Anda di halaman 1dari 15

Nama : Mimazia H.

Sing Kana
Kelas : V.B
Tugas Misiologi

PANDANGAN-PANDANGAN MISIONER KALANGAN


EKUMENIKAL DI ASIA (1961-1991)
A. Pendahuluan
Pada Bab IV ini penulis hendak melakukan historis sistematis mengenai pandanganpandangan ekumenikal di Asia dalam kurun waktu 1961-1991. Dalam kerangka ini ada dua hal
utama yang hendak penulis kerjakan di sini : (1) analisis historis-sistematis mengenai struktur
kegiatan misi ekumenikal di Asia zaman pasca kolonial ini; (2) analisis sistematis mengenai
konsep-konsep misi yang terdapat dalam pandangan teolog-teolog Asia selama ini. Adapun juga
penulis penulis mengakhiri bab ini dengan menarik beberapa kesimpulan mengenai pandanganpandangan ekumenikal di Asia dalam kurun waktu yang disebutkan.
Dijelaskan juga bahwa pada periode sebelum tahun 1961 tidak ada hubungan antara gerejagereja Asia dengan DMI, sedang sejak setelah tahun 1961 gereja-gereja Asia telah terlibat secara
aktif dalam gerakan missioner sedunia lewat keanggotaan mereka di DGD. Hal ini spontan
memberi peluang yang lebih besar kepada orang-orang Asia untuk berperan dalam misi.
B. Struktur Misi Ekumenikal di Asia Masa Kini
1. Keikutsertaan Asia dalam Konferensi-konferensi Komisi Masa Evangelisme seDunia Dewan Gereja-gereja se-Dunia (KMED-DGD)
Kita perlu mengamati konferensi-konferensi KMED-DGD sejak penggabungan DMI ke
dalam tubuh DGD tahun 1961 di mana Asia cukup berpartisipasi : Mexico City (1963), Bangkok
(1973), Melbourne (1980), San Antonio (1989).
i.

a. Mexico City (1963)


Tema dan Masalah-masalah Pokok

Dari buku ini dijelaskan bahwa konferensi KMED-DGD di Mexico City, Mexico adalah
konferensinya yang pertama setelah penggabungan DMI ke DGD tahun 1961 di New Delhi.
Adapun tema konferensi ini ialah Misi Allah dan Tugas Kita. Tema ini menekankan pada aspek
anthropologis dan kosmis dari misi. Dalam Bab II, Hartenstel mantan direktur Dewan Misi
Basel, memperkenalkan konsep mission Dei yang menekankan pada dimensi eskatologis dari
iman. Jadi misi dipahami sebagai misi Allah yakni keterlibatan Allah dalam dunia sebagai karya
nyata dari penyelamatan-Nya, dan bukan misi gereja. Karena gereja hanyalah yang dipanggil

untuk berpartisipasi dalam karya Allah di dalam dunia ini (mission Dei). Dalam pemahaman baru
di kalangan ekumenikal tentang misi, yakni Allah bukan hanya Tuhan dari penciptaan, tetapi
juga dari sejarah. Artinya, karya penyelamatan-Nya dinyatakan bukan hanya dalam kehidupan
gereja, khususnya gereja institusional, tetapi juga dalam sejarah umat manusia.
Dalam konsepsi demikian, gereja itu sendiri dipahami sebagai misi. Hal yang menarik juga
dikatakan oleh C. Hoekendijk, misi bukanlah jalan dari gereja ke gereja, melainkan jalan dari
Allah ke dunia.
Merefleksikan tema dan masalah-masalah misi, maka konferensi di Mexico City dibagi
dalam empat seksi : pertama, kesaksian orang-orang Kristen kepada penganut agama-agama lain.
Kedua, kesaksian orang-orang Kristen kepada orang-orang secular. Ketiga, kesaksian
kongregasi-kongregasi di lingkungannya. Keempat, kesaksian gereja Kristen yang melampaui
batas-batas kebangsaan dan keyakinan. dalam hal ini, misi dipahami dalam rangka bersaksi
tentang Injil kepada semua masyarakat dan lembaga. Sehingga setiap kongregasi Kristen di
dunia ini terpanggil untuk menyatakan kasih Allah dalam Kristus Yesus melalui kesaksian dan
pelayanannya kepada dunia lingkungannya.
ii. Suara-suara Asia
Madathilparampil M. Thomas (India)
Thomas menguraikan tiga gerakan sosial yang harus dijawab oleh gereja. Pertama,
perubahan-perubahan sosial yang diakibatkan oleh ilmu dan teknologi. Dalam hal ini, manusia
menjadi kreatif dan ini membuat Thomas mengemukakan pertanyaan bahwa bagaimanakah
gereja menyatakan Injil pada kreatifitas manusia? Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa
teknologi juga membuat kita mengasingkan diri dengan sesama. Karena itu, jangan kita
menggantikan sesama dengan hp. Tetapi kita harus bersikap kritis dalam mengikuti perubahanperubahan-perubahan tersebut. karena misi yang baik itu juga diciptakan dari relasi kita dengan
sesama. Kedua, kebutuhan akan suatu bentuk masyarakat baru di mana keadilan sosial
diperjuangkan. Bagi saya hal yang terpenting ialah di mana keadilan sosial yang pada saat ini
mengalami suatu kemerosotan di tempat yang sebenarnya harus ada keadilan tetapi terkadang
juga tidak ada keadilan seperti dipengadilan dan gereja bahkan ketidakadilan juga berada di
dalam keluarga. Hal ini membuat kita atau bahkan gereja harus menjawab kebutuhan atau dapat
membantu menciptakan keadilan itu. Sehingga misi itu benar-benar dijalankan dengan penuh
tanggungjawab. Ketiga, arti dari sekularisasi dan sekularisme.
Sabapathy Kulandran (India)
Kulandran mengatakan bahwa tantangan utama terhadap misi Kristen masa kini adalah
perjumpaan antar agama-agama. Ia berpendapat bahwa metode pemberitaan Injil yang gayut
adalah lewat dialog dengan kepercayaan lain. Hal ini yang menjadi tantangan juga bagi negara
tercinta kita, Indonesia pada saat ini.

C. H. Hwang (Cina)
Dalam presentasinya tentang Misi gereja di dunia masa kini, ia menganjurkan agar
dilakukan kerjasama dalam bermisi. Karena menurutnya kebersamaan dan keesaan gereja-gereja
adalah penting. Hal ini jugalah yang dibutuhkan oleh gereja-gereja kita di Indonesia dalam
melakukan misi. Karena tanpa kerjasama yang baik maka sebuah misi tidak akan berjalan
dengan baik.
iii.

Kesimpulan

Teologi misi konferensi KMED-DGD di Mexico City tahun 1963 diwarnai oleh konsepsi
misi dari Karl Hartenstein dan Johannes C. Hoekendijk. Pandangan mereka tidak jauh berbeda
yakni mereka menekankan pada partisipasi gereja dalam misi Allah di dunia. Misi juga dipahami
dalam rangka humanisasi.
Adapun pendapat dari ketiga ahli di atas, berkaitan dengan empat masalah : pertama, arti
Injil bagi manusia. Kedua, perjuangan demi keadilan sosial. Ketiga, arti industrialisasi dan
sekularisasi bagi Asia. Keempat, arti misi di tengah perjumpaan antar agama.
hal yang penting dalam pandangan mereka adalah yang bersifat anthropologis-humanistis.
Di sini Kristus diungkapkan secara kosmis. Artinya, keselamatan Kristus diberikan bagi seluruh
dunia dan manusia.
Dijelaskan juga bahwa sejak dua dekade terakhir, teologi misi ekumenikal sangat banyak
dipengaruhi oleh teologi misi tahun 1960-an yang menekankan konsep Allah yang bertindak
dalam dunia.
i.

b. Bangkok (1973)
Tema dan Masalah-masalah Pokok

Konferensi di Bangkok, Thailand, adalah konferensi yang kedua dari KMED-DGD. Tema
kenferensi ini adalah Keselamatan Masa Kini. Tema ini muncul dari konferensi di Mexico
City. Suatu cara yang baik, yang dilakukan dalam konferensi di Bangkok adalah membentuk
kelompok beberapa kelompok kecil untuk melakukan studi dan refleksi mengenai arti
keselamatan seperti yang dialamioleh peserta konferensi. Dijelaskan bahwa mereka mencoba
menghubungkan keselamatan dengan situasi konkret, baik itu secara bersama dan personal,
sosial dan individu, kegerejaan dan sekular dan mencoba merangkum apa yang hendak dipahami
oleh konferensi tentang keselamatan.
Dalam konferensi muncul dua masalah pokok yakni dimensi sosial dari keselamatan dan
perjumpaan antar agama. Dari kedua masalah ini juga, ada empat penegasan pokok tentang
keselamatan masa kini yang dikemukakan oleh konferensi.

Dicatat juga bahwa ada perbedaan cara berteologi antara era lama dan era baru. Karena pada
era lama orang berteologi harus terlebih dahulu berangkat dari Alkitab, tetapi pada era baru
orang berangkat dari keterlibatan sosial dan politis. Pemahaman mengenai misi juga mengalami
perubahan. Pada era lama misi dipahami dalalm rangka pengutusan misionaris dari dunia
Kristen Barat ke dunia non-Kristen, maka pada era baru bermisi berarti bahwa gereja-geraja di
Barat juga memerlukan misionaris dari gereja-gereja non-Barat, yakni dari dunia ke-Tiga.
i.

c. Melbourne (1980)
Tema dan Masalah-masalah Pokok

Tema konferensi di Melbourne, Australia, adalah : Datanglah Kerajaan-Mu. Dijelaskan


bahwa konferensi ini bertujuan untuk mengajak umat Kristen di manapun berada untuk
berpartisipasi dalam menggumuli arti doa Datanglah Kerajaan-Mu bagi kehidupan masa kini
dan bagi keteguhan dan inspirasi untuk tugas-tugas misi dan evangelikal orang-orang Kristen.
Dalam hal ini, konferensi Melbourne berupaya menggumuli dinamika sosial, politik, dan
ekonomi masyarakat dalam kerangka kerajaan Allah yang datang. Perlu diketahui bahwa upaya
ini dilakukan untuk membuat satu keseimbangan antara perkataan dan perbuatan.
Konferensi Melbourne lebih fokus pada masalah-masalah pokok teologis-misiologis:
misalnya, bagaimana mewujudkan kerajaan Allah itu hadir pada orang-orang miskin; bagaimana
menyatakan kerajaan Allah di tengah perjuanga untuk hak-hak azasi, melawan penindasan, untuk
perbaikan ekonomi, dst., agar aman dan pengharapan Kristiani itu sungguh-sungguh bermakna.
Hal yang tidak kalah menarik juga ialah bahwa pada konferensi Melbourne, kerajaan Allah
dipahami sebagai peristiwa yang terjadi melalui perjuangan manusia untuk keadilan. Ini
membuat gereja-gereja juga terpanggil untuk hidup di tengah perjuangan manusia itu.
Dalam buku ini juga menjelaskan bahwa mereka yang memberitakan Kabar Baik melalui
keterlibatan dan partisipasi dalam penderitaan, dengan yang miskin dan tertindas, mereka itulah
orang-orang yang dipilih Allah untuk bersaksi bagi-Nya.
Perlu diperhatikan bahwa pesan pada gereja-gereja yang dikeluarkan oleh konferensi jelas
mengatakan : Orang yang miskin dan lapar menangis kepada Allah. Datanglah Kerajaan-Mu
haruslah menjadi doa dalam rangka solidaritas dengan semua orang yang menangis karena hidup
dalam kemiskinan dan ketidakadilan. Juga, Resolusi yang dibuat dalam pleno konferensi
menyatakan : dengan penuh keyakinan kami mengidentifikasi diri dengan penderitaan mereka
demi kerajaan Allah.
ii.

Suara-suara Asia
Soritua A. E. Nababan (Indonensia)

Dalam khotbahnya, ad tiga hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, polarisasi
pemahaman misi hanyalah melemahkan kesaksian gereja di tengah dunia yang penuh
permusuhan. Polarisasi ini terjadi karena doa-doa orang Kristen tidak lagi dilandaskan pada doa

Bapa Kami. Karena itu, ia mengajak semua orang Kristen untuk turut serta dalam doa yang
benar dan dengan cara yang benar pula. Kedua, ungkapan Datanglah Kerajaan-Mu dalam doa
Bapa Kami mentransformasi identitas pribadi dan orang banyak. Ketiga, doa Bapa Kami juga
ungkapan mengenai harapan dan perjuangan untuk kemerdekaan dan pembebasan. Dalam hal
ini, pembangunan sebagai satu proses pembebasan untuk keadilan dan kesejahteraan, terutama
bag yang miskin dan tertindas.
Raymond Fung (Hong Kong)
Ia mengatakan bahwa misi adalah satu perjuangan melawan kuasa-kuasa dosa dan
evangelisme adalah misi dalam komunitas yang berjuang. Jadi misi dan evangelisme harus
dipahami dalam kerangka perjuangn bersama orang-orang miskin. Namun, bukan berarti Kabar
Baik ditujukan pada orang-orang miskin saja tetapi juga bagi orang-orang yang berkelimpahan.
Sehingga mereka juga mengatasi perubahan untuk berjuang bersama dengan yang miskin.
Kosuke Koyama (Jepang)
Ia menanggapi tema tersebut dengan membicarakan misi dalam rangka Kristus yang tersalib
yang menantang kekuasaan manusia. Dapat dikatakan bahwa Koyama memberikan suatu
penjelasan bahwa Kristus yang tersalib yang adalah pusat kehidupan selalu berada dalam
gerakan yang terarah pada orang-orang tersisih; Ia menantang kekuasaan agama dan pemujaan
politis. Hal ini membuat kita sadar bahwa arti penyaliban Yesus Kristus dikayu salib sangat
berarti bagi kita.
iii. Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai konferensi Melbourne dan suara-suara Asia itu kita dapat
mengambil beberapa kesimpulan bahwa keberpihakan gereja dan orang Kristen pada mereka
yang miskin itu sangat dibutuhkan, pandangan-pandangan misioner Asia mempunyai pengaruh
terhadap konsep misi di konferensi Melbourne, dan peserta-peserta dari Asia memiliki cara
mereka sendiri untuk memahami misi dalam terang kerajaan Allah datang.
Namum, pada umumnya mereka memiliki perhatian teologis-misiologis yang sama, yakni
misi adalah perjuangan dalam kerangka proses pembebasan untuk kemerdekaan dan keadilan,
demi kerajaan yang datang.
i.

d. San Antonio (1989)


Tema dan Masalah-masalah Pokok

Tema konferensi di San Antonio, Amerika Serikat, adalah Kehendak-Mu Jadilah: Misi
dengan cara Kristus. Tema ini juga diangkat dari doa Bapa Kami. Ada empat sub-seksi, yang di
mana setiap seksi membuat penegasan yang disebut Janji Kesetiaan dan keempat ini bekerja di
bawah tema mereka masing-masing.

Dalam buku ini, dijelaskan bahwa konferensi San Antonio misi dipahami dalam kerangka
perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan dan sub tema seperti yang sudah dikatakan di atas
mengenai Misi dengan cara Kristus. Artinya Injil diberitakan dalam kerangka perdamaian dan
keadilan dalam komunitas manusia serta keutuhan ciptaan Tuhan. Hal yang diperhatikan dalam
masalah pokok ialah perubahan gaya hidup, proteksi lingkungan hidup (masalah ekologis),
solidaritas dengan yang tidak bertanah, yang tertindas dan tersisih serta pengunsi.
ii.

Suara-suara Asia
Raymond Fung (Hong Kong)

Ia mengelaborasi sub tema : Misi dengan cara Kristus mengemukakan lima prinsip dasar
untuk bermisi dengan cara Kristus. Prinsip pertama, parameter bagi gereja tidak selamanya harus
didasarkan pada amanat agung, tetapi harus pula diimbangi dengan petunjuk baru. Dalam hal
ini misi gereja tidak saja mempunyai gagasan menjangkau atau mencari, tetapi juga harus
diimbangi dengan gagasan menunggu. Kedua, ia mengemukakan tiga hal yang harus menjadi
visi strategi ekumenis untuk bermisi : 1) kerjasama dengan dunia demi kesejahteraan dan
perdamaian; 2) ajakan untuk beribadah; 3) ajakan untuk menjadi murid. Ketiga, misi dengan
cara Kristus artinya memiliki pesan komunitas. Gereja harus menjadi gereja yang bertanggung
jawab kepada dunia, artinya mengkomunikasikan dirinya, maka gereja harus menjadi berkah
bagi orang-orang lain. Keempat, misi gereja harus memiliki sikap dan keahlian. Hal yang
penting ialah bahwa seorang bukan hanya seorang pendosa, tetapi juga yang terkena dosa atau
yang dilawan dosa. Karena itu misi gereja haruslah pula berarti respon Kristen terhadap yang
dilawan dosa dengan kasih sayang. Artinya misi menuntut satu keterlibatan pribadi dan
solidaritas dalam rangka memampukan orang-orang untuk memperoleh martabat mereka.
Kelima, misi harus dipahami dalam rangka pelayanan konkret kepada yang lemah. Dalam Luk.2,
khususnya mengenai Maria yang sedang hamil, ia menyimpulkan bahwa misi tidak lainadalah
merangkul dan mengukuhkan orang-orang miskin, termasuk pekerja-pekerja wanita yang
sedang hamil.
Christopher Duraisingh (India)
Ada dua hal penting yang disampaikan oleh Duraisingh, yakni bersifat misiologis dan
bersifat metodologis. Ia juga mengusulkan enam program pokok yang akan dilakukan oleh
KMED-DGD pada periode yang akan datang ialah yang pertama, dialog dengan orang-orang
evangelikal. Kedua, pembangunan iman pribadi dan kemuridan bagi Kristus. Ketiga, kesaksian
dan dialog. Keempat, pendidikan dalam misi. Kelima, solidaritas dengan orang-orang yang
tersisih. Keenam, hubungan internasional dalam bermisi. Jadi yang ingin dikatakan oleh
Duraisingh ialah bahwa untuk memahami dan melakukan pekerjaan misi masa kini maka gereja
hendaknya menyeimbangkan antara pembangunan iman pribadi dan penanggulangan masalahmasalah sosial.

iii. Kesimpulan
Dapat dilihat bahwa pandangan-pandangan teologis-misiologis yang muncul dalam
konferensi San Antonio masih tetap mengungkapkan nuansa-nuansa dari konferensi-konferensi
yang mendahuluinya; keprihatian terhadap masalah kemiskinan, penindasan, penghisapan dan
hak azasi serta memperhatikan keseimbangan antara soal iman pribadi dan soal pengulangan
masalah sosial.
berikutnya, pandangan peserta Asia ternyata responsif terhadap tema konferensi. Fung dan
Duraisingh menaruh perhatian terhadap masalah kemiskinan dan penindasan.
2. Konferensi Kristen Asia (KKA)
Sidang-sidang Raya dan Konferensi-konferensi KKA
KKA bermula dari konferensi Kristen Asia Timur yang dicetuskan di Prapat, Indonesia,
tahun 1957. Dalam buku ini dijelaskan bahwa uraian akan dijelaskan secara sepintas.
Bangkok (1949)
Tema konferensi ini adalah Prospek Kristen di Asia Timur. Masalah pokoknya ialah
pertukaran informasi dan pengalaman di antara gereja-gereja Asia.
Lucknow (1952)
Tindak lanjut dari konferensi Bangkok adalah pelaksanaan Konferensi Ekumenikal 27-30
Desember, di Lucknow, India. Tema Kristus-Pengharapan Asia. Konferensi di Lucknow
mengidentifikasikan lima sektor utama yang harus menjadi perhatian misi di Asia: masalah
tanah, pertumbuhan penduduk, pembangunan industri, hubungan-hubungan intenasional, dan
peranan gereja di tengah masyarakat Asia.
Untuk mengetahui secara rinci masalah-masalah yang muncul maka dapat kita peroleh dari
tulisan-tulisan M.M Thomas dan Sarah Chakko yang dipublikasikan lewat ER 1950/1, halaman
121-126 dan 146-150, dan D.T. Niles dalam buku Christianity and the Asia Revolution (1950)
yang diedit oleh R.B. Manikam.
Konsultasi Misi Ekumenikal (Hong Kong, 1955 dan Bangkok, 1956)
Ada dua pertemuan yang harus kita ketahui yakni Konsultasi Asia Timur tentang Misi
Ekumenikal di Hong Kong, tahun 1955; dan Konsultasi tentang Misi Ekumenikal di Asia
Timur di Bangkok, Thailand, tahun 1956. Konsultasi di Hong Kong ini menyumbang beberapa
hal yang turut menentukan program-progman dari konferensi Kristen Asia Timur. Hal yang
paling penting ialah bahwa konsultasi ini merupakan tindak lanjut dari pembentukan Dewan
Asia Misi Ekumenikal yang disponsori oleh Dewan Misi Bersatu dari Gereja Presbiterian di
Amerika Serikat pada tahun 1954. Tujuannya adalah untuk memberi bentuk yang konkret

mengenai kerjasama antara gereja-gereja di Barat dan di Asia dalam misi. Sedangkan pada
Konsultasi Misi Ekumenikal di Bangkok, konsultasi itu adalah suatu pertemuan antar DMI dan
DGD bersama Dewan Asia Misi Ekumenikal (DEMA) dalam mana Sekretariat Bersama Asia
Timur dibentuk. Dalam konsultasi ini juga dibicarakan tentang keinginan untuk membentuk
satu orgnisasi ekumenikal tingkat regional Asia Timur. Cita-cita ini terwujud pada tahun 1957,
pada konferensi di Prapat dengan terbentuknya Konferensi Kristen Asia Timur (KKAT).
Prapat (1957)
Pada tanggal 17-26 Maret 1957, di Prapat, Indonesia, sidang Raya pertama KKAT. Dengan
tema Tugas Evangelistik Bersama Gereja-gereja di Asia Timur. Park Sang Yung, Sekretaris
CCA (1985-1990), mengatakan bahwa Prapat tahun 1957 adalah suatu realisasi cita-cita dari
pemimpin-pemimpin ekumenikal Asia sebelumnya yang berkesempatan menghadiri Konferensi
Misi di Tambaram tahun 1938.
Ada dua hal penting dalam kehidupan gereja-gereja di Asia : pertama, gereja-gereja di Asia
telah menjadi semakin sadar mengenai misi mereka, yakni mereka sendiri harus memikul
tanggungjawab dalam melaksanakan misi dan evangelisasi di Asia. Kedua, keesaan dalam
Kristen harus pula dimanifestasikan lewat misi bersama.
Kuala Lumpur (1959)
Temanya Bersaksi Bersama, sidang ini mendorong gereja-gereja untuk berpartisipasi
dalam proses perubahan dinamis yang terjadi lewat kehidupan sosial, politis, dan ekonomi di
Asia. Dengan kata lain, masalah misiologis yang muncul dalam sidang ini adalah dialog atau
hubungan gereja dan dunia.
Pemikiran-pemikiran misiologis datangnya dari M.M Thomas dan D.T. Niles. Pertanyaanpertanyaan yang mereka kemukakan antara lain, apakah yang Allah sedang lakukan di dalam
dan lewat gerakan kebangsaan di Asia dan bagaimana seharusnya gereja mengkomunikasikan
dirinya dengan kepercayaan-kepercayaan lain.
Bangkok (1964)
Dengan tema Komunitas Kristen di tengah Komunitas Manusia, sidang ini memberikan
perhatian pada masalah-masalah, antara lain, hubungan antara iman Kristen dan kepercayaankepercayaan lain, dan peranan kaum awam. Artinya suatu kebenaran dengan Kristen pada satu
pihak dan ketidakbenaran dengan non-Kristen pada pihak lain, dan sidang berpendapat bahwa
peranan kaum awam adalah hal yang sangat berarti dan dibutuhkan dalam rangka misi gereja.
Dalam hal ini, sidang membentuk dua komisi, yakni komisi usaha mengurus hal-hal yang
berkaitan dengan informasi, kebijakan dan struktur, dan keuangan, dan komisi program
mengurus hal-hal seperti bantuan antar gereja, gereja dan masyarakat, masalah internasional,

kaum awam, wanita, pemuda, keesaan dan pesan, pemancar berita, literatur dan pendidikan
universitas.
Bangkok (1968)
Sidang raya ini mengambil tema Dalam Kristus Segala Sesuatu Tetap Dipersatukan. Tema
ini mengungkap perhatian yang mendalam dari sidang raya atas keretakan dunia yang juga
menjadi tantangan bagi gereja-gereja di Asia masa kini. Keprihatinan ini terungkap dalam
dokumen sidang raya yang berjudul Gereja yang Terpisah dalam Dunia yang Retak.
Pada prinsipnya sidang ini bersikap positif terhadap modernisasi di Asia, namun tetap
bersikap kritis terhadap ketidakadilan sosial dan ketidakseimbangan kekuasaan. Dijelaskan juga
bahwa sidang raya ini mencetus tiga bidang progran, yakni pesan dan komunikasi, kehidupan
dan aksi, keadilan dan pelayanan. Pendekatan ini nantinya berubah pada tahun 1981 ketika
sidang ketujuh KKAT/KKA yang berlangsung di Bangalore, India, memperluas program itu
menjadi sembilan bidang.
Singapura (1973)
Tema dalam siding ini ialah Aksi/Keterlibatan dalam Perjuangan Asia. Dijelaskan bahwa
misi dipahami juga sebagai sumbangan Kristen lewat keterlibatan gereja dan anggotaanggotanya dalam aksi-aksi dan gerakan-gerakan sosial. Dalam kaitan ini, ada tiga bidang
perhatian yang diprioritaskan oleh KKA : Kelaparan, Hak Azasi, dan Refleksi Teologis.
Tanggapan sikap teologis ini ialah dibentuknya suatu pusat pelatihan yang disebut Pusat
Ekemenikal Asia yang berfungsi sebagai tempat latihan kepemimpinan. Pelatihan dilaksanakan
dalam bentuk kursus-kursus, dan diselenggarakan setiap tahun di tempat yang berbeda-beda.
Penyelenggaraan yang pertama adalah Singapura, Juni s/d Agustus 1976.
Penang (1977)
Siding raya ini memberikan perhatian pada masalah penderitaan dan penindasan orangorang Asia. Karena itu, tema sidang ini ialah Yesus Kristus dalam Penderitan dan Pengharapan
Asia. Dengan inspirasi tema ini, maka siding melakukan refleksi teologis mengenai arti dari
penderitaan dan penyaliban Yesus Kristus. Sidang berpendapat bahwa Yesus tidaklah
mengajukan suatu program penyelesaian penderitaan di Asia, melainkan diri-Nya sendiri
menderita bersama dengan orang-orang Asia.
Dalam pada itu, upaya-upaya dalam rangka keprihatinan dan penanggulangan penderitaan
dan penindasan di Asia dilakukan lewat berbagai program KKA, antara lain : meningkatkan dan
meluaskan Warta KKA, mengembangkan forum wanita, keprihatian terhadap hak-hak azasi
manusia, pengembangan program pemuda desa, publikasi, pembangunan, dan keprihatinan
teologis.

Akhirnya dapat dikemukakan bahwa dalam siding ini berkembang pemahaman teologismisiologis bahwa perwujudan pengharapan Kristen dalam kehidupan manusia terjadi justru lewat
suara-suara orang Asia yang menderita dan misi gereja.
Bangalore (1931)
Dengan tema Hidup dalam Kristus bersama Rakyat, masalah itu difokuskan pada orangorang yang menderita dan tertindas. Satu istilah yang dikembangkan dalam sidang ini ialah
ochlos, sebuah kata Yunani yang diberi arti orang-orang tertindas. Dalam kaitan ini, Yesus
dipahami sebagai Tuhan yang berada di dalam orang-orang yang menderita sebagai Pelayan
Yang Menderita. Dalam sidang raya di Bangkok ada tiga bidang program, namun diperluas
menjadi Sembilan bidang yakni : Misi dan Evangelisme (termasuk dialog), Pendidikan (termasuk
beasiswa), Pemuda, Wanita, Hubungan Internasional (termasuk hak azasi), Pembangunan dan
Pelayanan (termasuk kesehatan), Misi Kota dan Desa (termasuk masalah ras dan minoritas),
Studi teologi (termasuk masalah Iman dan Tata tertib), dan Komunikasi.
Seoul (1985)
Tema siding ini adalah Yesus Kristus Membebaskan untuk Melayani. Merefleksikan tema
ini, maka siding dibagi dalam tiga kelompok seksi : Seksi I mengenai Perjuangan untuk
kemerdekaan dan kepenuhan hidup; Seksi II mengenai Mewujudkan kemerdekaan dan keesaan
gereja; Seksi III tentang Pemenuhan panggilan gereja untuk melayani.
Cipanas (1989)
Tema konferensi ini adalah Misi Allah dalam Konteks Penderitaan dan Perjuangan Rakyat
Asia. Dengan pengarahan tema tersebut, maka konferensi misi ini memusatkan perhatiannya
pada masalah-masalah di Asia masa kini seperti kemiskinan, hak azasi, dan solidaritas. Dalam
kaitan ini didiskusikan arti kehidupan Kristus di tengah kehidupan rakyat yang menderita dan
berjuang. Ada tiga seksi dalam konferensi ini yakni : Seksi I mengenai Melihat Karya Kristus di
tengah Rakyat, seksi ini berupaya menggumuli beberapa pertanyaan antara lain, siapakah yang
disebut orang-orang yang menderita dan berjuang di Asia dan apakah yang menyebabkan mereka
menderita serta dengan kuasa apakah orang-orang itu berjuang?; Seksi II mengenai Melihat
Satu Visi Dunia Baru, mendiskusikan bagaimanakah orang-orang Asia memahami keutuhan
ciptaan; Seksi III mengenai Terpanggil untuk Menjadi Suatu Gereja Rakyat, seksi ini juga
menggumuli arti misi bagi rakyat yang menderita dan apakah konsekuensinya bila gereja
berpartisipasi dalam perjuangan rakyat.
Manila (1990)
Sidang ini dimulai pada tanggal 4-12 Juni 1990 dan temanya ialah Kristus Perdamaian
Kita denga sub-temanya Membangun suatu Masyarakat yang Adil. Sidang ini lebih banyak
dalam kelompok-kelompok penelaan Alkitab dan seksi-seksi.

Seksi I mendiskusikan pokok Keesaan gereja dan keesaan umat manusia; Seksi II :
Kristus adalah perdamaian: pelayanan gereja yang mendamaikan; Seksi III : Sebab-sebab dari
kekerasan (perang) dan landasan untuk perdamaian di Asia masa kini.
Secara khusus siding raya ini lebih mengkonkretkan gagasan-gagasan yang telah muncul
pada konferensi misi di Cipanas.
Kesimpulan
Pertama-tama yang ingin disimpulkan ialah bahwa baik siding-sidang raya maupun
konfernsi-konferensi diselenggarakan di beberapa Negara tertentu saja. Hal in disebabkan oleh
kebebasan beragama dan perang, yang tidak mengizinkan prinsip penyelenggaraan berpindahpindah dari Negara ke Negara dipertahankan. Sidang itu juga hanya terbatas pada Asia Timur,
tetapi kemudian hari secra teoretis mencakupi seluruh Asia. Jadi dari tema-tema dalam sidangsidang raya dan konferensi-konferensi KKA/KKAT, pada dasarnya mereka memperlihatkan
kesinambungan. Pada satu pihak, mereka memperlihatkan kediriannya dan mereka tidak saling
bertentangan.
b. Program-program
Pelayanan Masyarakat Kota dan Industri (PMKI) atau Pelayanan Masyarakat Kota dan
Desa (PMKD)
Pada tahun 1958 perhatian terhadap kebutuhan akan pelayanan masyarakat industri telah
dimulai, namun pelaksanaan secara resmi baru dimulai sepuluh tahun kemudian, yakni pada
konsultasi KKA di Bangkok ketika dibentuknya program PMKI. Pada tahun 1973 nama program
ini diubah menjadi PMKD. Karena program ini tidak hanya terbatas pada lingkungan perkotaan
saja, tetapi juga daerah pedesaan.
Maksud PMKI/PMKD adalah untuk membekali warga gereja bagi tugas misioner.
Tujuannya, agar warga gereja dapat melakukan misi gereja lewat partisipasi mereka dalam
pembangunan masyarakat lingkungan, entah di lingkungan kota atau daerah pedesaan. Salah
satu perhatian utama PMKI/PMKD adalah untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat.
PMKD melakukan program yang memobilasi, mengorganisasi dan mengusahakan rakyat pada
tingkat bawah di daerah guna mengupayakan keadilan bagi diri mereka. Pada tahun 1976
PMKD memusatkan perhatiannya pada strategi kerja untuk kelompok-kelompok PMKD baik di
kota maupun di desa dalam rangka menghadapi kehidupan masyarakat yang semakin terikat pada
Negara.
Misi dan Evangelisme
Tujuan pokok dari program ini adalah untuk membantu warga geeja dan dewan-dewan
gereja nasional dalam hal pemahaman teologis mengenai misi dan evangelisme. Cara yang
ditempunya ialah meneliti dan menjelaskan masalah, menyaring dan merumuskan kembali

konsep-konsep yang berkaitan dengan iman dan kehidupan. Semua ini dilakukan dalam rangka
untuk mendorong dan menumbuhkembangkan pemahaman teologis yang segar yang secara terus
menurus dapat membaharui gereja dan membantunya untuk tetap setia pada tugas panggilannya.
Program misi dan evangelisme mencakup bidang-bidang lain, yakni bantuan dan dana,
pengadaan buku nyanyian gereja, dan dialog. Dalam hal ini, dapat dikemukakan di sini Program
Bantuan Dana Misioner Asia. Tujuan pokok dari program ini adalah untuk menyediakan
pertukaran staf misionaris antar gereja-gereja anggota KKA dan lembaga-lembaga terkait.
Tahun 1966 Dana Misioner Asia (DMA) telah member bantuan dan pelaksanaan pertukaran
misionaris Asia.
Dialog
Dialog adalah program yang dilaksanakan berkaitan dengan misi dan evangelisme. Dialog
pertama di Singapura, Juli 1979. Dalam konsultasi ini berlangsung diskusi antara tokoh-tokoh
Kristen Asia yang berasal dari Negara-negara di mana Islam adalah salah satu agama yang
menonjol seperti Bangladesh, India, Pakistan, Indonesia, dan Filipina. Perhatian konsultasi ini
adalah pengaruh Islam pada kehidupan sosial-politis. Pembicara utama pada konsultasi ini
adalah Tahi B. Simatupang. Dari gereja diharapkan bukan saja suatu studi pengenalan tentang
agama-agama lain, tetapi upaya penyusunan kembali seluruh pemikiran dan pemikiran teologi
secara menyeluruh.
Konsultasi kedua mengenai dialog berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, Februari 1980.
Perhatian konsultasi ini adalah tantangan Islam bagi gereja-gereja Asia. Konsultasi ini telah
mengikutsertakan beberapa cendekiawan Muslim untuk berbicara pada konsultasi ini. Konsisten
dengan pendirian ekumenikal sedunia, ia mengatakan bahwa orang-orang Kristen hendaknya
memahami agama mereka bukan sebagai agama Barat, melainkan sebagai agama universal.
Dijelaskan juga bahwa ada garis besar dialog. Dialog adalah pendekatan baru digunakan pihak
ekumenikal Asia terhadap agama-agama lain dalam rangka misi dan evangelisme.
Kesimpulan
Pertama, program-program mengungkapkan upaya KKAT/KKA mengaktualisasikan
gagasan-gagasan teologis, yang muncul dalam diskusi-diskusi baik di sidang-sidang maupun di
konferensi-konferensinya, lewat kegiatan pelayanan kota industri dan desa dalam rangka
menanggulangi permasalahan social dan ekonomi masyarakat. Kedua, program dan kegiatan
KKAT/KKA adalah juga bertujuan memperlengkapi warga gereja baik di perkotaan maupun di
pedesaan agar mereka dimampukan untuk berpartisipasi dalam aksi-aksi sosial nyata untuk
menanggulangi secara mandiri permasalahan yang mereka hadapi dalam rangka melakukan misi
dan evangelisme. Ketiga, gagasan-gagasan teologis tentang hubungan agama Kristen dengan
agama-agama lain diaktualisasikan lewat program dialog.

Anggota-anggota Konferensi Kristen Asia


Umumnya anggota-anggota KKA adalah juga anggota DGD, sehingga gereja-gereja itu
mempunyai hubungan di tingkat nasional, tingkat benua atau regional, dan tingkat sedunia atau
internasional.
Secara remsi anggota-anggota KKA terdiri atas dewan-dewan gereja nasional dan gerejagereja di Negara-negara Asia yang telah disebutkan, dan Australia dan Selandia Baru.
Pandangan-pandangan Utama Mengenai Konsep-konsep Misi
Ada tiga pokok yang dijelaskan yakni teologi kontekstual (berteologi atau membangun
teologi misi dari dalam konteks sosial, kultural, politik, dan ekonomi), teologi sistematika
tentang misi (misi Allah berdampak pada pemikiran sistematis misiologi Asia tentang hakekat
dan panggilan gereja), dan teologi praktis tentang misi (misi Kristen dipahami dalam rangka
partisipasi gereja dan orang-orang Kristen dalam karya penebusan Allah lewat misi Kristus di
tengah masyarakat. Pemikiran praktis adalah timbal-balik dari pemikiran sistematis, jadi
keduanya saling melengkapi).
Pembangunan dan Pelayanan
Konferensi Tokyo mengaitkan pembangunan pada upaya untuk membebaskan orang-orang
tertindas dan memampukan rakyat atau komunitas agar menyadari akan potensi mereka demi
menegakkan martabat manusia.
M.M. Thomas menggunakan istilah revolusi, berbicara tentang pelayanan Kristen dalam
rangka perubahan dan perkembangan di Asia. Maksudnya, masalah pembangunan dan
pelayanan adalah dua hal yang saling berkaitan dengan masalah perubahan dan perkembangan di
Asia dalam rangka yang dia sebut pembawa humanisme, yakni revolusi atau pembangunan
sebagai alat untuk mempertinggi keyakinan diri rakyat.
Thomas mengatakan bahwa partisipsi dalam pembangunan bangsa atau pembangunan pada
umumnya, hendaknya dilakukan dalam rangka penegakan hak-hak azasi manusia, kemerdekaan,
penentuan nasib sendiri, dan pencarian kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Di atas semuanya,
Thomas berpendapat bahwa tolak ukur dan tujuan dari kemanusiaan yang dewasa dalam
kehidupan bersama adalah pengakuan atas kemanusiaan Yesus yang mengungkapkan kasih lewat
pengorbanan diri-Nya. Inilah yang menurutnya bisa mengatasi masalah struktur, ideologis dan
politik.
Pelayanan Masyarakat Kota dan Desa
Misi merupakan suatu keterlibatan radikal yang ditujukan kepada perubahan strukturstruktur ketidakadilan. Keterlibatan misi adalah suatu respons Kristiani kepada Injil Yesus
Kristus dalam suatu konteks yang terperi. Konteks Asia, menurut T.K. Thomas, adalah

kemiskinan atau konteks orang-orang miskin. Pokok pikirannya yang member dukungan pada
gagasan PMKI/PMKD adalah, pandangan bahwa spiritualitas pembebasan haruslah menjadi
syarat bagi solidaritas konkret dengan orang-orang miskin.
Pandangan Oh Jae Shik, pada dasarnya mengambil sisi kritis terhadap penggunaan kata
kemiskinan sebagai kategori masalah yang harus menjadi sasaran misi Kristen. Alasannya,
kemiskinan itu haruslah merupakan kesadaran dari orang-orang miskin. Karena itu, masalahnya
bukan kemiskinan melainkan orang-orang miskin. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa misi
hendaknya, seperti ideology, berfungsi untuk menolong rakyat agar bisa melihat keterbatasanketerbatasan yang mereka hadapi dan menurutnya, bahasa yang cocok untuk misi adalah
mengorganisasi dan memobilisasi orang-orang miskin dalam rangka memampukan mereka untuk
bisa membebaskan diri mereka dari paternalisme, eksploitas, dan penindasan.
Pemikiran Oh Jae Shik itu sangat menunjang gagasan dan program Pelayanan Masyarakat
Kota dan Desa di Asia.
PMKD itu sendiri merupakan bentuk praktis dari kontekstualisasi teologi, yakni teologi yang
beranjak dari konteks; karenanya teologi dalam tindakan. Hal yang teramat penting di sini
adalah, proyek-proyek PMKD yang bertujuan, antara lain, untuk menanggulangi persoalanpersoalan yang dihadapi kelompok minoritas atau orang-orang tersisih di tengah proses
pembangunan nasional, untuk menentang perusahan transnasional, dan untuk memperjuangkan
pembangunan kembali tanah bagi rakyat.
Ada pula pandangan-pandangan mengenai pelayanan masyarakat kota dan desa disertai
implementasi program konkret. Seperti, lokakarya mengenai masalah-masalah ras dan minoritas
yang diselenggarakan di Auckland, Selandia Baru, 14-20 November 1978; Konsultasi mengenai
masalah keadilan ekonomi yang berlangsung di Manila, 5-9 Januari 1980; dan lokakarya
jaringan pelatihan desa PMKD di Bangkok, 20-27 JuNI 1981.
Kesimpulan
Ada beberapa simpulan, pertama,struktur pandangan ekumenikal di Asia berakar baik pada
oikumene seluruh dunia maupun pada situasi-situasi nasional atau lokal. Kedua, pengaruh Asia
dalam konferensi-konferensi misi sejak Mexico City sampai dengan San Antonio lebih besar
daripada sebelumnya, karena sejak New Delhi 1961 tidak ada perbedaan lagi antara Barat dan
non-Barat di bidang misi yang dijalankan oleh DGD. Ketiga, konferensi-konferensi KKAT/KKA
merupakan kesempatan bagi Asia dalam merefleksikan dan mempraktekkan misi dalam konteks
Asia sendiri.
Dapat disimpulkan juga bahwa teologi sistematis tentang misi dari kalangan ekumenikal
Asia mengacu kepada dua konsepsi pokok yakni misi Allah di dalam dunia dan gereja sebagai
subjek bermisi.

Keempat, kalangan ekumenikal Asia memiliki banyak kesamaan dan kekhasannya


tersendiri, namun pada kenyataannya terdapat pula nuansa-nuansa teologis yang berbeda di
antara mereka. Pada satu pihak terdapat teolog yang lebih cenderung kepada hubungan misi dan
masalah sosial-politik (M.M. Thomas dan T.B. Simatupang), pada lain pihak terdapat teolog
yang menaruh perhatian pada hubungan misi dan agama-agama lain (S.J. Samartha dan S.W. A).
Bahkan, di satu pihak terdapat teolog yang pemikirannya progresif (Song dan Kim Yong Bock),
sedang di lain pihak terdapat teolog moderat (Ch. Duraisingh dan R. Fung).

Anda mungkin juga menyukai