Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada TUHAN YESUS KRISTUS hanya


karena kasih, anugerah, serta penyertaan-Nya bagi kami hingga makalah ini bisa
selesai dengan baik dan juga tepat waktu. Kami yakin jika tanpa campur tangan
TUHAN makalah ini pasti tidak akan terselesaikan dan malah akan terbengkalai.

Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan “Dasar-Dasar Pendidikan Anak, Dasar Pendidikan di Jemaat,
dan Pemahaman Alkitab sebagai dasar Pendidikan Anak Sekolah dan Jemaat”.
Makalah ini dibuat juga dengan bantuan dari beberapa sumber yang kami dapat,
dan sekali lagi hanya karena anugerah TUHAN makalah ini dapat terselesaikan.

Kami juga tidak lupa berterima kasih kepada dosen pengampuh Metode
PA di Sekolah dan Jemaat, yaitu Mercy W.K. Waney, S.TEOL., M.PAK yang
telah memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap tugas ini akan membawa dampak yang baik bagi
para pembacanya, terlebih dapat menambah wawasan kita mengenai mata kuliah
Metode PA di Sekolah dan Jemaat. Kami tahu bahwa makalah ini masih tidak
luput dari kesalahan dalam penulisan baik disengaja maupun tidak di sengaja
untuk itu kami memohon maaf sebesar-besarnya, dan tentu saja kami sangat
membutuhkan saran dan pesan perihal makalah ini.

Penyusun,

Kelompok VIII

Tateli, September 2019


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar-Dasar Pendidikan Anak


1. Pengertian
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy,
yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan paedagogos. Dalam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan
sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam.
Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhajir, 2000: 20).1
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan hidup. Pendidikan berlangsung dalam segala
lingkungan baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan
maupun yang ada dengan sendirinya. Kegiatan pendidikan terentang dari
bentuk-bentuk yang misterius atau tak disengaja sampai yang terprogram.
Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam hidup.
Pendidikan berlangsung dalam berbagai bentuk, pola dan kembaga.
Pendidikan dapat terjadi sembarang, kapan dan dimana pun dalam hidup.
Pendidikan lebih berorientasi pada peserta didik.2
Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa
atau belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah
periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima
atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah,
kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997
tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Anak adalah orang
dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun
tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum

1
Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta:Kencana, 2012), ed. 1, h. 59.
2
Ibid., 59
pernah menikah, tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas)
tahun dan belum pernah menikah.”3
Jadi pendidikan anak adalah suatu bentuk usaha penyelenggaraan
pendidikan atau pembinaan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan pengetahuan anak, berdasarkan keunikan dan tahap-
tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak.
2. Kunci Penting Pendidikan Anak: Guru
Seperti yang kita ketahui bahwa kebanyakan masalah pendidikan
yang dihadapi dizaman sekarang adalah seputar guru. Hal ini
membuktikan bahwa peranan seorang guru memang sangat disoroti dan
menjadi kunci penting dalam pendidikan, maka jalan keluar yang perlu
ditempuh adalah pembinaan/pendidikan bagi guru. Jadi, sebelum mengajar
mereka diperlengkapi terlebih dahulu, baik dengan pengetahuan,
keterampilan maupun latihan. Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pendidikan anak:
a. Motivasi Menjadi Guru
Ada dua motivasi utama yang perlu atau harus dimiliki oleh
seorang guru anak/Sekolah Minggu yakni jiwa pengabdian/pelayanan dan
kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.
Jiwa mau mengabdi dan melayani harus dimiliki oleh semua orang
percaya dalam rangka ikut ambil bagian dalam semua bidang pelayanan.
Dengan memiliki jiwa pengabdian atau pelayanan ia akan memiliki
dedikasi untuk melaksanakan bagiannya dengan penuh kesungguhan dan
tanggung jawab. Dedikasi mengandung unsur pengabdian, persembahan,
pembaktian diri kepada seseorang, dalam hal ini adalah Tuhan sendiri. Jika
seorang guru memiliki dedikasi yang sungguh, maka ia akan rela
berkorban waktu, tenaga, pikiran, bahkan dana, bagi kemajuan anak.
Kesadaran akan betapa pentingnya pendidikan anak akan
menghasilkan sikap mau meningkatkan kemampuannya dalam rangka
pendidikan anak. Dengan demikian, seorang guru akan mengikuti

3
Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Anak pada tanggal 23 September 2019 pukul 21:15.
perkembangan zaman, baik yang berkenaan dengan teknik mengajar
maupun tantangan iman yang dihadapi anak dari dunia di sekitarnya.4
Dengan demikian, kedua motivasi tersebut menjadi spritualitas
seorang guru. Spritualitas tidak hanya merupakan sesuatu yang ada di
dalam hati, melainkan sesuatu yang tampak dalam kehidupan yang nyata,
dalam hal ini secara khusus sebagai guru. Apa yang dilakukan oleh
seorang guru, hal itu mencerminkan spritualitas yang ia miliki dalam
dirinya.
b. Mengenal Anak
Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa manusia
berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa hingga lanjut usia.
Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada
usia dini ini anak memandang ke masa depan dalam pertumbuhannya.
Anak bukanlah orang dewasa mini. Ia berbeda dengan orang dewasa
dalam segi kualitasnya: cara berpikir, cara belajar dan sebagainya.
Masa kanak-kanak dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu bayi (0-
2 tahun), anak kecil (3-6 tahun), anak tanggung (7-9 tahun), anak besar
(10-12 tahun). Masing-masing kelompok usia memiliki ciri dan tugas
perkembangan tertentu. Perkembangan pada masa kanak-kanak
merupakan perkembangan yang paling pesat dibanding masa dewasa
misalnya.
Beberapa ahli psikologi perkembangan menyoroti perkembangan
manusia dari beberapa segi. Misalnya Jean Piaget memlepajari
perkembangan kognitif, Lawrence Kohlberg mempelajari perkembangan
pengambilan keputusan moral, Erik Erikson mempelajari perkembangan
psikososial, James Fowler mempelajari perkembangan kepercayaan.
Sumbangan-sumbangan psikologi perkembangan tentang ciri dan tugas
perkembangan suatu kelompok usia sangat berguna dalam pelaksanaan
pendidikan anak, yakni dalam menentukan kebutuhan, materi, proses

4
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama
Kristen. (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2019), cet. 12, h. 128-129.
belajar-mengajar, metode dan suasana yang ditimbulkan dalam pendidikan
itu.5
c. Tujuan Pendidikan Anak: Kerajaan Allah
Tujuan pokok pendidikan Kristen, termasuk di dalam pendidikan
anak, adalah memperlengkapi warga jemaat agar dapat mewujudkan
tanda-tanda Kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, sambil menantikan
penggenapannya.6
Tujuan pendidikan itu sendiri sering disebut visi dan misi. Visi
berarti cara pandang atau melihat ke masa depan, kepada sesuatu yang
diharapkan akan terwujud. Sedangkan misi berarti tugas pengutusannya.
Karena itu, visi dan misi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Visi dan
misi pendidikan (anak) adalah Kerajaan Allah.
Aspek kepekaan sosial juga penting untuk ditekankan dalam
pendidikan Kristen, mengingat kemiskinan dan ketidakadilan masih
merajalela. Gereja tidak hanya bersangkut paut dengan hal-hal rohani
melainkan juga kehidupan sosial yang nyata. Pendidikan Kristen bagi anak
perlu menekankan kepekaan sosial, agar mereka tidak hidup hanya di
dunianya sendiri, sehingga mereka menyadari bahwa ada orang lain diluar
kelompok mereka yang membutuhkan pertolongan. Kepekaan sosial akan
menghindarkan seseorang dari sikap egois, dan sebaliknya, dapat
menumbuhkan sikap peduli dan berempati dengan orang lain, khususnya
mereka yang miskin, menderita dan diperlakukan tidak adil.
Dalam rangka keutuhan ciptaan maka cinta lingkungan hidup/alam
juga perlu mendapat porsi yang cukup dalam pendidikan anak. Sikap cinta
alam perlu tumbuhkan sejak kanak-kanak, agar mereka ikut serta
membentuk kepribadian. Era globalisasi tidak dapat dihindari oleh
siapapun. Oleh karena itu, anak-anak membutuhkan iman dan kepribadian
Kristen yang dapat menghadapi dunia globalisasi. Untuk itu dari sejak
kecil anak membutuhkan pendidikan iman yang tangguh dalam hidup
sehari-hari dalam era globalisasi ini.
d. Unsur-Unsur Kurikulum
5
Ibid., h. 129-130.
6
Ibid., h. 130.
Dasar pemikiran kurikulum untuk pendidikan anak berada pada
ketegangan antara ortodoksi dan ortopraksis: beranjak dari ajaran-ajaran
dogmatis atau pengalaman hidup. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam rangka kurikulum adalah materi, proses belajar-mengajar, metode
dan alat bantu serta evaluasi:7
1) Materi
Materi pelajaran yang perlu bagi anak adalah:
a) Menerima dan menghargai pluralitas. Dalam Alkitab ditunjukkan sikap
yang benar terhadap orang yang beragama lain, yakni sikap inklusif,
menerima kepelbagaian, sebab Tuhan mengasihi semua orang.
b) Kepekaan Sosial. Alkitab mengajarkan tentang kasih kepada semua orang,
secara khusus, ditunjukkan kepada mereka yang lemah, miskin, menderita
dan rencah. Tiap anak Tuhan semestinya memiliki kepekaan sosial dalam
rangka hidup bersama orang banyak di dunia ini.
c) Lingkungan Hidup. Anak perlu mengenal dunia sekitar dan mencintai serta
memeliharanya; sebab Tuhan menciptakan manusia di dalam alam
semesta, dan manusia bertugas untuk memeliharanya.
d) Era Globalisasi. Arus informasi yang tak dapat dibendung perlu untuk
difilter dan sensor dari diri sendiri yang telah diwarnai dengan iman
Kristen. Teknologi komunikasi yang menyebabkan timbulnya komunikasi
semu dapat mengancam persekutuan, karena itu Gereja perlu tetap
mempertahankan persekutuan yang sesungguhnya, lewat perjumpaan yang
nyata. Teknologi juga bisa membuat orang menjadi individualis, bahkan
egois; inilah tantangan bagi iman Kristen.
2) Proses Belajar-mengajar
Sebagai kebaktian anak, suasana pendidikan anak di Gereja adalah
suasana berbakti dan beribadah. Anak (dan guru) memuji Tuhan,
bersyukur kepada-Nya, mengaku dosa, didamaikan kembali dengan Allah,
lalu diutus kembali ke hidup sehari-hari. Anak diajak untuk merayakan
pendamaian antara manusia dengan Allah dan manusia dengan orang lain.

7
Ibid., h. 132-133.
Karena itu, kebaktian anak juga semestinya menampakkan persekutuan
satu sama lain.
Sebagai sekolah, proses belajar-mengajar yang terjadi adalah
menurut model instruksional beracuan tujuan. Artinya seluruh proses
belajar-mengajar diarahkan demi tercapainya tujuan. Tujuan dirumuskan
sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada anak (behavioral
aspect).8
Komunikasi yang dijalin antara guru dan murid adalah komunikasi
dua arah, sehingga guru tidak berfungsi sekadar menyampaikan
kebenaran-kebenaran ajaran Gereja melainkan bersama anak memikirkan
dan menghayati iman Kristen dalam kontek masa kini.
3) Metode dan Alat Bantu
a) Cerita dalam arti sesungguhnya (sebagai narasi)
Selama ini sering orang mengira telah memakai metode cerita,
yakni guru banyak bercerita di depan kelas tanpa alat bantu lain. Namun,
kebanyakan guru bukannya bercerita, tetapi memberikan nasihat-nasihat,
petuah-petuah, dan petunjuk-petunjuk kepada anak yang bersifat dogmatis.
Padahal dengan bercerita yang sesungguhnya membawa anak masuk ke
dalamnya, sehingga ia dapat merasakan, melihat, dan terlibat langsung
dengan peristiwa itu.
b) Lambang-lambang, gambar, audio visual
Alat bantu ini dibutuhkan untuk membentuk anak mengerti dan
menghayati (masuk) ke dalam kisah yang dibawakannya oleh guru. Tidak
hanya pemahaman kognitif melainkan juga afektif dapat dijangkau oleh
alat bantu-alat bantu ini.
c) Seni music (lagu), tari, drama, peragaan peran (role play)
Seni dapat mengasah afektif agar belajar dapat menjadi suatu
kegiatan yang utuh/holistic. Dalam seni anak belajar sesuatu dari perasaan:
keindahan, harapan, sukacita, kesedihan dan sebagainya. Khusus dari
drama dan peragaan peran anak dapat belajar berbagai macam karakter
dan penyelesaian konflik, serta dapat belajar berempati.

8
Ibid., h. 134.
d) Permainan yang bermakna
Dunia anak adalah dunia bermain. Di tengah perkembangan
permainan elektronik yang individualis, Sekolah Minggu hadir dengan
jenis permainan lain, yakni permainan kelompok. Bukan hanya sekadar
bermain, tapi belajar sesuatu dari permainan: tentang sifat manusia,
kesetiaan, kejujuran dan sebagainya.
e) Diskusi
Bagi anak besar (10-12 tahun) yang telah mampu untuk berpikir
logis, abstrak dan hipotesis berdasarkan teori perkembangan Piaget, dapat
diapaki metode diskusi. Yang didiskusikan adalah kenyataan hidup yang
didialogkan dengan cerita Alkitab.
f) Kunjungan lapangan
Yang dimaksud dengan kunjungan lapangan adalah mengunjungi
suatu tempat yang baru, dengan tujuan untuk mengenal suatu masyarakat
yang nyata.
4) Evaluasi
Evaluasi memang merupakan bagian tersulit dari unsur-unsur
kurikulum, sebab evaluasi yang diharapkan tidak hanya secara kognitif
(yang dengan mudah dapat dilakukan melalui tes tertulis/lisan), namun
terutama secara afektif dan psikomotorik. Evaluasi dapat dilakukan
melalui percakapan dan pengamatan tentang sikap dan tindakan anak.
B. Dasar Pendidikan di Jemaat
Sebagaimana lazimnya gereja-gereja di Indonesia membagi habis
pelayanannya sesuai dengan golongan-golongan warga jemaat. Dalam
tradisi gereja-gereja yang ada, pada umumnya pelayanan di dalam gereja
dibagi ke dalam komisi-komisi seperti: komisi sekolah minggu, komisi
remaja, komisi pemuda, komisi wanita dan komisi pria.9
Masa itu (tahun 1960-an), PAK seperti yang sekarang ini belum
dikenal, yang dikenal disekolah-sekolah teologi adalah vak klasik praktika,
dimana di dalamnya diajarkan : kateketika, poimenika, liturgika,
homiletika, dsb. Dalam hal ini, kateketika masih diartikan secara
9
John M. Nainggolan. Pendidikan dalam Masyarakat majemuk. (Bandung:Bina Media Informasi,
2009), h. 16.
tradisional, yakni sekitar pelajaran katekisasi orang dewasa yang ingin
menerima baptisan dan melakukan pengakuan percaya. Jadi belum
mencakup PAK semua golongan umur. Timbul kesan bahwa vak
kateketika hanya semata-mata penerapan praktis ilmu teologi untuk
dipakai pendeta mengajar katekisasi dalam jemaat. Saat itu belum ada
usaha memikirkan teori PAK yang lebih mendasar, dan dimana tempat
PAK yang sah dalam ilmu teologi. Sedangkan di luar sekolah teologi, pada
tahun 1950-an muncul usaha individual dikalangan gereja untuk
mengembangkan kegiatan pembinaan warga gereja.10
Di Indonesia masih banyak terdapat sekolah-sekolah Kristen, yang
dibayar dan diawasi oleh Negara, tetapi gereja-gerejalah yang
menyelenggarakan dan menjalankannya. Sekolah-sekolah Kristen di
Indonesia tentu merupakan suatu tugas dan tanggungan yang indah tetapi
berat bagi gereja. Salah satu kesulitannya yang besar ialah kekurangan
guru-guru yang sungguh-sungguh mengaku Yesus Kristus selaku Tuhan
dan Juruselamatnya dan ingin mewujudkan kepercayaan itu di dalam
segala gerak-gerik hidup mereka.11
Salah satu saran dari Konferensi PAK di Sukabumi pada tahun
1955, dan kebutuhan yang sangat mendesak bagi kurikulum sekolah
minggu yang bertitik tolak dari keadaan Indonesia bertemu tatkala
KOMPAK DGI mengadakan konferensi kurikulum di Wisma Oikumene
di Sukabumi pada tanggal 12 juni–4 juli 1963. Kemudian mereka meyusun
kurikulum berdasarkan tema Yesus Kristus, gereja, alkitab, dan Allah.12
Selama ini, gereja-gereja di Indonesia melaksanakan PAK di gereja
dalam bentuk pelayanan: sekolah minggu, katekisasi (untuk calon
baptisan/sidi), sekolah Kristen, dan pembinaan warga gereja.

1. Pentingnya Pendidikan Kristen di Gereja

10
N.K Atmadja Hadinoto, Dialog dan Edukasi. (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011), h. 170-171.
11
I. H. Enklaar dan E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen. (Jakarta: BPK Gunung mulia,
2009), h. 158-159.
12
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek PAK. (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011), h. 796-798.
1) Pentingnya Pendidikan Kristen dapat dilihat dari perhatian Allah
terhadapnya. Proses belajar mengajar diperintahkan Allah lewat hamba-
Nya, Musa (Ul. 4:9-10) dan ini harus diajarkan turun temurun dengan
berbagai cara (Ul. 6:4-9). Ayat-ayat inilah yang dimasukkan dalam
"kulah" (alat perlengkapan sembahyang Yahudi) agar tidak mudah
dilupakan. Sejak zaman Abraham, bahkan sebelumnya, pendidikan
dilakukan dalam keluarga. Allah melepaskan umat-Nya dari perbudakan di
Mesir bukan oleh seorang politikus atau seorang militer yang ulung tetapi
oleh seorang terdidik dan pendidik, "Dan Musa dididik dalam segala
hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya"
(Kis. 7:22). Dengan Tabernakel sebagai alat peraga Allah mengajar umat-
Nya. Melalui para nabi dan imam Allah mengajarkan hukum-hukum,
"Mereka harus mengajar umat-Ku tentang perbedaan antara yang kudus
dengan yang tidak kudus..." (Yeh. 44:23). Sesungguhnya Allah dan Yesus
senang mengajar (Maz. 71:17; Yes. 54:13; Yoh. 6:45).
2) Pentingnya Pendidikan Kristen ini juga dapat kita simak dalam Amanat
Agung Tuhan, Matius 28:19-20 "Pergilah ... jadikanlah ... murid ...
baptislah ... dan ajarlah mereka melakukan..." Yesus sendiri banyak kali
disebut Guru dan pengikut-Nya lebih sering disebut murid daripada
Kristen. Yesus menghabiskan waktu-Nya lebih banyak untuk mengajar
murid-murid dengan berbagai metode. Jadi tugas gereja tidak hanya
selesai dan puas dengan Pekabaran Injil dan membaptiskan orang,
melainkan bertanggung jawab melanjutkannya dengan pengajaran.
Pengajaran akan menambah mutu/kwalitas jemaat dan yang pasti akan
berdampak pertambahan secara kuantitas.
3) Bahkan setelah Tuhan Yesus naik ke Sorga, Roh Kudus melanjutkan
tugasNya dengan mengajar, "Roh Kudus, Dialah yang akan mengajarkan
segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang
telah Kukatakan kepadamu" (Yoh. 14:26). Jelas Allah Tritunggal
menghendaki gereja-Nya untuk mengajar.
2. Ladang-Ladang Pendidikan
Di mana saja dan kapan saja Pendidikan Kristen ini dilakukan?
Jelas gereja yang sehat harus mendidik seluruh golongan dan semua taraf
anggota jemaatnya, baik pria maupun wanita: orang tua jompo, dewasa
tua, dewasa muda, kaum muda, remaja, anak-anak, para wanita hamil
bahkan kelompok kategorial seperti, para atlit, para pengusaha, orang-
orang profesional, para alumnus, para mahasiswa, para siswa, para janda,
orang-orang cacat, para tahanan, pasien-pasien, dan lain-lain.
Kita sering tergoda melakukan pendidikan menunggu adanya
bentuk formal dan banyak orang. Tidak demikian dengan pendidikan
Kristen yang lebih memusatkan kepada pertumbuhan pribadi orang.
Pendidikan Kristen dapat dilakukan dalam bentuk formal, informal
maupun nonformal. Ulangan 6:7 mengharuskan kita mengajar berulang-
ulang baik di rumah maupun dalam perjalanan, yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah keren "study tour", pada waktu berbaring atau pada
waktu bangun.
Paulus mengajar Timotius secara pribadi dalam kelas kehidupan
seperti yang terungkap dalam II Timotius 2:2. Dan Tuhan Yesus mengajar
baik di rumah, di Bait Allah, di dalam perahu atau di atas bukit. Dengan
demikian maka Pendidikan Kristen di Gereja dapat diwujudkan dalam
kesempatan:
1) Konseling pribadi, entah itu dalam ruang konseling resmi atau sementara
menunggu atau bahkan di dalam mobil dalam perjalanan. Dalam
pengalaman kami, pendidikan cara ini tidak terasa tetapi efektif. Orang
lebih santai, tidak malu untuk terbuka mengungkapkan atau menerima
sesuatu. Pernah seorang anggota jemaat kami, yang selama ini "ngambek"
setelah saya ajak dalam pelayanan; di dalam mobil mengakui bahwa
"ngambeknya" dia adalah karena kebodohan dan kesombongannya sendiri.
Pengajaran dan pengakuan semacam ini di depan kelas adalah langka.
2) Lewat kunjungan, kita bisa mendidik baik perorangan maupun keluarga
dengan lebih khusus dan relevan. Dan melalui konseling dan kunjungan
inilah kita sebagai guru mendapat masukan untuk isi pelajaran/kurikulum
yang relevan.
3) Lewat khotbah di mimbar, meskipun dalam bentuk khotbah sepihak,
berkhotbah adalah mengajar; itu sebabnya para rasul menggunakan dua
istilah ini sering bergantian dan bersamaan. Jadi mimbar adalah tempat
bukan saja untuk menegur, menghibur atau melawak, melainkan mengajar.
4) Pemahaman Alkitab. Sangat disayangkan dan mengherankan apabila
gereja tidak ada acara Pemahaman Alkitab pada tengah minggu. Melalui
P.A. ini jemaat dapat bersoal jawab dan kita bisa memberi pengajaran
yang mendasar dan dalam karena cukup waktu dan bisa serial. Meskipun
yang hadir tidak sebanyak hari Minggu, namun P.A. merupakan kelompok
pengkaderan sekaligus. Dalam acara P.A. inilah kita bisa menggunakan
berbagai metode lebih bebas.
5) Acara khusus, seperti Seminar, diskusi panel dapat kita adakan secara
berkala dengan mengundang nara sumber dan pakar-pakar sesuai dengan
topiknya.
6) Kemah-kemah, Refreshing Course, Retreat atau penataran yang khusus
diadakan untuk golongan tertentu adalah ladang pendidikan Kristen yang
efektif. Karena waktu, kurikulum dan peserta dapat kita tentukan dengan
jauh-jauh waktu merencanakannya. Misalnya Kemah Keluarga atau
Marriage Encounter, khusus untuk beberapa pasang suami isteri adalah
efektif sekali. Tentunya acaranya bukan saja berceramah tetapi diselingi
dengan dialog, rekreasi, konseling dan kegiatan lainnya.
7) Kelas Katekisasi, adalah ladang pendidikan Kristen yang bukan saja
efektif, intensif dan mendasar, melainkan hasilnya akan menentukan
corak/identitas gereja. Karena disinilah calon anggota gereja dipersiapkan;
berbeda dengan penerimaan anggota lewat atestasi yang berbeda latar
belakang doktrin maupun sistem pemerintahan gerejanya. Maka katakisasi
harus ada buku pegangan tertentu dan sebaiknya ditangani langsung oleh
gembala sidang.
8) Kursus Alkitab Malam atau Kursus-kursus Singkat lainnya dapat diadakan
di gereja bagi anggota jemaat yang ingin mendapat perlengkapan untuk
pelayanan tetapi tidak ada waktu yang begitu lama untuk study di kampus.
Untuk ini bisa juga bekerjasama dengan lembaga atau Yayasan lain yang
bergerak di bidang-bidang tertentu, seperti penataran guru-guru Sekolah
Minggu, Pendidikan Theologia Ekstensi dan sebagainya.
9) Sekolah Minggu, mungkin ini merupakan ladang pendidikan Kristen yang
paling awal dan yang secara umum dimengerti sebagai PAK, tetapi karena
sudah begitu rutin dan biasanya sehingga kurang diperhatikan dan
diintensifkan. Padahal kenyataan membuktikan bahwa banyak orang tua
dimenangkan lewat anak-anak mereka yang ke Sekolah Minggu, Pos P.I.
dan Gereja berdiri melalui Sekolah Minggu. Bahkan banyak tokoh-tokoh
terkenal di kader dalam hal organisasi dan kepemimpinan lewat Sekolah
Minggu.
10) Musik, Pujian dan Penyembahan, adalah wadah dan sarana ampuh dalam
Pendidikan Kristen yang kita tidak boleh abaikan. Allah memakai musik,
setan, malaikat, para rasul dan dunia memakai musik untuk mempengaruhi
orang; mengapa kita tidak memakainya? "dan berkata-katalah (baca
mengajar) seorang kepada yang lain (dalam musik:) dalam mazmur,
kidung puji-pujian dan nyanyian rohani" (Efesus 5:19). Gereja sebaiknya
mempunyai anggota staff khusus yang membidangi musik ini disamping
staf yang menyediakan bahan pelajaran dan pengajar.
C. Pemahaman Alkitab sebagai dasar Pendidikan Anak Sekolah dan
Jemaat

Anda mungkin juga menyukai