Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH HUKUM GEREJA BAGI PERTUMBUHAN IMAN

JEMAAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Gereja dan disiplin gereja sangat berperan penting dalam perkembangan
iman jemaat. Karena hukum gereja dibuat berdasarkan Alkitab. Akan tetapi, sejauh
yang penulis ketahui masih banyak gereja yang belum menerapkan sepenuhnya hukum
gereja tersebut, bahkan kemungkinan besar masih banyak diantara gereja-gereja zaman
sekarang belum mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam persekutuan gereja. Dan
tidak menutup kemungkinan bahwa semua jemaat yang ada didalamnya hanya sekedar
ada dan kurang menerapkan aturan-aturan yang ada.
Hukum Gereja bertujuan untuk mendisiplinkan jemaat supaya tidak melanggar
aturan atau hukum yang berlaku di suatu Gereja. Namun, pada kenyataanya masih ada
yang tidak menerapkannya hukum Gereja itu sendiri dan bahkan meniadakannya,
seperti pendapat Shom yang dikutip oleh Gintings menyatakan, “tidak usah ada hukum
Gereja ia melanjutkan pendapatnya bahwa Gereja tidak perlu mempunyai hukum”.1
Tentunya pendapat di atas membuat kekacauan di dalam kekristenan sehingga
menimbulkan polemik dikalangan para teolog.
Gereja merupakan tempat persekutuan orang percaya, dimana mereka dapat
beribadah, memuji, dan menyembah Tuhan dan tentunya ada aturan-aturan yang
berlaku dalam satu Gereja supaya jemaat tidak dapat semena-mena dalam mengubah
tata-cara gerejawi. Akan tetapi, ada juga pemberontakan yang menimbulkan perpecahan
dalam Gereja. Van Den End menyatakan, “adanya ajaran bidat yang menimbulkan
perpecahan, pemberontakan terhadap tata tertib gerejawi”.2 Gereja pada awalnya sudah
menyatakan dirinya dalam satu rupa yang terorganisir, namun sejarah Gereja
membuktikan bahwa ada kelompok yang menentang akan hal ini, seperti kelompok
“montanisme”.3 Gintings menyatakan.
Montanisme disebut menurut pendirinya Montanus, timbul di abad kedua. Montanus
secara ekstatis memberitakan bahwa kedatangan (parusia) Kristus telah sangat dekat dan

1
Gintings, Apakah Hukum Gereja (Bandung: Jurnal Info Media,2009), 10
2
Van Den End, Enam Belas Dokumen Calvinisme (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000), 344.
3
Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2018), 24-25.

1
bahwa Roh Kudus (dengan Montanus) telah tiba. Ajaran ini menentang pengorganisasian
Gereja. Pengorganisasian itu dianggap aliran ini sebagai suatu penduniawian. 4

Karena adanya kelompok-kelompok yang tidak menyetujui adanya hukum Gereja


sehingga dapat menimbulkan banyak permasalahan dalam Gereja sehingga menggangu
perkembangan iman jemaat.
Allah mempercayakan Gereja untuk dapat bersekutu dengan Dia dan memuliakan
namanya dan juga di dalamnya dapat dibentuk berbagai aturan atau hukum yang
berlaku dalam suatu Gereja dan tentunya tidak terlepas dengan pemerintahan Gereja.
Namun, pada kenyataannya ada juga kelompok yang menolak adanya pemerintahan
Gereja. Berkhof menyatakan, “kelompok Quaker dan Darbyte secara prinsip menolak
semua pemerintahan Gereja. Menurut mereka setiap susunan Gereja eksternal akan
menyebabkan kemerosotan dan hal-hal yang bertentangan dengan jiwa kekristenan”.5
Bagi mereka hukum Gereja atau pemerintahan Gereja membuat iman jemaat semakin
merosot.
Paulus juga menasihatkan jemaat di Korintus supaya tetap saling menegor
didalam kasih 1 Korintus 4:14 “Hal ini kutuliskan bukan untuk memalukan kamu, tetapi
untuk menegor kamu sebagai anak-anakku yang kukasihi”. Gereja punya hukum
masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama dan tidak bertentangan dengan
hakikat Gereja. Namun pada kenyataanya masih ada yang menganggap bahwa hukum
Gereja bertentangan dengan hakikat Gereja, dan bahkan ada dua dalil yang sangat
membingungkan, Abineno menyatakan, yang pertama “hukum Gereja bertentangan
dengan hakikat Gereja” ke dua “hakikat Gereja rohani dan hakikat hukum duniawi”.6
Kelompok ini menganggap hukum gereja hanya sebagai hukum dunia yang
menimbulkan banyak masalah dalam kehidupan jemaat.
Hukum pada umumnya dianggap sebagai suatu sarana untuk menata atau
mengatur kehidupan bersama. Hukum berusaha mengatur secara damai dan adil
hubungan lahiriah antara manusia dan sesamanya. Akan tetapi, tidak semua orang dapat
menjalankan hukum itu yang pada khususnya adalah hukum Gereja, dan bahkan ada
sebagian orang yang bersungut-sungut adanya hukum atau tata tertib di dalam Gereja

4
Gintings, Apakah hukum Gereja, 40.
5
Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997), 53.
6
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006), 14.

2
sehingga banyak hukum Gereja yang tidak Alkitabiah, Gintings menyatakan, “ada
Gereja yang berulang-ulang melakukan hukum Gereja yang salah”.7 Hukum Gereja
merupakan hukum yang harus ditaati oleh jemaat supaya dapat hidup dalam kekudusan
Tuhan, 1 petrus 1:16 “kuduslah kamu sebab, sebab aku kudus”.
Pemerintah Gereja tidak sesuka hati untuk memberikan aturan atau hukum Gereja,
tentunya harus berdasarkan Alkitab dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam lingkungan kekristenan. Namun, pada kenyataannya Gintings
menyatakan, “Bart tidak mau memberikan tata Gereja yang lengkap. Ia juga tidak mau
memberikan garis-garis besar dari hukum Gereja umum, sebab menurutnya itu juga
tidak ada”.8 Mestinya hal ini menjadi satu pertanyaan, karena hukum Gereja untuk
ditaati dan bukan untuk diabaikan, dan pentingnya hukum gereja tidak dapat diterapkan
sebagaimana mestinya karena pernyataan tersebut, sebaiknya pentinya hukum gereja
mesti diterapkan karena Kristus adalah kepala Gereja maka sudah sewajarnya manusia
dapat taat kepada aturan Gereja.
Penerapan hukum gereja menurut Matius 18:15-17, dapat dilakukan kepada
anggota jemaat jika telah melakukan kesalahan. Yesus memberikan perintah kepada
setiap orang supaya saling menegor dengan langkah-langkah yang telah ditentukan dan
tidak bertentangan terhadap kasih Kristus, yang pertama adalah dengan menegor
dibawah empat mata, jika tidak mendengarkan maka di bawa kepada satu atau dua
orang lagi, namun jika tidak mau mendengarkan lagi maka persoalannya akan
disampaikan kepada jemaat dan dikenakan sanksi atau disiplin gereja.
Hukum gereja memiliki keunggulan tertentu dalam pengelolaannya, terlihat dari
perannya hukum gereja yang dapat menertibkan anggota jemaatnya dan juga dapat
mendewasakan iman jemaat. Namun selain keungulan tersebut tentunya hukum gereja
juga memiliki kekurangan apabila penerapannya tidak sesuai dengan ajaran firman
Tuhan atau bertentangan dengan kasih Allah, Malcolm menyatakan bahwa “norma-
norma memerlukan kasih supaya bisa dipakai secara terbuka menurut kebutuhan orang-
orang. Harus diakui bahwa dalam gereja hukum-hukum kadang-kadang diterapkan
tanpa kasih yang cukup.”9 Apabila hal-hal seperti ini tidak diperhatikan maka
semestinya hukum gereja berdampak negative bagi orang-orang tertentu yang tidak
7
Gintings, Apakah Hukum Gereja, 44.
8
Gintings, Apakah Hukum Gereja, 48.
9
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), 209.

3
memahami betapa besar kasih Allah yang sesungguhnya dan mengakibatkan mereka
menjauh dari persekutuan peribadatan jemaat dan malas untuk kegereja. Seperti
pendapat Malcolm dalam bukunya pengambilan keputusan etis dan factor-faktor di
dalamnya, ”orang-orang dapat dijauhkan dari Kristus oleh orang-orang Kristen yang
memegang teguh hukum-hukum tetapi kurang mengasihi. Orag yang mematuhi hukum-
hukum tanpa mengasihi akan menghakimi sesamanya dan tidak menolongnya.”10
Menurut pengakuan gereja yang benar adalah gereja yang melakukan adalah
gereja yang sepenuhnya percaya, memelihara kesatuan gereja serta tunduk kepada
pengajaran dan disiplinnya seperti pernyataan Van den End dalam bukunya enam belas
dokumen dasar Calvinis yaitu:
1. Kita percaya
Karena perkumpulan yang kudus ini adalah perhimpunan orang-orang yang
diselamatkan, dank arena diluarnya tidak ada keselamatan, maka tidak seorang pun
- bagaimanpun tingkat dan kualitasnya – patut mengasingkan diri untuk berdiri
sendiri dengan seenaknya. Sebaiknya, mereka semua harus bergabung dengan
perkumpulan ini dan bersatu dengannya.
2. Memelihara kesatuan gereja
3. Tunduk kepada pengajaran dan disiplinnya, dan menundukkan tengkuknya dibawah
kuk Yesus Kristus, mereka harus melayani pembinaan saudara-saudara, menurut
karunia-karunia yang dianugerahkan Allah kepadanya, sebagai orang yang
bersama-sama menjadi anggota satu tubuh.11

Percaya kepada kedaulatan Tuhan diiringi dengan memelihara kesatuan gereja dan
tunduk kepada pengajaran dan disiplin yang diterapkan oleh sebuah gereja merupakan
suatu ciri khas gereja yang benar. Bertolak belakang dengan pernyataan Charles dalam
bukunya teologi dasar 2:
Gereja memiliki ciri khas yang sesuai dengan maksud Allah. Meskipun Allah telah
mempertalikan Diri – Nya dengan kelompok-kelompok yang lain, namun kegiatan-Nya
dengan gereja tetap memiliki cirri khas. “Aku akan datang mendirikan jemaat-Ku,”
firman Tuhan, dan itu adalah pekerjaan-Nya yang khusus pada masa kini. Perkataan
Kristus tersebut menunjukkan beberapa cirri khas tentang gereja: (a) gereja merupakan

10
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya, 209.
11
Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis, 44.

4
karya setelah kehidupan-Nya dimuka bumi; (b) gereja tidak sama dengan kerajaan yang
juga diajarkan-Nya; (c) gereja jelas berbeda dengan teokrasi atas Israel. 12
Demikian ada dua pendapat tentang ciri khas gereja yang betolak belakang.
Namun, pada dasarnya semua ciri khas gereja yang benar adalah sesuai dengan firman
Tuhan. Walaupun itu berhubungan dengan hukum gereja, karna hukum gereja adalah
berdasarkan Alkitab dan Firman Tuhan itu sendiri.
Namun sejauh ini ada banyak pemimpin-pemimpin yang kurang menguasai
sepenuhnya tentang aturan-aturan gereja sehingga sulit untuk memberikan sebuah
teladan untuk anggota jemaat yang lain, dengan adanya hal demikian maka pelaksanaan
aturan dalam gereja pun otomatis tidak berjalan sebagai mana mestinya. Karya ini akan
memberikan pemahaman supaya Gereja dapat menerapkan hukum atau kaidah-kaidah
yang berlaku dalam lingkungan kekristenan, sehingga dapat dilihat dengan jelas arti
Signifikansi Penerapan Hukum Gereja Bagi Pertumbuhan Iman Jemaat.

B. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan identifikasi masalah di atas penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana hakikat, sejarah dan sumber hukum gereja?
2. Bagaimana signifikansi penerapan hukum Gereja bagi pertumbuhan iman
jemaat?
3. Apa dampak hukum Gereja terhadap orang percaya masa kini?

12
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2 (Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani (PBMR)
ANDI, 1992), 188.

5
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT SEJARAH DAN SUMBER HUKUM GEREJA
.
A. HAKIKAT HUKUM GEREJA
1. Pengertian Gereja
Gereja merupakan tempat persekutuan orang percaya yang terpanggil dari
kegelapan menuju terang. Louis Berkhof dalam bukunya Teologi Sistematika 5
(Doktrin Gereja) menyatakan bahwa dalam Perjanjian Lama ada dua istilah yang
menunjuk kepada gereja yaitu “qahal (kahal), yang diturunkan dari akar kata yang
sudah tidak dipakai lagi yaitu qal (kal), yang artinya “memangil”; dan ‘edhah yang
berasal dari kata ya’adh yang artinya “memilih” atau “menunjuk” atau “bertemu
bersama-sama disuatu tempat yang telah ditunjuk”.13 Gereja menurut Perjanjian Lama
yang dinyatakan oleh Berkhof yaitu tempat bertemunya orang-orang yang terpanggil
atau yang terpilih di suatu tempat yang sudah ditentukan. Dilanjutkan dengan buku yang
sama menurut Perjanjian Baru yang juga memiliki dua kata yang diambilnya dari
Septuaginta, yaitu ekklesia yang berasal dari kata –ek dan kaleo, yang artinya
“memanggil keluar”, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti “datang
atau berkumpul bersama”.14
Selain itu ada juga pandangan yang menyatakan bahwa gereja adalah sebuah
lembaga dan juga gereja sebagai persekutuan. Abineno dalam bukunya Pokok-Pokok
Penting Dari Iman Kristen menyatakan “pandangan yang lebih mengutamakan gereja
sebagai lembaga, khususnya sebagai “lembaga keselamatan”. . . ia melanjutkan
pendapatnya ”gereja sebagai lembaga ilahi yang harus dihormati, dipelihara dan dibela
dengan segala tenaga”.15 Bertolak belakang dari pendapat George W. Peters dalam
bukunya teologi pertumbuhan gereja mengatakan,
Gereja bukan suatu lembaga atau organisasi buatan manusia. Gereja tidak dapat
dibangun dengan teknik-teknik dan metodologi semata. Gereja pada hakikatnya
adalah organism yang dilahirkan oleh Roh Allah pada hari Pentakosta (Kis. 2). Ia
bukan merupakan gejala alamiah dari sejarah; sejarah sendiri tidak memberikan

13
Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997), 5.
14
Berkhof, Teologi Sistemastika, Doktrin Gereja, 5.
15
Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 194.

6
kontribusi baginya. Melalui pemeliharaan-Nya, Allah menetapkan masa tersebut
dalam sejarah untuk kedatangan dan perkembangannya yang cepat (Gal. 4:4).
Tetapi yang melahirkan gereja bukan sejarah. Tidak ada cara alamiah yang dapat
menjelaskan kehadiran gereja di dunia ini. Ia adalah ciptaan ilahi, sebuah rahasia,
manusia baru yang muncul dalam arena (Ef. 2:10,15), karena Allah bertindak
dalam sejarah.16

Pernyataan di atas berdasarkan Kisah Para Rasul 2 pada hari turunnya Roh Kudus
gereja merupakan tempat berkumpulnya semua orang percaya di satu tempat (ay 1).
Kemudian semua orang percaya tersebut menyaksikan apa yang terjadi pada saat itu.
Brink mengatakan “mereka tidak tahu bagaimana “hal” itu akan terjadi, tetapi karena
percayanya, mereka membuka hati mereka untuk segala sesuatu yang akan datang.” 17
kemudian disusul dalam Galatia 4:4 yang menyatakan bahwa Allah sendiri yang
mengutus AnakNya yang lahir dari seorang perempuan, ayat ini merupakan bukti
penyertaan Tuhan bagi jemaatnya.
Selanjutnya, Peters mengutip dalam bukunya Biblical Theology of Missions, ada
beberapa pernyataan mengenai gereja diantaranya yaitu:
a. Gereja adalah perhimpunan orang-orang percaya yang sudah dibaptis
b. Gereja adalah sebuah badan yang tetap beranggotakan orang-orang percaya
c. Gereja adalah satu kesatuan tubuh beranggotakan orang-orang percaya
d. Gereja adalah suatu persaudaraan beranggotakan orang-orang percaya
e. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya yang menerapkan
disiplin
f. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang memberikan kesaksian
g. Gereja adalah suatu persekutuan orang-orang percaya yang beribadah18
Gereja memiliki banyak pengertian yang ditimbulkan oleh beberapa para ahli dan
tentunya semua berdasarkan pemahaman yang akurat dan paham alkitabiah seperti
pernyataan di atas yang memiliki banyak keragaman arti.
Secara teologis gereja juga bisa diartikan sebagai “persekutuan orang-orang yang
dipilih, dipanggil dan ditempatkan di dunia ini untuk melayani Allah dan melayani

16
G.W.Petters, Teologi Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2002), 66.
17
Brink, H.v.d, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 31.
18
Petters, Teologi Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2002), 71.

7
manusia, dan juga sebagai umat Allah, yang “keluar dari dalam kegelapan kepada
terangnya yang ajaib” untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar”19
Demikian beberapa pernyataan di atas mengenai Gereja sehingga dapat terlihat
dengan jelas dalam poin bagian E bahwa gereja adalah tempat persekutuan orang
percaya yang menerapkan disiplin dan lebih spesifiknya yaitu hukum gereja atau tata
gereja dan disusul dengan pernyataan gereja secara teologis yang berarti hukum gereja
harus sejalan dengan kasih Tuhan.
2. Pengertian Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hukum merupakan peraturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah, hukum juga peraturan yang mengatur pergaulan hidup masyarakat. . .
dilanjutkan dengan hukum gereja yang merupakan hukum yang berkenaan dengan
kehidupan yang berdasarkan ajaran Kristen.20 Pandangan yang sama dinyatakan oleh
Berkhof, “hukum adalah peraturan hidup bagi orang percaya yang mengingatkan
mereka dan membawa mereka kejalan hidup dan keselamatan.” 21 Keragaman pengertian
hukum yang tercantum di atas membuat anggota jemaat semakin mengerti dan
memahami hukum tersebut.
Hukum memiliki kegunaan tertentu, seperti pernyataan Berkhof dalam bukunya
Doktrin Gereja yaitu ada tiga hal:
a. Usus politicus atau Civilis. Hukum bertujuan untuk mencegah dosa dan
memberikan kebenaran. Jika kita melihatnya dari sudut pandang ini, maka
hukum member pra-anggapan dosa dan harus berdasarkan timbangan dosa.
Hukum berusaha mencapai tujuan anugrah umum Allah dalam dunia secara
keseluruhan. Hal ini berarti bahwa dari sudut pandang ini hukum tidak dapat
dilihat sebagai alat anugerah dalam pengertian teknis.
b. Usus elenhiticus atau pedagogicus. Dalam hal ini hukum berusaha mencapai
tujuan untuk membawa manusia pada kesadaran akan dosa dan menjadikan
manusia sadar akan ketidakmampuannya untuk memenuhi tuntutan hukum.
Melalui cara ini hukum menjadi penuntun manusia dan membawanya kepada

19
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 2.
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
21
Berkhof, Teologi Sistemastika, Doktrin Gereja, 120.

8
Kristus sehingga dengan demikian hukum menjadi alat Tuhan untuk
melaksanakan maksud mulia penyelamatan atas manusia.
c. Usus didacticus atau normatius. Kegunaan ini disebut sebagai tertius usus legis,
atau kegunaan hukum yang ketiga. Hukum adalah peraturan hidup bagi orang
percaya yang mengingatkan mereka akan tugas-tugas mereka dan membawa
mereka kejalan hidup dan keselamatan. Kegunaan hukum yang ketiga ini di
tentang oleh Antinomian.22
Demikian pernyataan yang mengandung tiga kegunaan hukum ataupun tujuan dari
hukum yang berbeda-beda yang semakin menguatkan bahwa hukum sangat penting
untuk dipelajari dan di terapkan sebagaimana adanya sesuai dengan aturan yang telah
ditentukan.

22
Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Gereja, 120.

9
3. Pengertian Hukum Gereja
Gereja merupakan tempat persekutuan orang percaya yang di dalamnya menganut
pengajaran Alkitab yang penuh kasih, namun tidak terlepas juga dengan peraturan atau
disiplin Gereja yang biasa dikenal sebagai Hukum Gereja. Ada beberapa pendapat para
ahli yang berbeda-beda tentang hukum gereja.
1. Seorang teolog yang ternama dalam abad yang ke 17 – G. Voetius dalam
karyanya Pilitica Ecclesistica – menyebut hukum gereja “ilmu yang suci
tentang pemerintahan gereja yang kelihatan”.
2. Sesuai dengan pandangan ini seorang teolog lain dalam abad kita (abad ke-
20) – H. Bouwman dalam karyanya Gereformeerde kerkrecht - berkata-kata
tentang “hukum gereja yang berlaku dan yang harus berlaku” dalam gereja
sebagai “lembaga”.
3. Berbeda dengan kedua pandangan diatas seorang teolog lain, dalm abad ke-
20 – Th. Haitjema dalam karyanya Nederlands Hervormde Kerkrecht – tidak
mau berkata-kata tentang hukum gereja, tetapi tentang “orde” atau
“peraturan” dalam hidup dan pelayanan gereja.
4. Juga H. Berkhof – dalam karyanya Christelijk Geloof - lebh suka berkata-
kata tentang “peraturan” atau “tatagereja” dari pada tentang hukum gereja.23

Menurut Abineno “Hukum gereja ialah ilmu yang mempelajari dan menguraikan
segala peraturan dan penetapan yang digunakan oleh gereja untuk menata atau mengatur
hidup dan pelayanannya di dalam dunia”.24 Dengan adanya Hukum Gereja maka sudah
bisa ditebak jikalau Gereja tersebut terlihat akan disiplin dan teratur. Pendapat yang
berbeda yang di ungkapkan oleh Bolkestein yang dikutip oleh Gintings yaitu “Hukum
gereja adalah bagian ilmu teologia, dimana kita mencari peraturan tentang perbuatan
dan hidupnya gereja, sehingga wujud gereja sebagai tubuh Kristus dapat dinyatakan
sebaik-baiknya.”25 Dengan demikian hukum gereja sangat berperan penting untuk
mewujudkan sebuah gereja yang utuh sehingga gambaran Kristus dapat terlihat dalam
kehidupan dan pertumbuhan iman jemaat dalam sebuah gereja.

23
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 1.
24
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, 1.
25
Gintings, Apakah Hukum Gereja, (Bandung: Jurnal Info Media, 2009), 9.

10
Hukum gereja juga tidak dapat disamakan dengan hukum atau aturan Negara, dan
juga hukum-hukum dalam organisasi yang lain. Abineno menyatakan bahwa “peraturan
gereja tidak sama dengan undang-undang Negara dan tidak sama juga dengan
peraturan-peraturan yang dipakai dalam lembaga-lembaga politik, ekonomi dan
sosial.”26 Oleh karena Hukum gereja pada umumnya dibuat berdasarkan Alkitab, maka
idealnya diterapkan dengan penuh kasih Kristus dan juga menganut doktrin Kristus
seperti pernyataan Abineno dalam bukunya Garis-garis besar hukum gereja “Hukum
gereja harus didasarkan atas suatu pemahaman kristologis-ekklesiologis tentang
gereja”.27 Paham yang sama yang dinyatakan oleh Barclay yaitu:
Karena persoalan yang sama tidak pernah diselesaikan dengan menempuh hukum,
atau oleh argumentasi yang tidak kristiani. Legalisme hanya menghasilkan
persoalan lebih lanjut. Dalam suasana doa kristianilah, kasih kristiani,
persekutuan kristiani, hubungan-hubungan pribadi dapat diluruskan kembali.
Asumsi yang jelas ialah bahwa persekutuan gereja bersifat Kristen, dan ingin
menghakimi segala sesuatu, bukan didalam terang buku peraturan tata tertib dan
prosedur, melainkan didalam terang kasih.28

Maka dari itu sudah jelas bahwa hukum gereja atau tata tertib gereja itu bersifat
kasih.
4. Tujuan Hukum Gereja
Hukum gereja bertujuan untuk mendisiplinkan warga jemaat dan juga untuk
membuat jemaat semakin lebih dewasa dan dapat membarui setiap tingkah laku yang
salah. Seiring dengan berjalannya hukum gereja, oleh karena itu ada beberapa tujuan
hukum gereja ialah:
a. Untuk Menghormati Nama Tuhan
Menghormati nama Tuhan adalah penting dalam kekristenan. Yohanes 8:49,
jawab Yesus: “Aku tidak kerasukan setan, tetapi Aku menghormati Bapa-Ku dan kamu
tidak menghormati Aku.” Dalam ayat ini sangat jelas bahwa semua umat Kristen yang
percaya kepada Tuhan semestinya menghormati nama Tuhan itu sendiri.

26
Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, 204.
27
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, 32.
28
William Barclay, New Testament Words (Westminster: John Knox Press, 2000), 299-300.

11
Gereja adalah tempat untuk menyembah, memuji, memuliakan dan menghormati
nama Tuhan, dan tentunya ada aturan-aturan yang berlaku dalam gereja sehingga jemaat
dapat menghormati Tuhan lewat perbuatan-perbuatan rohani. Namun ada
pemberontakkan yang menimbulkan perpecahan dalam gereja sehingga banyak
pertentangan yang membuat gereja menjadi kendor dalam menghormati nama Tuhan.
Van Den End menyatakan, “adanya ajaran bidat yang menimbulkan perpecahan,
pemberontakan terhadap tata tertib gerejawi”.29 Jelas bahwa pendapat seperti ini akan
membuat jemaat jauh dari pada apa yang semestinya menjadi perintah Yesus dalam Injil
Yohanes 8:49.
b. Untuk Menjaga Kekudusan Jemaat
Menjaga kekudusan jemaat dalam gereja juga tidak kalah penting dari poin di
atas. 1 Tesalonika 4:7 “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar,
melainkan apa yang kudus” dalam hal ini kekudusan itu dapat memelihara kehidupan
jemaat supaya tidak mencemarkan kekudusan Tuhan melalui tindakan-tindakan yang
tidak baik.
Hukum gereja merupakan sebuah sarana untuk mengatur kehidupan jemaat
supaya mendapat keadilan baik dalam hubungannya kepada sesama anggota jemaat
maupun hubungannya kepada Tuhan. Namun banyak orang yang masih belum
sepenuhnya melaksanakan hukum gereja itu sendiri, bahkan ada yang melaksanakan
hukum gereja yang salah sehingga sikap untuk menjunjung tinggi kekudusan dalam hal
ini akan menurun. Gintings mengatakan “ada gereja yang berulang-ulang melakukan
hukum gereja yang salah”. . .ia melanjutkan dengan mengutip pendapat Abineno bahwa
Abineno mengakui hal itu sudah terjadi dan harus diajukan sebagai kritik, tetapi kritik
itu tidak boleh memimpin kita kepada penolakan hukum gereja. 30 Penerapan Hukum
gereja semestinya tidak dapat di tolak supaya jemaat dapat tetap hidup didalam
kekudusan Tuhan, 1 Petrus 1:16 “Kuduslah kamu sebab, Aku kudus.”
c. Pertobatan Orang yang Telah Berdosa
Hukum gereja yang selanjutnya bertujuan untuk membimbing jemaat yang telah
berdosa untuk bertobat dan meninggalkan perbuatan yang salah. Seperti pernyataan
Gintings dalam bukunya Apakah Hukum Gereja bertujuan supaya setiap orang berdosa

29
Van Den End, Enam Belas Dokumen Calvinisme (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000), 344.
30
Gintings, Apakah Hukum Gereja, 44.

12
itu menginsafi kejahatannya, agar berubah sikap dan kembali ke jalan yang benar.31
Yehezkiel 33 : 11 “katakanlah kepada mereka: demi Aku yang hidup, demikianlah
firman Tuhan ALLAH, aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan aku
berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.
Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu kan mati, hai
kaum Israel? Sehubungan dengan ayat di atas maka hukum gereja tersebut bertujuan
juga untuk mendorong jemaat untuk bertobat, meninggalkan setiap kelakuan yang fasik
sehingga Tuhan berkenan kepada jemaat.
Seiring dengan berjalannya hukum gereja, siasat gereja juga tidak kalah penting
karena hukum dan siasat gereja diberlakukan secara seimbang dan hubungan keduanya
tidak bertentangan. Siasat gereja merupakan salah satu bagian dari hukum gereja yang
bertujuan supaya setiap orang berdosa itu menginsafi kejahatannya, agar berubah sikap
dan kembali ke jalan yang benar.
Hukum gereja ialah tata gereja yang berarti hukum dan tata gereja berjalan
seimbang dalam melaksanakan fungsinya. Tata gereja dalam sebuah gereja berfungsi
untuk menciptakan suasana sopan dan teratur, 32 sehingga dalam sebuah gereja yang
kelihatan yaitu kedamaian dan ketentraman. Tuhan Yesus Kristus menginginkan
kesopanan dan keteraturan dalam jemaat “tetapi segala sesuatu harus berlangsung
dengan sopan dan teratur (1 Kor. 14:40)”.
Pertobatan orang berdosa tentunya banyak perbuatan-perbuatan yang mestinya
ditinggalkan oleh jemaat atau umat Kristen itu sendiri. Gintings dalam bukunya apakah
hukum gereja menambahkan lima perbuatan dosa yang mesti dihindari, diantanya
yaitu : pertama sodomi, kedua bestialiteit (kebinatangan), ketiga pelanggaran hukum
ketujuh, keempat perkosaan anak gadis, kelima lesbian.33
Selain itu, Berkhof juga mengemukakan tujuan hukum gereja ada dua yaitu
“pertama berusaha untuk melaksanakan hukum Kristus berkenaan dengan penerimaan
dan penolakkan atas anggota, kedua untuk memberikan pendidikan spiritual kepada
anggota gereja dengan cara memastikan ketaatan mereka atas hukum kristus”34
5. Dasar-dasar Alkitabiah Hukum Gereja

31
Gintings, Apakah Hukum Gereja, 99.
32
Locher,G.P.H, Tata Gereja Gereja Protestan Di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
218.
33
Gintings, Apakah Hukum Gereja, 90.
34
Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Gereja, 91.

13
Hukum gereja ialah segala yang berhubungan dengan tata gereja dan disiplin
gereja. Walaupun demikian semua tidak terlepas dengan dasar alkitabiah. Dalam hal ini
alkitab bukan sebagai pengatur hukum akan tetapi sebagai dasar atau fondasi kasih
karena peraturan-peraturan gereja mempunyai sifat yang lain yaitu kasih dan peraturan
itu hanya sebagai alat dan wahana kasih Kristus dan wahana Roh Kudus.35
a. Matius 18:15-17
Berdasarkan matius 18:15-17 Yesus memberikan perintah tentang perihal
menasihati sesama saudara. Penerapan hukum gereja menurut Matius dapat dilakukan
kepada anggota jemaat yang telah melakukan kesalahan dan disertai dengan tahapan-
tahapan yang telah ditentukan. Mengenai pasal 18, Heer menyatakan:
Pasal 18 biasanya dinamai kumpulan peraturan-peraturan Yesus bagaimana anggota
jemaat Kristen harus bergaul dengan anggota-anggota lain dalam jemaat itu. Atau
lebih pendek: peraturan-peraturan tentang jemaat. Pengarang injil Matius suka
menyebut ajaran-ajaran dan perbuatan Yesus dengan cara yang sistematis. Mungkin
justru susunan yang sistematis itu Injil Matius banyak dipakai di gereja dan
ditempatkan dimuka buku-buku injil yang lain.36

b. 1 Korintus 4:14
Berdasarkan 1 Korintus 4:14, rasul Paulus berkata “Hal ini kutuliskan bukan
untuk memalukan kamu, tetapi untuk menegor kamu sebagai anak-anakku yang
kukasihi.” Rasul Paulus dalam ayat ini memberikan sebuah nasihat supaya tetap saling
menegor dengan landasan kasih dan bukan dengan tujuan mempermalukan.
c. 1 Korintus 14:40
Dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus (1 Kor 14:40) “tetapi segala
sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.” Paulus menasihatkan jemaat
supaya segala sesuatu yang dilakukan didalam gereja, termasuk hukum gereja mestinya
dilaksakan secara teratur dan sopan.
d. 1 Petrus 1:16
Dalam surat Petrus 1:16 berkata “Sebab ada tertulis: kuduslah kamu sebab aku
kudus.” Memberikan sebuah nasihat kepada jemaatnya untuk tetap kudus. Demikian
juga dengan hukum gereja mestinya dilakukan dengan kekudusan sehingga tidak
35
Gintings, Apakah HUkum Gereja, 51.
36
J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab Injil Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 351.

14
menimbulkan ketidak adilan dalam pelaksanaannya, semua didasarkan dengan kasih
dan kekudusan Tuhan
DAMPAK PENERAPAN HUKUM GEREJA
BAGI PERTUMBUHAN IMAN JEMAAT

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang dampak penerapan hukum gereja
bagi pertumbuhan iman jemaat yang mencakup dua hal yaitu: dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif penulis menguraikan beberapa hal yaitu: untuk
mendewasakan iman jemaat dan ketertiban hidup jemaat. Sedangkan dampak negatif,
yaitu menurunnya angka kehadiran jemaat dalam gereja.
A. DAMPAK POSITIF
Hukum gereja tentunya memiliki keunggulan tertentu apabila diterapkan secara
benar dan sesuai perintah Tuhan Yesus Kristus, salah satunya ialah dampak positif. Poin
ini mengandung beberapa hal yaitu untuk mendewasakan iman jemaat dan untuk
ketertiban iman jemaat. Dalam sebuah gereja tentunya yang menjadi harapan jemaat
maupun hamba Tuhan yaitu pengaruh-pengaruh positif, sehingga masyarakat luas
ataupun lingkungan sekitar dapat menyaksikan bagaimana kedisplinan para jemaat dan
terciptanya keharmonisan dalam jemaat tersebut.
1. Mendewasakan Iman Jemaat
Dalam Ibrani 11:1 “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan
bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Pentingnya Hukum gereja bagi
perkembangan iman jemaat merupakan sebuah sarana dalam sebuah gereja untuk
mendisiplinkan jemaat dan membawa kebaikan bagi gereja tersebut sehingga
pertumbuhan iman jemaat dapat berjalan dengan baik dan relasi jemaat dengan Tuhan
sebagai orang Kristen terlihat melalui tata disiplinya jemaat. Simon Petrus menyatakan
bahwa “iman pada hakikatnya adalah relasi dengan Allah yang ia kenal dan kasihi.” 37
Demikian pernyatan tersebut menjelaskan bahwa iman adalah bagaimana relasi jemaat
dengan Tuhan yang ia kenal dan melalui hukum gereja dapat bermakna untuk
mendewasakan iman jemaat.
Iman jemaat mesti betul-betul dibangun dan diajak untuk lebih dewasa supaya
kehidupannya bertumbuh di dalam kristus Yesus dan selalu mengandalkan Tuhan.

37
Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan (Yogakarta: Kanisius, 2007), 64.

15
Apabila seorang Kristen memiliki iman tentunya sudah dewasa dan taat serta
mendengar akan firman Tuhan. Karena iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran
oleh firman Kristus (Rm. 10:17).
Melalui penerapan hukum gereja dapat terlihat bahwa iman jemaat lebih dewasa,
karena iman dapat bertumbuh dan berkembang lewat peran baik dalam relasi dengan
jemaat lain dan juga terhadap penerapan hukum gereja. Maksudnya ialah hukum gereja
mesti berperan sebaik mungkin supaya mampu mengajak jemaat untuk lebih taat dan
takut akan Tuhan. Namun, semua tidak terlepas dari kasih yang memimpin dan
mendewasakan sehingga dalam gereja tersebut tak ada yang merasa tersisihkan atau
terabaikan.
2. Untuk Ketertiban Jemaat.
Jemaat yang tertib dapat menambah nilai plus bagi masyarakat sekitar maupun
masyarakat luas. Ketertiban merupakan keteraturan dalam sebuah gereja, yang sudah
ditetapkan sehingga menimbulkan ketentraman bagi orang yang berada dalam
lingkungan gereja tersebut. Apabila kehidupan jemaat tertib, maka kemuliaan nama
Tuhan dapat terpancar dalam kehidupannya.
Salah satu dampak dari penerapan Hukum gereja ialah menertibkan kehidupan
jemaat. Jemaat yang hidupnya tidak teratur dan sering melakukan kesalahan mesti
didisiplinkan dan ditertibkan, jemaat seperti itu tidak boleh dibiarkan berkeliaran dalam
gereja. Karena dapat mengakibatkan dosa terhadap sesama anggota jemaat. Maksudnya
ialah apabila kesalahan salah satu jemaat tidak langsung didisipinkan dan tidak
diterapkan pengekangan dosa maka tidak menutup kemungkinan bahwa dosa tersebut
dapat menular kepada jemaat lain karena mengganggap remeh dan merasa bahwa tidak
ada larangan untuk melakukan sebuah dosa.
Jemaat yang memiliki ketertiban hidup merupakan sebuah syarat untuk
menjalankan firman Tuhan, karena hidup yang tertib adalah hidup yang memiliki
keteraturan dan taat akan firman Tuhan. Memiliki kehidupan yang tertib juga berarti
kehidupan yang tidak bercampur dengan dosa,menjaga kekudusan dan semuanya diatur
oleh firman Tuhan. Supaya jemaat dapat hidup tertib maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Sudah lahir baru. Maksudnya ialah benar-benar sudah menerima dan mnegenal
Kristus dalam hidupnya sebagai juruselamat dan tetap tinggal didalam Kristus.

16
2. Memiliki hidup yang suci. Maksudnya ialah menjaga kekudusan dihadapan
Tuhan dan juga jemaat, menyenangkan hati Tuhan serta mengikuti berbagai
persekutuan rohani dan pelayanan disertai dengan pimpinan Roh Kudus.
3. Mengerti kebenaran firman Tuhan merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan dalam ketertiban hidup jemaat. Jemaat yang sudah mengerti
kebenaran firman Tuhan akan lebih mudah untuk menertibkan diri, karena
otomatis jemaat tersebut memiliki hidup yang takut akan Tuhan.
4. Cinta akan kebenaran firman Tuhan. Maksudnya ialah jemaat yang
menginginkan ketertiban hidup mesti memperhatikan apakah dia sudah
mencintai kebenaran firman Tuhan.
Demikian beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi supaya jemaat
memiliki ketertiban. Apabila hal-hal di atas telah diterapkan melaui hukum gereja maka
dapat dipastikan pertumbuhan iman dalam sebuah jemaat dapat terlihat dan juga
dirasakan oleh lingkungan sekitar.
Jemaat yang memiliki ketertiban dan kesopanan juga merupakan kehendak Tuhan
dan hal ini sangat penting. Donald Guthrie mengatakan bahwa “kita telah
memperhatikan bahwa paulus menetapkan perlunya kesopanan dan keteraturan” 38 1
Korintus 14:40 “segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.” Hal ini
tidak terlepas juga dari pengontrolan hamba Tuhan dan para penatua seperti peryataan
F. Suleeman dan Ioanes Rakhmat menyatakan “para pendeta membentuk kumpulan
pendeta untuk saling mengawasi kehidupan, menelaah Alkitab dan mendiskusikan
pokok-pokok ajaran yang menimbulkan pertikaian di antara mereka. Pendeta-pendeta
dan penatua-penatua membentuk majelis gereja atau konsistorium, yang diberi tugas
untuk memelihara ketertiban dalam jemaat.”39
3. Perkembangan Jemaat
Di kalangan orang Kristen masa kini tentunya sangat mengharapkan dalam sebuah
gereja yang ada yaitu perkembangan jemaat, baik dalam segi kualitas maupun kualitas.
Jemaat yang berkualitas yaitu mampu mengerti apa maksud Tuhan lewat penerapan
hukum gereja begitu pula dengan kuantitas jemaat, yaitu jemaat yang selain mengerti
dapat menerapkan hukum gereja tersebut dalam kehidupannya.

38
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 104.
39
F. Suleeman dan Ioanes Rakhmat, asikah Benih Tersimpan? (Jakarta: BPK Gunung
Mulia,1990), 77.

17
Penerapan hukum gereja selalu dilandasi dengan dasar kasih, itulah sebabnya jemaat
dapat berkembang, baik secara rohani maupun secara sosial. Selain dari pada
kerohanian Tuhan juga menghendaki jemaatnya untuk bisa bersosial dengan masyarakat
luas. Dengan demikian mereka dapat merasakan kedisiplinan yang ada dalam diri
jemaat tersebut dan nama Tuhan dapat dipermuliakan.
Jadi, dampak positif dalam hukum gereja yaitu untuk mendewasakan iman jemaat,
menertibkan kehidupan jemaat dan juga untuk perkembangan jemaat. Tuhan sangat
mengharapkan hal tersebut karena lewat hal-hal di atas nama Tuhan dapat dipuji dan
dimuliakan oleh kalangan masyarakat luas.
B. DAMPAK NEGATIF
Hukum gereja selain berdampak positif bagi jemaat, juga dampak negatif selalu
ada. Selain sisi baik, sisi buruk juga ada walaupun semua mesti diatasi lewat kasih yang
selalu diperintahkan dalam Alkitab. Hukum gereja dapat menindak orang yang
melakukan kesalahan atau pelanggaran. Namun perlu diketahui, apakah semua orang
dapat menerima setiap tindakan dari hukum gereja. Untuk itulah hukum gereja dapat
berdampak negative bagi jemaat itu sendiri.
Salah satu dampak negatif dari hukum gereja ialah, dengan menurunnya
peningkatan kehadiran jemaat dalam beribadah. Seseorang apabila didisiplinkan
tentunya ada yang berterima ada juga yang tidak berterima, sehingga menyebabkan
orang tersebut malas ke gereja atau malas beribadah dan menganggap bahwa hukum
gereja hanya serta merta untuk mempermalukan tanpa mengetahui tujuan dari hukum
gereja tersebut.
Hukum gereja dapat menimbulkan keresahan bagi jemaat, karena dengan adanya
hukum gereja maka jemaat tentunya berpikir bahwa dirinya akan dipermalukan dan
dikucilkan sehingga timbullah pemikiran untuk malas datang beribadah karena merasa
malu. Keresahan dapat menjadi pemicu jemaat untuk tidak beribadah. Resah karena
merasa tidak diterima, dikucilkan dan tidak dipedulikan dalam jemaat bahkan tidak
dianggap. Sikap seperti ini lah yang akan terjadi apabila pemberlakuan hukum gereja
tidak sesuai dengan dasar firman Tuhan.
Hukum gereja semestinya dapat berjalan dengan firman Tuhan dan penuh
kasih,merangkul jemaat yang merasa dikucilkan. Bukan menghakiminya ataupun
membuat jemaat tertentu menjauh dari pada persekutuan dan malas untuk beribadah.

18
Malcolm menyatakan bahwa “kasih menjadikan orang lebih peka kepada kebutuhan
orang lain dan lebih terbuka kepada keadaan yang baru. Karenanya ia dapat melihat
bagaimana menerapkan norma-norma secara kreatif. Ia dapat mengerti apa yang perlu
diperbuat untuk menolong sesamanya.”40 Penerapan hukum gereja yang penuh kasih
tentunya tidak membuat jemaat kabur dan menjauhkan diri dari persekutuan peribadatan
jemaat, akan tetapi hukum gereja berperan untuk menolong jemaat supaya tidak
semakin jatuh kedalam dosa dan melakukan dosa yang sama secara berulang-ulang.
Penerapan hukum gereja berfungsi supaya jemaat lebih bertumbuh didalam Tuhan
dan bukan sebaliknya, menjauhkan diri dari persekutuan. Namun semua kembali kepada
jemaat itu sendiri, karena tidak semua jemaat dapat mengerti dan memahami arti kasih
dan pengajaran Alkitab yang sesungguhnya. Jemaat memiliki keterbatasannya sendiri
sehingga pemahamannya hanya sampai disitu.
Perlu diketahui bahwa dampak negatif dari hukum gereja ini tidak berdasarkan
Alkitab, juga tidak ada yang mendukung hal tersebut terjadi. Kembali lagi kepada
jemaatnya, apakah mau mengikuti aturan yang ada atau sebaliknya menghindari
ketertiban dan kedisiplinan yang diterapkan oleh gereja sehingga menyebabkan tersebut
tidak kudus.
Jadi, dampak negatif dari hukum gereja adalah sesungguhnya dampak yang tidak
diinginkan oleh Tuhan, karena Tuhan menginginkan semua jemaatnya hidup kudus,
disiplin dan tertib. Namun kembali kepada keterbatasan manusia, sehingga
menyebabkan hal tersebut dapat terjadi, karena tidak ada manusia yang sempurna,
kesempurnaan hanyalah milik Tuhan sendiri. Untuk itu hamba Tuhan maupun jemaat
mesti bijak dalam menyingkapi hal semacam ini supaya dapat tetap menjadi kudus
dihadapan Tuhan.

40
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), 209.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pentingnya memgatahui pengaruh hukum gereja bagi pertumbuhan iman jemaat
sangat diharapkan dalam sebuah gereja supaya dalam gereja tersebut dapat terlihat
disiplin atau tertib dan juga jemaat dapat dewasa dalam kerohaniannya. Masyarakat luar
juga yang melihat dapat mengambil teladan dari gereja tersebut, sehingga lewat
kedisiplinan yang diterapkan oleh hukum gereja orang lain dapat di berkati. Hukum
gereja akan menjadi lebih baik apabila diterapkan penuh dengan kasih dan sejalan
dengan firman Tuhan. Namun, dapat juga lebih buruk apabila disalah gunakan atau
penerapan hukum gereja penuh dengan penghakiman dan tidak menjadi berkat bagi
orang lain. Dalam karya ilmiah ini penulis menjelaskan bagaimana pentingnya
penerapan hukum gereja beserta tahapan-tahapannya yaitu tetap kembali kepada dasar
firman Tuhan dan hukum kasih.
Dengan demikian penulis menyimpulkan dan menekankan karya ilmiah ini
sebagai berikut:
1. Pentingnya penerapan hukum gereja merupan salah satu cara untuk
mendisiplinkan dan menata kehidupan jemaat supaya iman jemaat dapat
dewasa dan bertumbuh, juga semakin dekat dengan Tuhan.
2. Hukum gereja memiliki sifat yang penuh kasih berlandaskan firman Tuhan
dan dapat memecahkan persoalan yang dihadapi oleh jemaat, sehingga
membuat jemaat memiliki kelegaan dan merasa diterima dalam gereja tersebut
tanpa membanding-bandingkan persoalan yang dia perbuat.
3. Dalam pelaksanaan hukum gereja sangat memungkinkan hidup jemaat akan
semakin tertib dan imannya bertumbuh lebih baik, dan juga menjadi contoh
bagi lingkungan atau masyarakat sekitar
4. Signifikansi penerapan hukum gereja ini mudah dilaksanakan, namun
membutuhkan waktu dan kesabaran untuk membimbing dan tekun dalam
menggembalakan sehingga hasilnya pun dapat membuat iman jemaat semakin
bertumbuh, dewasa dan memiliki ketertiban.
B. SARAN

20
Melalui skripsi ini penulis akan memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan berhubung karena keterbatasan
penulis baik dalam penulisan, maupun kutipan-kutipan. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran guna membuat skripsi ini lebih bermutu dan
berguna untuk kemuliaan nama Tuhan
2. Penulis mengharapkan kepada para hamba Tuhan atau pemimpin Kristen yang
bergerak dalam persekutuan gereja untuk dapat menyempatkan diri membaca
skripsi ini sehinga dapat menerapkan dalam gereja.
3. Dengan menyelesaikan skripsi ini penulis mengharapkan dapat menjadi salah
satu sumber pengetahuan bagaimana signifikansi penerapan hukum gereja bagi
pertumbuhan iman jemaat. Karena dalam skripsi ini memuat pentingnya dan
tahapan-tahapan dalam melaksanakan hukum gereja.
4. Sumber-sumber penulisan skripsi ini sangat terbatas, terlebih buku-buku
pendukung, untuk itu penulis mengharapkan penulis selanjutnya dapat
menyajikan lebih mendalam dan lebih lengkap.
5. Gereja hendaknya menerapkan hukum gereja karena hukum gereja merupakan
ajaran dari Tuhan.
6. Untuk jemaat, apabila hukum gereja diterapkan seharusnya dikakukan dengan
dasar Alkitab supaya membatasi dosa dan menertibkan kehidupannya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006.
Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Aritonang, Jan Sihar, Garis Besar Sejarah Reformasi, Bandung: Jurnal Info Media,
2007.
Barclay, William, New Testament Words, Westminster: John Knox Press, 2000.
Bartels, Dieter, Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku, Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populeyry Gramedia), 2017.
Basuki, Yusuf Eko, Kristen Pemenang :Meraih kemenangan Iman dan Strategi Tuhan,
Yogyakarta: Garudhawaca, 2014.
Berkhof, Louis, Teologi Sistematika, Doktrin Gereja, Surabaya: Momentum, 1997.
Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2018.
Blomberg, Craig, The New American Commetary, An Exegetical and Theological
Expositian of Hol Scripture, Tennessee: Broadman Press, 1992.
Brownlee, Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Budiman, R., Tafsiran Alkitab, Surat-Surat Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1991.
Burggraf, David L., “Principles of Dicipline in Matthew 18-15-17 Part III: A Practical
Study,” Calvari Baptist Theological Journal 5 (Fall 1989).
Carson, D.a., The Wxpositir’s Bible Commentary, Michigan: Zondevan Publishing
House, 1984.
Cawdrey, Daniel, A Discourse on Church Dicipline and Reformation, London: Puritan
Publications, 2012.
Darminta, J., Di Mana Allah Berada?, Yogakarta: Kansius, 2006.
Darminta, J., Jalan Pengudusan Melalui Salib, Yogakarta: Kansius, 2006.
End, Van Den, Enam Belas Dokumen Calvinisme, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000.
End, Van Den, Tafsiran Alkitab, Surat Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
G.P.H, Locher, Tata Gereja Gereja Protestan Di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1997.
Garrett, James Leo, “An Affirmation of Congregational Polity, “Journal for Baptist
Theology and Ministry 3, No. 1 (Spring 2005).

22
Gintings, Apakah Hukum Gereja, Bandung: Jurnal Info Media, 2009.
Gunawan, Pidyarto, Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab, Yogakarta: Kanisius, 2000.
Gunning, J.J., Tafsiran Alkitab Surat Galatia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
H.v.d, Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Hagelberg, Dave, Tafsiran Ibrani Dari Bahasa Yunani, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 1996.
Heer, J.J. de, Tafsiran Alkitab Injil Matius Pasal 1-22, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2003.
Hendriksen, William, New Tastement Commentary Matthew, Grand Rapids, MI: Baker
Book house, 1995.
Ioanes Rakhmat, F. Suleeman, Asikah Benih Tersimpan?, Jakarta: BPK Gunung
Mulia,1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
Kurniawan, Khaerudin, Metode penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2018.
Leeman, Jonathan, Church Discipline: How the Church Protects the Name of Jesus,
Crossway: Wheaton, Illinois, 2012.
Morris, Leon, Tyndale New Testament Commentaries, USA And Canada: Inter-Varsity
Press, 1985.
Petters, G.W., Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang: Gandum Mas, 2002.
Robert J. Karris, Dianne Bergant, Tafsir Alkitab Perjanjian baru, Yogakarta: Kanisius,
2002.
Ryrie, Charles C., Teologi Dasar 2, Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani
(PBMR) ANDI, 1992.
Singgih, Emanuel Gerrit, Iman dan Politik Dalam Era Reformasi di Indonesia, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1999.
Sinulingga, Risnawaty, Tafsiran Alkitab, Kitab Amsal 1-9, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007.
Tambunan, Lukman, Khotbah dan Retorika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Tjahjadi, Simon Petrus L., Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan, Yogakarta: Kanisius, 2007.

23
Wiersbe, Warren W., The Bible Exposition Commentary New Testment Volume 1,
Colorado Springs: David C. Cok, 2003.

24

Anda mungkin juga menyukai