Anda di halaman 1dari 7

Nama : Olivia Putri Malunto

NIM : 201741036
1
APA ITU TEOLOGI? DAN TEOLOGI MISI?
Beberapa orang menekankan sifat intelektual teologi sebagai “pemikiran atau pembicaraan
yang rasional tentang Allah” atau “wacana yang berdasarkan akal tentang Allah”. Menurut
gagasan ini, teologi merupakan suatu disiplin yang membantu penalaran yang terlatih
mencapai suatu pertimbangan yang lebih komprehensif dan lebih dapat dibenarkan tentang
klaim-klaim iman.
Asumsi-asumsi teologi
1. Penyelidikan yang terbuka
Apa yang ditemukan sewaktu dilakukan penelusuran teologi tidak boleh dibatasi secara
sepihak, baik oleh tradisi gereja, alam pikiran sekuler, ideologi politik, kebiasaan moral
maupun oleh konsensus akademis masa kini. Penyelidikan harus terbuka terhadap
sejumlah kemungkinan, walaupun seperti dikemukakan Schubert Ogden, keabsahan atau
kecakapan teologi diukur baik oleh kecocokannya “dengan Yesus sebagaimana orang
Kristen memahami-Nya” maupun oleh kredibilitasnya “terhadap pengalaman manusia
sebagaimana setiap laki-laki atau perempuan mengalaminya”.
2. Ketegangan yang tak terhindari
Pokok bahasannya diberikan oleh aktualitas wahyu (Allah berfirman dan bertindak) dan
realitas keadaan sosial dan kultural. Teologi merupakan suatu konstruksi manusia dalam
arti bahwa ia dilakukan oleh manusia yang dapat salah, mencoba memberi makna tentang
dua fakta penyataan diri Allah dan pengalaman manusia.
3. Tidak ada teologi tanpa misi
Pernyataan di atas turut didukung oleh pengamatan karena teologi menurut sifatnya
menaruh perhatian pada keprihatinan-keprihatinan dasar yang memengaruhi hidup pada
semua tingkat.
Tugas-tugas teologi
1. Schubert Ogden mengatakan bahwa teologi, dalam artinya yang wajar, “digunakan untuk
mengacu pada proses atau hasil suatu refleksi kritis tertentu-yaitu, jenis yang dibutuhkan
guna mengesahkan klaim-klaim keabsahan yang dibuat orang Kristen, atau yang mereka
siratkan, di dalam menyatakan pengalaman mereka.
2. Analisis realistis
Analisis ini menyiratkan suatu seruan terhadap pertobatan di mana teologi menjadi alat
untuk membantu mengidentifikasi alasanalasan bagi perubahan dan permulaan yang baru.
3. Memberdayakan kaum miskin
Dalam arti ini, teologi membantu mengungkapkan dalam bahasa iman aspirasi-aspirasi
mereka yang ada di bangian masyarakat yang paling bawah.
4. Apologetika
Dalam arti ini, teologi lebih dari sekedar studi tentang fenomena agama di mana sebuah
usaha untuk meminggirkan iman.
5. Berhubungan dengan dunia
Orang kristen seharusnya menggunakan teologi untuk membantu suatu pertimbangan yang
diarahkan pada “pikiran Kristus” Ef 4:20-24, Kol 3:2, Rm 12:1-2, 2 Kor 10:5).
6. Melatih para pemimpin
Akhirnya, teologi adalah alat utama untuk melatih para pemimpin bagi komunitas kristen.

Sumber-sumber Teologi
- Tradisi
Tradisi mengacu pada kebijaksanaan yang terkumpul dari komunitas Kristen sepanjang
zaman, yang diwarisi dan diteruskan dari satu generasi kepada generasi lainnya.
- Akal
Diterapkan terhadap Kitab Suci dan doktrin Kristen, akal menjadi ukuran mengenai apa
yang dianggap dapat dipercaya.
- Analisis dan tindakan
Analisis sosial telah menyingkapkan gagasan perumusan, seperti aliensi yang disebabkan
kondisi kerja, dan pertentangan antara buruh dan modal. Tindakan yang membawa
transformasi telah menunjukkan bahwa teori harus siap dimodifikasi sebagai hasil dari
pelajaran-pelajaran yang diperoleh di dalam perjuangan bagi perubahan.

Metode-metode Teologi
1. Ada penyelidikan terbuka. Penyelidikan mempunyai dua tujuan utama: untuk membedakan
apa yang penting dan apa yang sampingan, dan untuk mengadakan hubungan antara cabang
– cabang disiplin yang berbeda-beda.
2. Ada pendalaman dalam pokok yang dikaji.
3. Ada integritas – suatu rasa hormat bagi nilai dan sifat bahan-bahan sumber yang telah
diadakan sedemikian rupa, dan suatu penolakan untuk tergesa-gesa melakukan penilaian
atasnya.
4. Ada integrasi – kemampuan untuk bekerja lintas disiplin dengan menyatukan potongan
teka-teki menjadi suatu pola yang meyakinkan.
5. Ada imajinasi. Seorang teolog adalah orang yang terbuka bagi kejutan, yang
menggabungka kepala dingin dengan sedikit daya cipta dan pikiran orisinal.
Dan teologi misi?
Dunia Kristen sedang di tengah-tengah suatu debat sangat penting tentang hubungan
antara teologi dan misi. David Bosch meringkas kepelbagaian cara dimana misiologi
menjadi terkait dengan teologi sebagai studi akademis. Misiologi dapat dijadikan cabang
dari sejarah gereja karena merupakan studi tentang ekspansi Gereja dalam zaman yang
berbeda-beda.
Ada dua halangan besar yang harus diatasi sebelum teologi secara keseluruhan dan
untuk bagian-bagiannya, ditransformasi menjadi teologi misioner. Pertama, ada
kebingungan mengenai hakikat misi. Misi dianggap sebagai kegiatan vital dari Gereja, salah
satu di antara kegiatan-kegiatan yang lainnya. Jadi, misi sebagai keberadaan hakiki dari
Gereja belum sepenuhnya disadari.
Kedua, dengan terlalu sedikit pengecualian, ahli-ahli dalam berbagai disiplin teologi
belum ditantang untuk memandang pokok studi mereka sebagai misioner secara intrinsik –
ini, walaupun ada kesediaan lebih besar untuk memandang Allah sebagai misioner dalam
hakikat-Nya.
Teologi misi adalah suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan pertanyaan-
pertanyaan yang timbul ketika orang beriman berusaha memahami dan memenuhi maksud
Allah di dunia, sebagaimana hal itu dinyatakan dalam pelayanan Yesus Kristus. Teologi
misi juga merupakan suatu refleksi kritis tentang sikap dan tindakan yang dipakai orang-
orang Kristen dalam menjalankan mandat misioner. Tugas tersebut adalah mengesahkan,
mengoreksi, dan menegaskan seluruh praktik misi berdasarkan landasan yang lebih baik.
2
MISI ALLAH DAN RESPONS GEREJA
Yang benar dan yang salah dari misi
Di banyak tempat “misi” dan “misionaris” mempunyai citra yang negatif. Sebagian
besar dari sejarah gerakan misioner modern, mulai dengan para conqustadores Spanyol dan
Portugis pada abad ke-16 ditafsirkan sebagai suatu persekutuan antara singgasana dan
mezbah, antara negara-negara yang mencaplok tanah dan Gereja-gereja yang mencaplok
orang agar berpindah agama. Pekerjaan misioner sering dilihat sebagai sesuatu yang
menyebabkan kehancura kebudayaan pribumi dan pemahaman kebudayaan asing.
Misi tidak lagi dilihat sebagai kegiatan Gereja di luar negeri atau di budaya yang lain.
Baris depan misi bukanlah terutama berhubungan dengan sesuatu yang geografis, melainkan
dengan kepercayaan, keyakinan, dan komitmen. Dengan sederhama, namun mendalam, misi
merupakan hal yang untuknya komunitas Kristen diutus melakukannya (Kis 1:8). Walaupun
dijalankan dengan berbagai cara sesuai keadaan setempat, misi harus di dijalankan secara
sama di manapun komunitas Kristen itu didirikan.
Missio Dei
Missio (akar kata misi dalam bahasa Latin) Allah telah menjadi titik tolak yang populer untuk
memulai suatu penyelidikan tentang hakikat misi. Acuann utamanya adalah maksud dan
tindakan Allah di dalam dan untuk seluruh alam semesta. Secara tepat dan tidak tepat, Missio
Dei telah digunakan untuk memajukan beraneka ragam agenda misiologi. Walaupun begitu,
ada persetujuan luas yang makin menyatu tentang ketidaksepakatan yang besar antara orang-
orang Kristen tentang bagaimana mereka harus meresponsnya secara rinci.
- Implikasi-implikasi
Untuk menyatakan bahwa Allah mempunyai sebuah missio mengandaikan bahwa kita
sedang berbicara tentang Allah yang berpribadi dengan ciri-ciri khusus. Misi adalah
kegiatan yang mengandaikan adanya suatu subjek berpribadi. Ini bukan tempatya untuk
memasuki diskusi filosofis mengenai pengetahua akan Allah atau penggunaan proposisi-
proposisi untuk memahami siapa Dia dann apa yang dilakukanNya.Bersama dengann
semua Gereja di semua tempat dan pada segala masa, perlu diandaikan bahwa hal yang
cukup dapat diketahui dan dikatakan dengan benar mengenai Allah sehingga masuk akal
adalah menyatakan bahwa Ia secara aktif memenuhi kehendak-Nya di alam semesta.
- Maksud Allah
Ada banyak cara yang pernah dipakai untuk menafsirkan alasan-alasan bagi tindakan
Allah dalan dunia ciptaan dan sejarah manusia. Emilio Castro mengatakan bahwa “tujuan
Allah utuk mengumpulkan seluruh ciptaan di bawah ketuhanan Kristus Yesus. Di dalam-
Nya, dengan kuasa Roh Kudus, semuanya dibawa ke dalam persekutuan dengan Allah”.
- Allah yang mana?
Sebagian orang membayangkan misi Allah dalam cakupan yang lebih luas daripada
yang diberikan dalam agama Kristen. Seakan-akan ada misi Allah yang melampaui batas-
batas teks-teks Kristen, yang berpusat secara eksklusif kepada Yesus Kristus. Penekanan
yang lebih luas ini cenderung merangkumkan misi Allah sekitar tema-tema besar, seperti
“keadilan” atau “pembebasan”, dan kemudian melihat cara-cara di mana semua tradisi
(agama dan bukan agama) memberikan sumbangan di dalam merumuskan maknanya.
Jika komunitas-komunitas Kristen berbicara tentang Allah, menurut definisi mereka
harus berbicara mengenai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Tidaklah ada Allah yang lain. Oleh
sebab itu, berbicara mengenai missio Dei menunjuk, tanpa kualifikasi, missio Trinitas.
- Kekuatan pendorong
Sifat Trinitas dari misi Allah tidak dapat dihilangkan jika kita ingin memahami
mengapa Allah bertindak di dunia. Missio Dei dikatakan memancar dari kasih Allah yang
tak terhingga dan yang tidak ada taranya untuk alam semesta yang telah diciptakan-Nya,
dan terutama bagi makhluk-makhluk di dalamnya yang membawa citra-Nya. Kalau
penciptaan itu sendiri suatu tindakan kasih, kasih harus merupakan suatu realitas di dalam
Allah sebelum zat dan makhluk berada di dalam waktu.
Kasih merupakan suatu realitas yang sangat pribadi, yang hanya mungkin dalam
hubungan timbal balik (seperti “mencintai”). Ini menunjuk pada suatu persepsi relasional
tentang Allah, Allah yang di dalam-Nya kasih antar pribadi itu aktif. Kasih hanya dapat
dimengerti dalam terang fungsi semua atribut Allah yang lain, keadilanNya berbelas kasih,
pengampunanNya adalah adil, kesamaan hak memungkinkan perbedaan, dan kasih-Nya
lembut dan tegas.
- Logika Kasih
Kasih merupakan perasaan (passion) yang mengharapkan hal yang termulia dan
terbaik bagi orang lain dan bersedia mengorbankan segalanya demi terwujudnya hal
tersebut. Iyulah sebabnya Yesus berbicara tentang mengasihi musuh (Mat 5:44), memberi
dengan tidak menuntut pembalasan (Rm 12:19-20).
Kasih bukanlah suatu gagasan yang dapat dipahami secara teoritis. Untuk
memahaminya, kita harus melihat dalam tindakan. Itulah sebabnya Perjanjian Baru
menekankan bahwa pengertian kasih paling mendalam timbul dari tindakan Allah dalam
kehidupan Yesus (1 Yoh 4:10). Bisa dikatakan bahwa Allah di dalam diri-Nya adalah misi
seluruhnya. Mengutus dan diutus terpadu dengan sifat-Nya sebab kasih tidaklah melakukan
perhitungan di dalam mengejar objeknya.
- Kerajaan Allah
Di dalam satu nnats yang palig visioer di seluruh Alkitab, Paulus berbicara tentang
Yesus Kristus (1 Kor 15:24), dalam teks ini kerajaan diartikan sebagai kehidupan yang
terbatas dari kekuasaan semua kekuatan yang memperbudak manusia. “kekuatan” diartikan
sebagai musuh-musuh yang bertindak melawan kehidupan manusia – musuh terakhir itu
adalah maut (1 Kor 16:26). Paulus juga merumuskan ada kekuatan lain dari semua aspek
kehidupan, yaitu dosa (Rm 7:14), hukum Taurat (Rm 7:10), kesiasiaan dan kebinasaan (Rm
8:19-21), dunia jahat yang sekarang ini (Gal 1:4), roh-roh dunia yang lemah dan miskin
(Gal 4:9), roh-roh jahat di udara (Ef 6:12). Berlawanan dengan itu, Kerajaan adalah
kehidupan dimana manusia tidak lagi diperbudak oleh kekuatan-kekuatan yang
membinasakan.
Dalam arti lain, kerajaan Allah adalah lingkungan kehidupan di mana Roh Allah
berkuasa, di mana kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dialami secara lengkap dan
secara permanen (Rm 14:17). 1 Kor 15:28 : diakui secara universal sebagai sumber semua
kehidupan, keadilan, kasih, hikmat dan kebenaran, satu-satunya penebus, Tuhan atas
sejarah dan hakim yang adil.
Pada waktu kita harus mengaitkan pernyataan-pernyataan Alkitab tentang Kerajaan
Allah, baik dengan sejarah dunia maupun dengan Gereja, kita akan melihat pentingnya
memahami Kerajaan Allah sebagai sesuatu pembebasan rangkap dari perbudakan ke dalam
“kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah” (Rm 8:21)

Missio Ecclesiae
- Missioner menurut definisi
Misi begitu dekat dengan kehidupan Gereja. Gereja bersifat misioner, sebegitu medalam
sehingga jika Gereja berhenti bersifat misioner, ia tidak sekedar gagal dalam satu
tugasnya, lebih dari itu ia berhenti menjadi Gereja. Dengan demikian, pemahama Gereja
dan rasa jati dirinya (eklesiologinya) terkait erat dengan panggilannya untuk membagi dan
menghayati Injil Yesus Kristus sampai ke ujung dunia dan akhir zaman.
Misi aalah realitas mendasar tentang kehidupan Kekristenan. Orang Kriste telah dipanggil
oleh Allah untuk bekerja dengan- Nya di dalam mencapai tujuan-tujuan-Nya bagi umat
manusia secara keseluruhan. Hidup kita di dunia ini adalah kehidupan dalam misi. Hidup
hanya mempunyai tujuan selama ia mempunyai dimensi misioner.
Gereja ada seutuhnya untuk tujuan-tujuan yang dimaksudkan Allah ketika Ia
menciptakannya. Oleh sebab itu, Gereja tidak mempunyai keesaan untuk mengarang
agendanya sendiri. Ia merupakan suatu komunitas dalam respons terhadap missio Dei,
yang memberikan kesaksian tentang kegiatan Allah di dunia melalui pemberitaan kabar
baik mengenai Yesus Kristus dalam ucapan dan tindakan.
- Pemilihan: memahaminnya dengan tepat
Dalam zaman yang begitu kuat menekankan kesamaan hak dan pluralisme, sulit sekali
memahami suatu panggilan ilahi kepada sekelompok orang dari antara seluruh umat
manusia. Oleh sebab itu, perlu dikemukakan beberapa pokok penting:
1. Umat Allah tidak dipanggil karena mereka layak. Mereka adalah orang-orang yang
menyadari kegagalan dan kemiskinan hidup mereka,
2. Umat Allah tidaklah dipanggil untuk memperoleh berbagai manfaat bagi dirinya
sendiri. Telah timbul ajaran palsu bahwa Allah akan melimpahkan segala yang diminta
pada-Nya dengan iman yang memadai. Ajaran ini disebut “doktrin kemakmuran” atau
ajaran kesehatan dan kekayaan”. Ajaran ini menipu orang percaya.
3. Panggilan Allah untuk misi adalah panggilan untuk melayani. Sekali lagi, pelayanan
bukan sekedar suatu fungsi, melainkan suatu definisi dari Gereja.
Perjanjian dan pemilihan menurut pemahaman Alkitab hanya menguntungkan bagi
mereka yang menjadi umat Allah dalam arti terbatas sebagai suatu hak istimewa untuk
menjadi bagian dari apa yang Allah lakukan di dunia, bahkan jika hal ini berarti
pengorbanan dan penderitaan.
Kerajaan Allah dan Gereja
- Misi melalui Gereja ?
Suatu misiologi yang berpusat pada Gereja mendukung dorongan misioner yang luar
biasa selama dua abad terakhir ini dengan penekanannya pada perintisan gereja-gereja yang
memperluas diri sendiri.
- Misi melalui dunia?
Pola-pola misi sebelumnya memandang gereja sebagai pembawa misi Allah kepada
dunia, kemudian dunia menjadi titik pusat dengan gereja melakukan respons terhadap usaha
memanusiakan manusia, sebagai yang nyata dalam situasi ketidakadilan, kebencian ras,
kesepian dan krisis-krisis pribadi lainnya.
- Misi dan Komunitas
Memusatkan perhatia pada Gereja sebagai pusat dan agen misi Allah tidaklah begitu
keliru seperti yang sering digambarkan. Misalnya, dalam surat-surat Paulus dari penjara
(Efesus dan Kolose), Gereja ditempatkan di pusat tujuan Allahuntuk “mempersatukan di
dalam Kristus.. segala sesuatu” (Ef 1:10). Gereja dikatakan bukan hanya alat Injil,
melainkan juga bagian dari Injil (Ef 3:6).
- Kerajaan Allah, Gereja, Dunia
Cara pendekatan yang ditempuh oleh ahli misiologi di dalam menjalankan tugas ini
adalah dengan memandang Gereja sebagai satu-satunya agen Kerajaan Allah yang sadar
akan identitasnya. Penting untuk mempertahankan beberapa fakta pokok tentang kaitan
Kerajaan Allah, dunia, dan Gereja di dalam misi Allah yang tunggal:
1. Sejarah dan kebudayaan manusia,walaupun mereka tersentuh secara langsung dan
sadar oleh pengetahuan tentang keselamatan di dalam Yesus Kristus bukan rongsokan
2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia di dalam mengatasi berbagai jenis
ketidakadilan, penyakit, penindasan, dan kekerasan tidak dapat dipersamakan dengan
keselamatan yang ditawarkan dalam Injil Yesus Kristus.
3. Misi Allah dijalankan baik di dunia maupun di Gereja.

3
MISI MENURUT JALAN YESUS KRISTUS

Makna penting tema ini


Jika misi Allah tidak berakar pada apa yang disebut para teolog pembebasan sebagai
“praktik yang konkret”, misi itu menjadi kosong atau terbuka terhadap manipulasi ideologis,
politis, atau religius (atau ketiga-tiganya). Jalan Yesus Kristus mempunyai dua titik pusat
yang jelas: yang pertama adalah karya hidup-Nya sendiri dan yang kedia adalah perilaku para
murid-Nya.
Melakukan penyelidikan
Para penulis kitab-kitab Injil tidak bermaksud melaporkan kejadian-kejadian dalam
hidup Yesus secara “fakta semata-mata”, kecuali kalau kejadian-kejadian itu menyingkapkan
pemahaman teologis tentang makna Kristus. Menurut pandangan ini, gambaran Yesus dalam
kitab-kitab Injil dibentuk untuk memberikan bimbingan tentang masalah-masalah yang
dihadapi Gereja sekurang-kurangnya 30 sampai 40 tahun sesudah kematianNya.
Sebagai akibat dari asumsi-asumsi yang diterima secara luas ini telah dilakukan
penyelidikan yang saksama terhadap teks kitab-kitab Injil dengan maksud untuk menemukan
gema dari kehidupan dan kesaksian Gereja Purba yang dimuat dalam kisah-kisah tentang
Yesus. Metode melakukannya disebut “kritik bentuk” (“sejarah tradisi”).
Pekerjan penyelidikan historis yang serius sedang dilakukan lagi; sekarang bukan untuk
menyelidiki keadaan Gereja Purba yang menghasilkan kitab-kitab Injil, melainkan untuk
menyelidiki keadaan Yesus yang menghasilkan Gereja Purba.

Pentingnya sejarah untuk misi


kritis historis meliputi memeriksa berbagai hipotesis dan mempertimbangkan aspek-
aspek yang baik dari penjelasan alternatif. Teori-teori dalam kritik kitab-kitab Injil, terlalu
sering dibangun atas ide-ide, alusi-alusi, bahasa dan keadaan historis yang hanya terkait
secara dangkal.
Ada alasan-alasan yang baik untuk memperlakukan Kitab-kitab Injil sebagai catatan
serius dari peristiwa-peristiwa yang sekurang-kurangnya itu yang diklaim oleh Kitab-kitab
Injil secara tersirat dan tersurat (mis. Luk 1:1-4, 23:48; Mrk 1:16-20; 6:1-3, 11:15-16).

Kehidupan Yesus di depan umum


- Secara garis besar
Suatu pola yang cukup jelas muncul dari kitab-kitab Injil tentag kegiatan-kegiatan Yesus
di depan umum. Yesus memulai pelayanan-Nya dengan berkelilig sambil mengajar, dengan
kedatangan Kerajaan Allah sebagai tema utamanya.
- Baptisan
Yesus menafsirkan tindakanNya sendiri (dibaptis di sungai Yordan) sebagai permulaan
suatu misi yang istimewa (“karena demikianlah sepatutnya kita meggenapka seluruh kehedak
Allah-Mat 3:15”)
- Pencoaan-pencobaan
Kisah tentang pencobaan-pencobaan meneguhkan pengertian tentang suatu panggila
yang istimewa sebab didalamnya arah kehidupan-Nya ditantang di diperjelas, seperti
contohnya yang terdapat dalam Mat 4:1-11.
- Kontroversi-kontroversi
Seperti dalam Mark 2:1-12, Mrk 2:15-16, Mark 2:23-27 dsb,
- Konflik
Ada perdebatan besar tentang apakah Yesus secara sadar percaya bahwa Ia adalah Mesias
(wakil Allah yang dinantikan untuk menegakkan Pemerintahan Allah di bumi).
a. Tradisi dan Hukum Taurat
Ia mengajari bahwa tujuan tradisi adalah untuk membimbing dan memperingatkan,
tidak pernah untuk menguasai atau memperbudak (Mat 23:3-4)
b. Nasionalisme dan hubungan kekerabatan
Konflik antara Yesus dan para pemimpin Yahudi tertentu bukan hanya tentang
peraturan-peraturan, melainkan juga tentang jati diri yang mendasarinya, yang di
tandakan olehnya. Visi Yesus tentang Kerajaan Allah tidak ada sangkut pautnya
dengan melindungi kedaulatan nasional atau pemeliharaan kemurnian etnis. Ras dan
identitas nasional bukanlah masalah-masalah utama dalam Kerajaan Allah.
c. Yang tersisih
Salah satu aspek misi Yesus yang paling disoroti adalah kesedihan-Nya untuk bergaul
dengan orang luar atau dengan orang yang tersisihkan dari kehidupan bermasyarakat.
Mereka adalah para penderita kusta dan orang-orang sakit lainnya, “orang-orang
berdosa” yang tidak cukup tegas mejalaka Hukum Taurat, pelacur-pelacur dsb. Kitab
Injil menyebut mereka secara kolektif sebagai “kaum miskin”. Yesus bertemu dengan
mereka, duduk makan bersama, menjamah mereka, mengampuni mereka dan
menyatakan bahwa mereka akan masuk Kerajaan Allah.
d. Uang, prestise dan kekuasaan
Kisah-kisah Injil tidak memerikann cukup banyak keterangan kepada kita unntuk
dapat menyusun suatu gambaran yanng rinnci tentang sikap Yesus terhadap
kekuasaan politik. Namun ada yang memberikan kesan bahwa pola Kerajaan Allah
menurut Yesus bertentangan dengan praktik kekuasaan yang dijalankan oleh pihak
Romawi, Herodes, dan partai orang Saduki.
e. Bait Allah
Peristiwa-peristiwa seputar awal minggu terakhir kehidupan Yesus masuk-Nya ke
Yerusalem, mengeringnya pohon ara, dan penyucian Bait Allah – memberikan
kepada kita petunjuk terpenting untuk memahami misi-Nya. Adegan pohon ara (Mrk
11:12-14, 20-21) memberikan petunjuk kepada kita tentang tindakan Yesus: pohon
ara, yang mewakili Israel, yaitu umat pilihan Allah, keahliannya menjanjikan banyak,
namun ia tidak punya buah (Yes 5:2; Luk 13:7).
Orang banyak telah memproklamasikan Yesus sebagai Mesias sewaktu Ia memasuki
Yerusalem. Penyucian Bait Allah merupakan suatu pementasan perumpamaan yang
kuat, yang menunjukkan bahwa tatanan lama telah lenyap dan bahwa dengan Yesus
semuanya mejadi baru.
Misi Yesus dan misi para murid
- Megikuti
Pemberitaan bahwa Kerajaa Allah sudah dekat, seruan untuk bertobat dan percaya
pada kabar baik (Mrk 1:14-15) diperluas dengan penugasan untuk memberitakan pertobatan
dan pengampunan dosa dalam nama Mesias yang disalibkan dan yang bangkit (Luk 24:46-
47). Jadi mengikut berarti bersaksi, dan mengikuti menurut jalan Kristus berarti bersaksi
sampai titik darah terakhir.
- Penginjilan, keadilan, belas kasih dan non-kekerasan
Mengikuti jalan Kristus walaupun banyak tantangan/rintangan tapi dapat dilewati,
berarti mengkomunikasikan kabar baik tentang Yesus dan Kerajaan Allah (Kis 28:30)
(Penginjilan), sambil mendesak agar semua terlibat dalam karunia-karunia Allah, yaitu
kehidupan dan kesejahteraan (keadilan), dengan menyediakan sumber-sumber daya guna
memenuhi kebutuhan orang lain (belas kasih), dan tidak pernah melakukan kekerasan dalam
menjalankan kehendak Allah.
Dengan demikian, misi Gereja “menurut jalan Yesus Kristus” menjadi alat
pemerintahan (governance) Allah yang benar dan berbelas kasih di dunia.
a. Untuk menciptakan kehidupan
Gereja harus terlibat dalam semua tindakan yang memulihkan keutuhan
kehidupan manusia.
b. Untuk menciptakan kesejahteraan
Prioritas harus diberikan kepada yang lemah, tak berdaya, dan terberai, mereka
yang membutuhkan waktu dan tempat untuk memperoleh kekuatan dan
kemandirian yang layak.
c. Untuk menciptakan tindakan tanpa kekerasan
Komunitas kristiani harus menjadi bagian dari setiap usaha untuk mengatasi spiral
“mata ganti mata, dan gigi ganti gigi” yang menghancurkan (Mat 5:38-42).

Anda mungkin juga menyukai