Dosen Pengampu
EMELIANA, M.Pd
Januari 2021
SILABUS
MATA KULIAH PAK REMAJA
STT KADESI YOGYAKARTA
IDENTITAS
Program Studi : S1
Nama Mata Kuliah : PAK Remaja
Kode : MPB-P-20-45
Bobot : 2 sks
Semester /TA : II / 2020-2021
Alokasi waktu : 16 x pertemuan
Dosen pengampu : Emeliana, M.Pd
2. Pengetahuan
Setelah mendapat mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Agama
Kristen mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan di
bidang PAK
3. Keterampilan Umum
Setelah belajar mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan
mengajar dan keterampilan dalam bidang pelayanan yang
tinggi sesuai dengan ilmu yang di dapatkan dari mata kuliah
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kriten.
4. Keterampilan Khusus
Setelah belajar mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan
mengajar dan keterampilan dalam bidang pelayanan yang
tinggi sesuai dengan ilmu yang di dapatkan dari mata kuliah
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kriten.
BAB I
Pengertian Pendidikan Agama Kristen
Untuk memahami materi lebih dalam yang harus dipahami terlebih
dahulu adalah artinya dari materi tersebut. Ada beberapa definisi istilah
pendidikan dan Pendidikan Agama Kristen menurut beberapa tokoh yaitu;
A. Pengertian Pendidikakan
1
E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), Hal. 12
pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus
dalam setiap aspek kehidupan..2
Pengertian PAK menurut para ahli yang dirangkum oleh Paulus Lilik
Kristianto dalam bukunya yang berjudul “Prinsip & Praktek Pendidikan
Agama Kristen:
BAB II
Proses Pelayanan Remaja Dalam Gereja
2
Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK,
Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta : Andi Offset ), Hal. 4
3
Kristanto, Paulus Lilik. Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK,
Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, Yogyakarta : Andi Offset.
Sebelum membahas pentingnya pelayanan gereja bagi remaja. Kita
perlu memberi batasan batasan tentang pengertian “remaja”. Secara umum
usia remaja terbagi menjadi 3 kelompok yaitu; remaja awal “SMP” (usia 12-
15 tahun), remaja madya “SMA” (usia 15-18 tahun), dan remaja akhir “Kuliah”
(usia 18-24 tahun).
Dalam perkuliahan ini pengertian remaja dibatasi dari usia 12-15
tahun.
Menurut Wayner Rice, ada 4 alasan mengapa gereja perlu
memberikan pelayanan kepada remaja?
BAB III
PERKEMBANGAN REMAJA
Ada beberapa ciri yang membedakan remaja dengan kelompok lain.
Yang dibagi dalam Lima bidang perkembangan, yaitu;
BAB IV
Pendidikan Agama Kristen Bagi Remaja
2. Masalah sex
Masalah ini muncul seiring dengan masaknya organ-organ sexual.
Pada masa ini remaja mulai tertarik dengan lawan jenis dan mulai
jatuh cinta. Secara bilogis mereka sudah mampu memproduksi.
Disamping itu, juga muncul dorongan sexual yang cukup kuat, bahkan
dorongan tersebut makin kuat pada masa remaja akhir (19-21 tahun)
Tingkah laku sexual sebagai penyaluran dorongan sexual
tersebut belum dapat dilakukan bila belum memasuki pernikahan.
Norma social, masyarakat dan agama melarang mereka melakukan
coitus di luar pernikahan. Keadaan ini sering menimbulkan konflik
yang mendalam. Bila konflik ini tidak terselesaikan makan akan terjadi
penyimpangan-peyimpangan tingkah laku sexual, seperti homosex,
manturbasi, feticisme dan lain-lain. Namun bila penyelesain konflik
tidak tepat, besar kemungkinan akan terjadi kecelakaan. Dalam hal ini
pihak wanitalah yang sangat dirugikan.
Dengan demikian, untuk mereduksi dorongan sex yang meluap-
luap, beberapa cara dapat dilakukan, antara lain: dengan keaktifan
fisik dan psikis, seperti olahraga, kegiatan kesenian, dan melakukan
hobi lain. Disamping hal tersebut di atas sering juga terjadi remaja
putus cinta. Masalah ini begitu serius sebab sering mengakibatkan
ganguan jiwa berat yaitu gila.
3. Masalah Sosial
Pada masa remaja muncul dua dorongan yang sama kuat, yaitu
dorongan untuk lepas dari orang tua dan dorongan untuk bergabung
dengan teman sebayanya. Bila dorongan pertama tidak diikuti oleh
dorongan kedua, maka anak akan merasa terganggu hubungan
sosialnya. Dan jika dorongan kedua terwujud dan orang tua lepas
tangan, maka remaja akan larut dalam kelompoknyadan kemungkinan
akan mnegabaikan oran tua dan dan keluarganya. Hal ini akan lebih
berbahaya jika terjadi pertentangan atau perbedaan norma antara
norma keluarga dan norma kelompok. Bila hal ini terjadi dirasakan
berat bagi remaja sebab pada dasarnya remaja lebih mementingkan
solidaritas dengan temanya, namun dipihak lain mereka juga masih
tergantung dengan orang tuanya.
Pada masa remaja masalah social pada individu berbeda-beda.
Ada remaja yang pandai bergaul tetapi ada juga remaja yang sulit
untuk bergaul. Pribadi seseorang yang suka bergaul dengan orang lain
dengan mencari teman sebanyak-banyaknya serta ingin selalu hidup
berkelompok disebut hiper social. Begitu juga sebaliknya, jika
seseorang yang tidak suka bergaul atau suka menyendiri dan tidak
perlu banyak teman lebih senang hidup sendiri bukan hidup
berkelompok disebut hupo social.
4. Masalah ekonomi
Masalah ekonomi akan lebih dirasakan oleh remaja yang mulai
pacaran dan remaja sangat aktif. Disatu pihak mereka membutuhkan
uang lebih banyak dalam rangka kegiatannya, sementara orang tua
tidak peduli pada kebutuhan yang meningkat. Bila hal ini terjadi tanpa
diimbangi dengan bertambahnya income maka akan menimbulkan
tingkah laku kriminal antara lain pencurian, penipuan dan pemerasan
dll.
5. Masalah masa depan
Beberapa yang menyangkut masa depan adalah antara lain : sekolah,
pekerjaan dan teman hidup. Bagi remaja, ketiga hal tersebut serba
kabur dan belum menentu. Remaja selalu berfikir ke mana
melanjutkan sekolah setelah lulus SLTP/SLTA?. Sekolah atau bekerja,
jika bekerja, kerja apa dan dimana? Siapa teman hidup saja dan
bisakah saya mendapatkan teman hidup yang cocok? Bila sampai
akhir masa remaja belum mendapatkan gambaran yang jelas maka
akan membebani remaja. Bila hal ini berlangsung lama akan membuat
tekanan batin untuk itu perlu ada penerangan dan pemberian informasi
yang cukup baik tentang sekolah, pekerjaan atau pun pernikahan.
6. Perubahan cara berfikir
Di samping perubahan fisik dan emosi yang menyolok, pada
remaja terjadi juga perubahan cara berfikir, yaitu dari abstrak dan
penuh fantasi, berubah kearah berfikir secara konkrit, rasional dan
kritis. Remaja ingin segala sesuatu ada bukti. Bila merasa tertipu,
mereka akan protes dan minta pertanggungjawaban dari pihak yang
member janji. Cara berfikir kritis yang ekstrem dapat menimbulkan
bahaya-bahaya seperti demontrasi, mogok dan unjuk rasa.
Pada masa remaja terjadi konflik dalam diri individu itu sendiri,
sehingga mereka berusaha untuk mengatasinya. Masa yang penuh problema
atau sering dikatakan masa kritis. Jangan hendaknya gereja mengabaikan
tugasnya terhadap golongan ini, melainkan sebaiknya gereja banyak-banyak
mencurahkan perhatian dan pekerjaan kepada para remaja supaya jangan
sampai mereka membelakangi gereja. Baik kita sadar bahwa kebanyakan
anggota gereja yang telah menjauhkan diri dari hidup jemaat, mulai
merenggangkan pertalianya dengan gereja justru pada umur remaja itu.
Banyak orang Kristen yang namanya masih terdaftar anggota jemaat sudah
lama menjadi suam dan melalaikan kebaktian umum dan pribadi, oleh karena
mereka merasa tidak menerima apa-apa ketika masih berdiri pada ambang
pintu umur dewasa, atau oleh sebab gereja belum mencari jalan dan metode
baru untuk menyampaikan beritanya kepada kaum remaja dengan cara
yang sungguh-sungguh menarik hati mereka dan yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
Sebab itu perlulah kita mempelajari kembali sifat dan keadaan kaum
muda itu, serta mempertimbangkan kembali suasana dan metode PAK
kepada golongan ini yang begitu penting bagi seluruh hidup jemaat Kristen.
Setiap gereja harus berusaha menerapkan Amanat Agung Tuhan Yesus yang berisi
penginjilan, baptisan, dan pengajaran (Matius 28:18-20) melalui program remaja di
gerejanya. Fungsi dan bentuk program pengajaran remaja mencerminkan apa yang
dilakukan gereja lokal. Apa pun program gereja yang direncanakan dan diterapkan
harus diarahkan pada sasaran yang tepat karena gereja merupakan tubuh Kristus.
Tujuannya adalah supaya para remaja memaknai Amanat Agung.
Tugas gereja lokal adalah menggerakkan remaja untuk menginjil atau
membawa jiwa-jiwa kepada Kristus Yesus dan mengajar sesuai perintah dan
pengajaran dalam firman-Nya. Secara tidak langsung, Amanat Agung bagi
gereja lokal adalah melatih dan memperlengkapi remaja supaya dapat
menginjil dan menumbuhkan iman sehingga menjadi dewasa. Bagaimana
mereka dapat pergi untuk memuridkan jika tidak diperlengkapi dengan
berbagai cara untuk melakukannya? Bandingkan dengan Efesus 4:12-13.
Setiap remaja harus diterima dengan baik dalam gereja lokal. Kemudian,
mereka diajar tentang keselamatan, pertumbuhan iman Kristen, dan
pelayanan. Mereka harus diajar kebenaran Alkitab supaya terus berjalan dan
bertumbuh di dalam Kristus. Mereka harus dilatih untuk membagikan iman
dan saling menumbuhkan iman melalui pelayanan dan perbuatan.
Remaja memerlukan cinta dan kasih sayang dari orang tua, cinta dan
kasih perlu diungkapkan dan didemonstrasikan. Bagi beberapa orang tua,
pengungkapan kasih sayang kepada anaknya tidak begitu mudah. Banyak
orang tua menemukan kesulitan untuk mengungkapkan atau menunjukkan
kasihnya secara emosional. Orang tua perlu memahami perasaan anak
remajanya. Kadang-kadang, mereka mengalami luka hati, marah, merasa
kesepian atau sedih. Orang tua juga perlu menyadari dan mengakui
kesalahan di hadapan anak remajanya. Pengakuan itu tidak akan
mengurangi cinta dan hormat anak remajanya, justru pengakuan itu akan
mendorong anak remajanya menjadi lebih dekat dan lebih berani
berkomunikasi dengan orang tuanya.
F. Perkembangan Kepribadian
Psikologi remaja. Isu sentral pada remaja adalah masa
berkembangnya identitas diri (jati diri) yang bakal menjadi dasar bagi masa
dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan problem “siapa saya?” (Who
am I ?). Terkait dengan hal tersebut remaja juga risau mencari idola-idola
dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan. Faktor-faktor
penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi remaja)
adalah :
1) Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi untuk
berperilaku dewasa pula
2) Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan emosi-emosi baru
3) Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali obsesi dan
cita-citanya
4) Kebutuhan interaksi dan persahabatan lebih luas dengan teman sejenis
dan lawan jenis
5) Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi dari masa anak
menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami,
mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri
Bab V
Moral dan Kehidupan Remaja
Dalam dunia modren yang kita jalani, banyak terdapat isu-isu moral
dalam berbagai wajah telah terjadi secara variatif pada hampir semua
kalangan manusia. Berbagai wajah moral yang terjadi menghiasi kehidupan
keduniawian manusia, sudah menjadi masalah sosial yang sulit diatasi
secara tuntas, Berbagai wujud negatif moral agaknya sudah terlalu serus,
bahkan menurus kepada tindakan kriminliltas. kondisi ini telah
memprihatinkan banyak orang, terutama orang tua dan pendidik, karena
justru pelaku dan korban adalah kaum remaja dan anak-anak, dan
mahasiswa, bahkan tidak jarang terjadi bagi anak prasekolah.
1. pendidilan keluarga
2. pendidikan lingkungan sekitar
3. pendidikan sekolah
4. pendidikan gereja
Indikator pendidikan pembentuk kondisi moral tersebut kurang memililki
kemampuan mengelola konflik dan kekacauan, sehingga anak remaja yang
menjadi korban. Keadaan ini bukanlah hanya tanggung jawab pendidik
agama tetapi seluruh pendidik dari berbagai disiplin ilmu. Pendidikan agama
yang melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah umum selama ini belum
maksimal sebagai landasan moral bagi para pemeluknya, antara lain terbukti
dengan adanya berbagai konfilk di beberapa wilayah Indonesia, munculnya
gejolak primor-dialisme dan egosentrik yang destruktif. Jika hanya
dibebankan kepada pendidik agama, Hal ini diyakini tidak menjamin
tumbuhnya moralitas yang dapat diandalkan.
1. kognisi (cogtitio)
2. afeksi (afectio)
3. volisi (uolitio)
4. konasi (conatio)
5. imotivasi (motiuatio)
6. dan pengalaman (praxis).
Istilah moral kadang digunakan sebagai kata yang sama dengan etika.
Moral berasal dari Bahasa latin, yaitu “mos” (adat istiadat, kebiasaan, cara,
tingkah laku dan kelakukan),”mores” (adat istiadat, tabiat, watak, akhlak, cara
hidup)6
5
James Rachel, filsafat Moral (Kanasius: 2014) hal. 17
6
Loren Bagus “ kamus filsafat” ( Jakarta : PT Gramedia, 1996) hal 672
7
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian anak, peran, moral, intelektual, Emosional dan Sosial sebagai
wujud
integritas pembangunan jati diri (Jakarta: Bumi Aksara. 2006) hal 27
8
R.C. Sproul, Etika Sikap Orang Kristen, (Malang: Gandum Mas 1996) hal 7
Moral adalah sikap dan perlakukan manusia yang dipandang sebagai
baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan tidak tepat. Penilaian atau dasar
pandangan ini adalah kaidah-kaidah yang diterima masyarakat menyangkut
apa yang dianggap benar, baik, adil, dan pantas. Kondisi ini bisa terjadi jika
seseorang memiliki:
Jika kita mencoba menelusuri pemahaman moral dari sudut adat istiadat,
dapat dipahami sebagai konsep yang mencerminkan perilaku aktual dari
anggota kelompok sosial yang besar atau kecil. Konsep yang berkembang
dalam adat istiadat merupakan ketentuan tentang apa yang boleh dizinkan
atau dilarang diperbuat atau dilakukan. Konsep ini dipahami sebagai model
dan patokan kelakuan yang dianut masyarakat. Dengan demikian adat
istiadat secara keseluruhan mengandung moralitas dan suatu komunitas
sosial. Adat istiadat berbeda karena kelas dan lapisan sosial menyangkut
tempat dalam sistem social dan tingkat kebudayaannya.
Etika Moral
Normatif Deskriptif
Imperatif Indikatif
Keharusan Yang berlaku sekarang
Mutlak Relatif
9
Heyden, The irgudt y Moral Dacuclowa on Chbens Leel g Monul leanning loamol of Morl Eaclon. 10,
131-134. Hal 35
dan menggerakkan keberanian moral untuk melakukan mana yang baik itu.
Mungkin saja seseorang mengetahui mana yang benar, tetapi kurang memilik
kekuatan moral untuk melakukan. Dengan menguasai prinsip-prinsip alkitab
yang berkaitan dengan kebenaran, kita mula melepaskan diri dari zona yang
bersifat abu-abu yang membingungkan. Moralitas yang juga sering disebut
ethos adalah silkap manusia berkenaan dengan hukum moral yang
didasarkan atas keputusan bebasnva. Ethos terkadang diartikan untuk
menunjukkan karakter tertentu. hal didasarkan pada unggulnya satu nilai
khusus, unggulnya nilai moral dari suatu nilai khusus, atau sikap moral dari
seluruh kelompok social. Sebuah tindakan yang baik secara moral ialah
tindakan bebas manusia yang mengafirmasilkan nilai etika obyektif dan yang
mengafirmasilkan hukum moral. Buruk secara moral ialah suatu pertentangan
dengan nilai etis dan hokum moral. Suatu tindakan bebas dikatakan tidak
peduli /indiferen secara moral. Sumber dari suatu kepatutan dan
ketidakpatutan moral, adalah:
Perasaan moral lebih kepada kesadaran hal-hal yang baik dan tidak baik.
Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain
merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral sangat
mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik. Karena itu perasaan moral
perlu dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan
empati.
Pengakuan manusia tentang yang baik dan yang buruk adalah kesadaran
moral atau moralitas. kalau diterima bahwa manusia dapat memilih, haruslah
ada kesadaran moral, sebab sebelum ia memilih seharus nya ia tahu apa
yang akan dipilihnya. Kapan dan bagaimana kesadaran moral timbul,
terutama menyangkut bidang psilkologi. Karena ini kesadaran, timbul dan
berkembangnya tidak teralu beda dengan kesadaran lain, yaitu pengetahuan
10
Loren Bagus, Op Cit 174
11
Poedjawijatna, Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia), (Jakarta: Bina Aksara, 1987, Hal 31
12
Drijakara, Percikan Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara, 1966) Hal 13
manusia. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu, makin
besar moralitasnya. Moralitas tidak statis, ia berkembang, dan manusia dari
kecil dapat dipengaruhi untuk perkembangan moralitasnya.
Kehidupan moral dapat dibagi dalam dua unsur: standar dan perilaku
moral. Standar moral mencakup keyakinan tentang benar-salah dan baik-
buruk sedangkan perilaku moral mengacu kepada perbuatan konkret dari
kehidupan remaja tentang moral. Kesamaan atau kesesuaian antara standar
dan perilaku moral, saya disebut memiliki 'integritas jika mengaku remaja
Kristen tetapi kalau “suka marah-marah”, “hidup dalam pergaulan bebas”
adalah orang yang tidak memiliki integritas, karena Integritas adalah
kekonsistenan antara apa yang diucapkan dan yang dilalukan, antara apa
yang diyakini dan yang diperbuat. Remaja Kristen harus memiliki integritas
yang dibuktikan dengan kehidupan moral yang baik dan bisa menjadi teladan
bagi orang lain. ( 1Timotius 4: 12)
Bila kita ingin meningkatkan kualitas hubungan antar sesama, tidak
bisa tidak, kita mesti memelihara integritas yang tinggi Standar moral harus
sepadan dengan yang telah Tuhan tetapkan. Firman Tuhan memacu kita
untuk memiliki standar yang tinggi, sebagaimana dapat kita lihat di Filipi. 4:8,
Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mula,
semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajlkan dan patut dipuji, pikirkanlah
semuanya itu".
Cara yang baik untuk menolong anak remaja agar dapat memiliki
watak yang baik sesuai dengan harapan kita, antara lain adalah:
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk.
mengembangkan segi-segi kognitif, apektif, dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral.
1. Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam
diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati, dan kemauan yang
berkualitas, seperti: memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri,
ketekunan. dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan
rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia.
2. Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk
melaksanakan proses belajar-mengajar
3. Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan membangun masyarakat yang
bermoral.13
13
Lewa Karma Merancang Pendidikan Moral & Budi Pekerti. (Bali: IKIFN Singaraja, 2004). p. 2.
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir
seluruh masyarakat di dunia, khususnya diIndonesia, kini sedang
mengalami patologi sosial yang amat kronis. Bahkan sebagian besar
pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban easternisasi
(ketimuran) yang beradab, santun. dan beragama. Akan tetapi hal ini
kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan sosial di
Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang
matang. Di samping itu sistem pendidikan Indonesia lebih berorientasi
pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ
(Intelligence Quotient) yang walaupun juga l di dalamnya terintegrasi
pendidikan EQ (Emotional Quotient). Sedangkan warisan terbaik bangsa
kita adalah tradisi spiritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih
banyak digemar oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu. SQ (Spiritual
Quotient). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan penerapan
moral dan eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target pe-ningkatan IQ
dan EQ siswa.
15
Frankena, WK Moral Meduocation, Phylosophic Vew of. Dalam Lre C. Daighton (Editor in Chien.
The t Enydopedio of Ethocutionat, Volume 6,(The McMilan: Company & The Pres, 1971). pp. 195-198.
Hal 42
2. Membantu mengembangkan kepercayaan dan mengadopsi satu atau
beberapa prinsip umum yang fundamental, ide, atau nilai sebagai satu
pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral, dan menetapkarn
suatu keputusan sikap dan tindakan;
3. Membantu mengernbangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi
norma-norma konkret, nilai-nilal, kebaikan-kebaikan, seperti pada
pembinaan moral tradisional yang mungkin selama ini dipraktekkan;
4. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu
yang secara moral yang baik dan benar;
5. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri, dan
kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat
seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan
aturan-aturan umum yang sedang berlaku.
1. Perlunya karakter yang bailk untuk menjadi bagian yang utuh dalam
diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati, dan kemauan yang
berkualitas, seperti: memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri,
ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan
rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia.
2. Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk
melaksanakan proses belajar-mengajar.
3. Penerapan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan membangun masyarakat yang
bermoral.16
Moral baik terkait dengan moralitas. Moralitas adalah segala hal yang
berurusan dengan sopan santun. Moralitas berasal dari sumber tradisi atau
adat, agama atau sebuah ideologi, atau gambaran dari beberapa sumber.
Dengan demikian kepribadian yang dimiliki seseorang dapat dipengaruhi oleh
cara berpikir moral seseorang. Moral yang baik berasal dari cara berpikir
moral yang tinggi berdasarkan pertimbangan moral yang bersumber dari
perkembangan moral kognitifnya. Moral baik yang dimiliki oleh seseorang
akan menghasilkan kepribadian yang bailk pula. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan moral yang dilakukan pendidik akan membantu peserta didik
dalam pembentukan kepribadian dan moralitasnya.
16
Lewa Karma, Op. Cit., P. 9.
17
Franz Magnis-Suseno, Model Pendekatan Etika. ( Yogyakarta: Kanasius, 1998), p 126.
BAB VI
“POLA HIDUP REMAJA KRISTEN”
A. Pokok Pembahasan
Dalam Alkitab dinyatakan dengan jelas : “Anak-anak pada masa
mudanya seperti anak-anak panah di tangan pahlawan” (Mzm
127:4). Dalam pencarian serta penemuan diri, seorang remaja tidak
terlepas dari situasi masyarakat sekitarnya. Setiap orang lahir dan
dibesarkan dalam suatu komunitas, dan tidak terlepas dari
komunitas tersebut. Baik buruknya sikap atau pola perilaku
seseorang tidak terlepas dari baik buruknya komunitas masyarakat
tempat tinggalnya. Dengan kata lain, masyarakat remaja mencapai
atau tidak mencapai “sasaran” hidup yang tepat. Pada era modern
saat ini yang ditandai dengan kemajuan teknologi, sering kali anak-
anak remaja alam “petualangan”nya, menjadi seseorang yang
kehilangan identitas. Kemampuan yang lemah dan kekurangsiapan
dalam mengikuti dan memanfaatkan perkembangan zaman
mengakibatkan seseorang remaja menjadi “korban teknologi”.
Misalnya : teknologi informatika komputer yang diwarnai dengan
meluasnya sarana “internet” dapat berakibat fatal apabila
disalahgunakan dengan pengaksesan situs porno yang dapat
merusak moral remaja dan menuntunnya ke arah yang lebih amoral
dengan menggemari free-sex (seks bebas).
Akan tetapi faktor kemiskinan keluarga dan ketidakharmoniasan orang
tua dapat dijadikan sebagai salah satu penyebab boborknya moral remaja,
misalnya mengedar dan konsumsi narkoba sebagai alat ‘penyegar” pikiran
dan pelarian, serta sebagai sararana agar diterima dalam peer group (teman
sebaya). Pola hidup remaja seperti demikian adalah pola hidup yang
bertentangan dengan ajaran Tuhan (Alkitab). Secara nyata Alkitab memang
mencatat agar setiap anak menikmati masa mudanya, akan tetapi bukan
berarti mengabaikan perintah Tuhan. Sebab jika masa muda dilalui tanpa
korelasi yang baik dengan Tuhan maka itu adalah sia-sia (bnd Pkh 11:9-10).
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah : “Bagaimana sebaiknya sikap
seorang remaja Kristen dalam menyikapi perkembangan zaman di tengah-
tengah pergaulan hidup?”
Apa yang Alkitab katakana tentang identitas diri kita? Kita harus berkaca
pada kebenaran firman Tuhan sehingga kita mampu mengetahui identitas diri
kita dengan benar. Dengan begitu, kita mampu memuliakan Allah dalam
setiap masa kehidupan kita.
1. Kejadian 1:26 “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan
dilaut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang mereyap di bumi.”
Kita di ciptakan sesuai dengan gambar Allah. Dari situ, kita menyadari
bahwa Allah telah menganugerahkan pikiran, kasih, dan moral kepada
kita. Keberadaan kita di tengah-tengah orang yang berada di sekitar kita
seharusnya dapat membuat mereka untuk turut merasakan kehadiran,
kasih, dan sukacita Allah, karena kita membawa dan memiliki karakter
Allah yang kita pancarkan setiap hari. Di samping itu, kita juga harus
membenci dosa karena Allah itu kudus dan juga membenci dosa.
2. Kejadian 2:18, 23. “Tuhan Allah berfirman: “ Tidak baik, kalau manusia
itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginy, yang
sepadan dengan dia.” 23 “ lalu berkatalah manusia itu: “inilah dia, tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki.”
Kesimpulan
[2]Ibid.
118995), 30-32; bnd. Charles M. Shelton, SJ., Spiritualitas Kaum Muda (Yogyakarta:
Kanisius, 1995), 57-59.
[9]
[9] op. cit. Robert L. Browning, 184.
Hardi Budiyanan Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI Offset,
2011) 151-158
(10). Prof. Dr. Daniel Nuhamara, M.Th, PAK Remaja, Jurnal Info
Media, 2008
(11). Dame Taruli Simamora dan Rida Gultom, PAK Kepada
Remaja dan Pemuda, Penerbit MITRA,2011i
(12). Julinda Asap Suluh, M.Pd.K, Diktat kuliah PAK Remaja STT KADESI Yogyakarta,
[8] A. Supratiknya,
18
[9]
i