Nim :
Konsentrasi :
Dosen :
Perkembangan dunia sains yang melesat begitu cepat, tidak boleh tidak berdampak
kepada membawa pembaharuan terhadap paradigma masyarakat luas. Perkembangan yang
terjadi kini dapat dirasakan melalui kehadiran dan penerapan Artificial Intelligence (AI) atau
kecerdasan buatan di era Revolusi Industri 4.0. Dewasa ini, baru-baru saja, dunia dihebohkan
dengan hadirnya suatu agama baru yang bernama “the way of the future”. Melalui penggalian
informasi dari media sosial penyedia berita yang actual dan kontemporer, gagasan agama “the
way of the future” ini, digagas oleh Anthony Levandowski1. Beliau merupakan sosok pria
berkebangsaan dua negara, yaitu Amerika dan Perancis. Sepanjang hidupnya sampai pada saat
ini, Anthony Levandowski memiliki riwayat jenjang karir yang baik, yang semuanya itu
berhubungan dengan ilmu informasi dan teknologi.
Dilansir melalui Liputan 62 lewandowski sendiri merupakan sosok yang cukup popular
di dalam dunia teknologi. Beliau juga merupakan tembusan atau mantan karyawan dari
perusahaan-perusahaan besar seperti Alphabet, Uber, serta google. Levandowski mengklaim
bahwa agama “the way of the future” berbentuk sebagai sebuah organisasi, yang tujuannya
adalah mengembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kecerdasan buatan bagi
manusia. Organisasi tersebut bersifat eksklusif dan tidak terekspose kepada dunia luar.
1
Wikipedia, “Anthony Levandowski”, https://en.wikipedia.org/wiki/Anthony_Levandowski (diakses pada 01
November 2019)
2
Liputan 6, “Eks Pegawai Google Bikin Agama Baru Bertuhankan Kecerdasan Buatan”
https://www.liputan6.com/tekno/read/3113706/eks-pegawai-google-bikin-agama-baru-bertuhankan-
kecerdasan-buatan (diakses pada 01 November 2019)
“Dia bukan Tuhan dalam arti yang membuat petir atau menyebabkan angina topan. Tapi jika
adalah sesuatu yang miliaran kali lebih pintar daripada manusia terpandai, dia akan disebut
apalagi kalau bukan Tuhan? Kata Levandowski.”
Menurut Levandowski, ia meyakini bahwa perubahan teknologi yang dibawa AI secara radikal
mengubah eksistensi manusia, lapangan kerja, agama, ekonomi, hingga mempengaruhi
kelangsungan hidup manusia. Levandowski mengungkapkan; “ke depan, jika ada yang jauh
lebih cerdas dari manusia, akan ada transisi pemimpin (dunia)” ungkapnya. Lebih tegas
Levandowski berpendapat bahwa beliau sedang membesarkan anak yang nantinya akan
membawa mukjizat di masa depan. Menurut CNN Indonesia, upayanya saat ini merupakan
salah satu misi agar manusia dilihat dan dihormati sebagai sesepuh yang dicintai dan akan
diurus oleh para robot pintar kelak. Dengan begitu, manusia masih akan memiliki haknya
meskipun para robot telah menjadi pemimpin dunia.
3
CNN Indonesia, “Buat Agama AI, Mantan Karyawan Google Bangun Robot Tuhan”,
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20171121084036-185-257023/buat-agama-ai-mantan-karyawan-
google-bangun-robot-tuhan (diakses pada 01 November 2019)
Lebih spesifik, secara specialis, kecerdasan buatan (AI) merupakan bagian integral
dalam teknologi yang termasuk kedalam bidang informasi dan komunikasi, yang secara tipologi
kecerdasan buatan (AI) sejajar atau satu klasifikasi dengan teknologi musik. Maka berbicara
tentang kecerdasan buatan (AI) sudah seharusnyalah kita berbicara tentang Informasi dan
Komunikasi, yang di mana bidang tersebutlah yang dapat kita pakai sebagai barometer dalam
kajian secara biblis. Kitab Mazmur yang notabenenya sebagai buku lagu dan puisi atau syair
mencatat bahwasanya sudah menjadi tradisi Raja Daud untuk menyanyikan puji-pujian bagi
Allah sambil memainkan beragam alat musik. Hal tersebut tercatat dalam 1 Tawarikh 15:16;
“Daud memerintahkan para kepala orang Lewi itu, supaya mereka menyuruh berdiri saudara-
saudara sepuak mereka, yakni para penyanyi, dengan membawa alat-alat musik seperti gambus,
kecapi dan ceracap, untuk memperdengarkan dengan nyaring lagu-lagu gembira.”
“Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi
nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap.”
Maka dapat kita pahami bahwasanya perkembangan teknologi dalam bidang Informasi dan
Komunikasi sudah ada sejak zaman dunia Perjanjian Lama, sebagai bentuk puji-pujian kepada
Allah. Bahkan eksistensi dari penggunaan alat musik sebagai bentuk puji-pujian kepada Allah
masihlah bertahan dan terwarisi kepada gereja dengan kepelbagaian bentuk, dan disesuaikan
pada konteks tertentu.
Nampaknya terlalu cepat jika kita mengatakan bahwa secara biblis, Allah
mengkehendaki perkembangan teknologi sebagai bentuk penunjang iman manusia kepadaNya
dan bukan untuk membawa manusia semakin jauh dariNya. Maka untuk memperkuat
pandangan tersebut, dapat kita lihat kepada teks yang mengungkapkan bahwa Allah tidaklah
berkenan atas kemampuan manusia dalam bidang teknologi yang berdampak kepada membawa
manusia jauh dariNya. Dapat kita lihat pada kitab Kejadian 11:1-9, dimana pada teks tersebut
menjelaskan suatu peristiwa dimana Allah meruntuhkan menara Babel yang hakikatnya
merupakan suatu bentuk perkembangan teknologi oleh karena orientasi mereka yang salah,
yang ingin mencari nama dan menyamakan diri dengan Allah. Data lain juga berbicara hal yang
Lebih tegas Allah menjawab itu semua di dalam kesepuluh perintahNya (Firman Allah)
atau Hukum Taurat yang diterima manusia melalui Musa dalam Keluaran 20:1-17, yang tercatat
pada Hukum Taurat pertama dan kedua;
Dari data-data tersebut maka dapat kita pahami bahwa seyogyianya Allah mengkehendaki
segala perubahan yang terjadi pada manusia, terkhusus pada bidang teknologi, namun Allah
tidaklah berkenan kepada teknologi yang membawa manusia jauh dan berpaling daripadaNya.
Berbicara tentang Gereja tentu saja tidaklah terlepas dari Kristus, karena posisi Kristus
adalah sebagai Raja Gereja. Oleh karena itu, perlulah kita melihat bagaimana sebenarnya Yesus
Kristus itu bagi Gereja berdasarkan Kol. 1: 18. Dengan demikian, dapat membantu pemahaman
kita bagaimana sebenarnya Gereja yang benar, Gereja yang benar-benar sebagai tubuh Kristus
dalam meneladani Yesus. Dalam dunia Yunani-Romawi, ekklesia digunakan untuk merujuk
4
Jan S.Aritonang, “Teologi-Teologi Kontemporer”(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018)hlm 3
Setelah terlebih dahulu memahami esensi daripada gereja itu sendiri sebagai pintu masuk pada
pembahasan ini, maka selanjtnya dapat kita lihat pandangan gereja terhadap agama baru yang
dibawa oleh Levandowski.
Secara umum pengakuan iman rasuli (credo) sudah menjawab pandangan gereja atas
agama yang dibawa oleh Levandowski. Namun pada pembahasan ini penulis menggunakan
pandangan gereja HKBP yang berdasarkan pengakuan iman Oikumenisnya dalam arti bersifat
‘Trans-Confessional’ sudah mewakili meskipun tidak secara penuh pandangan gereja-gereja
lainnya.
A. Gereja adalah persekutuan orang yang percaya kepada Yesus Kristus di dunia ini, yang
dipanggil, dikumpulkan, dikuduskan, dan ditetapkan Allah melalui Roh Kudus. Karena
5
Diogenes Laertius, “Hidup dan Menjadi Pendekatan Filsuf” (http://www.mikrosapoplous.gr/dl/dl08.html,
diakses pada 07 September 2019).
6
F. Bauer, W. Danker, “A Greek English Lexicon of the New Testament and other Early Christian Literature,
third ed”., (Chicago:University of Chicago Press, 2000), ἐκκλησία.
7
A. Heuken S.J, “Gereja”, dalam, “Ensiklopedi Nasional Indonesia (Jilid 6)”, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989),
hlm. 141
8
W.J.S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta: PN Balai Pustaka), hlm. 318
Selain daripada itu, tidak kalah pentingnya juga telah diingatkan pada pasal 3 tentang
‘manusia’; bahwa manusia adalah ciptaan Allah, laki-laki dan perempuan, menurut gambar-
Nya, sama dengan perangaiNya (Imago Dei), dengan martabat yang sama, dan kepada mereka
diberikan kuasa untuk menguasai, memelihara, dan mengolah seluruh ciptaanNya yang ada di
dunia ini. Manusia diciptakanNya dalam kebebasan dan tanggungjawab untuk melayani Allah
dan seluruh ciptaanNya10.
Dan pada pasal 5 tentang ‘Kebudayaan dan Lingkungan Hidup’; Allah memberikan kuasa
kepada manusia untuk memelihara dunia ini dengan tanggungjawab penuh. Dia juga
memberikan bahasa, alat-alat musik, kesenian dan pengetahuan kepada manusia sebagai alat
manusia dan juga aturan untuk memuji Allah dan sebagai sarana untuk memelihara dan
memperindah persahabatan antar manusia agar melalui kebudayaan, kerajaan Allah semakin
besar. Tetapi kebudayaan yang bercampur kekafiran dan yang bertentangan dengan firman
Allah, harus ditolak11.
Perspektif Teologi :
Dorothee Soelle12, dalam karyanya ‘Suffering’ berkata; “Aku percaya kepada Allah yang
menciptakan dunia yang belum selesai, yang tidak tetap apa adanya, yang tidak diatur oleh
hukum yang kekal yang tidak berubah, yang tidak diatur oleh sistem alamiah mengenai yang
kaya dan yang miskin, yang ahli dan yang miskin informasi, yang berkuasa dan yang ditklukan.
Aku percaya kepada Allah yang menghendaki kehidupan dan perubahan dalam segala hal,
melalui karya dan kebijakan kita”.
9
HKBP, “Panindangion Haporseaon; Pengakuan Iman HKBP tahun 1951 dan 1996”,(Pematangsiantar:
Percetakan HKBP)hlm.134-136
10
HKBP, “Panindangion Haporseaon; Pengakuan Iman HKBP tahun 1951 dan 1996”,(Pematangsiantar:
Percetakan HKBP)hlm.128,130
11
HKBP, “Panindangion Haporseaon; Pengakuan Iman HKBP tahun 1951 dan 1996”,(Pematangsiantar:
Percetakan HKBP)hlm.131-132
12
Jan S.Aritonang, “Teologi-Teologi Kontemporer”(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018)hlm 12
Elon Musk dan Bill Gates justru menolak kecerdasan buatan (AI) untuk dikebut. Menurutnya,
kecerdasan buatan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak berisiko membahayakan
manusia13.
V. Tanggapan Pribadi
Bila kemungkinan terburuk itu terjadi, maka sah-sah sajah dan nampaknya sangat
mungkin untuk kita harus kembali kepada masa dimana lahirnya gerakan radikalisme atau
revival demi mempertahankan fundamen-fundamen iman, keadaan serupa dengan pada saat
bangkit dan berkembangnya ilmu pengetahuan yang melahirkan teori evolusi 1000 tahun oleh
darwin, yang sangat berdampak kepada iman daripada masyarakat. Selain itu akan sangat
mungkin juga jika hal tersebut terjadi manusia harus kembali kepada masa dekadensi.
Pada kesempatan ini penulis beranggapan bahwa agama baru “the way of the future”
yang dibawa oleh levandowski sesungguhnya secara eksplisit telah menunjukkan jati dirinya
yang membawa dampak yang kurang baik kepada human being atau tatanan sosial. Berdasarkan
kajian secara biblis telah kita pahami bahwa sejatinya Allah didalam otoritasnya telah
memberikan anugerah kepada manusia melalui kemampuan kongnitifnya untuk mencipta.
Suatu kemampuan yang serupa dengan Allah dan tidak dimiliki oleh mahkluk lainnya. Allah
menghendaki segala perubahan yang terjadi di dunia oleh manusia, tetapi Allah tidak berkenan
13
Liputan 6, “Eks Pegawai Google Bikin Agama Baru Bertuhankan Kecerdasan Buatan”
https://www.liputan6.com/tekno/read/3113706/eks-pegawai-google-bikin-agama-baru-bertuhankan-
kecerdasan-buatan (diakses pada 01 November 2019)