Anda di halaman 1dari 3

ERNST LUDWIG DENNINGER

MISIONARIS DI PULAU NIAS

Oleh : Septiaman Anugerah Sarumaha

Pulau Nias atau dalam bahasa Nias “Tano Niha” adalah kepulauan yang terletak
di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia dan secara administratif berada dalam
wilayah provinsi Sumatera Utara. Pulau ini merupakan pulau terbesar dan paling maju
diantara jejeran pulau-pulau di pantai barat Sumatera dan dihuni oleh mayoritas suku
Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik (batu besar) dibuktikan dengan
peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
diwilayah pedalaman.
Pulau Nias sendiri memiliki sistem kepercayaan sendiri sebelum masuknya injil
atau agama kristen di pulau Nias. Kepercayaan orang Nias sebelum masuknya injil
yaitu menyembah roh atau menyembah patung (molohe adu) atau juga menyembah
dewa-dewa dunia atas (yang disebut dengan Teteholi Ana’a :Lowalangi, Sihai, atau di
Nias Selatan dikenal dengan Inada Samihara Luo) dan dewa-dewa dunia bawah (yang
disebut dengan Lature Dano atau Bauwa Dano), ada juga dewa-dewa jahat yakni
Nadaoya dan Afokha dan berbagai dewa rendah (roh halus) yang disebut Bekhu, yakni
: Bekhu Gatua (hantu hutan), Bekhu Dalu Mbanua (hantu yang bergentayangan
dilangit), Zihi (hantu laut), Simalapari (hantu sungai), Bela (hantu yang berdiam diatas
pohon dan pemilik semua binatang dihutan), Matiana (roh wanita yang mati ketika
melahirkan bayi lalu roh ini menjadi wanita pengganggu wanita yang melahirkan), Tuha
Zangarofa (penguasa ikan di sungai), Salofo (roh yang pandai berburu), dan berbagai
roh jahat yang tinggal di gua, di pohon besar, di sungai dan muara. Ono Niha juga takut
dan menghormati roh nenek moyang atau sering di sebut Malaika Zatua.
Orang Nias juga melakukan ritual atau ritus-ritus penyembahan dan menaati
Famoni untuk berusaha menenangkan atau menghindari roh-roh halus yang diyakini
dapat mengganggu dan ditakuti orang Nias. Orang Nias juga memakai jimat-jimat agar
kebal, ada jimat yang membuat kekebalan sehingga tidak dapat terluka dan
sebagainya, serta memberi persembahan kepada dewa-dewa tujuannya agar terhindar
dari segala macam penyakit yang diakibatkan oleh roh jahat, juga untuk menjaga
keserasian dan kelangsungan hidup. Itulah sebabnya di pulau Nias banyak sekali
patung (adu) sebagai peninggalan sejarah sehingga pulau Nias merupakan pulau yang
harus dijangkau oleh injil melalui orang-orang percaya yakni para misionaris.
Pada tahun 1822-1823 pulau Nias pernah didatangi oleh utusan Mission Etrangers
(badan Misi Katolik Roma) bernama Pere Wallon dan Pere Barart, tetapi baru tiga hari
setelah berada di Lasara, Gunungsitoli salah seorang meninggal dunia, sehingga belum
sempat ada buah dari pelayanan misi mereka. Kemudian pulau Nias didatangi oleh
utusan RMG (Rheinische Missions Gesselchaft) Jerman, bernama ERNST LUDWIG
DENNINGER, salah seorang lulusan Bassel Missions Seminarie, beliaulah yang
membawa kabar baik, berita injil yang membebaskan dan menyelamatkan serta
menjadikan Ono Niha menjadi pengikut Kristus dan menjadi Kristen.
Ernst Ludwig Denninger lahir di Berlin-Jerman, 4 Desember 1815, pekerjaan
awalnya adalah pembersih cerobong asap. Ia adalah seorang yang aktif dalam
“Kebangunan Rohani”, sehingga pada usia 28 tahun ia tertarik menjadi misionaris. Ia
melamar pada badan Zending RMG di Barmen-Jerman, dan setelah diterima, ia dididik
menjadi misionaris di sekolah Zending RMG di Barmen. Setelah menamatkan di
sekolah Zending, pada tahun 1847 ia ditahbiskan dan diutus menjadi misionaris di
Borneo (Kalimantan) ditengah masyarakat Dayak. Pusat perkabaran injil waktu itu
bertepat di Gohong-Kalimantan. Setelah 12 tahun melayani di Borneo dan telah mulai
menampakkan hasil dengan adanya orang yang dibaptis, tetapi pada tahun 1859,
terjadi “pemberontakkan Hidayat” yang menyerang semua orang kulit putih karena
dianggap penjajah, termasuk para misionaris. Ada 9 orang dari kalangan misionaris
beserta keluarganya mati terbunuh, Denninger dan beberapa misionaris lainnya sempat
melarikan diri, sehingga lepas dari bahaya kematian. Kemudian mereka mengungsi ke
Semarang-Jawa Tengah dan Zending RMG mengutus mereka ke tanah Batak untuk
melakukan pelayanan pekabaran injil. RMG memberi tugas kepada Denninger untuk
melayani di Barus, sehingga pada tanggal 20 oktober 1861 ia bertolak dari Batavia
menuju Padang dan tiba pada tanggal 21 november 1861. Tetapi ia tidak dapat
melanjutkan perjalanan ke tanah Batak karena di Padang isterinya sakit keras.
Terpaksa mereka tinggal di Padang dengan menyewa sebuah rumah sangat sederhana
di kampung cina-Padang. Disana ia bertemu dengan Ono Niha yang jumlahnya cukup
banyak waktu itu (kira-kira 3000 orang) kebanyakan bekerja sebagai buruh. Ia sering
berbicara dan mempelajari bahasa Nias dengan mereka, hal inilah yang membuat
Denninger tertarik untuk datang bermisi ke Pulau Nias. Walaupun belum ada
persetujuan dari badan misi RMG untuk bermisi di Nias, namun karena keinginan dan
tekadnya ke Nias, Denninger mengurus izin dari Gubernur Jenderal di Batavia,
sehingga pada tanggal 11 agustus 1865 ia bertolak dari Padang ke Sibolga lalu ke Nias
dan menginjakkan kaki di bumi Nias pada hari rabu, 27 september 1865. Pada awal ia
tiba ia tinggal di rumah sekretaris pemerintah Belanda, tetapi kemudian ia membeli
sebuah rumah di Gunungsitoli, dengan harga 600 gulden atau sekitar 4.700.000 rupiah.
Disanalah Denninger beserta isterinya Sophie Jordan dan anaknya Carolina dan Elias
Denninger tinggal.
Setelah tiba di Pulau Nias, Denninger mulai melakukan pekerjaannya dengan
meningkatkan pengetahuan dan kecapakan bahasa Nias, dalam menarik perhatian
orang banyak supaya mau belajar Firman Tuhan dan nyanyian-nyanyian gereja,
Denninger harus membagikan tembakau untuk rokok dan ramuan sirih orang banyak,
hal ini tidak menjadi hambatan bagi Denninger untuk memberitakan injil, sehingga ia
mengajar beberapa orang muda agar dapat membaca dan menulis dan pemuda-
pemuda inilah yang membantu Denninger untuk mengajarkan anak-anak di sekitar
Gunungsitoli pada tahun 1866. Selain Denninger membantu dan melakukan
pendeketan dengan pendidikan, Denninger juga membantu masyarakat yang menderita
berbagai penyakit, dengan memberikan obat-obatan sambil berdoa, ia juga melakukan
perkunjungan kepada para salawa sambil memberitakan kabar baik.
Setelah 6 tahun melakukan pelayanan, maka pada suatu minggu di bulan april
1871, terdapat sekitar 140 orang yang datang mengikuti kebaktian minggu. Denninger
juga telah menerjemahkan injil Yohanes dan injil Lukas ke dalam bahasa Nias,
karyanya ini sangat berarti bagi orang Nias dan para misionari yang akan datang ke
Nias. Tujuh tahun setelah pelayanan Denninger di pulau Nias berjalan begitu pesat,
RMG mulai mengutus para msionaris lain ke pulau Nias pada tahun 1872-1881 antara
lain J.W. Thomas, Kramer, Dr. W.H. Sunderman, J.A. Fehr.
Pada usia Denninger yang ke-60 tahun, ia mulai menderita penyakit, sehingga ia
pergi cuti keBatavia pada tahun 1875. Ia tinggal di rumah menantunya di Bogor, pada
awalnya hanya rencana cuti dan masih ada keinginan untuk melanjutkan pelayanan
misi di Nias, namun karena penyakit yang parah dan tak terobati, Denninger meninggal
dunia pada tanggal 22 Maret 1876, serta dikebumikan di kuburan dekat anaknya
tinggal, yakni di wilayah Bogor.
Pelayanan Denninger yang telah menyelamatkan dan menjadikan Ono Niha
Kristen oleh injil tentang Yesus Kristus menjadi sukacita bagi OnoNiha dan Denninger
dikenal sebagai Father Mission in Nias, dan dari pelayanan Denninger inilah para
misionaris boleh meneruskan dan hingga pada saat ini gereja-gereja di Nias boleh
berdiri di berbagai pelosok daerah.
Demikian pelayanan dari misionaris Ernst Ludwig Denninger dalam
memberitakan injil, bagaimana dengan kita yang sudah mendengar dan menerima injil
tentang Yesus Kristus yang telah mati di kayu salib menebus dosa manusia,
dikuburkan, dan bangkit dan naik ke sorga dan memberikan hidup kekal bagi kita yang
percaya, sebagai orang-orang percaya hendaklah kita membagikan berkat, injil yang
telah kita terima kepada setiap orang yang belum mendengar injil dan tidak tahu tujuan
hidup ketika meninggalkan dunia ini, sehingga mereka yang belum percaya boleh
menjadi percaya dan memiliki pengharapan dalam Kristus Yesus, sebab Yesuslah jalan
dan kebenaran dan hidup (Yohanes 14:6).

Anda mungkin juga menyukai