Anda di halaman 1dari 11

Nama : Ardianta Barus

Rico Nababan

Tingkat/Jurusan : IV-C/Teologi

Mata Kuliah : Missiologia II

Dosen : Dr. Mehamad Wijaya Tarigan |Kelompok 10

Misi Sebagai Perjuangan Keadilan

I. Pendahuluan
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Misi

Dalam KBBI misi adalah merupakan istilah yang penting dalam


lingkungan gereja, sebab ada hubungannya dengan urusan, pekerjaan, penyiaran
agama yang kaitannya dengan pengutusan para missioner ke luar. 1 Istilah
“misiologi” berasal dari dua kata dalam bahasa Latin yaitu missio yang berarti
“mengutus” dan logos yang berarti “ilmu, firman, studi”. Jadi misiologi adalah
ilmu tentang misi atau studii yang mempelajari pengiriman, pengutusan, atau
ekspansi yang dilakukan oleh gereja. Sehubung dengan kata ini dalam bahasa
Yunani yaitu apostello yang berarti “mengirim dengan otoritas” (penekanan
penting dari “misi atau pengutusan Allah”).
Di dalam Vulgata kata “mittere” adalah terjemahan dari kata Yunani
“pempein” dan “apostelein” yang sama-sama berarti mengutus. Kedua istilah
Yunani ini terdapat 206 kali di dalam Perjanjian Baru, sedangkan tugas yang
mereka lakukan disebut missio. Istilah “misi” tidak hanya dipakai dalam lingkup
keagamaan saja, tetapi juga bisa pada diplomatis, misi politis, misi ilmu
pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Semuanya
menitikberatkan pada tugas dan tanggungjawab. Di dalam Gereja istilah “misi”
digunakan baik untuk menunjuk kegiatan yang lebih luas dan umum, yakni
menyangkut semua kegiatan gerejawi, maupun untuk karya khusus pewartaan dan
penyebaran iman Kristen. Jadi pengertian akhir ini menyangkut pengutusan para
misionaris untuk memperkenalkan dan menyebarkan iman Kristen kepada orang-

1
W. J. S. Poerwadarminta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), 652.
orang (dan bangsa-bangsa_ yang belum pernah mendengar tentang Injil, baik yang
beragama lain atau yang tidak beragama.2
II.2. Pengertian Keadilan
Menurut KBBI, keadilan didefenisikan yang memiliki kata dasar “adil”
memiliki arti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada
yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatunya dan tidak sewenang-wenang.3
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki
tingkat kepentingan yang besar. Jhon Rawls, filsuf Amerika serikat yang dianggap
salah satu filsuf politik termuka abad ke-20, menyatakan bahwa “keadilan bahwa
kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada
sistem pemikira.4
Keadilan digunakan untuk mengatakan, bahwa seseorang (atau suatu
benda) benar-benar melakukan apa yang ia harus lakukan. Umpamanya, “jalan
yang benar” dalam Mazmur 23:3 dan “neraca yang betul” dalam Imamat 19:36.
Apa yang kedua nas ini terjemahkan oleh LAI dengan “benar” dan “betul”, dalam
bahasa Ibrani tertulis “keadilan”. “jalan yang adil” ialah jalan yang memimpin
kepada tempat yang benar dan bahwa “neraca yang adil” ialah neraca yang
menimbang dengan atau tidak curang. Keadilan dalam Alkitab lebih dari “memberi
sama banyak kepada tiap-tiap orang”.5
II.3. Keadilan Menurut Tokoh
a. John Rawls

Ia berpendapat bahwa “keadilan adalah kebajikan utama dalam


institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran.6

b. Faturochman

Menyatakan bahwa keadilan merupakan suatu situasi sosial ketika


norma-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi.7
2
……., Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 15
3
…KBBI
4
John Rawls, A Theory of Justice, (Oxford: revised edn, 1999), 3
5
J. L. Ch. Abineno, Manusia dan Sesamanya di Dalam Dunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 79
6
John Rawls, Teori Keadilan: Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam
Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 3.
7
Faturochman, Keadilan Perspektif Psikologis, (Yogyakarta: Unit Publikasi Fak.Psikologi UGM dan
Pustaka Pelajar, 2012), 20.
c. Messakh

Menyatakan bahwa keadilan merupakan fenomena sosiologis.


Keadilan sebagai nilai moralitas sangat diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Keadilan berfungsi sebagai nilai yang mengatur relasi antar
individu dalam masyarakat agar kerja sama yang terjalin dapat bermanfaat
secara maksimal bagi kepentingan individual dan sekaligus bagi kepentingan
bersama. Nilai keadilan diwujudkan dalam hak dan kewajiban yang harus
dimiliki dan dilaksanakan oleh setiap anggota masyarakat.

II.4. Dasar Teologis Perjuangan Keadilan


a. Dasar Alkitab
Dalam Kejadian 1:26 berfirmanlah Allah: “baiklah kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-
ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi
dan atas segala binatang melata yang merayap dibumi.” Dari teks ini Tuhan
memberikan kuasa kepada manusia untuk menguasai seluruh isi bumi. Namun
di sisi lain kuasa tersebut tidak terbatas, karena manusia juga adalah gambaran
Allah. Sebagai gambar Allah manusia menerima sifat-sifat Allah seperti kasih
dan adil. Sumber keadilan adalah Tuhan Allah sendiri. Sebab “Allah itu adil.
Tuhan itu adil dalam segala tindakan-Nya terhadap ciptaan-Nya (Mzm.
145:17). Hukum Taurat dan Hukum Kasih Yesus berisi tentang keadilan sebab
dimana ada kasih, disitu akan ada Keadilan. Gagasan tentang keadilan Allah
harus diterapkan dengan jujur, tulus dan benar tanpa memihak. Ketiga unsur
itu harus dihayati, agar martabat manusia tinggi dan keadilan diterapkan dalam
solidaritas dengan orang miskin, tertindas, terbelakang. Yesus Kristus juga
dengan tegas menegakkan keadilan dalam hukum kasih-Nya dan dalam semua
ajaran-Nya dengan menekankan kepedulian kepada orang yang
berkekurangan, orang yang sakit, yang tertindas, yang dalam penjara dan
orang asing (Mat. 25:31-46). Keadilan juga harus ditegakkan dalam hubungan
sesama dalam masyarakat. Keadilan dapat terwujud apabila sifat yang selalu
menonjolkan kekuatan, kekuasaan, kekerasan atau perang dihentikan. Dalam
pengertian teologis Kristiani keadilan adalah satu teologia yang memusatkan
perhatian pada upaya untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat dan
bangsa yang menjadi korban dari berbagai ketidakadilan. Teologia keadilan
berpusat pada keadilan Allah yang memelihara, melindungi dan
menyelamatkan manusia tanpa pandang bulu. Dosa adalah pelanggaran hukum
Allah dan yang merupakan ketidak-adilan terhadap Allah. Tuhan Allah
menuntut agar manusia mengakui hak dan kuasa Allah yang mutlak atas
segala ciptaan. Keadilan sangat dititikberatkan dalam Alkitab, sehingga dapat
ditemukan kurang lebih 500 kali dalam Perjanjian Lama dan 200 kali dalam
Perjanjian Baru. Hal itu menunjukkan bahwa Allah menghendaki setiap
umatNya menjalankan praktik keadilan dalam hidup bersama dengan orang
lain secara tidak terbatas. Orang Kristen dalam masyarakat majemuk harus
menegakkan keadilan atas dasar nilai-nilai keadilan dalam alkitab sebagai
sumber imannya.8
Teladan Allah menolong mereka melibatkan diri dalam pelayanan
sosial (Efesus 1:11; Yohanes 4:8; Matius 5:45;Mikha 6:8). Banyak bagian lain
dari Alkitab yang menyuarakan pentingnya kepekaan sosial dan perlunya
tindakan kasih orang percaya. Asas-asas kepedulian untuk kemanusiaan bisa
dibangun di atas ayat-ayat seperti, Ulangan15:11, Amsal 14:31,19:17, Matius
26:11, Galatia 2:10, 6:10, Yakobus 1:27 dan lain-lainnya. Allah ternyata tidak
mengabaikan kebutuhan jasmani manusia. Ketika Yesus melayani di dunia, Ia
melakukan banyak tindakan sosial, misalnya menyembuhkan penyakit (Mat
4:23;9:35;10:1) dan memberi makan orang banyak (Mat 14:14-21;Mrk 6:34-
44). Dia juga memperhatikan orang yang ditolak oleh masyarakat, misalnya
orang kusta (Mat 8:1-3; Luk 17:12-14), pemungut cukai dan orang berdosa
(Luk 15:1-2). Ajaran dan tindakan Yesus ini diikuti oleh para rasul. Paulus
secara khusus berusaha membantu orang-orang kudus di Yerusalem yang
mengalami kekurangan (Rom 15:25; 2Kor 8:1-8) dan para janda yang tidak
memiliki keluarga sebagai penyokong kehidupan (1Tim 5:3-10). Tindakan
sosial di atas sangat berbeda dengan program Injil Sosial. Yesus tidak
memakai cara-cara sekuler untuk mengubah situasi sosial pada jaman-Nya. Dia
hanya memberi teladan tentang apa yang harus dilakukan manusia terhadap
9
sesamanya. Baik Yesus maupun para rasul tidak melakukan tindakan
revolusioner untuk mengubah tatanan sosial waktu itu, walaupun sikap ini
8
https://www.academia.edu/9477979/REFLEKSI_MAKNA_DALAM_PERSPEKTIF_IMAN_KRISTIANI
diakses tanggal 20 April 2020 pukul 22:24 WIB
9
Matthew Robert H. Gundry: A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under Persecution
(Grand Rapids: Wm. B. Eedrmans Publishing Company, 1994), 596
tidak berarti bahwa mereka setuju dengan apa yang terjadi. Keterlibatan Yesus
dan para rasul dalam pelayanan sosial juga tidak menggantikan inti Injil yang
sebenarnya. Yesus berulangkali menegaskan pentingnya perkara-perkara
rohani. Dia mengajarkan para pengikut-Nya bahwa memiliki hidup kekal jauh
lebih berharga daripada memiliki seluruh harta dunia (Matius 16:26; Markus
8:36; Lukas 9:25). Dia menegur banyak orang yang mengikuti Dia hanya gara-
gara perut mereka sudah kenyang (Yohanes 6:25-26). Dia justru mengajar
mereka untuk mencari hal-hal yang kekal (Yohanes 6:27). Dia melarang
murid-murid-Nya untuk merisaukan harta duniawi (Matius 6:25-31), karena
sikap seperti itu sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah (Matius
6:32). Sebaliknya, Dia memerintahkan murid-murid untuk mencari Kerajaan
Allah lebih dahulu (Mat 6:33).10
II.5. Misi Sebagai Perjuangan Keadilan
II.5.1. Misi Sebagai Perjuangan Keadilan Merupakan Warisan Sejarah
Dalam bagian berikut ini (mengenai penginjilan) akan
diperdebatkan bahwa meskipun penginjilan tidak boleh begitu saja
disamakan dengan usaha demi keadilan, ia pun tidak pernah boleh
dipisahkan daripadanya. Hubungan antara dimensi-dimensi penginjilan dan
kemasyarakatan dari misi Kristen merupakan salah satu bidang yang paling
berduri dalam teologi dan praktik misi. Dalam bagian-bagian yang
berikutnya kita akan kembali berulang-ulang pada pokok ini.
Tidak dapat diragukan bahwa keadilan sosial berada pada inti
tradisi kenabian PL. Karena kebanyakan raja Israel setidak-tidaknya
mengaku percaya kepada Yahwe, nabi-nabi seperti Amos dan Yeremia, di
dalam nama Allah, dapat menentang mereka sejauh mereka telah mentolerir
atau melakukan ketidakadilan didalam kerajaan-kerajaan mereka. Namu,
konteks sosial-politik dimana gereja mula-mula mulai terlibat di dalam
misi, sama sekali berbeda. Kekristenan adalah sebuah religio illicito di
Kekaisaran Romawi. Tak seorang Kristenpun yang dapat berbicara kepada
penguasa berdasarkan suatu iman bersama. Keadaan ini telah membawa
banyak orang Kristen dari generasi di kemudian hari ke pandangan yang
keliru bahwa PB lebih bersifat “rohani” daripada PL dan, oleh karenanya,

10
Matthew Robert H. Gundry: A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under
Persecution, 597
lebih unggul. Pada saat yang sama, dimensi keadilan yang terkandung
didalam Iman Kristen sering kali telah diabaikan, terutama karena ia dalam
keadaan-keadaan yang dihadapi terbungkus dalam pemahaman-pemahaman
yang pada dasarnya berbeda dengan apa yang kita jumpai dalam PL.11
II.5.2. Sumbangsih Gereja dalam Keadilan Sosial

Gereja sebagai bagian dari agama sudah seharusnya memposisikan


diri dengan memihak pada yang lemah. Pemihakan ini bukan untuk
membenturkan kaum berpunya dan tak berpunya (pertentangan kelas),
tetapi cenderung lebih pada perintah Injil yang amat jelas berbicara tentang
panggilan orang Kristen untuk membantu sesama, terutama bagi yang tidak
berdaya (Mat. 25:31-46; Luk. 10:25-37). Di Alkitab, terlihat bahwa dasar
kritik para nabi terhadap pemerintah adalah seputar kelalaian mereka dalam
memberikan perhatian khusus bagi kaum marjinal (janda, yatim piatu, dan
orang asing). Memberi pendampingan dan advokasi bagi yang lemah adalah
salah satu alasan gereja di dunia.12 Berbagai cara dilakukan gereja untuk
memperjuangkan keadilan, sebab hukum kasih dalam Alkitab berisi tentang
keadilan; dan dimana ada kasih maka disitu akan ada keadilan. Alkitab juga
sangat menitik beratkan keadilan. Kita dapat menemukan tulisan keadilan
sebanyak 700 kali dalam Alkitab Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru.
Oleh karena itu dirasakan wajib bagi gereja untuk memperjuangkan
keadilan. Berikut ini cara gereja memperjuangkan keadilan dalam
masyarakat:
a. Kepedulian dan Solidaritas Terhadap Sesama
Keadilan diterapkan oleh gereja dalam solidaritas
terhadap orang miskin, tertindas dan terbelakang. Hukum kasih
Tuhan Yesus dengan tegas menegakkan keadilan dengan
menegakkan kepedulian terhadap sesama yang berkekurangan,
sakit, tertindas, terpenjara, serta terasing (Mat. 25:31-46).
b. Jalan Cinta Kasih
Usaha-usaha untuk memperjuangkan keadilan
hendaknya dilandasi cinta kasih. Kabar gembira kerajaan Allah

11
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 614-615.
12
http://www.leimena.org/id/page/v/211/diakonia-transformatif-gerejasebagai-struktur-mediasi.
Diakses tanggal 20 April 2020 pukul 15.32 WIB.
yang menjadi tujuan hidup orang kristen adalah amanat cinta
kasih, penebusan manusia dalam Kristus. Sehingga apabila
amanat cintakasih tersebut tidak memperlihatkan
kedayagunaannya melalui tindakan keadilan; maka ajaran cinta
kasih yang gereja bagikan itu sia-sia belaka, tak akan dipercaya.
c. Kooperatif
Pola yang tepat untuk dilakukan gerja dalam
memperjuangkan keadilan adalah pola kooperatif. Dalam pola
ini, gereja bersama-sama memperjuangkan keadilan dengan
masyarakat yang membutuhkannya dengan melakukan langkah
berikut: (1)mempelajari dengan baik persoalan hak-hak
manusia, sehinggga dapat menentukan dengan benar mana yang
perlu dilindungi atau ditegasi. (2) memberdayakan korban
ketidakadilan, sehingga mereka menyadari situasi yang dihadapi
dan kemudian sama-sama berjuang. (3) bertindak tepat,
memberi kesaksian hidup dengan terlibat secara langsung,
dimulai dari diri sendiri.
d. Membela Kepentingan Kaum Tertindas, Miskin, Lemah dan
Tersingkir
Dalam prinsip ajaran sosial gereja, didorong oleh
panggilan profefisnya, gereja harus turut serta memperjuangkan
keadilan dalam masyarakat. Yaitu dengan cara menceburkan
diri dalam kancah realitas dan pergulatan hidup manusia.
Membela kepentingan kaum tertindas, miskin, lemah, dan
tersingkir, terutama kaum yang tidak bersuara. Cinta dan
keadilan tidak dapat dipisahkan, sebab keadilan mencapai
kepenuhannya dalam cinta.13
II.5.3. Implikasi Misi Sebagai Perjuangan Keadilan pada Gereja yang
Misioner
Sebagian besar orang melihat pelayanan holistik sebagai aktivitas
yang pertama dari usaha penanaman gereja, berbentuk respons bagi
kebutuhan fisik dan sosial dari masyarakat. Sebagian lagi memulai dengan

13
https://tuhanyesus.org/cara-gereja-memperjuangkan-keadilan-dalam-masyarakat diakses tanggal
20 April 2020 pukul 14:09 WIB
visi dari transformasi individu dan masyarakat dalam seluruh bagian
kehidupan spiritual, ekonomi dan sosial dan kemudian mengembangkan
sebuah strategi yang selaras dengan visi itu.14 Jika pelayanan holistik
dianggap sebagai pelayanan gereja yang menyeluruh maka pelayanan
tersebut harus mencakup semua aspek pelayanan yang dilakukan oleh
gereja. J. C. Hoekendijk mengatakan bahwa pelayanan holistik yang
meliputi unsur-unsur pelayanan: koinonia (persekutuan), martyria
(kesaksian), dan diakonia (pelayanan sosial), merupakan hal yang mutlak
menggarisi penginjilan dan mendatangkan syalom (damai sejahtera,
keselamatan) yang dijanjikan Tuhan.15 Hal yang sama diungkapkan Yakob
Tomatala tentang hakikat misi yang holistik di mana dapat dijelaskan
sebagai “satu yang menyeluruh” yang memiliki kesatuan integral dengan
aspek-aspek lengkap yang utuh. Pemberitaan Injil menyentuh aspek
pelayanan dasar pada empat dimensi pelayanan yang holistik yaitu:
persekutuan (koinoneō), pelayanan (diakoneō), kesaksian (martureō) dan
pemberitaan (kerigma/kerussō).16
Untuk mewujudkan misi dan pelayanan sosial secara utuh
sebagai pelayanan holistik untuk memuliakan Tuhan dan memberkati
sesama maka diperlukan langkah strategis. Sebuah tim peneliti di
Yogyakarta pernah melakukan penelitian apakah peranan gereja untuk
mengentaskan kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka
mengutip pendapat Juni Thamrin yang mengatakan intervensi strategis
untuk mengentaskan kemiskinan antara lain:17
a. Pembentukan keterampilan-keterampilan spesifik dan keterampilan
manajemen di kalangan masyarakat lemah.
b. Mengembangkan berbagai kemampuan tentang teknologi tepat yang
mampu membantu lapisan masyarakat lapisan bawah.
c. Memasuki input-input baru yang sesuai dengan kebutuhan setempat
termasuk pengembangan kredit dan usaha bersama.

14
Vinay K. Samuel, Serving with the Poor in Asia, (MARC, USA), 145.
15
Arie de Kuiper, Misiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 74.
16
Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan, dan Pertumbuhan Gereja, (Jakarta: Leadership Foundation, 2003), 61.
17
Cathryne B. Nainggolan, Masalah Kemiskinan dan Kepedulian Gereja, (Jurnal Teologi STULOS, 2011),
153-154.
d. Mengembangkan kemampuan jasa-jasa penyuluhan dan informasi
strategis termasuk upaya penelitian yang dapat dikembangkan bersama.
e. Pengembangan infrastruktur, terutama jaringan komunikasi dan
transportasi, penyediaan sarana pokok untuk meningkatkan taraf dan
mutu hidup rakyat kecil.
Sebagai pelayan Tuhan, kaum awan dan gembala bekerjasama
mewujudkan misi dan pelayanan sosial. Namun, ada tiga hal yang perlu
dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan yang terlibat dalam misi dan
pelayanan sosial. Penulis mengutip pengajaran John Piper yaitu:18
Pertama, ibadah adalah bahan bakar dan tujuan misi. Ibadah
adalah tujuan misi karena di dalam misi kita berkepentingan untuk
membawa bangsa-bangsa bersukacita, menikmati kemuliaan Allah. Ibadah
adalah bahan bakar misi karena Anda tidak memberitakan apa yang tidak
Anda hargai. Anda tidak akan berseru, “Jadikan sekalian bangsa
bersukacita!” kalau Anda tidak dapat berkata, “Aku bersukacita di dalam
Tuhan.” Misi dimulai dari ibadah dan menuntun kepada ibadah.
Kedua, doa menempatkan Allah pada posisi pemberi yang
tidak kekurangan apa pun dan menempatkan kita pada posisi penerima yang
membutuhkan. Jadi kalau misi gereja maju karena doa, maka supremasi
Allah menjadi nyata dan kebutuhan para utusan Injil terpenuhi. Tujuan doa
ialah kemasyhuran Bapa dan kepuasaan orang-orang kudus.
Ketiga, penderitaan itu sendiri tidak membuktikan apa-apa.
Tetapi penderitaan yang dialami karena “pengenalan akan Kristus,” dan
kehilangan yang dialami “agar memperoleh Kristus” (Filipi 3:8)
membuktikan bahwa Kristus sangat bernilai. Oleh sebab itu, Allah
menetapkan bahwa misi gereja-Nya tidak hanya maju karena didorong oleh
ibadah, tidak hanya maju dalam kuasa doa, tetapi juga karena siap
membayar harga dan siap menanggung penderitaan. “Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan
mengikut Aku” (Markus 8:34). “Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya,
betapa banyak penderitaan yang harus ditanggung oleh karena nama-Ku”
(Kisah Para Rasul 9:16).

18
John Piper, Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita Supremasi Allah dalam Misi, (Bandung: Literatur
Baptis, 2003), 352-354.
Pelayanan sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan dan panti
asuhan merupakan usaha menghayati kehidupan modern secara konkret.
Kadang-kadang kita menjumpai satu orang yang adalah sekaligus produk
dari ketiganya: dia diasuh dipanti asuhan, dia mengikuti pendidikan, dan
akhirnya dia menjadi dokter di rumah sakit. Orangnya sangat teratur dan
berdisiplin dengan waktu, dan itu sudah menunjukkan bahwa dirinya adalah
produk modernitas. Pelayanan sosial yang merupakan wujud modernitas ini
kemudian menjadi sarat makna, oleh karena telah dijadikan sarana atau alat
untuk Pekabaran Injil, dan menjadi bagian dari “Kristenisasi.”19 Pelayanan
sosial kemasyarakatan telah lama pula dilaksanakan oleh gereja Tuhan. Di
seluruh dunia kita bisa mendapati banyak sekali rumah-rumah sakit Kristen,
panti-panti asuhan Kristen, panti-panti jompo Kristen, sanatorium-
sanatorium Kristen, penyuluhan pertanian, penyuluhan kependudukan dan
bentukbentuk pelayanan sosial lainnya. Tidak dapat disangkal bahwa pola
menghadirkan berbagai pelayaan sosial kemasyarakatan ini telah
mengantarkan gereja Tuhan pada pertumbuhan dalam skala lumayan.20
Namun perlu diketahui bahwa kaum Injili sangat terfokus
kepada misi dan sering melupakan pelayanan sosial. Maka muncullah Injil
sosial dan gerakan Teologi Pembebasan. Tindakan sosial Yesus sangat
berbeda dengan program Injil Sosial. Yesus tidak memakai cara-cara
sekuler untuk mengubah situasi sosial pada jaman-Nya. Dia hanya memberi
teladan tentang apa yang harus dilakukan manusia terhadap sesamanya.
Baik Yesus maupun para rasul tidak melakukan tindakan revolusioner
untuk mengubah tatanan sosial waktu itu, walaupun sikap ini tidak berarti
bahwa mereka setuju dengan apa yang terjadi. Ketika Yesus dimintai
pendapat tentang pertengkaran dua saudara seputar materi, Dia tidak
melibatkan diri terlalu jauh. Dia hanya memberi nasehat agar berjaga-jaga
terhadap ketamakan (Lukas 12:13- 21). Paulus bahkan memberi nasehat
kepada para tuan dan budak Kristen agar mereka menjadi tuan dan budak
yang baik (Kolose 3:22-4:1; Efesus 6:5-9). Dia tidak menghilangkan
tatanan sosial yang ada. Bagi Yesus dan para rasul yang paling penting
19
Emanuel G. Singgih, Potret Misi Gereja Di Indonesia Dalam Kerangka Kritik Postmodern Terhadap
Modernitas, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), 172.
20
Purnawan Tenibemas, Pertumbuhan Gereja dan Strategi Penginjilan, (Bandung: Pusat Literatur
EUANGELION, 1990), 178.
bukanlah perubahan tatanan sosial, tetapi perubahan internal manusia.
Penerapan Teologi Pembebasan yang memakai paham Marxisme yang
bertentangan dengan Alkitab, cenderung condong untuk pelayanan sosial
dan pembebasan. Terlepas dari makna yang terkandung didalamnya,
Teologi Pembebasan mengingatkan kita untuk menerapkan kebenaran
firman Tuhan di dalam tindakan yang nyata. Tidak hanya teori tetapi harus
menyatakan perwujudan iman kepada Kristus di dalam tindakan kasih
kepada sesama sehingga Kristus dipermuliakan (Matius 5:13-16; Yakobus
2:14-26). Dan orang-orang Kristen seharusnya juga tidak hanya dapat
memberikan khotbah kepada orang-orang yang tertindas dan dalam
kesusahan namun juga harus mengulurkan tangan kasih sebagai perwujudan
yang nyata dari firman yang diberitakan.21
III. Kesimpulan
IV. Daftar Pustaka

21
Natalie, Evaluasi Kritis Terhadap Doktrin Gereja Dari Teologi Pembebasan, (Veritas, Oktober 2000),
191.

Anda mungkin juga menyukai