7
Roberto Bangun, Mengenal Orang Karo, 102-103.
8
Roberto Bangun, Mengenal Orang Karo, 104.
9
Nalinta Ginting, Turi-turin Beru Rengga Kuning; Turi-turin Adat Budaya Karo, (Deli Tua: Toko Buku Kobe 1984), 77.
10
Roberto Bangun, Mengenal Orang Karo, 104-105.
11
Tridah Bangun, Adat dan Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Karo, 54
12
https://Tradisi_sinamot_dalam_budaya_adat_perkawinan_Batak_Toba
13
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), …
14
Walter Lempp, Tafsiran Alkitab Kejadian 12:4-26:18, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 311.
15
Vergouwen, J. C. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 1986), 31.
I.2.1. Menurut Agama Kristen
Sinamot merupakan sebuah nilai yang berharga tetapi bukan harga. Dalam Alkitab, sinamot disebut sebagai
cinta kasih kedua pasangan yang akan mengikat mereka dalam perkawinan (1 Kor. 3:11). 16 Allah menciptakan
manusia itu semua memiliki segala kelebihan dan kekurangan. Dan yang akan menutupi segala kekurangan itu
merupakan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kita. Di dalam Alkitab sendiri juga mengangkat tentang
pemberian sinamot. Dimana sinamot itu adalah sesuatu yang dibenarkan di dalam ajaran Kristen secara khususnya.
Seperti tokoh Alkitab yaitu yang memberikan sinamot/mahar kepada istrinya yaitu Abraham. Di mana dia
memberikan mahar itu bertujuan untuk menjalanin suatu hubungan yang baik. Pada dasarnya perkawinan yang
bahagia adalah perkawinan yang mengakui bahwa Kristus sebagai kepala rumah tangga. Tanpa disadari, sinamot yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan merupakan janji yang utuh yang dipersaksikan di depan unsur
Dalihan na Tolu, serta di hadapan Allah karena Allah yang menyatukan pasangan tersebut dan mereka sudah terikat
dengan perkawinan.17 Dalam Perjanjian Lama, sinamot dipakai dengan menggunakan kata mohar atau mahar. Kata
mohar muncul tiga kali dalam Perjanjian Lama dan selalu dalam teks-teks yang tua (Kej. 34:12, Kel. 22:16, 1 Sam.
18:25). Itu juga muncul di teks Ugarit, mahar juga dikenal diantara orang-orang Arab di Siriah, Palestina, dan
Trasnyordania, yang menggunakan kata “mahr” atau “mahar”18. Dalam Perjanjian Baru bukan dengan perhiasan
emas dan unta, bukan juga dengan memperhambakan diri, akan tetapi makna pernikahanlah (gamos-perkawinan) yang
menjadi sinamotnya.19 Sinamot bukanlah persoalan untung rugi tetapi persoalan cinta kasih yang bertujuan untuk
membentuk suatu keluarga yang damai sejahtera karena didasari oleh cinta kasih, sehingga sangat sulit untuk bercerai
karena Allah yang menyatukan mereka di dalam Kasih Allah (Bdg. Mat. 19:6). Ada dua fakta yang menyatakan
bahwa:20
1. Allah yang menyatukan atau mengikat dalam pernikahan berdasarkan cinta kasih yang
setia antara seorang suami dan seorang Istri (Ef. 5:22-25).
2. Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6).
Dalam hal ini, pernikahan sebagai ikatan seumur hidup dan hanya kematianlah yang dapat memisahkan.
Sehingga dalam perjanjian baru kata yang dipakai adalah janji (sumpah) bukan sinamot sehingga perkawinan itu
menjadi tanggungjawab mereka kepada Allah. Oleh karena itu mereka harus saling mengasihi karena mereka sudah
satu daging.21
I.2.2. Menurut Agama Islam
Mahar termasuk keutamaan agama islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita dengan
memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas
persetujuan kedua belah pihak karena pemberian itu harus diberikan dengan ikhlas. Mahar adalah sesuatu yang wajib
diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya. Jika istri telah
menerima maharnya, tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu ia memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima
dan tidak disalahkan. Akan tetapi, bila istri dalam memberi maharnya karena malu atau takut, maka tidak halal
menerimanya. Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat yaitu Harga Berharga. Tidak
sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit tapi
bernilai tetap sah disebut mahar. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan memberikan
khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab
artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak termasuk untuk memilikinya karena berniat
untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil Ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya,
atau tidak disebutkan jenisnya. 22 Mahar adalah simbol dari kesetiaan dan penghargaan dari mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan. Oleh karena itu, Islam melarang mahar yang ditetapkan berlebihan. Sebab, simbolitas itu
tercapai dengan apa yang mudah didapatkan.23
Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula maksimum dari mas kawin atau mahar. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam memberikannya. Orang yang kaya mempunyai
kemampuan untuk memberi mas kawin atau mahar yang lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya. Sebaliknya,
orang yang miskin ada yang hamper tidak mampu memberikannya. Oleh karena itu, pemberian mahar diserahkan
menurut kemampuan yang bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing pihak yang akan menikah
untuk menetapkan jumlahnya.24 Makna dari Mahar tersebut adalah Menunjukkan kemuliaan kaum perempuan.
16
Norman Geisler, Etika Kristen (Pilihan dan Isu Kontemporer), (Malang: LETERATUR SAAT, 2010), 357.
17
J. Verkuyl, Etika Kristen Seksuil, (Jakarta: BPK-GM, 1992), 54.
18
E. Lipinski, Theological Dictionary Of The Old Testament, (United Stages: Grand Grapid, Cambrige) 1983-1984.
19
Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, (Bandung: Ink Media, 2006), 7.
20
J. J. De Heer, Tafsran Alkitab Injil Matius 1:22, (Jakarta: BPK-GM, 1996), 375.
21
Binsar Nainggolan, Pengantar Etika Terapan (Petunjuk Hidup Sehari-hari Bagi Warga Gereja), (Pematang Siantar:L-SAPA STT
HKBP, 2007), 58.
22
Zakiyah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh Jilid 3, (Jakarta: Depag RI, 1985), 83-84.
23
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Toha Putra, Cet I,), 84.
24
Kamal Muhktar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 81.
Perempuan lah yang dicari, bukan mencari dan yang mencarinya adalah laki-laki. Untuk menampakkan cinta dan
kasih sayang seorang suami kepada istrinya sehingga pemberian harta itu sebagai nihlah dari padanya, yakni sebagai
pemberian, hadiah, dan hibah bukan sebagai pembayaran harga sang perempuan, Sebagai perlambang kesungguhan.
Pemberian harta ini menunjukkan bahwa laki-laki bersungguh-sungguh dalam mencenderungi perempuan,
bersungguh-sungguh dalam berhubungan dengannya. Bahwa Islam meletakkan tanggung jawab keluarga di tangan
laki-laki (suami) karena dalam kemampuan fitrahnya dalam mengendalikan emosi (perasaan) lebih besar dibanding
kaum perempuan. Laki-laki lebih mampu mengatur kehidupan bersama ini oleh karena itu wajarlah jika laki-laki yang
membayar mahar karena ia memperolah hak seperti itu, dan disisi lain ia akan lebih bertanggung jawab serta tidak
semena-mena menghancurkan rumah tangga hanya karena masalah sepele. 25
I.2.3. Menurut Agama Hindu
Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Pengertian Pawiwahan itu sendiri
dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pesta pernikahan,
perkawinan. Rangkaian upacara pawiwahan merupakan pengesahan karena sudah melibatkan tiga kesaksian yaitu:
Bhuta saksi (upacara mabeakala), Dewa saksi (upacara natab banten pawiwahan, mapiuning di Sanggah pamerajan),
dan Manusa saksi (dengan hadirnya prajuru adat, birokrat, dan sanak keluarga/ undangan lainnya). Manusa saksi
diwujudkan secara hukum dalam bentuk Akta Perkawinan,Sesuai dengan Undang-Undang No. 1/1974 pasal 2, Akta
Perkawinan itu dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Di Daerah Kabupaten yang kecil, pejabat catatan sipil kadang-
kadang dirangkap oleh Bupati atau didelegasikan kepada Kepala Kecamatan. Jadi tugas catatan sipil disini bukanlah
“mengawinkan” tetapi mencatatkan perkawinan itu agar mempunyai kekuatan hukum. Jenis Banten yang Digunakan
Banten Pedengen-dengenan (pekala-kalaan) yang terdiri dari :Peras, ajuman, daksina, suci dengan ikatannya telur itik
yang direbus, tipat kelanan, sesayut pengambeyan, penyeneng, tulung, sanggah urip, pemugbug, (tumpeng kecil 5
buah dialasi dengan kulit sesayut, raka-raka dan lauk-pauk), untek 7 buah (dialasi dengan taledan dilengkapi dengan
raka-raka dan lauk-pauk), solasan 22 tanding, penek warna 5 dialasi daun telunjungan ikannya olahan ayam brumbun,
dan kulit dari ayam tersebut ditaruh diatasnya dilengkapi kewangen. 26 Agama Hindu memandang perkawinan sebagai
suatu jalan untuk melepaskan derita orang tuanya, apabila mereka sudah meningga dunia. Justru, perkawinan dalam
agama Hindu dipandang sebagai suatu Dharma (kewajiban) yang bertujuan untuk memperoleh anak sebagai jalan
untuk menebus hutang . Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra dijelaskan bahwa perkawinan bersifat religius (sacral)
dan hukumnya wajib. Dihubungkan dengan kewajiban seseorang agar mempunyai keturunan untuk menebus segala
dosanya dan karena itu, apabila seorang umat Hindu tidak melaksanakan wiwaha maka ia tidak akan mendapatkan doa
apabila ia sudah meninggal.27
I.3. Implementasinya Terhadap Kehidupan umat beragama Saat ini
Tradisi Sinamot (Mahar Perkawinan) mempunyai makna sebagai salah satu alat untuk mengikat hubungan
yang terjalin antara dua kelompok kekerabatan yang bersangkutan. Mereka melakukannya untuk memperkuat
hubungan diantara hubungan Dalihan na Tolu yang sudah terbentuk. Tradisi ini sudah menjadi salah satu rangkaian
adat perkawinan yang sudah disahkan dan disetujui oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri, sehingga memperkuat
integritas sosial mereka.28 Sinamot merupakan sebuah nilai yang berharga tetapi bukan harga. Dalam Alkitab, sinamot
disebut sebagai cinta kasih kedua pasangan yang akan mengikat mereka dalam perkawinan (1 Kor. 3:11). 29 Allah
menciptakan manusia itu semua memiliki segala kelebihan dan kekurangan. Dan yang akan menutupi segala
kekurangan itu merupakan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kita. Di dalam Alkitab sendiri juga mengangkat
tentang pemberian sinamot. Dimana sinamot itu adalah sesuatu yang dibenarkan di dalam ajaran Kristen secara
khususnya. Seperti tokoh Alkitab yaitu yang memberikan sinamot/ mahar kepada istrinya yaitu Abraham.
Dalam Islam mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan bukan diartikan sebagai
pembayaran, seolah-olah perempuan yang hendak dinikahi telah dibeli seperti barang. Pemberian mahar dalam syariat
Islam dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman Jahiliyah telah diinjak-
injak harga dirinya. Dengan adanya pembayaran mahar dari pihak mempelai laki-laki, status perempuan tidak
dianggap sebagai barang yang diperjual belikan, sehingga perempuan tidak berhak memegang harta bendanya sendiri
atau walinya pun dengan semena- mena boleh menghabiskan hak-hak kekayaannya. 30 Dari hal ini penyeminar melihat
bahwa sinamot (mahar dalam perkawinan) adalah sesuatu yang tidak dilarang dalam agama. Karena tidak ada agama
yang melarang adanya sinamot karena agama dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan. Sinamot ini
sendiri bukan hal yang salah untuk diterapkan dan tidak ada larangan dalam agama-agama. Pemahaman yang salah
tentang sinamot itulah yang membuat kedudukan sinamot menjadi salah.
II. Analisa Penyeminar
25
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid II, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1995), 478.
26
http://igedeaguskesumawijaya.blogspot.com, diakses pada 25 September 2020 pukul 14:30 Wib
27
Departmen agama RI, (Pedoman,Penyuluhan Dan Motivasi KKB Menurut Agama Hindu: Jakarta 1983), 11.
28
Vergouwen, J. C, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 1986), …
29
Norman Geisler, Etika Kristen (Pilihan dan Isu Kontemporer), (Malang: LETERATUR SAAT, 2010), 357.
30
Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah 2, Ter. Nor Hasanudin, Cet 1. (Jakarta: Pena Pundi Aksara 2006), 40.
Dari hal-hal yang dipaparkan di atas penyeminar dapat menganalisa bahwa setiap budaya yang ada di
Indonesia memiliki keunikan dan pemahaman tersendiri dalam menyikapi budayanya. Dengan keberagaman budaya
yang ada di Indonesia alangkah baiknya manusia sebagai pemelihara yang diberikan tanggung jawab melihat bahwa
budaya adalah sesuatu yang harus dilestarikan dan dihindari dari sifat-sifat sinkritisme. Budaya menjadi suatu hal
yang tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan manusia. Untuk itulah dibutuhkan sikap saling menghargai dan
melestarikan setiap budaya dengan tidak meninggikan budayanya sendiri contohnya budaya mengenai hal sinamot
atau mahar dalam pernikahan. Setiap budaya memiliki arti dan makna yang berbeda-beda tetapi menjadi suatu tujuan
yang sama yaitu menuju ke proses pernikahan. Baik dalam budaya Batak Toba dan Karo, sinamot atau mahar menjadi
hal yang utama dilakukan sebelum melakukan pernikahan. Sinamot merupakan kegiatan adat yang membicarakan
tentang mahar atau suatu penghormatan, penghargaan kepada perempuan. Hal ini adalah menjadi suatu kewajiban
yang harus dilakukan oleh pihak dari laki-laki. Mahar merupakan sesuatu yang penting dalam jalinan pernikahan,
mahar sebagai pemberian calon suami kepada calon istri sebagai kesungguhan dan cerminan kasih sayang calon suami
terhadap calon istrinya yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak, dengan penuh kerelaan hati
oleh calon suami kepada calon istrinya sebagai tulang punggung keluarga dan rasa tanggung jawab sebagai seorang
suami. Dalam hal ini agama juga memberi pandangan bahwa mahar atau sinamot diperbolehkan tetapi jangan menjadi
suatu penghambat dalam melakukan suatu pernikahan.
Baik agama maupun budaya pada dasarnya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi
kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaan dan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang
teratur dan terarah. Walaupun agama dan budaya saling berhubungan erat sebab keduanya memiliki keterkaitan, akan
tetapi agama dan budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu agama merupakan suatu
ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan dengan Tuhan dan sesama yang berasal dari Tuhan yang dibawa
oleh manusia. Sedangkan budaya adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau dibentuk oleh manusia itu sendiri
demi kelangsungan bersama.