atau sebaliknya
dengan perang dingin (tidak adanya komunikasi) antara ayah dan
ibu. Pada masa ini mulai muncul perasaan ketakutan dan kecemasan
pada anak, yang ikut merasakan ada hal yang tidak beres di antara
2
Hart, Menolong Anak Korban Perceraian: Apa yang Diharapkan dan
Bagaimana Menolongnya, 90-99.
realistis dan dapat menerima jika salah satu atau kedua orangtuanya
yang sudah bercerai ingin menikah kembali. Daripada membenci atau
takut kepada ayah atau ibu tiri (karena pengaruh dongeng tentang
ibu tiri dalam cerita anak-anak), lebih baik memandang pernikahan
kembali orangtuanya secara lebih positif. Anak akan memiliki orangtua
yang lebih banyak: dua ayah dan atau dua ibu. Jadi lebih banyak orang
yang akan memperhatikan dan mengasihi anak. Jangan sampai anak
mendasarkan relasinya dengan ayah atau ibu tiri dengan kebencian,
bahkan sebelum mengenalnya. Yang lebih sulit adalah menerima
orangtua tiri yang menjadi orang ketiga dalam pernikahan orangtuanya
yang kemudian berakhir dengan perceraian. Anak perlu belajar kembali
pengertian pernikahan dan perceraian. Ada masalah yang kompleks
yang melatarbelakangi perceraian orangtuanya.
3. Relasi Anak dengan Orang Tua Kandung dan Orang Tua Tiri
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bab 4
PEMBINAAN UNTUK REMAJA DAN PEMUDA
Pacaran, Cinta, Jodoh, dan Tunangan
PENDAHULUAN
(dengan sang pacar).1 Jadi, dalam pacaran ada relasi yang dekat,
perhatian dan penuh cinta kasih. Biasanya jika kita sudah mulai
senang dengan seseorang, ingin memberi perhatian khusus dan
ingin diperhatikannya juga dengan khusus. Itu berarti ada daya tarik
yang muncul untuk mengenal lebih dalam. Hal ini bisa terjadi kapan
saja di masa muda. Yang terpenting adalah, kejujuran itu penting
dalam masa pacaran. Jika kita menyukai seseorang, kenapa harus
dirahasiakan?2
Masa pacaran adalah masa saling mengenal dan mendukung,
bukan saling mengekang dan menyakiti. Jika ada perbedaan
pendapat, tentu itu hal yang biasa. Tapi, apapun yang terjadi, tetaplah
berpacaran secara sehat. Oleh karena itu, jangan terlalu emosional
atau tergesa-gesa saat memutuskan hendak berpacaran. Pacaran di
masa SD rasanya kurang bijak karena masih sangat dini dan seringkali
kekanak-kanakan. Memasuki usia remaja, ada yang sudah ngotot
ingin pacaran. Biasanya, di jaman now ini, masa pacaran dimulai
ketika masa puber, masa ketika mulai muncul ketertarikan terhadap
lawan jenis. Tidak hanya itu, di masa remaja, energi seksual dan
libido meningkat.3 Jadi, usia remaja memang masih muda, tapi secara
biologis sudah mulai dewasa, muncul hasrat dan ketertarikan pada
seks. Perlu ada kesepakatan bersama dengan orangtua karena remaja
tentu akan menolak jika terlalu banyak larangan. Namun, dengan
adanya kesepakatan yang lahir dari komunikasi terbuka dengan
orangtua, ruang dialog yang positif ini dapat melahirkan sikap yang
bertanggung jawab.4
1
Pusat Bahasa Pendidikan Nasinal, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka: 2002), 807.
2
Ray E. Short, 77 Pertanyaan Aktual mengenai Seks, Pacaran, dan Cinta
(Bandung: Kalam Hidup, 2002), 37.
3
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 189.
4
Gary Chapman, The Five Love Languages of Teenagers: Lima Bahasa Kasih
untuk Remaja (Batam: Interaksara, 2003), 224-225; Peter & Heather Larson dan
David & Claudia Arp, Anakku Beranjak Dewasa: Percakapan dengan Putriku Jelang
semakin canggih ini, ada banyak remaja yang berpikiran dewasa dan
sangat serius dengan komitmennya berpacaran. Jika demikian, bisa
saja ia benar-benar merasakan cinta. Bahkan ada juga yang demi cinta
rela melakukan segalanya. Melodi cinta lama pun terdengar, hanya
satu yang kusayangi, tiada pengganti sampai saat ini. Jadi, jika ada yang
sampai “mabuk kepayang” karena cinta, lalu apa itu cinta? Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta itu suka sekali atau sayang
benar. Jadi, cinta tidak hanya untuk pacar tapi juga bisa untuk sahabat
atau orangtua. Kalau mau spesifik untuk orang pacaran, cinta dapat
mewujud dalam tindakan yang aktif dan positif. Sebagaimana Gary
Chapman mengungkapkan, love is a verb. Jadi, cinta juga mewujud
dalam tindakan nyata yang positif. Percuma mengatakan kalau kita
cinta tapi memaksa, mengekang, memperdaya, cemburu buta apalagi
memukul dan melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena itu, akan
sangat baik jika sejak awal kita dapat mengerti apakah pandangan kita
tentang cinta sama atau tidak dengan orang yang kita sukai/pacar kita.
Itu dapat membuat kita mengantisipasi apabila ternyata ada perbedaan
pemahaman yang cukup tajam dan akhirnya akan membuat relasi kita
dengannya menjadi buruk ke depan.
CINTA adalah:
Persahabatan ____________
Jujur ____________
Kesabaran ____________
Kesetiaan ____________
Menghormati ____________
Mendukung ____________
Mempercayai ____________
Selalu ingin bersama dengan pasangan anda ____________
Rasa sayang ____________
Bahagia ____________
Hidup berkecukupan ____________
Uang ____________
Rasa Kagum ____________
Teman Berbagi ____________
Seks ____________
Lainnya (………………………….) ____________
Catatan:
Jika skala cinta didapati berbeda, apakah sangat kontras atau
tidak?
dalam diri yang merusak hubungan. Hal ini sama halnya ketika
operasi bibir sumbing dilakukan. Dalam operasi ini, diambil bagian
daging dari punggung atau paha untuk dijahitkan pada bagian yang
sumbing sehingga bibir menjadi utuh. Seperti inilah satu daging
dimaknai. Disatukan dan ketika menyatu tidak dapat dipisahkan
lagi (selesai operasi, bibir akan menjadi utuh dan daging yang
ditempelkan ke bibir menyatu dengan baik sehingga kita tidak
dapat lagi memisahkannya). Jika tetap “dipaksa” untuk dipisahkan
dan keukeuh berjalan sendiri (baca: tidak mau peduli dan tetap
mempertahankan ego masing-masing), maka akan muncul luka
yang bahkan lebih parah dari keadaan semula. Namun, sekali lagi
hal ini bukanlah membuat kedua orang yang menikah menjadi sama
persis. Kesatuan ini bukanlah kesamaan. Namun, perlu dipikirkan,
sejauh mana kita siap untuk berbagi hidup dengan tetap menghargai
dan mempertahankan keunikan dan kekhasan masing-masing? Jika
ini memang bukan menjadi pilihan yang mau diambil, kita perlu
menghargai apabila keputusan yang kemudian diambil adalah tidak
menikah.
Kuis: Bagaimana dengan keadaan anda berdua saat ini?10 Jika telah
bertunangan, berikan tanda jika sesuai dengan kondisi yang saat ini
sedang anda berdua hadapi!
Jika anda atau pasangan anda memilih tiga atau lebih dari pilihan yang
diberikan, anda berdua perlu memikirkan dengan lebih serius, apakah
benar-benar siap untuk melangsungkan pernikahan?
relasi yang dekat dan hangat satu sama lain, serta memiliki pola
komunikasi yang baik sekalipun perbedaan pendapat tetap ada. Hal
ini perlu disadari sejak masa pertunangan dan digambarkan dalam
segitiga berikut:11
1. Cinta Sejati
Gairah Keintiman
Komitmen
Gairah Keintiman
11
Sternberg dikutip oleh Paul Waney dalam Save Your Marriage: Materi
Bimbingan Pra-Nikah GPIB (Jakarta: 2007), 48 (tidak diterbitkan).
Gairah
Komitmen
4. Cinta Persahabatan
Keintiman
Komitmen
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bab 5
PEMBINAAN UNTUK REMAJA
Menghadapi Perceraian Orangtua
PENDAHULUAN
Masa remaja (12 tahun ke atas) adalah masa transisi dari periode anak ke
dewasa yang dikenal sebagai masa yang penuh gejolak dan dinamika. Di
masa ini, muncul kemampuan untuk menganggap orang lain sebagai
bagian dari dirinya sendiri dalam upaya untuk membentuk identitas.1
Figur tertentu atau hal-hal yang dianggap baik dan “ideal” oleh remaja
diserap sebagai bagian dari pembentukan identitas diri. Dalam upaya
untuk mencari identitas, kegalauan seringkali menjadi bagian dalam
pencarian jati diri remaja. Hal itu pula yang membuat pertanyaan
‘who am I?’ menjadi krusial bagi remaja (dan sering menjadi tema
yang dipakai dalam pembinaan bagi remaja). Tidak heran, remaja
seringkali mencari figur atau teladan yang bisa dijadikan panutan
dalam hidup. Oleh karenanya, keluarga yang harmonis menjadi salah
satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan remaja.
Ketika perceraian orangtua terjadi, dampaknya cukup destruktif
dalam kehidupan remaja. Saat perceraian sampai kini masih
dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan “anti” untuk dibicarakan
dalam komunitas Kristen tertentu (baca: gereja), realita perceraian
(yang saat ini memang benar-benar terjadi di rumah tangga
Kristen) seringkali ditolak dan diabaikan. Akibatnya, remaja yang
1
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 81-82.
4
Sarlito, 83.
amat berat dan menjadi persoalan yang amat sangat krusial dalam masa
remaja.9 Merasa diterima dan dikasihi menimbulkan rasa aman dan
nyaman yang adalah sesuatu yang amat hakiki dalam kehidupan manusia
apalagi bagi remaja dalam masa pencarian dan pembentukan jati diri.
Rasa aman dan nyaman secara ontologis membentuk identitas diri
kita. Dari situlah mengalir rasa percaya (trust). Dalam perkembangan
iman, basic trust adalah dasar dari iman dan itu pertama kali muncul
bukan dalam relasi dengan Tuhan melainkan justru dengan orangtua
yang mengasuh dan membesarkan kita saat bayi. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa rasa aman dan nyaman itu terkait erat dengan
relasionalitas. Dalam komunitas dasar yang dijumpai seseorang (baca:
keluarga), manusia mengalami secara langsung bagaimana rasanya
saling “menghidupi” satu sama lain melalui relasi yang “memberi dan
menerima” rasa aman dan nyaman melalui cinta kasih dan perhatian
satu sama lain. Itulah yang membuat relasi itu menjadi semakin hangat
dan kuat.
Perceraian orangtua memberi dampak yang amat signifikan
ketika semua nilai dan rasa percaya yang telah dibangun (makna
keluarga, cinta dan pernikahan) menjadi porak-poranda. Ini semua
menimbulkan perasaan tidak aman dan nyaman muncul serta
menjadi persoalan yang mengancam eksistensi remaja. Perasaan
tidak aman yang menimbulkan ketidaknyamanan ini yang seringkali
tetap membuat remaja merasa bersalah atas perceraian orangtuanya
walaupun orangtuanya sudah mengatakan bahwa ia tidak bersalah.
Oleh karena perceraian orangtua terkait dengan persoalan yang
ontologis (hakiki) dalam kehidupan remaja, maka pendamping atau
pembina remaja perlu membantu agar remaja tidak hanya sekadar
mendengar bahwa ia tidak bersalah (karena walaupun ini dikatakan
berulangkali kadang perasaan bersalah itu tetap ada), tapi perlu
membantunya untuk merasakan bahwa ia tidak bersalah dengan
memfasilitasi komunikasi dengan orangtua agar tetap memberi kasih
9
Hart, 38.
15
Ketiga gambar ini dibuat oleh penulis atas inspirasi dari pemaparan Judy
Branch dan Lawrence G. Shelton dalam artikel yang berjudul “Coping with Separation
and Divorce,” https://www.dartmouth.edu/~eap/library/COPEhandbook22oct09.
pdf, 23-24 (diakses 12 Juni 2019).
18
Cornes, 333-344; David Instone-Brewer, Divorce and Remarriage in the
Church: Biblical Solutions for Pastoral Realities (Illinois: InterVarsity Press, 2003),
238-240.
PENUTUP
relasi yang positif dengan kedua orangtua yang telah bercerai serta
kedua orangtuanya pun berhubungan baik pasca perceraian tetap
saja “good divorce” ini bukan sesuatu yang dianggap “baik”. Ketika
persoalan ini menjadi amat krusial, gereja perlu menyadari peran
pentingnya sebagai komunitas pendukung yang mampu memberi
dampak positif yang signifikan bagi remaja korban perceraian. Dengan
demikian, perlu kesadaran dan perhatian dari seluruh pihak terkait,
termasuk para pelayan dan warga jemaat sehingga memberikan
dampak yang berarti bagi remaja korban perceraian. Ini menjadi
tantangan yang tidak mudah mengingat perceraian seringkali masih
dianggap tabu bagi umat Kristiani. Oleh karenanya, cinta kasih dan
pengampunan yang Yesus nyatakan dalam kehadiran-Nya di tengah
umat manusia kiranya terus bergema dan mengalahkan kebisingan
dari penghakiman, gunjingan dan penolakan terhadap pasangan
yang bercerai beserta keluarganya. Itulah yang membuat harapan
akan masa depan yang lebih baik akan terus terukir bagi para remaja
korban perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
Root, Andrew. The Children of Divorce: The Loss of Family as the Loss
of Being. Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2010.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Website
Bab 6
PEMBINAAN UNTUK KAUM LAJANG
PENDAHULUAN
membuat wanita didorong untuk menjadi ibu dan istri dalam sebuah
keluarga, agar ia dihargai sebagai anggota masyarakat sepenuhnya.
Karena budaya tersebut, setiap keluarga akan tetap menyarankan anak
wanitanya untuk menikah.”2 Bagi perempuan, usia 30 tahun merupakan
usia kritis sebab semenjak usia 20-an tahun sudah membayangkan
tentang pernikahan. Dambaan ini biasanya mencapai puncaknya pada
usia 30 tahun, kemudian secara bertahap cenderung berkurang karena
mulai menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang lain dan baru, seperti
pekerjaan atau karier.3 Umumnya, perempuan cukup realistik untuk
mengetahui bahwa kesempatan untuk menikah semakin kecil ketika
berusia di atas 40 tahun.4 Sementara tuntutan bagi laki-laki lajang tidak
terlalu besar, karena mereka tahu bahwa laki-laki lajang dapat menikah
kapanpun ia mau.5 Dengan demikian, laki-laki lajang dan perempuan
lajang memiliki pergumulan yang berbeda.
Meskipun laki-laki lajang dan perempuan lajang memiliki
pergumulan yang berbeda, tapi kenyataan tetap menunjukkan bahwa
mereka mengalami tekanan. Seolah-olah hidup pernikahan lebih
baik ketimbang hidup melajang. Gencarnya promosi ini membuat
kaum lajang terdesak tanpa perlawanan. Mereka menerima begitu
saja stigma yang dilekatkan oleh orang lain atas hidupnya. Padahal
melajang atau menikah adalah sebuah pilihan yang dimiliki oleh
setiap orang dewasa. Bennet6 mengutip pernyataan dari Paus Yohanes
Paulus II tentang pernikahan dan panggilan untuk selibat, demikian:
2
Luthfi Anjar Jati Pratama and Achmad Mujab Masykur, “Interpretative
Phenomenological Analysis Tentang Pengalaman Wanita Dewasa Madya Yang
Masih Melajang,” Empati 7, no. 2 (2018): 353.
3
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan: Edisi Kelima (Terjemahan) (Jakarta: Erlangga, 1992), 300.
4
Pratama and Masykur, “Interpretative Phenomenological Analysis Tentang
Pengalaman Wanita Dewasa Madya Yang Masih Melajang,” 352.
5
Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, 300.
6
Jana Marguerite Bennett, Singleness and the Church: A New Theology of the
Single Life (Oxford University Press, 2017), 170.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
14
Cavanaugh, The Power and Purpose of Singleness, 143.
15
Gagasan terinspirasi dari Cavanaugh, 161–62.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
16
Hunt, Singleness: How To Be Single & Satisfied, 49–52.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bab 7
PEMBINAAN PRANIKAH
Transisi dari Kehidupan Lajang Menuju
Pernikahan
Hendri Wijayatsih
PENDAHULUAN
Hendri Wijayatsih 91
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
Urusan yang paling sering menguras energi dan emosi orang yang
akan menikah adalah rincian proses persiapan pemberkatan sampai
resepsi pernikahan. Sejauh pengalaman penulis, jarang sekali gereja
mencantumkan pembahasan tentang persiapan pesta pernikahan
ini dengan calon mempelai. Mungkin gereja beranggapan, kedua
calon mempelai yang sudah mengajukan permohonan mengikuti
bina pranikah, tentu sudah siap dengan segala persiapan pesta
pernikahan mereka dan gereja tinggal memberikan penguatan-
penguatan teologis. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, namun
jika mengingat kembali bahwa pernikahan di Indonesia bukanlah
peristiwa personal, tapi juga komunal, maka bisa dibayangkan
kompleksitas yang mungkin terjadi. Kendatipun gereja tidak
terlibat langsung mengurusi tetek bengek resepsi pernikahan calon
mempelai, namun rasanya gereja perlu mengajak calon mempelai
untuk menyadari seberapa besar investasi diri, waktu dan perhatian
mereka untuk rangkaian pesta pernikahan dan sejauh mana mereka
siap untuk melakukan investasi diri, waktu dan perhatian untuk
bina pranikah. Berbekal kesadaran seperti ini, gereja bekerja sama
dengan mempelai membangun pondasi percakapan yang terbuka
dan saling percaya di awal proses bina pranikah.Harapannya, melalui
pertemuan sebelum bina pranikah seperti ini, gereja menolong calon
mempelai agar tidak jatuh pada kecenderungan untuk mencurahkan
segala energi untuk wedding (seremonial pernikahan) yang terjadi
dalam beberapa jam dan mengabaikan dimensi marriage (dinamika
kehidupan berkeluarga) yang akan mereka jalani di sepanjang
kehidupan pernikahan mereka. Beberapa pertanyaan yang bisa
diajukan pada tahap ini misalnya:
92 Hendri Wijayatsih
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
1
Pertanyaan-pertanyaan ini diadaptasi dari : H Norman Wright, The Premarital
Counseling Handbook, Cetakan ketiga(Chicago : Moody Press, 1992), 106
Hendri Wijayatsih 93
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
94 Hendri Wijayatsih
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
4
J. DeFrain & S.M. Asay, Strong Families Around the World : An Introduction
to the Family Strenghths Perspectives in Marriage and Family Review vol 41 No. 1/2,
2007, 1-2
Hendri Wijayatsih 95
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
Instruksi:
5
J. DeFrain & S.M. Asay, Strong Families Around the World : An Introduction
to the Family Strenghths Perspectives in Marriage and Family Review vol 41 No. 1/2,
2007, 4-5
6
Diadaptasi dari The American Family Strenght Inventory. A Teaching Tools
for Generating Discussion and the Qualities that Make Family Strong yang bisa
diakses di UNL for Families website : unlforfamlies.unl.edu. Dipublikasikan oleh
The University of Nebraska-iIncoln
96 Hendri Wijayatsih
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
Hendri Wijayatsih 97
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
98 Hendri Wijayatsih
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
Hendri Wijayatsih 99
PEMBINAAN PRANIKAH: TRANSISI DARI KEHIDUPAN LAJANG MENUJU PERNIKAHAN
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bab 8
MEMBANGUN PERNIKAHAN YANG SEHAT
PENGANTAR
2
Pepper Schwartz, Peer Marriage: How Love between Equals Really Works (New
York: Free Press, 1994), 2.
3
Schwartz, 2.
Membersihkan
rumah
Memilih menu
masakan
Cara mendidik
anak
Menentukan
sekolah anak
KEUANGAN KELUARGA
KEINTIMAN SEKSUAL
William Glasser and Carleen Glasser, Eight Lessons for a Happier Marriage
5
Setiap pernyataan perlu diberikan nilai dari 1-5, dengan cara dilingkari
pada angka yang paling sesuai dengan pemahaman Anda. Skala 1 untuk
menyatakan paling tidak setuju dan 5 untuk menyatakan paling setuju.
Pernyataan Penilaian
Seks hanya untuk mendapatkan
1 2 3 4 5
keturunan.
Seks juga berfungsi untuk
1 2 3 4 5
memberikan kenikmatan.
Kenikmatan seks adalah bersifat
1 2 3 4 5
daging, dan bukan dari Allah.
Seks adalah salah satu pengalaman
1 2 3 4 5
paling indah dalam pernikahan.
KEINTIMAN SPIRITUAL
1. Kaum Naturalist
Keindahan alam semesta dapat membuat hati bergetar
merasakan keagungan, kehadiran dan kasih Tuhan. Perpaduan
warna jingga di langit saat petang hari. Kemunculan mentari
yang perlahan-lahan mengusir kegelapan malam. Kaum
Naturalist begitu menikmati pengalaman berada di alam
terbuka dan mampu menghayatinya sebagai pengalaman iman
yang membuatnya bertumbuh.
Apakah Anda seorang Naturalist? Berikut ini terdapat beberapa
pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan skala 1
untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5 untuk
pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan saat
dikelilingi dengan alam ciptaanNya, seperti:
pegunungan, hutan atau lautan.
Saya merasa terasing jika harus terlalu banyak
menghabiskan waktu di dalam ruangan, hanya
mendengarkan atau menyanyikan lagu. Tidak
ada yang membuat saya merasa dekat dengan
Tuhan daripada berada di luar ruangan.
Saya lebih suka menyembah Tuhan dengan
cara menghabiskan waktu satu jam seorang
diri di samping danau kecil ketimbang
mengikuti persekutuan kelompok.
Saya akan merasa sangat bahagia jika dapat
berada di taman atau padang rumput untuk
berdoa.
2. Kaum Sensates
Lukisan, musik, pergelaran teater, dan hasil karya seni rupa
dapat memunculkan getaran yang membuat seseorang
merasakan kehadiran dan kasih Tuhan. Sebagai contohnya,
Henri Nouwen, di dalam salah satu bukunya menuliskan
refleksi teologisnya ketika melihat lukisan cat minyak
“Kembalinya Si Anak Hilang” karya Rembrandt. Kaum sensates
dapat merasakan getaran tertentu saat melihat, mendengar,
membaui, mencecap dan meraba benda-benda yang ada di
sekitarnya. Sepulang dari gereja, rasa anggur yang masih
membekas di mulut saat mengikuti Sakramen Perjamuan tadi
bisa terus menggetarkan batinnya.
Apakah Anda seorang Sensates? Berikut ini terdapat beberapa
pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan skala 1
untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5 untuk
pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa dekat dengan Tuhan saat berada
di sebuah gereja yang memungkinkan saya
untuk bisa melihat, membaui, mendengar, dan
mencecap keagunganNya.
3. Kaum Tradisionalists
Tata ibadah yang teratur, penggunaan simbol-simbol yang
tetap, memberi diri untuk terlibat dalam hidup menggereja,
membuat kaum tradisionalist bergetar merasakan kehadiran
dan cinta Allah. Ada kecenderungan untuk mempertahankan
ritual dan tradisi yang sudah berlaku selama ini, tanpa ada
keinginan untuk mengubahnya.
Apakah Anda seorang Tradisionalist? Berikut ini terdapat
beberapa pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan
skala 1 untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5
untuk pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan saat
saya mengikuti ibadah dengan liturgi yang
4. Kaum Ascetics
Mengambil jarak dari kenyataan sehari-hari di dalam
kesendirian, mengupayakan hidup sederhana, dan melakukan
disiplin-disiplin rohani secara ketat, adalah cara yang
dipergunakan oleh kaum ascetics dalam membangun relasinya
dengan Tuhan. Yohanes Pembaptis merupakan contoh
yang tepat untuk menggambarkan kaum ascetics. Tinggal
menyendiri di padang gurun dengan berpakaian dari kulit
binatang, makannya madu dan belalang, serta memiliki
standard moral yang tinggi.
Apakah Anda seorang Ascetics? Berikut ini terdapat beberapa
pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan skala 1
untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5 untuk
pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan keti-
ka saya sendirian, tidak ada yang mengalih-
kan perhatian, dan hanya fokus pada
kehadiran-Nya.
Saya ingin menggambarkan iman itu lebih
bersifat “internal” daripada “eksternal”.
Keheningan, kesendirian dan disiplin rohani
sangat menarik bagi saya.
Mengambil retreat seharian di sebuah biara di
mana saya dapat menghabiskan banyak waktu
sendirian untuk membaca Alkitab, berdoa
dan berpuasa, adalah kegiatan yang akan saya
nikmati.
Saya akan benar-benar menikmati waktu
berdoa semalam suntuk, menahan untuk
tidak berkata-kata, dan belajar hidup
sederhana.
Total Nilai
5. Kaum Activists
Berjuang membela keadilan dan kebenaran secara nyata dengan
jalan terjun ke lapangan membuat kaum activist merasakan
kedekatannya dengan Tuhan. Kaum activist sangat terinspirasi
dari kisah nabi-nabi di Perjanjian Lama yang begitu berani
berkonfrontasi demi mewujudkan damai sejahtera.
Apakah Anda seorang Activists? Berikut ini terdapat beberapa
pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan skala 1
untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5 untuk
pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan saat
sedang berjuang membela keadilan. Seperti
misalnya: menulis pesan kepada pejabat pe-
merintah, baik secara langsung melalui surat
ataupun melalui email, media sosial, surat
kabar.
Saya merasa frustasi ketika melihat orang
Kristen yang apatis dan tidak peduli terhadap
ketimpangan sosial di sekitarnya.
Perjuangan yang penuh konfrontasi dan
aktifitas sosial sangat menarik bagi saya.
Menghadiri pertemuan yang membahas
kejahatan sosial, atau menentang kebijakan
baru di lingkungan yang dirasa tidak adil,
menjadi sangat penting buat saya.
Saya lebih suka berdiri selama satu jam di pa-
nas terik atau di tengah hujan untuk menen-
tang ketidak-adilan, ketimbang berada di ka-
mar untuk duduk berdoa atau membaca buku.
Total Nilai
6. Kaum Caregivers
Memperhatikan dan menolong orang lain memberi getaran
yang tiada terlukiskan dalam kalbu. Cinta Allah terasa
berkobar-kobar dan menggerakan diri untuk membagikan
cinta itu kepada sesama. Saat ada orang yang membutuhkan
bantuan, rasanya ingin segera membantunya.
Apakah Anda seorang Caregivers? Berikut ini terdapat
beberapa pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan
ketika melakukan pelawatan di rumah sakit
atau penjara, berada di antara orang miskin
yang membutuhkan pertolongan, menemani
orang yang kesepian dan terpinggirkan.
Saya merasa heran melihat orang Kristen
yang menghabiskan waktunya menyanyikan
lagu-lagu sementara tidak peduli pada
tetangganya yang kelaparan.
Kata “pelayanan” dan “belas kasihan” sangat
menarik bagi saya.
Saya merasakan kekuatan Tuhan di saat sibuk
melakukan pelayanan bagi orang-orang yang
membutuhkan pertolongan, sehingga saya
dapat melakukannya dengan badan yang
sehat dan hati penuh sukacita.
Saya lebih suka mendampingi orang
yang sakit di rumah sakit atau membantu
memperbaki atap rumah tetangga, ketimbang
mengikuti retreat atau memberikan renungan
dalam persekutuan.
Total Nilai
7. Kaum Enthusiasts
Ibadah dengan model kebangunan atau kebangkitan rohani
dan menyaksikan lawatan Tuhan melalui mukjizat-mukjizat
Pernyataan Nilai
Saya merasa paling dekat dengan Tuhan
ketika saya dapat meluapkan dengan penuh
semangat seluruh isi hati, menyembah Tuhan
sepanjang hari, dan menyerukan nama-Nya.
Merayakan Allah dan cinta kasih-Nya adalah
sebuah bentuk ibadah favorit saya.
Allah adalah Allah yang pernuh dengan
semangat, dan karena itu kita pun harus
bersemangat dalam memuji-Nya. Saya tidak
mengerti bagaimana seorang Kristen dapat
mengatakan ia mencintai Allah tetapi terlihat
seperti orang yang sedang berduka setiap kali
mereka masuk dalam gereja.
“Perayaan” dan “sukacita” adalah dua kata
yang menggambarkan diri saya.
Saya menikmati ketika hadir dalam sebuah
seminar untuk belajar bagaimana memuji dan
menyembah Allah melalui tarian dan musik
kontemporer. Saya menghayati bagaimana
Allah dapat bergerak dalam cara-cara yang
tidak terpikirkan.
8. Kaum Contemplatives
Merenungi kehidupan yang telah dijalani akan membawa
pada penghayatan akan cinta kasih Allah. Di dalam
ketenangan, kaum contemplatives mengosongkan diri dari
segala keinginan sehingga dapat memandang wajah Allah
yang penuh cinta. Ignatius dari Loyola dalam buku Latihan
Rohani memberikan tuntunan untuk masuk ke dalam
kontemplasi. “Apa yang telah saya lakukan untuk Kristus?
Apa yang sedang saya lakukan untuk Kristus? Apa yang harus
saya lakukan untuk Kristus?” Pertanyaan reflektif ini dapat
menolong untuk memeriksa batin.
Apakah Anda seorang Contemplatives? Berikut ini terdapat
beberapa pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan
skala 1 untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5
untuk pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa dekat dengan Tuhan ketika
merasakan sentuhan kasihNya yang secara
emosional membuat saya bertumbuh untuk
terus melekat padaNya. Kristus bagaikan
sahabat yang selalu menemani saya.
Saat yang paling sulit dalam iman adalah
ketika saya tidak bisa merasakan kehadiran
Allah dalam diri saya.
9. Kaum Intelectuals
Konsep-konsep teologi yang baru selalu menantang untuk
dibaca, digumuli dan didiskusikan. Itulah cara kaum Intelectuals
merasakan kehadiran Allah. Mereka senang menafsirkan ayat-
ayat Alkitab dengan metode tafsir muktahir, atau mempelajari
dan mengkaji ulang dogma-dogma gereja.
Apakah Anda seorang Intelectuals? Berikut ini terdapat
beberapa pernyataan yang perlu diberikan nilai 1-5, dengan
skala 1 untuk pernyataan yang paling Anda tidak setujui dan 5
untuk pernyataan yang paling Anda setujui.
Pernyataan Nilai
Saya merasa dekat dengan Tuhan ketika saya
belajar sesuatu yang baru tentang Dia, yang
tidak saya pahami sebelumnya. Saya harus
tahu persis akan apa yang saya yakini tentang
Allah.
Sekarang, isilah total nilai yang sudah ada pada 9 cara di atas:
____ Naturalist
____ Sensates
____ Tradisionalist
____ Ascetic
____ Activist
____ Caregiver
____ Enthusiast
____ Contemplative
____ Intellectual
9
Dr. David Clarke and William G. Clarke, I Don’t Want a Divorce: A 90 Day
Guide to Saving Your Marriage (Revell, 2009), 31.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bab 9
PERCERAIAN
2
Syaifuddin, Turatmiyah, and Yahanan, 25.
3
Ruth Schäfer and Freshia Aprilyn Ross, Bercerai Boleh Atau Tidak? Tafsiran
Terhadap Teks-Teks Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 2.
4
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan: Edisi Kelima (Terjemahan) (Jakarta: Erlangga, 1992), 310.
Taman Pustaka Kristen Indonesia & Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana,
2018), 1.
6
Constance Ahrons, The Good Divorce: Keeping Your Family Together When
Your Marriage Comes Apart (HarperCollins, 1994), 14.
PERCERAIAN: DILEMATIS
7
Alison Clarke-Stewart and Cornelia Brentano, Divorce: Causes and
Consequences (New Haven: Yale University Press, 2006), 52.
Schäfer and Ross, Bercerai Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-Teks
10
bermaksud menyembuhkan bengkak serius pada ibu jari kaki atau hanya
karena pergelangan kaki yang patah – sebaliknya Anda akan berusaha
membalut yang luka atau merawat yang patah. Dan bagaimanapun
juga Anda tentu tetap mempertahankan kaki tersebut untuk tidak
diamputasi. Pertanyaan Anda – apakah amputasi “diizinkan”? –
menjadi sungguh tidak masuk akal. Hal boleh atau tidak boleh bukanlah
inti persoalannya.14
14
Powers, 79.
KONSEKUENSI PERCERAIAN
1. Mobilitas Menurun
18
Clarke-Stewart and Brentano, Divorce, 67–76.
3. Perubahan Peran
4. Masalah Psikologis
5. Gejala-Gejala Fisik
FASE PERCERAIAN
Ahrons, The Good Divorce: Keeping Your Family Together When Your Marriage
26
27
Betty Carter and Monica Ed McGoldrick, The Changing Family Life Cycle: A
Framework for Family Therapy (Gardner Press, 1988).
28
Ahrons, The Good Divorce: Keeping Your Family Together When Your Marriage
Comes Apart, 75.
Fase pertama ini merupakan fase yang paling melelahkan dan emosional.
Memberitahukan kepada pasangan terkait keinginan untuk bercerai,
lalu membicarakannya dengan seluruh anggota keluarga, bukanlah hal
yang mudah. Tidak jarang pembicaraan-pembicaraan malah menjurus
untuk mencari pihak yang bersalah, yang justru semakin memperparah
situasi. Ada banyak pertentangan, kemarahan, dan tangisan terjadi pada
fase ini. Pasangan yang ingin bercerai cenderung saling membenci.
Mereka saling menyerang, menghina, meneriakan kata-kata makian
dan mengamuk. Bagi kebanyakan orang, fase pengambilan keputusan
untuk bercerai ini lebih menimbulkan stress ketimbang saat pengadilan
memutuskan perceraian secara legal-fomal.30
Pada fase pengambilan keputusan untuk bercerai ini,
masing-masing pasangan perlu menyadari akan kelemahan dan
kekurangannya sehingga tidak sibuk saling menyalahkan. Ketika
pasangan saling menyalahkan, maka kemungkinan untuk terluka dan
menambah rasa sakit semakin terbuka lebar. Oleh karenanya, mereka
perlu belajar menerima kekuarangan dalam diri yang turut menjadi
penyebab terjadinya perceraian. Sekalipun demikian, penerimaan akan
kekurangan dalam diri ini tidak lantas menjadi sikap menyalahkan
diri sendiri. Tidak ada yang perlu disalahkan dalam kegagalan ini.
Banyak faktor baik diri sendiri maupun pasangan yang memang sulit
untuk menemukan keselarasan, sehingga perceraian menjadi jalan
keluar yang terbaik guna meraih kedamaian.
30
Clarke-Stewart and Brentano, 56.
Ahrons, The Good Divorce: Keeping Your Family Together When Your Marriage
34
TERJADINYA PERPISAHAN
Suami dan isteri telah berpisah secara psikis dan fisik. Mereka
atau salah satunya sedang mengurus berkas-berkas di Pengadilan
Negeri. Beberapa menghubungi pengacara untuk membantu dan
mendampingi selama proses pengajuan gugatan di pengadilan, tetapi
ada pula yang langsung mengurusnya sendiri. Di kantor Pengadilan
Negeri juga terdapat Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) yang dapat
membantu membuat surat pengajuan gugatan perceraian. Jika surat
gugatan sudah di daftarkan di Pengadilan Negeri, maka selanjutnya
pengadilan akan mengirimkan surat panggilan yang berisi jadwal
persidangan. Proses persidangan dari sidang pertama sampai sidang
terakhir tidak bisa ditentukan jumlahnya. Jika para pihak (suami-
40
Wild and Wild, The Unofficial Guide to Getting a Divorce, 250–51.
isteri) tidak hadir, maka proses persidangan akan cepat. Namun jika
para (suami-isteri) hadir, maka prosesnya akan lebih lama. Di awal
persidangan, hakim biasanya akan memerintakan agar dilakukan
mediasi. Jika mediasi gagal dilakukan, maka persidangan akan
dilanjutkan sampai pada keputusan perceraian.
Barangkali selama proses pengadilan, masih ada pengharapan
agar dapat kembali rujuk, atau berharap pasangannya akan berubah
pikiran. Tapi kini, pengharapan itu seolah sirna. Hidup pernikahan
sudah kandas dan tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk
memperbaikinya. Oleh karenanya, keputusan perceraian yang
dijatuhkan oleh pengadilan dapat memicu kembali munculnya
amarah, sakit hati dan perasaan bersalah. Ditambah lagi rasa kesepian
dan beratnya menjalani hidup sendiri. Semuanya ini adalah penyebab
utama terjadi stress dan depresi. Inilah yang terjadi pada fase keempat,
ketika perceraian sudah diputuskan secara legal-formal.
Russell Wild dan Susan Ellis Wild memberikan catatan bahwa
kabar perceraian perlu disampaikan sendiri kepada kerabat, teman,
tetangga dan semua orang yang dikenal.41 Mereka mungkin telah
mendengar desas-desusnya, maka alangkah lebih baik jika informasi ini
disampaikan secara langsung. Dengan demikian, mereka terhindar dari
gossip murahan dan mendapatkan informasi yang jelas. Selain itu, kabar
perceraian yang disampaikan secara langsung juga membuka orang
lain untuk turut memberikan dukungan. Clarke Stewart dan Brentano
mengatakan bahwa “Setelah perceraian, terutama jika pengalamannya
membuat stres, teman dan kerabat akan menawarkan dukungan
sosial agar [yang bercerai] merasa lebih baik. Dukungan sosial dari
keluarga dan teman berkaitan erat dengan pemulihan psikologis. Jenis
dukungan yang tampaknya paling bermanfaat adalah sosial emosional
– persahabatan, mendengarkan, mengajak bersosialisasi – tetapi
jangan memberikan uang atau barang-barang.”42 Orang yang bercerai
41
Wild and Wild, 37.
42
Clarke-Stewart and Brentano, Divorce, 81.
hidupnya dan anaknya, tapi itu berarti ada waktu kebersamaan dengan
anak yang dikorbankan. Hal ini tentu menimbulkan dilematis tersendiri,
antara mendapatkan uang dan pengasuhan anak. Jika kedua peran ini
dijalani sekaligus, mungkin kelelahan akan cepat menghampiri. Fisik
yang lelah dapat berakibat mudah marah dan melakukan kekerasan
terhadap anak.44 Masa transisi pada fase ini adalah menyeimbangkan
waktu antara bekerja demi mendapatkan uang, dan melakukan
pengasuhan terhadap anak-anak. Situasi ini barangkali perlu juga
dibicarakan dengan mantan pasangan, agar dapat menemukan solusi
terbaik demi pertumbuhan anak-anak.
Sekilas mungkin orang tua tanpa hak asuh anak memiliki kelonggaran
waktu yang lebih banyak. Ia dapat fokus untuk kembali meniti
karier atau membangun jejaring pertemanannya. Namun keadaan
berpisah dari anak-anak tentu menimbulkan perasaan kehilangan.
Oleh karenanya, pembicaraan tentang jadwal kunjungan perlu
mendapatkan perhatian serius. Ia harus menemukan cara agar tetap
terhubung dengan anak-anaknya. Dan mungkin juga membantu
secara ekonomi mantan pasangannya dalam pemenuhan biaya-
biaya yang dibutuhkan oleh anak-anak mereka. Yang terbaik bagi
pertumbuhan anak harus diutamakan.
Tema umum di masa transisi ini meliputi kebutuhan anak,
masalah pengawasan dan disiplin, tugas tanggung jawab secara
spesifik seperti antar-jemput anak.45 Ketika hak asuh anak jatuh
kepada mantan pasangan, bukan berarti tidak lagi peduli terhadap
tumbuh-kembang anak dan menyerahkan secara penuh tanggung
jawab untuk membesar anak. Bagaimanapun juga, anak-anak adalah
44
Clarke-Stewart and Brentano, Divorce, 138.
45
Clarke-Stewart and Brentano, 194.
darah daging dari kedua orang tuanya yang dituntut tanggung jawab
atas pertumbuhan fisik, psikis dan mentalnya.
MELAKUKAN PENDAMPINGAN
1. Penyangkalan
2. Marah
Kemarahan adalah sesuatu yang wajar dari perceraian. Pada fase awal,
kemarahan dapat meluap-luap, bahkan berlebihan. Mungkin pula ada
perasaan sakit hati, juga dendam. Jika dituruti, kemarahan tidak akan
ada habisnya. Sangat mungkin malah berakhir dalam keputus asaan
yang mendalam. Memelihara kemarahan hanya akan menyakiti diri
sendiri. Oleh karenanya, kemarahan ini perlu disalurkan secara tepat.
Misalnya dengan berolah raga, berdoa dalam diam (kontemplasi),
atau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan gereja/sosial. Intinya,
kemarahan dapat disalurkan dengan melakukan berbagai kegiatan
positif, sehingga energi itu tersalurkan dengan benar.
3. Tawar-menawar
4. Depresi
5. Penerimaan
DAFTAR PUSTAKA
Bab 10
PEMBINAAN SEHUBUNGAN DENGAN
PERNIKAHAN KEMBALI
Hendri Wijayatsih
PENDAHULUAN
1
https://www.un.org/esa/socdev/family/Publications/mtquah.pdf
sudah tua atau bak memasukkan anggur yang baru pada kantung
yang lama (bandingkan Markus 2:21-22)?
Menurut Norman Wright, ada 3 hal yang bisa dilakukan
gereja dalam mendampingi warga jemaatnya menjalani masa
transisi menuju pernikahannya kembali. Ketiga hal tersebut, disebut
oleh Wright dengan 3 R yaitu Resolve (menyelesaikan masalah yang
tersisa dari pernikahan sebelumnya) , Rebuild (bagaimana individu
yang telah bercerai mengembangkan dirinya setelah perceraian?)
dan Relink (bagaimana kesiapan individu yang akan menikah
kembali itu dalam memasuki pernikahannya yang baru?).3
3
Wright, The Premarital Counseling Handbook, 259-267
Ini adalah anggapan yang naif. Tidak ada masalah yang selesai
seiring dengan berlalunya waktu. Masalah, luka harus diakui dan
diproses agar tidak membebani langkah ke depan. Peristiwa, tempat,
ingatan tertentu pada pernikahan terdahulu bisa saja muncul dan
menggangu proses penyesuaian awal dalam pernikahan yang baru.
Dengan membicarakannya secara terbuka, diharapkan orang yang
akan menikah kembali, memiliki ruang yang cukup untuk jernih
merespon luapan emosi dan atau kenangan yang muncul tak terduga.
Pada bagian ini, orang yang akan menikah kembali diajak untuk
melihat kembali kehidupannya pasca perceraian. Bagaimana orang
tersebut mengembangkan dirinya dalam status yang baru. Apakah
mereka mendapatkan pendampingan dan konseling pastoral pasca
perceraian? Upaya-upaya personal apa yang dia lakukan untuk
bangkit dari perceraiannya?
Pada bagian ini, pendeta mendampingi orang yang akan menikah lagi
untuk menilai niatannya menikah kembali dengan penuh kejujuran.
Apakah niatannya untuk menikah lagi adalah sebuah niatan yang
sehat? Apakah niatan untuk menikah kembali ini lebih didasari
oleh ketidakmampuannya mengatasi kesepian pasca perceraian?
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
https://www.un.org/esa/socdev/family/Publications/mtquah.pdf
Wright, H. Norman, The Premarital Counseling Handbook, Third
Edition ( Chicago : Moody Press, 1992)
Bab 11
PEMBINAAN UNTUK ORANG LANJUT USIA
(LANSIA)
Sendiri Lagi atau Menikah Lagi
PENDAHULUAN
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2018 angka
harapan hidup laki-laki Indonesia adalah 69,30 tahun, sedangkan
perempuan 73,19 tahun.1 Maka, menurut Menteri Kesehatan Nila
Moeloek, rata-rata angka harapan hidup orang Indonesia adalah 71
tahun. Dari rata-rata usia 71 tahun itu, 9 tahun terakhir atau mulai
usia 62 banyak yang mengalami masa tidak sehat atau sudah terserang
penyakit.2
Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2017
adalah 23,66 juta jiwa (9,03% dari populasi penduduk Indonesia,
dengan rincian 8,54% laki-laki dan 9,53% perempuan).3 Sedangkan
persentase penduduk lansia menurut status perkawinan pada tahun
2015 adalah:
1
https://www.bps.go.id/QuickMap?id=0000000000
2
http://www.tribunnews.com/kesehatan/2019/03/12/usia-harapan-hidup-
masyarakat-indonesia-meningkat-rata-rata-71-tahun
3
file:///C:/Users/Tabita/Downloads/Analisis%20Lansia%20Indonesia%20
2017.pdf p. 1, 3.
Belum Cerai
Kawin Cerai Mati
Kawin Hidup
Laki-laki 0,68% 82,78% 1,44% 15,10%
Perempuan 1,14% 39,25% 3,22% 56,39%
Rata-rata 0,92% 59,78% 2,38% 36,92%
4
file:///C:/Users/Tabita/Downloads/Analisis%20Lansia%20Indonesia%20
2017.pdf p. 4.
1. Pertimbangan Anak-Cucu
2. Pertimbangan Warisan
Warisan dapat menjadi masalah yang sulit dan rumit dalam keluarga,
walaupun tidak ada pernikahan kembali kakek nenek. Maka dapat
dibayangkan jika kekuatiran tentang warisan menjadi serius dalam
pertimbangan untuk kakek atau nenek menikah kembali. Ada
kekuatiran warisan akan jatuh ke tangan pasangan baru kakek atau
nenek. Maka sejak awal harus dibicarakan dan diputuskan. Misalnya
apakah pernikahan kembali kakek atau nenek dengan perjanjian
harta terpisah atau tidak. Jika harta terpisah maka warisan akan jatuh
ke tangan anak cucu, bukan ke tangan pasangan baru. Namun perlu
dilihat apakah pasangan baru ini juga memiliki harta yang cukup
dalam perjanjian harta terpisah. Jangan sampai setelah menikah
dengan perjanjian harta terpisah, lalu pasangan yang berharta
meninggal, maka pasangan yang masih hidup tidak memiliki apa-apa
4. Pertimbangan Kesehatan
Salah satu penyakit orang berusia lanjut adalah demensia atau lupa.
Definisi demensia secara medis pada laman rumah sakit di Singapura5
adalah sebagai berikut:
https://www.mountelizabeth.com.sg/id/medical-specialties/medical-
5
specialties/brains-nerves/dementia
6
https://www.alzi.or.id/apa-yang-menyebabkan-demensia/
itu. Salah seorang anak sempat menyarankan agar ayah dan ibunya
bercerai saja karena setiap hari selalu bertengkar. Untunglah sang
ayah tidak menuruti kata anaknya, sebab ternyata belakangan mereka
mengetahui bahwa sang ibu mengalami demensia yang disebabkan
perasaan ditinggal (oleh anak-anaknya yang menikah dan tinggal di
luar kota), sehingga ia merasa kesedihan yang mendalam dan depresi.
Upaya suami dan anak dari ibu yang mengalami demensia untuk tetap
merawat sang ibu di rumah memberikan hal yang positif bagi ibu itu
hingga akhir hayatnya. Sang ibu mengalami demensia dari tahun 2009
hingga meninggal dunia tahun 2017.
Mirip dengan kisah yang ditayangkan dalam acara “Kick Andy”
tersebut, dalam buku berjudul “Demensia: Allah Senantiasa Ingat”
dikisahkan adanya saran perceraian karena pasangan yang mengalami
demensia.10 Bahkan demensia itulah yang dijadikan alasan untuk
bercerai, sebab seorang yang mengalami demensia menjadi pribadi
yang berbeda dari yang dikenal pasangannya, bahkan orang yang
mengalami demensia dianggap atau disamakan dengan orang yang
sudah mati. Memang dalam buku ini contoh pasangan yang mengalami
demensia, yang bernama Gordon, tidak diceraikan oleh istrinya, yang
bernama Elaine, namun dengan menempatkan Gordon di rumah rawat
penderita demensia membuat keadaan Gordon semakin parah.
Pertanyaan yang muncul dari kondisi demensia adalah: apakah
demensia merupakan alasan yang dianggap sah untuk perceraian?
Dalam buku ini dikisahkan bahwa seorang pendeta televangelis yang
ditanya pemirsa televisi tentang hal ini menjawab bahwa demensia
disamakan dengan kematian, sehingga janji pernikahan “sampai maut
memisahkan kita” menjadi alasan sah untuk perceraian – “sampai
demensia memisahkan kita.” Pendapat televangelis ini menuai
kemarahan, baik dari orang Kristen maupun bukan orang Kristen.11
10
John Swinton. Demensia: Allah Senantiasa Ingat. Jakarta: YKBK, 2015, p 149.
11
John Swinton. Demensia: Allah Senantiasa Ingat. Jakarta: YKBK, 2015, p 155-
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
156.
Website
https://www.bps.go.id/QuickMap?id=0000000000
http://www.tribunnews.com/kesehatan/2019/03/12/usia-harapan-
hidup-masyarakat-indonesia-meningkat-rata-rata-71-tahun
file:///C:/Users/Tabita/Downloads/Analisis%20Lansia%20
Indonesia%202017.pdf
https://www.mountelizabeth.com.sg/id/medical-specialties/medical-
specialties/brains-nerves/dementia
https://www.alzi.or.id/
https://www.youtube.com/watch?v=Auo-JO63tfc
https://www.youtube.com/watch?v=8NhN9QPCxgc
185
YAYASAN FAKULTAS TEOLOGI
TAMAN PUSTAKA KRISTEN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
INDONESIA
mission 21
evangelisches missionswork basel
mission 21
evangelisches missionswork basel
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
ISBN 978-602-6414-27-4
mission 21
evangelisches missionswork basel
9 786026 414274
YAYASAN
TAMAN PUSTAKA KRISTEN
INDONESIA