Anda di halaman 1dari 296

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309241740

Gereja Pecah: Perspektif Kajian Budaya

Book · April 2015

CITATIONS READS
3 1,244

2 authors:

Dermawan Waruwu Suardin Gaurifa


Universitas Dhyana Pura Bali Sekolah Tinggi Teologi Pelita kebenaran
37 PUBLICATIONS   19 CITATIONS    6 PUBLICATIONS   11 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

leadership View project

Spiritual Tourism View project

All content following this page was uploaded by Dermawan Waruwu on 03 August 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prakata vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa,


Yesus Kristus, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal) atas
terselesaikannya buku ini. Tanpa pertolongan-Nya segala
usaha akan menjadi sia-sia dan tentu buku ini tidak akan
bisa sampai di hadapan pembaca sekalian. Oleh karena
itu, hanya kepada Allah saja segala pujian, hormat, dan
kemuliaan sampai selama-lamanya.
Ketika memulai menulis buku ini, penulis sangat
menyadari sepenuhnya akan keterbatasan karena
minimnya pengetahuan tentang sejarah pertumbuhan
gereja sertasejarah perjalanan kehidupan orang Kristen
di seluruh dunia.Selain itu, penulis menyadari sebagai
pribadi yang paling berdosa sehingga merasa sangat tidak
pantas untuk menulis buku ini. Dalam keterbatasan
itulah penulis meminta hikmat pengetahuan dari Allah
dan berusaha merenungkan kondisi gereja yang telah
mengalami pasang surutnya sampai detik ini.

vii
viii Gereja Pecah

Buku ini berisi tentang fenomena yang terjadi dalam


gereja dan kehidupan orang Kristen secara keseluruhan.
Dalam faktanya gereja telah mengalami perpecahan yang
signifikan dalam berbagai aliran dan denominasi. Buku
ini menguraikan sebab-sebab terjadinya perpecahan
dalam gereja yang sudah berlangsung lama serta beberapa
strategi untuk mencegah berlanjutnya perpecahan
tersebut.Oleh karena itu, buku ini sangat baik dibaca dan
dijadikan referensi oleh oleh pendeta, dosen, mahasiswa
teologi, pengurus gereja,dan seluruh umat Kristen dalam
melaksanakan pelayanannya. Dengan demikian, semakin
hari imannya bertumbuh sehingga memiliki kerinduan
dan kemampuan untuk menyatukan gereja Tuhan di
Indonesia dan seluruh dunia.
Bila kita meyakini bahwagereja belum mengalami
perpecahan maka marilah tetap menjaganya agar tetap
utuh selamanya. Sebaliknya, jika kita mengakui bahwa
gereja telah pecah dalam berbagai aliran dan denominasi,
maka kita harus bertanggungjawab untuk menyatu-
kannya kembali.Kondisi gereja saat ini dapat diibaratkan
seperti minyak dan air tidak mungkin bersatu lagi. Akan
tetapi, gereja sangat diharapkan bisa berdampingan
satu dengan lainnya dalam berbagai perbedaan.Betapa
mulianya jika kita bersatu dalam kepelbagaian sebelum
Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ini
masih banyak kekurangan di sana-sini. Oleh sebab itu,
kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak
Prakata ix

sehingga buku ini pada akhirnya menjadi sempurna sesuai


yang diharapkan oleh semua pembaca. Dalam rangka
penyempurnaan itu dapat disampaikan secara langsung
melalui Hp. 081338665028 atau E.mail: waruwu28@
ymail.com.Hal ini bertujuan demi kemajuan gereja di
Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
Marilah berdoa serta berjuang agar gereja Tuhan bersatu
kembali sebagaimana doa dan harapan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Denpasar-Bali, Oktober 2014

Penulis
Kata Sambutan Dirjen Bimas Kristen xi

KATA SAMBUTAN DIRJEN BIMAS KRISTEN

xi
Daftar Isi xiii

DAFTAR ISI

PERSEMBAHAN BUKU .......................................... i


PAKATA ................................................................. vii
KATA SAMBUTAN DIRJEN BIMAS KRISTEN ....... xi
DAFTAR ISI ........................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................... 1
BABII EKSISTENSI GEREJA .......................... 9
Selayang Pandang Gereja ....................... 9
Polemik Israel Rohani ............................ 10
Bersentuhan Dengan Sejarah Dunia ...... 15
Kondisi Gereja Mula-Mula ...................... 17
BAB III GEREJA YANG MEMBUMI .................... 21
Gereja dan Hakikatnya .......................... 21
Gereja Bersifat Gedung ......................... 28
Gereja Yang Melawan ........................... 31
Gereja Tempat Orang Berdosa ............... 34
Gereja Yang Berubah ............................. 38

xiii
xiv Gereja Pecah

Gereja Yang Bertumbuh ........................ 42


Gereja Yang Melayani ............................ 47
Gereja Yang Rohani ............................... 52
BAB IV SISTEM KEPEMIMPINAN GEREJA ....... 57
Kepemimpinan Pendeta ......................... 58
Kepemimpinan Majelis Jemaat .............. 68
Kepemimpinan Majelis Sinode ............... 77
BAB V KEKUASAAN DALAM GEREJA ............. 81
Konsep Kekuasaan ................................ 81
Pemimpin Gereja Memiliki Kuasa ........... 84
Kekuasaan Yang Otoriter ...................... 89
Hegemoni Pemimpin Kepada Jemaat ...... 91
Kekuasaan Rohani vs Sekuler ................ 101
BAB VI HUKUM DAN PEMERINTAHAN GEREJA 111
Pengertian Hukum Gereja ...................... 111
Rancangan Hukum Gereja .................... 113
Penerapan Hukum Gereja ..................... 115
Sistem Pemerintahan Gereja .................. 118
BAB VII DOKTRIN DALAM GEREJA .................. 135
Sejarah Doktrin Gereja .......................... 135
Doktrin Keselamatan ............................. 138
Doktrin Baptisan ................................... 142
Ideologi Baptisan ................................... 156
BAB VIII ALIRAN-ALIRAN DALAM GEREJA ........ 159
Aliran Lutheran ..................................... 159
Aliran Calvinis ....................................... 162
Aliran Anglican ...................................... 165
Daftar Isi xv

Aliran Mennonit ..................................... 168


Aliran Baptis ......................................... 172
Aliran Methodist .................................... 175
Aliran Pentakosta .................................. 177
Aliran Kharismatik ................................ 181
Aliran Injili ........................................... 183
Aliran Bala Keselamatan ....................... 184
Aliran Adventis ..................................... 187
Aliran Saksi Jehovah ............................. 189
Aliran Mormon ..................................... 193
Aliran Christian Science ......................... 196
Aliran Scientology .................................. 199
Aliran Gerakan Zaman Baru .................. 201
Aliran-Aliran Lainnya ............................ 202
BAB IX AMANAT AGUNG ................................. 207
Yesus Berkuasa Atas Sorga dan Bumi .... 208
Semua Bangsa Murid Yesus .................. 210
Membaptiskan Semua Bangsa ............... 214
Pelayanan Misionaris ............................ 218
Amanat Agung Vs Perpecahan Gereja ..... 226
BAB X GEREJA YANG BERSATU ..................... 231
Doa Tuhan Yesus .................................. 231
Berbeda Tetapi Oikumene ...................... 237
Bersatu Dalam Misi Bersama ................. 243
Bersatu Itu Mutlak ................................ 245
Bertumbuh Tetapi Bersatu .................... 248
BAB XI KESIMPULAN ........................................ 253
xvi Gereja Pecah

DAFTAR ISTILAH .................................................. 259


DAFTAR SINGKATAN ............................................ 265
DAFTAR PUSTAKA ................................................ 269
RIWAYAT PENULIS ............................................... 277
BAB I | Pendahuluan 1

BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan sejarah perjalanan bangsa ini menun-


jukkan bahwa tidak ada satu pun agama yang telah
diakui oleh pemerintah merupakan hasil ciptaan orang
Indonesia secara langsung. Semua agama yang sudah
ada saat ini seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
dan Kong Hu Chu merupakan produk dari negara-negara
Eropa, Amerika, Australia, Arab, dan sebagainya. Dalam
penyebarannya di Indonesia tentu dilakukan oleh orang-
orang pribumi yang dibantu oleh para tokoh-tokoh agama
dari negara tersebut. Jumlah agama ini kemungkinan
akan terus bertambah.
Agama Kristen yang dahulu disebut Kristen
Pro­
testan merupakan hasil pelayanan para misionaris
dari beberapa negara seperti Belanda, Jerman, Amerika,
Inggris, Korea, dan Australia yang sengaja datang ke
Indonesia. Keberadaan gereja Tuhan ini merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan gere-

1
2 Gereja Pecah

ja-gereja yang ada di luar negeri. Hal ini tidak terlepas


dari peran para misionaris dari berbagai aliran, deno­
minasi, yayasan kristiani, dan lembaga sosial lainnya
yang terbeban menunaikan misi Amanat Agung Tuhan
Yesus yaitu memberitakan Injil ke seluruh dunia.

Semua agama di Indonesia bukan hasil


peradaban bangsa ini, melainkan hasil
impor dari beberapa negara di seluruh
dunia. Agama Kristen merupakan ha­
sil pelayanan para ­ misionaris yang
­sengaja datang ke Indonesia.

Di balik penjajahan Belanda selama kurang lebih


350 tahun tentunya memberi pengaruh yang besar atas
perkembangan agama Kristen di Indonesia. Sebelum
peristiwa penjajahan itu berlangsung, agama Kristen
sudah ada khususnya di daerah Barus, Sumatera Utara
pada abad ke-7 yang dibawa oleh pedagang Nestorian
dari Timur Tengah (Aritonang, 2000:11). Bisa dikatakan
bahwa agama Kristen merupakan agama pertama dan
tertua, selain agama-agama suku lainnya.
Selain pengaruh di atas, agama Kristen juga masuk
dan berkembang melalui destinasi pariwisata. Negara
kita yang dikenal sebagai negara kepulauan, keaneka­
ragaman budaya, adat istiadat, dan kekayaan sumber
daya alam, sehingga memiliki daya Tarik bagi wisatawan
mancanegara. Dalam kondisi ini terjadi asimilasi dan
BAB I | Pendahuluan 3

akulturasi kebudayaan. Dapat dipastikan para wisa-


tawan yang agama Kristen pun ikut memberi andil serta
nuansa kekristenan dalam pertumbuhan pariwisata.
Perkembangan agama Kristen selanjutnya tentu
tidak terlepas dari peran serta orang Indonesia yang
beragama Kristen. Jerih payah mereka penting untuk
diperhitungkan. Mereka yang pergi keluar negeri untuk
melanjutkan studi baik pendidikan sekuler maupun
pendidikan teologi ikut ambil bagian dalam misi pembe­
ritaan Injil ini. Tak terkecuali mereka yang bekerja selama
beberapa tahun di luar negeri. Ketika mereka kembali
sebagian besar terpengaruh dengan kehidupan di sana
serta membawa aliran dan denominasi gereja baru.
Perkembangan kekristenan tidak terlepas dari jerih
lelah orang-orang Kristen terdahulu. Kita perlu belajar
dari semangat mereka serta memberikan apresiasi atas
perjuangannya dalam memberitakan Injil. Tuhan Yesus
sangat mengharapkan agar semua orang mendengar
kabar sukacita dari-Nya dan mereka beroleh keselamatan
kekal.
Di balik perkembangan gereja saat ini, ternyata
segudang permasalahan pun ikut mengalami pening-
katan. Tingkat kepercayaan masyarakat Kristen terhadap
gereja sebagai lembaga spiritual semakin menurun.
Kesatuan dan persatuan di antara para pemimpin gereja
sangat sulit terwujud. Ditambah lagi, ada beberapa dari
pemimpin ini tidak memiliki integritas sebagai pelayan
dan teladan bagi umat Tuhan.
4 Gereja Pecah

Berbagai aliran dan denominasi gereja bermunculan


pada setiap wilayah di Indonesia. Fenomena ini menun-
jukkan bahwa sesungguhnya gereja telah mengalami
perpecahan. Pada awal kekristenan hanya dikenal adanya
satu agama atau gereja Katolik. Kemudian terbagi menjadi
agama Kristen Katolik dan Kristen Pro­
testan. Dalam
perjalanan waktu yang panjang, agama Kristen Protestan
terbagi-bagi dalam berbagai aliran dan denominasi gereja
sampai saat ini. Berdasarkan fakta itu gereja menun-
jukkan dirinya telah terpecah-pecah dalam beberapa
aliran dan denominasi gereja yang berbeda-beda.

Gereja Katolik Roma terpecah menja­


di agama Katolik dan agama Kristen.
­Agama Kristen terpecah dalam ­berba­
gai aliran dan denominasi.

Sebagian besar pemimpin gereja menganggap


bahwa pertambahan aliran dan denominasi gereja tidak
dapat dikategorikan sebagai perpecahan gereja. Dengan
banyaknya aliran dan denominasi gereja adalah sebuah
strategi penginjilan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau
jiwa-jiwa baru dalam rangka meningkatkan jumlah orang
Kristen. Pendapat ini tentu sangat tidak relevan apabila
melihat pertambahan jumlah orang Kristen di Indonesia
saat ini. Jumlah orang Kristen yang baru percaya belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Dapat dika-
takan bahwa jumlah orang Kristen masih sedikit.
BAB I | Pendahuluan 5

Ada beberapa aliran dan denominasi gereja


yang mengklaim bahwa gereja yang dipimpinya telah
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud
hanya dilihat secara kuantitas dan bukan kualitas.
Pertumbuhan semacam ini biasanya diukur dengan
bertambahnya jumlah orang yang beribadah di gerejanya.
Secara jujur harus diakui bahwa pertambahan jumlah
anggota dalam sebuah gereja sebagian besar berasal dari
aliran atau denominasi gereja lain yang ada di sekitarnya.
Orang Kristen kembali menjadi orang Kristen. Dengan
perkataan lain, “memancing di kolam atau aquarium
gereja lain”.
Perpecahan gereja yang terjadi sampai saat ini tentu
tidak terlepas dari pengaruh setiap pemimpin gereja dan
anggotanya. Sebagian besar pemimpin gereja haus dengan
kekuasaan, kedudukan, dan bahkan melakukan korupsi
dalam gereja. Sebagai lembaga dan pemimpin rohani
tentu sikap semacam ini tidak dibenarkan. Akibatnya ada
jemaat yang kritis kemudian keluar dari gereja tersebut.
Dalam kondisi ini biasanya baik pemimpin gereja ataupun
jemaatnya berusaha membentuk aliran dan denominasi
gereja baru.
Dalam menyingkapi realitas semacam ini maka
beberapa pertanyaan mendasar yang harus dijawab dan
direnungkan kembali oleh setiap pemimpin gereja di
dunia ini. Apakah penginjilan dalam rangka menjalankan
tugas Amanat Agung Tuhan Yesus hanya dapat dicapai
dengan membuat aliran dan denominasi gereja seba­
6 Gereja Pecah

nyak-banyaknya? Mengapa Tuhan Yesus terus mendokan


gereja-Nya sampai kini agar tetap bersatu sebelum Dia
datang kembali? Mengapa aliran dan denominasi gereja
tidak saling menerima padahal Yesus Kristus, Alkitab,
dan agamanya sama? Untuk dapat menjawab semua
pertanyaan di atas perlu kerendahan hati dari setiap
pemimpin gereja dan orang Kristen secara keseluruhan.
Apakah yang dilakukan selama ini sesuai dengan
kehendak Kristus atau kehendak diri sendiri!

Gereja pecah karena sikap pemim­ pin


dan anggota jemaat yang haus ke­
kuasaan, kedudukan, dan tin­­­da­kan
korupsi.

Melalui buku yang berjudul “Gereja Pecah!” ini dapat


memberikan informasi dan pencerahan tentang kondisi
gereja saat ini. Konsep “Gereja Pecah” merupakan sesuatu
yang baru dan menarik untuk dibaca dalam rangka mere-
fleksikan kembali kisah perjalanan kekristenan hingga
kini. Meskipun perpecahan gereja sudah berlangsung
sejak jaman Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan sampai
pada era globalisasi saat ini. Dalam buku ini menyajikan
berbagai konsep dan ide dalam rangka menyatukan gereja
di seluruh Indonesia dan dunia.
Topik ini diangkat sebagai bentuk keprihatinan
penulis terhadap kondisi gereja-gereja yang sudah dan
sedang berkembang di Indonesia pada khususnya dan
BAB I | Pendahuluan 7

dunia secara keseluruhan. Perpecahan gereja semacam


ini telah jauh dari harapan dan tujuan Tuhan Yesus yang
telah berkorban di atas kayu salib untuk menyelamatkan
umat-Nya dari dosa mereka. Yesus menghendaki agar
adanya persatuan dan kesatuan di dalam gereja-Nya
sampai Dia datang kembali.
Berdasarkan realita di atas, maka buku ini ditulis
dengan tujuan untuk memamparkan faktor-faktor dan
berbagai aspek penting lainnya yang membuat gereja
mengalami perpecahan. Dalam menyelesaikan masalah
agama sangat diperlukan pendekatan sosial-budaya.
Pendekatan ini jangan dianggap tabu dan merasa mence-
markan agama atau persoalan perpecahan gereja ini.
Selain itu, beberapa konsep dan teori dari para teolog
ikut ambil bagian dalam membedah persoalan ini. Akan
tetapi, solusi praktis yang alkitabiahlah yang menjadi
prioritas utama. Dengan demikian, doa Agung Tuhan
Yesus tentang persatuan dan kesatuan gereja-Nya dapat
diwujudkan melalui pribadi pemimpin gereja, para teolog,
para ilmuan sosial, pemerintah terkait, organisasi oiku-
menis, dan orang Kristen di seluruh dunia.
BAB II | Eksistensi Gereja 9

BAB II
EKSISTENSI GEREJA

A. Selayan Pandang Gereja


Belajar tentang kehidupan gereja tidaklah lepas dari
benang merah yang menghubungkan kita dengan sejarah
awal kehadiran gereja dalam iman Kristen. Sejarah keha­
diran gereja merupakan modal penting untuk menelusuri
akar dari persoalan yang timbul pada zaman modern ini
dalam kehidupan gereja. Peristiwa lampau tersebut menjadi
petunjuk yang berharga untuk kita dalam memahami
secara bijak hal-hal yang akhir-akhir ini menimpa perjala-
nan sejarah gereja.
Mengingatkan kita dengan tokoh proklamator dan
pendiri bangsa Indonesia Soekarno, yang pernah menge-
mukakan pernyataan terkenal yang disingkat dengan “JAS-
MERAH” artinya “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”
memberi dorongan bagi kita untuk berbalik kepada sejarah
sebagai gudang informasi yang adalah cikal bakal segala

9
10 Gereja Pecah

sesuatu yang terjadi pada masa kini. Senada dengan apa


yang Allah nyatakan kepada Musa untuk menyaksikan
bagaimana kuasa dan kebesaran-Nya didemonstrasikan
kepada Firaun Raja Mesir. Sebagai salah satu tujuan­nya
adalah supaya Musa dan Harun menceritakan kepada
keturunan mereka bagaimana Allah melakukan mu-
jizat-mujizat supaya dengan demikian mereka percaya
bahwa Dia adalah Tuhan (Keluaran 10:1-2).
Dengan demikian, selayang pandang kehadiran gereja
merupakan gerbang yang indah bagi kita untuk menjejaki
isu-isu eklesiologi yang sedang berkembang hingga masa
kini. Sebab di dalam sejarah awal keberadaan gereja ter-
simpan catatan yang melimpah lika-liku perkembangan ke-
hidupan gereja yang dampaknya sampai pada gereja jaman
ini.

B. Polemik Israel Rohani


Polemik tentang keberadaan gereja saat ini dapat ter-
jembatani dengan memahami sejarah keberadaan gereja
pada masa lalu secara khusus pada jaman Perjanjian Baru.
Tuhan Yesus berfirman dalam Matius 16:18 “di atas batu
karang ini aku akan mendirikan jemaatku” teks Yunanin-
ya mencatat demikian “kavgw. de, soi le,gw o[ti su. ei= Pe,troj( kai.
evpi. tau,th| th/| pe,tra| oivkodomh,sw mou th.n evkklhsi,an kai. pu,lai a[d| ou ouv
katiscu,sousin auvth/jÅ” Kata oikodomeso (to build) adalah kata
kerja yang berbentuk indikatif futur.
Untuk menjelaskan maksud ayat firman Tuhan di
atas harus dipahami secara utuh. Makna yang terkan­
BAB II | Eksistensi Gereja 11

dung dari kata itu menjelaskan sesuatu yang akan diba-


ngun atau didirikan dan sifatnya memang belum pernah
dibangun. Selanjutnya pengertian berkembang sebagai ek­
klesian (jemaat/gereja) yang berarti gereja akan dibangun.
Tepat­nya pada masa para rasul sebagaimana direalisasikan
dalam peristiwa Pentakosta (Walvoord, 1984:18). Dengan
demi­kian, tidak tepat kalau gereja adalah kesinambungan
Israel. Apabila gereja berkedudukan sebagai kelanjutan
Israel, maka bahasa yang dipakai bukanlah futur, tetapi
lebih kepada renovasi program Israel yang diwujudkan
dalam kehadiran gereja saat ini.
Istilah gereja secara rohani yang kita kenal saat ini
tentu tidak sama dengan pemahaman pada jaman Perjan-
jian Lama (PL). Kendati Bait Allah selalu menjadi sentral
peribadatan umat Israel pada waktu itu. Dalam pandangan
Thiessen (2003:479) bahwa kelihatannya sesuatu yang sulit
untuk dipercayai bahwa Yesus hanya bermaksud menga-
dakan awal yang baru dalam perkembangan gereja sebab
sangat jelas dinyatakan bahwa yang Yesus sedang bicara-
kan adalah mendirikan gereja dan bukan membangunnya
kembali.
Dalam Septuaginta yaitu Alkitab Perjanjian Lama
yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani dan dipakai pada
abad pertama menegaskan bahwa kata qahal diterjemah-
kan dengan kata ekklesia. Penggunaan ekklesia sebagai ter-
jemahan kata qahal dalam bahasa Ibrani merujuk kepada
pe­
ngertian sebagai suatu perkumpulan jasmani. Kata
ini tidak pernah digunakan untuk menekankan sebuah
12 Gereja Pecah

gagasan mengenai gabungan mistik para orang kudus


sebagai kumpulan rohani dari orang-orang yang terpisah
secara geografis.
Gagasan tentang jemaat atau gereja yang adalah
ekkle­sia sebagai perkumpulan orang-orang kudus secara
geografis tidak pernah ditemukan dalam PL. Meskipun
dalam pengertian tertentu Israel adalah masyarakat rohani,
tetapi lebih bersifat rasial dan politis dari pada kondisi
rohani. Sekalipun pemahaman tentang gereja dalam PL
dapat berarti masyarakat rohani dan hal ini sesuatu yang
lazim dalam teologia. Akan tetapi, peristilahan dalam PL
tidak mendukung gagasan tersebut. Istilah ekklesia yang
diterapkan kepada tubuh Kristus yaitu semua orang percaya
dalam segala jaman adalah merupakan sebuah kekhusu-
san atau keunikan Perjanjian Baru (PB). Hal ini memberi
isyarat akan pola baru dari Allah yang membedakannya
dengan program ilahi bagi bangsa Israel dengan program­
nya bagi bangsa-bangsa lain (Walvoord, 1984:15).
Penggunaan konsep umat yang dikhususkan bagi
Allah menjadi polemik bagi kalangan pemimpin gereja
selama perjalanannya di dunia ini. Dalam penyelidikan
Chris Marantika (2004:41) menegaskan:
Semua teolog konservatif mengakui bahwa Perjanji-
an Baru merupakan dasar untuk anugerah pengam-
punan dan berkat-berkat yang mengikutinya yang
semuanya diperoleh oleh darah Yesus Kristus. Bagi
golongan Amilenium, berpendapat bahwa nubuatan
itu dipenuhi secara simbolik oleh gereja, sedangkan
golongan premilenium berpendapat bahwa Perjan-
BAB II | Eksistensi Gereja 13

jian itu akan dipenuhi secara literal di masa depan


bagi Israel sebagaimana dinubuatkan oleh Perjan­jian
Lama (Yer.31:31-34) dan Perjanjian Baru (Rm.11:26-
27). Golongan kedua ini juga percaya bahwa ada
sebuah Perjanjian Baru yang lain yang berhubu­
ngan khusus dengan gereja seperti dinyatakan oleh
Lukas 22:20 dan 1 Korintus 11:25. Dan Perjanjian ini
kepada Gereja (Ibr.8)

Setiap orang yang berada dalam Kristus selanjutnya


adalah sama seperti umat Israel sebelumnya. Dinyatakan
sebagai umat pilihan Allah, kendatipun gereja tidak berada
di bawah Perjanjian Musa dan Hukum taurat seperti bangsa
Israel namun bukan berarti bahwa kita harus menga­
baikannya. Perjanjian Lama harus dilihat sebagai catatan
dari karya Allah yang secara historis mempersiapkan ke-
datangan Yesus dan membawa orang percaya masuk dalam
keluarga Allah. Pentakosta merupakan waktu yang tepat
bagi Allah untuk menetapkan komunitas dalam Perjan­
jian Baru yang adalah gereja. Petrus mengawalinya dalam
pelayanan khotbah yang luar biasa dan diresponi dengan
iman oleh orang-orang yang mendengarkannya. Pada saat
itu terjadilah pertobatan besar yang berujung kepada pem-
baptisan ribuan orang. Mulailah terjadi penghayatan ke-
hidupan iman yang baru dan inilah cikal bakal dari gereja
(Lawson, 2008:29).
Kecenderungan untuk menolak pemahaman akan
kesamaan antara gereja dan Israel dalam PL juga dilatar-
belakangi oleh kesulitan kita pada penempatan keturunan
Israel yang masih eksis sampai hari ini. Keberadaan bangsa
14 Gereja Pecah

Israel masa kini menjadi kesulitan tersendiri untuk meya­


kini bahwa gereja adalah kelanjutan dari Israel sebelum-
nya. Fakta lain menyatakan bahwa sampai hari ini yang
namanya keturunan Israel masih ada sebagai sebuah
bangsa yang kuat dan berkembang. Fakta ini tentu menjadi
pertimbangan yang serius bagi kelompok-kelompok yang
mempertahankan pandangannya sehubungan dengan asal-
usul gereja yang diyakini sebagai cerita bersambung dari
bangsa Israel dalam PL.
Pada akhirnya menjadi sesuatu yang bukan polemik
ketika pemahaman ini diuji dengan konteks Alkitab yang
sebenarnya secara jujur membedakan antara gereja dan
Israel. Membangun sebuah pengertian yang tegas bahwa
memang gereja bukanlah pembaharuan dari instrument
sebelumnya atau kelanjutan dari bangsa sebelumnya.
Pola pandang eklesiologi ini dapat diresapi melalui gambar
formasi nubuatan berikut:
BAB II | Eksistensi Gereja 15

Mencermati ilustrasi nubuatan para nabi terse-


but, maka kita diberitahu bahwa sesungguhnya para nabi
menubuatkan tentang kelahiran Kristus sampai kepada
Surga baru, Bumi baru dan Yerusalem baru. Akan tetapi,
gereja merupakan misteri yang tidak diketahui dalam
nubuatan para nabi. Artinya tidak ada indikasi bahwa para
nabi pada PL berbicara mengenai eksistensi gereja. Namun
Gereja hadir dalam nubuatan yang dimulai pada era Perjan-
jian Baru. Jadi gereja adalah sesuatu yang betul-betul baru
muncul dalam Perjanjian Baru yang hal itu masuk dalam
program Allah yang kekal, akan tetapi tidak dalam pengeta-
huan para nabi-nabi Perjanjian Lama.

C. Bersentuhan Dengan Sejarah Dunia


Sekalipun gereja adalah organisme rohani, namun
tidaklah berarti semua kisah dan keberadaannya bersifat
rohani. Gereja dalam keberadaannya adalah merupakan
bagian dari sejarah dunia. Perkembangan kehidupan gereja
sejak awal kehadirannya sampai pada masa kini menoreh-
kan sejarah yang indah untuk dikenang sebagai pembelaja-
ran yang indah bagi kehidupan gereja masa kini. Selain itu
dapat menjadi teladan dalam ide-ide positif bagi perkem-
bangan dan perbaikan kondisi-kondisi yang berhubungan
dengan benturan organisatoris, doktrinal, liturgis, dan se-
bagainya.
Tentunya tak seindah yang dibayangkan sebagaima-
na seharusnya organisme rohani memproduksi hal-hal
rohani. Harus diakui kejujuran sejarah tidak bisa diban-
16 Gereja Pecah

tah. Meskipun gereja adalah gudang hal-hal rohani namun


keberadaan manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas
dari kelemahan-kelemahan, menjadi alasan yang harus
disadari sehingga sejarah kehidupan gereja mengalami
pasang surut dalam perkembangannya. Pelayan-pelayan
dalam gereja masih mengalami proses perubahan ke arah
yang baik, benar, dan sempurna. Mereka masih bergelut
dengan keinginan diri sendiri, pengaruh lingkungan, dan
rongrongan iblis.
Pada permulaan gereja sebagaimana dicantumkan
dalam Kisah Para Rasul, beranjak pada pendirian jemaat-je-
maat oleh rasul-rasul yang kemudian gereja semakin
berkembang ketika Saulus bertobat dan berubah menjadi
Paulus. Pada saat itulah terjadi perkembangan gereja yang
luar biasa. Di beberapa tempat mulai dari Yerusalem ke ko-
ta-kota sekitarnya hingga sampai ke asia kecil dan bahkan
menjangkau Eropa oleh karena semangat pelayanan rasul
Paulus. Gereja mula-mula ini yang dalam kurun waktu ber-
langsung pada tahun 30 M sampai 590 M. Hal ini dapat
diklasifikasikan dalam 3 bagian waktu yaitu: Gereja abad
permulaan (tahun 30 M – 590 M), kemudian Gereja pada
abad pertengahan (tahun 590-1500), dan Gereja pada Abad
Modern (tahun 1500-masa kini). Gereja mengalami perkem-
bangan kendati berhadapan dengan penganiayaan dan tan-
tangan pengajaran sesat di sekitarnya.
Sebagai gereja awal yang terbentuk dalam konteks
tiga bangsa yaitu Romawi, Yahudi dan Yunani. Gereja ber-
tumbuh dalam keunikan di mana pada kelahiran Yesus
BAB II | Eksistensi Gereja 17

bangsa Roma telah menduduki Palestina yang memung­


kinkan kedamaian tercipta pada masa kekuasaannya.
Kondisi ini merupakan peluang bagi perkembangan gereja.
Dalam hubungannya dengan bangsa Yahudi, sifat keper-
cayaan monoteistik yang kuat dan teologi Yahudi yang
menantikan kedatangan Mesias.
Selain itu Alkitab Perjanjian Lama Yahudi yang
menjadi kitab suci orang Kristen pada abad pertama sebelum
terbentuk Perjanjian Baru menjadi peluang tersendiri bagi
gereja dalam mengembangkan sayapnya memberitakan
Injil. Peranan kekuasaan Yunani juga berdampak tersendiri
bagi kehadiran gereja abad permulaan. Jika Roma mengua-
sai dunia secara politik, maka Yunani menguasainya secara
intelektual (Indra, 2011:23).
Pengaruh filsafat Yunani yang berkembang menjadi
tantangan berat bagi teologia Kristen, namun disisi lain
filsafat Yunani telah menolong membuka jalan bagi pene­
rimaan gereja Kristen pada saat itu. Sebagai salah satu
contoh adalah kemunculan rasionalis menjadikan konsep
berpikir politeisme tidak bertahan lama dan pada akhir­
nya monoteisme semakin nyata keberadaannya. Terjadilah
perubahan situasi pada saat itu dimana lambat laun filsa-
fat-filsafat yang terkenal mengalami keruntuhan, sehingga
menjadi pintu keterbukaan kepada kekristenan.

D. Kondisi Gereja Mula-Mula


Pada awalnya gereja hanyalah merupakan sebuah
kelompok kecil yang didominasi oleh orang Yahudi. Akan
tetapi, setelah terjadinya penganiayaan terhadap orang
Kristen maka menyebabkan penyebaran mereka di seluruh
18 Gereja Pecah

daerah pada saat itu. Situasi itulah yang membuat perkem-


bangan yang pesat dalam kehidupan gereja, dimana dalam
beberapa tempat itu pemberitaan Injil terbuka (Kisah Para
Rasul 8-11). Tentunya ini salah satu realisasi dari perintah
pemberitaan Injil yang disampaikan oleh Yesus sebelum ke-
naikan-Nya (Mat.28:18-20; Mark. 16:15-18; Kis.1:8).
Semula orang-orang yang baru percaya kepada
Tuhan Yesus bersekutu dan beribadah di rumah mereka
masing-masing dan belum ada gedung khusus untuk ke-
baktian pada saat itu. Sehubungan dengan kebangkitan
Kristus yang bertepatan dengan hari minggu, maka per-
himpunan jemaat Kristen pada saat itu dilakukan pada
hari-hari minggu (Kis.20:7). Menurut Kuhl (1998:44) bahwa
pada saat itu jemaat beribadah dengan tanpa adanya
liturgi yang tersusun rapi. Yang dilakukan adalah berdoa
bersama, kemudian penyembahan dengan nyanyian dan
pujian, belajar tentang pengajaran rasul-rasul dan menga-
dakan perjamuan kudus dalam setiap kebaktian.
Model peribadatan semacam ini berlangsung hingga
sebelum terjadinya peralihan dari para rasul kepada orang-
orang berikutnya. Perubahan besar mulai terjadi setelah
kepemimpinan para rasul (tahun 70-140) baik secara lahi-
riah maupun secara batiniah, diantaranya skema organi-
sasi mulai terbentuk sebagaimana sistem yang terdapat
dalam sinagoge. Gereja dipimpin oleh episkopos (penilik),
presbuteros (penatua) dan diakonos (pelayan).
Gereja mengalami perluasan yang bertolak dari
daerah Palestina ke Siria, dan dari daerah tersebutlah
BAB II | Eksistensi Gereja 19

gereja tersebar di berbagai penjuru. Ke sebelah barat diker-


jakan oleh Paulus (Kis.18:24-25), kesebelah Timur dikerja-
kan oleh orang-orang Yahudi Kristen dari Siria dan Palesti-
na dengan pusat penginjilan di kota Edessa dan ke wilayah
selatan dibawa oleh rasul Bartolomeus dan Rasul Thomas
ke India (Indra, 2011:25).
Dalam perkembangan selanjutnya gereja mulai men-
galami tantangan yang berat. Bukan hanya tantangan
lingkungan tetapi juga tantangan terhadap berbagai penga­
jaran yang menjamur. Gereja mulai mendapat pengham-
batan dan penganiayaan dari kaisar-kaisar Roma berikut-
nya terutama pada masa kekaisaran Nero (tahun 64 M),
Kaisar Domitianus (Tahun 81-96), Kaisar Trayanus (tahun
98-117). Penganiayaan ini mengakibatkan beberapa bapa
gereja harus mati syahid pada masa-masa kelam itu, seperti
Policarpus dan Justin Martyr. Sedangkan dari sisi pengaja-
ran gereja ditantang dengan berbagai ajaran miring seperti
Gnostisisme, Marcion, dan Montanisme.
Reaksi yang muncul dari kekristenan selain dari
apologet-apologet yang dibangun oleh bapa-bapa gereja
dalam bentuk tulisan, dibentuklah kanon Perjanjian Baru
(tahun 100 M) dan diikrarkannya Pengakuan Iman sebagai
ketetapan ajaran gereja. Selanjutnya, ditetapkan jabatan
uskup untuk menggantikan posisi para rasul sampai pada
penamaan jemaat yaitu Gereja Katolik. Seiring pertumbu-
han gereja, maka segala bentuk kekuasaan dan kepen­
tingan semakin tak terkendalikan. Pada akhirnya gejolak
dalam gereja di berbagai wilayah semakin panas, sehingga
gereja terpecah menjadi dua yaitu Gereja Katolik dan Gereja
Protestan.
BAB III | Gereja yang Membumi 21

BAB III
GEREJA YANG MEMBUMI

A. Gereja dan Hakikatnya


Pemberian nama gereja tidak terlepas pada konteks
budaya atau bahasa setempat. Istilah “gereja” yang kita ke-
nal saat ini pada awalnya berasal dari bahasa Portugis ya­
itu “igreja” yang berarti berkumpul. Dalam bahasa Yunani
disebut ekklhsiα (ekklesia) yang berarti sidang, jemaat,
atau kumpulan. Kata “ekklesia” itu sendiri adalah terjemah-
an dari kata “qahal” (kahal) atau “qahal YHWH yang berarti
umat, jemaat, atau massa. Dalam Perjanjian Lama (PL) isti­
lah “qahal” berarti Israel sebagai umat yang dikasihi oleh
Allah yang dipanggil supaya menjadi terang dan berkat bagi
bangsa-bangsa lain di sekitarnya (Ulangan 7:6).
Pemanggilan Allah yang istimewa ini bagi umat-Nya
dimulai dari pribadi Abraham, Ishak, dan selanjutnya ke-
pada kedua belas suku Israel. Mereka dipanggil oleh Allah
sebagai umat yang berbakti kepada-Nya. Setelah Allah me-

21
22 Gereja Pecah

lihat manusia telah berdosa dan terus berbuat dosa, maka


Allah Bapa mengutus Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus
Kristus ke dalam dunia untuk menebus dosa-dosa umat-
Nya. Pada posisi ini Yesus seratus persen adalah Allah dan
seratus persen sebagai manusia.
Keberadaan Yesus di dunia adalah Allah sejati dan
manusia sejati. Sebagai manusia sejati, Dia lahir melalui
keturunan Yusuf dan Maria dari Nazaret. Kelahiran Yesus
sangat ajaib karena tidak melalui hubungan suami-istri pa-
da umumnya, melainkan oleh kuasa Roh Kudus. Kelahi-
ran-Nya menunjukkan bahwa Allah Bapa sangat mengasihi
setiap manusia yang telah berdosa kepada-Nya. Mereka di-
panggil dan dipilih untuk memperoleh pembaharuan hi­dup
dan pertobatan yang benar dalam rencana penggenapan
karya keselamatan kekal dari-Nya. Setiap manusia yang su-
dah ditebus dosanya dikenal sebagai orang Kristen.
Komunitas orang Kristen dipanggil oleh Allah dari
berbagai suku, agama, ras, etnis, bahasa, budaya, dan
ber­
bagai bangsa di seluruh dunia. Mereka dikumpul-
kan menjadi sebuah komunitas yang saling mengasihi
dan membangun. Dalam uraian Riemer (2002:60) bahwa
komunitas ini dipanggil oleh Firman Tuhan. Kuasa Firman
Tuhan dapat mengubahkan seluruh kehidupan manusia
yang berdosa. Jadi, komunitas yang sudah dipanggil oleh
Allah ini se­cara istimewa berkumpul dalam suatu tempat
yang dise­­but ­gereja.
BAB III | Gereja yang Membumi 23

Gereja adalah komunitas manusia


yang dipanggil oleh Allah dari berbagai
suku, ras, etnis, bahasa, budaya,
agama, dan bangsa di seluruh dunia.

Dalam percakapan sehari-hari, hampir semua orang


Kristen mengartikan “gereja” pada gedungnya sema-
ta. Pemahaman ini tentu tidak salah, tetapi juga tidak
seluruhnya benar. Sekali pun melalui keberadaan gereja
dapat dilihat identitas dan ciri khas orang Kristen. Orang
Kristen tidak sama dengan gedung gereja. Yesus sendiri ti-
dak pernah berbicara tentang gedung gereja untuk meng­
identikkan orang Kristen itu sendiri. Istilah gereja lebih
menekankan pada pengertian persekutuan spritual atau
rohani.
Keberadaan Bait Allah pada Perjanjian Lama tidak
mungkin terlepas dengan keberadaan gereja yang kita ke-
nal selama ini. Pada umumnya orang Kristen cenderung
berpendapat istilah gereja  lahir pada hari Pentakosta.
Hari Pentakosta ini terjadi sekitar sepuluh hari setelah
kenaikan Yesus Kristus ke sorga. Tetapi tidak boleh kita
lupakan bahwa gereja yang lahir pada hari Pentakosta itu
merupakan kesinambungan dengan umat Allah yang te­
lah ada sejak pemilihan Abraham pada saat itu. Perwu-
judan umat Allah dapat dilihat dalam gereja sekarang ini.
Memang berbagai argumentasi yang muncul dari
para teolog tentang hakikat gereja. Kerumitan dalam
24 Gereja Pecah

konteks kehidupan gereja bukan saja terletak pada ke-


pelbagaian aliran, denominasi, dan doktrin yang selalu
ditonjolkan, tetapi juga perdebatan sehubungan dengan
asal-usul gereja itu sendiri. Ada yang berpendapat bah-
wa gereja adalah kesinambungan dari kehidupan bangsa
Israel atau biasa disebut sebagai Israel rohani. Pada sisi
yang lain ada yang mengatakan bahwa gereja adalah ins­
trument baru yang tidak ada kaitannya dengan bangsa
Israel.
Salah satu argumentasi yang diringkaskan oleh
Walvoord (1984:18) dengan berkata:
Ada yang berpendapat bahwa gereja hanyalah
perkembangan lanjut dari rencana Allah bagi Israel
dalam Perjanjian Baru, kemudian berusaha menya-
makan gereja dengan Israel. Yang lainnya lagi men-
ganggap gereja sebagai suatu fase penggenapan tu-
juan wasiat Allah tentang penyelamatan. Ada pula
yang berpendapat bahwa gereja adalah satu aspek
dari keseluruhannya kerajaan Allah, dimana gere-
ja merupakan satu lapisannya. Masih ada lagi yang
menggabungkan berbagai aspek dari gagasan-ga-
gasan di atas.
Konsep gereja sebagai kesinambungan dari Israel
akan berbenturan dengan beberapa nubuatan yang tidak
tepat dengan keberadaan gereja pada saat atau setelah
pentakosta. Hal ini ditegaskan oleh Thiessen (2003:479)
dengan mengatakan:
Mereka yang beranggapan bahwa gereja hanya me­
ru­pakan Israel rohani dari Perjanjian Baru, dengan
kata lain, gereja adalah kelanjutan dari Israel Per-
BAB III | Gereja yang Membumi 25

janjian Lama, mau tidak mau percaya bahwa gere-


ja sudah didirikan dalam zaman Perjanjian Lama.
Pihak lain beranggapan bahwa gereja mulai didiri-
kan pada saat Kristus mulai ber­ khotbah. Namun
pandangan-pandangan ini ternyata tidak alkitabi-
ah berdasarkan penyataan Kristus sendiri. Kristus
menyatakan di Kaisarea Filipi bahwa pada saat itu
gereja masih belum berdiri, karena Ia mengatakan,
“di atas batu karang ini Aku akan membangun je-
maatKu” (Matius16:18).
Momentum hari Pentakosta dan sesudahnya me­
rupakan waktu yang tepat menemukan istilah gereja.
Kendati demikian, secara tersirat sebenarnya istilah ge-
reja sudah identik dengan keberadaan bait Allah dan ke-
beradaan umat Tuhan yang taat kepada-Nya. Oleh sebab
itu, apapun argumentasinya tetap pada keyakinan bah-
wa Yesus Kristus adalah Kepala atas gereja-Nya. Gereja
Kristus sudah ada sejak Perjanjian Lama dan terus dilan-
jutkan pada masa Perjanjian Baru sampai saat ini. Sekali
pun banyak aliran dan denominasi gereja yang berbeda
pandangan tentang hal ini. Siapa pun pendetanya dan
apapun nama gerejanya, sesungguhnya gereja adalah mi-
lik Kristus.

Gereja Kristus sudah ada sejak jaman


Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan
sampai saat ini. Oleh sebab itu, siapa pun
pendetanya gereja adalah milik Kristus.
26 Gereja Pecah

Kristus membina hubungan yang intim dengan je-


maat-Nya sebagai bentuk kesatuan yang utuh dan tak
terpisahkan dari diri-Nya. Hubungan yang hidup itu dapat
dilukiskan melalui perumpamaan-perumpamaan-Nya,
yaitu: Kawanan domba dan gembala (Yoh. 10:11; Yeh.
34); umat Allah (1 Petrus 2:9; Yehezkiel 37:27); pokok an-
ggur dengan ranting-rantingnya (Yohanes 15:1-15); Tubuh
­Kristus (Efesus 4:11-12; Roma 12:4; 1 Korintus 12:12-18),
dan seterusnya.
Bentuk perumpamaan di atas menunjukkan relasi
hubungan yang akrab dengan gereja-Nya. Dalam panda­
ngan Packer (1991:68) mengatakan bahwa gereja ada-
lah persekutuan seluruh dunia dari orang-orang percaya
yang kepalanya adalah Kristus. Gereja berarti kumpulan
orang-orang yang sudah dikuduskan oleh Allah. Gere-
ja dipimpin dan dikhususkan oleh Allah dalam rangka
memberitakan karya keselamatan dari-Nya. Mereka beri-
man kepada Kristus dan dipanggil dari segala bangsa,
budaya, bahasa, etnis, serta berbagai latar belakang ke-
hidupan sosialnya.
Pemanggilan dan pemilihan setiap orang Kristen se-
cara khusus didasarkan atas kasih dan anugerah Allah
semata. Rasul Petrus menguraikan hal ini dengan ber-
pusat pada skema kerajaan sorga: “Tetapi kamulah bang-
sa yang terpilih, imamat am rajani, bangsa yang kudus,
umat kepunyaan Allah sendiri; supaya kamu memberita-
kan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah
memanggil kamu ke luar dari kegelapan kepada terang-
BAB III | Gereja yang Membumi 27

Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).

Allah memanggil dan memilih setiap orang


menjadi Kristen hanya oleh karena ka­­sih
dan anugerah-Nya. Allah memberikan ke­
selamatan kepada seseorang berdasar­
kan otoritas dan kedaulatan-Nya sebe­­­lum
dunia dijadikan.

Berdasarkan Firman Tuhan di atas ada dua aspek


penting yang menjadi rujukan bagi setiap pribadi orang
Kristen, yaitu:
1. Anugerah sebagai aspek rohani atau spiritual
yaitu terpilih, imamat am, dan kepunyaan Allah. 
2. Melaksanakan tugas misi  pemberitaan Injil ke-
pada semua orang dalam dunia ini. Apabila ge-
reja le­pas dari misinya, maka pribadi-pribadi orang
Kristen tersebut tidak dapat disebut gereja.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa istilah qa-
hal, ekklesia, dan gereja pada dasarnya menunjuk pada
persekutuan orang-orang yang telah dipanggil oleh Allah
dari berbagai suku, agama, ras, bahasa, bangsa, etnis,
dan budaya yang berbeda-beda. Mereka memiliki keyaki­
nan yang kuat bahwa hanya Yesus Kristus satu-satunya
Allah serta juru selamatnya. Oleh sebab itu, seluruh as-
pek dan pola kehidupannya harus sesuai dengan kehen-
dak Allah. Hidup dalam persekutuan dengan Allah serta
meminta kekuatan dari Dia agar mampu melakukan sega-
28 Gereja Pecah

la perintah-Nya yang tertulis di dalam Alkitab.

B. Gereja Bersifat Gedung


Setiap negara di dunia memiliki istilah yang berbe-
da-beda dalam menamai gereja. Penamaan gereja tentu­
nya tidak terlepas pada konteks bahasa, budaya, dan tra-
disi negara atau daerah setempat. Beberapa contoh negara
yang dimaksud antara lain: Inggris disebut Chruch, Belan-
da disebut Kerk, Scotlandia disebut Kirk, Indonesia dise-
but gereja. Setiap daerah di Indonesia menyebut gereja
sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing. Misal-
nya di Nias gereja dikenal dengan istilah gosali, di Jawa
dikenal istilah grejo, dan lain-lain. Apapun istilah gereja
yang dipakai saat ini tidak terlepas dari istilah Yunani ya­
itu Kuriakon. Kuriakon adalah Rumah Allah atau gedung
gereja. Gereja yang bersifat gedung berbeda maknanya
dengan ekklesia. Ekklesia lebih menunjuk pada pribadi
orang Kristen.

Istilah kuriakon berbeda dengan ekklesia.


Kuriakon berarti rumah Allah, sedangkan
ekklesia berarti seseorang yang dipanggil
Allah untuk masuk ke dalam rumah-Nya.

Jumlah gedung gereja dari berbagai aliran dan de-


nominasi di seluruh dunia mengalami peningkatan. Apa-
bila dilihat secara seksama menunjukkan bahwa per-
tambahan jumlah orang Kristen tidak sebanding dengan
pertambahan gedung gereja yang semakin tidak terken-
BAB III | Gereja yang Membumi 29

dalikan. Apakah pertambahan gedung gereja seperti ini


menunjukkan peningkatan kuantitas dan kualitas orang
Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus? Untuk menja­
wab pertanyaan ini tentu harus memiliki hati yang bijak-
sana serta penuh kejujuran pada setiap pribadi pemimpin
gereja maupun orang Kristen secara keseluruhan.
Bertambahnya aliran dan denominasi gereja mem-
beri peluang penambahan gedung gereja baru. Berdasar-
kan data dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen, Kementerian Agama Republik Indonesia pada
tahun 1993 menemukan 275 organisasi gereja Kristen
Protestan dan sekitar 400-an yayasan Kristen Protestan
yang bersifat gerejawi (Aritonang, 2000:1). Dari data ini
menunjukkan bahwa pertambahan aliran dan denomi-
nasi gereja semakin meningkat. Jumlah organisasi gereja
semakin bertambah, tetapi jumlah orang Kristen sangat
sedikit peningkatannya atau bisa dikatakan jumlahnya
masih tetap.
Berdasarkan hasil pengamatan dan data dari Lu-
mintang (2011:76) menegaskan bahwa sesungguhnya ti-
dak bertambah jumlah orang Kristen di Indonesia bahkan
cenderung menurun. Selanjutnya, data resmi dari Badan
Pusat Statistik Departemen Agama Republik Indonesia
menunjukkan bahwa persentase pemeluk Kristen tahun
1990 sekitar 5,8% dari jumlah penduduk Indonesia. Pa-
da tahun 2000 terjadi penurunan menjadi 5,7%. Kemu­
dian pendataan kembali terjadi tahun 2005 menunjukkan
persentase jumlah orang Kristen masih tetap 5,7% dari
30 Gereja Pecah

jumlah penduduk Indonesia (Nurdi, 2005).


Jumlah orang Kristen tidak bertambah, namun
jumlah aliran dan denominasi gereja semakin mening-
kat. Peningkatan jumlah organisasi atau denominasi ge-
reja seperti ini juga diungkapkan Makkelo (2010:153) da-
lam bukunya yang berjudul “Kota Seribu Gereja”, di mana
tahun 1999 telah ada sekte aneh di Kota Manado yaitu
The Satanic Church yang sering disebut gereja setan. Dia
menambahkan, pada tahun 2004 jumlah gereja dari ber­
bagai aliran dan denominasi di Kota Manado sebanyak 437
gereja yang terdata (2010:200). Tentu masih banyak lagi
gereja yang tersebar di seluruh Indonesia, baik yang su-
dah terdaftar maupun yang belum terdaftar secara res­mi
di Dirjen Kristen Kementerian Agama Republik I­ ndonesia.
Bertambahnya gedung gereja disebabkan oleh tiga
faktor, yaitu: bertambahnya aliran gereja; bertambahnya
denominasi gereja, dan bertambahnya jumlah orang Kris-
ten. Pertambahan gedung gereja sebagai akibat dari pe­
ningkatan jumlah orang Kristen dapat dikatakan adalah
keberhasilan sesuai dengan Amanat Agung Yesus Kristus.
Akan tetapi, bertambahnya aliran dan denominasi gereja
merupakan bentuk perpecahan gereja. Tuhan Yesus be-
lum pernah memerintahkan untuk menambah jumlah ali-
ran dan denominasi gereja, tetapi justru Dia meng­ingatkan
agar umat-Nya pergi memberitakan Injil de­ngan menjun-
jung tinggi persatuan dan kesatuan di dalam ­gereja-Nya.
BAB III | Gereja yang Membumi 31

Jumlah aliran dan denominasi gereja


bertambah, tetapi orang Kristen masih
stagnan.

Adanya perbedaan aliran dan denominasi gere-


ja di atas terus dipertentangkan sampai saat ini. Per-
bedaan semacam ini dimulai dari hal yang paling kecil
sampai ke hal yang paling mendasar. Diawali dari perbe-
daan pendapat antara pemimpin gereja, pemimpin gereja
­de­ng­an jemaat, perbedaan liturgis, dan selanjutnya ke hal
yang paling krusial mengenai perbedaan doktrin. Hal ini
kembali diingatkan oleh Makkelo (2010:155) bahwa bera­
gamnya aliran yang muncul ini sebagai akibat perbedaan
dalam menafsirkan Alkitab, perbedaan dalam menerap-
kan tata ibadah, dan perbedaan dalam metode Pekabaran
Injil. Semua perbedaan ini pada akhirnya berujung pada
perpecahan gereja yang melahirkan adanya berbagai ben-
tuk aliran dan denominasi gereja baru, sehingga pertam-
bahan gedung gereja pun tidak mungkin dielakkan.

C. Gereja Yang Melawan


Pada umumnya bentuk gedung gereja pada setiap
negara dan daerah memang berbeda-beda. Di wilayah
Indonesia bentuk gedung gereja lebih mengikuti nuansa
budaya daerah setempat. Hal ini dilakukan sebagai wu-
jud dalam melestarikan budaya. Selain itu, ada juga yang
mengikuti bentuk atau model gereja yang ada di beberapa
negara Eropa dan Amerika. Kondisi ini tidak terlepas dari
32 Gereja Pecah

pengaruh para misionaris yang berasal dari latar bela­


kang budaya serta negara yang berbeda-beda.
Dalam beberapa tahun terakhir bentuk dan mo­del
gedung gereja telah mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Setiap aliran dan denominasi gereja menggu-
nakan ruko, rumah, hotel, mall, dan fasilitas sosial lain-
nya untuk melaksanakan kegiatan ibadah. Berubahnya
bentuk dan model gereja ini disebabkan oleh sikap pe-
merintah yang mengeluarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) tentang syarat dan pembatasan pembangunan tem-
pat ibadah. Lokasi ini dipilih sebagai bentuk perlawanan
orang Kristen terhadap kebijakan pemerintah.
Ada tiga kementerian yang harus bertanggung jawab
dalam mengembalikan keharmonisan umat ber­
agama
yang sudah terjalin dengan baik selama ini, yaitu Kemen-
terian Agama, Kementerian Dalam Negeri, serta Kemen-
terian Hukum dan HAM. Keharmonisan interumat be-
ragama, antarumat beragama, dan antarumat ber­agama
dengan pemerintah terganggu atas kebijakan peme­rintah
tersebut. Diperparah lagi adanya sebagian anggota ma­
syarakat yang tidak menyetujui pembangunan gedung ge-
reja di daerah tersebut. Mereka menggunakan berbagai
cara untuk menghalangi pembangunan gedung gereja.

Gereja berubah bentuk dan modelnya


merupakan sebuah sikap perlawanan
terhadap kebijakan pemerintah yang
membatasi ijin pembangunan gereja.
BAB III | Gereja yang Membumi 33

Lebih ironisnya lagi, ada beberapa gereja yang su-


dah memiliki ijin dan telah mendirikan gedung gereja se-
lama bertahun-tahun pada akhirnya ditutup. Tidak jarang
orang Kristen mengalami penganiayaan dari orga­
nisasi
kemasyarakatan yang mengatasnamakan agama tertentu.
Kenyataan ini seakan-akan ada yang melegi­timasi tinda-
kan mereka. Pemerintah pun terkesan lepas tangan ke-
tika terjadi konflik seperti ini dan pada akhirnya orang
Kristen dituding sebagai biangnya.
Pemerintah mengeluarkan berbagai syarat sehing-
ga secara tidak langsung melarang umat beragama atau
orang Kristen pada khususnya untuk membangun ge-
dung gereja. Umat beragama tidak bebas lagi beribadah
sesuai dengan agama dan keyakinannya yang dijamin
oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Peme­
rintah harus mengkaji kembali SKB ini serta tidak boleh
mencampuri secara mendalam tentang keyakinan atau
agama seseorang. Bangsa ini tidak akan maju serta tidak
bermartabat jika hanya ada satu agama yang mendiami
bumi pertiwi ini.
Kehidupan orang Kristen pada dasarnya tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan gedung gereja. Gedung ge-
reja merupakan sebuah identitas bagi orang Kristen. Ge-
dung gereja juga berperan penting dalam pertumbuhan
kualitas imannya. Gedung gereja atau rumah ibadah se-
bagai simbol agama yang kuat (Makkelo, 2010:142). Ge-
dung gereja sangat penting dalam rangka melaksanakan
seluruh kegiatan gerejawi serta memberikan kegairahan
34 Gereja Pecah

bagi umat Kristen dalam melayani sesamanya.

Gedung gereja sangat penting bagi orang


Kristen. Gedung gereja sebagai identitas
dan sarana untuk membangun keber­
samaan serta menguatkan iman orang
Kristen. Gedung gereja sama pentingnya
dengan tempat ibadah agama lain.

Kehadiran gedung gereja menjadi sarana dalam


mempersatukan berbagai latar belakang kehidupan sosial
umat Kristen seperti orang miskin dengan kaya, orang
cacat dengan normal, orang berpendidikan dengan buta
huruf, orang tidak berbudaya menjadi berbudaya, dan
sebagainya. Keberadaan gedung gereja sama pentingnya
dengan keberadaan tempat ibadah bagi agama lain. Se-
tiap agama di seluruh wilayah Indonesia harus diijinkan
untuk mendirikan tempat ibadah yang dilindungi oleh
Pancasila, UUD 1945, serta pemerintah pusat dan daerah.

D. Gereja Tempat Orang Berdosa


Keberadaan orang Kristen bukan hanya dilihat dari
gedungnya saja tetapi juga menyangkut ­
pribadi-priba­
di
anggota jemaat yang beribadah di dalamnya. Gereja
yang bersifat jemaat berarti sebuah organisasi manu-
sia yang bisa berbuat salah, berdosa kepada Allah (Grif-
fiths, 1995:36). Oleh sebab itu, setiap pribadi orang Kris-
ten yang telah dikumpulkan dalam gedung gereja perlu
BAB III | Gereja yang Membumi 35

diajar dan dibimbing oleh pemimpin gereja yaitu pende-


ta atau penginjil. Walaupun sudah menjadi orang Kris-
ten kemung­kinan besar masih bisa berbuat dosa. Mereka
senantiasa tetap diingatkan, diajar secara terus-menerus
agar kembali pada tatanan hidup yang benar, beriman
teguh, dan melayani Allah dengan cara yang benar.
Untuk membentuk karakter hidup orang Kristen
yaitu gereja sejati harus didasarkan pada prosesnya ­Al­ lah.
Hal ini dikatakan oleh Sproul (2002:285) bahwa gereja
menunjuk pada semua orang yang menjadi milik Tuhan,
yaitu mereka yang telah dibeli oleh darah Kristus. Menjadi
milik Tuhan berarti menunjuk kepada orang-orang yang
dipanggil keluar dari rumah-rumah mereka untuk datang
ke suatu tempat yaitu gereja (Riemer, 2002:60). Setiap
orang yang mengaku Kristen sesungguhnya merupakan
kumpulan orang-orang berdosa yang dipanggil oleh Allah
melalui kuasa darah Yesus Kristus dengan tujuan dise-
lamatkan.
Orang Kristen adalah pribadi yang sudah dipang-
gil dari dosa mereka dan dibenarkan oleh Yesus Kristus
melalui karya penebusan di atas kayu salib. Karya kese-
lamatan ini dimulai dari kelahiran, pelayanan, sengsara,
kematian, kebangkitan, kenaikan, dan kedatangan Yesus
kembali. Setiap orang yang telah diselamatkan oleh ­Yesus
dipersatukan di dalam gereja-Nya serta menggunakan
Alkitab sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan
seluruh aktifitasnya.
36 Gereja Pecah

Gereja adalah tempat orang yang baru


bertobat. Gereja adalah tempat orang
untuk berbuat dosa. Gereja adalah
tempat orang-orang berdosa kepada
Allah dan sesamanya.

Pengetahuan seseorang tentang isi Alkitab tidak


menjamin dia tidak berbuat dosa. Para pemimpin gere-
ja seperti Pendeta, penginjil, majelis jemaat, serta orang
Kristen secara keseruhan bisa jatuh dan terjebak untuk
berbuat dosa. Tanpa disadari pemimpin gereja dan orang
Kristen pada umumnya melakukan dosa lewat pelayanan
mereka. Pelayanan sosial gereja yang paling ngetren saat
ini yaitu pengobatan dan pemeriksaan kesehatan secara
gratis, pembagian sembako, mendirikan rumah sakit,
mendirikan sekolah, dan sebagainya. Pada konteks pe-
layanan ini biasanya gereja bisa terjebak untuk berbuat
dosa. Oleh karena, mereka melakukan pelayanan itu
­hanya untuk kepentingan pribadi atau golongannya.
Segala bentuk pelayanan yang dilakukan oleh gere-
ja pada dasarnya tidak salah. Akan tetapi, sebagian be-
sar pemimpin gereja melakukan kegiatan pelayanan so-
sial mereka hanya untuk ambisi tertentu, kekuasaan, dan
popularitas pribadi semata. Pada akhirnya organisasi ge-
reja yang tidak bisa melakukan kegiatan yang sama se­
ring dianggap bukan gereja. Setiap orang yang melakukan
pelayanan untuk tujuan popularitas, maka dipastikan
BAB III | Gereja yang Membumi 37

adanya unsur-unsur atau sifat manusia yang lebih diton-


jolkan daripada kemuliaan Tuhan. Ketika realita semacam
ini dipertontonkan maka gereja sudah kehilangan identi-
tasnya sebagai lembaga kerohaniaan. Setiap gereja seha-
rusnya mencerminkan dirinya sebagai garam dan terang
di tengah-tengah komunitas Kristen maupun masyarakat
yang belum percaya.
Setiap orang yang sudah menjadi Kristen kemung­
kinan masih bisa berbuat dosa. Ada tiga aspek penting
yang harus diwaspadai oleh setiap orang Kristen, yaitu:
1. Kita bisa berdosa karena keinginan diri sendiri.
2. Kita bisa berdosa karena pengaruh lingkungan.
3. Kita bisa berdosa karena pengaruh iblis.
Ketiga hal di atas dapat menjadi sumber kejatuhan
manusia dalam dosa secara keseluruhan dan orang Kris-
ten pada khususnya. Tidak mengherankan jika kita dapat
menemukan orang Kristen yang dipenjara karena melaku-
kan perbuatan dosa. Kendati mereka menggunakan na-
ma-nama yang terdapat dalam Alkitab seperti Matius,
Yohanes, Lukas, Paulus, dan lain-lain. Bukan hanya itu
saja, pendeta, penginjil, dan majelis-majelis jemaat bisa
berbuat dosa dalam pelayanan mereka. Biasanya dosa
mereka tidak selalu mencuat kepermukaan. Dosa mereka
selalu tertutupi oleh jubah kebesaran dan kedudukannya
dalam gereja. Oleh sebab itu, siapa pun kita harus se-
lalu bersandar dan memohon pengampunan dari Tuhan
sepanjang nafas hidup kita di dunia ini.
38 Gereja Pecah

E. Gereja Yang Berubah


Keberadaan gereja dewasa ini tentu tidak bisa dile-
paskan dari sejarah awalnya. Walaupun sifat-sifat gereja
sudah ada sejak Allah menciptakan Adam dan Hawa di
Taman Eden, namun secara kelembagaan wujud gereja
baru terlihat ketika para rasul mulai memberitakan Injil
secara besar-besaran setelah Yesus Kristus naik ke sor-
ga. Keberadaan gereja sangat jelas terlihat pada peristiwa
Pentakosta di mana 3000 orang lebih yang percaya kepa-
da Yesus Kristus, kemudian mereka dibaptis dan tetap
menjaga persatuan dan kesatuan di dalam gereja-Nya (Ki-
sah Para Rasul 2:41-47).
Dalam perjalanan yang panjang inilah gereja masih
terus mengalami perubahan sesuai konteksnya. Gereja
terus belajar membenahi diri sebagai lembaga kerohanian
yang ada di tengah-tengah dunia ini. Berdasarkan penga­
laman ini membawa gereja untuk melihat jelas apa yang
sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi ke depan.
Gereja harus belajar dari semua pengalaman yang sudah
dialaminya serta mengevaluasi apa saja yang sudah diker-
jakan bagi dunia yang terus mengalami perubahan yang
radikal dalam setiap lini kehidupan manusia.
Perubahan radikal semacam ini terjadi karena
dilatarbelakangi oleh faktor yang timbul dari luar gereja
maupun dalam gereja itu sendiri. Faktor dari luar gereja
yaitu adanya tekanan-tekanan dari orang-orang yang ti-
dak senang atas kehadiran gereja di sekitarnya. Mereka
menganggap gereja sebagai lembaga yang mengancam ko-
BAB III | Gereja yang Membumi 39

munitasnya, yang didasari atas adanya perbedaan a


­ gama
dan keyakinan. Berbagai cara yang dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan gereja. Melarang pembangu-
nan gedung gereja, serta melarang orang Kristen melak-
sanakan kegiatan ibadah di rumahnya seperti perseku-
tuan doa, ibadah rumah tangga, dan berbagai kegiatan
lainnya.

Berbagai masalah dalam gereja su­


dah berlangsung lama. Adanya faktor
internal dan eksternal. Internal mun­
cul dari pemimpin dan warga jemaat.
Eks­ternal berarti adanya tekanan dan
intimidasi dari orang-orang di luar ag­
ama Kristen.

Sementara faktor yang timbul dari dalam gereja


diawali oleh orang-orang Kristen itu sendiri secara khu-
sus para pemimpinnya. Mereka ingin merubah tatanan
kehidupan gereja yang sudah ada sebelumnya. Kadang
perubahan ini berdampak positif tetapi tidak sedikit ju-
ga dampak negatifnya. Dampak positif yaitu pertumbu-
han jumlah orang Kristen meningkat, sedangkan dampak
negatifnya yaitu adanya sikap saling tidak menerima an-
tara aliran dan denominasi gereja yang sudah ada. Oleh
sebab itu, gereja terus mengalami perpecahan yang mela-
hirkan berbagai ajaran, aliran, dan denominasi gereja ba-
ru (Makkelo, 2010:156).
40 Gereja Pecah

Selain perubahan yang ditimbulkan oleh para pe­


mimpin gereja, maka simpati warga jemaat terhadap lem-
baga gereja juga mengalami perubahan yang signifikan.
Berbagai macam alasan yang diutarakan sebagai bentuk
protes terhadap lembaga gereja maupun para pemimpin-
nya. Warga jemaat sering mengatakan bahwa dalam ge-
reja terlalu banyak masalah, tidak memiliki waktu untuk
pergi ke gereja, pemimpin gereja lebih tertarik pada uang
daripada diri mereka, liturgi ibadah gereja sangat mem-
bosankan, dan lebih para lagi gereja dianggap bukan lem-
baga rohani lagi sehingga tidak ada Tuhan di dalamnya.
Paradigma orang Kristen di atas didasarkan pada
pengalaman-pengalaman mereka di dalam gereja selama
bertahun-tahun. Lembaga gereja diasumsikan sebagai sa-
rana untuk memuaskan batin mereka yang sedang haus
dan ditindas oleh jaman ini. Ketika pemimpin gereja ti-
dak mampu menjawab pergumulannya, maka mereka ke-
hilangan arah serta berubah sesuai konsep berpikirnya
masing-masing. Tidak sedikit orang Kristen sering ber-
pindah ke aliran dan denominasi gereja lain hanya untuk
memenuhi segala kebutuhannya baik spiritual maupun
jasmaninya. Inilah bentuk-bentuk tantangan gereja saat
ini yang terus berubah sesuai konteks jamannya.
Perubahan paradigma gereja dewasa ini telah dipe­
ngaruhi oleh sekularisme dan kapitalisme. Setiap aliran
dan denominasi gereja berlomba-lomba memenuhi per-
mintaan jemaat sebagai langkah antisipasi agar tidak pin-
dah ke gereja lain. Yang paling mencolok lagi adanya daya
BAB III | Gereja yang Membumi 41

tarik untuk “memancing” anggota gereja lain untuk pin-


dah ke gerejanya. Gereja berusaha menyediakan berbagai
fasilitas yang sangat memanjakan jemaat, seperti ada­nya
sarana transportasi antar jemput, bagi-bagi sembako,
beribadah di hotel mewah atau mall, membangun gereja
super megah, full musik, dan lain-lain. Semua fasilitas ge-
reja ini disiapkan dengan terpaksa untuk memenuhi ke-
butuhan psikologis jemaat dan bukan membentuk kuali-
tas serta karakter kerohaniannya kepada Allah.
Melihat kembali awal kekristenan menunjuk-
kan­­bahwa jemaat dipanggil oleh Allah sehingga mereka
datang beribadah ke gereja. Jemaat membutuhkan gere-
ja untuk memulihkan hubungannya yang rusak de­ngan
Allah. Justru saat ini warga jemaat jual mahal kepada
­
gereja atau pemimpinnya. Terlihat jelas bahwa gereja
yang membutuhkan jemaat, sehingga jemaat merasa bi-
sa memilih gereja sesuai kebutuhan psikologis maupun
keinginan hatinya. Ketika gereja sudah kehilangan jati di-
ri serta tugas pokok utamanya, maka jemaat bisa menga-
tur gereja sesukanya. Mengkritik pemimpin gereja karena
punya pengaruh di dalam gereja tersebut.
Ketika pemimpin gereja berusaha mengakomodir
segala bentuk tuntutan jemaat kendati bertentangan de­
ngan Firman Tuhan, maka pada saat itulah gereja telah
kehilangan jati dirinya. Gereja dapat diidentikan dengan
pasar gelap yang menjual berbagai kebutuhan manusia
yang murah meriah. Dahulu gereja adalah lembaga ro-
hani, tetapi sekarang menjadi lembaga duniawi yang di-
42 Gereja Pecah

hias dengan unsur kerohanian tentunya. Perubahan


cara pandang gereja seperti ini menjadi tanggung jawab
semua orang Kristen untuk memperbaharuinya kembali
agar sesuai dengan rencana agung Tuhan Yesus dalam
­gereja-Nya.

Bukan jemaat yang mencari gereja


tetapi pemimpinnya. Gereja bukan la­
gi lembaga rohani melainkan sebagai
lembaga sosial yang dibungkus de­
ngan jubah kerohanian.

F. Gereja Yang Bertumbuh


Tujuan akhir keberadaan gereja di dunia ini ialah
menghadirkan kerajaan Allah. Melihat perkembangan ge-
reja dewasa ini bisa dikatakan mengalami pertumbuhan
secara kualitas maupun kuantitas. Kendati kedua aspek
pertumbuhan ini diperlukan waktu khusus untuk menge­
valuasinya serta melakukan penelitian secara mendalam
sejauhmana peningkatan kualitas dan kuantitas tersebut.
Secara kasat mata menunjukkan gereja telah ber-
tumbuh dengan sangat pesat dan luar biasa dimana ham-
pir semua suku, bahasa, etnis, budaya, dan bangsa te­
lah memiliki gereja atau pernah mendengar kekristenan.
Sebagian mereka telah mendengar berita sukacita dari
Allah yaitu Yesus Kristus Sang Juru Selamat umat ma-
nusia. Keberadaan gereja ada yang dapat dilihat secara
BAB III | Gereja yang Membumi 43

langsung, namun tidak sedikit juga mereka yang men-


galami penganiayaan karena percaya Yesus dipastikan
beribadah secara diam-diam dan bersembunyi.
Orang Kristen tidak perlu cemas dan takut dengan
segala medan pelayanan. Ada kuasa tangan Tuhan yang
tidak terlihat yang selalu menopang. Gereja semakin di­
babat semakin merambat. Gereja semakin ditindas justru
semakin bertumbuh karena pertolongan-Nya. Oleh sebab
itu, gereja bukan tujuan manusia melainkan milik dan tu-
juan Allah. Orang Kristen diutus oleh Allah untuk meng­
hadirkan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah ialah pemerin-
tahan Allah atas seluruh kehidupan di dunia ini. Gereja
tidak memiliki tujuan untuk dirinya sendiri. Kerajaan itu
telah diawali melalui diri Yesus Kristus. Perjuangan itulah
yang memungkinkan gereja bertumbuh. Gereja yang tidak
berjuang adalah gereja yang tidak bertumbuh. Pertumbu-
han itu mengarah ke dalam dan ke luar gereja itu sendiri.

Gereja semakin dibabat semakin


merambat. Gereja semakin ditindas
jutru semakin bertumbuh di dalam
Kristus.Gereja bukan milik manusia
tetapi milik Allah. Gereja bukan tujuan
manusia tetapi tujuan Allah. Orang
Kristen diutus oleh Allah untuk meng­
hadirkan Kerajaan Allah.
44 Gereja Pecah

1. Pertumbuhan Gereja Ke Dalam


Pertumbuhan ke dalam berarti gereja makin be-
rakar pada Kristus. Pertumbuhan ke luar berarti gereja
makin mengembangkan kesaksian hidup dan pelayanan­
nya di tengah-tengah masyarakat. Sering ada gereja yang
berpendapat bahwa untuk melaksanakan tugasnya ke­
luar harus terlebih dulu membereskan masalah-masalah
di dalam. Konsep berpikir demikian tidak ada salahnya,
tetapi alangkah indahnya jika dilakukan secara bersama-

ama. Lebih baik lagi gereja menghindari diri dari ber­
bagai masalah di dalam gereja itu sendiri. Karena sudah
pasti kita tidak mungkin menjadi berkat bagi orang lain,
apabila kita sendiri belum menjadi orang Kristen yang be-
nar di rumah kita sendiri.
Pertumbuhan ke dalam mengarah pada kedewasaan
iman setiap orang Kristen di dalam Yesus Kristus. Mereka
tidak mudah diombang-ambingkan oleh angin pengaja-
ran atau disesatkan oleh manusia yang mencari keuntu­
ngan dan popularitas semata. Pengetahuan mereka ten-
tang Kristus pun makin bertambah-tambah setiap saat.
Jemaat yang tumbuh ke dalam seperti ini juga hidupnya
dilimpahi dengan ucapan syukur dalam suka maupun du-
ka untuk kemuliaan Allah (1 Tesalonika 5:18; Kolose 2:6).
Pertumbuhan ke dalam gereja merupakan langkah
awal pertumbuhan gereja selanjutnya. Dalam setiap ge-
reja pasti ada masalah besar atau pun kecil. Sering ada
warga gereja yang rewel karena masalah kecil, kemudian
pindah gereja atau membuat aliran dan denominasi gereja
BAB III | Gereja yang Membumi 45

baru. Orang yang suka pindah-pindah gereja, memberi-


kan kesan bahwa bergereja bagaikan lembaga sosial atau
perusahaan. Di dalam gereja segala masalah dapat disele-
saikan. Tidak ada satupun masalah di dunia yang berdo-
sa ini yang tidak bisa diselesaikan oleh gereja.

2. Pertumbuhan Gereja Ke Luar


Pertumbuhan ke luar yaitu memiliki tanggung jawab
atas Amanat Agung Tuhan Yesus. Tuhan menyuruh setiap
jemaat-Nya supaya mewartakan Injil dan melayani orang
lain. Bersama-sama dengan Tuhan, gereja membuktikan
bagaimana mengasihi sesama manusia dan cinta lingku­
ngannya masing-masing. Setiap gereja dipanggil supaya
menjadi kawan sekerja-Nya dalam rencana penyelamatan
manusia dan dunia ini. Untuk tugas ini kebanyakan ge-
reja bersikap introvert. Artinya, gereja hanya berwawasan
dan bersikap mementingkan diri sendiri.
Pertumbuhan gereja keluar dapat kita lihat dalam
kehidupan jemaat mula-mula. Dalam situasi keterbatasan
biaya serta menghadapi berbagai penganiayaan, mereka
justru bertumbuh secara luar biasa. Mulai dari kesaksian
para murid sehingga bertambah jumlah orang percaya
manjadi tiga ribu orang, lima ribu orang, dan terus ber-
tambah sampai saat ini. Mereka tidak memberitakan Injil
dengan dasar aliran dan denominasi gereja tertentu, teta-
pi didasari oleh keteladanan di dalam Yesus Kristus. Ti-
dak ada aliran dan denominasi, hanya gereja Kristus yang
diagungkan.
46 Gereja Pecah

Beberapa sikap yang ditujukan oleh orang Kristen


atau gereja mula-mula sebagai hasil pertumbuhan gereja
yang dapat dilihat secara nyata, yaitu:
1. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul
yaitu mendengar dan melakukan Firman Tuhan.
Ketekunan inilah yang menjadikan mereka kuat
dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh
pengajaran sesat kendati mereka menderita.
2. Mereka bertekun bersekutu, berdoa, dan ­­saling
membantu dalam kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Mereka tidak menunjukkan
kekayaan mereka, melainkan kebersamaan di
dalam Tuhan.
3. Mereka bertekun mengikuti Perjamuan Kudus
dan perjamuan kasih.
4. Mereka disukai oleh semua orang atau ma­
syarakat di sekitarnya. Masyarakat mengagumi
persekutuan dan cara hidup mereka. Mereka se-
hati sepikir. Para pemimpinnya pun bersikap
tidak saling menjegal, melainkan bekerjasama.
5. Mereka semakin bertambah banyak, sehingga
Kristus dimuliakan.

Pertumbuhan gereja dapat diukur melalui


ketekunan belajar Firman Tuhan, berse­
kutu, berdoa, sikap saling menolong, si­
kap saling berbagi, makan b­ ersama, men­
jadi berkat bagi masyara­­kat, dan juml­ah
anggota gereja bertambah ­banyak.
BAB III | Gereja yang Membumi 47

Berdasarkan sikap-sikap jemaat pertama di atas


setidaknya memberikan kita harapan bahwa gereja saat
ini pasti lebih baik dan bertumbuh lebih banyak lagi pada
masa yang akan datang. Pertumbuhan yang diharapkan
bukan pertambahan aliran dan denominasi gereja, melain-
kan pertumbuhan secara kualitas iman dalam mewujud-
kan kesatuan gereja-Nya. Selain itu, pertumbuhan secara
kuantitas bisa tercapai jika kesatuan gereja-Nya tercipta.
Tugas untuk memenangkan jiwa bagi Kristus akan lebih
banyak lagi karena dilakukan secara bersama-sama tan-
pa melihat perbedaan aliran dan denominasi gereja.

G. Gereja Yang Melayani


Pada umumnya orang Kristen setidaknya memiliki
tiga tugas pokok pelayanan dalam dunia ini. Tugas pokok
yang dimaksud antara lain: pelayanan marturia (bersaksi),
pelayanan koinonia (bersekutu), dan pelayanan diakonia
(pelayanan sosial). Apabila gereja sudah mampu mewu-
judkan tugas pokok ini dengan benar maka gereja sudah
menjadi bagian penting di tangah-tangah masyarakat dan
mampu memberi warna bagi dunia. Kehadiran gereja ha-
rus menghadirkan kasih Kristus kepada semua orang.
Sungguh disayangkan tugas pokok ini belum terwujud
secara maksimal sampai detik ini. Hal ini disebabkan ge-
reja masih berkutat pada persoalan perdebatan atas per-
bedaan aliran dan denominasinya masing-masing.
Pertama, pelayanan marturia merupakan sikap
orang Kristen (gereja) yang telah menerima anugerah ke-
48 Gereja Pecah

selamatan dari Allah. Mereka dipanggil untuk bersaksi di


tengah-tengah dunia ini. Pelayanan kesaksian ini harus
sesuai dengan keteladanan Kristus. Orang Kristen tidak
boleh hidup untuk dirinya sendiri, melainkan dipanggil
di tengah-tengah bangsa yang memiliki corak dan karak-
ter yang beragama. Orang Kristen dipanggil dan diper-
intahkan oleh Allah untuk berada di lingkungan orang-
orang yang membenci Yesus dan dirinya. Kehadiran orang
Kristen di tengah masyarakat harus membawa berita
su­
kacita melalui kesaksian hidupnya. Jadi, gereja yang
sehat secara rohani tidak hanya memikirkan diri sendi-
ri, melainkan menjadi alat bagi Allah untuk menyatakan
­visi-misi-Nya dalam dunia ini.
Kedua, pelayanan gereja yang bersifat koinonia me­
rupakan perwujudan dari persekutuan antara Allah de­
ngan orang Kristen, antara sesama orang Kristen, dan
orang Kristen dengan agama lain. Dalam persekutuan
inilah setiap orang saling menerima sebagai saudara se­
iman, sehati sepikir, dan satu di dalam Kristus tentu­
nya. Istilah persekutuan ini lebih dalam dimaknai oleh
rasul Paulus dalam bahasa simbolisnya yang menga-
takan: “persekutuan dalam darah dan tubuh Kristus”
(1 Kor. 10:16; bnd. 1 Kor. 1:9). Semua orang percaya itu
mendapat bagian di dalam Kristus.
Terakhir pelayanan diakonia berarti gereja harus
mampu melaksanakan tugasnya sebagai pribadi yang
melayani orang lain. Tuhan Yesus memberi keteladanan
dalam hal melayani. Dia datang ke dalam dunia bukan
BAB III | Gereja yang Membumi 49

untuk dilayani melainkan melayani (Markus 10:45). Jadi,


setiap orang yang meyakini dirinya sebagai umat pilihan
Allah terpanggil untuk melayani orang lain sesuai dengan
talentanya. Akan tetapi, seberapa banyak orang Kristen
yang sudah memahami tugas pelayanan ini? Harus ju-
jur mengakui hanya segelintir orang saja yang telah dan
berusaha menjadi pribadi-pribadi pelayan. Sebagian be-
sar orang Kristen memiliki keinginan besar untuk dilayani
oleh sesamanya.

Orang Kristen diselamatkan oleh Allah


bertujuan untuk melaksanakan tiga tu­
gas gereja yaitu: Bersaksi, Bersekutu,
dan Melayani.

Kita dipanggil dan diselamatkan agar menjadi berkat


bagi seluruh lapisan masyarakat. Alkitab bersaksi bah-
wa Abraham dipanggil oleh Allah dan menjadi berkat bagi
masyarakat sekitarnya pada waktu itu. Hal inilah yang
ditegaskan oleh Calvin bahwa manusia diselamatkan bu-
kanlah untuk dirinya sendiri tetapi menjadi berguna bagi
orang lain (Sagala, 2011:36). Maka hidup orang Kristen
hendaknya menjadi hidup yang berbagi dengan orang lain
kendati memiliki latar belakang sosial yang berbeda de­
ngan dirinya sendiri.
Menjadi Kristen atau menjadi warga gereja berarti
hidupnya senantiasa bersekutu dengan orang lain. Kristus
memberikan berkat rohani dan jasmani, tidak bertujuan
50 Gereja Pecah

untuk dimakan sendiri. Sifat Allah yang pemurah mem-


bentuk umat-Nya menjadi umat yang pemurah. Sifat pelit
atau kikir bukan sifat Kristiani, melainkan sikap orang
egoistis. Kumpulan orang semacam ini pada prinsipnya
hidupnya tidak mengucap syukur atas ­berkat-berkat yang
diterimanya dari Allah. Mereka selalu merasa kekurangan
sampai dia meninggal dunia.
Kebanyakan orang mengikuti konsep gereja yang
eksklusif. Konsep ini cenderung mengakibatkan gereja
menutup diri baik kepada sesama orang Kristen terlebih
lagi terhadap masyarakat umum. Bagaimana kita men-
jadi berkat, garam, dan terang di tengah-tengah dunia
ini? Gereja yang tertutup adalah gereja yang melarikan
diri dari panggilan-Nya. Ketika gereja memiliki sikap eks­
klusif bagi masyarakat, sesungguhnya gereja itu bukan
milik Kristus. Kita harus terbuka sebab Kristus mengasi-
hi semua orang (Yohanes 3:16). Oleh karena itu, orang
Kristen dan jemaat hendaknya berwawasan dunia sentris,
tidak berwawasan gereja sentris semata. Kita berwawasan
dunia sentris untuk bisa memahami dan menerapkan
dunia spiritualitas kepada semua orang.
Bagaimana mungkin kita mengharapkan orang lain
mengerti kebenaran dan kebaikan jika kita sendiri be-
lum melakukannya. Paulus mengingatkan semua orang
Kristen secara khusus pemimpin-pemimpin gereja yang
mengetahui kebenaran Allah agar selalu berbuat baik ke-
pada semua orang. Firman Tuhan berkata: “Hendaklah
kebaikan hatimu diketahui semua orang, Tuhan sudah
BAB III | Gereja yang Membumi 51

dekat!” (Filipi 4:5, bnd. Galatia 6:10; Kejadian 12:2). Ke-


baikan adalah buah-buah Roh (Galatia 5:22). Kita dipang-
gil supaya “menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat
juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5). Yesus Kristus selalu
memasyarakat dan blusukan mulai sejak kelahiran sam-
pai kenaikan-Nya ke sorga.

Gereja yang benar adalah gereja yang


bisa hadir dan terbuka bagi seluruh
umat manusia. Gereja harus bisa melin­
tasi segala bangsa, budaya, bahasa, et­
nis, berbagai latar belakang kehidupan
sosial, dan sebagainya. Gereja harus
bisa menjadi garam, terang, dan kota
yang memberi petunjuk bagi kehidupan
umat manusia.

Untuk menjadi gereja yang benar, tidak tersedia pi-


lihan lain kecuali menjadi gereja yang memasyarakat dan
melayani sesuai dengan teladan Kristus Yesus. Demiki-
an juga orang Kristen harus menjadi pribadi-pribadi yang
mewartakan kasih Kristus di dalam seluruh lapisan mas-
yarakat. Tugas ini sesuai dengan panggilan kita supaya
menjadi garam dunia, terang dunia, dan kota di atas
gunung (Matius 5:13-16). Membangun hubungan yang di-
alogis dengan semua pihak di dalam masyarakat sebagai
strategi dalam memberitakan Injil. Tujuan utama Yesus
Kristus menyelamatkan kita yaitu untuk menyelamatkan
52 Gereja Pecah

orang lain yang belum percaya kepada-Nya melalui tiga


tugas pokok panggilan pelayanan gereja yaitu marturia,
koinonia, dan diakonia.

H. Gereja Yang Rohaniah


Gereja yang bersifat rohani sering diidentikan de­
ngan gereja yang tidak kelihatan (Invisible Church). Ba-
gi kalangan gereja reformed istilah ini bukan hal yang
baru. Gereja tidak kelihatan menunjuk pada kumpulan
orang-orang pilihan Allah secara khusus yang tidak bisa
ditentukan oleh mata jasmani yang berdosa. Sementara
gereja kelihatan lebih bersifat manusia yang terdiri dari
ke­
seluruhan orang Kristen, sedangkan gereja tidak ke­
lihatan lebih berorientasi pada konsep orang Kristen se-
cara rohani atau umat pilihan Allah itu sendiri.
Dalam pandangan Prime (2001:150) gereja ini terdi-
ri dari orang-orang dari tiap bangsa, tiap negeri dan tiap
abad, yang sudah dipilih oleh Allah Bapa, diperoleh de­
ngan darah Kristus dan dikuduskan oleh Roh Kudus. Hal
senada juga dikemukakan oleh Tong (1999:41) dengan
mengutip pendapat Calvin yang menekankan bahwa ge-
reja adalah kumpulan atau komunitas orang-orang yang
dipilih. Setiap orang yang dipilih oleh Allah sepakat untuk
mengikuti kehendak Allah dan Firman-Nya.
Di dalam gereja yang kelihatan secara organisasi di
sanalah terdapat juga warga gereja yang tidak kelihatan
yang disebut umat pilhan Allah. Mereka beribadah sambil
mengenal diri sebagai orang yang tidak layak memuliakan
BAB III | Gereja yang Membumi 53

Allah. Dalam analisis Berkhof (1997:26) mengatakan bah-


wa baik Calvin maupun Luther sama-sama menekankan
kenyataan bahwa ketika mereka berbicara tentang gereja
yang nampak (kelihatan) dan tidak nampak (tidak keliha-
tan), mereka tidak menunjuk kepada dua macam gereja
yang berbeda, tetapi kepada dua aspek dari satu Gereja
Yesus Kristus. Umat pilihan Allah ini tidak dapat ditentu-
kan oleh mata jasmani manusia. Allah sendiri yang memi-
lih mereka sehingga setiap pribadi yang dipilih-Nya pasti
merasakan serta menjawab panggilan Allah yang dasyat
tersebut.
Pemilihan Allah atas umat-Nya tidak didasarkan
pada perbuatan baik seseorang, melainkan oleh anuge­
rah Allah semata. Allah memilih sebelum mereka lahir di
dunia yang penuh dosa ini. Dalam kitab Efesus 1:3-4 me-
negaskan: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepa-
da kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di da-
lam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,
supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.”
Gereja dikatakan tidak kelihatan karena pada
dasarnya bersifat spiritual. Oleh sebab itu, gereja ini ter-
diri atas sejumlah orang pilihan Allah, yang telah, sedang,
dan akan dihimpun menjadi satu persekutuan sejati di
bawah pemerintahan Kristus. Dialah yang menjadi pe­
mimpin atas semua umat pilihan-Nya. Dengan demikian,
persekutuan orang percaya dengan Kristus merupakan
sebuah persekutuan rohani yang membentuk satu ikatan
54 Gereja Pecah

yang tidak kelihatan secara jasmani. Berkat keselamatan


seperti kelahiran kembali, pertobatan yang murni, iman
yang benar, dan persekutuan spiritual, semuanya menja-
di identitas baru bagi umat pilihan Allah.
Selanjutnya, Hoeksema (1985:567) menjelaskan
dengan mengutip Pengakuan Iman Belgia: We believe and
profess, one catholic or universal church , which is an holy
congregation, of true Christian believers, all expecting their
salvation in Jesus Christ, being washed by his blood, sanc­
tified and sealed by the Holy Ghost. This church hath been
from the beginning of the world, and will be to the end. (Kita
percaya dan mengaku satu Gereja yang Katolik atau Am,
yang mana adalah sebuah jemaat yang kudus, dari orang-
orang yang sungguh percaya, semuanya mengharap­kan
keselamatan mereka di dalam Kristus, yang dicuci oleh
darah-Nya, yang dikuduskan dan dimateraikan oleh Roh
Kudus. Gereja ini sudah ada sejak awal dunia dan akan
ada sampai akhir zaman).
Dalam Pengakuan Iman Rasuli dikatakan juga bah-
wa setiap orang Kristen mengakui adanya gereja. Penga­
kuan tentang gereja dalam hal ini bukan hanya gereja
yang kelihatan secara organisasi atau sekumpulan orang
yang ada di dalam gereja itu, tetapi juga menunjuk semua
orang pilihan Allah, termasuk juga mereka yang sudah
mati (Calvin, 2003:226). Keyakinan inilah yang membuat
Tong (1999:41) berani berkata bahwa baik Luther mau-
pun Calvin menegaskan bahwa gereja adalah gereja yang
BAB III | Gereja yang Membumi 55

kelihatan dan yang tidak kelihatan (Visible Church and


­Invisible Church).

Di dalam gereja terdapat dua golongan


yaitu orang Kristen yang taat dan ti­
dak taat. Orang Kristen yang taat ada­
lah pribadi yang menyadari dirinya
diselamatkan oleh anugerah Allah dan
menghadirkan buah-buah pertobatan.
Orang Kristen tidak taat adalah priba­
di yang hanya memiliki identitas Kris­
ten, sehingga pola hidupnya selalu ber­
tentangan dengan kehendak Allah.

Gereja ini bersifat rohani karena terdiri dari bebe­


rapa pribadi manusia berdosa yang telah tebus dan dise-
lamatkan oleh Tuhan Yesus. Pada dasarnya gereja yang
benar sampai saat ini sangat sulit untuk ditentukan. Na-
mun yang pasti bagi kita bahwa gereja yang benar adalah
gereja Yesus Kristus. Tanpa pengorbanan Yesus Kristus di
atas kayu salib maka gereja yang benar tidak pernah ada
di dunia ini. Jadi, gereja yang ada di tengah-tengah dunia
sekarang ini adalah gereja yang kelihatan dan sekaligus
tidak kelihatan. Di dalam gereja yang kelihatan terdapat
umat pilihan Allah atau gereja yang tidak kelihatan.
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 57

BAB IV
SISTEM KEPEMIMPINAN GEREJA

Setiap gereja di Indonesia merupakan “produk”


dari gereja luar negeri, seperti Eropa, Amerika, Korea,
Australia, dan sebagainya. Oleh sebab itu, sistem
kepemim­
pinan gereja selalu disesuaikan dengan aliran
dan denominasi gerejanya. Perbedaan dalam sistem
kepemimpinan ini membuat gereja sulit menerima gereja
yang berbeda aliran atau denominasi dengan dirinya.
Indikasi ini menunjukkan gereja akan mengalami
perpecahan. Perpecahan gereja yang terjadi di Indonesia
sebagai miniatur atas perpecahan gereja-gereja besar
di luar negeri. Para pemimpin gereja selalu mengklaim
sistem kepemimpinannya yang alkitabiah. Pada tataran
ini kekuasaan menjadi alat yang ampuh untuk mempe­
ngaruhi anggota jemaat. Pemimpin gereja yang dimaksud
antara lain Pendeta, Majelis Jemaat, dan Majelis Sinode.

57
58 Gereja Pecah

A. Kepemimpinan Pendeta
Salah satu pemimpin tertinggi dalam lembaga
agama yang paling dikenal adalah pendeta. Istilah pendeta
merupakan sebutan bagi pemimpin agama Hindu,
Budhha, Konghucu, Katolik, dan agama Kristen tentunya.
Kata pendeta berasal dari kata pandita (bahasa Sanse­
kerta), berarti orang yang telah mencapai kesempurnaan
di bidang kerohanian dan dianggap “mumpuni” untuk
mengurus anggotanya (Wiyanto, 2010:24). Secara khusus
di Indonesia istilah pendeta digunakan untuk sebutan
pemimpin agama Kristen yang bertugas untuk memimpin
umat agar cara hidupnya sesuai dengan kehendak Allah.
Istilah pendeta juga berpadanan dengan pastor
yang berasal dari bahasa Latin pastōr berarti gembala.
Gembala dalam kitab Perjanjian Lama (PL) yaitu bahasa
Ibrani menggunakan kata ‫( הער‬ra’ah). Dalam kitab
Perjanjian Baru (PB) yaitu bahasa Yunani menggunakan
kata ποιμην (poimēn). Penggunaan istilah gembala dalam
Alkitab menunjukkan tindakan memberi makan kepada
domba-domba (Kejadian 9:7), sedangkan peranannya
kepada manusia sebagai pribadi yang menggembalakan
agar jemaat memperoleh pengetahuan dan pengertian
tentang Allah (Yeremia 3:15). Setiap nabi, rasul, gembala,
pendeta, atau penginjil dipanggil oleh Tuhan untuk
memimpin umat-Nya (Efesus 4:11). Contoh sikap hidup
seorang gembala sejati ditujukan oleh Yesus Kristus
(Yohanes 10:11).
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 59

Gembala, Pendeta, dan Penginjil dipang­


gil oleh Allah untuk memimpin umat-Nya
hidup kudus. Pemimpin berkualitas yai­
tu pemimpin yang tidak menyalahgu­
nakan kekuasaan yang diberikan Allah
kepadanya. Se­tiap pemimpin gereja ha­
rus menjadi teladan dalam gereja dan
masyarakat.

Kebanyakan gereja Protestan di luar negeri menggu-


nakan istilah pastor. Penggunaan istilah pastor merujuk
pada jabatan pemimpin gereja pada masa Yohanes
Calvin dan Ulrich Zwingli. Pendeta, pastor, gembala, dan
penginjil memiliki pengertian yang sama yaitu pemimpin
umat Kristen yang bertugas untuk menyampaikan
pesan Tuhan kepada umat-Nya karena secara kualitas
bisa menjadi teladan, memiliki kepandaian, dan sikap
bijaksana. Menjadi seorang pendeta merupakan sebuah
tanggung jawab yang besar serta tugas mulia yang diper-
cayakan Allah kepadanya.
Kepemimpinan gereja berbeda dengan cara
memimpin perusahaan. Dalam pandangan Octavianus
(1991:1) melihat kepemimpinan suatu lembaga Kristen
tidak dapat dilepaskan dari cara penanganan tugas
yang dipercayakan oleh Tuhan kepada kita. Allah yang
memanggil setiap pendeta dalam memimpin gereja-Nya.
Seorang pemimpin harus memiliki karakter ilahi dalam
60 Gereja Pecah

menjalankan setiap tugas kepemimpinannya.


Dewasa ini tidak sedikit pendeta menyalahi arti
dari panggilannya sebagai pemimpin gereja. Kekuasaan
seorang pendeta sangat dominan dalam membuat peru-
bahan dogma serta terlibat langsung pada pertambahan
setiap aliran dan denominasi gereja di Indonesia. Seha-
rusnya pendeta menjadi teladan yang mewujudkan doa
Agung Tuhan yang mengharapakan gereja-Nya untuk tetap
bersatu. Bukan sebaliknya, pendeta menjadi pemberontak
dan perusak gereja. Dengan melihat kondisi ini maka
dipastikan para pendeta sebagian besar menyim­­
pang
dari tugas panggilan Allah yang sesungguhnya. Mereka
mementingkan diri sendiri, kelompoknya, maupun aliran
dan denominasi gerejanya masing-masing.
Para pendeta sering memposisikan dirinya lebih baik
dari pemimpin gereja yang lain, bahkan memposisikan
ajaran maupun gerejanya yang paling benar dibanding­
kan dengan aliran dan denominasi gereja lain. Segala
­­
bentuk kekuasaan menjadi bahan yang dipertontonkan.
Mereka berusaha dengan segala cara agar gereja yang
dipimpinnya tetap eksis dalam lingkungan agama Kristen,
sekalipun gereja lain mengalami penurunan kualitas dan
kuantitas. Mereka menggunakan hukum “rimba” yaitu
siapa yang kuat itulah yang tetap ada dan meneruskan
paham dari aliran gereja tersebut.
Jabatan seorang pendeta dalam gereja seringkali
menjadi kekuatan untuk menghancurkan segala rintangan
yang mengahalanginya. Apabila ketegangan ini terjadi
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 61

di dalam satu aliran dan denominasi gereja, maka jalan


yang sering ditempuh adalah pemimpin yang tidak kuat
akan keluar dari gereja tersebut kemudian membentuk
aliran dan denominasi gereja baru. Memang jarang diper-
lihatkan peperangan fisik tetapi peperangan intelektual
menjadi langkah yang ditempuh untuk mempertahankan
gereja yang dipimpinnya.
Peperangan intelektual semacam ini bukanlah hal
yang baru dalam pertempuran ideologis bagi seorang
pemimpin gereja. Dalam pemikiran Gramsci membedakan
dua aspek peperangan intelektual pada sebuah kepemi-
mpinan, yaitu intelektual tradisional dan intelektual
organik. Intelektual tradisional adalah orang yang
mengisi posisi ilmiah, sastra, filosofis, dan keagamaan
dalam masyarakat, termasuk gereja di mana status,
posisi, dan fungsi mereka mengarahkan untuk melihat
diri mereka sendiri secara independen dari segala perse-
kutuan kelas atau peran ideologis. Sedangkan intelektual
organik adalah bagian konstitutif dari perjuangan kelas
pekerja. Mereka memikirkan dan mengorganisasi unsur-
unsur kelas kontra hegemoni dan sekutunya. Ketika
kelas baru berkembang, akan tercipta satu atau lebih
strata intelektual yang memberikannya hegemonitas dan
kesadaran tentang fungsinya sendiri (Barker, 2006:370).
Kedua aspek di atas telah berkembang dalam setiap
aliran dan denominasi gereja selama ini. Keberadaan
pendeta dalam suatu gereja bertugas untuk memimpin
umat dalam menegakkan disiplin gereja. Ketika disiplin
62 Gereja Pecah

ini ditegakkan maka sesungguhnya ada kekuasaan yang


melekat pada pribadi pemimpin tersebut. Hal ini diakui
oleh Calvin (Hall, 2009:457-462) bahwa di dalam gereja
ada kekuasaan yang berasal dari Allah melalui kasih
Yesus Kristus bagi jemaat-Nya untuk memimpin dan
berkuasa atas umat dalam menegakkan disiplin gereja,
doktrin, dan mempertahankan kemurniaan pemberitaan
Firman Tuhan. Kekuasaan dapat berfungsi secara positif
apabila sesuai dengan tujuan Allah, sebaliknya kekuasaan
untuk kepentingan diri serta menguasai orang lain pasti
berdampak negatif.
Walaupun demikian positifnya sebuah kekuasaan,
tetapi kepribadian dan motivasi pendeta jaman sekarang ini
sudah tidak alkitabiah lagi. Sistem kepemimpinan mereka
lebih bermuara pada kekuasaan sekuler dan kepentingan
diri sendiri. Setelah kedudukan tampuh kepemimpinan itu
tercapai, tak segan-segan mereka menyalahgunakannya
demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Seorang
pemimpin tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan
utama dari tugas seorang pendeta yaitu mensejahterakan
umat, mendisplinkan umat, dan menegakkan ajaran
Firman Tuhan secara benar dalam gereja.

Setiap pemimpin gereja pasti memiliki


kekuasaan. Pemimpin gereja dipanggil
oleh Allah untuk mensejahterakan
umat-Nya, mendisplinkan umat, serta
menegakkan ajaran firman Tuhan
secara benar dan jelas di dalam gereja.
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 63

Kerapuhan tampuh kepemimpinan seorang pendeta


telah mengalami kemerosotan moralitas. Sesungguhnya
seorang pendeta harus mampu menjalankan fungsinya
sebagai pembawa kedamaian di antara komunitasnya
dan masyarakat secara keseluruhan. Jabatan pendeta
melekat erat dengan seluruh kepribadiannya. Artinya,
seorang pendeta harus dapat menjunjung citra yang baik
di mana pun ia berada. Kepribadian pendeta bagaikan
ikan di aquarium yang dapat diamati dan dinilai dalam
berbagai sudut pandang manusia.
Umumnya pendeta diselimuti oleh berbagai kemu-
nafikan. Pada satu sisi terlihat sebagai rohaniwan, tetapi
di sisi lain menjadi ‘kanibal’. Secara kasat mata pendeta
dalam pertemuan tertentu dapat memperlihatkan
keakraban dan keharmonisan dengan pendeta lain. Keli-
hatannya seperti orang suci dan tidak berdosa sama
sekali. Dosa mereka tertutup oleh jubah kebesarannya.
Pada kesempatan kebersamaan inilah justru mereka
merancang berbagai strategi untuk mengadakan perla-
wanan atau menjatuhkan pemimpin gereja yang lain.
Segala trik yang dirancang oleh pendeta dilalarbe-
lakangi oleh perbedaan doktrin, aliran, denominasi, atau
ada akar kepahitan karena pernah anggota jemaatnya
“dicuri” oleh pendeta yang bersangkutan. Pada saat yang
sama dalam hatinya ingin menguasai anggota jemaat dari
salah satu pendeta tersebut. Ada usaha untuk mengambil
anggota gereja lain secara sengaja sehingga jumlah
anggota jemaatnya bertambah. Ungkapan yang paling
64 Gereja Pecah

populer yaitu “memancing di aquarium” gereja lain.


Apabila ditelusuri kebanyakan anggota jemaat
berasal dari gereja yang ada di sekitarnya. Sebagian besar
para pendeta beranggapan bahwa ukuran gereja yang
bertumbuh dengan memiliki jumlah anggota jemaat yang
banyak. Mereka membanggakan model gedung gereja
serta fasilitas yang ada dalamnya. Metode penginjilan
seperti ini sangat menyakitkan hati Tuhan Yesus. Inilah
fenomena yang sedang terjadi dalam kekristenan di Indo-
nesia saat ini.
Pertumbuhan jumlah anggota jemaat dan pemban-
gunan gedung gereja bukan berarti tidak penting. Rujukan
yang benar apabila pertumbuhan itu merupakan hasil
penginjilan kepada orang yang belum percaya kepada
Yesus Kristus serta bertujuan untuk memuliakan Allah.
Lebih penting lagi, dalam sebuah gereja kasih semakin
nyata dan semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Para
pemimpin gereja tidak harus berlomba-lomba mendirikan
aliran dan denominasi gereja baru sebagai legitimasi
dalam perwujudan tugas Amanat Agung Tuhan Yesus.
Dengan melihat konteks pertumbuhan gereja dewasa
ini Lie (2010:35-36) selalu mengingatkan dan menasi-
hatkan seluruh pendeta yang memimpin suatu gereja
dengan mengatakan bahwa banyak gereja salah sasaran
pertumbuhan, berusaha memiliki gedung yang baru dan
lebih besar, direnovasi, berusaha memiliki jumlah warga
lebih banyak, puas, dan bangga dengan semua hasil fisik
tersebut. Semua itu sungguh sebuah hasil yang meng-
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 65

gembirakan, tetapi bukan yang utama! Tujuan gereja yang


paling mendasar pertumbuhan iman jemaat yang makin
makin erat pada Tuhan, makin erat dengan sesama, dan
kasih yang semakin mesra kepada semua orang.
Pada kenyataannya, para pendeta biasanya ingin
menguasai aliran dan denominasi gereja lain. Sikap
pemimpin gereja yang demikian tidak perlu ditiru, karena
gereja lama-kelamaan menjadi batu sandungan bagi orang
lain yang sudah percaya maupun yang belum percaya
kepada Yesus Kristus. Dapat ditegaskan bahwa perpin-
dahan anggota ke dalam salah satu aliran dan denominasi
gereja yang lain sesungguhnya bukanlah sebuah pertum-
buhan gereja. Fenomena ini membuktikan gereja telah
gagal mewujudkan tugas Amanat Agung yang sebenarnya.
Kondisi agama Kristen di Indonesia dan termasuk
gereja di seluruh dunia telah mengalami perpecahan
karena faktor “mencuri” dari anggota gereja lain. Oleh
sebab itu, setiap pendeta perlu merenungkan kembali
perkataan Warren (1999:56) yang menegaskan: “Perpin-
dahan anggota gereja dari satu gereja ke gereja lain
bukanlah tujuan dari Tuhan Yesus ketika Dia memberi
Amanat Agung ini. Tuhan memanggil kita untuk menjadi
penjala manusia, bukan memindahkan ikan dari akuarium
yang satu ke akuarium yang lain. Sebuah gereja yang
bertambah besar karena perpindahan anggota dari gereja
lain, sebenarnya gereja itu tidak mengalami pertumbuhan
seperti yang diharapkan oleh Tuhan.
66 Gereja Pecah

Pertumbuhan gereja tidak bisa diukur


dari banyaknya jumlah jemaat, me­
lainkan dari kualitas imannya kepada
Tuhan. Pendeta yang mencuri anggota
jemaat gereja lain menunjukkan gereja
tersebut belum dewasa dan bertumbuh
dalam imannya kepada Tuhan.

Perpecahan gereja yang ditimbulkan oleh sikap


pendeta yang arogan dan merasa berkuasa bukanlah
suatu rahasia lagi dalam sejarah kemerosotan moral
kepemimpinan Kristen akhir-akhir ini. Pendeta yang satu
mengambil anggota gereja lain dan kemudian membap-
tiskannya kembali untuk dijadikan sebagai anggota yang
sah dalam gereja yang dipimpinnya. Sudah pasti gereja
yang menerima perlakuan semacam ini akan melakukan
perlawanan balik baik secara terbuka maupun tertutup.
Perlawanan terbuka bisa langsung merebut kembali
anggota jemaat tersebut, sedangkan perlawanan tertutup
yaitu pendeta berusaha melakukan hal yang sama atas
gereja itu atau pun gereja lain di sekitarnya.
Strategi lainnya dengan membeli alat musik lengkap
agar ada daya tarik orang masuk ke gerejanya, menga-
dakan bakti sosial, mengadakan perkunjungan pada
anggota gereja lain, berusaha menyanyikan lagu kontem-
porer, plagiat liturgis dari gereja lain, dan sebagainya.
Segala cara dilakukan untuk mempertahankan anggota
jemaatnya sekaligus menginjili orang yang sudah Kristen.
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 67

Pada akhirnya, aliran dan denominasi gereja yang tidak


kuat dan tidak mampu secara ekonomi akan tersingkir
dan gereja tutup.
Bentuk kepemimpinan yang sering ditunjukan oleh
para pendeta dewasa ini adalah bagaimana seseorang
mampu meningkatkan kualitas dirinya pada satu pihak
dan menghegemoni orang lain pada sisi yang lain.
Padahal kualitas seorang pendeta tidak terletak pada saat
membuat orang lain terpengaruh dan takluk kepadanya,
apalagi muncul ketergantungan terhadap dirinya sebagai
orang yang berkuasa. Kualitas seorang pendeta dapat
terlihat ketika menghargai perbedaan yang ada, sikap
bijaksana, mengerti kesusahan orang lain, selalu meng-
hormati orang yang lebih tua, menyokong kebersamaan,
dan melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin gereja
sesuai panggilan Allah.

Pendeta yang berkualitas adalah pen­


deta yang menghargai perbedaan,
sikap bijaksana, tidak mencuri anggota
jemaat lain, mendukung kebersamaan,
menghormati orang lain, serta melak­
sanakan tugas Amanat Agung secara
benar dan berbudaya.
68 Gereja Pecah

B. Kepemimpinan Majelis Jemaat


Majelis jemaat merupakan salah satu bentuk
struktur organisasi yang diakui oleh gereja secara umum,
kendati sebagian gereja di Indonesia tidak menganut
sistem ini. Unsur-unsur majelis jemaat terdiri dari
pendeta, penatua, dan diaken. Namun yang akan dibahas
dalam point ini hanya jabatan penatua dan diaken saja,
karena jabatan pendeta telah diuraikan pada point sebel-
umnya.

1) Penatua
John Calvin (Hall, 2009:455) mengakui adanya
beberapa jabatan dalam pemerintahan gereja yaitu:
doktor (guru/pengajar), gembala (pendeta/penginjil),
penatua, dan diaken. Pada dasarnya, jabatan penatua
merupakan suatu jabatan yang strategis dalam struktur
organisasi gereja karena bertugas untuk memerintah
dan mendisplinkan jalannya pelayanan gereja. Setiap
penatua harus memiliki integritas, berhikmat, dan bijak-
sa­
na dalam melaksanakan segala tugas yang diberikan
Allah kepadanya. Seorang penatua dipilih oleh jemaat.
Penatua haruslah orang-orang yang saleh dan rela
berkorban mendampingi pendeta dalam menegakkan
serta mendisplinkan moral anggota jemaat.
Dengan melihat tugas penatua sebagai salah satu
pemberi disiplin dalam gereja selain pendeta, maka jabatan
ini disebut juga sebagai penilik jemaat. Dalam Kisah Para
Rasul 20:17, 28 rasul Paulus menegaskan bahwa jabatan
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 69

penatua memiliki pengertian dan fungsi yang sama dengan


penilik jemaat yang bertugas untuk menegakkan disiplin
dan menjaga kemurnian iman serta pengajaran kitab
suci di dalam gereja. Jabatan penilik dalam masyarakat
Yunani Kuno merupakan sebuah jabatan yang digunakan
secara luas karena bertugas sebagai mandor, pengurus,
pengawas, pengawal, pengatur, inspektur, dan penguasa.
Orang Kristen mula-mula memilih istilah penilik yang
sama dengan penatua untuk fungsi dan tugas tersebut.
Penggunaan istilah penatua atau penilik dalam
kemajelisan gereja merupakan bagian integral pada
sebuah ranah kebudayaan masyarakat Kristen setempat.
Hal ini ditegaskan oleh Strauch (2008:55) bahwa meskipun
kedua istilah itu menunjukkan badan yang terdiri dari
orang-orang yang sama, penatua (elder) mencerminkan
keturunan orang Yahudi yang menekankan martabat,
kematangan, kehormatan, dan kebijaksanaan, sementara
penilik (overseer) mencerminkan keturunan orang yang
berbahasa Yunani yang menekankan tugas kepenilikan
atau penggembalaan.
Secara umum peran penatua dalam gereja
berdasarkan Alkitab terdiri atas 3 (tiga) bagian penting,
yaitu:
1. Melindungi jemaat. Rasul Paulus dengan
sukacita selalu mengingatkan para penatua
di Efesus tentang tugas dan fungsi mereka di
jemaat Efesus. Mereka harus melindungi diri
dan jemaat dari berbagai pengajaran guru-guru
70 Gereja Pecah

palsu atau pun nabi-nabi palsu. Dalam Kisah


Para Rasul 20:28 berkata: “Karena itu jagalah
dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena
kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi
penilik untuk menggembalakan jemaat Allah
yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya
sendiri.”
2. Berkhotbah dan Mengajar Jemaat. Jumlah
pengkhotbah pada zaman para rasul tentu tidak
sebanyak pendeta atau penginjil pada saat ini.
Rasul Paulus yang medan penginjilannya yang
sangat luas sehingga posisinya tidak menetap
pada salah satu jemaat. Oleh sebab itu,
peranan penatua dapat mengambil alih tugas
rasul atau pendeta pada saat itu. Penatua yang
baik kepemimpinannya patut dihormati dua kali
lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah
berkhotbah dan mengajar (1 Timotius 5:17).
3. Menggembalakan Jemaat. Sebelum memimpin
dan menggembalakan jemaat terlebih dahulu
harus mampu memimpin diri sendiri maupun
keluarganya. Suksesnya pelayanan seorang
penatua sangat ditentukan oleh pengaruh dan
peran serta anggota keluarganya seperti istri
dan anak-anaknya. Dalam 1 Timotius 3:5 mene-
gaskan: “Jikalau seorang tidak tahu mengepalai
keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat
mengurus Jemaat Allah?”
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 71

Ketiga tugas penatua di atas menunjukkan bahwa


jabatan ini tidak sama kedudukannya dengan pendeta.
Penatua bukan menjadi boss atas pendeta, melainkan
rekan sepelayanan. Akan tetapi, posisi penatua dewasa
ini sesungguhnya sudah melampaui peran dan tugas yang
diamanatkan oleh Allah secara alkitabiah. Mereka sering
memposisikan dirinya sebagai penguasa gereja. Mereka
memiliki kuasa untuk mengatur bahkan berani member-
hentikan pendeta atau penginjil dari gereja apabila tidak
sesuai dengan tujuan yang diharapkannya. Padahal
penatua bisa dikatakan sebagai “pembantu” pendeta
dalam melaksanakan pelayanan gerejawi.

Pendeta yang berkualitas adalah pen­


deta yang menghargai perbedaan,
sikap bijaksana, tidak mencuri anggota
jemaat lain, mendukung kebersamaan,
menghormati orang lain, serta melak­
sanakan tugas Amanat Agung secara
benar dan berbudaya.

Akibat penyalahgunaan peran penatua dalam gereja,


sebagian gereja tidak menggunakan sistem ini. Mereka
menganggap pemimpin gereja dipegang oleh pendeta.
Untuk membantu tugas-tugas pelayanan gereja lainnya
maka dipilih beberapa pengurus gereja yang dikoordinir
langsung oleh pendeta atau penginjil yang bersangkutan.
Segala keputusan yang menyangkut pelayanan gereja
berada dalam kendali kekuasaan pendeta. Bila dilihat
72 Gereja Pecah

dari aspek keberhasilannya maka gereja yang menga-


dopsi paham ini justru mengalami pertumbuhan dalam
pelayanan gerejanya. Pendeta sebagai ketua mejelis
jemaat atau pemimpin tertinggi dalam organisasi gereja
tersebut. Konflik kepentingan dalam gereja pun sangat
minim karena diatur oleh satu orang, sehingga fokus
pelayanan lebih terarah dan berhasil.
Dalam melaksanakan tugas pelayanan gereja
tentunya tidak ada yang tinggi dan rendah. Semua
pelayanan yang dilakukan harus bertujuan untuk
memuliakan Allah. Fungsi dan perannya saja yang berbe-
da-beda sesuai dengan talenta serta panggilan Allah atas
mereka masing-masing. Seringkali fungsi dan peran ini
dilupakan oleh setiap penatua. Kerancuan akan tugas
penatua membawa dampak negatif bagi gereja, sehingga
gereja tidak berkembang dan seringkali terjadi perpecahan.

2) Diaken
Secara etimologi kata diaken berasal dari bahasa
Yunani yaitu diakonos, diakonoi, diakonia, diakoneo, dan
episkopos yang berarti para pelayan atau hamba. Dengan
melihat kembali sejarah perjalanan gereja pada awalnya
menunjukkan bahwa pemilihan diaken pertama sekali
dilakukan oleh para rasul di Yerusalem. Selama masa
pelayanan rasul Paulus kata diakonos sering dipakai
untuk menyebut para pekerja dalam pelayanan kepada
Kristus, tugas para rasul, pengajar, pemberita injil, atau
pembantu gereja lainnya.
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 73

Secara jujur harus diakui bahwa latar belakang


pembentukan jabatan diaken ini karena adanya sung-
ut-sungut di antara orang Kristen Yahudi berbahasa
Yunani terhadap orang Kristen Ibrani. Orang Kristen
Ibrani melalaikan pembagian bantuan kepada janda-
janda miskin pada waktu itu. Alkitab mencatat diaken
yang pertama dalam gereja berjumlah 7 orang, yaitu:
Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas,
dan Nikolaus (Kisah Para Rasul 6:5). Ketujuh diaken
ini bertugas untuk membantu para rasul di dalam
membagikan bantuan kepada janda-janda miskin. Jadi,
tugas diaken adalah membantu pelayanan pendeta atau
penginjil dalam hal diakonia atau bantuan sosial.
Kata diakonos di atas lebih menunjuk pada tugas
para diaken karena orang Kristen mula-mula lebih sering
memakai kata ini untuk jabatan baru di dalam gereja
khususnya dalam membantu orang-orang miskin atau
menderita. Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh
Hall (2009:456) seorang profesor sejarah gereja di America
Reformed Seminaries bahwa diaken-diaken dipanggil oleh
Kristus untuk memelihara orang miskin dalam gereja. Oleh
sebab itu, syarat menjadi seorang diaken yang alkitabiah
adalah: terkenal baik, penuh Roh Kudus, berhikmat,
orang terhormat, tidak bercabang lidah (pembohong),
bukan peminum anggur (pemabuk), tidak serakah, tidak
bercacat, setia pada satu istri, pengurus keluarga yang
baik, tidak cinta uang, dan sebagainya (Kisah Para Rasul
6:3; 1 Timotius 3:8-13).
74 Gereja Pecah

Apakah setiap diaken sudah memenuhi syarat-


syarat yang sudah ditentukan oleh Allah dalam gereja-Nya
dewasa ini? Jawaban atas pertanyaan tersebut sangat
sulit apabila melihat proses pemilihan para diaken dalam
setiap gereja. Seringkali persyaratan ini tidak begitu
penting karena pemilihan diaken selalu melihat sisi kema-
nusiaannya daripada rohaninya. Biasanya diaken yang
terpilih dalam gereja adalah pribadi-pribadi yang berpen-
garuh karena kekuasaannya ataupun memiliki uang yang
banyak.

Pada umumnya, diaken lebih banyak


dari penatua. Diaken bertugas mem­
bantu pendeta dalam melaksanakan
tugas pelayanan sosial dan bagian lain
yang berkaitan dengan tugas itu. Dia­
ken sering merasa berkuasa untuk me­
mecat dan memindahkan pendeta atau
penginjil dalam gereja.

Dampak negatif yang ditimbulkan atas kesalahan


pemilihan ini membuat para diaken tidak mengerti akan
tugas dan perannya di dalam gereja. Tidak mengherankan
prioritas pelayanan utamanya sebagai pelayan (hamba)
yang membantu pendeta tidak terlaksana dengan baik.
Ketimpangan tugas para diaken ini ditegaskan oleh Alex-
ander Strauch (2008:69) dalam bukunya yang berjudul
“Diaken Dalam Gereja: Penguasa atau Pelayan?” Dia menga-
takan bahwa para diaken hanya berperan sebagai dewan
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 75

eksekutif dan pengambil keputusan. Mereka menjadi para


eksekutif yang menilai seberapa baik pelayanan orang lain.
Mereka menjadi diaken-dewan, bukan diaken pelayan.
Kebanyakan para diaken di Indonesia tidak mengerti
peran dan fungsi mereka di tengah-tengah jemaat. Mereka
identik dengan penguasa dan pemilik gereja.
Dalam beberapa gereja penyebutan diaken identik
dengan pengurus gereja. Gereja yang menganut sistem
presbiteri sinodal lebih banyak diaken daripada penatua.
Sehingga tugas dan fungsi penatua seringkali diambil alih
oleh diaken dengan tujuan untuk memerintah gereja atau
memerintah pendeta dan penginjil. Ketika fungsi diaken
tidak sesuai dengan firman Tuhan, maka konflik antara
diaken dengan penatua dan diaken dengan pendeta atau
penginjil tidak dapat dihindari. Gereja pun mengalami
perpecahan di mana para diaken ngambek dan akhirnya
mereka keluar dari gereja.
Yang lebih ironis lagi diaken yang semestinya
membantu pendeta untuk tugas pelayanan diakonia
justru berubah fungsi sebagai pemegang kekuasaan,
sehingga mereka dapat memecat pendeta dan penginjil
seenaknya. Sikap ini timbul akibat punya pengaruh dalam
gereja, misalnya sebagai penyumbang pembangunan
gereja, sering membantu pendeta atau penginjil dalam
hal keuangan, dan lain-lain. Dalam kondisi ini biasanya
pendeta dan penginjil sering “diam” atau bersikap asal
bapak senang. Pendeta dan penginjil takut kehilangan
jabatan atau sumber pendapatan. Fungsi diaken yang
76 Gereja Pecah

sebenarnya sudah melenceng dari rancangan dan pang-


gilan Allah tentang pelayanan diakonia.
Ketika hubungan diaken dengan pendeta tidak
harmonis maka gereja mengalami kemerosotan moral.
Segala bentuk praktek kekuasaan menjadi senjata ampuh
untuk mempertahankan posisinya masing-masing.
Pendeta berusaha mempertahankan diri sesuai argu-
mentasi yang dianggap benar. Begitu pula dengan diaken
mencari pendukung dengan berbagai macam cara untuk
menarik simpati jemaat. Penerapan praktek kekuasaan
terlihat jelas ketika berada dalam posisi ini. Mereka saling
mempengaruhi jemaat untuk berpihak kepada yang lebih
berkuasa. Mereka mempergunakan segala daya upaya
mulai dari kedudukannya, kekayaannya, dan sebagainya.

Untuk menduduki jabatan Pendeta,


Penginjil, Penatua, dan Diaken harus se­
suai dengan syarat yang ditetapkan oleh
Allah. Mereka tidak boleh bercacat ce­lah,
harus hidup kudus, menjadi teladan,
dan melayani dengan sepenuh hati.

Hal inilah yang ditegaskan oleh Susabda (2006:104)


dalam berbagai kasus yang dihadapi oleh gereja dewasa
ini khususnya di Indonesia. Dia menjelaskan bahwa
persoalan-persoalan gereja seringkali menimbulkan
pertengkaran-pertengkaran bahkan perpecahan di antara
majelis gereja sendiri. Hasilnya seringkali justru perteng-
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 77

karan dan perpecahan bahkan Kristus kepala Gereja


tidak dipermuliakan. Selanjutnya, Strauch (2008:69)
kembali menambahkan sehubungan konflik yang biasa
terjadi antara gembala (pendeta) dan diaken mengatakan
bahwa organisasi apa pun yang terdiri dari dua atau lebih
kelompok yang bertanggung jawab resmi akan mengh-
adapi ketegangan.
Diaken dan pendeta menganggap memiliki ke­
we­
nangan dan kedudukan yang sama atau pun lebih tinggi
dalam gereja tersebut. Diaken tidak memahami tugasnya
dengan baik di dalam jemaat, justru mengambil alih
tugas pendeta. Sebaliknya, pendeta juga merasa berkua­
sa sehingga mencampuri tugas diaken. Semakin kita
­­
memahami perbedaan fungsi antara pendeta dan diaken,
justru semakin kita dapat menghindari konflik yang akan
mungkin terjadi. Jika kita tidak memahami perbedaannya
maka pertikaian dan kesalahpahaman yang ruwet akan
bermunculan, sehingga perpecahan gereja pun menjadi
kenyataan.

C. Kepemimpinan Majelis Sinode


Pada umumnya gereja-gereja di Indonesia secara
organisasi dipimpin oleh majelis sinode. Kata sinode atau
sinodal berasal dari kata Yunani sunhodos. Memang kata
sunhodos secara harafiah tidak ditemukan dalam Alkitab,
tetapi akar katanya yakni sunodeuo atau sunodia masih
bisa kita temukan dibeberapa bagian kitab khususnya
dalam Perjanjian Baru. Misalnya kata  sunodeuo  (Kisah
78 Gereja Pecah

Para Rasul 9:7) dan Sunodia (Lukas 2:44) yang berarti


seperjalanan. Jadi, sinode berarti berjalan bersama,
berpikir bersama, dan bertindak bersama demi kemajuan
gereja.
Berdasarkan pengertian di atas, majelis sinode
merupakan bagian penting dalam memimpin orga­
nisasi gereja. Secara struktur majelis sinode merupakan
pemimpin tertinggi dalam sebuah denominasi gereja yang
menganut sistem ini. Anggota majelis sinode terdiri dari
pendeta, penatua, dan diaken dari gereja lokal. Keang-
gotaan ini terbentuk setelah mengadakan pemilihan pada
sidang sinode. Pada bidang tertentu kemungkinan para
penatua dan diaken bisa menjadi anggota majelis sinode
sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang mereka
miliki. Bidang yang dimaksud seperti bendahara, tata
usaha, hukum, pendidikan, dan sebagainya.
Gereja-gereja yang menganut sistem sinodal biasanya
segala keputusan dan teknis dalam pelayanan gerejawi
ditentukan oleh majelis sinode. Mulai dari peraturan
gereja, liturgi, keuangan, administrasi, dan sebagainya.
Seluruh gereja lokal harus tunduk serta melaksanakan
segala ketentuan sinode tersebut. Tidak mengherankan
dalam setiap gereja yang sistem sinodenya teratur dan
ketat maka bahan-bahan khotbah yang disampaikan
pada setiap kebaktian minggu dan ibadah lainnya hampir
semua sama dalam satu wilayah atau seluruh Indonesia.
Bentuk sistem pemerintahan gereja seperti ini
tidak menjadi masalah apabila dilakukan dengan dasar
BAB IV | Sistem Kepemimpinan Gereja 79

yang benar sesuai Alkitab serta tujuannya untuk hormat


kemuliaan Allah. Akan tetapi, jika sistem ini dilakukan
hanya dengan keadaan terpaksa atau “asal bapak
senang” karena melihat sinode sebagai atasan dari gereja
lokal maka dapat dipastikan pelayanan gereja tidak
akan pernah maksimal. Segala bentuk pelayanan gereja
dilakukan sesuai aturan-aturan yang sudah ditetapkan
oleh majelis sinode.

Semua manusia tidak ada yang sem­


purna termasuk pemimpin gereja. Ti­
dak sempurnanya pemimimpin gereja
tidak bertujuan untuk menindas dan
menguasai anggota jemaat dan sesa­
manya manusia.

Pelayanan gereja yang tidak maksimal biasanya


terjadi karena hanya untuk memenuhi tuntutan atau
target yang ditentukan oleh majelis sinode. Ditambah lagi
setiap pendeta di gereja lokal biasanya berpindah-pindah
dalam periode tertentu. Pendeta tidak merasakan
secara mendalam kebutuhan-kebutuhan gereja lokal.
Akibatnya gereja tidak pernah mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik. Pelayanan gereja hanya bersifat
stagnan, bahkan bisa memungkinkan pelayanan gereja
semakin merosot baik secara kualitas maupun kuan-
titas. Tidak maksimalnya pelayanan pendeta dalam gereja
sering dijadikan alasan oleh penatua dan diaken untuk
memindahkan dan memecatnya.
80 Gereja Pecah

Sistem kemajelisan sinode memiliki kelebihan dan


kelemahannya masing-masing. Kelebihannya segala
keputusan dilakukan secara demokrasi, sedangkan keku-
rangannya proses pelayanan gereja sering terlambat
karena selalu mengadakan rapat untuk meminta
persetujuan bersama. Memang tidak ada manusia yang
sempurna termasuk para pemimpin gereja. Apapun
bentuk kewenangan yang dimiliki oleh pelayan gereja baik
pendeta, penginjil, majelis jemaat, dan majelis sinode,
sebaiknya harus dilakukan untuk hormat dan ­­­­kemulian
Allah.

Apapun bentuk kewenangan yang dimi­


liki oleh Pendeta, Penginjil, Majelis Je­
maat, dan Majelis Sinode tidak akan per­
nah berhasil dan diberkati oleh Allah jika
dilakukan untuk kepentingan diri sendiri
atau kelompoknya. Segala kewenangan
dan kekuasaan harus dijalankan sesuai
dengan koridornya Allah.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 81

BAB V
KEKUASAAN DALAM GEREJA

A. Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasaan dalam pandangan Barker
(2006:10) yaitu kekuasaan bukan hanya perekat yang
menyatukan kehidupan sosial atau kekuatan koersif
sekumpulan orang atas orang lain, melainkan proses
yang membangun dan membuka jalan bagi adanya segala
bentuk tindakan. Definisi ini hampir sama dengan Harold
D. Laswell dan Abraham Kaplan yang memaparkan bahwa
kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang
atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak
pertama (Budiardjo, 2008:60). Pihak pertama yang
dimaksud yaitu semua pemilik atau penentu kekuasaan
termasuk lembaga agama.
Pemimpin lembaga agama secara langsung dan
tidak langsung pasti memiliki kekuasaan. Kekuasaan

81
82 Gereja Pecah

secara langsung dapat dilihat pada diri seorang pemimpin


yang otoriter, sedangkan kekuasaan yang tidak langsung
dapat dilihat dari pribadi seorang pemimpin yang meng-
gunakan perangkat-perangkat keagamaan sebagai cara
untuk memuluskan tindakan kekuasaannya. Perangkat
keagamaan ini berupa kitab suci, hukum agama, jabatan,
tata cara keagamaan, doktrin, dan sebagainya.
Dengan mencermati konsep kekuasaan di atas
sesungguhnya praktek-praktek kekuasaan seperti itu
sering ditemukan dalam gereja sebagai lembaga keroha-
niaan. Penerapan praktek kekuasaan yang menyimpang
ini seringkali dilakukan oleh pemimpin gereja. Oleh sebab
itu, Hall (2009:457) mengingatkan semua pemimpin gereja
dan orang Kristen dengan mengatakan bahwa kekuasaan
pada dasarnya merusak; kekuasaan mutlak merusak
secara mutlak.
Kendati kekuasaan itu pada dasarnya merusak,
namun kekuasaan Allah berbeda dengan kekuasaan
manusia. Allah berkuasa atas umat-Nya agar selalu
hidup benar. Kekuasaan Allah adalah sempurna dalam
kebenaran mutlak, keadilan, kemurahan, hikmat yang
sempurna. Kekuasaan Allah selalu bertujuan untuk
mendidik, mengajar, dan memberi keadilan bagi seluruh
umat-Nya. Kekuasaan Allah harus bisa direfleksikan oleh
setiap pemimpin dalam pelayanan gereja.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 83

Setiap lembaga agama di dunia ini pas­


ti memiliki kekuasaan. Segala bentuk
kekuasaan apabila dilakukan secara ti­
dak benar maka pasti merusak seluruh
sendi-sendi kehidupan manusia. Penggu­
naan kekuasaan secara berlebihan iden­
tik dengan pemberontakkan.

Gereja adalah lembaga kerohanian sekaligus


se­
bagai lembaga sosial. Sebagai lembaga sosial berarti
gereja menjadi tempat berkumpul dan bersosialisasinya
sejumlah manusia yang berasal dari berbagai latar
belakang kehidupan sosial dan budayanya. Sementara
sebagai lembaga kerohanian, gereja menunjukkan diri
sebagai tempat berkumpulnya sejumlah orang yang
percaya kepada Yesus Kristus. Kedua unsur ini selalu ada
berdampingan dalam lembaga gereja.
Gereja berperan sebagai organisasi rohani yang ada
di dunia ini selain di Surga. Pada saat gereja masih berada
di dunia ini kemungkinan besar kepemimpinan gereja
akan selalu berhadapan dengan sekularisme serta segala
bentuk kekuasaan yang bertentangan dengan Allah.
Tidak heran jika ada sebagian pemimpin gereja yang
merasa berkuasa dan menjadikan hak milik atau warisan
keluarga atas sebuah gereja.
84 Gereja Pecah

Sebagai lembaga kerohanian pada umumnya gereja


dipimpin oleh seorang pendeta, penginjil, majelis, ataupun
sinode. Setiap pemimpin gereja dipanggil oleh Allah sesuai
dengan tujuan-Nya yaitu agar menjadi berkat bagi semua
orang. Akan tetapi, sebagian pemimpin gereja dewasa ini
menjalankan tugas panggilannya hanya untuk kepuasan
diri sendiri maupun kelompoknya. Pemimpin yang
mementingkan dirinya sendiri dan kelompoknya sudah
pasti menggunakan segala bentuk kekuasaan untuk
mencapai tujuan tersebut. Anggota jemaat selalu menjadi
korban dan sasaran kekuasaannya.

B. Pemimpin Gereja Memiliki Kuasa


Secara jujur harus diakui bahwa setiap pribadi
pemimpin gereja pasti memiliki kekuasaan. Yesus sendiri
memiliki kekuasaan bahkan disebut sebagai Allah Yang
Mahakuasa. Setiap orang percaya teristimewa para
pemimpin gereja pasti mendapatkan kekuasaan dari-Nya.
Dia memberikan kuasa dengan tujuan untuk mengatur,
memelihara alam ciptaan, dan jemaat-Nya. Tidak ada
satu pun pemimpin gereja atau lembaga kekristenan
yang tidak memiliki kuasa. Apapun bentuk dan model
kekuasaan yang ada pada mereka seharusnya lebih ber­­
orientasi untuk menunjang kegiatan pelayanan gerejawi.
Hal ini diperlukan untuk membentuk karakter setiap
warga jemaat. Bentuk kekuasaan ini lebih bersifat rohani
dan alkitabiah.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 85

Kekuasaan dapat diperoleh melalui


kedudukan, kekayaan, jabatan, popula­
ritas, dan status dalam pekerjaan. Men­
yalahgunakan kekuasaan pasti diperha­
dapkan pada murka Allah dan hukum
yang berlaku di setiap negara.

Hampir setiap orang mengidentikkan pribadi


pemimpin adalah kekuasaan atau kedudukan. Seorang
yang memiliki kekuasaan pasti bisa menentukan
atau mengatur kebijakan-kebijakan atas orang lain.
Seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan tentu akan
memperoleh begitu banyak kemudahan dalam berbagai
hal. Menjadi pemimpin tentu suatu hal yang membang-
gakan karena selalu ingin dihormati.
Bukan rahasia lagi jika begitu banyak orang ingin
menjadi seorang pemimpin. Ada yang berkeinginan menjadi
Presiden, Ketua DPR, Ketua MPR, pemimpin agama,
pemimpin lembaga pemerintahan, pemimpin perusahaan,
dan sebagainya. Keinginan besar ini tentunya bukan
masalah. Umumnya pemimpin yang memiliki ambisi
dalam mencapai kedudukan itu selalu tujuannya untuk
berkuasa, kebanggaan, kemudahan, kekayaan, korupsi,
asusila, dan sebagainya. Harus disadari bahwa menjadi
seorang pemimpin harus memiliki kecakapan, integritas,
keahlian serta kelebihan dibandingkan dengan yang lain.
Pemimpin memiliki kemampuan dalam memprakarsai
86 Gereja Pecah

tingkah laku sosial serta mampu mengontrol setiap orang


di bawah kepemimpinannya.
Pendekatan yang sering dilakukan oleh seoerang
pemimpin untuk mencapai tujuannya yaitu secara
persuasif atau kekerasan. Adanya sebuah harapan agar
setiap anggotanya dapat menerima berbagai kebijakan
serta keputusannya secara sukarela. Walaupun kepu-
tusan itu sering bertentangan dengan aturan yang sudah
ada. Kewenangan seorang pemimpin tentu tidak habis
untuk diungkapkan pada topik ini, baik yang bersifat
sekuler apalagi yang bersifat rohaniah seperti pemimpin
gereja saat ini.
Pada dasarnya setiap kekuasaan yang dipakai
untuk menguasai sesamanya akan berdampak negatif
pada setiap level hubungan sosialnya. Kekuasaan dapat
merusak setiap tatanan kehidupan sosial. Dalam analisis
Budiardjo (2008:62) bahwa sumber kekuasaan dapat
berupa kedudukan, kekayaan, kepercayaan. Selain itu
juga kekuasaan bersumber lewat tingkatan pendidikan,
agama, gereja, dan sebagainya. Artinya, sepanjang pribadi
seseorang ada kesempatan untuk menguasai orang lain,
pada saat itu pula dia memiliki kekuasaan yang absolut
untu diterapkan.
Apakah sebenarnya arti menjadi pemimpin gereja?
Hampir semua gereja di dunia ini dapat kita mene-
mukan praktek-praktek kekuasaan. Ada kekuasaan yang
bertujuan positif, tetapi juga lebih banyak yang negatif.
Tujuan positifnya apabila pemimpin gereja memakai
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 87

fungsi kekuasaannya dalam membimbing anggota jemaat


agar taat kepada Tuhan. Dengan harapan setiap anggota
jemaat meningkat kualitas kerohaniannya. Sebaliknya,
ketika pemimpin gereja memaksa jemaat tunduk dan
taat kepada dia untuk kepentingan pribadi, kepentingan
kelompok, kepentingan organisasi, dan kepentingan
sinodenya, maka hakikat kekuasaan semacam itu pasti
bertujuan negatif.
Praktek kekuasaan yang bertujuan positif sejalan
dengan pandangan John Calvin yang diadopsi oleh Hall
(2009:457) bahwa kekuasaan dalam gereja merupakan
dampak atas karya penebusan Kristus bagi gere-
ja-Nya, sehingga setiap anggota gereja dituntut untuk
menyatakan kasih, kehormatan, dan ketaatan pada
Firman-Nya. Kristus yang berkuasa atas gereja-Nya.
Kekuasaan-Nya bersifat rohani sehingga setiap pemimpin
gereja dituntut untuk rendah hati, membimbing anggota
gereja, memuliakan Allah, taat pada Firman, dan mense-
jahterakan gereja-Nya. Kekuasaan rohani pasti berbeda
dengan kekuasaan sekuler.

Setiap pemimpin gereja mendapatkan


kekuasaan dari Allah. Kekuasaan ini
bertujuan untuk menjalankan segala
ketetapan Allah kepada umat-Nya de­
ngan penuh kasih dan ketulusan. Kekua­
saan yang merusak bukan berasal dari
Allah melainkan dari manusia atau iblis.
88 Gereja Pecah

Kekuasaan dalam gereja sebagian besar terletak


pada pemimpin gereja secara lokal yaitu pendeta,
penginjil, penatua, dan diaken. Kekuasaan yang lain juga
berada di tangan kepemimpinan dewan-dewan gereja
seperti Sinode, Bishop, dan Ephorus. Semua pemimpin
gereja ini diberi kewenangan untuk menyandang “senjata
rohani” menurut tujuan Kristus. Hal ini bertujuan dalam
rangka membangun tatanan kehidupan orang Kristen
agar lebih baik dan benar, tetapi bukan untuk menghan-
curkan mereka.
Dengan melihat kewenangan para pemimpin
gereja di atas, maka kita diingatkan kembali oleh Calvin
(Hall, 2009:458) yang tetap mempertahankan tiga aspek
kekuasaan dalam gereja, yaitu:
1. Kekuasaan untuk menghasilkan doktrin biblikal
dengan setia.
2. Kekuasaan dalam mengimpletasikan yuridiksi.
3. Kekuasaan untuk melegislasi gereja.
Perkembangan praktek kekuasaan dalam gereja
selama ini sudah tidak mencirikan kekuasaan Kristus
sebagaimana tiga aspek yang ditegaskan oleh Calvin di
atas. Kekuasaan gereja telah kehilangan arah dan makna
teologisnya. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin gereja
saat ini justru lebih berorientasi untuk memenuhi kehen-
daknya sendiri atau kepentingan golongannya. Kondisi ini
dapat diibaratkan seperti seorang pemimpin gereja yang
memakai “dua jas” sekaligus dengan warna yang berbe-
da-beda. Pribadi yang sama namun memiliki motivasi
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 89

ganda. Di satu sisi memakai “jas” sebagai pemimpin


gereja, tetapi di sisi lain mamakai “jas” dengan predikat
penguasa seperti pemimpin sekuler pada umumnya.

C. Kekuasaan Yang Otoriter


Pada umumnya manusia memiliki sifat rasa tidak
pernah puas terhadap apa yang dimilikinya. Anggapan
semacam ini berlaku juga pada pribadi pemimpin gereja.
Mereka terus berusaha membuat terobosan baru atas
gereja sesuai keinginannya. Ketika konsep ini diterapkan
maka jalan yang paling cepat untuk merealisasikannya
yaitu menggunakan segala bentuk kekuasaan. Konsekuen-
sinya akan terjadi benturan antara pemimpin dengan
pemimpin atau pemimpin dengan jemaatnya. Ketika
kondisi ini berlangsung maka kedamaian dalam gereja
tidak akan terwujud. Gereja akan mengalami perpecahan
demi perpecahan.
Perpecahan yang terjadi selama ini sebagai akibat
dari implementasi kekuasaan yang tidak Alkitabiah. Saya
yakin setiap pemimpin gereja pasti menyadari dan mampu
membedakan benar atau salah prinsip kepemimpinan
yang diterapkannya dalam gereja selama ini. Kendati
kesadaran akan hal itu ada, tetapi umumnya mereka
tetap menyalahgunakan kekuasaan itu dengan asumsi
untuk menjalankan perintah atasan ataupun lembaganya.
Mereka menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dari
Tuhan. Mereka melayani untuk kepentingan diri sendiri
atau kepuasaan sementara bagi pemimpinnya yang lebih
90 Gereja Pecah

tinggi. Kita harus jeli dan berhati-hati terhadap gelagat


pemimpin seperti itu. Kita harus mengevaluasi setiap
pelayanan yang kita lakukan selama ini.

Gereja mengalami perpecahan disebab­


kan oleh penyalahgunaan kekuasaan
dari pendeta, penginjil, penatua, dia­ken,
dan majelis sinode. Kekuasaan yang
membabi buta adalah kekuasaan yang
bertentangan dengan kehendak Allah.

Pemimpin gereja di seluruh dunia termasuk di Indo-


nesia memiliki kekuasaan dan kebebasan dalam membuat
suatu perubahan dalam gereja yang dipimpinnya. Setiap
perubahan yang dilakukan biasanya menimbulkan konflik
dalam gereja. Kembali kita melihat proses reformasi yang
dilakukan oleh Marthin Luther, Zwingli, Johanes Calvin,
dan beberapa tokoh gereja lainnya yang terus melakukan
perubahan sampai saat ini. Perubahan yang hendak
dicapai biasanya sebagian orang menganggapnya positif,
tetapi sebaliknya tidak sedikit orang juga yang menilainya
negatif.
Reformasi adalah perubahan, tetapi perubahan
tidak identik dengan perpecahan gereja. Secara jujur
reformasi yang dilakukan oleh Luther tidak pernah
bertujuan untuk menambah aliran dan denominasi gereja.
Kendati demikian, sebagai akibat dari reformasinya justru
perpecahan gereja terus mengalami peningkatan sampai
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 91

saat ini. Reformasi awal ini sangat mempengaruhi pribadi


para pemimpin gereja di seluruh dunia. Mereka memiliki
keberanian untuk mengadakan perubahan demi terca-
painya keinginan hati dan kelompoknya.
Perubahan itu penting untuk dilakukan, tetapi
bukan bertujuan untuk memisahkan diri dari aliran dan
denominasi gereja yang sudah ada sebelumnya. Jangan
menambah daftar panjang bertambahnya jumlah aliran
dan denominasi gereja yang baru. Oleh sebab itu, setiap
pemimpin gereja harus memiliki sikap rendah hati, penuh
kasih, menerima kritik yang membangun, dan tidak egois.
Apabila kekuasaan yang otoriter semata yang lebih diton-
jolkan daripada sikap kasih serta panggilan memberitakan
Injil, maka gereja akan kehilangan jati dirinya sebagai
lembaga kerohanian.

D. Hegemoni Pemimpin Kepada Jemaat


Konsep hegemoni biasanya hanya dapat ditemui
pada bidang atau ruang lingkup ilmu politik, ilmu sosial,
ilmu hukum, dan bidang ilmu lainnya. Ilmu teologi
seakan menghindari diri dari konsep hegemoni seperti ini.
Walaupun pada bagian tertentu hal ini kadang bersing-
gungan, namun rasa dan dampaknya tidak seperti yang
terlihat pada ilmu politik dan ilmu hukum di atas. Hal
ini dikarenakan ilmu teologi lebih spesifik dalam menata
kehidupan rohani manusia, secara khusus kehidupan
orang Kristen dengan Tuhannya.
92 Gereja Pecah

Selama ini terkesan ilmu teologi terhindar dari segala


bentuk kekerasan, kekuasaan, dominasi, atau hegemoni
itu sendiri. Sementara ilmu sosial sering dicap atau lebih
dominan mengupas tentang fenomena-fenomena sosial
yang terjadi di masyarakat seperti kekerasan, kekuasaan,
dan sebagainya. Pada kenyataannya, pemimpin dalam
gereja justru melakukan hegemoni terhadap anggota
jemaatnya dalam berbagai lini kebijakan.
Untuk menegaskan area dan power konsep
hegemoni ini, sangat perlu kita melihat sejenak pendapat
Gramsci (Barker, 2006:62) yang menggunakan centaur
mitologi Yunani yaitu setengah binatang dan setengah
manusia sebagai simbol ‘perspektif ganda’ suatu tindakan
politik, otoritas, kekerasan, dan kekuatan. Hegemoni
berarti situasi di mana suatu ‘blok historis’ faksi kelas
berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan
atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara
kekuatan, dan terlebih lagi dengan konsensus. Dengan
demikian, area dan power hegemoni seorang pemimpin
gereja dapat ditelusuri pada beberapa aspek di bawah ini.

1. Hegemoni Dalam Aspek Ideologi


Objek kerja hegemoni berafiliasi pada sebuah
ideologi yang dianut oleh seorang pemimpin pada bidang
tertentu. Perangkat kerja ini biasanya dilakukan oleh
pranata masyarakat sipil (civil society) termasuk lembaga
agama yaitu gereja dan kelompok-kelompok kepen­­
tingan (interest groups). Dalam analisis Nyoman Kuta
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 93

Ratna (2005:136) menyatakan bahwa hegemoni terjadi


apabila cara berpikir kelompok tertindas, khususnya
kaum proletar telah terobsesi dan menerima cara berpikir
kolompok dominan. Perlu diketahui bahwa transformasi
dan pengambilan cara berpikir sebagaimana yang dimak-
sudkan dalam teori ini tidak terbatas dalam bidang politik,
dan moral, melainkan juga dalam kepemimpinan gereja
baik yang ada di Indonesia dan luar negeri.
Setelah mengamati sikap para pemimpin gereja
yaitu pendeta, penginjil, majelis gereja, dan majelis
sinode terhadap anggota jemaatnya, maka konsep dan
teori hegemoni telah tertanam dalam suasana bergereja.
Dalam hal ini anggota jemaat menjadi kelas subordinat.
Pemimpin gereja memiliki kewenangan dalam mengatur
anggota jemaat dengan tujuan agar hidup kudus dan benar
sesuai kehendak Allah. Selain dari batasan wewenang itu
telah memasuki ranah ideologi sebagaimana dimiliki oleh
seorang pemimpin sehingga menjadi kekejian di hadapan
Allah.
Para pemimpin saat ini sebagian besar telah
keluar dari jalur sebagai pemimpin gereja yang benar.
Setiap keputusan yang diambil justru bertujuan untuk
memenuhi keinginannya atau demi terlaksananya paham
dari suatu aliran dan denominasi gereja yang dipim­
pinnya. Misalnya, seorang pendeta dapat memutuskan
dan menetapkan suatu aturan tertentu walaupun anggota
jemaatnya merasa keberatan untuk melaksanakannya.
Mereka memiliki kapasitas sebagai pemimpin rohani,
94 Gereja Pecah

sehingga secara terpaksa anggota jemaat mengikuti segala


keputusan itu dengan hati yang penuh sungut-sungut.
Pemaksaan ini dapat dilakukan melalui hegemoni dalam
jabatan, hegemoni dalam penegakkan disiplin gereja,
hegemoni dalam pemaksaan memberi persembahan, dan
berbagai bentuk hegemoni lainnya.

Sikap pemimpin gereja saat ini sebagian


besar telah keluar dari sikap kepemi­
mpinan yang diharapkan oleh Tuhan Ye­
sus. Mereka menggunakan kekuasaan
dan menghegemoni jemaat demi mencari
keuntungan diri sendiri. Mereka memak­
sa jemaat untuk mengikuti tuntutan dan
perubahan yang dikehendakinya.

2. Hegemoni Dalam Aspek Ekonomi


Orang Kristen yang memiliki uang banyak juga
berpeluang untuk menduduki jabatan pendeta, majelis
gereja, atau pun majelis sinode. Dengan keuangan yang
dimilikinya berkesempatan untuk mempengaruhi anggota
gereja yang kemudian dipilih pada jabatan tertentu.
Jabatan dapat diraih dengan uang dan uang dianggap
segala-galanya, kendati mereka tidak memiliki kompetensi
dalam memimpin gereja. Sesungguhnya pada tataran ini
praktek hegemoni sudah mulai diterapkan dalam gereja.
Selain itu beberapa orang Kristen yang berpen-
didikan non-teologi berambisi menjadi pendeta demi
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 95

kekuasaan dan uang. Mereka berusaha memperoleh


pengetahuan teologi seadanya dengan mengikuti berbagai
seminar, atau mengikuti kuliah singkat di sekolah teologi
yang tidak resmi untuk memperoleh ijasah sarjana teologi.
Mereka menempuh cara ini untuk melegalkan kepemim­
pinannya dalam gereja. Kemampuan finansial dapat
membeli jabatan spiritual yang selanjutnya membeli
gedung gereja sesuai aturannya sendiri. Kebiasaan ini
sudah lama terjadi dalam gereja sebagaimana Kuhl
(1997:110) tegaskan bahwa pemimpin gereja pada waktu
itu adalah kaum feodal yang memegang kendali ekonomi
dengan memeras keringat rakyat demi keuntungan besar.
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi pelayanan gereja.
Kemampuan finansial seorang pendeta juga dapat
mempengaruhi kehidupan orang lain. Biasanya memberi
bantuan bagi orang kurang mampu berupa pekerjaan,
uang, atau tempat tinggal. Konsekuensi atas segala
bantuan itu mengharapkan imbalan dengan menjadi
anggota gereja yang dipimpinnya. Kendati mereka sudah
memiliki tempat ibadah. Dalam konteks ini menunjukkan
adanya hegemoni pemimpin bagi anggota jemaat. Sikap
ini sangat bertentangan dengan Amanat Agung Tuhan
Yesus yaitu melaksanakan tugas pemberitaan Injil secara
benar.
Bila kita menggunakan uang dengan baik maka
sangat membantu pelayanan gereja. Akan tetapi, jika
uang menjadi penguasa dalam gereja termasuk untuk
mendapatkan kedudukan maka dipastikan lembaga
96 Gereja Pecah

spritual yang kita kenal selama ini berubah fungsi menjadi


arena bisnis belaka. Gereja tidak bisa berada pada posisi
seperti ini. Gereja harus mampu menunjukkan jati dirinya
sebagai lembaga anti korupsi yang alkitabiah.

3. Hegemoni Dalam Aspek Persembahan


Uang sangat mempengaruhi seluruh sendi-sendi
kehidupan manusia. Hampir semua manusia takluk bila
melihat uang. Dengan uang bisa memutarbalikan kebe-
naran. Kenyataan ini pula yang terjadi dalam beberapa
gereja. Ada pendeta yang memaksakan anggota jemaat
untuk memberi persembahan. Berbagai dalil dilakukan
untuk “membius” anggota jemaat sehingga berani
memberikan persembahan.
Alkitab memang menekankan kewajiban jemaat
memberi persembahan kepada Tuhan untuk memajukan
pelayanan gereja. Ada persembahan syukur, persembahan
sukarela, persepuluhan, persembahan pembangunan,
persembahan diakonia, dan sebagainya. Begitu banyak
nats dalam Alkitab tentang kewajiban memberi persem-
bahan, tetapi dua nats populer yang sering digunakan
oleh setiap pendeta yang orientasi pelayanannya hanya
pada persembahan.
Dalam kitab Perjanjian Lama yaitu Maleakhi 3:10
berkata: “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan
itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada perse-
diaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman
TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 97

bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat


kepadamu sampai berkelimpahan.” Sementara dalam
kitab Perjanjian Baru berkata: “Hendaklah masing-masing
memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan
sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi
orang yang memberi dengan sukacita” (2 Korintus 9:7).
Dari kedua nats Alkitab di atas menunjukkan
bahwa Allah menyuruh setiap umat memberi persem-
bahan secara jujur, sukarela, dan penuh sukacita demi
kemajuan pelayanan gereja. Persembahan yang sering
disoroti adalah persembahan persepuluhan. Persem-
bahan persepuluhan adalah persembahan yang diberikan
kepada Allah untuk dipergunakan dalam pelayanan
gereja. Persembahan ini dapat diartikan sebagai persem-
bahan yang sempurna. Sistem pemberian persembahan
ini tergantung pada bentuk pekerjaan jemaat seperti PNS,
karyawan swasta, profesional, buruh, petani, pembantu
rumah tangga, pengusaha, guru, pendeta, pemulung,
dan lain-lain. Artinya, apapun bentuk pekerjaan anggota
jemaat yang sifatnya halal diwajibkan memberi persem-
bahan persepuluhan kepada Tuhan.

Memberi persembahan di dalam gereja ti­


dak bertujuan untuk memperoleh berkat
yang lebih banyak dari Tuhan, melainkan
suatu sikap mensyukuri berkat diterima.
Orang yang tidak memberi persembahan
adalah orang yang tidak mensyukuri ber­
kat Tuhan.
98 Gereja Pecah

Dalam memberi persembahan kepada Tuhan sering


menjadi masalah dalam gereja. Pemimpin yang memiliki
otoritas serta berkuasa dalam gereja biasanya menggu-
nakan nats Alkitab ini untuk menakut-nakuti sekaligus
memaksa anggota jemaat untuk memberi persembahan.
Bagi gereja yang manajemennya sudah teratur dan gaji
pendeta sudah ditetapkan maka penerapan persembahan
ini tidak terlalu dipersoalkan. Sementara gereja yang
memiliki aturan bahwa seluruh persembahan persepu-
luhan jemaat diserahkan kepada pendetanya tentu motif
pemaksaan akan berlaku.
Motif pemaksaan secara langsung dan tidak
langsung dalam memberikan persembahan sudah lama
terjadi dalam gereja di Indonesia. Bila jumlah persem-
bahan persepuluhan seluruh jemaat setiap bulannya
seratus juta rupiah, maka dapat dipastikan pendetanya
menjadi orang kaya dan jemaatnya tetap miskin. Banyak
pendeta berlomba-lomba membuat aliran dan denominasi
gereja untuk tujuan tersebut. Mereka melakukannya
untuk memperoleh uang yang banyak. Model dan motif
pelayanan seperti inilah yang membuat perpecahan
dalam gereja semakin meluas.
Para pendeta memakai Firman Allah untuk menipu
anggota jemaat. “Bawalah seluruh persembahan perse­
puluhan itu ... mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan.” Pendeta sering menafsirkan ayat
ini dengan menganjurkan jemaatnya: “Jika memberi
persemba­­­­
han persepuluhan yang banyak maka akan
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 99

ditam­­­­­­­­­­­­bah­­­­kan oleh Allah secara berlimpah-limpah kepa­


damu”. Jemaat memberi persembahan kepada Allah
hanya bertujuan untuk memperoleh berkat yang banyak.
Kebaikan Allah kepada manusia tidak dapat dinilai
dengan besarnya jumlah uang yang dipersembahkan.
Prinsip ini telah menyimpang dari panggilannya sebagai
orang Kristen sejati.

Berilah persembahan dengan sukacita,


maka Tuhan pasti memberkatimu se­
cara berlimpah-limpah. Orang yang ber­
sungut-sungut saat memberi persemba­
han, maka Tuhan pasti akan mengambil
harta­mu dengan cara-Nya sendiri.

Allah menghendaki setiap orang Kristen memberi


persembahan dengan motivasi yang benar. Persembahan
berguna bagi pelayanan gereja. Kita memberi persem-
bahan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkat yang
telah diterima dari-Nya. Memberi persembahan dalam
berbagai bentuk bukan bertujuan untuk menambah
harta, tetapi sebagai bentuk ketaatan dan penyerahan
diri. Dia sanggup memelihara hidup umat-Nya.
Kelimpahan berkat yang Allah berikan kepada
umat-Nya tidak tergantung pada jumlah persembahan
yang kita diberikan. Akan tetapi, melalui ketaatan, keju-
juran, dan keyakinan iman menjadi dasarnya. Apabila
motivasi kita salah dalam memberi persembahan, maka
100 Gereja Pecah

persembahan sebesar apapun bagi Tuhan tidak ada


artinya dan tentu tidak diberkati. Justru harta yang
masih ada pada kita, Allah akan “mengambilnya” dengan
cara-Nya sendiri. Allah yang memiliki segala-galanya di
dunia ini termasuk harta kita. Manusia hanya sebagai
peminjam sementara.
Tanpa kita sadari praktek-praktek pelayanan yang
menyimpang selama ini telah ada di beberapa gereja di
Indonesia. Kejujuran dan kerendahan hati dari setiap
pemimpin gereja diuji pada konteks ini. Komisi Pember-
antasan Korupsi (KPK) yang gencar memberantas korupsi
di masyarakat umum, sebenarnya masalah korupsi juga
sudah ada di gereja yang sifatnya terselubung. Yudas
Iskariot yang menjual Tuhan Yesus salah satu tindakan
korupsi yang tercatat di Alkitab.
Apapun bentuk kekuasaan yang diterapkan di
dalam gereja telah melukai hati setiap jemaat, kendati
mereka tidak berani mengungkapkannya secara lang­
sung. Saatnya kita mengintropeksi diri sebagai pemimpin
gereja dari berbagai aliran dan denominasi. Apakah
sikap dan praktek kekuasaan yang kita terapkan sesuai
dengan kewenangan yang diberikan oleh Tuhan? Jangan
kita menghegomi anggota jemaat untuk tujuan kepen­
tingan pribadi dan kelompok. Marilah melayani jemaat
Allah dengan benar sesuai kebenaran Firman Tuhan.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 101

E. Kekuasaan Rohani vs Sekuler


Apa perbedaan pemimpin gereja dengan pemimpin
sekuler? Bila dilihat dari bentuk tugasnya memang
berbeda, tetapi penerapan nilai-nilai dari panggilan
pelayanan sesungguhnya hampir sama. Apapun jabatan
atau tugas yang kita emban harus menjadi berkat bagi
orang lain dan demi kemuliaan nama Tuhan. Para
pemimpin sekuler bisa menjadi alat untuk menyatakan
kasih Yesus. Hanya saja kebanyakan pemimpin ini lebih
mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
Seyogianya pemimpin gereja dan sekuler seha-
rusnya memiliki karakter kepemimpinan yang bijaksana.
Pada kenyataannya antara kedua pemimpin ini sulit
dibedakan. Fungsi mereka sama-sama menggunakan
kekuasaan sebagai senjata ampuh untuk melemahkan
bahkan “membunuh” lawan-lawanya sampai tidak
mampu bangkit lagi. Mereka mencari keuntungan di balik
kekuasaan dan kedudukan yang dimilikinya.
Pemimpin gereja sudah mulai kehilangan inte­
gritasnya. Fakta ini dapat dilihat berdasarkan sejarah
perjalanan gereja setelah Tuhan Yesus naik ke Surga.
Apabila kita menelusuri lebih jauh lagi sebelum ada istilah
gereja, kekuasaan telah berkembang di dalam agama
Yahudi. Ketika Tuhan Yesus melayani di dunia kira-kira
3 tahun, pengaruh kekuasaan agama Yahudi sangat
bertolak belakang dengan ajaran Tuhan Yesus. Jadi,
dapat dikatakan di mana ada gereja maka di sanalah
102 Gereja Pecah

tumbuh subur kekuasaan, baik kekuasaan yang sifatnya


rohani maupun secara sekuler.
Pemimpin gereja adalah pribadi yang dipanggil oleh
Allah secara khusus. Mereka harus memiliki kecakapan
dan kepribadian yang patut diteladani oleh seluruh
anggota jemaat. Mereka harus menjadi figur tokoh agama
yang dihormati karena kebijaksanaan yang dimilikinya.
Berhasilnya seorang pemimpin tidak terletak pada tataran
pengetahuan tentang konsep dan teori kepemimpinan
belaka, tetapi lebih penting lagi pada tindakan nyata
melalui kasih, keadilan, kerukunan, kedamaian, dan
kesejahteraan semua orang.
Seseorang dipanggil oleh Allah bukan hanya untuk
memimpin gereja, tetapi kehadirannya juga dapat menjadi
berkat bagi masyarakat umum. Oleh sebab itu, pemimpin
gereja harus memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap perkembangan anggota jemaat dan masyarakat
di sekitarnya. Lahirnya seorang pemimpin gereja maupun
sekuler dapat ditinjau berdasarkan beberapa teori yang
dijabarkan oleh Lay (2006:84) dalam bukunya yang
berjudul “Manajemen Pelayanan”, yakni:
1. Teori genetis (hereditas), yaitu pemimpin yang
memiliki bakat sejak dalam kandungan/dila-
hirkan (leaders are born and not made).
2. Teori sosial, yaitu pemimpin disiapkan/dibentuk
oleh oleh orangtua atau pihak tertentu sehingga
menjadi pemimpin (leaders are made and not
born).
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 103

3. Teori ekologis (sintetis), yaitu seorang pemimpin


muncul melalui bakat-bakat yang ada sejak
kelahirannya, kemudian dipersiapkan melalui
pengalaman dan pendidikan formal.

Berhasilnya seorang pemimpin apabi­


la dalam sikap dan tindakannya me­
nerapkan kasih, keadilan, kerukunan,
kedamaian, dan kesejahteraan bagi
semua orang.

Selain teori di atas, ada satu teori yang paling


mendasar munculnya seorang pemimpin yaitu teori
Ilahi. Menurut hemat penulis bahwa teori inilah yang
paling awal dan utama dalam perjalanan hidup manusia.
Sebagai umat beragama secara khusus orang Kristen
mengakui segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia
dan seluruh isi dunia ini berada dalam providensi Allah.
Jadi, setiap pemimpin sejati terlebih dahulu dipersiapkan
oleh Allah, sehingga memiliki integritas kepemimpinan
yang baik pada setiap medan pelayanannya.
Kadang kita mendengar selintingan suara menya-
takan pemimpin gereja lebih baik daripada pemimpin
sekuler. Pemimpin gereja tidak haus kekuasaan. Apakah
benar anggapan itu? Apakah pemimpin gereja sejak
jaman Tuhan Yesus hingga sekarang ini sudah benar?
Kedudukan pemimpin dengan tujuan kekuasaan tidak
hanya terjadi di dunia sekuler saja? Justru penerapan
104 Gereja Pecah

kekuasan sangat terasa di gereja karena menganggap diri


mereka sebagai wakil Allah di dunia. Mereka mempunyai
legalitas untuk mengatur setiap orang yang berada di
bawah kekuasaannya.
Memang pemimpin gereja berdasarkan Alkitab
berbeda fungsinya dengan pemimpin sekuler. Pemimpin
gereja berarti orientasi kepemimpinannya lebih kepada
memimpin umat Tuhan dalam organisasi gereja. Seorang
pemimpin gereja harus memiliki ciri kepemimpinan
Kristus. Dalam hal ini mereka harus memiliki sikap
mengenal Allah, menaati kehendak Allah, bergantung
kepada Allah, mengasihi Allah dan manusia, dan akhirnya
memuliakan Allah. Namun semua sikap ini belum
dipenuhi oleh mereka yang berkecipung dalam pelayanan
gereja.
Dalam organisasi gereja mana pun di dunia ini
keinginan seseorang menjadi pemimpin sangat banyak
peminatnya. Siapa yang menyangka jika murid-murid
Yesus pun bertengkar karena ingin menjadi pemim­
pin yang terbesar di antara murid yang lain? Hal-hal
­
seperti inilah yang membuat Yesus begitu prihatin
atas kehidupan murid-murid-Nya yang tidak mengerti
apa sebenarnya arti dan tugas dari seorang pemimpin
gereja. Setiap pemimpin bukan hanya sekedar jabatan
dan kekuasaan, melainkan harus rela berkorban dalam
setiap aspek pelayanannya.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 105

Sikap para murid yang berusaha merebut


kedudukan di samping Tuhan Yesus menunjukkan
sebuah sikap kepemimpinan yang haus kekuasaan.
Yesus menegaskan bahwa adanya perbedaan esensial
antara pemimpin gereja dengan pemimpin sekuler.
Dalam Injil Markus 10:40, 42-44 berkata: “Tetapi hal
duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku
tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada
orang-orang bagi siapa itu telah disediakan. Tetapi
Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu,
bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa
memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembe-
sar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras
atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang-
siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia
menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba
untuk semuanya.”
Perkataan Tuhan Yesus di atas menunjukkan
sebuah perbedaan mendasar tentang karakter pemimpin
gereja dengan pemimpin sekuler. Pemimpin agama seperti
gereja sangat berbeda dengan Presiden, MPR, DPR,
DPRD, manager perusahaan, dan sebagainya. Seorang
pemimpin gereja tidak boleh menerapkan kekuasaan yang
dimilikinya melewati norma dan fungsi seorang pemimpin
sejati sebagaimana yang diharapkan oleh Tuhan Yesus.
106 Gereja Pecah

Apabila fungsi kepemimpinan ini disalahgunakan maka


warga gereja mengalami kebimbangan dalam imannya
serta memicu sikap saling tidak percaya dalam gereja.
Salah pengertian tentang tugas pemimpin gereja
dapat menimbulkan konflik. Alkitab mencatat salah satu
peristiwa perpecahan gereja yang terjadi di dalam jemaat
Korintus. Dalam konteks ini rasul Paulus menasihatkan
jemaat Korintus dengan berkata: “Tetapi aku menasi-
hatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita
Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan
ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya
supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. Yang aku
maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata:
Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos.
Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan
Kristus” (1 Korintus 1:10, 12).
Keadaan jemaat Korintus menunjukkan sebuah
perpecahan yang disebabkan oleh pengaruh kekuasaan
dari para pemimpinnya. Masih banyak lagi bentuk-bentuk
perpecahan yang terjadi seputar pelayanan gereja, baik
pada masa PL maupun PB. Perpecahan yang kita lihat
saat ini merupakan rentetan dari buah perpecahan gereja
sebelumnya. Pada konteks ini kembali terlintas diingatan
kita tentang kekuasaan dalam Gereja Roma Katolik. Hal
ini membuktikan di dalam gereja ada kekuasaan yang
terselubung.
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 107

Sebagai reaksi atas ketidakpuasaan kepemimpinan


Paus pada waktu itu maka perpecahan dalam gereja tidak
dapat terhindarkan. Pada awal abad ke-16 agama Kristen
menjadi dua aliran yaitu agama Kristen Katolik dan Kristen
Protestan. Perlawanan terhadap setiap keputusan Paus
ini diawali oleh Marthin Luther pada tahun 1483-1546
dengan mengeluarkan 95 dalil. Kemudian sentralistis
dan hierarkisnya kepemimpinan gereja pada abad ke-19
memutuskan bahwa “Sri Paus tidak bisa keliru, kalau dia
mengucapkan suatu keputusan di bidang aqidah atau
etika.” Keputusan konsili Vatikan I pada tahun 1870 ini
sangat memperkuat kedudukan Paus dalam gereja Katolik
(Steenbrink, 1987:3).
Walaupun demikian besar kekuasaan yang dimiliki
oleh Paus, namun dalam pandangan Ratna (2008:8) bahwa
mobilitas agama Kristen Protestan diakui lebih memiliki
intensitas cukup kuat sesuai dengan etika Protestan
dibandingkan dengan Kristen Katolik pada waktu itu. Oleh
sebab itu, dalam karya ini lebih memberi perhatian serius
dalam menganalisa kepemimpinan dalam gereja Protestan
daripada gereja Katolik. Perpecahan dalam gereja Kristen
Protestan sangat banyak.
Setiap pemimpin gereja pasti memiliki kuasa dalam
mengatur kehidupan warga jemaatnya. Dalam agama
Kristen Protestan sistem kepemimpinan gerejanya masih
agak rumit karena begitu banyak aliran dan denomi-
108 Gereja Pecah

nasinya. Sejauh ini telah banyak praktek kekuasaan yang


bertentangan dengan kehendak Allah. Kepemimpinan
mereka lebih banyak fokus untuk kepentingan diri
ataupun kelompoknya masing-masing. Apabila praktek
kekuasaan yang tidak alkitabiah terus dilakukan maka
gereja dipastikan mengalami perpecahan yang besar pada
masa yang akan datang.
Tuhan Yesus murka terhadap seorang pemimpin
yang haus akan kekuasaan. Kendati Dia memberi kuasa
untuk memimpin, tetapi bukan untuk tujuan menguasai
orang lain dengan semena-mena demi terwujudnya
kepentingan pribadi atau alirannya. Pemimpin sejati
menurut Tuhan Yesus adalah bukan dalam hal kekuasaan,
kedudukan, kebanggaan, tetapi menjadi semakin besar
dalam hal iman, kerendahan hati, watak yang benar,
hikmat, penguasaan diri, sabar, dan mengasihi semua
orang tanpa terkecuali. Seorang pemimpin gereja harus
memiliki jiwa seorang pelayan! Fokus pemimpin sejati
adalah menghasilkan buah dan bukan membesarkan diri
tetapi membesarkan orang lain.
Ciri pemimpin yang sejati yaitu terus memberi
kesempatan kepada orang lain untuk hidup lebih baik,
bertumbuh, berkembang, dan berbuah lebih banyak dari
sebelumnya. Adanya pendelegasian tongkat kepemimpinan
kepada orang lain, sehingga pada suatu saat akan meng-
hasilkan pemimpin gereja yang baru dan berkualitas. Dia
tidak pernah cemburu saat orang yang dipimpinnya dulu
menjadi pribadi yang berhasil atau menjadi pemimpin
BAB V | Kekuasaan dalam Gereja 109

kelak. Itulah yang Yesus lakukan! Tugas pemimpin sejati


adalah melayani dan membesarkan orang lain untuk
menjadi pemimpin yang berkarakter rohani, berintegritas,
dan mau melayani.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 111

BAB VI
HUKUM DAN PEMERINTAHAN GEREJA

Dalam setiap gereja pasti ada sistem pemerintah-


annya. Pada umumnya, manfaat dari sistem ini untuk
memberikan pelayanan yang maksimal bagi jemaat.
Namun sebelum kita mengerti lebih jauh sistem ini maka
terlebih dahulu harus mengerti hukum gereja atau pera-
turan gereja di bawah ini. Setiap gereja memiliki hukum
atau peraturannya masing-masing. Dengan perbedaan
hukum ini maka penerapan sistem pemerintahan pada
setiap aliran dan denominasi gereja sangat berbeda-beda.

A. Pengertian Hukum Gereja


Secara umum istilah peraturan kata dasarnya “atur”
atau “aturan”. Kata “atur” berarti rapi, tertib, sedangkan
“aturan” berarti ketentuan, patokan, atau perintah. Dalam
bahasa Inggris disebut regulation yang berarti peraturan.
Jadi, peraturan adalah tindakan untuk menjalankan
segala aturan-aturan yang dibuat oleh seseorang atau

111
112 Gereja Pecah

sekelompok masyarakat untuk mengatur segala sesuatu


menjadi tertib dan rapi.
Secara etimologi belum ada definisi yang disepakati
tentang hukum. Akan tetapi, secara umum hukum
dapat didefinisikan sebagai peraturan atau adat resmi
yang dibuat oleh penguasa; segala undang-undang, dan
peraturan yang mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Penerapannya dalam gereja dapat dikatakan bahwa
hukum gereja adalah peraturan berkenaan dengan
kehidupan orang Kristen yang berdasarkan pada ajaran
Yesus Kristus.
Menurut Bolkestein (1956:4) dalam bukunya:
“Asas-asas Hukum Gereja”, menjelaskan bahwa hukum
gereja adalah bagian ilmu teologi, di mana kita mencari
peraturan tentang perbuatan dan hidupnya gereja,
sehingga wujud gereja sebagai tubuh Kristus dapat dinya-
takan sebaik-baiknya. Selanjutnya, Gintings (2009:10)
menambahkan bahwa di dalam hukum gereja, kasih yang
menjadi penekanannya. Secara garis besarnya hukum
gereja dibuat untuk mengatur tata laku kehidupan
umat Kristen sebagai tubuh Kristus serta dalam rangka
mengatur segala kegiatan gerejawi.
Hukum gereja bertujuan untuk mengatur tata
cara beribadah kepada Tuhan serta melindungi kepent-
ingan individu dan kelompok masyarakat Kristen secara
umum. Melalui penerapan hukum gereja diharapkan agar
setiap pemimpin gereja dan jemaat dapat hidup dengan
harmonis, saling mengasihi, dan menjadi berkat bagi
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 113

orang lain. Hukum gereja merupakan implementasi dari


segala bentuk hukum-hukum Tuhan yang ada dalam
Alkitab.

B. Rancangan Hukum Gereja


Kita harus sadari bahwa hukum gereja dibuat oleh
manusia yang berdosa. Pemimpin gereja dan semua orang
Kristen adalah manusia berdosa. Para perancang atau
pembuat hukum gereja selalu dipenuhi oleh berbagai
keterbatasan. Tidak mengherankan jika hukum gereja
mengalami perbedaan dengan aliran dan denominasi
gereja lain. Padahal hukum gereja dibuat selalu mengacu
pada ayat-ayat Alkitab. Alkitab tidak salah tetapi manusia
yang salah dalam membaca serta menginterpretasinya.

Semua manusia adalah orang berdosa.


Hukum gereja dibuat oleh orang-orang
yang berdosa serta memiliki keterbatasan.
Hukum gereja pasti ada kekurangan dan
bertentangan dengan Alkitab.

Alkitab berbeda dengan buku umum lainnya. Para


penafsir Alkitab yang memaksakan pikirannya untuk
mencapai tujuan tertentu pasti bertentangan dengan
kehendak Tuhan. Termasuk dalam merumuskan hukum
gereja harus ada sikap kehati-hatian. Memberikan makna
lain pada ayat-ayat Alkitab dapat menjadi bahan kontro-
versi bagi orang lain. Dalam hal ini penafsir harus dipimpin
oleh Allah serta mengikuti metode penafsiran yang telah
114 Gereja Pecah

ada. Walaupun hasil dari penafsiran ini tidak sempurna,


namun memiliki makna yang mendekati kebenaran yang
sesungguhnya.
Dalam menafsirkan teks Alkitab perlu memperha-
tikan pendapat Hayes (1999:164) yang terus mengingatkan
setiap orang Kristen secara khusus para pemimpin gereja
bahwa kita harus tidak begitu saja memasukan tafsiran
kita sendiri ke dalam sebuah teks, bila demikian kita
melakukan eisegese, bukan eksegese. Kata eksegesis
berarti “membaca atau menggali” arti tulisan-tulisan itu,
sedangkan eisegesis berarti mencari ayat Alkitab untuk
membenarkan ide penafsir. Apabila prinsip ini tidak dilak-
sanakan dengan baik maka akan menimbulkan masalah
baru dalam penerapan hukum gereja maupun pelayanan
gereja.
Semua hukum gereja dibuat demi kepentingan
bersama serta tujuan yang hendak dicapai oleh setiap
aliran atau denominasi gereja tersebut. Hal inilah yang
membuat aliran dan denominasi gereja di Indonesia
memiliki peraturan atau hukum gereja yang berbeda-beda.
Perbedaan hukum gereja pasti mengalami masalah dalam
pelayanan gereja. Tidak sedikit pemimpin gereja selalu
menganggap hukum gereja yang dianutnya paling benar.

Kita tidak boleh menafsirkan isi Alkitab


menurut kehendak dan kepentingan mas­
ing-masing. Menafsirkan Alkitab secara
benar dapat menghindari konflik dan per­
pecahan dalam gereja. Biarkanlah Alkitab
menafsirkan dirinya sendiri.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 115

Hukum gereja sangat penting, tetapi hukum gereja


yang ada pada setiap gereja saat ini biasanya warisan dari
nenek moyang sebelumnya. Hukum gereja dibuat dalam
waktu lama yang mengikuti tradisi dan kebudayaan pada
generasi itu. Hukum gereja yang sudah lama kadang
dianggap masih relevan pada generasi sekarang. Kita tidak
boleh mengabaikan tata gereja atau hukum gereja yang
menjadi kesapakatan bersama. Namun, bagaimanapun
berinovasi dalam hal struktur itu perlu (Lie, 2010:21).
Hukum gereja memegang peranan penting dalam
melaksanakan berbagai kegiatan gerejawi serta mengatur
tata laku hidup berjemaat. Setiap hukum gereja perlu
dikoreksi dan dievaluasi oleh setiap pemimpin pada aliran
dan denominasi gerejanya masing-masing dalam periode
tertentu. Ada hukum gereja yang perlu diteruskan, tetapi
sebagiannya perlu direvisi atau ditiadakan. Dengan
demikian, hukum gereja tetap sesuai dengan kebutuhan
orang Kristen pada setiap jamannya.

C. Penerapan Hukum Gereja


Maksud penerapan hukum gereja yaitu agar
kehidupan orang Kristen teratur secara alkitabiah, baik
pada saat beribadah maupun ketika melakukan segala
aktivitas di luar gereja. Keberadan orang Kristen pada
saat berada di dalam gereja harus sama bobot nilainya
ketika berada di tengah-tengah masyarakat. Hukum
gereja berlaku pada setiap sendi kehidupan jemaat di
mana pun mereka berada. Penegakkan hukum gereja
116 Gereja Pecah

harus dilakukan dengan tujuan untuk mengasihi jemaat


serta menggembalakan mereka sesuai kehendak Yesus
Kristus Sang Gembala Agung.
Dimensi penerapan fungsi hukum gereja secara
implisit Abineno (2002:9) tegaskan dalam bukunya:
“Garis-garis Besar Hukum Gereja” bahwa fungsi hukum
gereja itu diperlukan untuk mengatur hubu­
ngan-
hubungan lahiriah dalam gereja sebagai lembaga dan
hubungan antara gereja yang satu dengan yang lain dan
juga antara gereja dan negara. Dengan demikian, hukum
gereja adalah produk yang dibuat secara bersama-sama,
disepakati secara bersama-sama, dilaksanakan secara
bersama-sama. Muaranya agar setiap pemimpin gereja
dan seluruh anggota jemaat membina hubungan yang
harmonis di dalam gereja dan masyarakat. Kehadiran
gereja betul-betul membawa berita sukacita bagi seluruh
umat manusia.
Dengan adanya perbedaan hukum gereja pada
masing-masing aliran dan denominasi gereja sekarang ini
dapat menjadi celah atau pemicu terjadinya perpecahan.
Misalnya, peraturan tentang pelaksanaan baptisan yang
diatur oleh masing-masing gereja ternyata berbeda-beda.
Ada yang setuju dengan cara percik, sedangkan yang lain
menolaknya. Ada juga yang menerima kedua-duanya
untuk menghindari konflik dalam gereja itu sendiri.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 117

Perbedaan hukum dalam setiap aliran dan


denominasi dapat memicu konflik baru da­
lam gereja. Hukum gereja dibuat untuk
mempertahankan posisi aliran dan deno­
minasi gerejanya masing-masing dan bu­
kan semata-mata demi kemuliaan Allah.

Untuk mencegah terjadinya perpecahan ini sangat


diperlukan kerendahan hati dari setiap tokoh-tokoh
gerejawi dan para teolog-duduk bersama mencari selusi
atas perbedaan itu. Lebih memungkin lagi melakukan
penelitian secara mendalam dan menyeluruh terhadap
setiap perbedaan yang ada tanpa harus terikat oleh aliran
dan denominasinya masing-masing. Dengan keyakinan di
dalam Tuhan maka pasti akan menemukan makna dan
peraturan yang tepat sesuai dengan kebutuhan anggota
jemaat saat ini. Hukum gereja sebenarnya dapat menjadi
alat untuk menciptakan kebersamaan, kedamaian, dan
kesatuan dalam gereja Tuhan.
Sebuah kerinduan yang agung jika kita dapat
wujudkan adanya hukum gereja yang oikumenis. Kendati
sudah terbentuk cukup lama lembaga oikumenis yaitu
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Seiring
adanya semangat oikumene ini justru perbedaan dan
perpecahan semakin mengalami peningkatan. Dengan
berat hati penulis menegaskan bahwa bagaimana
mungkin bisa mewujudkan doa Tuhan Yesus agar gere-
ja-Nya bersatu. Sebagian besar aliran dan denominasi
118 Gereja Pecah

gereja yang sudah ada di seluruh Indonesia belum menjadi


anggota PGI. Mereka malah membentuk persekutuan
atau wadah baru sesuai keinginannya. Fakta ini menun-
jukkan adanya sikap kesombongan rohani dari beberapa
organi­
sasi gereja, sengaja memisahkan diri, dan tidak
mau bersatu dengan gereja yang berbeda dengannya.
Hukum gereja dibuat untuk mengatur tata cara
kehidupan berjemaat yang berkualitas dan rohaniah.
Bukan pula untuk membuat perbedaan, perpecahan, dan
kesombongan. Sampai saat ini tidak ada satu pun aliran
dan denominasi gereja memiliki hukum gereja yang sama.
Perlu kita merenungkan secara arif bahwa hukum gereja
yang tidak relevan dan tidak sesuai dengan Alkitab harus
dibuang dari ranah pelayanan gerejawi.

Hukum gereja dapat bersifat memaksa


dan sukarela. Pemimpin dan seluruh je­
maat melaksanakan hukum gereja demi
kebaikan dan kemajuan pelayanan ke­
pada Tuhan.

D. Sistem Pemerintahan Gereja


Sistem pemerintahan gereja berbeda dengan sistem
sekuler. Yang mutlak harus menjadi pertimbangan dalam
menentukan sebuah sistem organisasi gereja yaitu Kris-
tokrasi dan relevansinya dalam menyatukan berbagai
aliran dan denominasi gereja. Dua hal ini tidak dapat
ditawar-tawar. Kristokrasi berarti pemerintahan Kristus
atas gereja, karena Dialah Raja dan Kepala Gereja. Rele-
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 119

vansinya harus siap menerima setiap perbedaan.


Sistem organisasi gereja identik juga dengan
istilah sistem pemerintahan gereja (chruch government).
Penggunaan istilah ini berakar dalam sejarah serta pergu-
mulan gereja selama ini. Sistem pemerintahan gereja
sering dicampuradukan dengan organisasi sekuler pada
umumnya. Diperparah lagi adanya perbedaan yang
signifikan sistem pemerintahan gereja di antara aliran
dan denominasi yang sudah ada. Memang semakin rumit
dengan adanya berbagai macam model dan bentuk sistem
organisasi gereja yang sudah berlaku selama ini.
Ada beberapa sistem atau tata pemerintahan gereja
yang kita kenal di Indonesia. Alkitab tidak pernah memuat
atau menentukan sebuah sistem pemerintahan gereja
secara sistematis. Sistem yang harus dianut oleh setiap
gereja adalah Yesus adalah pemilik gereja, pemerintah
gereja, dan Kepala gereja. Hanya Kristus yang mampu
memerintah gereja secara sempurna dan adil. Kebebasan
pada tiap gereja untuk menata sistem organisasinya
harus sesuai dengan pola pemerintahan Kristus tentunya.
Di luar dari aspek itu pasti mengandung motivasi pribadi
yang akhirnya sebagai sumber konflik.

Tidak ada satu pun sistem pemerinta­


han/organisasi gereja yang sesuai de­
ngan kehendak Kristus. Setiap aliran
dan denominasi gereja membuat struk­
tur organisasi sesuai dengan kehendak
pemimpin gereja tersebut.
120 Gereja Pecah

Setiap gereja memiliki struktur organisasi dalam


mengatur serta mengembangkan pelayanan dalam gere-
janya masing-masing. Sangat sulit memang untuk
menentukan gereja mana saja yang menganut sistem
pemerintahan gereja secara murni. Ada gereja yang
mengaku sebagai penerus dari salah satu sistem peme­
rintahan gereja yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi,
hampir semua gereja menerapkan sistem pemerintahan
campuran. Berikut ini diuraikan beberapa sistem peme­
rintahan gereja yang pernah ada Indonesia.

1. Sistem Papal
Sistem papal adalah sistem pemerintahan yang diter-
apkan oleh Gereja Roma Katolik (Agama Katolik). Istilah
papal berasal dari kata papas yang artinya bapa. Dari
pengertian papas inilah kemudian dikenal dengan istilah
Paus. Dalam sistem ini pula Paus sebagai pemimpin yang
tertinggi dan berkedudukan di Vatikan Roma. Kekuasaan
Paus diakui secara definitif pada Konsili Vatikan tahun
1870 (Berkhof, 2007:37). Strukturnya berdasarkan
wilayah kekuasaan yaitu Paus di Roma, Kardinal di setiap
negara, Uskup di setiap propinsi, dan Pastor bertugas di
paroki atau gereja lokal.
Pengaruh kekuasaan Paus pada saat itu berdampak
pada setiap keputusan yang ditetapkannya dalam gereja.
Paus dianggap sebagai pengganti rasul Petrus dan wakil
Kristus di dunia ini. Paus merupakan pemimpin tert-
inggi yang menjadi pengantara antara manusia dengan
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 121

Kristus. Pandangan mereka didasarkan pada Injil Matius


16:13-19, di mana Paus diakui sebagai pengganti Petrus
dengan alasan bahwa Petrus itu kepala rasul-rasul.
Konsekuensi dari pemahaman ini menganggap Paus
tidak dapat bersalah bila menetapkan pengajaran. Penga-
jarannya berlaku mutlak dan tak dapat diubah. Dalam
Keputusan Konsili Vatikan tahun 1870 menegaskan
bahwa siapa yang menyangkal setiap keputusan Paus
akan dikutuk. Menurut Calvin (Hall, 2009:461) tindakan
ini sebagai bentuk penghinaan atas Firman Allah ketika
mereka membangun doktrin-doktrin yang baru menurut
keinginan, kepentingan, dan keuntungan gereja yang
terorganisasi secara hierarkikal.
Sistem papal berbentuk hierarkis atau susu-
nannya bertingkat. Hierarkis terdiri atas dua kata yaitu
hieros berarti imam dan arhein berarti memerintah. Di
bawah Paus ada majelis Kardinal yang berjumlah 70
orang. Sepanjang sejarah gereja Katolik sampai saat ini
jumlah Kardinal tidak pernah berubah. Ketujuh puluh
orang Kardinal disebut Majelis Kardinal yang salah satu
tugasnya memilih Paus di sebuah tempat tertutup yang
disebut Conclaaf.

Sistem papal adalah sistem pemerin­


tahan yang dianut oleh Gereja Kato­
lik Roma. Pemerintahan tertinggi bera­
da di tangan Paus seumur hidup yang
berkedudukan di Roma.
122 Gereja Pecah

2. Sistem Episkopal (Episcopal)


Kata episkopal (episcopal) berasal dari bahasa
Yunani episkopos yang berarti bishop atau pastor. Istilah
episkopos terdapat juga dalam Kisah Para Rasul 20:28
yang diartikan sebagai gembala atau penilik. Sistem epis-
kopal adalah sistem pemerintahan gereja yang dipegang
oleh Bishop yang sama dengan jabatan uskup. Sistem ini
dimulai dalam gereja Roma Katolik sebagai kritik terhadap
sistem pemerintahan kepausan atau papal sebelumnya.
Menurut Bercot (1999:44) bahwa praktik pemisahan
jabatan antara pastor dan bishop terjadi sekitar abad
ke-2. Latar belakang timbulnya sistem ini ialah penolakan
kekuasaan Paus di Roma yang tanpa batas di atas. Sistem
ini awalnya diterapkan oleh Gereja Anglikan yang ada di
Inggris.
Gereja-gereja yang menganut sistem pemerin-
tahan episkopal menunjukkan bahwa kedudukan bishop
berbeda dengan sekelompok penilik atau penatua yang
dimiliki gereja-gereja pada abad pertama. Bishop bertugas
mengawasi, mengatur, dan memimpin orang Kristen di
seluruh wilayah dan kota-kota tertentu. Seorang bishop
menjadi pemimpin tunggal dan tertinggi atas seluruh
gereja lokal. Sementara gereja lokal dipimpin oleh seorang
pendeta yang dibantu oleh beberapa majelis jemaat serta
bertanggung jawab langsung kepada bishop (Majelis
Sinode). Segala keputusan tertinggi ialah keputusan
persidangan sinode yang diketuai oleh seorang bishop.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 123

Sistem episcopal adalah sistem peme­


rintahan gereja dalam suatu wilayah
yang dipimpin oleh seorang Bishop dan
dibantu beberapa Majelis Sinode Hari­
an. Bishop dan jajarannya diganti da­
lam periode tertentu.

3. Sistem presbiterial (prebyterian)


Istilah presbiterial dari kata Yunani presbuteroσ
(presbuteros) dan bahasa Ibrani disebut Zaqen yang berarti
pemimpin agama Yahudi atau pemimpin jemaat. Istilah
ini dalam bahasa Jawa disebut Pinisepuh, bahasa sunda
disebut Sesepuh, dan bahasa Indonesia disebut presbiter
atau majelis jemaat. Sistem Presbiterial, dimana gereja
dipimpin oleh para presbiter yaitu penatua-penatua,
sehingga keputusan tertinggi ada pada persidangan pres-
biter yang sering disebut sidang majelis jemaat.
Sistem presbiterial adalah sistem pemerintahan
gereja yang dipegang oleh majelis jemaat yang terdiri
dari pendeta, penatua, dan diaken. Sehubungan dengan
sistem ini Calvin (Hall, 2009:453) mengenalkan empat
jabatan yang dapat melakukan pelayanan gereja, yaitu:
guru (the doctor), gembala (the pastor), penatua (the pres­
byter), dan diaken (the deacon). Keempat jabatan di atas
bertujuan untuk melayani Tuhan.
Penerapan sistem ini di mana setiap gereja lokal
adalah independen tetapi terikat pada suatu kepu-
tusan bersama dan strukturnya di mulai dari bawah ke
124 Gereja Pecah

atas (button up). Pendeta, penatua, dan diaken dipilih


oleh anggota jemaat gereja lokal. Sistem ini dianut oleh
beberapa gereja di lingkungan Protestan yang berakar
sejak gerakan reformasi pada abad ke-16 di Eropa Barat.
Ditinjau dari sudut pandang doktrin dan ajaran maka
sistem presbiterian merupakan perkembangan serta
penerapan ajaran dari Johanes Calvin yaitu seorang tokoh
reformator dari Prancis.
Secara kelembagaan sistem presbiterian muncul
dari gereja Skotlandia yang merupakan hasil pelayanan
Jhon Knox yaitu salah seorang murid Calvin yang
paling terkenal. Oleh sebab itu, gereja presbiterian pada
umumnya berkembang dan dapat ditemukan di nega-
ra-negara bekas jajahan Inggris, seperti Amerika Serikat,
Australia, Selandia baru, dan India. Selain itu, gereja
yang menganut sistem ini pun dapat juga ditemukan di
beberapa negara seperti Korea, Filipina, sedangkan di Indo-
nesia dipengaruhi oleh gereja yang berasal dari Belanda.
Mayoritas gereja protestan di Indonesia mengikuti tradisi
hervormd, yang merupakan tradisi utama protestanisme
di Belanda yang awalnya dipengaruhi oleh ajaran Johanes
Calvin.
Kekuasaan tertinggi dalam sistem presbiterian
berada di tangan penatua. Dalam hal ini penatua terbagi
dua golongan, yaitu penatua yang mengajar yaitu pendeta
dan penatua yang memimpin organisasi. Bersama kedua
golongan penatua ini merupakan majelis gereja yang
bertanggung jawab dalam menegakkan disiplin, meme-
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 125

lihara jemaat, dan menjalankan misi gereja. Sementara


diaken bertugas untuk melaksanakan pemeliharaan
gedung, keuangan gereja, pelayanan kepada orang miskin,
kedukaan, dan berbagai pelayanan sosial lainnya.

Sistem prebisterial adalah sistem pe­


merintahan gereja yang anut oleh be­
berapa gereja yang beraliran calvin­
is. Pemerintahan ini berada di tangan
pendeta, penatua, dan diaken pada
seetiap gereja lokal. Setiap keputusan
ditetapkan secara bersama-sama da­
lam musya­warah dan mufakat.

4. Sistem sinodal (synod)


Istilah sinode berasal dari kata Yunani συνοδος
(sunodos) yang berarti sidang atau pertemuan. Kata ini
juga bersinonim dengan kata dari bahasa Latin yaitu
Concilium (konsili). Kata sunodos secara utuh tidak
terdapat di dalam Alkitab, tetapi akar katanya sunodeuo
atau sunodia dapat ditemukan dalam Kisah Para Rasul
9:7 dan Lukas 2:44 yang berarti seperjalanan. Dapat dika-
takan bahwa sinode adalah berjalan bersama, berpikir
bersama, dan memutuskan secara bersama-sama demi
kepentingan bersama pula.
Pada permulaannya, istilah sinode digunakan untuk
pertemuan para uskup, namun dalam perkembangan
selanjutnya dapat dilihat pada setiap pertemuan gere-
ja-gereja Kristen Protestan di Indonesia maupun Kristen
126 Gereja Pecah

Ortodoks. Sistem sinodal (synod) adalah sistem peme­


rintahan gereja yang berada dalam kekuasaan anggota
sinode yang anggotanya terdiri atas utusan-utusan dari
setiap gereja lokal yang pada dasarnya memiliki tujuan
bersama.
Dengan demikian, sistem ini memberikan peluang
kepada para pemimpin gereja dan jemaat dari gereja
lokal untuk berpartisipasi langsung dalam pengambilan
keputusan dalam melaksanakan segala keputusan dan
pelayanan pada organisasi gereja lokal. Persidangan
sinode merupakan instansi tertinggi yang keputu-
sannya harus dilaksanakan oleh gereja-gereja lokal yang
dipimpim oleh majelis jemaat yang terdiri dari pendeta,
penatua, dan diaken. Biasanya majelis jemaat pada setiap
gereja lokal diketuai oleh pendeta.

Sistem sinodal yaitu sistem pemerin­


tahan gereja dalam satu negara dima­
na setiap keputusan didasarkan pada
majelis sinode dan diteruska oleh gere­
ja lokal melalui pendeta, penatua, dan
diaken.

5. Sistem Presbiterial Sinodal


Seiring perkembangan gereja, baik gereja yang ada
di luar negeri maupun di Indonesia telah mengalami
perubahan pada sistem pemerintahan gerejanya masing-
masing. Ada beberapa gereja yang menganut dua sistem
pemerintahan sekaligus. Penggabungan antara sistem
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 127

presbiterial dengan sistem sinodal yang dikenal sebagai


sistem presbiterian sinodal. Dari dua sistem ini kita bisa
langsung tahu adanya penggabungan antara sistem pres-
biterial murni dan sinodal murni.
Dalam sistem presbiterial murni di mana kekuasaan
cenderung terpusat pada para majelis jemaat di gereja
lokal. Sementara peran sinode terkesan kurang mendapat
tempat. Sebaliknya, pada sistem sinodal murni pemu-
satan kekuasaan justru cenderung berada di tangan
sinode, sehingga majelis jemaat cenderung hanya sebagai
perpanjangan tangan sinode semata. Karena pertim-
bangan itulah, untuk mencapai suatu kondisi yang tidak
timpang, kedua sistem tersebut disatukan atau “dikaw-
inkan” menjadi presbiterial sinodal untuk mencapai
tujuan yang diinginkan oleh gereja yang bersangkutan.
Penyebutan sistem presbiterial sinodal juga
mempunyai makna sendiri. Hal itu didasarkan pada
kesadaran bahwa suatu kondisi yang relatif balance
antara jemaat setempat dan sinode. Namun pusat
kehidupan jemaat selalu berada di lingkup jemaat dan
bukan lagi di dalam sinode secara utuh. Dalam prak-
teknya, gereja-gereja yang menganut sistem presbiterial
sinodal dipimpin oleh para majelis jemaat yaitu pendeta
atau penginjil, penatua, dan diaken yang diangkat dari
anggota jemaat setempat.
Para presbiter dalam gereja lokal memimpin jemaat
dalam suatu board yang disebut majelis jemaat. Majelis
jemaat yang terdiri dari pendeta, penatua, dan diaken
128 Gereja Pecah

inilah yang mengambil keputusan dalam setiap rapat atau


sidang di gereja lokal tersebut. Biasanya segala keputusan
yang diambil merupakan keputusan secara demokrasi
yaitu dua pertiga atau 50 + 1 dari jumlah anggota sidang
majelis jemaat. Sistem ini hampir sama dengan voting
dalam pengambilan keputusan di DPR-DPRD. Itulah
kepemimpin kolektif presbiterial sinodal, yang pada satu
sisi mencegah pemusatan kekuasaan pada satu orang,
namun pada sisi lain proses pengambilan keputusan
sangat lama karena selalu mengadakan rapat dalam
setiap masalah atau program gereja.

Sistem presbiterial sinodal yaitu peng­


gabungan dari sistem sinodal dan pres­
biterial. Segala keputusan berada di
tangan majelis jemaat yang beranggo­
takan pendeta, penginjil, penatua (ka­
lau ada), dan diaken.

6. Sistem Kongregasional (Congregational)


Sistem kongregasional (congregational) adalah
sistem pemerintahan gereja yang independen. Menurut
Abineno (2002:75) bahwa sistem kongregasional
merupakan paham yang dianut oleh Robert Parker berke-
bangsaan Inggris yang dipengaruhi oleh sekte Anabaptis.
Pertama sekali orang-orang yang menganut paham ini
memisahkan diri dari gereja Anglican dengan membentuk
jemaat otonom.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 129

Dalam sistem ini kekuasaan tertinggi terletak pada


anggota jemaat. Karena itu hak para pejabat gerejawi ini
berasal dari anggota jemaat. Otoritas pemerintahan gereja
tidak terletak pada individu maupun perwakilan individu
melainkan seluruh jemaat lokal. Dua hal yang sangat
ditekankan oleh sistem pemerintahan gereja ini adalah
otonomi dan demokrasi. Gereja yang menganut sistem
ini berdiri sendiri, walaupun ada ikatan dengan jemaat-
jemaat lain yang seasas hanyalah berupa ikatan yang
sifatnya sukarela dan bukan struktural.
Dalam perkembangannya, sistem kongregational
telah mengalami perubahan sebagai akibat dari konversi
atau penggabungan berbagai sistem pemerintahan gereja
secara modern. Berdasarkan konversi tersebut maka
sistem kongregational dibedakan dalam tiga kategori,
yaitu:
a. Kongregational murni merupakan penggabungan
lini dan staf. Pada umumnya, sistem ini diter-
apkan oleh gereja-gereja baptis karena menolak
sistem sinodal di mana ketua sinode sebagai
pemimpin tertinggi pada tingkat nasional.
Walaupun adanya penggabungan gereja Baptis
tetapi independensi (otonom) gereja lokal tetap
menjadi ciri utama yang harus dipertahankan.
b. Kongregational sinodal merupakan pengga-
bungan lini dan fungsional. Gereja ini menerima
sistem kepengurusan gereja pusat, namun
130 Gereja Pecah

tetap mempertahankan otonomi masing-masing


gereja lokal.
c. Semi kongregational sinodal merupakan peng-
gabungan sistem tipe lini, staf, dan fungsional.
Sistem ini biasanya dipakai oleh gereja-gereja
yang beraliran Pentakosta. Walaupun sistem ini
mendekati sistem kongregational sinodal tetapi
tidak memakai sinode. Sistem pemerintahannya
selalu diserahkan kepada pengurus pusat dan
pengurus daerah.
Dengan melihat beberapa katogori di atas, maka ciri
yang paling kental terlihat dalam sistem kongregational
adalah pendeta terkesan sebagai pemilik gereja. Pada
awal terbentuknya sebuah gereja ini selalu diawali oleh
penginjilan pendeta atau penginjil. Segala kebutuhan dan
kekurangan selama membuka gereja itu menjadi tanggung
jawabnya secara pribadi. Makan atau pun tidak makan
selama pelayanan menjadi resiko yang harus ditanggung
oleh pendeta atau penginjil yang bersangkutan. Sifat
otonom terlihat jelas dalam setiap keputusan yang diambil
oleh gereja lokal yang dipimpin oleh seorang pendeta.

Sistem kongregasional yaitu sistem


pemerintahan dimana segala keputu­
san berada pada gereja lokal. Sistem
ini tidak terikat pada pusatnya tetapi
kepemimpinan yang kuat berada di ta­
ngan pendeta gereja lokal.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 131

7. Sistem Caesar (Caesaropapal)


Sistem Caesar merupakan sebuah sistem pemerin-
tahan gereja yang berada di bawah kekuasaan seorang
raja. Model sistem ini dapat kita lihat di dalam gereja
Yunani yang Ortodoks. Dalam hal ini negara memberikan
perlindungan kepada gereja, namun negara juga
mempunyai hak untuk mengatur dan mencampuri segala
urusan dalam gereja. Segala keputusan dalam gereja
berada di tangan pemerintah. Orang yang pertama sekali
menerapkan sistem ini yaitu Caesar Constantinus Agung
pada permulaan abad ke-4. Perkembangan sistem ini juga
sebagian gereja Anglican dan beberapa gereja Lutheran di
Norwegia menggunakannya.
Sistem ini belum diterapkan secara mendalam di
Indonesia sampai saat ini. Kendati pada jaman penja-
jahan Hindia Belanda yang pernah datang ke Indonesia
terkesan sistem ini terasa ada kesamaannya, namun
tidak berlangsung lama. Oleh sebab itu, kita harus yakin
dan berdoa agar penerapan sistem ini mudah-mudahan
tidak akan pernah terjadi di Indonesia. Keyakinan ini
dapat terwujud jika seluruh gereja dari berbagai aliran
dan denominasi tetap bersatu.

Sistem Caesar yaitu sistem pemerintah­


an di bawah kendali kaisar. Pemerin­
tahan gereja dan negara biasanya di­
satukan. Segala keputusan berada
dalam kekuasaan kaisar.
132 Gereja Pecah

8. Sistem Collegial
Sistem Collegial merupakan sistem gereja yang
didasarkan pada hubungan pertemanan. Istilah collega
sendiri dapat berarti teman atau persekutuan. Segala
kekuasaan terletak di tangan anggota gereja yang memilih
pengurusnya, sehingga segala keputusan ditetapkan
dengan suara terbanyak dan demokrasi tentunya.
Walaupun keputusan yang dihasilkan bertentangan
dengan kehendak Kristus, tetapi harus dilaksanakan
oleh semua anggotanya. Dasar keputusan yang diambil
biasanya lebih bersifat sekuler dan bukan alkitabiah.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa setiap
aliran dan denominasi gereja memiliki sistem gereja yang
berbeda-beda. Kedua sistem terakhir yaitu sistem Caes­
aropapal dan sistem Collegial merupakan tambahan
yang diberikan oleh J.A.C. Rullmann (1953:31-32) dalam
bukunya yang berjudul Peraturan Gereja. Sistem ini
terbentuk berdasarkan sudut pandang pemimpin ataupun
jemaat tersebut. Apabila ditelusuri lebih jauh lagi maka
semua sistem di atas belum diterapkan secara sempurna
sesuai dengan kaidah dan nilai dari setiap sistem tersebut.

Sistem kolegial yaitu sistem yang di­


dasarkan pada pertemanan dan hubu­
ngan sosial karena memiliki kesamaan
visi serta kebutuhan.
BAB VI | Hukum dan Pemerintahan Gereja 133

Sistem pemerintahan dalam sebuah gereja sangatlah


penting. Menurut Calvin (Hall, 2009:452) sistem pemer-
intahan gereja adalah ketetapan Allah bagi pendirian
dan kelanjutan gereja. Barangsiapa mengabaikannya
sebagai tidak perlu, sedang berusaha keras untuk
membongkar, atau, meruntuhkan dan menghancurkan
gereja. Penegasan Calvin atas konsep ini bertujuan untuk
menciptakan keteraturan dalam sebuah organisasi gereja.
Kendati demikian, sebaik apapun sistem pemerintahan
gereja tentu tidak bisa disamakan atau bahkan melebihi
isi Alkitab. Kemungkinan besar setiap sistem ini dalam
penerapannya akan bertentangan dengan kehendak Allah.
Sistem pemerintahan gereja dirancang dan
ditetapkan oleh oleh gereja untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Mengigat banyaknya sistem gereja yang berbe-
da-beda, maka sangat sulit untuk menentukan manakah
dari antara sistem ini yang Alkitabiah. Tidak ada satu pun
organisasi gereja yang menggunakan secara murni dari
salah satu sistem pemerintahan ini. yang ada. Apakah
melalui sistem ini akan mempermuliakan Yesus Kristus
sebagai pemilik Gereja? Jawabannya terletak pada motif
dan kepentingan setiap pemimpin gereja yang mener-
apkan sistem tersebut.

Sistem pemerintahan gereja sangatlah pen­ting.


Tidak ada satu pun sistem pemerintahan gere­
ja yang mengadopsi secara murni sistem yang
ada. Sistem ini ditentukan berdasarkan pada
cara pandang dan kebutuhan gereja setempat.
134 Gereja Pecah

Dalam prakteknya setiap pemimpin gereja berusaha


menggabungkan dua bentuk variasi dari setiap sistem
yang ada. Faktor inilah yang menyulitkan kita untuk
mengidentifikasi secara spesifik sistem apa yang diter-
apkan oleh suatu aliran dan denominasi gereja yang sudah
ada di Indonesia. Bahkan secara mengejutkan terdapat
beberapa gereja yang menggunakan lebih dari dua sistem
sekaligus untuk memuluskan segala rencana pemerintah-
annya dalam gereja tersebut.
Dengan kerendahan hati perlu kita mengakui bahwa
semua sistem pemerintahan gereja selama ini merupakan
sebuah pilihan yang sulit. Sistem ini biasanya ditentukan
oleh pengalaman historis sebuah gereja. Pemilihan sistem
ini berkaitan dengan konteks kesejarahan dan pengalaman
gereja itu sebelumnya. Semua sistem ini baik bagi gereja
yang memilihnya sepanjang tidak bertentangan dengan
Alkitab. Jika bertentangan dengan Alkitab maka diper-
lukan revisi.
Memang tidak ada satu pun sistem gereja yang
sempurna. Semua sistem organisasi gereja dibuat oleh
tangan manusia yang berdosa, memiliki keterbatasan,
keegoisan, dan kepentingannya masing-masing. Setiap
sistem pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Yang penting untuk dicermati bahwa
bagaimana konsekuensi dari penggunaan sistem itu dalam
kehidupan bergereja. Jujur atau tidaknya kita bahwa
dengan adanya perbedaan sistem pemerintahan gereja
sebenarnya menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
perpecahan gereja hingga saat ini.
Doktrin dalam Gereja 135

BAB VII
DOKTRIN DALAM GEREJA

A. Sejarah Doktrin Gereja


Bila kita melihat kembali sejarah perjalanan gereja
ternyata telah membuktikan dirinya terbagi-bagi dalam
beberapa aliran gereja. Suatu kesulitan untuk menen-
tukan mana yang lebih awal antara doktrin gereja dengan
aliran gereja. Jika doktrin lebih awal daripada aliran
gereja, maka klaim yang sama pun bisa berlaku seba-
liknya. Munculnya suatu doktrin maupun aliran tentu
hanya pemimpin gereja itulah yang mengetahuinya secara
pasti.
Kehadiran doktrin pada sebuah gereja bisa saja
muncul setelah adanya aliran gereja tersebut. Mungkin
juga doktrin gereja dirancang lebih dahulu oleh seseorang
atau sekelompok orang yang kemudian keluar dari gereja
induknya dan membentuk aliran atau denominasi gereja
yang baru. Salah satu contoh reformasi yang dilakukan

135
136 Gereja Pecah

oleh Marthin Luther dalam Gereja Katolik Roma (GKR).


Doktrin yang dipahami dijadikan sebagai landasan
berpikir untuk mengadakan reformasi. Ketika doktrin ini
tidak diterima oleh GKR maka jalan yang ditempuh keluar
dari gereja itu lalu membentuk aliran gereja Lutheran.
Reformasi Luther terhadap GKR pada awalnya tidak
bertujuan mendirikan aliran Lutheran. Dia mengeluar­
kan 95 pokok ajaran dengan harapan agar pengajaran
­­
dalam GKR kembali sesuai Firman Allah. Pembaharuan
yang dilakukannya tentu tidak mendapat respon positif
di dalam gereja pada waktu itu. Pada akhirnya dia dike-
luarkan dari gereja yang secara otomatis doktrin yang
dirumuskannya terus diterapkan dalam gereja yang
dikenal aliran Lutheran atau agama Kristen saat ini.
Doktrin adalah ajaran tentang asas suatu aliran
dalam agama Kristen. Pada hakekatnya, doktrin gereja
menekankan pada dasar-dasar pokok ajaran Kristen yang
dikembangkan oleh para pemimpin dalam setiap aliran
dan denominasi gereja tersebut. Setiap pokok ajaran yang
mereka rumuskan diyakini akan kebenarannya. Dengan
adanya doktrin ini maka setiap gereja memiliki identi-
tasnya tersendiri serta pedoman dalam melaksanakan
pelayanan gerejawi.

Perbedaan doktrin menjadikan perbedaan


dalam melaksanakan pelayanan gereja­
wi setiap aliran dan denominasi. Doktrin
akan semakin berkembang seiring kebu­
tuhan gereja dan perubahan jamannya.
Doktrin dalam Gereja 137

Perkembangan doktrin dari setiap aliran dan deno­


minasi gereja di seluruh dunia telah membuat perubahan
yang sangat signifikan dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan pelayanan gerejawi. Setiap gereja merumuskan
doktrin sesuai dengan cara pandang dan teologianya
masing-masing. Perbedaan-perbedaan doktrin ini telah
banyak menghabiskan energi dan perhatian banyak orang
untuk mempertahankan keeksistensinya masing-masing.
Jika kita tidak sikap dengan hati yang berpaut kepada
Allah, maka doktrin gereja akan terus bertambah dan
berkembang pada masa yang akan datang.
Melalui perbedaan doktrin dipastikan terbuka
kesempatan terjadinya perdebatan yang hebat pada
kalangan orang Kristen itu sendiri. Perdebatan semacam
ini dapat diperkirakan tidak akan pernah selesai sampai
Tuhan Yesus datang kembali. Perdebatan ini pula semakin
hari semakin tinggi intensitasnya, sehingga perpecahan
dalam gereja pun semakin nyata jelas. Ketika perpecahan
gereja terjadi maka tugas utama orang Kristen untuk
memberitakan Injil tidak dapat terpenuhi dengan baik
sebagaimana yang Tuhan Yesus harapkan.
Kendati adanya perkembangan dari perbedaan
aliran dan denominasi gereja, tetapi sebagian pemimpin
gereja tetap mempertahankan doktrin yang dianut sebe­
lumnya. Misalnya Teologi Reformed (Reformed Theology)
yang tetap konsisten dan eksis pada setiap jamannya.
Salah satu tokoh penting dalam Teologi Reformed abad
ke-20 adalah Prof. Dr. Louis Berkhof. Beberapa doktrin
138 Gereja Pecah

pokok yang dijabarkannya untuk membantu pelayanan


gereja, yaitu: Doktrin Allah, Doktrin Manusia, Doktrin
Kristus, Doktrin Keselamatan, Doktrin Gereja, dan
Doktrin Akhir Zaman. Dari keenam doktrin ini masih
dibagi dalam beberapa tema sentral lainnya. Dalam kajian
ini tidak semua topik ini diuraikan, tetapi hanya doktrin
keselamatan dan doktrin baptisan yang akan dijelaskan.
Kedua doktrin ini menjadi bahan perdebatan yang masih
hangat diperdebatkan hingga hari ini.

B. Doktrin Keselamatan
Sejarah membuktikan bahwa perpecahan gereja
pada awalnya dimulai dari GKR yang berpusat di Roma,
Italia. Pemicu utamanya yaitu dalam konsili Chalcedon
pada tahun 451 oleh Gereja Katolik Barat di Roma member-
lakukan resolusi, sehingga tidak dapat diterima oleh
Gereja Katolik Timur (Gereja Ortodoks Timur) di Konstan-
tinopel. Perpecahan gereja ini pun puncaknya terjadi
pada tahun 1054. Dalam analisa Keene (2006:96) dalam
bukunya yang berjudul Agama-agama Dunia menyatakan
bahwa sedikitnya ada tiga pokok yang menjadi alasan
perpecahan gereja pada saat itu:
1. Pernyataan Paus di Roma bahwa ia memiliki
kekuasaan tertinggi atas seluruh gereja.
2. Keinginan Roma untuk menjadi pemimpin yang
diakui Gereja di seluruh dunia.
3. Perubahan yang dilakukan Roma atas bunyi
kredo, yang dianggap tak dapat diganggu gugat
oleh umat Kristen Timur.
Doktrin dalam Gereja 139

Dari point di atas kita melihat alasan utama


terjadinya perpecahan antara GKR dengan Gereja Katolik
Ortodoks Timur. Kendati perpecahan awal ini tidak begitu
fatal, namun pada saat Marthin Luther seorang imam
dari GKR sekaligus sebagai guru besar pada bidang studi
teologi di Universitas Wittenberg Jerman mengadakan
pembaharuan dalam gereja tersebut. Pembaharuan yang
dilakukannya justru menjadi awal terjadinya perpecahan
besar dalam gereja sampai saat ini. Pembaharuan ini
digemakan pada tanggal 31 Oktober 1517 dengan menge-
luarkan 95 keluhan (ajaran) sehubungan kebijakan Paus
Leo X yang telah menyimpang dari kebenaran Allah.
Peristiwa pembaharuan inilah diperingati oleh gereja
Pro­testan sebagai hari reformasi sampai sekarang.
Di antara seluruh keluhan Luther di atas, salah
satu yang paling disoroti yaitu penjualan surat pengha-
pusan siksa (aflat) atau sering disebut surat indulgensia
(penghapus dosa). Semakin banyak seseorang membeli
surat ini maka keselamatan akan diperolehnya dengan
cuma-cuma. Doktrin keselamatan inilah yang mengusik
hati Luther, sebab di dalam Alkitab secara jelas mene-
gaskan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah bagi
setiap manusia yang berdosa. Tidak ada keselamatan
yang diperoleh manusia melalui usahanya sendiri. Kese-
lamatan bukan hasil kebaikan manusia, melainkan
pemberian Allah bagi setiap orang yang berkenan kepa-
da-Nya melalui keyakian pada pengorbanan Yesus Kristus
di atas kayu salib.
140 Gereja Pecah

Pengkhotbah indulgensia yang terkenal pada saat


itu adalah Yohanes Tetzel yang terus meneriakan, “pada
saat uang anda bergemerincing dalam peti, seketika
itu juga jiwamu melompat dari api penyucian ke sorga”
(Lane, 2005:131). Bentuk uang yang berlaku pada jaman
itu berupa uang logam dan tidak seperti yang kita kenal
saat ini. Praktek money politic dan korupsi sudah terjadi
dalam gereja, termasuk praktek jual-beli jabatan gerejawi.
Faktor-faktor inilah yang membuat kemarahan jemaat,
sehingga memberi peluang besar kepada Luther untuk
mencetuskan reformasi ini.
Secara jujur tujuan utama penjualan surat aflat
adalah untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan
gedung gereja raksasa yang kita kenal saat ini Gereja
Santo Petrus di Roma. Hal ini ditegaskan oleh Aritonang
(2000:29) bahwa untuk merealisasikan tujuan tersebut
maka Paus menyelewengkan kekuasaan yang dimi-
likinya dengan membungkusnya dengan bahasa rohani
yang berisi janji palsu sekaligus ancaman. Dalam logika
berpikir sederhana bahwa sebanyak apa pun surat aflat
yang didapatkan oleh seseorang pasti tidak akan pernah
memperoleh keselamatan dari uang atau surat tersebut.
Perkembangan doktrin keselamatan ini pun terus

Tidak ada keselamatan yang diperoleh


manusia dengan usahanya sendiri. Kese­
lamatan hanya wujud belas kasihan Tu­
han bagi manusia yang berdosa.
Doktrin dalam Gereja 141

berlanjut dalam gereja-gereja Protestan di dunia termasuk


Indonesia. Memang konsep dan metodenya berbeda dari
GKR sebelumnya. Bukan lagi konsep penjualan surat
aflat melainkan dengan metode lain seperti: “percaya
Yesus pasti selamat”, “menjadi orang Kristen pasti
selamat”, “berbuat baik pasti selamat”, “memberi persem-
bahan yang banyak pasti selamat”, “dibaptis dengan
cara tertentu pasti selamat”, “masuk gereja tertentu
pasti selamat”, “menerima mujizat pasti selamat”, dan
sebagainya. Doktrin keselamatan seperti ini akan menjadi
sesat dan rapuh jika hanya dipahami pada tataran konsep
dangkal ini.
Doktrin keselamatan yang benar hanya bermuara
pada anugerah Allah di dalam Yesus Kristus. Anugerah
keselamatan di dalam Yesus Kristus memiliki makna yang
sangat mendalam yaitu tanpa usaha manusia sedi­k itpun.
Orang yang telah menerima keselamatan dari Allah akan
hidup dalam iman yang benar yang dikerjakan oleh
kuasa Roh Kudus. Setiap orang yang sudah menerima
keselamatan pasti akan selalu mengucap syukur melalui
perbuatan-perbuatan iman pada setiap tingkah lakunya
di hadapan Allah dan manusia. Sementara orang yang
hanya mengaku dirinya sudah selamat, tetapi terus
hidup di dalam dosa sesungguhnya dia menjadi pribadi
yang murtad kepada Allah.
Dengan adanya berbagai macam kepentingan pada
setiap pemimpin gereja, maka dapat dipastikan perbedaan
doktrin keselamatan pada setiap aliran dan denominasi
142 Gereja Pecah

gereja akan semakin terasa. Dari perbedaan inilah akan


timbul berbagai macam persoalan dalam pelayanan
gerejawi. Akibatnya, perpecahan gereja karena perbedaan
doktrin ini pun tidak terelakkan. Pemahaman yang salah
tentang doktrin keselamatan bukan hanya terjadi pada
masa Luther saja, tetapi doktrin ini pun telah merasuki
gereja-gereja yang ada di Indonesia saat ini. Pemahaman
keselamatan yang berbeda menunjukkan gereja sudah
pecah karena sumber keselamatan hanya satu yaitu
Yesus Kristus.

C. Doktrin Baptisan
Doktrin baptisan merupakan objek perdebatan yang
belum berakhir sampai hari ini. Kemungkinan perdebatan
seputar masalah ini pun masih terus ada sampai Tuhan
Yesus datang kembali. Beberapa aliran dan denominasi
gereja terus mempertahankan dan mengklaim baptisan
yang paling benar dan alkitabiah seperti yang dilakukan
di gerejanya. Sebagian lagi mengikuti cara Yohanes
Pembaptis pada saat membaptis Tuhan Yesus di sungai
Yordan yaitu secara selam. Lebih kaget lagi adanya gereja
yang menekankan pada pelaksanaan baptisan selam
secara berulang-ulang dan baptisan yang dilakukan
secara langsung oleh Roh Kudus.
Kita harus jujur mengakui bahwa salah satu faktor
perpecahan dalam agama Kristen yaitu masalah doktrin
baptisan. Fakta yang ditemukan oleh Keene (2006:97)
dalam penelitiaannya menyatakan bahwa gereja yang ada
Doktrin dalam Gereja 143

di Inggris mulai terpecah-pecah dengan tidak menerima


ajaran gereja reformasi yaitu gereja yang berasal dari
Inggris itu sendiri. Salah satu penganut paham ini adalah
Gereja Baptis yang mempercayai dan menegaskan bahwa
lebih baik membaptis orang setelah dewasa daripada
membaptis seorang anak yang masih kecil.
Kita tidak heran jika perbedaan, perdebatan, dan
perpecahan gereja yang terjadi di Indonesia selama ini
disebabkan oleh pembenaran dan pemahaman doktrin
baptisan yang berbeda-beda tersebut. Berikut ini dipa-
parkan tentang metode atau cara baptisan yang biasa
dilakukan oleh beberapa gereja selama ini.

1. Baptisan Percik
Pemahaman Marthin Luther tentang baptisan pada
dasarnya setara dengan sunat dalam Perjanjian Lama
yaitu sebagai tanda perjanjian Allah dengan umat-Nya
yang juga berlaku bagi anak-anak. Gereja Anabaptis tidak
menerima alasan ini sehingga melaksanakan baptisan
dewasa dan baptisan ulang. Melihat gejala ini membuat
Luther menulis surat dengan menyebut mereka sebagai
“orang-orang munafik dan pendeta-pendeta gelap”
(Aritonang, 2000:35).
Walupun pandangan Luther ini secara tidak langsung
menyakitkan perasaan Anabaptis, namun mereka tetap
memiliki pedoman yang kuat dan terus melaksanakan
baptisan dewasa dan baptisan ulang. Orang yang sudah
dewasalah yang memenuhi syarat serta mampu memper-
144 Gereja Pecah

tanggung jawabkan keyakinan imannya kepada Allah.


Setiap orang yang sudah dibaptis waktu masih anak-anak
dalam Gereja Katolik Roma dan setelah reformasi Luther
harus dibaptis ulang, sebab baptisan anak-anak itu tidak
sah (Aritonang, 2000:45).
Perbedaan cara pembaptisan di atas menunjukkan
bahwa aliran ini merumuskan doktrin baru. Padahal
gereja pada awalnya telah melaksanakan pembaptisan
anak-anak dan orang dewasa yang baru percaya kepada
Yesus Kristus dengan cara percik. Fakta ini pun kembali
ditegaskan oleh Keene (2006:108) dengan menyatakan:

Pelayanan pembaptisan bayi di Gereja Katolik


dan Anglikan memberikan ciri khas yang penting.
Perayaan itu, yang dipimpin oleh seorang imam,
diselenggarakan di sekitar wadah air suci di mana
anak dihadirkan oleh orang tua dan wali baptis
untuk dibaptis. Mereka berjanji akan mengajar
anak itu untuk melawan roh jahat, mengikuti ajaran
Yesus, dan mengantarkan anak itu dalam keluarga
Allah, Gereja. Imam memerciki bayi itu dengan air
baptis sebanyak tiga kali dalam nama Bapa, Putra,
dan Roh Kudus, sebelum membuat tanda salib di
dahinya.

Dasar pelaksanaan baptisan adalah perintah Tuhan


Yesus yang dicatat oleh rasul Matius: “Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah
Doktrin dalam Gereja 145

mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperin-


tahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:
19-20). Perintah ini harus dilakukan oleh setiap orang
Kristen di segala tempat dan jamannya.
Dalam prakteknya ternyata masih banyak gereja
yang memiliki perbedaan dalam menafsirkan tugas agung
tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Rayburn (2005:5)
dalam bukunya yang berjudul Apa Itu Baptisan? mene-
gaskan bahwa tidak ada doktrin dalam Alkitab yang
sedemikian banyak perbedaannya, atau yang sedemikian
disalah mengerti di dalam gereja Kristen, selain doktrin
baptisan air. Perbedaan doktrin ini semakin jelas terlihat
dalam penerapannya pada setiap gereja saat ini.

Baptisan percik yaitu baptisan yang dilak­


sanakan dalam gedung gereja dengan me­
mercikan/menuangkan air di kepala bayi
atau orang dewasa yang baru percaya.

Setiap aliran dan denominasi gereja berusaha


dengan segala daya upaya untuk membenarkan caranya
dalam melaksanakan baptisan. Apakah cara yang kita
lakukan selama ini sudah sesuai dengan Alkitab? Untuk
diketahui bahwa munculnya perbedaan ini karena faktor
penerjemahan bahasa Yunani tentang baptisan yang
dilakukan oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan
kepada diri Yesus. Oleh sebab itu, peranan bahasa sangat
penting untuk memecahkan persoalan baptisan ini.
146 Gereja Pecah

Dalam karya Derrida, Foucault, dan Lacan (Barker,


2006:91) merepresentasikan pengaruh teori bahasa
dengan mengatakan bahasa bukan kehadiran metafi­sika
melainkan suatu alat yang digunakan oleh manusia
untuk mengoordinasikan tindakan mereka dalam konteks
hubungan sosial. Bahasa adalah tindakan dan petunjuk
bagi tindakan. Bahasa dalam konteks pemakaian secara
sosial, secara temporer dapat distabilkan untuk tujuan
praktis. Jadi, fungsi bahasa dalam menafsirkan Alkitab
sangat penting untuk memperoleh makna tertentu.
Istilah baptisan dalam Perjanjian Lama memakai
kata “baptein” yang berarti mencelupkan kakinya ke
dalam air (Yosua 3:15), mencelupkan jari ke dalam darah
itu (Imamat 4:6,17), dimasukkan ke dalam air (Imamat
11:32), dan Naaman membenamkan diri ke sungai Yordan
(2 Raja-raja 5:14). Dalam tradisi ini, adat dan budaya
pembasuhan menunjukkan ritual penyucian atau pengu-
dusan seseorang. Sementara Perjanjian Baru memakai
kata ‘bapto’ yang artinya mencelupkan di dalam atau
mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna baru.
Istilah lainnya ‘baptizo’ yang berarti membenamkan,
mandi, atau mencuci. Kata baptisan dalam hal ini memberi
pengertian ganda.
Kebanyakan gereja yang hanya mengakui baptisan
selam mengatakan bahwa baptisan yang diterima oleh
Tuhan Yesus di sungai Yordan adalah baptisan selam.
Pernyataan mereka ini didasarkan pada cara Yohanes
Pembaptis pada saat membaptis Tuhan Yesus. Dalam
Doktrin dalam Gereja 147

Matius 3:16 berkata: “Sesudah dibaptis, Yesus segera


keluar dari air”. Kata “keluar dari air” belum tentu menun-
jukkan baptisan selam, tetapi kata ini bisa juga keluar
dari “area” air atau keluar dari lokasi sungai Yordan itu.
Secara harafiah Tuhan Yesus keluar dari area air tersebut.
Apabila peristiwa pembaptisan Tuhan Yesus
dikaji dalam tata bahasa Yunani maka “euquσ anebη apο
toυ udaqoσ “ berarti “keluar dari air”; kata εὐθὺς berarti
segera, lalu, sedangkan kata ἀνέβη=anabainω yang berarti
naik, pergi atau keluar. Ketika Yesus selesai dibaptis, Dia
segera keluar meninggalkan area sungai Yordan. Adanya
perbedaan penafsiran terhadap kata ini sehingga menim-
bulkan perbedaan juga pada pelaksanaan baptisan baik
secara percik ataupun baptisan secara selam.
Dalam tulisan Bagiyowinadi (2011:34) seorang
pengajar di gereja Katolik keuskupan Malang menya-
takan bahwa Tuhan Yesus “keluar dari air” tidak selalu
berarti seluruh tubuh dibenamkan. Pembaptisan dengan
pembenaman seluruh tubuh bukanlah satu-satunya
cara yang sah untuk pembaptisan. Dia memberi contoh
tentang pembaptisan yang dilakukan oleh Filipus terhadap
sida-sida dari Etiopia di jalan padang gurun yang tentunya
tidak mudah menemukan air untuk membaptis dengan
cara selam.
Fakta sejarah lain diungkapkan oleh Scheunemann
(1986:35) pada kesimpulan bukunya menegaskan:
Kita memiliki sebuah pahatan batu, yang ditemukan
dalam katakombe, yaitu tempat persembunyian
148 Gereja Pecah

orang-orang Kristen di Roma terhadap penganiayaan


negara. Relief tersebut berasal dari permulaan abad
II AD. Dari relief itu terdapat baptisan Tuhan Yesus
oleh Yohanes Pembaptis dengan cara Yohanes
menuangkan air ke atas kepala Kristus ... Namun
dengan majunya gereja ke bagian utara, ke daerah
dingin, gereja melazimkan baptisan percik, agar
tidak membahayakan kesehatan anak.

Dari kedua pendapat di atas menegaskan bahwa


Yohanes Pembaptis menuangkan air di kepala Tuhan
Yesus. Bisa juga dikatakan baptisan yang dilakukan pada
saat itu adalah baptisan percik. Hal senada diungkapkan
oleh Stephen Tong (Rayburn, 2005:1) yang menyatakan
bahwa banyak gereja yang menjalankan baptisan percik
di sepanjang sejarah gereja. Dasar pemahaman inilah
yang sebagian besar aliran dan denominasi gereja tertentu
melaksanakan sakramen baptisan kudus secara percik
sampai saat ini.
Elemen pembaptisan bukanlah mengarah pada
banyaknya air, tetapi yang paling penting adalah baptisan
harus didasarkan dalam nama Allah Bapa, Yesus
Kristus, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal). Baptisan yang
benar harus menggunakan media air sebagai simbol
pembersihan yang menunjuk pada penyucian dan perse-
kutuan di dalam Yesus Kristus.
Dasar pembaptisan bukan karena ­banyak­nya air,
melainkan dibaptis dalam nama Allah Tritunggal
yaitu Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
Baptisan sebagai simbol persekutuan di dalam
Yesus Kristus Sang Kepala Gereja.
Doktrin dalam Gereja 149

Istilah baptisan telah dikenal pada masa Perjanjian


Lama. Rasul Paulus menjelaskan dengan berkata: “Aku
mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa
nenek moyang kita semua berada di bawah perlindu­
ngan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi
­
laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah
dibaptis dalam awan dan dalam laut” (1 Korintus 10:1-2).
Kalimat yang menyatakan “mereka semua telah dibaptis
dalam awan dan dalam laut”, tidak berarti setiap orang
yang mengikuti nabi Musa harus ditenggelamkan dalam
awan dan air laut. Istilah ini menunjukkan Israel sebagai
umat pilihan yang dipelihara, dilindungi, dan hidup dalam
persekutuan dengan Allah.
Dalam hal ini Baan (2009:179) mendefenisikan
makna materai dan tanda baptisan ini dengan mengutip
Pengakuan Iman Gereja Belanda yang menyatakan:
Kristus telah menetapkan baptisan lahiriah ini serta
berjanji bahwa saya sungguh-sungguh dicuci dengan
darah dan Roh-Nya dari kecemaran jiwa, yaitu
segala dosa saya. Hal itu sama pasti bila badan saya
dicuci dengan air yang menghilangkan kecemaran
badan. Sama seperti air membasuh kotoran tubuh
waktu kita disiram air itu, yaitu air yang kelihatan
pada tubuh orang yang dibaptis dan yang memercik
dia, begitu juga darah Kristus melakukan hal yang
sama secara batin, di dalam jiwa, oleh Roh Kudus,
dengan memerciki jiwa dan membersihkannya dari
dosa dan dengan melahirkan kita kembali, sehingga
dari anak-anak murka menjadi anak-anak Allah
(Pasal 34).
150 Gereja Pecah

Banyak atau sedikitnya air pada saat baptisan


tidak mempengaruhi maknanya. Baptisan bukan cara
untuk memperoleh keselamatan, tetapi menjadi meterai
persekutuan di dalam Kristus. Jika anak-anak dari orang
percaya meninggal pun sebelum menerima baptisan air,
maka pasti mereka tetap merupakan bagian dari anugerah
dan perjanjian Allah. Oleh sebab itu, Godfrey (2009:433)
menegaskan bahwa baptisan hanya diperkenankan satu
kali bagi setiap pribadi orang Kristen.
Dalam hal ini Calvin (Godfrey, 2009:430)
menjelaskan bahwa ada tiga janji yang terkandung dalam
baptisan, yaitu:
1. Baptisan adalah penyucian atau pengampunan
dosa. Baptisan meyakinkan orang Kristen bahwa
janji pengampunan yang diberikan dalam Injil
adalah benar dan dapat dipercaya.
2. Baptisan adalah mematikan daging dan pemba-
haruan. Allah yang berjanji untuk membenarkan
umat-Nya juga berjanji dalam baptisan untuk
menguduskan mereka secara progresif baik
dalam mematikan kehidupan daging maupun
dalam memperhatikan kehidupan oleh Roh.
3. Baptisan adalah bahwa kita “disatukan dengan
Kristus sendiri sehingga kita menjadi pengambil
bagian dalam semua berkat-Nya”. Baptisan
adalah “ikatan persatuan dan persekutuan yang
paling utuh di mana Ia telah berkenan untuk
membentuk kita.
Doktrin dalam Gereja 151

Cara pelaksanaan baptisan percik tentu tidak sela-


manya direspon secara baik oleh aliran dan denominasi
gereja yang hanya mengakui baptisan selam, baptisan
selam yang diulang, dan baptisan Roh Kudus. Mereka
tetap berkeyakinan bahwa baptisan yang dilakukan
oleh Yohanes Pembaptis pada orang banyak dan kepada
Tuhan Yesus pada waktu itu adalah baptisan selam
secara dewasa. Dengan demikian, apapun bentuk dan
cara baptisan yang dilakukan tidak menjadikan dasar
atau jaminan bagi seseorang untuk selamat dari murka
Allah kelak.

2. Baptisan Selam
Beberapa aliran dan denominasi gereja yang
menganut baptisan selam juga memiliki alasan yang kuat.
Salah satu alasannya diuraikan oleh Tabor (2007:154-167)
dalam bukunya yang berjudul Dinasti Yesus menyatakan
sebelum membaptis Tuhan Yesus, Yohanes Pembaptis
telah membaptis orang Yahudi pada saat itu yang
hidupnya saleh sehingga ditandai oleh penenggelaman
atau baptisan di dalam air yaitu baptisan selam yang juga
diterima oleh keluarga-Nya. Jadi, Yusuf dan Maria telah
menerima baptisan selam.
Argumentasi lainnya dengan mengacu pada
etimologi kata baptisan yang berarti menenggelamkan.
Namun Rayburn (2005:22) membantah argumentasi itu
dengan berkata bahwa tidak ada ahli yang menolak bahwa
arti utama dari kata baptiso adalah “menenggelamkan”.
152 Gereja Pecah

Marilah kita hanya melihat kepada Alkitab, karena seperti


yang telah kita katakan sebelumnya, keputusan kita yang
terakhir harus berasal dari Alkitab. Pernyataan Rayburn
tersebut menegaskan bahwa patokan hidup orang Kristen
serta segala kegiatan gerejawi termasuk pelaksanaan
baptisan harus bersumber pada Alkitab. Segala hal yang
bertentangan dengan Alkitab bukanlah sebuah pelayanan
gerejawi.
Perbedaan cara antara baptisan percik dan selam
telah menimbulkan banyak polemik dalam kehidupan
orang Kristen. Gereja yang menolak baptisan percik sering
mengacu pada arti kata “menyelamkan” serta baptisan
Tuhan Yesus di sungai Yordan dianggap secara selam.
Semua aliran dan denominasi gereja yang tidak melak-
sanakan baptisan selam dianggap tidak mengikuti cara
Tuhan Yesus dibaptis, sehingga baptisan itu tidak sah
karena tidak sesuai dengan Alkitab.
Gereja yang melaksanakan baptisan selam
merupakan bagian dari gereja yang melaksanakan
baptisan percik. Akibat perbedaan ideologi serta pema-
haman teologis yang berbeda-beda pada akhirnya menjadi
sumber perpecahan. Mereka merumuskan doktrin-doktrin
baru dalam gereja sesuai dengan sudut pandang pemim­
pinnya masing-masing. Kehadiran aliran dan denominasi
gereja baru pertanda telah terjadi perpecahan dalam
agama Kristen, sebagai akibat tidak menerima gereja yang
sudah ada sebelumnya.
Biasanya baptisan selam dilakukan di kolam,
Doktrin dalam Gereja 153

sungai, danau, dan air laut. Ada gereja yang sengaja


membuat kolam baptisan dengan ukuran besar dan kecil
di lingkungan gedung gerejanya. Ada yang membuat kolam
baptisan di bawah mimbar gereja, sehingga terkesan
pelayanan baptisan yang dilakukan saat itu ritual yang
alkitabiah. Baptisan selam dapat dilaksanakan pada
setiap hari yang disaksikan oleh seluruh jemaat. Pada
prinsipnya penulis tidak menyalahkan ataupun membe-
narkan salah satu cara pembaptisan baik percik atau
selam, tetapi hanya memberikan beberapa argumentasi
logis serta fakta-fakta sejarah sehubungan pelaksanaan
baptisan tersebut.

Baptisan selam adalah baptisan yang


dilakukan di sungai, danau, laut, dan ko­
lam. Baptisan selam diharuskan untuk me­
masukan tubuh seseorang seluruhnya ke
dalam air. Baptisan selam yaitu baptisan
yang meniru pembaptisan Tuhan ­Yesus di
sungai Yordan.

Selain itu, ada pula aliran dan denominasi gereja


yang memahami baptisan yang sah apabila dilakukan
secara berulang-ulang dengan cara selam. Alasan mereka
melaksanakan baptisan ulang ini, antara lain:
a. Seorang Kristen yang berasal dari aliran atau
denominasi lain dan telah menerima baptisan
percik. Ketika dia pindah atau sengaja dipaksa
pindah menjadi anggota dari gereja ini maka
154 Gereja Pecah

harus menerima baptisan selam.


b. Seorang Kristen yang berasal dari aliran atau
denominasi lain dan telah menerima baptisan
selam. Ketika dia pindah atau sengaja dipaksa
pindah untuk menjadi anggota gereja ini, maka
harus dibaptis lagi secara selam.
c. Seorang Kristen yang telah menerima baptisan
selam tetapi ketika pergi berjiarah ke Yerusalem
meminta untuk dibaptis kembali secara selam di
Sungai Yordan.
d. Seorang Kristen yang telah melakukan dosa
dalam aliran atau denominasi gereja tersebut,
maka diwajibkan untuk menjalani baptisan
ulang secara selam. Baptisan ini bertujuan
untuk membersihkan dosa-dosanya sehingga
dianggap telah memperoleh hidup baru.
Dalam logika berpikir sederhana menegaskan
baptisan yang sah jika dilakukan secara selam pada
saat seseorang sudah dewasa. Sebagian orang Kristen
berkeinginan dibaptis secara selam di sungai Yordan
tempat Tuhan Yesus dibaptis. Baptisan yang dilakukan
di kolam, sungai, danau, dan laut di Indonesia kurang
memuaskan. Apapun argumentasi seputar pelaksanaan
baptisan ini menjadi tanggung jawabnya di hadapan Allah.

3. Baptisan Roh Kudus


Ada beberapa aliran dan denominasi gereja yang
menekankan pada pelaksanaan baptisan Roh Kudus
sebagai simbol kelahiran baru. Gereja yang menganut
Doktrin dalam Gereja 155

paham ini beranggapan bahwa baptisan Roh Kudus adalah


baptisan yang dilakukan oleh Allah melalui kuasa Roh
Kudus dan Firman-Nya pada setiap pribadi orang Kristen.
Orang yang sudah dibaptis secara selam harus mengalami
baptisan Roh Kudus secara pribadi. Bukti seseorang telah
menerima baptisan Roh Kudus dapat dilihat melalui etika
kehidupannya. Baptisan Roh Kudus adalah baptisan yang
datang dari Allah tanpa diketahui oleh manusia kecuali
orang yang mengalaminya secara langsung.

Baptisan Roh Kudus adalah baptisan yang


dilakukan secara langsung oleh Roh Ku­
dus pada pribadi seseorang Kristen. Bap­
tisan Roh Kudus merupakan pengalaman
seseorang kepada Tuhan.

Pemahaman baptisan Roh Kudus sepertinya terus


menjadi polemik sepanjang sejarah perjalanan gereja.
Perbedaan ini mulai dari penafsiran baptisan Roh Kudus
itu sendiri sampai pada proses penerimaan seseorang
akan baptisan tersebut. Memang sulit dibuktikan kapan
seseorang menerima baptisan Roh Kudus. Apapun
bentuk baptisan yang diterima seseorang tidak menjamin
karakter dan pola hidupnya berkenan kepada Allah. Yang
menjadi tugas utama kita adalah bagaimana seseorang
dapat memberi makna baptisannya itu dalam lingkup
pelayanan serta melaksanakan pemberitaan Injil kepada
semua orang.
156 Gereja Pecah

D. Ideologi Baptisan
Penyebab utama perpecahan dalam agama Kristen
di seluruh dunia dan Indonesia karena pemimpinnya
selalu menonjolkan perbedaan doktrin yang dianut oleh
gerejanya masing-masing. Hal ini ditegaskan oleh Halim
(2000:81) dalam bukunya yang berjudul Gereja di Tengah-
tengah Perubahan Dunia yang menyatakan: “Perpecahan
adalah hasil dari konflik antar jemaat yang masing-
masing berpegang pada ajaran yang ada, atau pun ajaran
yang baru yang ditentang oleh jemaat. Teologi baru adalah
suatu alat yang paling ampuh untuk menciptakan sepa-
ratisme dalam jemaat.”
Ketika sebuah doktrin tetap dipertahankan, sebe-
narnya ada ideologi yang sudah lama tertanam di dalam
diri pemimpin ataupun organisasi gereja tersebut. Ideologi
yang dianut dianggap sebagai suatu kebenaran yang
mutlak, sehingga secara otomatis menganggap bahwa
gerejanyalah yang paling benar dan alkitabiah. Ideologi
inilah yang membuat mereka memiliki keberanian untuk
mengadakan perubahan pada setiap gereja yang dipimp-
innya.
Pengaruh ideologi bukan hanya ditemukan pada
ranah politik, tetapi juga dalam organisasi gereja atau
keagamaan secara keseluruhan. Menurut Althusser
(Barker, 2006:60) bahwa ideologi ada dalam suatu
aparatus dan praktik yang menyertainya terutama
keluarga, sistem keluarga, gereja, dan media massa. Jadi,
ideologi yang dianut itulah membuat pemimpin mampu
Doktrin dalam Gereja 157

mempengaruhi tata cara pelaksanaan baptisan di dalam


gerejanya. Melalui sarana ideologi jauh lebih efektif
dibandingkan dengan perlawanan secara fisik.
Cara kerja suatu ideologi sangat mempengaruhi
seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Ideologi tidak
dapat dipisahkan dari aktivitas praktis kehidupan, namun
ia adalah fenomena yang bisa dilihat dan dirasakan pada
setiap aktivitas sehari-hari (Gramsci, 1971:349). Oleh
sebab itu, setiap aliran dan denominasi gereja yang besar
maupun kecil selalu berusaha untuk mempertahankan
cara pelaksanaan baptisan di gerejanya masing-masing.
Cara ini pun sudah melekat dalam hati dan pikirannya
selama berabad-abad. Metode ini telah menjadi budaya
dan tradisi gereja setempat.
Dengan kuasa yang dimiliki maka pemimpin gereja
mampu mempengaruhi dan bahkan memaksa setiap
anggota jemaat untuk mengikuti cara pembaptisan
yang dikehendakinya. Dalam hal ini penulis meminjam
pendapat Max Weber (Budiardjo, 2008:60) sekalipun
bukan seorang teolog tetapi sikap seperti ini menurutnya
adalah kemampuan dalam suatu hubungan sosial,
melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami
perlawanan. Sangat disayangkan adanya pemimpin gereja
dewasa ini yang sudah tidak memperlihatkan kelem-
butan, kerendahan hati, rohaniah, dan keteladanan.
Pada kaitan yang sama Harold D. Laswell dan
Abraham Kaplan (Budiardjo, 2008:60) dalam rumusan
klasiknya mengatakan: Power is relationship in which one
158 Gereja Pecah

person or group is able to determine the action of another in


the direction of the former’s own ends. (kekuasaan adalah
suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok
orang dapat menentukan tindakan seseorang atau
kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama). Sebe-
narnya anggota jemaat merasa keberatan menerima
doktrin atau baptisan tertentu. Apalagi yang bersang-
kutan sudah pernah dibaptis namun karena pengaruh
kuasa pendeta terpaksa mengikutinya. Terlebih lagi ada
anggapan yang sudah terpatri dalam pikiran jemaat
bahwa melawan pendeta sama dengan melawan Allah.

Apapun bentuk baptisan yang diterima


oleh seseorang tidak memberikan jaminan
atas keselamatannya. Baptisan percik
dan selam atau banyak air dan sedikit air
tidak menjamin seseorang masuk sorga.

Dengan adanya perbedaan berbagai doktrin, seperti


doktrin keselamatan dan baptisan tentu menjadi sumber
terjadinya perpecahan dalam agama Kristen. Ketika
doktrin ini yang selalu ditonjolkan sehingga membuatnya
berbeda, maka keharmonisan antara aliran dan denom-
inasi gereja tidak akan pernah tercapai. Perdebatan yang
panjang tentang doktrin gereja dapat membuat kualitas
pelayanan pada setiap gereja mengalami kemerosotan.
Marilah kita berbenah dan intropeksi diri dalam rangka
mengevaluasi setiap doktrin di gereja kita masing-masing.
Dengan begitu, kesatuan dan persatuan dapat diwu-
judkan sebelum Tuhan Yesus datang kembali.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 159

BAB VIII
ALIRAN-ALIRAN GEREJA

Berbagai aliran gereja sudah berkembang di


Indonesia. Kehadiran aliran ini sebuah cerminan atas
gereja-gereja yang ada di seluruh dunia. Bertambahnya
aliran gereja maka denominasi gereja pun ikut mengalami
peningkatan. Apakah pertambahan aliran dan denomi­
­nasi gereja ini menunjukkan peningkatan jumlah orang
Kristen? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
terlebih dahulu kita melihat sejumlah aliran gereja yang
sudah ada dan berkembang di Indonesia sampai saat ini.

A. Aliran Lutheran
Cikal bakal agama Kristen Protestan tentu tidak
terlepas dari reformasi Marthin Luther yang puncaknya
tanggal 31 Oktober 1517. Kendati dia lahir dari keluarga
sederhana tanggal 10 Nopember 1483 di Eisleben, namun
semangatnya dalam memperbaharui sistem pelayanan
gereja tidak pernah pudar. Reformasi ini berawal di Witten-

159
160 Gereja Pecah

berg-Jerman pada saat Yohanes Tetzel menjual surat


pengampunan dosa atas perintah Paus Leo X di Roma.
Reformasi yang dilakukannya tidak bertujuan merusak
gereja, melainkan untuk mengingatkan Paus agar kembali
menerapkan praktek-praktek pelayanan gerejawi sesuai
dengan Alkitab.
Dalam pergumulan dan perjuangan yang cukup
lama membuat Luther akhirnya dikeluarkan dari
jabatannya sebagai imam di GKR. Namun dia terus menyu-
arakan kebenaran yang diyakininya berdasarkan Alkitab.
Akibat reformasinya sebagian jemaat dari GKR memis-
ahkan diri kemudian mengikutnya. Kehadiran Luther di
tengah-tengah mereka menjadi sumber inspirasi untuk
membangun sebuah paradigma baru. Para pengikut
Luther pada akhirnya disebut aliran Lutheran.
Setelah peristiwa reformasi dan teristimewa ketika
Luther meninggal dunia tanggal 18 Februari 1546, maka
agama Kristen Protestan terpecah-pecah dalam berbagai
aliran dan denominasi gereja sampai saat ini. Memang
sebuah pekerjaan yang sulit untuk menentukan secara
pasti gereja yang beraliran Lutheran secara murni.
Walaupun demikian, setidaknya melalui The Lutheran
World Federation (LWF) yang berdiri tahun 1947 dan
Rheinische Missions Gesellschaft (RMG) yaitu lembaga
pekabaran Injil yang ditangani oleh aliran Lutheran dan
Calvinis dapat memberikan petunjuk ciri khas aliran
ini. Beberapa gereja yang menyebut dirinya beraliran
Lutheran sekaligus Calvinis, antara lain: HKBP, GKPS,
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 161

GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA, GKPM, BNKP, ONKP,


AMIN, dan sebagainya.

Reformasi Marthin Luther merupakan


awal perpecahan gereja di seluruh du­
nia. Aliran Lutheran hasil perpecahan
dari Gereja Katolik Roma.

Beberapa pokok ajaran gereja yang beraliran


Lutheran secara umum, yaitu:
a. Berdasarkan pada sola scriptura (hanya oleh
Firman Allah), sola gratia (hanya oleh Anugerah),
dan sola fide (hanya oleh Iman).
b. Sakramen terdiri atas dua bagian yaitu Baptisan
Kudus dan Perjamuan Kudus. Baptisan kudus
setara dengan sunat. Baptisan dilakukan secara
percik bagi anak-anak atau orang dewasa yang
baru percaya. Perjamuan kudus disebut konsub-
stansiasi yaitu pada saat makan roti dan minum
anggur maka hakikat tubuh dan darah Kristus
hadir dalam diri kita secara nyata.
c. Jabatan gereja ditetapkan oleh Allah sebagai
pelaksana fungsi pelayanan Firman dan
Sakramen. Dalam hal ini pendeta melaksanakan
tugas pengajaran dan penggembalaan yang
dibantu oleh penatua, sedangkan diaken untuk
pelayanan sosial.
d. Suasana ibadah biasanya dilengkapi dengan lilin
dan salib di altar. Khotbah menjadi pusat ibadah.
162 Gereja Pecah

Nyanyian dan musik pada umumnya memakai


musik Gregorian dan Kidung Jemaat. Namun
saat ini puji-pujian dalam gereja ini sudah
banyak mengalami perubahan dan percam-
puran dengan musik kontemporer lainnya.

B. Aliran Calvinis
Aliran Calvinis dipelopori oleh Johannes Calvin (Jean
Cauvin) yang lahir di Noyon-Perancis Utara tanggal 10 Juli
1509. Gerakan reformasi diawali di Perancis tahun 1534
kendati dia sendiri sebagai anggota GKR. Pengaruh Calvin
terlihat dalam perdebatan konfesional gerejawi sepanjang
abad ke-17, sehingga tradisi ini kemudian dikenal sebagai
Calvinisme. Calvinisme adalah sebuah sistem teologis
dengan pendekatan kepada kehidupan orang Kristen yang
menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala
sesuatu.

Kedaulatan Allah merupakan kunci


penting dalam kehidupan orang Kristen.
Allah yang memanggil dan memilih se­
tiap orang untuk percaya kepada-Nya.

Aliran Calvinis mulai berkembang melalui peng­


injilan para misionaris abad ke-19 dan 20 di Jerman,
Belanda, Amerika, Korea, Negeria, dan termasuk Indo-
nesia yang sering disebut gereja Reformed. Memang jarang
kita menemukan gereja dengan nama Calvinis, tetapi
beberapa gereja yang bercirikan Calvinisme atau dipe­
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 163

ngaruhi oleh paham Calvin telah berkembang di seluruh


wilayah Indonesia. Untuk mengetahui secara pasti aliran
ini harus didasarkan pada pengakuan pemimpin gereja
tersebut. Umumnya gereja ini tidak menggunakan nama
Calvin dan juga tidak menganut paham Calvin secara
murni.
Pokok ajaran Calvin tidak jauh berbeda dengan
Luther. Kedua tokoh gereja ini saling melengkapi satu sama
lainnya. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Sebagian besar Calvin melengkapi dan
memperbaharui ajaran Luther yang masih dipengaruhi
oleh latar belakang kehidupan biarawan di dalam Gereja
Katolik Roma pada waktu itu. Pokok ajarannya dapat
ditelusuri dalam buku Institutio, yaitu:
1. Alkitab adalah Firman Allah yang satu-satunya
sumber ajaran gereja yang benar (sola scriptura).
2. Keselamatan diperoleh hanya karena kasih
karunia Allah (sola gratia) melalui iman kepada
Yesus Kristus (sola fide).
3. Predestinasi adalah karya pemilihan Allah atas
orang-orang berdosa berdasarkan anugerah-Nya
yang tak terbatas.
4. Hukum Taurat memiliki 3 fungsi utama, yaitu:
menyatakan kehendak Allah, menyadarkan
manusia atas dosanya, dan pedoman bagi
manusia yang sudah dibenarkan untuk me­­­
ngatur kehidupannya agar sesuai kehendak
Allah.
164 Gereja Pecah

5. Gereja adalah persekutuan orang yang sudah


diselamatkan oleh kasih karunia Allah di dalam
Yesus Kristus, sehingga pemberitaan Firman
Allah dan pelayanan sakramen harus dilakukan
dengan benar.
6. Jabatan gereja terdiri atas empat, yaitu: pendeta
(gembala), guru, penatua, dan diaken.
7. Sakramen baptisan kudus dilayankan dalam
ibadah jemaat secara percik. Baptisan sebagai
simbol keikutsertaan seseorang dalam kematian
dan kebangkitan Kristus. Baptisan tidak menye-
lamatkan serta bukan syarat untuk memperoleh
keselamatan.
8. Sakramen perjamuan kudus merupakan tanda
yang ditetapkan oleh Allah untuk mengingat
karya pengorbanan Kristus di kayu salib. Pada
saat perjamuan kudus roti dan anggur tidak
berubah bentuknya, tetapi sebagai simbol dari
tubuh dan darah Yesus Kristus.
9. Puji-pujian yang dipakai di gereja Calvinis adalah
nyanyian Mazmur. Mazmur dipahami sebagai
nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah
karena terdapat dalam Alkitab dan ciptaan Roh
Kudus yang ditulis oleh para hamba-hamba-Nya.
Secara singkat pokok ajaran Calvin yang paling
populer yaitu doktrin rahmat sebagaimana diuraikan
Baan (2009) dengan singkatan TULIP: Total depravity
yaitu kerusakan total, Unconditional election yaitu pemi-
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 165

lihan tanpa syarat, Limited atonement yaitu penebusan


terbatas, Irresistible grace yaitu anugerah yang tidak dapat
ditolak, dan Perseverance of the saints yaitu ketekunan
orang-orang kudus.
Dengan melihat sejumlah pokok ajaran di atas
maka gereja yang beraliran Calvinis yaitu: GKPB,
GPIB, GMIT, GKI, GPM, dan sebagainya. Kendati belum
sepenuhnya menerapkan paham Calvin dalam setiap
aspek pelayanannya. Berdasarkan pengamatan menun-
jukkan bahwa sebagian besar gereja Calvinis justru
masih mengadopsi ajaran dari gereja lain, yang sebe­
lumnya sangat bertentangan dengan Calvin itu sendiri.

C. Aliran Anglican
Aliran Anglican atau Church of England merupakan
salah satu bukti bahwa orang Inggris pernah menjajah
suatu wilayah tertentu di dunia. Perkembangan aliran
ini terasa pada saat kepemimpinan raja Henry VIII (1509-
1547) di Inggris. Dia memisahkan diri dari Gereja Katolik
Roma sekitar tahun 1533 karena konflik dengan Paus
Clemens di Roma. Raja Henry meminta untuk bercerai
dengan istrinya Catharina dari Aragon yaitu putri Spanyol
dengan alasan belum memiliki anak laki-laki dari pernika-
hannya. Kemudian meminta kepada Paus agar diijinkan
untuk menikahi pembantunya yang bernama Anne
Boleyn. Tentu permintaan ini tidak dikabulkan oleh Paus
karena bertentangan dengan Alkitab.
166 Gereja Pecah

Dalam pendangan Aritonang (2000:86) menegaskan


ada tiga faktor mendasar yang memicu pemisahan dari
Gereja Katolik Roma ke aliran Anglican, yaitu: pertama,
hasrat raja untuk mendapatkan anak laki-laki untuk
mewarisi tahta; kedua, tumbuhnya perasaan nasionalisme
dan anti-klerikalisme; ketiga, meluasnya gagasan-gagasan
Luther. Dari penegaskan ini membuktikan bahwa akibat
pengaruh kekuasaan, kepentingan pribadi, dan tujuan
popularitas menjadi pemicu perpecahan gereja.

Munculnya aliran ini disebabkan oleh


keinginan raja Henry VIIImendapatkan
anak laki-laki untuk mewarisi tahtanya.
Perceraian merupakan jalan yang ha­
rus ditempuh untuk mencapai sebuah
keinginannya.

Aliran Anglican di Indonesia secara resmi berdiri pada


tahun 1829 dengan nama British Protestant Community at
Jakarta di Jalan Arif Rahman Hakim sekitar tugu Pak Tani
Jakarta Pusat. Hal ini terwujud melalui London Missionary
Society (LMS) yang mengutus Pdt. W.H. Medhurst pada
Januari 1822 yang berlatar belakang gereja Presbyterian.
Selanjutnya Pdt. J.R. Denyes dari Gereja Methodist Epis-
copal Amerika pada tahun 1905-1907 ikut mengambil
bagian dalam memajukan aliran ini, dan sebagainya.
Selain di Jakarta ternyata aliran ini berkembang di
Surabaya yang sebagian besar anggotanya orang Inggris.
Kehadirannya diawali pada sebuah yayasan The Congre­
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 167

gation of British Protestans of East Java pada tahun 1928.


Dengan kegigihan dan perjuangan jemaat maka yayasan
ini berhasil membangun gedung gereja pada bulan Mei
1931 yang bernama Christ Church. Pada dasarnya aliran
ini sangat kompromi dengan berbagai aliran dan denomi­
­nasi gereja yang ada di Indonesia maupun di luar negeri.
Untuk bisa membedakan aliran ini maka perlu kita
melihat beberapa pokok ajaran yang menjadi ciri khasnya,
yaitu:
1. Otoritas di dalam gereja terdiri dari 3 unsur,
yakni: Alkitab, tradisi, dan akal budi.
2. Inkarnasi yaitu Allah menjadi manusia di dalam
Yesus Kristus. Inkarnasi ini dipahami dalam
3 pokok penting, yaitu: pertama, sekalipun
manusia tidak berdosa, namun Allah tetap
berinkarnasi di dalam Yesus Kristus; kedua,
dosa ada karena pemberontakan manusia
kepada Allah; ketiga, gereja harus terbuka ter­­
hadap seluruh pengalaman karena yang baik
dan jahat menjadi sumber pemahaman diri kita
di hadapan Allah.
3. Sakramen terdiri atas perjamuan kudus dan
baptisan kudus. Selain itu upacara gerejawi
yang mengandung nilai sakramental (bukan
sakramen) yakni peneguhan sidi, pengakuan
dosa, ucapara penahbisan, upacara pernikahan,
dan perminyakan orang sakit. Anak-anak yang
meninggal sebelum dibaptis tidak mendapat
168 Gereja Pecah

hukuman dari Allah. Baptisan dilakukan


secara percik ataupun selam serta menam-
bahkan nama baptis di belakang namanya yang
disaksikan oleh bapa dan ibu seraninya.

D. Aliran Mennonit
Aliran Mennonit dimulai oleh seorang Pastor dari
Gereja Katolik Roma yang bernama Menno Simons. Dia
dilahirkan di kota Witmarsum di Friesland Belanda tahun
1496 dan meninggal pada 31 Januari 1561. Aliran ini
dapat digolongkan dalam kelompok gereja Anabaptis
yang menolak baptisan anak-anak  dan hanya mengakui
baptisan percik dewasa. Perlu disadari bahwa aliran ini
sebagai perpecahan dari aliran gereja Anabaptis yang ada
di Swiss dan Jerman.
Berkembangnya aliran Menonit adalah jawaban atas
kekecewaan para pengikutnya terhadap reformasi yang
telah dilakukan oleh Luther di Jerman, Calvin di Perancis,
dan Zwingli di Swiss yang kurang radikal. Ditambah lagi
sikap Jan Matthijs dan pengikutnya dari aliran Anabaptis
di Belanda yang memaksa masyarakat untuk menjadi
pengikutnya dengan cara kekerasan serta ancaman
senjata pada saat itu. Jemaat yang tidak setuju dengan
paham Anabaptis keluar menjadi pengikut Menonit.
Sepintas terlihat aliran ini sebuah gerakan reformasi
yang menuju demokrasi radikal. Mereka menganut garis
moderat yang anti terhadap kekerasan seperti perang,
perceraian, poligami, perkelahian, dan sebagainya.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 169

Pemahaman mereka tentang demokrasi radikal yaitu


setiap insan manusia tidak diperkenankan menyakiti,
menghakimi, dan menganggap diri lebih baik dari
insan yang lain di dunia. Bisa dikatakan aliran ini lebih
menekankan pada persamaan hak di hadapan Tuhan.
Setiap anggota jemaatnya tidak diperbolehkan menjadi
pejabat kemiliteran, kepolisian, hakim, atau bidang-
bidang lain yang bernuansa kekerasan dan penindasan.
Anggotanya selalu dianjurkan untuk berbuat baik dengan
berpedoman pada khotbah Tuhan Yesus yaitu “Khotbah
di Bukit”.
Dalam menjalankan ajarannya selalu menggunakan
demokrasi radikal. Menurut Mouffe (1984:143) sebagai
pewaris Althusser serta membandingkannya dengan teori
hegemoni Gramsci menjelaskan bahwa demokrasi radikal
bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat di mana
semua orang, apa pun jenis kelaminnya, ras, dan posisi
ekonomis, akan berada pada situasi efektif kesetaraan
dan partisipasi di mana tidak ada basis bagi diskriminasi.
Jadi, persamaan derajat dan hak hidup bagi manusia
menjadi prioritas utama dalam aliran Menonit.

Kekerasan dan penindasan ­ bukanlah


ciri khas sebuah gereja. Perbuatan baik
menjadi kunci sukses dan identitas
orang Kristen yang benar. Kehadiran
orang Kristen membawa suasana keda­
maian dan ketentraman.
170 Gereja Pecah

Aliran Menonit menolak kekerasan dan diskrim-


inasi, tetapi di sisi lain mereka konflik dengan Luther,
Calvin, dan Anabaptis. Yang paling menonjol yaitu adanya
perubahan konsep dan logika berpikir tentang pelak-
sanaan baptisan kudus. Baptisan dilayankan bagi orang
dewasa secara percik. Selain dewasa secara jasmani juga
harus dewasa secara rohani. Seseorang yang dewasa
secara jasmani belum tentu dewasa secara rohani. Dewasa
secara rohani berarti sungguh-sungguh menerima pang-
gilan pertobatan, hidup baru, dan berperilaku sesuai
kehendak Allah.
Walaupun baptisan percik dewasa dilaksanakan
di gereja ini, namun mereka tidak menggunakan istilah
sakramen baptisan melainkan penetapan baptisan.
Pemakaian istilah ini menunjukkan bukan hanya pendeta
yang berhak melayankan upacara-upacara gerejawi,
tetapi anggota jemaat pun bisa melaksanakannya. Oleh
sebab itu, sifat sakramental dari setiap upacara gerejawi
ditiadakan. Beberapa ketetapan yang patut dilaksanakan
oleh aliran ini menurut Aritonang (2000:121-122) yaitu:
Baptisan, komuni (perjamuan kudus), pembasuhan kaki,
kecupan suci, pengurapan (peminyakan), kerudung (bagi
wanita) pada kebaktian, perkawinan, dan penumpangan
tangan pada penahbisan.
Akibat doktrin yang berbeda maka mereka dicap
sebagai aliran sesat. Pemerintah maupun masyarakat
yang tidak sepaham akan menindas dan mengusir mereka
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 171

di wilayah tersebut. Di balik penderitaan yang mereka


alami, justru semakin bersemangat untuk memberitakan
ajarannya sambil mengungsi ke beberapa negara selain
Belanda yaitu Rusia, Amerika, Canada, Mexico, Indo-
nesia, dan beberapa negara yang memungkinkan untuk
menerimanya.
Gereja ini hampir semuanya tidak memakai nama
Mennonit. Awalnya mereka disebut sebagai kelompok
“Taufgesinnt” yang berarti kelompok orang yang melak-
sanakan pembaptisan dewasa secara percik. Aliran ini di
Belanda memakai nama Doopsgezinden, Ethiopia dikenal
dengan Meserete Kristos yang berarti dasar yang dile-
takkan Kristus, dan di Indonesia memakai nama gereja
sesuai daerah dan budaya dimana berkembangnya aliran
tersebut.
Perkembangannya di Indonesia dimulai dari desa
Cumbring Jepara. Pernah ada di Sumatera Barat dan
Utara pada tahun 1830, namun mengalami kemunduran
karena berada di bawah jajahan kolonial Hindia-Belanda
pada waktu itu. Pada tanggal 16 Maret 1854 dilak-
sanakan pembaptisan pertama terhadap 5 orang di desa
Cumbring oleh Zendeling Pieter Jansz. Beberapa tahun
kemudian aliran ini berkembang secara signifikan dengan
membentuk tiga sinode besar, yaitu: Gereja Kristen Muria
Indonesia (GKMI), Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ), dan
Jemaat Kristen Indonesia (JKI).
172 Gereja Pecah

E. Aliran Baptis
Aliran Baptis muncul sekitar awal abad ke-16 setelah
reformasi Luther. Kehadiran aliran ini erat hubungannya
dengan gerakan Anabaptis yaitu aliran yang membaptis
ulang orang Kristen secara selam kendati sudah pernah
dibaptis secara percik pada saat masih bayi ataupun
dewasa. Pada waktu itu Smyth dan rekan-rekannya
ditindas oleh pemerintah Inggris karena dianggap sebagai
pembawa aliran sesat dalam gereja dan Negara. Mereka
mengungsi ke Belanda dan bergabung dengan aliran
Mennonit pada tahun 1607. Jadi, aliran ini dipelopori oleh
John Smyth yang berasal dari gereja Anglican di Inggris.
Kemudian pada tahun 1609 Smyth dan rekan-
rekannya kembali menerima baptisan selam (baptisan
ulang) di Belanda. Peristiwa pembaptisan ulang inilah
menjadi cikal bakal terbentuknya jemaat Baptis Inggris
yang pertama di Amsterdam. Awalnya mereka berkomitmen
tinggal di Belanda, tetapi beberapa penduduk di sana
menolaknya. Pada akhirnya mereka kembali ke Inggris
mendirikan aliran Baptis pertama pada tahun 1912.
Perkembangan aliran Baptis di luar negeri terjadi
tahun 1640 pada masa pemerintahan Oliver Cromwell.
Keberadaannya di Indonesia melalui pelayanan dan
penginjilan Jabez Carey di Maluku pada tahun 1814.
Penginjilan Carey hanya sampai tahun 1818 yang
kemudian melanjutkan penginjilan ke India. Kehadi­
rannya di Maluku tidak diterima oleh kalangan orang
yang sudah menjadi Kristen karena berusaha memprak-
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 173

tekan baptisan selam dewasa. Mereka hanya menerima


konsep teologi yang diterapkan oleh Joseph Kam utusan
NZG yang mempraktekkan baptisan anak secara percik
sesuai dengan paham Calvinis.
Perkembangan aliran Baptis di Indonesia kembali
dimulai melalui penginjil Richard Burton dan secara
khusus Nathaniel Ward yang bertahan di Padang-Su-
matera Barat sampai meninggal pada tahun 1850. Sejak itu
beberapa misionaris gereja Baptis dari luar negeri maupun
orang pribumi tetap melanjutkan misinya untuk member-
itakan Injil sampai saat ini. Terbukti sejumlah organisasi
gereja Baptis telah berkembang dalam beberapa denomi­
­nasi, antara lain: Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian
Jaya (PGBIJ), Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI),
Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI), Kera-
patan Gereja Baptis Indonesia (KGBI), Gereja Baptis
Independent di Indonesia (GBII), Sinode Gereja Kristen
Baptist Jakarta (SGKBJ), dan masih banyak lagi denom-
inasi gereja-gereja Baptis yang masih terus berkembang.
Beberapa pokok ajaran aliran gereja ini sehingga
memiliki perbedaan dengan aliran atau denominasi lain,
yaitu:
1. Alkitab adalah Firman Allah yang dijadikan
sumber hidup orang Kristen, dasar ajaran,
dan pedoman berperilaku. Mereka memiliki
kebebasan menafsirkan Alkitab secara funda-
mentalis, liberal, maupun modernis. Perbedaan
dalam penafsiran sering menjadi kontroversial
174 Gereja Pecah

yang berakhir pada pertikaian dan perpecahan


dalam denominasi gereja baptis itu sendiri.
2. Gereja adalah persekutuan orang-orang yang
sudah dibersihkan dosanya melalui baptisan
selam dewasa dan diselamatkan oleh pengor-
banan Yesus Kristus.
3. Sakramen terdiri atas Perjamuan Kudus
dan Baptisan Kudus. Perjamuan kudus
adalah upacara simbolik untuk mengenang
pengorbanan dan kematian Yesus Kristus.
Menyelenggarakan baptisan ulang terhadap
orang yang sudah dibaptis percik pada usia bayi
atau dewasa.
4. Pemerintahan gereja bersifat otonom dan
demokratis. Gereja tidak boleh tunduk di bawah
perintah badan atau organisasi mana pun, tetapi
hanya tunduk kepada Yesus Kristus kepala
Gereja.
5. Gereja harus terpisah dari negara dan negara
juga menjamin kebebasan dalam beragama.
Pada umumnya aliran Baptis kurang bergaul dengan
denominasi gereja lain karena menganggap doktrin,
pokok ajaran, serta perbedaan-perbedaan lainnya akan
mengganggu misi pelayanan mereka. Mereka cenderung
membentuk kelompoknya sendiri. Sikap eksklusif gereja
ini terjadi juga di Indonesia. Kondisi inilah yang menun-
jukkan keberadaan serta perkembangan gereja yang
beraliran Baptis di luar negeri tidak jauh berbeda dengan
yang ada di Indonesia.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 175

F. Aliran Methodist
Aliran Methodist diprakarsai oleh tokoh utamanya
yaitu John Wesley dan Charles Wesley di Inggris pada
abad ke-18. Keduanya putra seorang pendeta yang aktif
di gereja Anglican. Pelayanan mereka mengalami pasang
surut. Namun John Wesley tetap bersemangat karena
dipengaruhi oleh gerakan Pietis (kesalehan) yang sedang
berkembang pada waktu itu. Awalnya aliran ini terbentuk
lewat persekutuan-persekutuan kecil (Camp Meeting)
tetapi bukan dalam bentuk aliran Methodist.
Menurut Haskins (1992:72) bahwa aliran Metho­dist
sudah mulai terasa keberadaannya sejak tahun 1787.
Kendati demikian, perkembanganya secara terbuka
baru terjadi setelah John Wesley meninggal dunia pada
tahun 1791. Aliran ini disebut Methodist setelah seluruh
pengikut Wesley memisahkan diri dari Gereja Anglican
sekitar tahun 1795. Keberadaannya di Inggris menandai
bangkitnya semangat kebangunan rohani (Revival) di
seluruh dunia. Tentunya perkembangan ini bukan saja
terjadi di Amerika tetapi di beberapa negara lainnya
seperti Indonesia.
Perkembangannya aliran ini di Indonesia berkat
pelayanan misionaris J.R. Denyes dari Singapura datang
ke Bogor tahun 1905. Strategi pelayanannya dimulai
dengan membuka kursus bahasa Inggris dan sekolah
(Anglo-Chinese School) sehingga beberapa orang mulai
bergabung. Kemudian George F. Pykett seorang misionaris
Metodist dari Malaysia yang mengutus Salomon Pakhia­
176 Gereja Pecah

natan ke Sumatera Timur tahun 1908 khususnya daerah


sungai Asahan. Ketika berada di sana sebagian besar
annggota jemaatnya berasal dari Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP). Selain itu, beberapa orang Tionghoa
dari Malaysia dan Singapura pergi ke Kalimantan sekitar
tahun 1906 untuk menyebarkan aliran ini.
Daerah Sumatera merupakan yang paling berhasil
dalam misi ini. Sementara daerah lain masih mengalami
kemunduran yang disebabkan oleh faktor keuangan dan
kurangnya simpati masyarakat karena telah menjadi
orang Kristen sudah cukup lama. Kendati demikian,
adapun keberhasilan pelayanan yang boleh diraih yaitu
berdirinya beberapa Gereja Methodis Indonesia (GMI),
Universitas Methodist Indonesia di Medan, rumah sakit
Methodist, dan Institut Theologia Alkitabiah di Sibolan-
git-Sumatera Utara.
Beberapa pokok ajarannya yang paling menonjol
dengan berpedoman pada tulisan-tulisan John Wesley,
yaitu:
a. Kelahiran kembali adalah dasar untuk menjadi
orang Kristen. Kelahiran kembali dikerjakan
oleh Allah tetapi manusia juga harus memiliki
inisiatif untuk bertobat dari dosa-dosanya serta
bertekad untuk hidup kudus.
b. Kesaksian Roh Kudus memberikan kepastian
bahwa setiap pribadi orang Kristen adalah
anak-anak Allah yang telah menerima kesela-
matan kekal melalui Yesus Kristus.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 177

c. Keselamatan dan penebusan dari Yesus Kristus


berlaku bagi semua orang yang mau meneri-
manya.
d. Orang yang sudah selamat kemungkinan akan
kehilangan kasih karunia Allah sebagai akibat
dari ketidaktaatannya kepada Allah.
e. Kesucian hidup orang Kristen merupakan tujuan
akhir yang harus dicapai sebelum Kristus datang
kembali.
f. Penginjilan merupakan tugas utama dalam
mengobarkan kebangunan rohani dan semangat
menginjili semua orang.
g. Orang Kristen dapat bersumpah di depan umum
asalkan sesuai dengan iman, kasih, dan kebe-
naran.

G. Aliran Pentakosta
Aliran Pentakosta pertama sekali berkembang di
Eropa dan Amerika Utara pada tahun 1906. Aliran ini
dipelopori oleh Ch. F. Parham pada tahun 1900 yang
memaksakan diri keluar dari aliran Methodis serta ingin
membentuk organisasi gereja baru pada saat itu. Dasar
pemahamannya untuk membentuk aliran gereja baru
yang bertitik tolak pada eskatologi, baptisan Roh Kudus,
dan karunia berbahasa lidah. Berdasarkan pengakuan
mereka bahwa gereja Pentakosta adalah gereja yang
penuh Roh Kudus. Kata Pentakosta berasal dari bahasa
Yunani yang artinya “hari ke lima puluh”.
178 Gereja Pecah

Aliran ini masuk ke Indonesia dengan nama Gereja


Pantekosta di Indonesia (GPdI) yang dahulu bernama
Vereeniging De Pinkstergemeente in Nederlandsch Oost
Indie. Selain GPdI ada juga Jemaat Pantekosta di Indo-
nesia (JPI). Aliran ini diawali oleh dua orang misionaris
dari Amerika keturunan Belanda, yaitu Pdt. Van Klaveren
dan Pdt. Groesbeek pada tahun 1921. Mereka diutus oleh
Pdt. W.H. Offiler dari Bethel Pentacostal Temple Inc, Wash-
ington, Amerika Serikat.
Kedua misionaris di atas pertama sekali tiba di
Jakarta pada bulan Maret 1921 dengan menumpang
kapal laut KM Suwa Maru bersama keluarganya. Selan-
jutnya mereka langsung menuju pulau Bali untuk misi
pemberitaan Injil. Kehadiran mereka di Bali dilarang oleh
pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu, sehingga pada
bulan Desember 1922 mereka kembali ke pulau Jawa. Di
pulau Jawalah secara khusus Surabaya, Temanggung,
dan Cepu aliran ini berkembang secara luar biasa.

Gereja yang benar adalah gereja yang


taat pada ketetapan Allah dan fir­
man-Nya. Kunci utama dalam keberhas­
ilan pelayanan yaitu kerendahan hati
serta ketulusan berdasarkan Alkitab.

Dalam analisis Aritonang dalam bukunya Berbagai


Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja telah menguraikan
ajaran gereja ini secara mendalam. Beberapa pokok
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 179

pemahaman yang paling mendasar sebagaimana penulis


diuraikan berikut ini:
1. Alkitab sebagai Firman Allah yang diil-
hamkan Allah kepada manusia sehingga tidak
mengandung kesalahan dan dapat menjadi tata
tertib bagi perilaku manusia.
2. Allah yang benar dan hidup dinyatakan dalam
tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
3. Keselamatan adalah kasih karunia Allah yang
ditawarkan kepada manusia melalui penyesalan
dan pengampunan dosa kepada Allah di dalam
Yesus Kristus. Manusia diselamatkan melalui
permandian kelahiran kembali dan pembaruan
oleh Roh Kudus yang dapat dibuktikan secara
batiniah dan lahiriah.
1. Baptisan terdiri atas dua jenis, yaitu bapti­
san air dan baptisan Roh. Baptisan air yaitu
­
lambang kematian dan penguburan dosa
ma­­­­­nusia dengan cara diselamkan. Baptisan
Roh yaitu baptisan yang dijanjikan oleh Bapa
sesuai de­
ngan perintah Tuhan Yesus. Setiap
orang yang menerimanya beroleh kuasa untuk
hidup dan melayani dengan karunia-karunianya
masing-masing.
2. Berbahasa lidah (glossolalia) yaitu kemampuan
yang diberikan Allah kepada para rasul yang
tercatat dalam kitab Kisah Para Rasul 2:4 dan 1
Korintus 12:4-10, 28.
180 Gereja Pecah

3. Perjamuan Kudus yaitu perjamuan yang terdiri


dari roti dan anggur, sebagai lambang keikut-
sertaan di dalam pengorbanan Yesus Kristus
serta mengingat nubuat kedatangan-Nya yang
kedua kali.
4. Kesucian hidup, yaitu setiap manusia dituntut
untuk hidup suci dan taat Firman Allah sehingga
pada akhirnya bisa melihat Allah.
5. Penyembuhan ilahi, yaitu karunia Roh yang
diterima oleh seseorang sehingga sembuh
atau mampu menyembuhkan orang lain yang
percaya kepada Yesus atas segala penyakit
tanpa bantuan ilmu kedokteran.
6. Akhir zaman, yaitu sebagai penganut mile-
narisme meyakini bahwa Yesus Kristus akan
datang kembali dan memerintah dalam kerajaan
seribu tahun di dunia ini dan kembali berdi-
rinya negara Israel di Yerusalem. Adanya langit
dan bumi baru yang dinikmati oleh orang yang
sudah selamat.
7. Gereja, yaitu tubuh Kristus di mana Allah
berdiam melalui Roh-Nya.
8. Ibadah dan upacara gerejawi, yaitu tata
ibadahnya tidak baku dan tidak ditetapkan
nats atau tema khotbah karena dianggap meng-
hambat pekerjaan Roh Kudus, sehingga khotbah
berlangsung secara spontan. Adanya kesaksian
pribadi di altar, sehingga bersedia untuk menjadi
pelayanan di gereja tersebut.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 181

Berdasarkan pemahaman di atas menunjukkan


bahwa aliran pentakosta memiliki pandangan terhadap
dunia yang transrasional. Meskipun mereka sangat
memperhatikan ortodoksi yaitu keyakinan yang benar,
tetapi mereka juga menekankan ortopati yaitu perasaan
yang benar, dan ortopraksis yaitu tindakan yang benar.
Untuk menemukan keeksistensi aliran ini sangat mudah
mengingat setiap denominasi gerejanya memakai nama
Pentakosta. Gereja ini bersifat otonom di mana pendeta
berhak mengatur dan memegang kekuasaan tertinggi.

H. Aliran Kharismatik
Pada dasarnya aliran Kharismatik memiliki ciri
khas yang hampir sama dengan aliran Pentakosta.
Secara khusus dalam hal karunia Roh seperti bahasa
lidah, nubuat, dan lain-lain. Kharismatik adalah sebuah
istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan dirinya
sebagai gereja yang percaya pada manifestasi Roh Kudus.
Kata karismatik berasal dari sebuah kata Yunani charis
yang berarti kasih karunia. Anggotanya sebagian besar
dari denominasi gereja Katolik, gereja ortodoks, dan
gereja Protestan yang telah memisahkan diri dari gereja
induknya.
Memang sangat sulit menentukan kapan dan di
mana tepatnya aliran ini mulai muncul. Akan tetapi,
Dennis Bennett seorang pendeta dari Gereja Episkopal
St. Markus di kota Van Nuys, Los Angeles Amerika
Serikat disebut sebagai pionir dari gerakan ini. Sekitar
182 Gereja Pecah

tahun 1960 dia mengumumkan kepada jemaatnya telah


menerima pencurahan Roh Kudus. Setelah itu dia dipecat
dan pindah melayani di Vancouver dalam lokakarya serta
beberapa seminar mengenai karya Roh Kudus.
Dengan semangat yang berkobar-kobar puluhan
ribu anggota gereja Anglikan di seluruh dunia terbius
dan terpengaruh pada ajaran Bennett. Secara langsung
maupun tidak langsung banyak orang yang menjadi pengi-
kutnya. Sebagian orang yang tidak setuju atas ajarannya
keluar dengan membentuk aliran gereja baru lagi atau
bergabung kembali ke gerejanya yang lama. Perpecahan
dalam gereja pun tak terhindarkan.

Pergunakanlah talenta-talenta yang


diberikan Allah untuk memberitakan
karya keselamatan dari-Nya, tetapi bu­
kan untuk membinasakan aliran atau
denominasi gereja lainnya.

Pelayanan Bennet yang berorientasi pada baptisan


Roh dan bahasa lidah bagaikan sebuah “iklan” yang
mempromosikan doktrin dan ideologi baru dalam gereja
pada saat itu. Pada tataran konsep berpikir seperti ini
baptisan Roh dan bahasa roh menjadi magnet untuk
mengikat para pengikutnya. Mereka harus memiliki
karunia-karunia berbahasa roh, bernubuat, dan se­­­
ba­
gainya. Orang yang tidak memiliki salah satu karunia
itu dianggap belum mengalami kuasa Tuhan dan bukan
orang Kristen sejati tentunya.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 183

I. Aliran Injili
Gereja yang beraliran Evangelical (Injili) merupakan
produk dari negara Amerika dan Eropa melalui pelayanan
dari beberapa misionaris. Sejak tahun 1930-an para
pemimpin aliran ini lebih suka menggunakan istilah Injili
daripada Protestan. Penggunaan istilah Injili tentu tidak
terlepas dari pengaruh European Evangelical Alliance yang
sudah terbentuk di Inggris sejak tahun 1842. Memang
perkembangannya baru terasa sekitar tahun 1950 ya­­­­ng
meliputi Amerika, Jerman, Belanda, dan kemudian
­Indonesia.

Beritakanlah Injil tanpa mengenal lelah,


maka Tuhan pasti memperhitungkan
jerih payahmu. Satu jiwa mendengar­
kan Injil dan diselamatkan maka sorga
pun bersukacita.

Keberadaan aliran ini di Indonesia ditandai dengan


berdirinya Institut Injili Indonesia (I-3) di Malang pada
tahun 1959 yang didukung oleh gerakan Injili dari
Jerman. Kemudian Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil
di Indonesia (YPPII) yang didirikan pada tahun 1961 dan
Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) di kota Malang.
Lembaga penginjilan lain yang termasuk dalam gerakan
Injili seperti Christian and Missionary Alliance (CMA atau
CAMA) yang menganut gerakan kesucian.
Salah satu tokoh utama CMA atau CAMA yang
pernah tinggal di Indonesia yaitu R.A. Jaffray (1873-1945).
184 Gereja Pecah

Hasil pelayanannya telah mendirikan sekolah teologi dan


sejumlah gereja yang masuk dalam rumpun Injili seperti
Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII). Selain GKII masih
banyak lagi gereja yang beraliran Injili dengan memakai
nama lain bahkan memakai istilah Injili Reformed.
Sebagian besar gereja Injili ini sudah banyak berinovasi
sesuai konteks jamannya serta mengadopsi paham dari
berbagai aliran dan denominasi gereja lain yang ada di
sekitarnya.

J. Aliran Bala Keselamatan


Bala Keselamatan dalam bahasa Inggris disebut
Salvation Army. Pada awal berdirinya aliran ini bukan
sebuah organisasi gereja melainkan hanya berupa orga­
nisasi sosial. Pelayanan sosialnya yang terkenal yaitu
membuka rumah sakit dan panti-panti asuhan. William
Booth seorang pendeta dari aliran Metodist sebagai
pelopor utamanya. Dia lahir di Nottingham-Inggris pada
tahun 1829 dalam sebuah keluarga kontraktor yang
jatuh bangkrut. Melalui pengalaman inilah dia sadar
bahwa kehidupan orang miskin seringkali mengalami
penghinaan dari orang-orang kaya karena memiliki nilai
ekonomi mapan.
Dalam mengatasi berbagai keterpurukan nilai sosial
dan kemiskinan inilah, maka pada tahun 1865 dia ber­­
khotbah kepada sekumpulan anak jalanan dan beberapa
pub di London. Kemudian tahun 1878 memberi nama
gerakan ini sebagai “Misi Kristen”, yang selanjutnya
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 185

diganti menjadi “Bala Keselamatan”. Seiring bertam-


bahnya penganut paham ini, kemudian misi ini berubah
menjadi Gereja Bala Keselamatan (GBK). Kehadiran GBK
menambah daftar panjang pertambahan aliran gereja
baru di dunia termasuk di Indonesia.
Aliran ini mulai berkembang di Pulau Jawa
pada tahun 1894 oleh Staf Kapten J.G. Brouwer dan
Letnan Muda A. van Emmerik berkebangsaan Belanda.
Pelayanan mereka mulai bergerak di bidang pelayanan
sosial seperti rumah sakit, panti asuhan, dan sekolah.
Pelayanan sosial ini berubah dan berkembang sehingga
mendirikan beberapa gereja di seluruh kota-kota besar
di Indonesia seperti Jawa Tengah, Semarang, Bandung,
Jakarta, Bali, Sulawesi Tengah, Sumatera, Maluku, NTT,
dan sebagainya.

Melayani sesama dengan harta milik


adalah kewajiban orang Kristen. Bukti
seseorang kaya apabila dia memberi­
kan bantuan dan menolong sesamanya
yang sedang membutuhkan.

Aliran GBK memiliki prinsip hidup sebagai pejuang


kebenaran Allah. Dalam struktur kepangkatannya
dimulai dari Jamaat disebut prajurit; Majelis disebut
sersan; pendeta disebut kapten, mayor, letnan kolonel,
dan lain-lain. Pemimpin tertinggi di dunia berpangkat
jenderal yaitu Linda`Bond berkebangsaan Kanada yang
berkedudukan di London, Inggris. Sedangkan pemimpin
186 Gereja Pecah

tertingginya di Indonesia berpangkat komisaris. Untuk


mendapatkan pangkat kapten ke mayor harus melakukan
pelayanan selama 10 tahun. Pangkat mayor sampai
jenderal adalah pangkat yang diperoleh berdasarkan
prestasi atau anugerah Tuhan bagi orang tersebut.
Di balik simbol kemiliteran yang dikenakan, ada
beberapa pokok penting yang selalu ditekankan dalam
pelayanannya. Pertama, pertobatan adalah sesuatu yang
mutlak dalam kehidupan orang Kristen. Kedua, setelah
pertobatan orang cenderung tetap berdosa, tetapi Allah
menawarkan kesempurnaan dan anugerah kepada umat-
Nya, sehingga terjalin kasih antara Allah dengan manusia
dan manusia dengan Allah. Oleh sebab itu, praktek
pelayanan gereja ini selalu menciptakan suasana Kristen
yang tidak terlalu “menggereja”. Liturginya tidak terlalu
kaku sehingga terbuka bagi orang-orang miskin dan orang
yang sedang terpuruk dalam berbagai masalahnya.
Mereka tidak menyelenggarakan sakramen per-
jamuan kudus dan baptisan kudus. Sakramen perjamuan
kudus tidak dilakukan dengan alasan un­tuk menghindari
anggota jemaatnya minum alkohol. Sedangkan sakramen
baptisan kudus dilambangkan dengan pentahbisan yang
disertai janji iman yang sungguh-sungguh di hadapan
Tuhan dan jemaatnya. Segala aktivitas pelayanan ge-
reja dipandang suci sehingga hanya Allah yang mampu
melakukannya. Jadi, GBK hanya mengakui baptisan
kudus yang dilakukan oleh Roh Kudus atau baptisan Roh
Kudus.
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 187

K. Aliran Adventis
Aliran Adventis yang mudah kita kenal yaitu Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK). Ciri khas ibadah
gereja ini sangat mudah kita kenal yaitu melaksanakan
kegiatan ibadah raya setiap hari Sabtu. Sistem peribadatan
mereka berbeda dengan gereja Kristen pada umumnya.
Hari Sabtu merupakan hari Sabath (perhentian) yang
ditetapkan oleh Tuhan sesuai dengan kebenaran Alkitab.
Aliran gereja ini berkembang pesat di bawah kepe­
mimpinan Ellen Gould Harmon White (Ellen G. White) di
Portland sekitar 22 Oktober 1844. Memang ada beberapa
tokoh Advent sebelumnya seperti William Miller (1782-
1849), Hiram Edson (1806-1882), dan Joseph Bates
(1792-1872). Kendati mereka sudah ada sebelum Ellen,
tetapi pengaruh mereka sangat kecil terhadap perkem-
bangan aliran ini. Keempat tokoh ini menegaskan bahwa
akhir zaman merupakan kedatangan Yesus Kristus kedua
kali. Mereka berani menentukan tempat dan waktu
kedatangan Yesus Kristus berdasarkan perhitungan yang
mereka lakukan. Perlu diketahui bahwa semua ramalan
atau penglihatan yang mereka lakukan selama berta-
hun-tahun belum pernah terjadi sampai detik ini.
Perkembangan aliran ini di Indonesia mulai terasa
sejak 1 Januari 1900 melalui kehadiran Ralph Waldo
Munson di Padang-Sumatera Barat. Munson merupakan
seorang misionaris Metodis dari Singapura. Ketika berobat
ke rumah sakit Adventis di Amerika, dia mengalami
kesembuhan sehingga memilih menjadi anggota Adventis.
188 Gereja Pecah

Pengalaman mujizat kesembuhan itu menjadi sarana


dalam pelayanannya.

Yesus Kristus adalah dokter di atas


segala dokter dan tabib di atas segala
tabib. Yesus sumber kesembuhan bagi
manusia yang sakit karena dosa dan
segala jenis penyakit lainnya.

Kendati mujizat itu sering dijadikan sarana dalam


pelayananya, tetapi di Padang kurang berhasil karena
mengalami hambatan dari aliran gereja yang sudah ada.
Kemudian pindah ke Medan, Sumatera Utara bersama
misionaris dari Australia. Dia pindah lagi ke pulau Jawa
yang pada akhirnya kembali ke Amerika. Kemudian dilan-
jutkan oleh beberapa misionaris dari Australia, Belanda,
Amerika, dan Indonesia seperti M.E. Direja Samuel
Rantung, J.J. Merukh, dan sebagainya. Mereka terus
berjuang menyebarluaskan ajaran Adventis ke seluruh
wilayah Indonesia sampai sekarang.
Pokok ajaran yang mudah dikenal pada aliran
ini ditunjukkan melalui etika kehidupan. Pada setiap
lingkungan masyarakat yang mereka tempati harus
menunjukkan sikap integritas sebagai warga gereja
yang baik dan mengusahakan kesejahteraan semua
orang. Setiap jemaat dilarang merusak tubuhnya, seperti
membuat tato, melubangi daun telinga pada laki-laki, dan
sebagainya. Peraturan ini didasarkan pada ucapan rasul
Paulus terdapat pada 1 Korintus 6:19 yang berkata: “Atau
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 189

tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh


Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu
peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu
sendiri?”
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa aliran
Advent menekankan tentang kekudusan hidup sebagai
orang yang telah menerima kuasa Roh Kudus. Seluruh
anggota tubuh yang diciptakan oleh Allah harus dijaga.
Demi menjaga kekudusan tubuhnya maka mewajibkan
anggotanya untuk vegetarianisme. Kepatuhan terhadap
hukum halal-haram berdasarkan pada kitab Imamat.
Setiap warga jemaat tidak diperbolehkan makan daging
babi, kerang, dan makanan lain yang digolongkan sebagai
“makanan haram”. Gereja mencegah anggotanya dari
penggunaan alkohol, tembakau, obat terlarang, kopi, teh,
minuman yang mengandung kafein, dan lain sebagainya.

L. Aliran Saksi Jehova


Tokoh utama berdirinya aliran Saksi Jehova yaitu
Charles Taze Russell yang lahir pada tahun 1852. Awalnya
dia merupakan anggota jemaat dari gereja Presbyterian
Skotland-Irlandia dan kemudian bergabung dengan aliran
Adventis. Setelah itu, dia menjadi pemimpin ter­
tinggi
(presiden) pertama aliran Saksi Jehova tahun 1879
sampai dia meninggal tahun 1916. Selanjutnya presiden
yang lain seperti Joseph F. Rutherford (1917-1942) berasal
dari Gereja Baptis-Morgan, Nathan R. Knorr (1942-1977)
berasal dari Gereja Reformed Belanda, Frederick W. Franz
190 Gereja Pecah

(1977-1992), dan Milton G. Henschel. Semua pemimpinnya


berpendidikan tinggi yang berasal dari berbagai univer-
sitas ternama di negaranya masing-masing.
Aliran ini diorganisir secara internasional yang lebih
dikenal di dunia Barat sebagai Jehovah’s Witnesses atau
Jehovas Zeugen. Komunitas mereka juga dikenal dengan
sebutan “Menara Pengawal” atau “Persekutuan Saksi
Jehova”. Menurut Aritonang (2000:317) bahwa kemu-
nculan aliran ini bermula dari aliran Adventis di mana
pokok-pokok ajarannya pun hampir sama dengan ajaran
Adventis. Kantor pusat mereka berada di Brooklyn, New
York, Amerika Serikat.
Aliran Saksi Jehova tidak menyebut dirinya sebagai
gereja tetapi hanya berupa persekutuan, walaupun misinya
sama dengan aliran gereja pada umumnya. Mereka selalu
mengunjungi rumah masyarakat Kristen dan non-Kristen
sebagai strategi dalam menyebarkan ajarannya. Yang
paling sering dan mudah mereka jangkau adalah orang
yang sudah beragama Kristen. Mereka suka berdiskusi
dan bahkan selalu berdebat seputar kekristenan. Mereka
tidak mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan
juru selamat manusia.
Saksi Yehova merupakan aliran yang baru diakui
di Indonesia. Semula keberadaan mereka dilarang oleh
pemerintah melalui Surat Keputusan Jaksa Agung
Nomor 129 Tahun 1976, karena paham dan kegiatannya
melanggar hukum seperti menolak menghormati bendera
merah putih, menolak ikut berpolitik, serta menimbulkan
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 191

keresahan di masyarakat karena mengujungi rumah-


rumah orang yang sudah beragama untuk direkrut
menjadi anggotanya.
Walaupun sudah dilarang berkali-kali untuk menye-
barkan ajarannya, namun mereka tetap semangat untuk
menyebarluaskannya. Bahkan beberapa kali diusir ketika
mereka masuk ke rumah masyarakat, tetapi tetap sabar
dan terus melanjutkan pelayanannya. Dengan kegigihan
dan relasi kekuasaan yang dimiliki maka pada tanggal 1
Juni 2001 SK di atas dicabut dengan alasan bertentangan
dengan Pasal 29 UUD 1945, Tap MPR Nomor XVII/1998
tentang HAM, dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998.
Dengan demikian, saksi Yehova secara resmi diakui
sebagai aliran dalam agama Kristen yang melaksanakan
baptisan dewasa secara selam.
Untuk dapat mengetahui perbedaan Saksi Jehova
dengan aliran gereja lain di Indonesia, maka beberapa
pokok ajarannya yang kontroversial, antara lain:
1. Allah (Jehova), yaitu Allah sebagai pencipta,
Yesus Kristus diciptakan oleh Allah dan menjadi
pelayan utama untuk menebus dosa manusia,
dan Roh Kudus bukan Allah melainkan kuasa/
pengaruh dari Allah.
2. Alkitab versi terbaru banyak mengalami
kesalahan, sehingga menerbitkan Alkitab versi
mereka sendiri bernama New World Translation
of the Scriptures tahun 1961.
3. Sejarah dunia ini terbagi atas: pertama, dunia
192 Gereja Pecah

masa lalu dimulai sebelum kejatuhan Adam


sampai peristiwa air bah; kedua, dunia masa
kini dimulai sejak pemerintahan Nebukadnezar
tahun 607 SM sampai perang Harmagedon; dan
ketiga, dunia masa depan dimulai sejak berdi-
rinya Kerajaan Seribu Tahun sampai dengan
kehidupan kekal di sorga.
4. Penebusan dilakukan oleh Yesus Kristus untuk
menebus dosa manusia. Yesus Kristus bukan
Allah, tetapi pelayan Allah melalui pengurapan
Roh Kudus.
5. Kedatangan Kristus kedua kali akan diawali
oleh satu peristiwa penting yaitu perang Harma-
gedon di bumi dan terpilihnya penghuni sorga
sebanyak 144.000 orang.
6. Kebangkitan tidak berlaku bagi manusia yang
jahat melainkan penghakiman untuk sela-
ma-lamanya. Kebangkitan hanya terjadi bagi
orang-orang yang bersikap benar selama
hidupnya.
7. Baptisan dan Perjamuan bukan sakramen.
Baptisan selam dilaksanakan di sungai, danau,
laut, atau kolam pada usia dewasa. Perjamuan
bertujuan untuk mengenang kematian Yesus
Kristus dan dilaksanakan sekali setahun setiap
hari Jum’at Agung.
8. Peribadatan dilaksanakan di Balai Pertemuan
tetapi tidak disebutkan gereja. Setiap minggu
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 193

diselenggarakan empat pertemuan, yaitu:


bicara di depan umum (Publik Talk), Studi The
Watchtower, Sekolah Pelayanan Kerajaan, dan
Pertemuan Ibadah.
9. Disiplin organisasi berlaku bagi semua anggota
Saksi Jehova. Setiap orang yang melanggar
disiplin akan diberi sanksi dan dikeluarkan dari
persekutuan/keanggotaan Saksi Jehova.
10. Larangan dan pantangan merupakan bentuk
disiplin yang melarang umatnya berjudi, mer-
okok, mabuk-mabukan, dilarang memperingati
hari raya tradisional dan popular seperti Natal
dan Paskah, tidak ikut pemilu, tidak boleh
menghormati bendera, tidak boleh menjadi ten-
tara, dan sebagainya.

Tanpa Yesus Kristus maka tidak bisa


disebut sebagai gereja dan orang Kris­
ten. Kekristenan lahir dari pengorbanan
Yesus Kristus di atas kayu salib. Per­
cayalah kepada Yesus karena Dialah
Juru Selamatmu.

M. Aliran Mormon
Aliran Mormon atau sering disebut The Church
of Jesus Christ of the Latter-Day Saints didirikan oleh
Joseph Smith, Jr di Salt Lake City-Utah, New York pada
tanggal 6 April 1830. Selain Smith, tokoh utama lainnya
yakni Oliver Cowdery, David Whitmer, dan Martin Harris.
194 Gereja Pecah

Seiring perjalanan waktu perkembangan aliran ini tidak


saja terjadi di Amerika, tetapi juga berkembang di Indo-
nesia. Aliran ini masuk ke Indonesia sejak 5 Januari 1970
melalui 6 misionarisnya serta melaksanakan baptisan
pertama tanggal 29 Maret 1970 di Jakarta.
Strategi penginjilan mereka di Indonesia dengan cara
memberikan kursus bahasa Inggris dengan biaya murah.
Ternyata strategi ini cukup ampuh sehingga berhasil
membaptis para petobat baru mulai sejak berdirinya
sampai tahun 1977 berjumlah 1200 orang (Aritonang,
2000:344). Pada bulan Agustus 1978 pemerintah Republik
Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 70 dan
77 untuk membatasi kegiatan mereka. Kemudian pada
tanggal 24 Juli 1988 meresmikan kembali markas barunya
dan membangun gedung gereja di Jalan Saharjo, Jakarta
Selatan. Kegiatan aliran ini sering mengalami hambatan
hingga saat ini.
Beberapa pokok ajarannya yang paling popular
hingga saat ini, yaitu:
1. Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus
terdiri dari tiga pribadi yang berbeda natur dan
fungsinya. Mereka tidak mengakui keberadaan
Allah Tritunggal sebagaimana orang Kristen
pada awalnya.
2. Manusia adalah berdosa dan ditebus oleh Yesus
Kristus, tetapi manusia bisa menjadi Allah.
3. Keselamatan diperoleh melalui penebusan
Yesus Kristus dengan dua cara: pertama, kesela-
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 195

matan umum berlaku bagi setiap orang melalui


kematian dan kebangkitan Kristus; kedua,
keselamatan pribadi berlaku bagi setiap orang
melalui Kristus tetapi harus ada usaha manusia
melalui etika, ketaatan pada hukum, baptisan,
ikut serta pada upacara bait suci, dan lain-lain.
4. Kitab Suci terdiri atas dua bagian yaitu: Alkitab
dan Kitab Suci Mormon.
5. Gereja dipimpin oleh imam berdasarkan
kerangka imam Harun dan Melkisedek. Badan
organisasinya disebut General Authorities terdiri
atas jabatan presiden, penasehat, dan dewan-
dewan lainnya. Gereja ini juga disebut sebagai
Gereja Perjanjian Baru.
6. Upacara di Bait Suci antara lain: (a) Baptisan
orang mati sebagai sarana untuk memperoleh
keselamatan; (b) Penganugerahan (Endowment)
yaitu pria dan wanita dipisahkan dalam suatu
upacara mandi istimewa, sehingga semua
organ-organ tubuh diurapi dan didoakan agar
berfungsi dengan baik, termasuk alat kelamin;
dan (c) Perkawinan celestial yaitu seseorang
harus menikah di Bait Suci dalam suatu upacara
khusus agar perkawinannya berlangsung hingga
kekekalan.
Berdasarkan pokok ajaran ini menunjukkan perbe-
daannya dengan aliran atau denominasi gereja lain.
Mereka sering menyerang dan mendakwa semua gereja
196 Gereja Pecah

lain sebagai sesat, murtad, munafik, dan sebagainya


sambil mengutip sejumlah ayat Alkitab untuk membe-
narkan argumentasinya (Aritonang, 2000:352). Sikap
saling mengklaim aliran atau denominasinya benar sudah
berlangsung lama dalam sejarah kekristenan sampai hari
ini. Biarlah Tuhan yang menjadi penilai dan hakim atas
semua sikap yang kita lakukan selama di dunia ini.

N. Aliran Christian Science


Menurut Stephen Gottschalk (1987:442) bahwa
Christian Science adalah suatu gerakan keagamaan dalam
komunitas Kristen yang menekankan pada penyembuhan
kristiani sebagai bukti keunggulan atas kekuatan fisik.
Biasanya aliran ini dikenal dengan nama Gereja Kristus
Ahli Ilmu Pengetahuan (Church of Christ Scientist) yang
berpusat di Boston, Amerika Serikat. Pendiri awalnya
yaitu Mary Morse Baker tahun 1879 bersama 26 orang
pengikutnya di Boston. Mary lahir tanggal 16 Juli 1821
di New Hampshire dan meninggal dunia pada tanggal 3
Desember 1910. Dia menjadi pendeta pertama di gereja
ini, walaupun dia sebenarnya sebagai anggota gereja
Congregasional yang beraliran Calvinis di Tilton.
Selama hidupnya Mary menikah sebanyak tiga
kali dengan alasan suaminya meninggal dunia dan juga
masalah perceraian. Adapun nama suaminya berdasarkan
urutan pernikahannya, yaitu: George Washington Glover
(meninggal), Daniel Patterson (cerai), dan terakhir pada
usianya ke-55 menikah lagi dengan muridnya bernama
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 197

Asa Gilbert Eddy yang meninggal pada tahun 1882. Selain


itu masalah krusial yang sering dialami oleh Mary dari
kecil sampai meninggal dunia yaitu sering sakit-sakitan
seperti lumpuh, pingsan, histeris, kurang penglihatan,
radang gusi kronis, dan kecelakaan karena terpeleset di
jalan berlapis es di kota Lynn.
Dalam penderitaan yang cukup lama itu membuat
dia menemukan sebuah pemahaman bahwa kesembuhan
dapat terjadi bagi seseorang karena faktor ilmu penge-
tahuan. Kendati Alkitab selalu disebut sebagai pedoman
utama ajarannya, namun dalam prakteknya selalu
menekankan asas dan peraturan ilmu pengetahuan rohani
dan penyembuhan metafisik (Science and Health). Pada
akhirnya, dia selalu menafsirkan Alkitab berdasarkan
pemahaman yang berorientasi pada ilmu pengetahuan
dan penyembuhan metafisik Ilahi yang disebut sebagai
Christian Science sampai saat ini.

Pengetahuan bukanlah sumber kesem­


buhan, melainkan sebagai sarana da­
lam mencapai kesembuhan. Takut akan
Tuhan adalah sumber pengetahuan,
tetapi orang yang merasa dirinya ber­
pengetahuan akan dimurkai oleh Allah.
Beberapa pokok ajarannya yang menjadi perhatian
kita semua, antara lain:
1. Allah bukan saja sebagai Bapa melainkan
sebagai Ibu. Yesus bukan Allah tetapi manusia,
198 Gereja Pecah

sehingga kematian, kebangkitan, kenaikan,


dan kedatangan-Nya kembali tidak benar. Roh
Kudus digambarkan sebagai ilmu pengetahuan
Ilahi.
2. Manusia adalah citra Allah, karena Allah adalah
Roh maka manusia adalah roh.
3. Dosa dan penyakit sebenarnya tidak ada karena
Allah adalah baik. Dosa dan penyakit ada karena
kekeliruan penglihatan manusia atau menolak
kemahakuasaan dan kebaikan Allah.
4. Keselamatan dan penyembuhan berlaku bagi
manusia sejati dengan cara berbuat baik kepada
Allah. Penyakit, maut, dan neraka hanya tersedia
bagi orang yang berbuat jahat.
5. Zaman akhir seperti sorga, kedatangan Kristus,
neraka, kebangkitan tubuh, penghakiman akhir,
langit dan bumi baru semuanya tidak ada.
6. Ibadah dilaksanakan hari Minggu dalam bentuk
liturgi nyanyian, doa, nyanyian tunggal, pemb-
acaan Alkitab, dan khotbah pelajaran hasil
karya Mary.
7. Sakramen baptisan kudus dan perjamuan kudus
secara kelihatan (lahiriah) tidak dilaksanakan,
tetapi persekutuan dengan Allah dengan sikap
diam (rohani) dipahami sebagai baptisan dan
perjamuan kudus.
Dengan memperhatikan beberapa pokok ajarannya
di atas maka keberadaan aliran ini dapat terdeteksi dengan
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 199

jelas terutama di Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta,


Pematang Siantar, dan beberapa kota lainnya. Memang
perkembangannya di wilayah nusantara ini tidak seperti
di Amerika, namun dampak yang ditimbulkan sangat
mengganggu tatanan kehidupan orang-orang Kristen di
Indonesia. Sebab, menurut Verkuyl (1966:148) bahwa
Christian Science menyesatkan. Selanjutnya, Hoekema
(1969:221) menyatakan aliran ini bukan Kristen dan
bukan pula suatu ilmu pengetahuan. Kemudian Aritonang
(2000:398) menegaskan bahwa aliran ini tidak bisa
disebut gereja Kristen; tetapi suatu kelompok pemujaan
(cult) non-Kristen, bahkan aliran sesat.
Pertentangan atas aliran Christian Science sudah
lama terdengar, baik bagi kalangan para pemimpin
dan anggotanya sendiri maupun masyarakat umum
lainnya. Kontroversi atas keberadaan aliran ini pun telah
memasuki era jaman ini, yang secara tidak langsung telah
merusak seluruh sendi kehidupan manusia di dunia ini.
Oleh sebab itu, aliran ini bukan saja sebagai aliran sesat
tetapi sebagai malapetaka terjadinya perpecahan gereja
pada masa yang akan datang.

O. Aliran Scientology
Aliran Christian Science dan Scientology sebenarnya
sama-sama menekankan kepercayaannya pada kuasa
ilmu pengetahuan serta pikiran (mind). Tokoh utamanya
adalah Lafayette Ronald Hubbard yang lahir tanggal 13
Maret 1911 di Tilden, Amarika Serikat. Kemudian dia
200 Gereja Pecah

meninggal tanggal 24 Januari 1986 di California. Aliran


ini resmi berdiri sebagai Church of Scientology pada
18 Februari 1954 di Amerika (Aritonang, 2000:414).
Kemudian berkembang di 75 negara di dunia, antara lain
Filipina, Australia, India, Taiwan, Jepang, Indonesia, dan
sebagainya.
Setelah Hubbard meninggal maka aliran ini dilan-
jutkan oleh David Miscavige. Sementara keberadaannya
di Indonesia dibawa oleh beberapa orang pribumi dan
orang asing yang sudah mengenalnya di luar negeri,
secara khusus di Los Angeles sebagai kantor pusatnya.
Berbagai strategi dilakukan untuk mencari peminatnya
seperti yayasan pelayanan sosial, membentuk perkum-
pulan, membuat kursus pengembangan kepribadian,
perawatan mental, menjual buku Hubbard dan pengi-
kutnya. Kegiatan ini menghasilkan uang dan menjadi
sarana untuk menyebarluaskan ajarannya.
Sesungguhnya aliran ini bukanlah gereja, kendati
anggotanya kebanyakan berasal dari agama Kristen
Katolik dan agama Kristen Protestan. Keberadaannya di
Amerika dikenal karena memakai nama organisasi gereja.
Alasan utama pemakaian nama gereja sebenarnya untuk
menghindari pembayaran pajak kepada pemerintah atas
hasil penjualan buku, literatur, dan beberapa kegiatan lain
yang menghasilkan uang. Dengan melihat berbagai kegia-
tannya maka dapat dipastikan bahwa pokok ajarannya
hanya seputar ilmu pengetahuan. Ilmu psikologi dan
psikoterapi menjadi acuan dalam meningkatkan kualitas
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 201

hidup manusia atau pun menyembuhkan seseorang yang


sedang mengalami berbagai jenis penyakit.

Kepandaian dipakai oleh Allah untuk


membangun bangsa dan gereja. Apabila
kepandaian dipakai untuk menghacur­
kan sesamanya, sesungguhnya dialah
orang yang paling bodoh di dunia.

P. Aliran Gerakan Zaman Baru


Gerakan Zaman Baru (GZB) atau sering juga
disebut New Age Movement (NAM). Aliran ini menekankan
pada gerakan eskatologis tentang tujuan akhir dunia ini
termasuk manusia di dalamnya. Istilah “Zaman Baru”
berarti menunjukkan zaman yang akan datang yang
disebut zaman emas, Golden Age, atau zaman Aquarius
yang akan segera terwujud. Gagasan ini didukung oleh
berbagai perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti
paham metafisik, filsafat Timur Kuno, Transendentalisme,
Spiritualisme, Christian Science, dan sebagainya.
Perkembangan awal aliran ini muncul di kawasan
California, Amerika Serikat sekitar tahun 1960-an. Tokoh
utama paling berpengaruh yaitu Baba Ram Dass atau
nama lahirnya Richard Albert yang berdarah Yahudi.
Tokoh lainnya yang ambil andil sesuai urutan masanya
yaitu Marilyn Ferguson, David Spangler, Judith Skutch,
dan Shirley Maclaine. Menurut Winker (1994:184) bahwa
tokoh yang paling berpengaruh saat ini adalah Dr. M.
Scott Peck dan Matthew Fox.
202 Gereja Pecah

Jaman boleh berubah tetapi Firman dan


janji Tuhan tidak akan pernah berubah.
Raihlah janji Tuhan karena tidak per­
nah binasa untuk selamanya.

Semua tokoh di atas mempunyai penekanan


khusus terhadap setiap pokok ajarannya masing-masing.
Umumnya mereka selalu menekankan ajarannya seputar
kehidupan yang akan datang. Untuk mencapai hal
itu, maka pendekatan pada kemampuan pengetahuan
atau otak manusia yang selalu dikedepankan. Dengan
demikian, manusia dapat mengetahui segala gejala yang
terjadi di sekitarnya melalui kemampuan daya pikirnya.
Keberadaan aliran ini di Indonesia tentu tidak
sesubur aliran gereja lain yang mendapat tempat di hati
masyarakat Kristen pada khususnya. Salah satu aliran
GZB yang mudah dikenal adalah Gereja Kristus Pengin-
jilan Nusantara (GKPN) di Jakarta. Pergerakan mereka
tidak kelihatan karena lebih menekankan pada penye-
baran tratat, majalah, lokakarya, seminar, persekutuan,
meditasi, dan memakai Alkitab sebagai legalitas ajarannya.

Q. Aliran-aliran Lainnya
Selain aliran-aliran yang sudah diuraikan di atas,
tentu masih banyak aliran gereja yang menyebut dirinya
bagian dari kekristenan atau agama Kristen. Beberapa
tahun lalu hingga hari ini terdengar selentingan aliran
Children of God dan The Satanic Church sudah masuk
wilayah Indonesia (Makkelo, 2010:153). Desas-desus ini
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 203

awalnya terdengar sanyup namun kian lama gejolaknya


semakin mengkuatirkan seluruh masyarakat Kristen.
Keberadaan mereka pun sulit dilacak karena berbaur
dengan masyarakat Kristen, Lebih menyedihkan lagi
sebagian anggota jemaat dari beberapa gereja sudah
menjadi anggotanya.
Asal-usul berbagai aliran gereja ini secara singkat
diuraikan pada tabel di bawah ini.

No Aliran Asal Aliran Tokoh Pendiri Tahun

Gereja
1 Lutheran Katolik Marthin Luther 1517
Roma (GKR)

2 Calvinis GKR Johanes Calvin 1534

3 Anglican GKR Raja Henri VIII 1547

GKR &
4 Mennonit Menno Simons 1537
Anabaptis

5 Baptis Mennonit John Smyth 1609

John Wesley &


7 Methodist Anglican 1787
Charles Wesley

8 Pentakosta Methodist Ch. F. Parham 1900

9 Kharismatik Episcopal Dennis Bennett 1960

Berbagai
10 Injili Billy Graham, dll 1930
aliran
204 Gereja Pecah

Bala Kesela-
11 Methodist William Both 1878
matan

Methodist
12 Adventis & Berbagai Ellen G. White 1844
aliran

Saksi Presbyterian Charles Taze


13 1879
Jehova & Adventis Russel

Presbyterian
14 Mormon Joseph Smith 1830
& Metodis

Christian Mary Morse


15 Calvinis 1879
Science Baker

Christian Lafayette Ronald


16 Scientology 1954
Science Hubbard

New Age Yahudi &


17 Richard Albert 1960
Movement Scientology

Kewaspadaan terhadap aliran baru atau pun


aliran yang mengatasnamakan denominasi gereja tertentu
seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak.
Setiap pemimpin gereja, pemerintah, dan orang Kristen
secara keseluruhan harus semakin arif, bijaksana, dan
aktif dalam menjaga kesatuan gereja Tuhan. Apabila
hal ini dipandang sebelah mata, maka dapat dipastikan
aliran baru yang terdengar sanyup selama ini akan
terang-benderang. Kehadiran mereka sangat berpotensi
­
merusak segala lini gereja yang sudah ada. Gejala yang
ditimbulkan pun menjadi sarana bagi agama lain untuk
BAB VIII | Aliran-aliran Gereja 205

menyalahkan agama Kristen secara keseluruhan.

Kewaspadaan merupakan langkah aw­


al mengatasi masalah yang besar. Kete­
litian merupakan langkah selanjutnya
dalam menyelesaikannya.

Berdasarkan sejarah perjalanan aliran dan denomi­


­nasi gereja di seluruh dunia pada awalnya dilarang oleh
pemerintah. Dengan segala upaya akhirnya mendapatkan
tempat di hati masyarakat serta mendapat ijin dari peme­
rintah. Jika fenomena ini tidak diantisipasi maka kesatuan
dan persatuan gereja tidak pernah terwujud. Perpecahan
gereja akan terus bertambah dari setiap masanya.
Bertambahnya aliran gereja bukan satu-satunya strategi
dalam pemberitaan Injil. Justru berbagai konflik, rasa
tidak puas terhadap kebijakan para pemimpin gereja,
suasana bergereja tidak nyaman, dan motivasi yang salah
dari setiap anggota jemaat semakin nyata. Munculnya
aliran dan denominasi gereja merupakan akibat dari tidak
pernah merasa puas terhadap gereja sebelumnya.
BAB IX | Amanat Agung 207

BAB IX
AMANAT AGUNG

Amanat Agung secara jelas dituliskan oleh rasul


Matius sesuai apa yang didengarnya dari Tuhan Yesus
pada saat itu. Pesan rohani ini disampaikan oleh Tuhan
Yesus sebelum Dia naik ke sorga. Yesus mendekati mereka
dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa
dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.
Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20; bnd. Markus
16:14-20; Kisah Para Rasul 1:8).
Amanat Agung merupakan kata yang tidak asing
dalam kehidupan kekristenan hingga hari ini. Mandat
agung ini adalah perintah Kristus secara langsung kepada
kesebelas murid-Nya pada waktu itu. Tugas ini pun
menjadi bagian penting bagi setiap orang Kristen di segala

207
208 Gereja Pecah

bangsa yang melintasi segala budaya, etnis, suku, bahasa,


dan ras di dunia ini. Menyampaikan berita sukacita
kepada semua manusia merupakan prioritas utama bagi
orang Kristen dibandingkan tugas-tugas lainnya.
Tugas yang mulia ini seringkali menjadi beban bagi
orang Kristen. Mereka berpikir memberitakan Injil hanya
tanggung jawab segelintir orang saja. Memberitakan Injil
menjadi tugas pemimpin rohani saja seperti pendeta,
penginjil, misionaris, dan beberapa orang Kristen yang
memiliki kerinduan untuk terlibat dalam pelayanan ini.
Secara jelas tugas memberitakan Injil bukan hanya ditu-
jukan kepada pemimpin rohani semata, tetapi melampaui
umur, kedudukan, jenis kelamin, miskin atau kaya.
Amanat Agung menjadi tanggung jawab seluruh orang
Kristen di seluruh dunia termasuk orang Kristen di Indo-
nesia. Untuk lebih mengerti makna tugas mulia ini maka
beberapa pokok penting diuraikan di bawah ini.

A. Yesus Berkuasa Atas Sorga dan Bumi


Dasar Tuhan Yesus memerintahkan murid-mu-
rid-Nya dan seluruh orang Kristen untuk memberitakan
Injil yaitu karena Dia berkuasa atas sorga dan bumi ini.
Tidak ada seorang pun manusia yang berani mengatakan
bahwa sorga dan bumi menjadi kekuasaannya. Hanya
Yesus sendiri yang berhak mengatakannya karena Dialah
pemilik sorga dan seluruh yang ada di dunia ini. Dengan
kekuasaan itu pulalah, Dia tidak ingin manusia di dunia
binasa karena dosa mereka. Dia menyelamatkan setiap
BAB IX | Amanat Agung 209

manusia sesuai tugas yang diberikan oleh Allah Bapa


kepada-Nya.

Yesus berkuasa atas bumi dan sorga.


Kekuasaan Allah berbeda dengan kekua­
saan manusia. Kekuasaan Allah mem­
bawa manusia pada kebenaran, tetapi
kekuasaan manusia membawa se­ sama­
nya ke jurang malapetaka.

Tuhan Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati.


Walaupun Yesus adalah manusia sejati, tetapi Dia tidak
pernah berbuat dosa. Manusia seluruhnya dikandung
dari dosa, lahir dari dosa, jatuh dalam dosa, dan bahkan
hidup dalam dosa sehingga dunia semakin rusak. Oleh
karena itu, Brotosudarmo (2008:60) menyatakan bahwa
itulah sebabnya orang Kristen memberitakan Injil Yesus
Kristus. Tuhan Allah telah mengutus Firman-Nya ke
dunia yang rusak karena dosa, maka para rasul dan
semua orang Kristen tersebut wajib memberitakan Injil.
Memberi­
takan Injil berarti memberitakan berita kabar
baik, berita sukacita, dan berita keselamatan yang datang
dari Yesus sendiri kepada seluruh umat manusia.
Ketika Tuhan Yesus berkata: “KepadaKu telah
diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” menun-
jukkan bahwa Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus
(Allah Tritunggal) merupakan satu kesatuan yang utuh
dalam menjalankan tugas penyelamatan umat manusia
yang berdosa dan dunia secara keseluruhan. Apa yang
210 Gereja Pecah

menjadi kehendak Allah Bapa dan Roh Kudus juga


menjadi kehendak Yesus Kristus. Sorga dan bumi adalah
milik Yesus Kristus, sedangkan manusia hanya sebagai
pribadi yang menumpang sementara di dunia ini. Hal
inilah yang membedakan Yesus Kristus dengan manusia
pada umumnya.
Perkataan Yesus di atas bukan berarti sorga
dan bumi akan menjadi atau baru menjadi milik-Nya,
melainkan telah menjadi milik-Nya sebelum manusia
ada di dunia ini. Segala yang ada di sorga dan bumi ini
berada di bawah kuasa, pemerintahan, pemeliharaan,
dan perlindungan-Nya. Gunung, lembah, angin, laut,
dan segala musim berada di dalam pengawasan-Nya.
Semua manusia harus hidup setia sesuai petunjuk dan
perintah-Nya. Manusia yang tidak setia dan taat atas
perintah-Nya akan menerima hukuman berdasarkan
keadilan-Nya. Yesus ingin agar semua manusia tidak
ada satu pun tersesat dan binasa oleh karena penghuku-
man-Nya.

B. Semua Bangsa Murid Yesus


Perintah untuk menjadikan semua bangsa murid
Yesus merupakan tugas setiap orang yang sudah percaya
dan beriman kepada-Nya. Alangkah ironisnya jika
seseorang yang belum menerima Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat-Nya dapat membawa orang lain untuk
percaya kepada Dia. Bagaimana mungkin seorang Kristen
memberitakan Injil kepada orang lain sementara priba-
BAB IX | Amanat Agung 211

dinya belum merasakan sukacita Injil itu sendiri? Berita


Injil adalah berita sukacita. Setelah merasakan dan
menikmati karya Injil itu sendiri maka tugas selanjutnya
adalah membagikan sukacita itu kepada orang lain.
Tugas menjadikan semua bangsa murid Yesus
bukanlah pekerjaan yang mudah melainkan sangat
sulit. Kesulitan utama karena akan berhadapan dengan
berbagai agama, etika, budaya, adat, etnis, suku, pemer-
intah, dan sebagainya. Hal inipun kembali ditegaskan
oleh Brotosudarmo (2008:60) bahwa perkembangan
penyebaran gereja dan Injil khususnya bukannya tanpa
hambatan. Namun pada prinsipnya, hambatan itu menja-
dikan gereja semakin bertumbuh. Hambatan serta segala
rintangan menjadi sarana yang dipakai oleh Tuhan dalam
memberitakan Injil sehingga semua bangsa menjadi
murid-Nya. Gereja semakin ditindas dan dibabat, justru
akan semakin merabat dan berkembang ke seluruh dunia.

Menjadi murid Yesus adalah sebuah ka­


do istimewa dari Allah. Murid yang benar
selalu turut perintah dan larangan Guru
Agungnya. Murid yang setia siap berkor­
ban dan menderita.

Ketika diperhadapkan pada tugas yang sangat sulit


dan mulia ini, apakah kita harus mundur lalu mening-
galkan Tuhan Yesus? Harapan Yesus bukanlah perkara
mudah dan sulitnya, melainkan Dia menuntut sikap kita
212 Gereja Pecah

sebagai murid-murid-Nya untuk taat melakukannya.


Tuhan Yesus mengetahui bahwa kita mampu melakukan
tugas mulia ini sebagai rekan dan sahabat-Nya. Dia
memerintahkan kita untuk memberitakan Injil-Nya karena
diberi kuasa. Jangan pernah kita takut memberitakan
Injil kepada semua orang. Injil bukan agama melainkan
berita tentang masa depan kita bersama Tuhan dan masa
depan dunia ini tentunya.
Setiap orang Kristen yang mampu melakukan tugas
ini bukan karena hebat dan kuatnya dalam memberi-
takan Injil. Segala hal yang mampu kita lakukan karena
anugerah dan kuasa dari Tuhan. Tanpa kuasa dari
Yesus orang Kristen tidak akan memiliki kemampuan
untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Menjadi
murid berarti setiap orang yang sudah mendengar Injil,
menerima Yesus sebagai juruselamatnya, dan hidup
dalam kebenaran Allah. Injil adalah kabar baik yang
harus disampaikan kepada seluruh umat manusia demi
keselamatan kekalnya.
Yesus sebagai juruselamat manusia menunjukkan
bahwa Dialah satu-satunya jalan menuju sorga. Kata
Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Jalan kese-
lamatan dan tercepat hanya dapat ditemukan di dalam
Yesus Kristus. Tanpa Yesus tidak ada keselamatan kekal
dan tidak ada yang bisa masuk sorga.
BAB IX | Amanat Agung 213

Perintah Tuhan Yesus untuk memberitakan Injil

Tuhan Yesus memiliki kerinduan agar


semua manusia selamat. Manusia yang
selamat menjadi penghuni sorga ­selama-
lamanya.

kepada semua manusia menunjukkan sebuah bentuk


keprihatinan serta perwujudan belas kasihan-Nya pada
manusia yang sudah jatuh dan hidup dalam dosa.
Belas kasihan-Nya ini mengisyaratkan bahwa Dia tidak
ingin seorang pun manusia tersesat, hidup dalam dosa,
kemudian masuk ke dalam neraka kekal. Dia merelakan
diri-Nya disalibkan untuk menggantikan setiap umat-Nya
yang seharusnya dihukum dan disalib. Akhir dari
perjalanan salib ini Dia menganugerahkan keselamatan
kekal yang tidak bisa diberikan oleh siapa pun di dunia
ini.
Setiap orang yang menjadi murid Yesus merupakan
pribadi-pribadi yang dikasihi serta menerima anugerah
Allah. Mereka semua adalah pribadi yang berharga di
hadapan Tuhan. Oleh sebab itu, jangan pernah menolak
panggilan Allah melalui Injil yang didengarnya. Allah
memakai sesama kita untuk menyampaikan berita
keselamatan dari Yesus Kristus. Allah mau agar semua
manusia beroleh keselamatan dari-Nya.
214 Gereja Pecah

C. Membaptiskan Semua Bangsa


Istilah agama Kristen secara khusus baru muncul
sesudah kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian-Nya.
Orang Kristen pertama terwujud melalui pelayanan
khotbah para rasul di serambi Salomo sesudah Yesus
naik ke sorga. Lebih tepatnya peristiwa itu pada hari
Pentakosta. Tuhan Yesus sendiri tidak pernah mendi-
rikan agama Kristen. Akan tetapi, dalam pengajaran-Nya
berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui
Aku” (Yoh. 14:6). Seseorang tidak dapat menerima Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya kecuali bila
Roh Kudus bekerja dalam pribadinya. Tidak ada seorang
pun yang mampu berkata dan mengaku Yesus adalah
Tuhan selain oleh karya Roh Kudus (1 Korintus 12:3).
Dari ayat Firman Tuhan di atas secara tersirat
memberikan petunjuk bahwa dasar pengakuan seseorang
menjadi Kristen yaitu beriman kepada Yesus Kristus
melalui karya Roh Kudus. Beriman berarti mengikuti
cara hidup Kristus serta segala konsekuensi keimannya.
Jadi, orang yang beragama Kristen berarti pribadi-pribadi
yang mengikuti Kristus berdasarkan panggilan dan pemi-
lihan Allah atas hidup mereka. Setiap orang Kristen harus
diperbarui oleh Kristus, sehingga ketaatan dan keku-
dusan hidupnya menjadi ukuran sebagai orang Kristen
sejati.
Salah satu bentuk ketaatan yang dikehendaki
oleh Kristus adalah menerima bapitisan kudus. Tugas
membaptis adalah perintah Yesus kepada murid-mu-
BAB IX | Amanat Agung 215

rid-Nya dan semua orang Kristen. Semua bangsa berarti


semua orang Kristen yang belum dibaptis. Baptisan hanya
dapat dilakukan sekali seumur hidup yang dimeteraikan
dalam nama Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
Apakah baptisan itu pada saat bayi atau dewasa? Apakah
baptisan itu dilakukan secara percik atau selam? Apakah
baptisan itu dengan air yang banyak atau pun sedikit?
Yang paling penting adalah baptisan dilakukan hanya
untuk kemuliaan Allah dan sebagai simbol persekutuan
di dalam Dia.
Perintah untuk menerima baptisan ditujukan
kepada setiap orang yang sudah Kristen maupun yang
belum Kristen. Yang dimaksud orang yang sudah Kristen
yaitu seseorang yang lahir dan besar dari keluarga Kristen
tetapi belum pernah menerima baptisan. Sementara orang
yang belum Kristen berarti setiap orang yang berasal dari
agama dan kepercayaan lain yang dengan sukarela serta
penuh sukacita bersedia menjadi orang Kristen. Hal ini
ditandai melalui pengajaran kekristenan serta menerima
sakramen baptisan kudus.

Baptisan adalah kewajiban yang harus


dilakukan oleh orang Kristen. Orang yang
menjadi Kristen harus dibaptis dalam
nama Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh
Kudus dengan menggunakan media air
secara percik atau selam.
216 Gereja Pecah

Proses pembaptisan seseorang untuk menjadi


murid Yesus terus menjadi bahan perdebatan sampai
saat ini. Ada yang menekankan pelaksanaan baptisan
secara percik, dan ada pula yang hanya mengakui
pembaptisan secara selam. Dilihat dari konteks perintah
Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya untuk membaptis
semua orang di dunia ini sesungguhnya tidak dijelaskan
tentang sebuah cara pelaksanaan baptisan percik atau
pun baptisan selam. Yang paling penting diingat bahwa
baptisan itu menggunakan air serta didasari atas nama
Allah Tritunggal yaitu Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh
Kudus. Untuk lebih teratur baptisan harus dipimpin dan
dilakukan oleh seorang pendeta. Seseorang yang belum
ditahbiskan menjadi pendeta hendaknya menahan diri
dalam tugas sakral ini.
Membaptis seseorang menjadi keluarga Kristen
merupakan sebuah tanda persekutuan di dalam Yesus
Kristus. Yesus sendiri menerima baptisan menggunakan
air yang ada di sungai Yordan. Injil Markus menyatakan:
“Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah
Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes”
(Markus1:9). Jadi, ketika membaptis seseorang yang baru
percaya kepada Yesus tidak diperbolehkan menggunakan
media lain selain air.
Secara implisit air merupakan simbol bagi seseorang
untuk membersihkan diri dari dosanya serta disatukan
di dalam Yesus Kristus. Memang air baptisan tidak
membersihan dosa manusia secara nyata. Dikatakan
BAB IX | Amanat Agung 217

tanda atau simbol berarti ada pribadi yang sesungguhnya


yang mampu membersihkan dosa dan menyelamatkan
umat manusia yaitu Yesus Kristus. Perwujudan karya
keselamatan ini terjadi melalui karya pengorbanan Tuhan
Yesus di atas kayu salib sampai pada kebangkitan-Nya.
Dibaptis oleh darah suci Yesus Kristus.
Peristiwa pembaptisan yang diterima oleh Tuhan
Yesus tidak menunjukkan bahwa Dia orang berdosa.
Justru melalui peristiwa itu Dia memberi teladan tentang
betapa pentingnya makna baptisan tersebut bagi setiap
orang yang percaya kepada-Nya. Baptisan yang diterima
oleh orang Kristen hingga saat ini tidak bertujuan
menjamin seseorang selamat atau masuk sorga. Baptisan
yang sejati dan menyelamatkan adalah baptisan darah
Yesus Kristus (Roma 6:4; Kolose 2:12). Setiap orang
yang percaya kepada Kristus mulai dari pengajaran-Nya,
penderitaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan
kedatangan-Nya kedua kali, serta melakukan seluruh
kehendak-Nya maka itulah yang menjadi penghuni sorga.
Hal inilah yang menjadi dasar dan jaminan keselamatan
kekal dari-Nya.

Keselamatan seseorang dalam sebuah


keluarga tidak memberi jaminan atas ke­
selamatan seluruh anggota keluarganya.
Karya kesalamatan menjadi tanggung
jawab kita masing-masing kepada Allah.
218 Gereja Pecah

Keselamatan seseorang tentu tidak memberi legalitas


atas keselamatan orang lain. Keyakinan seseorang tidak
memberi jaminan atas keselamatan seluruh anggota ke­­­
luarganya. Keselamatan itu menjadi hak istimewa Allah
sesuai kehendak-Nya. Karya keselamatan dari Yesus
Kristus menjadi tanggung jawab pribadi secara langsung.
Jadi, keselamatan hanya berlaku secara pribadi dan
bukan kolektif. Anugerah keselamatan dari Allah harus
dipertanggung jawabkan lewat buah-buah iman.
Setiap orang yang sudah dibaptis dan menerima
keselamatan dari Tuhan dikumpulkan menjadi satu perse-
kutuan yang disebut gereja. Melalui persekutuan inilah
setiap orang dibimbing untuk taat kepada Tuhan. Seluruh
kehidupannya harus dapat mencerminkan kehidupan
baru di dalam Kristus. Dalam tahapan proses pembela-
jaran seperti ini maka setiap orang akan terus diubahkan
oleh Allah hari demi hari oleh kuasa Roh Kudus sampai
pada kesempurnaan hidup. Dengan demikian, seiring
perjalanan waktu maka setiap orang Kristen memiliki
keyakinan yang kokoh bahwa pribadinya ada bersama
Kristus serta pasti memperoleh anugerah keselamatan
kekal dari-Nya.

D. Pelayanan Misionaris
Agama Kristen pada dasarnya adalah agama
sejarah. Landasan utama berdirinya agama Kristen
terletak pada peristiwa sejarah kelahiran Tuhan Yesus,
kematian-Nya, kebangkitan-Nya, bahkan sampai pada
BAB IX | Amanat Agung 219

kedatangan-Nya yang kedua. Dalam perjalanan sejarah


inilah agama Kristen telah tumbuh dalam berbagai bentuk
yang mengagumkan. Melalui Dengan melihat sejarah
pertumbuhan inilah maka Smith (2008:355) dengan
berani mengatakan bahwa semua agama yang dianut oleh
manusia, agama Kristenlah yang paling luas tersebar di
muka bumi ini, dan yang paling banyak penganutnya.
Banyaknya penganut agama Kristen karena
kehendak Tuhan Yesus. Melalui pelayanan para misionaris
dari berbagai negara di dunia patut diperhitungkan.
Misionaris adalah orang-orang yang memberitakan Injil
kepada semua orang di segala bangsa, budaya, bahasa,
etnis, dan agama dengan sukarela atau pun diutus oleh
organisasi kekristenan tertentu. Keberadaan agama
Kristen yang ada di Indonesia merupakan hasil pelayanan
para misionaris yang datang dari berbagai aliran, suku,
bahasa, budaya, dan bangsa di seluruh dunia seperti
Jerman, Belanda, Amerika, Cina, Korea Selatan, dan
sebagainya. Hal ini ditegaskan oleh Makkelo (2010:178)
bahwa denominasi dalam Kristen berkembang pesat,
seiring dengan masuknya pekabar Injil dari berbagai
aliran.
Para misionaris yang datang ke Indonesia tentunya
tidak terlepas dari pengaruh bangsa yang penduduknya
sebagian besar beragama Kristen. Berdasarkan pene-
litian Karel A. Steenbrink (1987:86) dalam bukunya yang
berjudul “Perkembangan Teologi Dalam Dunia Kristen
Modern” menegaskan sekitar tahun 1950-an pengaruh
220 Gereja Pecah

dari organisasi Kristen yang berpusat di Amerika Serikat


makin lama makin menonjol dan terus berkembang di
Indonesia. Jadi, adanya berbagai aliran dan denomi­
na­
si gereja baru di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
pelayanan para misionaris dari Amerika, Eropa, Australia,
dan Asia.
Kedatangan orang Amerika sangat berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan kekristenan di seluruh
dunia. Memang pada awalnya orang Amerika tidak begitu
tertarik dengan keagamaan namun dalam beberapa
puluh tahun terakhir justru mereka menjadi motor peng-
gerak pertumbuhan kekristenan dari berbagai aliran dan
denominasi gereja. Mereka sering mengadakan kegiatan
Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Hal ini memung­
kinkan karena secara ekonomi, sosial, dan politik negara
Amerika mampu mensponsori para misionaris untuk
melakukan pelayanan misi. Ada organisasi yang sifatnya
keagamaan, tetapi ada juga non-keagamaan seperti peru-
sahaan.
Selain faktor di atas, agama Kristen di Indo-
nesia berkembang sebagai hasil dari peninggalan para
penjajah. Menurut Agus (2006:283) bahwa ada tiga
tujuan para penjajah datang ke Indonesia (Asia), yaitu
untuk mendapatkan gold (emas), glory (kekayaan untuk
meraih kemenangan), dan gospel (memberitakan Injil),
atau sering disebut “3 G”. Salah satu dari ketiga tujuan
tersebut yaitu memberitakan Injil (gospel) di seluruh
daerah jajahannya. Tidak heran jika agama Kristen sering
BAB IX | Amanat Agung 221

diidentikkan oleh sekelompok masyarakat Indonesia


sebagai agama penjajah.
Agama Kristen merupakan “benih” yang berasal dari
luar negeri yang kemudian “tumbuh subur” di Indonesia.
Agama Kristen juga bisa dikatakan seumpama “barang
impor” dari negara-negera Eropa, Amerika, Australia,
Belanda, Cina, Korea Selatan, dan sebagainya. Demikian
juga agama lain yang sudah ada di Indonesia saat ini
seperti Islam, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu
merupakan “pruduk” yang berasal dari luar negeri.
Sebagai “pruduk” dari luar sudah barang tentu
memiliki warna dan ciri khas yang berbeda dengan budaya
Indonesia. Akibatnya, hasilnya pun melahirkan berbagai
macam aliran dan denominasi gereja yang berbeda
pula. Keanekaragaman aliran dan denominasi gereja ini
telah menimbulkan pertentangan dan persengketaan
sepanjang sejarah perjalanan gereja. Dampak dari semua
ini membuat gereja mengalami perpecahan yang besar
sehingga saling tidak percaya satu dengan lainnya.

Setiap misionaris yang datang ke Indonesia


pasti membawa budaya, aliran, denomi­
nasi, dan kepentingannya m ­ asing-masing.
Misionaris yang benar adalah misionaris
yang dapat berbaur dan menerima ali­­­­ran
dan denominasi sebelumnya.
222 Gereja Pecah

Cikal bakal perpecahan dalam gereja telah dimulai


sebelum agama Kristen masuk di Indonesia. Dalam
catatan Smith (2008:392) perpecahan awal ini dimulai:
Pada tahun 1054 untuk pertama kalinya tampak
perpecahan yang besar, antara Gereja Ortodoks
Timur di Timur dan Gereja Roma Katolik di Barat.
Alasan perpecahan tersebut cukup rumit, baik dari
segi geografis, budaya, bahasa politik, dan agama
itu sendiri...perpecahan besar yang terjadi dalam
Gereja Barat dengan Protestan Reformis dalam abad
ke-16. Agama Protestan, terdiri dari empat aliran
yaitu Baptis, Lutheran, Calvinis, dan Anglikan.
Masing-masing aliran ini masih lagi dibagi menjadi
lebih dari 250 sekte di Amerika Serikat saja.
Terjadinya perpecahan gereja di luar negeri ber­­
dampak negatif perkembangan agama Kristen di Indonesia
yang dibawa oleh para misionaris tersebut. Perpecahan
ini dapat diibaratkan seperti sebatang pohon yang pada
akarnya terjadi kerusakan maka batang dan daunnya
juga mengalami kerusakan yang sama. Pelayanan para
misionaris yang berbeda paham dan aliran gereja menye-
babkan penambahan daftar panjang perpecahan gereja.
Mulai dari reformasi Luther hingga sampai hari ini.
Apabila kita menghitung secara keseluruhan maka
aliran dan denominasi gereja yang sudah terdaftar di
pemerintah sudah mencapai puluhan aliran dan ribuan
denominasi gereja. Tentu masih banyak jumlah aliran dan
denominasi gereja yang belum terdaftar. Lebih menghe­
rankan lagi ada beberapa gereja belum termasuk anggota
BAB IX | Amanat Agung 223

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Padahal


lembaga ini sebagai lembaga gereja tertua di Indonesia.
Umumnya para misionaris yang diutus tentu me­­­
nerima perintah dari organisasi atau aliran gereja yang
mengutusnya. Mereka menjalankan tugas Amanat Agung
dari Tuhan Yesus dengan konsep dan tujuan organisasi
tersebut. Metode dan konsep penginjilan yang diterapkan
pun kadangkala bertentangan dengan budaya serta norma
sosial masyarakat setempat. Kehadiran mereka kadang
ditentang oleh pemerintah dan masyarakat, termasuk
orang Kristen yang sudah menjadi anggota salah satu
denominasi gereja. Mereka datang bukan membawa berita
Injil melainkan budaya, kepentingan pribadi, dan kepent-
ingan aliran mereka masing-masing.
Biasanya misionaris yang datang ke Indonesia tidak
memiliki keahlian dalam bidang teologi agama Kristen.
Dalam aliran Baptis misalnya mendorong kaum awam
untuk berkhotbah tanpa menempuh pendidikan secara
formal kemudian diutus menjadi misionaris. Hal ini dite-
gaskan oleh Marsden (1996:41) bahwa penyimpangan
radikal dari sebagian besar tradisi seperti ini membuat
aliran Baptis menyebar dengan cepat, karena misionar-
is-misionaris Baptis, yang seringkali pendidikannya tidak
seberapa, sambil mengkhotbahkan pesan mereka yang
lebih egaliter.
Fakta lain juga ditambahkan oleh Steenbrink
(1987:86-88) yang menyatakan:
“Orang Amerika memang maju di bidang teknologi
ke tingkat yang paling tinggi, tetapi di bidang keag-
224 Gereja Pecah

amaan pada umumnya agak konservatif, cenderung


menerima naskah kitab suci secara harfiah...
Dari dunia pemikiran seperti itu muncul gereja
atau aliran seperti Gereja Adven (Adventus dalam
bahasa Latin berarti: Kedatangan, yaitu kedatangan
kedua Yesus Kristus) dan kelompok studi, yang
juga menjual majalah-majalah dan publikasinya,
Saksi Yehova (yang akhirnya dilarang di Indonesia).
Gerakan-gerakan ini biasanya dipelopori oleh orang
“awam”, bukan dari kalangan sarjana teologi atau
pimpinan gereja. Demikianlah, antara 1909-1915,
dua orang bersaudara, Lyman dan Milton Stewart
(yang kaya sekali melalui perusahaan minyaknya),
menjadi motor untuk gerakan fundamentalis itu.”
Dengan penuh kerendahan hati kita pun harus
jujur mengakui bahwa akibat pengaruh pelayanan para
misionarislah adanya aliran dan denominasi gereja baru
di Indonesia. Pengetahuan ilmu teologi yang kurang
memadai secara otomatis menimbulkan kesalahan dalam
menafsirkan dan mengaplikasikan berita sukacita dari
Yesus Kristus. Lebih para lagi jika setiap misionaris
memiliki paham baru serta kepentingan tersendiri yang
dibungkus dengan tugas pemberitaan Injil tersebut.
Suatu realita yang pernah terjadi pada jaman Hindia
Belanda dimana adanya pelarangan para misionaris
datang ke Indonesia. Sikap ini bertujuan mencegah perse-
lisihan antara para misionaris ataupun terhadap aliran
dan denominasi gereja yang sudah ada sebelumnya.
Pembatasan ini terjadi sebagai akibat perbedaan teologis.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga
BAB IX | Amanat Agung 225

di seluruh dunia. Misalnya, A.H. Francke (Kuhl, 1998:30)


mengeluh pada tahun 1698 di dalam sepucuk surat
kepada seorang teman bahwa perselisihan-perselisihan
teologis di dalam gereja-gereja Protestan sudah menyerap
begitu banyak tenaga, usaha, dan mencegah pelaksanaan
misi sedunia gereja-gereja Protestan. Namun usaha
pembatasan dan pencegahan ini tidak berlangsung lama.

Kehadiran misionaris pada suatu negara


atau daerah pasti membuat konflik ba­
ru dalam gereja. Misionaris yang memili­
ki sifat bebal maka gereja pasti mengala­
mi perpecahan. Jadilah misionaris yang
menghargai budaya dan gereja yang su­
dah ada sebelumnya.

Pengaruh pelayanan para misionaris merupa­


kan salah satu penyebab terjadinya kontroversi dan
­­
perpecahan dalam agama Kristen. Memang perlu di­­­­­akui
juga bahwa tidak semua misionaris memiliki sikap negatif
semacam itu. Justru pertumbuhan gereja khususnya di
Indonesia adalah berkat perjuangan para misionaris yang
bermotivasi tulus, ikhlas, rela berkorban, penuh dedikasi,
dan tanpa merubah kekristenan yang sudah ada. Untuk
mewujudkan pelayanan para misionaris yang maksimal
dan bermanfaat bagi masyarakat hendaknya menghargai
budaya, adat istiadat, serta aliran dan denominasi gereja
yang sudah ada sebelumnya.
226 Gereja Pecah

E. Amanat Agung Vs Perpecahan Gereja


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama
ini di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa alasan
utama banyaknya aliran dan denominasi gereja berkaitan
dengan tugas Amanat Agung dari Tuhan Yesus. Amanat
Agung merupakan tugas semua orang Kristen. Oleh
sebab itu, siapa pun dan dengan cara apa pun dibe-
narkan untuk memenuhi tugas panggilan itu. Terlihat
sepintas semangat ini perlu mendapatkan apresiasi yang
positif. Akan tetapi, semangat memberitakan Injil dengan
cara dan strategi yang bervariasi juga memungkinkan
timbulnya masalah-masalah baru dalam gereja yang
berakibat negatif seperti saat ini.
Apa yang terdeteksi selama ini menunjukkan adanya
aliran dan denominasi gereja yang selalu menganggap
bahwa cara beribadah dengan menggunakan alat musik
piano dan sikap yang tenang lebih bagus daripada gereja
yang memakai full music dan suasana gaduh dalam gereja.
Begitu pun sebaliknya mengatakan bahwa cara bergereja
dengan sikap tenang merupakan gereja tradisional,
sehingga tidak relevan lagi pada era modern yang serba
canggih. Mereka saling mengklaim gerejanya lebih baik
dari yang lain. Apalagi telah berhasil memberitakan Injil di
daerah belum pernah ada orang Kristennya, menganggap
aliran dan denominasi gereja lain yang sudah ada sebel-
umnya tidak penting lagi.
BAB IX | Amanat Agung 227

Perubahan tata ibadah dan penggunaan


alat musik dalam gereja tentu tidak akan
mempengaruhi keselamatan kita di da­
lam Allah. Beribadahlah kepada Allah de­
ngan penuh keteraturan dan hormat bagi
kemuliaan nama-Nya.

Pada konteks yang lain, mereka melihat keberhasilan


memberitakan Injil dengan adanya jumlah jemaat yang
banyak, gedung gereja besar, gereja yang berpengaruh di
masyarakat, gerejanya sudah lebih awal ada, alat musik
yang lengkap, melakukan baptisan secara berulang-ulang,
baptisan roh, bahasa roh, berbagai mujizat dilakukan,
aktif dalam pelayanan sosial, dan sebagainya. Lebih
ironisnya lagi, mereka saling mencuri anggota jemaat lain
dengan berbagai macam alasan pembenaran diri. Apakah
model dan konsep pemberitaan Injil seperti ini dibenarkan
oleh Tuhan Yesus?
Kita harus akui bahwa setiap orang Kristen memiliki
karunia dan talentanya masing-masing. Setiap aliran
dan denominasi gereja memiliki kelebihan dan kekuran-
gannya sendiri. Sesungguhnya setiap talenta, karunia,
kekurangan, dan kelebihan dari setiap aliran dan denom-
inasi gereja seharusnya bertujuan untuk membangun dan
menyatukan gereja Tuhan. Semakin banyak perpecahan
dalam berbagai aliran dan denominasi telah mengindi-
228 Gereja Pecah

kasikan gereja gagal membawa berita kedamaian di bumi


ini. Mereka lebih menonjolkan perbedaan dan kelebi-
hannya masing-masing.
Tanpa mengurasi rasa hormat bahwa kita semua
harus jujur dan setuju bahwa gereja di Indonesia telah
mengalami perpecahan. Untuk meminimalkan perpecahan
ini langkah awal yang harus dilakukan yaitu setiap
aliran dan denominasi gereja mulai bersatu dan saling
membangun. Kelebihan pribadi pemimpin gereja atau
kelebihan dari setiap aliran dan denominasi gereja yang
satu menjadi kelebihan bagi gereja yang lain. Bagi daerah
yang sudah ada aliran dan denominasi gereja tidak perlu
lagi membawa aliran dan denominasi gereja baru.
Demi memajukan pelayanan di daerah itu maka
harus bergabung dengan gereja yang sudah ada.
Kemampuan dan telenta dalam memberitakan Injil kiranya
diterapkan dalam gereja yang sudah ada tanpa membuka
aliran dan denominasi gereja baru. Demikian pula gereja
yang sudah ada harus membuka diri dan mengadopsi
strategi pelayanan gerejawi yang sifatnya positif dalam
satu misi bersama yaitu memberitakan berita sukacita
kepada semua orang.
Para pemimpin gereja yang memiliki strategi dalam
memberitakan Injil serta talenta lainnya harus didi-
skusikan untuk diterapkan dalam gereja yang sudah ada.
Setiap gereja harus bisa terbuka terhadap perubahan
yang bertujuan positif. Memiliki etika yang baik dalam
menerima paham dari aliran dan denominasi gereja lain.
BAB IX | Amanat Agung 229

Penerimaan ini tidak bertujuan mengubah secara total


model atau strategi pelayanan sebelumnya, tetapi adanya
proses pembelajaran terhadap organisasi gereja baru.
Segala bentuk perubahan dapat diterima sepanjang tidak
bertentangan dengan Firman Allah.
Dasar utama yang penting untuk diperhatikan
dalam konteks ini yaitu Tuhan Yesus tidak pernah
bertujuan atau memerintahkan membentuk aliran dan
denominasi gereja baru dalam rangka mewujudkan tugas
Amanat Agung-Nya. Tuhan Yesus hanya berdoa agar
semua gereja-Nya tidak terus mengalami perpecahan yang
mengerikan. Dia berharap agar kesatuan dan persatuan
dalam gereja-Nya dapat diwujudkan sebelum Dia datang
kembali. Melalui pelayanan para hamba Tuhan dapat
terus memuliakan nama-Nya.
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 231

BAB X
GEREJA MUTLAK BERSATU

A. Doa Tuhan Yesus


Sepanjang kehidupan Tuhan Yesus adalah doa.
Sejak kelahiran sampai kini Dia tetap berdoa. Dia berdoa
bagi orang Kristen maupun non-Kristen. Pada saat
masih bayi dan belum bisa berbicara sekalipun Dia tetap
berdoa. Dalam usia yang kedelapan hari Dia dibawa oleh
orangtua-Nya ke Bait Allah untuk berdoa (Lukas 2:21-40).
Tidak mengherankan jika pada usia yang ke-12 tahun,
Dia pergi sendiri ke Bait Allah untuk belajar dan berdoa
(Lukas 2:41-52). Dia berdoa bukan hanya satu kali, atau
tiga kali (pagi-siang-malam), atau lima kali (lima waktu),
melainkan dilakukan-Nya dengan berkali-kali dalam
setiap hari dan waktu yang ada. Doa menjadi salah satu
prioritas utama bagi hidup dan pelayanan Yesus.

231
232 Gereja Pecah

Yesus berdoa tanpa mengenal ruang dan


waktu. Marilah berdoa sepanjang kita
­bernafas dan memiliki kesempatan untuk
berdoa. Tanpa doa hidup manusia pasti
­
hampa.

Dengan melihat kehidupan Tuhan Yesus yang


penuh dengan doa, maka setiap kita yang percaya kepa-
da-Nya diajar untuk berdoa. Doa adalah nafas hidup bagi
orang Kristen. Karena begitu pentingnya peranan doa
bagi hidup orang Kristen maka Joseph Tong (2006:159)
menegaskan bahwa kita berdoa bukan saja karena doa
merupakan respon lahiriah kemanusiaan, melainkan
karena doa adalah suatu jawaban kita terhadap kasih
dan kemurahan Allah. Orang Kristen berdoa bukan untuk
mendapatkan sesuatu dari Tuhan, tetapi salah satu cara
mengucap syukur atas pemberian Tuhan.
Orang Kristen patut bersyukur kepada Allah di
dalam Yesus Kristus karena masih diberi kesempatan
untuk datang berdoa kepada-Nya. Doa merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam hidup manusia. Apapun
suku bangsanya, budayanya, etnisnya, bahasanya,
miskin atau kaya, terpelajar atau awam, pendeta atau
jemaat semuanya harus berdoa. Melalui kuasa doa dapat
mengerti rahasia Tuhan atas hidup kita.
Dari sejumlah doa Tuhan Yesus sejak kelahiran-Nya
sampai saat ini, salah satu doa yang mengharapkan gere-
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 233

ja-Nya untuk bersatu yaitu doa yang dicatat oleh rasul


Yohanes. Firman Tuhan berkata: “Dan bukan untuk
mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-
orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;
supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau,
ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar
mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah
memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau
berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama
seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau
di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu,
agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus
Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti
Engkau mengasihi Aku” (Yohanes 17:20-23).
Menurut Harrison (2008:375) seorang Profesor
Perjanjian Baru di Fuller Theological Seminary menjelaskan
bahwa doa ini adalah doa agung Tuhan Yesus di mana
memasukan diri-Nya sendiri di dalam doa ini, tetapi
perhatian-Nya yang utama adalah pada para murid-Nya.
Doa ini sarat dengan makna rohaniah, baik bagi Yesus,
murid-murid-Nya, maupun semua orang percaya. Di sini
Tuhan Yesus ikut bergumul tentang apa yang dirasakan
oleh murid-Nya dan seluruh orang Kristen yang betapa
sulitnya mewujudkan persatuan dan kesatuan gereja-Nya
di seluruh dunia, termasuk gereja-gereja yang ad­
a di
­­­
Indonesia.
234 Gereja Pecah

Doa Tuhan Yesus ini merupakan doa terakhir di


Taman Getsemani sebelum ditangkap oleh prajurit dan
penjaga Bait Allah pada saat itu. Lebih tepatnya lagi, doa
ini diucapkan sebelum Yudas Iskariot memeluk serta
mencium-Nya dengan sikap yang penuh kemunafikan
serta pengkhianatan kepada-Nya (Markus 14:43-44). Isi
doa Tuhan Yesus yang terakhir ini memang tidak dicatat
secara detail oleh rasul Matius, Markus, maupun Lukas,
melainkan hanya rasul Yohanes yang menguraikannya
lebih mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa Yohanes
sebagai murid yang lebih dekat dengan Yesus mengerti
arti pentingnya makna persatuan dan kesatuan umat
Tuhan di segala waktu dan tempat.

Tuhan Yesus berdoa agar gereja-Nya ber­


satu. Yesus masih tetap berdoa di ­sorga
sampai sekarang agar semua umat-Nya
hidup dalam keharmonisan dan keru­
kunan.

Apabila kita merenungkan kembali kisah perjalanan


kehidupan umat Israel pada Perjanjian Lama, kehidupan
para rasul pada Perjanjian Baru, dan kehidupan orang
Kristen sampai saat ini menunjukkan bahwa persatuan
dan kesatuan sebagai Tubuh Kristus belum pernah
terwujud. Persekutuan umat Tuhan yaitu Gereja-Nya telah
lama mengalami perpecahan. Adanya perbedaan antara
budak dan orang merdeka, hamba dan tuan, Yahudi dan
Yunani, golongan Paulus dan Apolos, golongan Kefas
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 235

dan Kristus, perbedaan aliran dan denominasi gereja,


perbedaan baptisan percik dan selam, Kristen kaya dan
miskin, dan sebagainya. Semua perbedaan-perbedaan ini
terus diperdebatkan dan dijadikan sengketa hingga kini.
Jika perbedaan yang sering ditonjolkan maka gereja
pasti mengalami perpecahan. Gereja tidak bisa bersatu
pada tataran sikap ini. Yesus adalah manusia sejati dan
Allah sejati mengetahui apa yang akan terjadi bagi gere-
ja-Nya ke depan. Bahkan perpecahan sudah mulai terasa
ketika Dia melayani selama tiga setengah tahun di dunia
ini. Misalnya, perpecahan antara kesebelas murid dengan
Yudas Iskariot yang telah memisahkan diri serta pergi
menjual Yesus kepada imam-imam kepala seharga 30
keping perak pada saat Dia berdoa di taman Getsemani
(Matius 26:14-15; Markus 14:43-44). Setelah kematian
Yesus kesebelas murid-Nya juga bercerai-berai dan
kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.
Perpecahan gereja juga terasa pada masa pelayanan
rasul Paulus di dalam jemaat Korintus. Paulus mengin-
gatkan mereka dengan kuasa Firman Tuhan: “Tetapi aku
menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan
kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan
ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya
kamu erat bersatu dan sehati sepikir. Sebab pertama-tama
aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai
Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, supaya jangan
terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggo-
ta-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan (1
Korintus 1:10; 11:18; 12:25).
236 Gereja Pecah

Kita yakin sampai saat ini Tuhan Yesus di sorga


terus mendokan gereja-Nya agar cepat bersatu. Namun
perpecahan demi perpecahan terus saja terjadi bukan
hanya pada masa pelayanan para rasul Paulus, tetapi
perpecahan ini pun terjadi sampai saat ini. Perpecahan
yang terjadi telah menyimpang dari pesan Tuhan Yesus.
Berdasarkan Firman Tuhan dalam Yohanes 17:20-23
membuktikan Yesus sangat peduli, prihatin, dan meng-
harapkan kesatuan bagi gereja-Nya. Dalam doa ini Yesus
menangis serta berseru dengan mengucapkan 3 kali
kalimat, yaitu: “supaya mereka semua menjadi satu”;
“supaya mereka menjadi satu”, dan “supaya mereka
sempurna menjadi satu”.
Predikat “menjadi satu” merupakan kehendak Yesus
Kristus dalam isi doa-Nya. Berdasarkan kesaksian Alkitab
menegaskan bahwa Doa Agung ini bertujuan supaya
semua orang percaya atau Gereja-Nya bersatu (Kolose
3:15). Demi terwujudnya kebersatuan gereja-Nya maka
semua pemimpin gereja dan orang Kristen harus berdoa.
Menurut Joseph Tong (2006:160) bahwa gereja
yang berdoa damai dan subur, tetapi gereja yang tak
berdoa picik dan lemah. Perkataan ini dapat memberi
kita semangat sekaligus sikap intropeksi diri terhadap
kualitas doa kita selama ini. Jadi, gereja harus berdoa
demi tercapainya kesatuan gereja-Nya. Tujuan akhir dari
“menjadi satu” merupakan suatu proses untuk menuju
yang “sempurna”. Kesempurnaan yang dimaksud yaitu
sempurna menjadi satu sesuai kehendak Allah Tritunggal
yaitu Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 237

B. Berbeda Tetapi Oikumene


Selain Injil Yohanes 17:20-23 yang menjadi tema
sentral kebersatuan gereja, maka surat Paulus kepada
jemaat Filipi juga menekankan hal yang sama. Dalam Filipi
2:1-11 memaparkan tentang sikap Paulus menasihati
jemaat yang terancam dalam perpecahan. Jemaat
Filipi sudah mulai terbentuk faksi-faksi yang saling
bermusuhan satu sama lain. Dalam situasi itu Paulus
menekankan supaya mereka menjadi satu. Nasihat itu
berdasarkan kehendak Kristus agar gereja-Nya utuh dan
bersatu sebelum kedatangan-Nya kembali.
Rasul Paulus menasihati agar jemaat tetap sehati
sepikir, satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan, saling
merendahkan diri serta saling mengasihi. Di sinilah
Paulus sebagai rasul Kristus minta agar jemaat jangan
menuruti kemanusiaan mereka, tetapi supaya berpikiran,
berperasaan, dan meneladani Kristus Yesus dalam
seluruh aspek kehidupannya. Melalui kesatuan orang
Kristen menjadikan dunia ini pun dapat bersatu.
Kita harus mengakui secara jujur bahwa aliran dan
denominasi gereja di Indonesia sampai saat ini sangat
banyak. Jumlah yang sangat banyak inilah menunjukkan
gereja yang satu berbeda dengan lainnya. Semakin hari
perbedaan ini semakin ditonjolkan, sehingga tujuan
utama gereja untuk memberitakan kabar sukacita kepada
semua orang sering mengalami masalah. Orang Kristen
yang sejatinya menjadi duta Kristus justru menjadi batu
sandungan bagi agama lain.
238 Gereja Pecah

Pertambahan serta perbedaan aliran dan deno­


minasi gereja di Indonesia mengindikasikan kesatuan
gereja belum bisa tercipta sampai sekarang ini. Hanya
sebagian kecil pemimpin gereja dan orang Kristen yang
memimpikan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan
gereja-Nya. Bersatunya gereja Tuhan merupakan sebuah
harapan baru dan indah yang tidak perlu ditawar lagi.
Oleh sebab itu, salah satu wadah untuk mewujudkan
kesatuan tersebut yaitu gerakan oikumenisme.

Perbedaan tidak selamanya dipertentang­


kan, tetapi perbedaan bisa berdampingan.
Tanpa perbedaan tidak mungkin menger­
ti akan kekurangan dan kelemahan kita.
Perbedaanlah yang membuat kita bersa­
ma dan berbahagia.

Kata “oikumene” dalam bahasa Yunani terdiri dari


dua kata yaitu: “oikos” artinya rumah, tempat tinggal,
sedangkan kata ‘menein” yang berarti tinggal. Secara
harafiah “oikumene” berarti “rumah yang didiami”. Dalam
arti tempat, “oikumene” berarti dunia yang didiami (Luk.
4:5; Rm. 10:18; Ibr. l:6). Dalam arti politik, Injil Lukas
menyebutkan kaisar Agustus mengadakan sensus di
“seluruh dunia” yang berarti seluruh wilayah jajahan
Romawi (Luk. 2:1). Dalam kitab Ibrani kata “dunia”
dipakai dalam arti teologis yaitu dunia yang telah dita-
klukkan dan disatukan di bawah pemerintahan Kristus
(Ibr. 2:5). Dalam gerakan oikumene ini terkenal semboyan
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 239

“Ut Omnes Unum Sint”, artinya “Supaya Semua Men­jadi


Satu.”

Kesatuan gereja Tuhan merupakan harga mutlak.


Oleh sebab itu, konsep kesatuan inilah harus bisa
diaplikasikan oleh beberapa gereja di seluruh dunia yang
kita kenal dengan nama Dewan Gereja-gereja di Dunia
(DGD) sejak tahun 1948. Selanjutnya gerakan oikumenis
ini pun terbentuk di Indonesia dengan nama Dewan Gere-
ja-gereja di Indonesia (DGI) pada tanggal 25 Mei 1950 di
Jakarta. Dalam struktur awalnya, DGI diketuai oleh Prof.
T.S. Gunung Mulia dan Sekretaris Ds. W.J. Rumambi.
Beberapa tahun kemudian DGI berubah menjadi Perse-
kutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada sidang raya
di Ambon tahun 1984 dan istilah PGI masih tetap dipakai
sampai sekarang ini.
Penyebab munculnya berbagai aliran dan denomi­
­nasi gereja, antara lain adanya luas wilayah pelayanan,
adanya pengaruh dari berbagai jenis filsafat duniawi,
kurang tegas dan ketatnya pengajaran tentang Kristen,
dan berbagai jenis motivasi individu muncul dalam
pelayanan gerejawi. Semua yang disebutkan itu membuat
masing-masing pemimpin gereja atau orang Kristen
menjadi berbeda pendapat. Selain itu pemahaman atau
cara pandang terhadap suatu doktrin dalam kekristenan
terus menjadi sorotan. Sikap ini pemicu munculnya
rasa tidak suka dan tidak puas pada gereja sebelumnya.
Akibatnya, keinginan untuk melepaskan diri dari gereja
induk serta membuat aliran atau denominasi baru yang
240 Gereja Pecah

ideal menurut pemahamannya masing-masing.


Berbagai macam pandangan negatif yang dianggap
sebagai kelompok murtad dan bidat atau sesat. Pemberian
nama dan label pada aliran dan denominasi gereja
merupakan pemikiran manusia yang berdosa. Tuhan
Yesus tidak pernah merencanakan gereja-Nya untuk
terbagi dalam berbagai aliran dan denominasi. Para rasul
sendiri tidak pernah menganjurkan adanya perpecahan
dalam agama Kristen. Sebab Kristus itu adalah satu dan
tidak pernah dibagi-bagi (1 Korintus 1:10). Dan tidak ada
ayat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru
yang menganjurkan bahwa terbentuknya sebuah aliran
dan denominasi gereja itu adalah alkitabiah.
Harapan terwujudnya kesatuan seluruh gereja
di Indonesia merupakan komitmen bersama seluruh
komponen orang Kristen. Kendati lembaga PGI sudah lama
berada di tengah gereja dan bangsa ini, tetapi belum bisa
menyatukan berbagai perbedaan organisasi gereja sampai
saat ini. Walaupun PGI sudah bekerja keras namun
sejalan dengan usaha mereka dalam menyatukan gereja
justru aliran dan denominasi gereja pun ikut bertambah.
Adanya aliran dan denominasi gereja yang menolak dan
membentuk lembaga lain untuk mengakomodir seluruh
bidang pelayanan gerejanya.
Gerakan oikumenis selain PGI ikut juga berkembang
pesat di Indonesia. Beberapa di antaranya: Dewan Pante-
kosta Indonesia (DPI), Persekutuan Injili Indonesia (PII),
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 241

Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII),


Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI),
Persekutuan Baptis Indonesia (PBI), Persekutuan Gereja
dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Persekutuan Gere-
ja-Gereja Mandiri Indonesia (PGMI), Persekutuan Gereja
Orthodox di Indonesia (PGOI), Persekutuan Gereja Penta-
kosta Indonesia (PGPI), dan sebagainya. Selain itu ada
juga gerakan oikumenis lokal yang melayani pada setiap
Propinsi, Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa.
Pada awalnya gerakan paguyuban ini hanya bertujuan
untuk belajar memahami serta berusaha menerima
perbedaan yang ada.
Beberapa gerakan oikumenis lokal yang sudah ada
di Indonesia, yaitu:
a. Sinode Am Gereja-gereja Sulawesi Utara/Tengah
(SAG SULUTTENG).
b. Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK).
Jumlah POUK saat ini sekitar 79 di seluruh
Indonesia yang melayani orang Kristen di
pemukiman atau perusahaan tertentu.
c. Badan Kerjasama Kegiatan Kristen (BK3).
d. Badan Kerjasama Antar Gereja (BKSAG).
e. Forum Komunikasi Antar Gereja (FKAG).
f. Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG).
g. Bali Partnership yaitu wadah pelayanan bersama
di daerah Bali, dan sebagainya.
242 Gereja Pecah

Perbedaan organisasi menunjukkan se­


buah identitas kekuasaan. Orang yang
haus kekuasaan adalah orang yang me­
misahkan diri dari kelompoknya. Haus
kekuasaan tidak akan membawa seseo­
rang hidup dalam kedamaian.

Keberadaan gerakan oikumenis nasional, lokal,


dan konsep penyatuan gereja yang dikumandangkan
oleh beberapa teolog maupun pemimpin gereja belum
bisa menyatukan gereja sebagaimana harapan Tuhan
Yesus. Semakin banyak organisasi oikumenis sesung-
guhnya gereja menunjukkan dirinya telah mengalami
perpecahan yang semakin besar. Memang perpecahan
dalam agama Kristen Katolik tidak separah dengan agama
Kristen Pro­testan. Perpecahan gereja selama ini dimulai
dari perbedaan paham, pendapat, gaya kepemimpinan,
doktrin, bentuk gereja, strategi penginjilan, organisasi
gerja, dan lain-lain.
Fenomena perpecahan dalam agama Kristen
Pro­testan yang sedang terjadi saat ini jika tidak disikapi
dengan bijaksanana serta terbeban untuk membena-
hinya, maka dipastikan akan menjurus pada perpecahan
gereja secara besar-besaran pada beberapa tahun ke
depan. Kemungkinan besar perpecahan semacam inipun
akan dipergunakan oleh golongan dan oknum tertentu
untuk menindas kekristenan di Indonesia. Waspadalah
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 243

akan kemungkinan buruk tersebut!


Tuhan Yesus terus berdoa hingga kini agar gere-
ja-Nya tetap bersatu. Memang banyaknya aliran dan
denominasi gereja saat ini tentu sangat sulit mencapai
kesatuan. Memang aliran dan denominasi gereja yang
sudah ada, secara manusia tidak mungkin untuk dilebur
menjadi satu aliran atau denominasi gereja saja. Akan
tetapi, setidaknya ada niat bersama seluruh orang Kristen
untuk menyatukan gereja-Nya mulai dari diri sendiri serta
tiap organisasi gereja yang sudah ada di bumi pertiwi ini.
Ketika Yesus Kristus datang kembali ada sejuta
harapan bahwa gereja-Nya telah bersatu menjadi “Gereja
Kristus”. Gereja Kristus berarti gereja yang dipimpin
secara langsung oleh Kristus tanpa menonjolkan aliran
atau denominasi tertentu. Oleh sebab itu, langkah awal
yang bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan Gereja
Kristus, adalah menghindari perpecahan gereja yang baru,
tidak membentuk aliran dan denominasi gereja baru, dan
saling menerima perbedaan yang ada tentunya.

C. Bersatu Dalam Misi Bersama


Setiap orang yang dipanggil oleh Allah dari berbagai
bangsa, suku, ras, etnis, bahasa, dan budayanya masing-
masing di dikumpulkan untuk menjadi satu tubuh
dengan-Nya. Relevansi penyatuan ini bisa dilihat dengan
memiliki gedung gereja sebagai simbol dan identitas
kebersamaan orang Kristen di seluruh dunia. Ketika
masyarakat melihat gedung gereja maka di sana pasti ada
244 Gereja Pecah

orang Kristen. Gedung gereja berfungsi sebagai tempat


beribadah kepada Allah dan sekaligus menjadi sarana
persekutuan di antara orang Kristen yang berasal dari
berbagai tempat, bahasa, aktivitas, dan kebudayaan
mereka masing-masing.
Dalam sebuah gedung gereja dilaksanakan berbagai
kegiatan kerohanian seperti menyanyi, bersaksi, berdoa,
memberi persembahan, mengadakan perjamuan kudus,
membaptis, sidi, pemberkatan pernikahan, dan yang lebih
penting lagi membaca serta merenungkan Firman Tuhan.
Semua kegiatan yang dilakukan pada dasarnya bertujuan
untuk memuliakan Allah serta menyampaikan visi-mi-
si-Nya kepada semua masyarakat. Dalam gedung gereja
juga jemaat merasakan pentingnya belajar menerima
perbedaan yang ada.
Satu persekutuan dimulai dari pemaha­man ser­­­­­­­­ta
pengakuan tentang adanya satu Gere­ja yang esa. Kemu-
dian pengakuan ini diikatkan dalam kasih dan kuasa
Allah Tritunggal pemilik gereja yang sesungguhnya.
Allah yang memimpin gereja untuk bersatu dalam melak-
sanakan mi­­­si memberitakan Injil kepada semua orang.
Dalam perjalanan sejarah gereja dalam dunia ini, mulai
dari Utara, Selatan, Barat, dan Timur menunjukkan
bahwa orang percaya kepada Yesus Kristus dipanggil dan
dituntun oleh Roh Kudus untuk menjadi satu persekutu-
an serta menjadi kesaksian hidup di masyarakat (Lukas
13:29; Matius 8:11). Dalam keesaan inilah semua orang
Kristen terpanggil serta bergerak tanpa henti mewujud-
kan misi Yesus Kristus untuk menyelamatkan semua
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 245

orang berdosa di seluruh dunia.

Perbedaan tidak selamanya menjadi mo­


mok yang menakutkan, sebaliknya bisa
menjadi kekuatan untuk memberitakan
Injil di seluruh dunia. Tercapainya kerin­
duan ini jika saling menerima perbedaan
yang ada.

Misi Tuhan Yesus di dunia ini yaitu menging-


inkan agar tiada satu pun manusia di dunia ini tersesat,
melainkan memperoleh anugerah keselamatan dari-
Nya. Kendati aliran dan denominasi gereja serta strategi
penginjilan memiliki banyak perbedaan, tetapi diharapkan
tetap bersama dalam memberitakan Injil-Nya. Seiring
menjalankan misi agung ini, Yesus tetap mendoakan
agar semuanya bersatu baik yang sudah mendengar Injil
maupun yang baru percaya kepada-Nya. Dengan demikian,
kita memiliki harapan yang sama agar semua aliran dan
denominasi gereja di Indonesia dan dunia pada umumnya
kembali pada rencana Allah semula yaitu bersatu. Kita
harus menjalankan visi-misi Kristus di dunia ini sampai
Dia datang kembali (Galatia 3:28).

D. Bersatu Itu Mutlak


Persatuan dan kesatuan seperti apakah yang
didoakan oleh Tuhan Yesus? Jawabannya sangat
sederhana agar semua gereja-Nya bersatu menjadi
Gereja Kristus! Gereja Kristus adalah gereja yang meng-
246 Gereja Pecah

hadirkan Kristus dalam seluruh pelayanan gereja tanpa


menonjolkan aliran dan denominasi, doktrin, sistem
pemerintahan, pengakuan gereja besar atau kecil, dan
pemimpin yang berkharisma atau pun sederhana. Bersa-
tunya gereja Tuhan menjadi tanggung jawab semua
orang Kristen. Kesatuan yang dimaksud mulai dari murid
pertama Tuhan Yesus sampai kepada orang Kristen di
seluruh dunia sampai Dia datang kembali.
Perlu disadari bahwa kesatuan merupakan alat
kesaksian kita supaya dunia ini percaya akan Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat.
Yesus sendiri menghendaki supaya semua gereja-Nya
bersatu. Karena itu panggilan supaya menjadi satu ini
tidak perlu dianggap sepele. Kita menyikapi panggilan
untuk bersatu tentu tidak boleh bertolak dari suatu sikap
mau atau pun tidak mau, senang atau pun tidak senang,
dan tidak ada tawar-menawar di dalamnya. Gereja harus
bersatu dan mutlak adanya.
Mengingat pentingnya gereja bersatu adalah mut-
lak, maka pergumulan tentang keesaan gereja menjadi
tanggung jawab semua orang Kristen. Memang upaya
mewujudkan keesaan gereja telah memakan wak­­­­tu pan-
jang baik di tingkat internasional maupun nasio­­­­­
nal.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) misalnya
pernah memperjuangkan keesaan secara nasional pada
tahun 1967 di Makassar. Dalam rumusan ini kepelbaga-
ian atau perbedaan itu diakui dan diterima. Gereja satu
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 247

sama lain memang berbeda-beda, tatapi harus bersatu.


Segelintir pemimpin Kristen yang memahami secara be-
nar makna doa Tuhan Yesus pasti menerimanya secara
tulus. Akan tetapi, sebagian pemimpin yang memiliki am-
bisi pribadi serta kelompoknya justru menolaknya sampai
saat ini.
Dalam mewujudkan kesatuan gereja-Nya tentu kita
memiliki keterbatasan, tetapi atas kehendak Allah, Yesus
Kristus, dan kuasa Roh Kudus pasti gereja-Nya bersatu.
Kapan dan dimulai dari gereja yang mana semuanya masih
dalam rahasia-Nya. Oleh sebab itu, perlu kita memiliki
keyakinan iman dan pengharapan akan terwujudnya
gereja Tuhan tetap bersatu. Sebab, Harrison (2008:379)
mengingatkan kita bahwa iman merupakan syarat yang
diperlukan untuk menikmati hidup dari Allah dan karena
itu juga untuk memasuki kesatuan yang mula-mula
terdapat di dalam ke-Allahan dan kemudian di dalam
Tubuh Kristus, yaitu Gereja.
Selain prinsip di atas, kesatuan gereja juga dapat
diawali melalui kehidupan spiritual setiap pemimpin gereja
dan orang Kristen secara keseluruhan. Sebagaimana
Paulus menuliskan: Tunjukkanlah kasihmu dalam hal
saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan
Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh (Roma 12:5;
I Kor. 12:12, 20), dan satu Roh (I Kor.12:4), sebagaimana
kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang
terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan (I Kor.8:6;
248 Gereja Pecah

12:5), satu iman, satu baptisan, satu Allah (I Kor.8:6;


12:6) dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan
oleh semua dan di dalam semua (I Kor. 12:4-6; Filipi 2:2).

E. Bertumbuh Tetapi Bersatu


Firman Tuhan menegaskan kepada kita bahwa
seluruh umat Kristen adalah satu karena mengimani
serta memiliki Tuhan yang sama yaitu Allah Bapa, Yesus
Kristus, dan Roh Kudus. Gereja adalah tubuh Kristus
yang kelihatan di dunia ini (Kolose 1:18; Efesus 1:23) seka-
ligus Kristus adalah Kepala atas seluruh orang Kristen
(Efesus 1:22; 4:15). Pada kenyataannya gereja terpecah
belah dalam berbagai aliran dan denominasinya masing-
masing. Lebih menyedihkan lagi karena satu sama lain
saling bersaing dalam perebutan anggota jemaat untuk
melegitimasi gerejanya telah mengalami pertumbuhan
yang hebat.
Pertumbuhan gereja tidak bisa dilihat dari pertam-
bahan jumlah anggota gereja semata, melainkan kualitas
anggota jemaat dalam menjunjung tinggi nilai keesaan
gereja itu sendiri. Apabila kita melihat kembali semua
orang Kristen mula-mula yang menjadi percaya kerena
mendengar Injil, memberikan diri mereka dibaptis, mereka
memasuki persekutuan orang percaya yang sehati, sejiwa,
saling membantu, dan saling menyayangi. Kesatuan
mereka adalah sedemikian rupa eratnya sehingga mereka
disukai oleh banyak orang termasuk yang belum percaya
sama sekali. Pada akhirnya jumlah mereka semakin
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 249

bertambah karena diberkati oleh Tuhan (Kisah Para Rasul


2:41-47). Belajar dari pertumbuhan gereja mula-mula
itulah kita makin menjadi yakin bahwa tidak ada kuasa
duniawi yang mampu menghalangi karya Tuhan dalam
memberikan pertumbuhan bagi gereja-Nya.
Keesaan gereja betul-betul terwujud apabila semua
orang Kristen mengatasi segala hal yang memisahkan
mereka satu sama lain. Semua orang Kristen harus menya-
takan secara jelas kesatuan mereka dalam Kristus Yesus
melalui ibadah bersama, kesaksian bersama, pelayanan
bersama, dan organisasi bersama. Untuk mencapai
seluruh bentuk kebersamaan ini maka diperlukan sikap
ketulusan, kekudusan, kebenaran, dan keterbukaan.
Doa Tuhan Yesus tentang kesatuan gereja-Nya bukan
saja ditujukan kepada murid-murid-Nya pada waktu itu,
tetapi seluruh orang Kristen dari berbagai tempat dan
waktu sampai saat ini.
Prinsip-prinsip keesaan gereja bukanlah hasil
pikiran dan hasil kerja manusia, melainkan Yesus sendiri
yang menginginkannya. Dengan demikian keesaan itu
adalah keesaan di dalam Kristus. Keesaan gereja-Nya
merupakan suatu kesaksian kepada dunia, agar dunia
percaya bahwa Yesus Kristus telah diutus oleh Allah Bapa
sebagai Tuhan dan juru selamat bagi semua manusia
yang bersatu dengan-Nya. Persekutuan tubuh Kristus
itu bukanlah suatu keseragaman tapi bukan pula keter-
pisahan. Persekutuan tubuh Kristus terdiri atas berbagai
250 Gereja Pecah

anggota, karunia, dan talenta masing-masing, tetapi


diikat menjadi satu kesatuan dalam lembaga rohani yaitu
Gereja Kristus.
Dengan keyakinan iman bahwa gereja sempurna
menjadi satu adalah harapan dan doa kita semua. Sekali
lagi harus disadari bahwa kesatuan gereja tidak dapat
dicapai dengan usaha manusia semata, tetapi oleh kemu-
rahan dan anugerah dari Allah Tritunggal yang dapat
mengubahkan setiap hati pemimpin gereja dan orang
Kristen di seluruh Indonesia khususnya dan dunia pada
umumnya. Kesatuan gereja bukan hanya untuk kepuasan
serta kepentingan aliran dan denominasi gereja tertentu
saja, tetapi kehendak Kristus Yesus atas gereja-Nya.
Perwujudan kesatuan gereja harus direkatkan dengan
kasih Kristus bagi umat-Nya. Selanjutnya, kasih itu terus
diaplikasikan antara sesama pemimpin gereja dan seluruh
orang Kristen.
Dengan demikian, keesaan itu merupakan anugerah
dan sekaligus panggilan dari Tuhan atas semua orang
percaya. Dalam mewujudkan panggilan agung dari
Tuhan hasilnya harus menjadi nyata. Penyatuan gereja
adalah pekerjaan yang paling berat karena berbagai
aliran, denominasi, dan kepentingan sudah berakar dan
tumbuh subur di Indonesia. Wadah oikumenis dapat dija-
dikan referensi, sarana, dan langkah awal persatuan ini.
Gereja harus selalu bersaudara dan berpartisipasi dalam
berbagai kepentingan bersama. Setiap gereja harus ikut
merasakan penderitaan orang lain dan hidup rukun dari
BAB X | Gereja Mutlak Bersatu 251

berbagai aliran serta denominasi gereja mana pun. Gereja


harus terus bertumbuh sampai semua orang di seluruh
dunia mendengar Injil Tuhan.

Apapun aliran dan denominasinya, ma­


ka gereja mutlak bersatu sebelum Tuhan
Yesus datang kedua kalinya. Gereja yang
bersatu adalah gereja yang mengakui
kepemimpinan Kristus bagi gereja-Nya.
BAB XI | Kesimpulan 253

BAB XI
KESIMPULAN

Kita patut mengucapkan syukur kepada Allah


Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal)
atas anugerah dan kesempatan yang diberikan bagi kita,
sehingga ada waktu menerima berita sukacita dari Injil
sampai hari ini. Dengan pemahaman Injil yang benar maka
dapat membuat kita mengerti jalan keselamatan serta
sekaligus menjadi alat bagi Dia untuk menyelamatkan
orang lain. Hampir semua daerah, suku, bahasa, budaya,
dan golongan masyarakat di Indonesia telah mendengar
Injil. Dapat dikatakan bahwa pemberitaan Injil telah nyata
mengalami pertumbuhannya selama ini.
Tidak semua orang atau bangsa yang dapat memiliki
kesempatan untuk menerima Injil. Oleh karena itu, ketika
ada kesempatan untuk mendengar Injil yang disampaikan
oleh seseorang atau melalui sarana penginjilan lainnya,
janganlah keraskan hatimu!? Terimalah Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamatmu secara pribadi dengan

253
254 Gereja Pecah

tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan di dalam


gereja-Nya.
Seiring pertumbuhan pekabaran Injil tersebut maka
berbagai aliran dan denominasi gereja pun mengalami
peningkatan. Melihat kondisi ini menunjukkan bahwa
gereja-gereja di Indonesia telah mengalami perpecahan
(skisma). Fenomena yang sama pula terjadi di gereja-gereja
belahan dunia lainnya. Penyebab utama perpecahan gereja
ini pada umumnya karena perbedaan doktrin, sistem
kepemimpinan, strategi penginjilan, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan semacam inilah yang menimbulkan
reaksi dari setiap pemimpin gereja dan beberapa orang
Kristen tidak mau menerima keberadaan gereja yang baru
atau pun gereja yang sudah ada sebelumnya. Mereka
saling mempertahankan keeksistensi gerejanya masing-
masing serta merasa dirinya paling benar dan alkitabiah.
Ketika gereja kehilangan jati dirinya sebagai lembaga
agama atau lembaga kerohaniaan, maka pada saat itulah
kekuasaan, hegemoni, penindasan, kebohongan, dan
keserakahan semakin tumbuh subur serta menggerogoti
seluruh sendi-sendi kehidupan iman umat Kristen. Segala
bentuk kebijakan pemimpin gereja menjadi sumber
konflik, baik dalam gereja itu sendiri maupun terhadap
aliran dan denominasi gereja lain. Akibatnya situasi ini
dapat dipakai oleh pihak tertentu untuk mengadu domba
umat Kristen.
Alasan retorika banyaknya aliran dan denomi­
­nasi gereja sering dijadikan pembenaran dalam konteks
pemberitaan Injil. Strategi ini dianggap mampu dan cepat
BAB XI | Kesimpulan 255

dalam menyampaikan berita sukacita ini. Tentu alasan


ini tidak benar jika melihat pertumbuhan umat Kristen
sampai saat ini. Dalam kenyataannya umat Kristen belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Justru saling
“mencuri” anggota jemaat dari gereja lain. Metode pengin-
jilan yang dilakukan kadang bertentangan dengan Alkitab
serta menyinggung organisasi gereja lain. Konsep berpikir
seperti ini sangat tidak relevan dengan harapan dan
tujuan Tuhan Yesus dalam melaksanakan tugas Amanat
Agung itu sendiri. Dia menghendaki agar pemberitaan
Injil dilakukan secara benar tanpa harus ada aliran dan
denominasi gereja yang banyak.
Apabila kita semua setuju bahwa gereja selama ini
baik di Indonesia maupun di luar negeri telah mengalami
perpecahan yang besar. Padahal kita tahu bahwa agama
Kristen Protestan masih dalam satu agama, Alkitabnya
secara keseluruhan masih sama, Tuhan yang disembah
adalah Allah Tritunggal. Marilah kita berjuang bersama
untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam gereja
Tuhan. Jangan lagi kita menambah aliran dan denominasi
gereja baru, melainkan berusaha untuk menyatukannya
kembali. Setiap kita harus bisa menerima perbedaan yang
ada sebagai langkah menuju kebersamaan. Marilah bersa-
ma-sama mulai mewujudkan kebersamaan dan kesatuan
itu dalam hal yang kecil menuju pada kesempurnaan yang
dikehendaki oleh Kristus.

Semua harapan ini tidak akan terwujud apabila


pribadi tiap pemimpin gereja telah tertanam sikap egosen-
tris. Mereka tidak pernah mengindahkan Doa Agung
256 Gereja Pecah

Tuhan Yesus yang menghendaki agar gereja-Nya tetap


bersatu. Yesus terus berdoa sampai kini supaya gere-
ja-Nya bersatu di dalam kepelbagaian yang ada sebelum
kedatangan-Nya kembali. Keesaan gereja Tuhan mutlak
harus diwujudkan tanpa meninggalkan misi utama yaitu
memberitakan Injil yaitu kabar sukacita kepada semua
orang di seluruh dunia.
Marilah kita bertobat kepada Allah atas apa yang
kita lakukan selama ini dalam gereja-Nya. Marilah kita
memberitakan Injil dengan cara yang benar dan elegan,
sehingga hormat dan kemuliaan hanya bagi Allah.
Bukan keegoisan pribadi, apalagi menonjolkan aliran
dan denominasi gereja masing-masing. Dalam mewu-
judkan persatuan dan kesatuan gereja Kristus di seluruh
Indonesia tentu bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi,
sebagai orang percaya harus memiliki kerinduan dan
keyakinan akan kesatuan gereja Tuhan tersebut. Bukan
saja di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Oleh karena
itu, beberapa pokok pikiran yang perlu kira renungkan
secara bersama-sama, yaitu:
1. Setiap pemimpin gereja mulai dari Pendeta,
Penginjil, Mejelis Jemaat, dan Majelis Sinode
harus memahami dan mengerti akan tugas
panggilannya di dalam gereja. Setiap unsur ini
harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan
fungsinya masing-masing dan bukan karena
memiliki kekuasaan semata. Pemahaman yang
benar akan tugas panggilan itu menjadikan
BAB XI | Kesimpulan 257

gereja sebagai lembaga spiritual yang harmonis


di dunia ini.
2. Setiap pemimpin dari aliran dan denominasi
gereja harus menjunjung tinggi nilai kesatuan
atas gereja-Nya sebagaimana doa Tuhan Yesus.
Dengan demikian, setiap pemimpin dapat
menerima dan menghargai berbagai perbedaan
yang terdapat pada gereja lain.
3. Setiap Pendeta ataupun Penginjil harus me­­­­
miliki tingkat pendidikan teologi yang diakui
oleh pemerintah sebagai standar awal dalam
menggembalakan jemaat menuju keesaan gere-
ja-Nya. Tanpa pengetahuan yang benar maka
pemaknaan terhadap isi Alkitab pasti meny-
impang. Akibatnya, aliran dan denominasi gereja
akan semakin bertambah banyak.
4. Setiap Pendeta ataupun Penginjil harus selalu
mengumandangkan persatuan dan kesatuan
gereja Tuhan pada setiap tema pemberitaan
Firman Tuhan. Dengan gema persatuan dan
kesatuan inilah tidak ada celah bagi golongan
atau kelompok masyarakat tertentu yang
mempergunakan perpecahan gereja sebagai
arena politik dan kekuasaan.
5. Apabila pemimpin gereja ataupun umat Kristen
memiliki talenta khusus dalam pelayanan gereja,
maka sebaiknya bergabung dengan gereja yang
sudah ada. Sebaliknya, gereja yang sudah
258 Gereja Pecah

ada harus bisa mengakomodir dan menerima


kelebihan dari seseorang untuk menunjang
pelayanan gereja tersebut.
6. Setiap pemimpin gereja dan orang Kristen, baik
yang ada di Indonesia maupun di luar negeri
semakin sadar dan bertanggung jawab untuk
menyatukan aliran dan denominasi gereja yang
sudah terpecah-pecah. Tuhan Yesus tidak
menghendaki gereja-Nya terpecah-pecah dalam
berbagai aliran dan denominasi.
7. Pemerintah terkait serta lembaga PGI harus
berperan aktif untuk mencari solusi agar gereja
dapat bersatu di seluruh Indonesia. Salah satu
cara yang harus ditempuh adalah membatasi
penambahan aliran dan denominasi gereja,
sehingga meminimalkan perpecahan dalam
agama Kristen pada masa-masa yang akan
datang.
Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat
menjadi sarana yang dipakai oleh Tuhan untuk
memberikan pencerahan serta pengertian tentang betapa
pentingnya persatuan dan kesatuan dalam gereja-Nya.
Sebelum gereja semakin banyak mengalami perpecahan
maka kita harus bertanggung jawab untuk menyatu-
kannya kembali. Terwujudnya keesaan dalam gereja-Nya
hanya ditujukan untuk pujian, hormat, dan kemuliaan
bagi Kristus sampai selama-lamanya. Marilah kita semua
bersatu sebelum Tuhan Yesus datang untuk kedua
kalinya. Soli Deo Gloria.
Daftar Istilah 259

DAFTAR ISTILAH

Aflat
Surat penghapusan siksa atau sering disebut juga
surat indulgensia (penghapus dosa) yang dike-
luarkan oleh Gereja Katolik Roma pada masa
kepemimpinan Paus Leo X yang sering dikhot-
bahkan oleh Yohanes Tetzel

Allah Tritunggal
Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus

Alkitab
Kitab Suci umat Kristen Protestan dan Kristen
Katolik

Aliran
Haluan pendapat atau pandangan hidup seseorang
dalam sebuah golongan

259
260 Gereja Pecah

Amanat Agung
Perintah Tuhan Yesus kepada orang Kristen untuk
memberitakan Injil kepada semua orang

Baptisan
Upacara sakral yang dilakukan terhadap seorang
Kristen dengan menggunakan media air sebagai
simbol persekutuan di dalam Allah Tritunggal
secara percik atau selam.

Baptisan Percik
Baptisan yang dilakukan kepada seseorang dengan
memercikkan beberapa tetes air di atas kepalanya
yang dilaksanaka di dalam gedung gereja

Baptisan Selam
Baptisan yang dilakukan kepada seorang dengan
cara menenggelamkan atau memasukan ke dalam
air yang ada kolam, sungai, dan laut
Caesaropapal
Sistem pemerintahan gereja yang berada di bawah
kekuasaan seorang raja

Calvinis
Sebuah sistem teologis yang menekankan pada
paham Johanes Calvin yang didasarkan pada
pendekatan kedaulatan pemerintahan Allah atas
segala sesuatu

Collegial
Sistem pemerintahan gereja yang didasarkan pada
hubungan pertemanan atau persahabatan di mana
segala keputusan ditempuh dengan cara demokrasi
Daftar Istilah 261

dan kekeluargaan

Denominasi
Golongan atau sekte yang lahir dari beberapa aliran
gereja yang karena perbedaan paham dan penaf-
siran terhadap ajaran Kristen atau isi Alkitab

Dieken
Jabatan gerejawi yang bertugas untuk membantu
orang-orang miskin serta pelayanan sosial lainnya

Doktrin
Ajaran tentang asas atau pedoman pengajaran
suatu aliran gereja dalam agama Kristen

Ekklesia
Sidang atau kumpulan jemaat

Episcopal
Sistem episkopal adalah sistem pemerintahan
gereja yang dipegang oleh Bishop yang sama dengan
jabatan uskup dan sistem ini dianut oleh sebagian
gereja Kristen Protestan

Gereja
Identitas orang Kristen yang percaya kepada Yesus
Kristus. Sebutan tempat ibadah agama Kristen
Protestan dan Kristen Katolik

Hegemoni
Konsep dan teori dominasi kelas terhadap kelas
lain yang dianggap lebih lemah atas dasar kepemi-
mpinan sehingga dominasi dianggap sebagai suatu
kebenaran baik dalam bentuk fisik dan non-fisik
262 Gereja Pecah

Invisible Church
Hakekat orang Kristen yang tidak dapat dilihat oleh
manusia yaitu pribadi-pribadi umat pilihan Allah
Kekuasaan
Kewenangan yang dimiliki oleh seseorang dalam
mengatur suatu lembaga tertentu

Kongregational
Sistem pemerintahan gereja yang independen di
dalam gereja lokal
Lutheran
Sebuah sistem teologis yang dianut oleh pengikut
Marthin Luther sebagai tokoh reformasi pertama

Majelis Jemaat
Pemimpin gereja yang terdiri atas Pendeta, Penatua,
dan Diaken

Majelis Sinode
Pemimpin gereja secara nasional yang berang-
gotakan Pendeta, Penatua, dan Diaken dari
gereja-gereja lokal yang terpilih dalam Sidang Raya
Sinode

Oikumenis
Sebuah konsep penyatuan gereja yang berjalan
bersama, berpikir bersama, dan memutuskan
bersama

Papal
Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Agama
Katolik yang sifatnya hierarki. Istilah papal berasal
Daftar Istilah 263

dari kata papas yang artinya bapa. Pemimpin tert-


inggi berada pada jabatan Paus.

Penatua
Jabatan gerejawi yang bertugas membantu Pendeta
dalam menegakkan disiplin serta pelaksanaan
pelayanan gereja

Pendeta
Biasa disebut pula “predikan” atau pelaksana
khotbah dan disiplin gerejawi

Penginjil
Seorang hamba Tuhan yang belum ditahbiskan
menjadi Pendeta, tetapi tugas dan fungsinya sama
dengan Pendeta kecuali pelayanan sakramen

Presbiterial
Sistem pemerintahan gereja dimana segala kepu-
tusan ditetapkan oleh pemimpin (majelis jemaat) di
gereja-gereja lokal

Sakramen
Upacara sakramental dalam agama Kristen

Ut Omnes Unum Sint


Supaya semua orang Kristen menjadi satu

YHWH
Sebutan bagi Allah yang disembah oleh orang Israel
dan orang Kristen

Visible Church
Hakekat orang Kristen yang dapat dilihat secara indrawi
manusia yaitu seluruh anggota jemaat
Daftar Singkatan 265

DAFTAR SINGKATAN

AMIN Angowuloa Masehi Indonesia Nias


BK3 Badan Kerjasama Kegiatan Kristen
BKSAG Badan Kerjasama Antar Gereja
BNKP Banua Niha Keriso Protestan
CMA/CAMA Christian and Missionary Alliance
DGI Dewan Gereja-gereja di Indonesia
DGN Dewan Gereja Nasional
DPI Dewan Pantekosta Indonesia
FKAG Forum Komunikasi Antar Gereja
GBII Gereja Baptis Independent di Indonesia
GBK Gereja Bala Keselamatan
GGBI Gabungan Gereja Baptis Indonesia
GITJ Gereja Injili di Tanah Jawa
GKII Gereja Kemah Injil Indonesia
GKLI Gereja Kristen Luther Indonesia
GKMI Gereja Kristen Muria Indonesia
GKPA Gereja Kristen Protestan Angkola

265
266 Gereja Pecah

GKPB Gereja Kristen Protestan di Bali


GKPI Gereja Kristen Protestan Indonesia
GKPM Gereja Kristen Protestan Mentawai
GKPN Gereja Kristus Penginjilan Nusantara
GKPS Gereja Kristen Protestan Simalungun
GMAHK Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh
GMI Gereja Methodis Indonesia
GPIBI Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indo-
nesia
GPKB Gereja Punguan Kristen Batak
GPdI Gereja Pantekosta di Indonesia
GZB Gerakan Zaman Baru
HKBP Huria Kristen Batak Protestan
HKI Huria Kristen Indonesia
JPI Jemaat Pantekosta di Indonesia
JKI Jemaat Kristen Indonesia
KGBI Kerapatan Gereja Baptis Indonesia
KKR Kebaktian Kebangunan Rohani
LMS London Missionary Society
LWF Lutheran World Federation
MPAG Musyawarah Pelayanan Antar Gereja
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
NTT Nusa Tenggara Timur
NZG Nederlandsch Zendeling-genootschap
ONKP Orahua Niha Keriso Protestan
PBI Persekutuan Baptis Indonesia
PGBIJ Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian
Jaya
Daftar Singkatan 267

PGI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia


PGLII Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili
Indonesia
PGMI Persekutuan Gereja-Gereja Mandiri
Indonesia
PGOI Persekutuan Gereja Orthodox di Indo-
nesia
PGPI Persekutuan Gereja Pentakosta Indo-
nesia
PGTI Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa di
Indonesia
PII Persekutuan Injili Indonesia
POUK Persekutuan Oikumene Umat Kristen
RMG Rheinische Missions Gesellschaft
SAAT Seminari Alkitab Asia Tenggara
SGKBJ Sinode Gereja Kristen Baptist Jakarta
SKB Surat Keputusan Bersama
YPPII Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil
Indonesia
Daftar Pustaka 269

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L. Ch. 2002. Garis-garis Besar Hukum Gereja.


Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama Dalam Kehidupan


Manusia: Pengantar Antropologi Agama. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Aritonang, Jan S. 2000. Berbagai Aliran di Dalam dan di


Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Baan, G.J. 2009. TULIP: Lima Pokok Calvinisme. Surabaya:


Momentum.

Bagiyowinadi, F.X. Didik. 2011. Pembaptisan Bayi dan


Kanak-Kanak. Jakarta: Obor.

Bercot, David W. 1999. Will The Real Heretics Please Stand


Up. Scroll Publishing.

269
270 Gereja Pecah

Barker, Chris. 2006. Cultural Studies: Teori dan Praktik.


Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Berkhof, H. 2007. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung


Mulia.

Berkhof, Louis. 1997. Teologi Sistematika: Doktrin Gereja.


Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.

Bolkstein, M.H. 1956. Asas-asas Hukum Gereja. Jakarta:


Penerbit Kristen.

Brotosudarmo, R.M. Drie S. 2008. Pendidikan Agama


Kristen Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ANDI.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Calvin, Yohanes. 2003. Institutio: Pengajaran Agama


Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gintings, E.P. 2009. Apakah Hukum Gereja, Bandung:


Jurnal Info Media.

Godfrey, W. Robert. 2009. Penuntun Ke Dalam Institutes


Calvin. Surabaya: Momentum.

Gottschalk, Stephen. 1987. Christian Science, dalam


Mircea Eliade (ed): The Encyclopedia Of Religion. New
York: Macmillan.
Daftar Pustaka 271

Gramsci, Antonio. 1971. Selection from the Prison Note­


books. London: Lawrence & Wishart.

Griffiths, Michael. 1995. Gereja dan Panggilannya Dewasa


Ini. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Halim, Makmur. 2000. Gereja di Tengah-tengah Peru­


bahan Dunia. Malang: Gandum Mas.

Hall, Joseph H. 2009. Penuntun Ke Dalam Theologi Insti­


tutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. Surabaya:
Momentum.

Harrison, Everett F. 2008. The Wycliffe Bible Commentary:


Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru, Vol. 3.
Malang: Gandum Mas.

Haskins, J. 1992. The Methodists. New York: Hippocrene


Books.

Hayes, John H. dan Carl R. Holladay. 1999. Pedoman


Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Hoekema, A.A. 1969. The Four Major Cults. Exeter: The


Paternoster Press.

Hoeksema, Herman. 1985. Reformed Dogmatics. Grand


Rapids: Reformed Free Publishing Association.

Indra, Ichwei G. 2011. Jejak Juang Saksi Injil. Surabaya:


Mikhael Ministry.
272 Gereja Pecah

Keene, Michael. 2006. Agama-agama Dunia. Yogyakarta:


Kanisius.

Kuhl, Dietrich. 1997. Gereja Katolik-Sejarah Gereja II.


Batu: YPPII Departemen Literatur.

_______. 1998. Sejarah Gereja I. Batu: YPPII Departemen


Literatur.

_______. 1998. Sejarah Gereja IV: Pergumulan dan


Perjuangan Gereja Antara Iman dan Rasio Pada
Zaman Pencerahan dan Pietisme, Surabaya: Yayasan
Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia.

Lane, Tony. 2005 Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung


Mulia.

Lawson, Leroy. 2008. Gereja Perjanjian Baru. Surabaya:


Yakin.

Lay, Agus. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:


ANDI.

Lie, Paulus. 2010. Mereformasi Gereja. Yogyakarta: ANDI.

Lumintang, Ramly B. 2011. Semper Reformanda dan Pergu­


mulan Gereja Masa Kini. Bandung: STT Bandung.

Makkelo, Ilham Daeng. 2010. Kota Seribu Gereja (Dinamika


Keagamaan dan Penggunaan Ruang di Kota Manado),
Yogyakarta: Ombak.
Daftar Pustaka 273

Marantika, Chris. 2004. Masa Depan Dunia Ditinjau Dari


Alkitab. Yogyakarta: Iman Press.

Marsden, George M. 1996. Agama dan Budaya Amerika.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mouffe, Chantal. 1984. Towards a Theoretical Interpretation


of New Social Movement. New York: International
General/IMMRC.

Nurdi, Henri. Kristenisasi Global Datang Mengancam,


(Sabili.co.id) dan Badan Pusat Statistik Dept. Agama
RI, Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2005,
(http://www.depag.go.id/indek.php).

Oktavianus, Petrus. 1991. Managemen dan Kepemimpinan


Menurut Wahyu Allah. Malang: Gandum Mas.

Packer, J.I. 1991. Kristen Sejati: Pengakuan Iman Rasuli.


Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia.

Prime, Derek. 2001. Tanya Jawab Tentang Iman Kristen.


Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF.

Ratna, Nyoman Kuta. 2005. Sastra dan Cultural Studies:


Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

_______. 2008. Postkolonialisme Indonesia: Relevansi


Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
274 Gereja Pecah

Rayburn, Robert G. 2005. Apa Itu Baptisan ? Surabaya:


Momentum

Riemer, G. 2002. Cermin Injil. Jakarta: Yayasan Komu-


nikasi Bina Kasih.

Rullmann, J.A.C. 1953. Peraturan Gereja. Jakarta: BPK


Gunung Mulia.

Sagala¸ Herlise Y. 2011. Samper Reformanda dan Pergu­


mulan Gereja Pada Masa Kini. Bandung: STT
Bandung.

Scheunemann, Volkhard. 1986. Apa Kata Alkitab Tentang


Baptisan. Malang: Yayasan Persekutuan Pekabaran
Injil Indonesia.

Smith, Huston. 2008. Agama-agama Manusia. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Sproul, R.C. 2002. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman


Kristen. Malang: Departemen Literatur SAAT.

Steenbrink, Karel A. 1987. Perkembangan Teologi Dalam


Dunia Kristen Modern. Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press.

Strauch, Alexander. 2008. Diaken Dalam Gereja: Penguasa


atau Pelayan? Yogyakarta: ANDI.

Tabor, James D. 2007. Dinasti Yesus. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.
Daftar Pustaka 275

Thiessen, Henry C. 2003. Teologi Sistematika. Malang:


Gandum Mas.

Tong, Joseph. 2006. Keunggulan Anugerah Mutlak:


Kumpulan Refleksi Teologis Tentang Iman Kristen.
Bandung: Sekolah Tinggi Teologia Bandung.

Tong, Stephen. 1999. Reformasi Dan Teologi Reformed.


Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.

Verkuyl, J. 1966. Geredja dan Bidat-bidat. Jakarta: BPK


Gunung Mulia.

Walvoord, John F. 1984. Gereja dalam Nubuatan.


Surabaya: Yakin.

Warren, Rick. 1999. Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja


Yang Mempunyai Visi-Tujuan. Malang: Yayasan
Penerbit Gandum Mas.

Winker, E.K. 1994. The New Age Is Lying to You, St. Louis:
Concordia Publishing House..

Wiyanto, Agus. 2010. Rapor Merah Pendeta. Yogyakarta:


Gloria Graffa.
Riwayat Penulis 277

RIWAYAT PENULIS

Dermawan Waruwu, S.Th.,M.Si lahir pada


8 Desember 1979 di Nias, Sumatera Utara.
Ia menamatkan pendidikan SDN Daulo
Gido, SMPN 7 Gunung Sitoli, dan SMAN 1
Gunung Sitoli. Selanjutnya menyelesaikan
studi S1 (Sarjana Teologi) di John Calvin Theological
Seminary Bali tahun 2008 dan lulus S2 (Magister Sains)
pada Program Studi Kajian Budaya (Cultural Studies)
Universitas Udayana Denpasar-Bali tahun 2012.
Setelah menyelesaikan studi S1 & S2 penulis
melaksanakan berbagai kegiatan non-akademik dan
akademik. Kegiatan non-akademik yaitu membawakan
seminar, ceramah/berkhotbah di beberapa gereja dan
lembaga sosial seluruh Indonesia. Kegiatan akademik
yaitu sebagai dosen tetap di Universitas Dhyana Pura Bali
pada program studi psikologi dan dosen tidak tetap di
beberapa perguruan tinggi swasta di Bali. Ada beberapa
mata kuliah yang diajar selama ini antara lain: Filsafat,
Pendidikan Agama Kristen, Sosiologi, Antropologi, Etika,
Metodologi Penelitian, dan lain-lain.

Suardin Gaurifa, M.Th lahir pada 11


Agustus 1982 di Bawolowalani, Nias,
Sumatera Utara. Menyelesaikan studi S1
(Sarjana Teologi) di STTII Surabaya 2007
dan lulus S2 (Magister Teologi) di STTII
Surabaya tahun 2010.

277
278 Gereja Pecah

Setelah menyelesaikan studi S1 & S2 penulis


melaksanakan berbagai kegiatan non-akademik dan
akademik. Kegiatan non-akademik yaitu membawakan
seminar-seminar Aplogetika, ceramah/berkhotbah di
beberapa gereja dan lembaga sosial seluruh Indonesia.
Kegiatan akademik yaitu sebagai dosen di STTII Surabaya
(2010-2014) pada mata kuliah Kristologi, Eksposisi
Wahyu, dan Bahasa Yunani. Saat ini sebagai dosen tetap
di STT Pelita Kebenaran Medan, mengajar mata kuliah
Bahasa Ibrani dan Eksposisi Perjanjian Baru, dll.

The author has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai