Anda di halaman 1dari 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282855064

MISIOLOGI BERDASARKAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU

Research · October 2015


DOI: 10.13140/RG.2.1.3145.8006

CITATIONS READS
0 20,247

1 author:

Hengki Wijaya
Sekolah Tinggi Filsafat Jaffray Makassar
145 PUBLICATIONS   74 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teori pendidikan View project

Ilmu Pendidikan View project

All content following this page was uploaded by Hengki Wijaya on 15 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MISIOLOGI BERDASARKAN PERJANJIAN LAMA DAN
PERJANJIAN BARU

Oleh

Hengki Wijaya, M.Th

Sekolah Tinggi Theologia Jaffray


Makassar
2013

Misiologi Berdasarkan Perjanjian Lama

0
Sebagian orang memahami Perjanjian Lama secara eksklusif hanya terfokus pada

bangsa Israel. Mereka tidak melihat bahwa Allah juga berhubungan dengan bangsa-bangsa

lain di luar Israel (bdg. Amos 9:7). Beberapa ayat-ayat di bawah ini akan menjelaskannya

sebagai berikut:1

Pertama, Allah memulai sejarah umat manusia secara universal. Allah memulai dengan

Adam, bukan Abraham. Beberapa tokoh Perjanjian Lama bukanlah orang Israel (karena

bangsa Israel baru dimulai dari Abraham), misalnya Habel, Set, Henokh, Nuh, Melkisedek.

Kedua, misi bersumber dari natur Allah. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah

mengambil inisiatif untuk mencari mereka (Kej 3:9). Allah memberikan janji keselamatan,

walaupun mereka tidak layak dan tidak tahu bahwa mereka membutuhkan hal itu (Kej 3:15).

Allah yang berinisiatif menutupi rasa malu manusia akibat dosa dengan mengorbankan

binatang (Kej 3:21).

Ketiga, tujuan akhir perjanjian dengan Abraham (Kej 12:1-3). Perjanjian Allah dengan

Abraham, sebagai bapa bangsa Israel, sebenarnya bersifat inklusif. Abaraham hanyalah alat,

bukan tujuan. Melalui Abraham dan keturunannya Allah ingin memberkati bangsa-bangsa

(ayat 3). Selain itu, pemanggilan Abraham harus dimengerti dalam konteks pemberontakan

dan penghukuman Allah atas segala bangsa di Kejadian 10-11. Abraham dibangkitkan untuk

menjadi berkat bagi bangsa-bangsa tersebut.

Keempat, tujuan pembebasan dari Mesir. Pemberian tulah kepada bangsa Mesir bukan

hanya untuk memberi kebebasan bagi bangsa Israel. Alkitab berkali-kali menyatakan bahwa

tujuan pemberian tulah adalah “supaya bangsa Mesir tahu bahwa Akulah TUHAN” (Kel 7:5,

17; 8:22; 9:14, 16; 14:4, 18). Jenis tulah yang diberikan pun bertujuan untuk membuktikan

bahwa TUHAN adalah satu-satunya Allah, bukan beragam dewa Mesir.

1
Yakub Tri Handoko, Bagian 2: Misi dalam Alkitab; diakses tanggal 12 Februari 2013;
tersedia di http://ebookbrowse.com/gdoc.php?id=172478927&url=709e9b1dcc5fbac10b9935a6e5457eeb

1
Kelima, tujuan perjanjian Sinai (Kel 19-20). Pemilihan Israel tidak berarti penolakan

terhadap bangsa-bangsa lain. Pemilihan tersebut justru merupakan sarana untuk keselamatan

seluruh bangsa. Israel dibangkitkan untuk menjadi imam bagi bangsa lain (Kel 19:5-6).

Keenam, munculnya tokoh-tokoh non Israel. Perjanjian Lama secara konsisten

menunjukkan individu-individu tertentu yang berada dalam pemeliharaan dan pelayanan

Allah, misalnya Melkisedek (Kej 14:18), imam Yitro (Kel 18:1, 10-11), nabi Bileam (Bil

22:5), Rahab (Yos 2:9-11), Ruth (Ruth 2:12), Naaman (1Raj 5:1-19).

Ketujuh, perhatian Allah terhadap bangsa-bangsa lain. Hukum Musa memberikan

perlindungan dan hak khusus bagi bangsa-bangsa non Israel (Kel 22:21; Im 19:33). Contoh

yang paling terkenal adalah kemurahan Allah yang besar atas bangsa Niniwe yang begitu

jahat (Yun 4:11). Yunus sendiri pun tidak bisa menerima “keajaiban” kemurahan ini (Yunus

4:2-3).

Penjelasan diatas menyatakan bahwa Allah adalah seorang misioner tidak hanya bagi

bangsa Israel melainkan juga bagi bangsa-bangsa yang lain yang percaya kepada-Nya seperti

Rahab, bangsa Niniwe dan kaun bangsa lain dimana Allah menyatakan keselamatan dan

kasih-Nya kepada umat manusia.

Antara pelayanan nabi Maleakhi dan Yohanes Pembaptis terbentang 400 tahun. Masa

ini biasanya disebut sebagai masa intertestamental (masa antar perjanjian). Selama periode ini

ada beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama, tidak semua bangsa Yahudi ikut serta dalam

kepulangan dari Babel/Persia. Menurut Ezra 2:64 dan Neh 7:66 hanya 42 ribu Yahudi yang

pulang dari pembuangan. Hal ini berarti bahwa jumlah orang Yahudi yang tetap tinggal jauh

lebih banyak. Peristiwa ini merupakan titik awal dari eksistensi bangsa Yahudi di diaspora.

Terlepas dari bahaya sekularisasi yang dihadapi oleh kaum diaspora, sejarah mencatat bahwa

mereka telah berhasil mendapatkan respek dari bangsa lain karena tingkat moralitas yang

tinggi dan ikatan komunitas yang kuat dari bangsa Yahudi. Tidak sedikit bangsa lain yang

2
mengikuti ajaran Yahudi (Yudaisme), baik sebagai proselit maupun orang yang takut akan

Tuhan. Hal ini diperkuat melalui hadirnya banyak sinagoge (rumah ibadat orang Yahudi). Hal

lain yang perlu dicermati adalah aktivitas misi golongan Farisi. Mereka tergolong sangat giat

dalam memberitakan ajaran Yahudi (Mat 23:15). Josefus, sejarahwan Yahudi abad I M,

mencatat bahwa sebagian orang Yahudi menarik bangsa lain untuk memeluk agama dan

ibadah Yahudi, baik melalui perkawinan maupun pemberitaan langsung.

Mengingat bahwa umat Israel pada jaman perjanjian lama merupakan umat perjanjian

Allah, umat pilihan Allah yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadikan umat-Nya yang

mengemban Perjanjian Kekal yang menyatakan kasih setia Tuhan terhadap semua orang yang

percaya; sehubungan dengan itu agar Israel menjadi berkat bagi semua Bangsa dimuka bumi,

seperti dalam pemanggilan Abraham yang pertama dalam Kejadian 12:2-3 yang berbunyi

sebagai berikut: “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati

engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan

memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang

mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum dimuka bumi akan mendapat berkat.”

Kejadian 12:1-3 menjelaskan "Panggilan Abram." Tuhan menjanjikan kepada Abram

bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar, Allah akan membuat namanya

masyhur, dan sebagainya. Artinya, Tuhan akan memberkati Abram dan keturunannya. Oleh

karena Abram diberkati Tuhan, Abram memunyai kewajiban terhadap bangsa-bangsa yang

lain. Apa kewajiban itu? Di dalam ayat ke-3 tertulis, "Olehmu semua kaum di muka bumi

akan mendapat berkat. Pengertian perkataan "semua kaum" disini, jika diterjemahkan dari

bahasa Ibrani (yang asli), adalah "setiap suku." Tuhan berjanji memberkati Abram dan

keturunannya supaya atau sehingga, melalui mereka, setiap suku di seluruh dunia ini

diberkati. Janji dan perintah Tuhan yang diberikan kepada Abram dan keturunannya terjadi

sesudah peristiwa Menara Babel (Kej 11). Keadaan manusia digambarkan sebelum Menara

3
Babel sebagai berikut: umat manusia hidup di dalam satu kesatuan dengan satu bahasa.

Namun, mereka kemudian menjadi sombong sehingga Tuhan menceraiberaikan mereka, yaitu

dengan mengacaukan bahasa mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat berkomunikasi lagi.

Orang-orang yang menggunakan bahasa yang sama lalu berkumpul dan mengelompokkan diri

menjadi suku-suku bangsa sesuai dengan bahasa mereka masing-masing. Tetapi di dalam Kej

12:1-3, Tuhan menyampaikan rencana-Nya untuk menjangkau manusia yang terpisah-pisah

itu. Dia merencanakan menjangkau manusia suku demi suku. Untuk itu Tuhan memilih salah

satu suku, yaitu Abram dan keturunannya. Tuhan memperkenalkan diri kepadanya dan

memberkatinya. Rencana Tuhan memberkati Abram dan keturunannya bukan hanya supaya

mereka menikmati berkat-berkat-Nya, tetapi supaya mereka menjadi berkat untuk suku-suku

yang lain. Maksudnya, mereka membagikan kabar baik tentang Allah bagi suku-suku yang

lain. Kalau tema ini bahwa salah satu suku diberkati supaya menjadi berkat bagi suku-suku

yang lain begitu penting, maka pasti tema itu ditulis di dalam Alkitab berulang-ulang.

Memang, dari zaman Abram kemudian diulang lagi di zaman Ishak, anak Abraham. Di

dalam Kej 26:2-5, Tuhan menyampaikan janji janji kepada Ishak, sama dengan janji yang

telah diterima Abraham. Tema itu berulang lagi di dalam panggilan Yakub, anak Ishak.

Dalam Kej 28:12-15 Tuhan berjanji akan memberkati Yakub dan keturunannya. Oleh karena

Yakub diberkati Tuhan, mereka juga memunyai tanggung jawab terhadap bangsa-bangsa yang

lain.2

Panggilan atas Abram (Kej 12:1-4). Allah membuat sebuah janji (yang terdiri dari tiga

unsur, seperti akan kita lihat) kepada Abraham. Pengertian akan janji itu sangat penting untuk

mengerti Alkitab dan misi Kristen. Sebagai pengantar, kita perlu memerhatikan latar janji

Allah dan konteksnya. Kita membagi menjadi dua bagian. Pertama, janji (tepatnya, apa yang

2
Misi Menurut Perjanjian Lama Abraham; diakses tanggal 8 Februari 2013; tersedia di
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=657&res=jpz

4
dikatakan Allah akan dilakukan-Nya) dan kedua yang lebih panjang-penggenapannya

(bagaimana Allah telah menepati dan akan menepati janji-Nya).3

Kejadian 12 mulai dengan: “Berfirman TUHAN kepada Abram.” Sebagai pembuka

sebuah pasal baru, firman itu kedengarannya mendadak. Kita terdorong bertanya: “Siapakah

‘TUHAN’ ini yang berfirman kepada Abraham?” dan “Siapakah ‘Abram’ ini yang kepadanya

Ia berfirman?” Dalam cerita ini, mereka tidak diperkenalkan dari kekosongan. Lalu apakah

latar belakang teks ini? Ini: “TUHAN” yang memilih dan memanggil Abraham adalah

TUHAN yang sama yang permulaan menciptakan langit dan bumi, dan yang puncak karya

kreatifnya adalah membuat laki-laki dan perempuan sebagai ciptaan yang unik menurut

gambar-Nya. Kitab Kejadian mencatat pergerakan dari penciptaan segala sesuatu oleh Allah

Yang Esa dan manusia menurut gambar-Nya ke pemberontakan kita melawan Sang Pencipta

kita, hingga penghakiman Allah atas ciptaan-Nya yang memberontak itu. Itu adalah

penghakiman yang diringankan melalui janji Injil-Nya yang pertama bahwa suatu hari benih

perempuan itu akan benar-benar “meremukkan” kepala ular (Kej 3:15).4

Janji apakah yang diberikan Allah kepada Abraham? Sebuah janji yang terdiri dari

beberapa unsur yaitu:5

Pertama, janji tentang keturunan. Ia harus meninggalkan sanak saudaranya dan rumah

bapaknya, dan sebagai pengganti kehilangan keluarganya itu, Allah akan membuatnya

menjadi “bangsa yang besar.” Kemudian untuk menandakan hal ini, Allah mengganti

namanya dari “Abram” (“bapak yang agung”) jadi “Abraham” (“bapak orang banyak”)

karena, demikian Ia berkata kepadanya, “engkau telah ditetapkan menjadi bapa sejumlah

besar bangsa” (Kej 17:5).

3
John R. W. Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 22.
4
John R. W. Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 23-24.
5
Ibid., 24-25.

5
Kedua, janji tentang negeri. Panggilan Allah ternyata datang dalam dua tahap, pertama

di Ur-Kasdim, ketika bapaknya masih hidup (Kej 11:31; 12:1). Jelas bahwa ia harus

meninggalkan negerinya, dan sebagai gantinya, Allah akan menunjukkan kepadanya negeri

lain.

Ketiga, janji tentang berkat. Lima kali kata-kata memberkati dan berkat muncul dalam

12:2-3. Berkat yang dijanjikan Allah kepada Abraham akan melimpah ke atas semua umat

manusia.

Keturunan, negeri, dan berkat. Tiap janji ini dibahas dalam pasal-pasal setelah

panggilan Abraham. Pertama, negeri. Setelah dengan murah hati Abraham mempersilahkan

keponakannya, Lot, memilih di mana ia mau berdiam (ia memilih Lembah Yordan yang

subur), berfirmanlah Allah kepada Abraham: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari

tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang

kulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya” (Kej

13:14-15). Kedua, keturunan. Beberapa waktu kemudian, Allah memberi Abraham satu

bantuan visual yang lain, dengan memintanya melihat bukan ke bumi tapi langit. Pada malam

gelap tak berawan, hitunglah bintang-bintang” (Kej 15:5). Sungguh perintah yang aneh! Itu

pekerjaan yang tak mungkin. Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Lalu percayalah Abram

kepada TUHAN.” Meskipun ia sudah berusia delapan puluh tahun saat itu, dan walaupun ia

dan Sarah belum punya anak, namun ia mempercayai janji Allah dan Allah memperhitungkan

itu sebagai kebenaran (lihat Rm 4:5). Karena ia mempercayai Allah maka Allah menerimanya

sebagai kebenaran dalam pandangan-Nya. Ketiga, berkat. “Aku akan memberkati engkau.”

Allah telah menerima Abraham sebagai kebenaran atau (meminjam ungkapan PB) telah

“membenarkannya karena iman” (lihat Rm 3:22;Gal 2:16). Itulah berkat yang menjadi dasar

perjanjian anugerah, yang beberapa tahun kemudian dijelaskan Allah kepada Abraham: “Aku

akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun

6
menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu … dan

Aku akan menjadi Allah mereka” (Kej 17:7-8). Dan Ia memberi mereka sunat sebagai tanda

fisik yang kelihatan dari perjanjian anugerah-Nya atau janji setia untuk menjadi Allah mereka.

Inilah pertama kali dalam Kitab Suci kita mendengar formula perjanjian yang sering diulangi

kemudian: “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”6

Penggenapan masa lalu adalah penggenapan historis atau yang bersifat segera dalam

kehidupan bangsa Israel. Penggenapan masa kini adalah penggenapan Injili atau perantara

dalam Kristus dan gereja-Nya. Penggenapan masa depan adalah penggenapan terakhir atau

eskatologis dalam langit dan bumi baru. Janji Allah kepada Abraham memperoleh

penggenapan historis langsung dalam keturunan jasmaninya, yakni umat Israel. Janji Allah

kepada Abraham tentang keturunan yang tidak terhitung banyaknya ditegaskan kepada

anaknya Ishak (Kej 26:4, “seperti bintang di langit”) dan cucunya Yakub (Kej 32:12, “sebagai

pasir di laut”). Perlahan janji itu menjadi kenyataan. Kita bisa menyoroti beberapa tahap

dalam penggenapan janji itu yaitu: Pertama, menyangkut tahun-tahun perbudakan di Mesir,

dan tentang hal ini tertulis, “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya;

mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi

mereka” (Kel 1:7;bandingkan Kis 7:17). Kedua, terjadi beberapa ratus tahun kemudian waktu

Raja Salomo menyebut Israel “suatu umat yang besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira

banyaknya” (1 Raj 3:8). Ketiga, sekitar tiga ratus lima puluh tahun sesudah Salomo; Yeremia

memperingatkan Israel mengenai penghakiman dan pembuangan yang akan datang, dan

menambahkan janji Ilahi tentang pemulihan: “Seperti tentara langit tidak terbilang dan seperti

pasir laut tidak berakar, demikianlah Aku akan membuat banyak keturunan hamba-Ku Daud

dan orang-orang Lewi yang melayani Aku” (Yeremia 33:22). Dan sepanjang sisa ayat

6
John R. W. Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 25-26.

7
Perjanjian Lama selanjutnya, Allah terus memberkati yang taat, sementara yang tidak taat

dihukum-Nya.7

Dalam peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir, apakah ada tema misi atau tidak?

Umumnya, khotbah tentang peristiwa ini menekankan tema keselamatan. Memang tema

keselamatan itu penting, tetapi apabila diselidiki lebih dalam lagi, akan ditemukan tema misi

juga. Kel 7:1-5, khususnya ayat 5 yang berbunyi: "Dan orang Mesir itu akan mengetahui,

bahwa Akulah Tuhan." Jelas bahwa salah satu tujuan bangsa Israel keluar dari Mesir adalah

karena ada misi Tuhan bagi orang Mesir. Oleh sebab Firaun tidak percaya kepada Tuhan,

maka bangsa Mesir dihakimi Tuhan. Di samping itu juga ada orang Mesir yang percaya

kepada Tuhan. Di dalam 9:20-21 tertulis tentang tulah hujan es. Jadi ada juga orang Mesir

yang dijangkau melalui peristiwa bangsa Israel keluar dari Mesir. Setelah meninjau tema misi

dalam peristiwa, timbul pertanyaan, apakah juga ditemukan tema misi dalam hukum Tuhan?

Jarang sekali ada khotbah tentang tema misi dalam hukum Tuhan. Keluaran 19:3-6 adalah

firman Tuhan sebelum Dia menurunkan Sepuluh Perintah di dalam pasal 20. Menurut ayat 6,

bangsa Israel akan menjadi kerajaan imam. Imam adalah orang yang melayani sebagai

perantara. Imam agung Israel melayani sebagai perantara antara Tuhan dan bangsa Israel.

Dikatakan “bangsa Israel akan menjadi kerajaan Imam,” berarti setiap orang Israel akan

menjadi perantara. Perantara antara Tuhan dan siapa? Jawabnya adalah suku bangsa yang

lain. Selain dipanggil untuk bertugas sebagai Imam, mereka juga harus menjadi bangsa yang

kudus. Tetapi karena kehidupan mereka tidak kudus, bangsa Israel jarang melayani sebagai

perantara antara Tuhan dan suku bangsa yang lain. Padahal salah satu tujuan hukum Tuhan

adalah supaya bangsa Israel sebagai utusan Allah melayani suku bangsa yang lain.8

Dalam Yesaya 40:1-2 dikatakan:

7
John R. W. Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 26-27.
8
Misi Menurut Perjanjian Lama Musa; diakses tanggal 8 Februari 2013; tersedia di
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=658&res=jpz

8
Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati
Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa
kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN
dua kali lipat karena segala dosanya.

Umpamanya dalam Yesaya dikatakan bahwa: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang

kepada terang-Mu, dan Raja-raja kepada cahaya yang terbit bagi-Mu. Angkatlah mata-Mu dan

lihatlah ke sekeliling, mereka semua berhimpuan kepadaMu …” (Yesaya 60:3) “Bangsa-

bangsa akan melihat kebenaranMu, dan semua raja akan melihat kemuliaan-Mu, dan orang

akan menyebut dengan nama baru yang akan ditentukan oleh Tuhan sendiri” (Yesaya 62:2).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diambil pelajaran dan pemahaman penting bahwa:9

a. Orang yang diutus untuk mengabarkan kebenaran Firman Tuhan dalam perjanjian Lama

adalah menyangkut tugas esensial bagi Israel sebagai umat Perjanjian.

b. Israel dipilih oleh Allah, atas dasar kemurahan dan kasih karunia Allah, dalam rangka

rencana keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa.

c. Umat Israel dalam Perjanjian Lama dipanggil keluar dalam memenuhi utusan Allah ke

bangsa-bangsa lain (non Kristen), dalam era zaman baru Israel berfungsi sebagai saksi

dan hamba Tuhan.

d. Allah mengutus Israel di dalam Perjanjian Lama secara propetis menjadiberkat dan

kesukaan besar bagi bangsa-bangsa lain. Agar mereka secara berduyun-duyun datang

kepada Tuhan untuk menyembah dan memuji-muji Tuhan di dunia yang baru, dimana

Yerusalem secara simbolis menjadi pusatnya.

e. Pengutusan Israel dalam Perjanjian Lama merupakan landasan dasar dan gambaran

perspektif misioner di dalam perjanjian baru yang luas sampai ke ujung bumi dan

kedatangan kerajaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus (Yesaya 60:3; 62:2).

9
Alpian Palar, Dasar Teologi Misi; Diakses 12 Februari 2013; tersedia di
http://alfianpalarministries.wordpress.com/2009/10/02/misiologi-menurut-perspektif-biblical-part-ii/

9
Di balik penghakiman yang akan datang itu akan ada pemulihan, yang diungkapkan

dalam kata-kata yang sekali lagi menggemakan janji kepada Abraham: “Tetapi kelak, jumlah

orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat dihitung” (Hos

1:10). Kemudian pengadilan yang tersirat dalam nama anak-anak Hosea akan dibalik. Akan

ada pengumpulan dan bukan penceraiberaian (nama “Yisreel” dapat berarti pengumpulan atau

penceraiberaian), “tidak disayangi” akan disayangi, dan “bukan umat-Ku” akan jadi “anak-

anak Allah yang hidup” (1:10-12). Yang sangat menarik adalah bahwa Rasul Paulus dan

Petrus sama-sama mengutip ayat dari Hosea ini. Mereka melihat bahwa penggenapan janji itu

bukan hanya dalam pelipatgandaan jumlah orang Israel tapi juga dalam penyertaan orang-

orang bukan Yahudi ke dalam persekutuan Yesus: “kamu, yang dahulu bukan umat Allah,

tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi sekarang telah

beroleh belas kasihan” (1 Ptr 2:10; bandingkan Rm 9:25-26).10

Umumnya bangsa Israel gagal menjalankan panggilannya untuk menjadi berkat bagi

suku bangsa. Meskipun mereka tidak memerhatikan suku bangsa yang lain, bangsa Israel

tetap bersikap bahwa Tuhan bertanggung jawab untuk memberkati mereka. Sikap bangsa

Israel digambarkan di dalam Kitab Yunus. Nabi Yunus, seperti bangsa Israel umumnya,

dipanggil menjadi berkat bagi suku-suku yang lain. Demikian firman TUHAN kepada Yunus

di dalam Yun 1:2. Apakah tanggapan Yunus? Yunus menolak melakukan kehendak Tuhan

dan melarikan diri dari hadirat Tuhan. Alasannya seperti yang tertulis dalam Yunus 4:2,3

Ya, TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya,

maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu bahwa Engkaulah Allah yang

pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal

karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya. Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah

kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati daripada hidup. Yunus melarikan diri karena dia
10
John R. W. Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 28.

10
tidak mau Tuhan menyelamatkan orang-orang Niniwe. Menurut Yunus, umat Tuhan berhak

menimbun berkat-berkat Tuhan dengan tidak membagikannya kepada orang lain. Tuhan

memberkati umat-Nya supaya mereka dapat menikmati berkat itu, tidak supaya berkat itu

dapat dibagikan kepada orang lain. Keyakinan demikian sangat keliru. Tuhan berusaha untuk

membetulkan keyakinan Yunus melalui sebatang pohon jarak. Tuhan memberkati Yunus

dengan pohon teduh, lalu Ia mengambil berkat itu. Bagaimana tanggapan Yunus? Jawabnya:

“Selayaknyalah aku marah sampai mati”(4:9). Tuhan menjawab:Engkau sayang kepada

pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau

tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana

tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari

seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dan

tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak? (Yun 4:10-11). Maksud firman Tuhan ini adalah,

sangat keliru sifat Yunus dan bangsa Israel, bahwa mereka berhak menikmati berkat Allah

dengan tidak bertanggung jawab bagi suku-suku yang lain. Mereka dihimbau untuk

mementingkan apa yang Tuhan pentingkan. Dan misi menjangkau suku-suku lain adalah hal

yang Tuhan pentingkan. Inti pelajaran ini adalah Tuhan memilih salah satu suku, yaitu Israel,

dan Dia memberkati mereka supaya mereka menjadi berkat bagi suku-suku yang lain. Pokok

ini diulang kembali dalam panggilan Abraham, panggilan Ishak, dan panggilan Yakub, dalam

Bangsa Israel keluar dari Mesir dan hukum Tuhan, dalam Mazmur dan juga dalam narasi

tentang gua singa dan cerita-cerita lainnya. Tema misi ini terjalin di dalam keseluruhan

Perjanjian Lama. Tema itu berulang-ulang disampaikan supaya kita menyadari dan

mementingkan rencana Tuhan untuk segala suku bangsa di dunia ini.11

Merupakan sebuah keajaiban bahwa Kitab Yunus, dengan peringatan kerasnya melawan

etnosentrisme, masuk kanon Kitab Suci. Kitab ini secara cepat dan jujur mengungkapkan
11
Misi Menurut Perjanjian Lama Yunus; diakses 8 Februari 2013; tersedia di
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=662&res=jpz

11
usaha memenuhi untuk menyabot rencana Allah terhadap dunia ini supaya para pembacanya

Israel, gereja Perjanjian Baru dan kita dapat mendengar apa yang hendak disampaikan oleh

Roh Kudus melalui kitab kecil ini. Berikut ini tinjauan singkat atas delapan adegan dalam

Kitab Yunus:12

Adegan pertama, mulai dari Yunus yang menerima perintah untuk pergi ke Niniwe.

Sementara Perjanjian Lama biasanya berseru kepada bangsa-bangsa lain untuk datang ke

Zion, Gunung Allah, Yunus seperti para murid Perjanjian Baru (bandingkan Matius 28:18-

20), diperintahkan untuk pergi! Terjemahkan Septaguinta (LXX) KItab Yunus menggunakan

kata porettomai dalam Yunus 1:2-3 dan 3:2-3, kata kerja yang persis sama dengan yang

digunakan Yesus dalam Amanat Agung dalam Matius 28. Allah meninginkan hamba-Nya

memperingatkan Niniwe tentang penghakiman yang akan datang dan memanggilnya untuk

bertobat. Allah mau menyelamatkan Niniwe! Tetapi Yunus menolak dan melarikan diri dari

Allah.

Adegan kedua, Allah menanggapi pelarian Yunus itu dengan mengirim badai besar

(1:14-16). Angin itu menuruti perintah Yahweh tapi Yunus pembangkang itu tidur di ruang

kapal paling bawah, tidak menyadari bahwa badai itu ditujukan kepadanya. Sering gereja juga

tertidur ketika badai penghakiman Allah menyapu dunia, dan meyakinkan dirinya bahwa

badai itu tidak berkaitan sama sekali dengan dia. Sementara awak kapal dengan sia-sia

mencari sebab-musabab badai itu, Yunus mengaku bahwa ia menyembah dan takut akan

Allah yang menjadikan baik lautan maupun daratan, Allah yang Esa di atas semua bangsa.

Allah ini, demikian ia mengklaim, sedang menuntutnya dan satu-satunya jalan untuk

meredakan badai itu adalah dengan mencampakkannya ke dalam laut. Dalam adegan ini,

awak kapal mewakili orang bukan Yahudi, orang yang sama sekali dipedulikan Yunus,

namun mereka sendiri peduli untuk menyelamatkan nyawa Yunus. Setelah Yunus
12
Johannes Verkuyl, “Dasar Alkitabiah untuk Penginjilan Seantero Dunia” dalam Misi Menurut
Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 60-64.

12
memerintahkannya dua kali, mereka mencampakkannya ke laut dan badai itu reda. Hampir

tidak memercayai penglihatan mereka, para pelaut itu bersorak memuji Allah Yunus.

Ketaatan mereka melampaui ketaatan Yunus sang penyabot: mereka lebih terbuka kepada

Allah ketimbang nabi itu sendiri.

Adegan ketiga (1:17) menggambarkan seekor ikan besar yang atas perintah Allah

membuka mulutnya dan menelan Yunus serta memuntahkannya ke darat pada waktu yang

tepat. Yunus benar-benartidak dapat melepaskan diri dari mandat misioner Allah. Allah yang

membangkitkan badai dan memerintahkan awak kapal melaksanakan maksud-nya sekarang

memandu seekor ikan besar sebagai bagian dari rencana-Nya untuk menyelamatkan Niniwe.

Adegan keempat (2:1-10) Yunus memohon dengan sangat kepada Allah untuk

menyelamatkannya dari perut ikan itu. Yunus yang tidak memunyai belas kasihan pada

oprang bukan Yahudi dan yang menolak mengakui bahwa janji Allah juga mencakup mereka,

sekarang memohon belas kasihan Ilahi dengan mengutip sejumlah mazmur mengharap-

harapkan janji-janji yang diklaim oleh para penyembah di Bait Allah. Allah berfirman kepada

ikan besar itu dan Yunus mendarat di pantai dalam keadaan aman dan sehat. Melalui

penyelamatan ini, tanpa disadari Yunus menjadi saksi kasih karunia penyelamatan Allah.

Adegan kelima (3:1-4) Allah mengulangi perintah-Nya kepada orang yang hidupnya

justru menegaskan kebenaran dari apa yang diakuinya dalam perut ikan: “Keselamatan adalah

dari Tuhan” (2:9). Septuaginta menggunakan kerygma dalam 3:1-2. Kata ini merangkum misi

Yunus: ia harus menyatakan bahwa Niniwe, betapa pun kota itu tak bertuhan, masih tetap

dipedulikan Allah, dan kecuali kalau ia tidak bertobat, maka ia akan dihancurkan. Pesan-Nya

menjadi ancaman dan janji, penghakiman dan Injil. Adegan keenam (3:5-10) Niniwe

menanggapi seruan Yunus untuk bertobat. Raja angkuh dan lalim itu turun dari singgasananya

menanggalkan jubahnya, lalu mengenakan kain perkabungan serta duduk di atas abu, dan

memerintahkan semua orang dan ternak melakukan seperti yang dilakukannya. Apa yang

13
terus menerus ditolak Israel untuk dilakukan justru dilakukan oleh orang bukan Yahudi yang

kafir: Raja Niniwe yang kejam itu muncul sebagai kebalikan dari raja-raja Yehuda yang

membangkang. Tirai tertutup pada adegan ini dengan kata-kata menanjubkan: “Allah melihat

perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat,

maka menyesallah Allah karena malapetaka yang dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia

pun tidak jadi melakukannya.”

Adegan ketujuh (4:1-4) menceritakan kenyataan bahwa rintangan terbesar untuk diatasi

dalam menunaikan mandat misioner bukanlah para pelaut, bukan ikan, bukan raja, dan

penduduk Niniwe, melainkan Yunus sendiri gereja yang keras kepala dan picik. Yunus sangat

marah karena Allah telah memperluas kasih karunia-Nya melampaui batas-batas Israel kepada

orang bukan Yahudi. Ia menginginkan tindakan Allah sesuai dengan polanya sendiri: Tuhan

yang kejam, dingin, keras dan dengan keinginan yangv teguh melawan orang kafir. Yunus

tidak bisa menerima orang bukan Yahudi sebagai bagian sejarah keselamatan. Adegan

kedelapan dan terakhir (4:5-11) kita melihat bahwa Allah masih berusaha untuk memberikan

pelajaran kepada misionaris-Nya yang bebal itu. Ia tidak dapat menangkap arti badai, para

pelaut, ikan besar dan pertobatan Niniwe karena ia tidak mau mengerti. Allah menyelamatkan

dan menolong dan menjadi Allah Niniwe juga. Dan sekalipun Ia tidak pernah memaksa

seorang pun dari kita, Ia meminta kita dengan lembut untuk memberikan seluruh hati dan jiwa

untuk pekerjaan misi. Allah masih tetap menaruh perhatian kepada Yunus unuk

mentransformasikan Yunus menjadi bentara Kabar Baik yang memberikan kemerdekaan.

Kenyataan di dalam Kitab Yunus bahwa misi Allah harus mengjangkau bangsa-bangsa lain di

luar bangsa Yahudi. Allah memakai Yunus akhirnya berdoa dalam Yunus 4:2, “Ya TUHAN,

bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku

dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan

penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena

14
malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.” Allah memproklamasikan diri-Nya sebagai Allah

yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia yang menyesal

(nacham berarti sebenaranya berbelas kasihan kepada ciptaan-Nya).

Misiologi Berdasarkan Perjanjian Baru

Misi dalam Perjanjian Baru tidak bisa dilepaskan dari topik tentang kerajaan Allah.

Yohanes Pembaptis memberitakan “kerajaan Allah sudah dekat” (Markus 1:15), begitu juga

para murid (Luk 10:9, 11). Yesus memberitakan “kerajaan Allah ada di tengah-tengah kamu”

(Luk 17:21). Kerajaan ini bukanlah masalah geografis (daerah) maupun politis (bdg. Kis 1:6).

Kerajaan Allah menyangkut realitas dan orang-orang. Selain itu, kerajaan Allah tidak hanya

terbatas pada bangsa Israel, tetapi seluruh bumi (Kis 1:6-8). Yesus memang pernah melarang

murid-murid memberitakan Injil di daerah non Israel (Mat 10:5-6), tetapi hal ini merupakan

bagian dari strategi misi. Dalam Matius 28:20 Yesus memberikan perintah agar mereka

menjangkau semua bangsa. Pelayanan Yesus di dunia juga memerhatikan orang-orang non

Yahudi, misalnya perwira Romawi (Mat 8:5-13), perempuan Kanaan (Mat 15:21-28),

perempuan Samaria (Yoh 4), orang-orang Yunani di Yerusalem (Yoh 12:20-32). Ketika

Yesus hendak naik ke surga, Ia memberikan perintah yang terfokus pada penyelesaian misi

Allah. Sebagai Bapa mengutus Yesus, sekarang Yesus mengutus para murid (Yoh 20:21). Ia

memerintahkan para murid untuk pergi menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat 28:19 21).

Ia menjanjikan Roh Kudus bagi orang percaya agar mereka mampu menjadi saksi (Kis 1:8).

Sejarah perkembangan gereja di Kisah Rasul juga merupakan sejarah perkembangan misi.

Intinya, misi Yesus tetap dilakukan oleh murid-murid-Nya.13

Jelas tak ada keraguan bahwa Alkitab menampilkan Allah, mengutus banyak orang

“menjalani misi dari Allah”, dan gerakan misioner di Kitab Kisah Para Rasul diawali oleh

13
Yakub Tri Handoko, Bagian 2: Misi dalam Alkitab; diakses tanggal 12 Februari 2013;
tersedia di http://ebookbrowse.com/gdoc.php?id=172478927&url=709e9b1dcc5fbac10b9935a6e5457eeb
15
sebuah jemaat yang merespons dorongan ilahiah dengan mengutus Paulus dan Barnabas ke

dalam perjalanan misi pertama mereka. Bahasa “pengutusan” digunakan dalam kisah-kisah

berikut. Yusuf diutus (awalnya tanpa disadari) untuk menempati posisi yang bisa

menyelamatkan nyawa di tengah sebuah bencana kelaparan (Kejadian 45:7). Musa diutus

(awalnya tanpa disadari) untuk membebaskan sebuah bangsa dari penindasan dan eksploitasi

(Keluaran 3:10). Yesus memproklamasikan kata-kata Yesaya bahwa diri-Nya diutus untuk

memberitakan kabar baik, memproklamasikan kemerdekaan, memberikan penglihatan kepada

orang buta, dan menawarkan kelepasan bagi mereka yang tertindas (Lukas 4:16-19;bdg.

Yesaya 61:1).14

Dalam Perjanjian Baru, para murid diutus untuk memberitakan dan mendemonstrasikan

kuasa pemerintahan Allah yang membebaskan dan menyembuhkan (Matius 10:5-8). Sebagai

rasul, mereka diutus untuk memuridkan, membaptis, dan mengajar (Matius 28:18-20). Yesus

mengutus merka ke dunia dalam cara yang sama seperti Bapa telah mengutus-Nya, dan ini

memunculkan berbagai pertanyaan dan tantangan yang menarik (Yohanes 17:18; 20:21).

Paulus dan Barnabas diutus untuk membawa bantuan bencana kelaparan (Kisah Para Rasul

11:27-30). Kemudian mereka diutus untuk melakukan penginjilan dan perintisan jemaat

(Kisah Para Rasul 13:1-3).15

Kitab Kisah Para Rasul menceritakan bahwa para rasul pergi untuk memenuhi misi ini

Dalam Kis 8:12, dikatakan bahwa Filipus pergi ke Samaria memberitakan Injil. Misinya itu

digambarkan dalam kata-kata berikut: “… memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah.”

Perjanjian Baru bahasa Yunani memunyai akar kata yang sama untuk kata benda “Injil” dan

kata kerja “menginjil” atau “memberitakan Injil.” Matius 24:14 berbicara tentang “Injil

Kerajaan”, dan Kis 8:12 tentang “memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah.” Injil Kerajaan

14
Christopher J. H. Wright, Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi Gereja (Jakarta,
Literatur Perkantas, 2011), 26.
15
Christopher J. H. Wright, Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi Gereja (Jakarta,
Literatur Perkantas, 2011), 26-27.

16
ini harus diberitakan di seluruh dunia. Filipus pergi ke Samaria, menginjili tentang Kerajaan

Allah, yakni memberitakan Injil Kerajaan. Terdapat ungkapan yang sama dalam Kisah Para

Rasul 8:12 dan Matius 24:14, kecuali bahwa ada kata kerja dan bukan kata benda dengan kata

depan “tentang” diselipkan ke dalam frase tersebut dalam Kisah Para Rasul.16

Secara khusus penulis juga membahas dalam Perjanjian Baru tentang amanat agung.

Konsep yang benar terhadap Amanat Agung (Matius 28:19-20). Mayoritas orang memahami

inti amanat agung terletak pada penginjilan (bandingkan kata “pergilah” yang diletakkan di

awal kalimat) dan langkah selanjutnya adalah pemuridan, baptisan dan pengajaran.

Bagaimanapun, menurut struktur kalimat Yunani di ayat 19-20, inti Amanat Agung justru

terletak pada pemuridan.17 Hal ini didasarkan pada mood imperatif untuk kata kerja

“jadikanlah murid” (lihat: “muridkanlah”) yang diikuti oleh tiga participle (anak kalimat),

yaitu “pergi”, “baptiskanlah” dan “ajarkanlah”. Penggunaan kata “muridkanlah” di sini

menempatkan penginjilan dalam konteks mempelajari hukum (ajaran) Yesus.18 Yesus juga

memerintahkan para pengikut-Nya: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Pengarang

mengubah kata benda mathetes menjadi kata kerja. Bentuk kata kerja dari kata ini muncul

empat kali dalam Perjanjian Baru (dalam Matius 13:52;27:57;Kisah Para Rasul 14:21 dan

Matius 28:20). Menjadi seorang murid Yesus berarti ikut terlibat dalam kematian dan

kebangkitan-Nya dan ikut barisan-Nya sampai ke penyingkapan akhir Kerajaan mesianis-

Nya.19

“Maksud Allah” adalah hal-hal yang hendak dilakukan Allah di dunia ini. Orang yang

berkomitmen yang realitas Allah mencari pemahaman tentang keterlibatan-Nya agar mereka

16
George Eldon Ladd, “Injil Kerajaan” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2007), 91.
17
D. A. Carson, “Matthew” dalam Expositor’s Bible Commentary on the New Testament (Frank E.
Gaebelein. Zondervan Reference Software).
18
Robert H. Gundry, Matthew: A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under Persecution
(Grand Rapids:Eedrmans Publishing Company, 1994), 596.
19
Johannes Verkuyl, “Dasar Alkitabiah untuk Mandat Penginjilan Seantero Dunia” dalam Misi Menurut
Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 75.

17
dapat sepenuhnya terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan-Nya.20 Allah punya sebuah

maksud dan sasaran bagi seluruh ciptaan-Nya. Paulus menyebut ini “seluruh maksud Allah”

(Kisah Para Rasul 20:27;bdg. Efesus 1:9-10). Dan sebagai bagian dari misi ilahiah itu, Allah

telah menjadikan sebuah umat yang berpartisipasi bersama Allah di dalam penggenapan misi

tersebut. Semua misi kita mengalir dari misi Allah yang ada sebelumnya.21 John R.W. Stott

berkata, “Misi muncul dari hati Allah itu sendiri, dan dikomunikasikan dari hati-Nya kepada

hati kita. Misi adalah pengjangkauan global sebuah umat yang bersifat global milik Allah

yang global pula.”22

Hubungan Misi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Di dalam Kejadian 3:15, tersirat janji Allah mengenai rencana Allah bagi penebusan

dunia ini. Ini merupakan misi Allah bagi umat manusia dalam mematahkan perlawanan si

iblis di antara keturunan wanita (Tuhan Yesus Kristus), terhadap keturunan ular (iblis dan

seterusnya) dan janji bahwa akan lahir Juruselamat melalui seorang wanita (bdg. Yesaya 7:14)

serta kemenangan atas maut demi keselamatan umat manusia (bdg. Yesaya 53:5; Matius 1:20-

23; Yohanes 12:31; Kisah Para Rasul 26:18; Roma 5:18-19; 16:20; I Yoh. 3:8; Wahyu 20:10).

John R. W. Stott mengemukakan empat alasan mengapa Alkitab tidak terpisahkan dari

penginjilan dunia. Penjelasan itu sebagai berikut.23

Pertama, Alkitab memberi kita mandat untuk penginjilan dunia. Hanya ada satu Allah

yang hidup dan sejati, Pencipta alam semesta, Tuhan bangsa-bangsa dan Allah dari jiwa

semua manusia. Sekitar 4.000 tahun lalu Ia memanggil Abraham dan membuat perjanjian

dengannya, dengan menjanjikan bukan hanya akan memberkatinya tetapi juga, melalui

20
J. Andrew Kirk, APA ITU MISI? Suatu Penelurusan Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 23.
21
Wright, Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi Gereja, 26-27.
22
John R. W. Stott, The Contemporary Christian: An Urgent Plea for Double Listening (Leicester:IVP,
1992), 335. Dikutip oleh Christopher J. H. Wright, Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi
Gereja (Jakarta, Literatur Perkantas, 2011), 27.
23
John R. W. Stott, “Alkitab Dalam Penginjilan Dunia” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 9-17.

18
keturunannya, memberkati semua kaum di muka bumi (Kej 12:1-4). Teks inilah salah satru

batu fondasi misi Kristen. Karena keturunan Abraham (yang melaluinya semua bangsa

diberkati) adalah Kristus dan umat Kristus. Jika dengan aman kita jadi milik Kristus, maka

kita adalah anak-anak rohani Abraham dan memikul tanggung jawab untuk semua umat

manusia. Para nabi Perjanjian Lama juga telah mengatakan bagaimanana Allah akan

menjadikan Sang Kristus ahli waris dan terang untuk bangsa-bangsa (Mazmur 2:8; Yesaya

42:6; 49:6). Ketika Yesus datang, Ia mengesahkan janji-janji ini. Betul, selama pelayanan-

Nya di bumi Ia terbatas “kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 10:6;

15:24), tapi Ia bernubuat bahwa banyak orang “akan datang dari Timur dan Barat dan dari

Utara dan Selatan,” dan akan “duduk makan bersama-sama Abraham, Ishak, dan Yakub di

dalam Kerajaan Surga” (Matius 8:11; Lukas 13:29). Selanjutnya, setelah kebangkitan-Nya

dan dalam mengantisipasi kenaikan-Nya Ia menyatakan klaim maha hebat bahwa “segala

kuasa di surga dan di bumi” telah diberikan kepada-Nya (Matius 28:18). Dalam konsekuensi

otoritas universal-Nya itulah Ia memerintahkan para pengikut-Nya untuk menjadikan semua

suku bangsa murid-Nya, membaptis mereka ke dalam umat baru-Nya, dan mengajarkan

kepada mereka semua apa yang telah diajarkan-Nya (Matius 28:19).

Kedua, Alkitab memberi kita berita untuk penginjilan dunia. Kovenan Lausane

mendefenisikan penginjilan meurut beritanya. Pasal empat dimulai dengan: “menginjili

berarti menyebarkan kabar baik bahwa Yesus Kristus telah mati untuk dosa kita dan

dibangkitkan dari antara orang mati sesuai dengan Kitab Suci, dan bahwa sebagai Tuhan yang

memerintah. Ia sekarang menawarkan pengampunan dosa dan karunia Roh Kudus yang

membebaskan kepada semua yang bertobat dan percaya.”

Ketiga, Alkitab memberi kita model untuk penginjilan dunia. Melalui Alkitab, Allah

sendiri sesungguhnya menginjili, yaitu mengkomunikasikan kabar baik kepada dunia. Kita

teringat pernyataan Paulus tentang Kejadian 12:3 bahwa “Kitab Suci … telah terlebih dahulu

19
memberitakan Injil kepada Abraham” (Galatia 3:8). Singkatnya, ketika Allah berkata kepada

kita dalam Kitab Suci, Ia menggunakan bahasa manusia, dan ketika berkata kepada kita dalam

Kristus, Ia mengambil rupa manusia. Untuk menyatakan dirinya, Ia mengosongkan dan juga

merendahkan diri-Nya (Filipi 2:7-8). Inilah model penginjilan yang diberikan oleh Alkitab.

Dalam semua penginjilan yang autentik, terdapat pengosongan diri dan perendahan diri; tanpa

itu kita menyangkal Injil dan menggambarkan Kristus yang kita beritakan secara keliru.

Keempat, Alkitab memberi kita kuasa untuk penginjilan dunia. Pertobatan dan

pembaharuan orang Kristen tetap merupakan keajaiban kasih karunia Allah. Itu adalah puncak

pertarungan kekuasaan antara Kristus dan iblis, atau (dalam perumpamaan apokoliptik yang

gambling) antara Anak Domba dan Naga. Perampasan istana orang kuat hanya mungki

karena dia telah diikat oleh Ia yang masih lebih kuat, dan Ia yang melalui kematian dan

kebangkitan-Nya melucuti dan membuang kerajaan-kerajaan dan kekuasaan-kekuasaan iblis

(Matius 12:27-29; Lukas 11:20-22; Kolose 2:15).

Pandangan Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menegaskan tentang

misi. Ada tiga perikop dasar yang memperlihatkan bahwa Allah justru melakukan hal itu,

yakni Kej 12:1-3;Kel 19:5-6; Mzm 67. Ketiga perikop ini begitu penting bagi pemahaman

kita mengenai mandat missioner yang dirancang Allah untuk seluruh bangsa Israel sehingga

tidak mungkin memahami PL dengan tepat tanpa melihat ketiga perikop ini dalam konteka

misi. Dalam rencana dan maksud Allah, Israel selalu bertanggung jawab untuk

menyampaikan kabar tentang kasih karunia Allah kepada bangsa-bangsa lain. Israel

dimaksudkan sebagai bangsa yang menyampaikan Firman. Secara singkat, pesan perikop ini

adalah panggilan Allah kepada kita untuk: 1) Menyatakan rencana-Nya untuk memberkati

bangsa-bangsa (Kejadian 12:3); 2) berpartisipasi dalam keImaman-Nya sebagai perantara

20
berkat itu (Keluaran 19:4-60); dan 3) membuktikan Maksud-Nya untuk memberkati semua

bangsa (Mazmur 67).24

Kita harus merespon seperti yang dilakukan Abraham terhadap janji dan perintah Allah.

Bagi Abraham, hal itu berarti meninggalkan dan berangkat, percaya dan menaati. Misi Allah

menuntut meninggalkan dan berangkat, dan hal itu masih berlaku sekarang. Ada suatu debat

kuno di kalangan para teolog biblika tentang apa perjanjian dengan Abraham itu tidak

bersyarat atau bersyarat. Namun sebenarnya, itu terlalu menyederhanakan, karena dalam

berbagai hal, yang terjadi adalah keduanya. Di satu sisi, perjanjian itu tidak bersyarat dalam

arti tidak bergantung pada apa pun kondisi sebelumnya yang telah dipenuhi oleh Abraham.

Allah hanya memberitahukan pilihan-Nya akan Abraham dan maksud-Nya yang

mengagumkan untuk memberkati bangsa-bangsa melaluinya. Abraham tidak melakukan apa

pun untuk layak menerima atau memicu tindakan dari pihak Allah itu. Namun di sisi lain,

perkataan pertama Allah menyiratkan suatu syarat. Segala sesuatu bergantung pada perintah

awalnya (Kejadian 12:1-4). Semua yang Allah janjikan berikutnya tergantung pada hal itu.

Tidak pergi meninggalkan, tidak ada berkat. Jika Abraham tidak bangkit dan pergi ke Kanaan,

jika ia tidak cukup memercayai Allah untuk menaatinya, kisahnya akan berakhir disana.25

Penulis menegaskan bahwa misi Allah dalam Perjanjian Lama membutuhkan syarat ketaatan

untuk mendapat berkat artinya dibahasakan seperti: “Apa yang dapat diterima Abraham

apabila menaati perintah Allah”? dan Perjanjian Baru memiliki paradigma yang bergeser

sesuai dengan keselamatan dalam Yesus Kristus, kita hanya dapat berkata, “Aku ini milikmu

jadilah kehendak-Mu dan jadikan aku murid dan saksi-Mu”? Karena kita telah menjadi hamba

yang ditebus dan harganya lunas dibayar. Yesus telah menyelesaikan semuanya dengan mati

di atas kayu salib dengan taat sampai mati mengikuti kehendak Bapa. Hamba dalam

24
Walter C. Kaiser,Jr, “Panggilan Misioner Israel” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 38.
25
Christopher J. H. Wright, Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi Gereja (Jakarta,
Literatur Perkantas, 2011), 96.

21
Perjanjian Lama sama artinya dengan budak. Bedanya budak yang telah dimerdekakan di

dalam Kristus. Kini kita tidak ada pilihan lagi untuk menjauhi Bapa karena kita milik-Nya dan

keselamatan kekal hanya ada di dalam Yesus Kristus.

KEPUSTAKAAN

Buku-buku

Carson, D. A. Expositor’s Bible Commentary on the New Testament. Frank E. Gaebelein.


Zondervan Reference Software.

22
Gundry, Robert H. Matthew: A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under
Persecution. Grand Rapids:Eedrmans Publishing Company, 1994.

Kirk, J. Andrew. APA ITU MISI? Suatu Penelurusan Teologis. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012.

Stott, John R. W. et al. Misi Menurut Perspektif Alkitab. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2007.

Stott, John R. W. The Contemporary Christian: An Urgent Plea for Double Listening.
Leicester:IVP, 1992.

Wright, Christopher J. H. Misi Umat Allah:Sebuah Teologi Biblika Tentang Misi Gereja.
Jakarta, Literatur Perkantas, 2011.

Internet

Alpian Palar, Dasar Teologi Misi; Diakses 12 Februari 2013; tersedia di


http://alfianpalarministries.wordpress.com/2009/10/02/misiologi-menurut-perspektif-
biblical-part-ii/

Misi Menurut Perjanjian Lama Abraham; diakses tanggal 8 Februari 2013; tersedia di
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=657&res=jpz

Misi Menurut Perjanjian Lama Yunus; diakses 8 Februari 2013; tersedia di


http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=662&res=jpz

Yakub Tri Handoko, Bagian 2: Misi dalam Alkitab; diakses tanggal 12 Februari 2013;
tersedia di
http://ebookbrowse.com/gdoc.php?id=172478927&url=709e9b1dcc5fbac10b9935a6e54
57eeb

23

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai