Anda di halaman 1dari 8

Laporan Baca

PENDAHULUAN

Deskripsi Buku

Buku ini yang berjudul “Memandang Yesus: gambar Yesus dalam berbagai budaya”.
Seorang penulis buku ini yang bernama Anton Wessels. Penerbit buku ini ialah BPK Gunung
Mulia yang berada di Jakarta. Cetakan terakhir buku ini pada cetakan ketiga tahun 2001.
Buku ini memiliki ketebalan buku sebanyak 188 halaman.

Dalam buku ini mempunyai sepuluh bab mengenai gambar Yesus dari berbagai budaya
dapat diuraikan sebagai berikut: Bab I membahas mengenai Yesus adalah orang Yahudi. Bab
II membahas mengenai Kristus dari Kaum Muslim. Bab III membahas mengenai Yesus yang
dicambuk. Bab IV memaparkan tentang Kristus yang Hitam. Bab V memaparkan tentang
Kristus Bangsa Afrika. Bab VI memaparkan tentang Kristus di Suriname. Bab VII
memaparkan tentang Kristus berwajah Asia. Bab VIII membahas mengenai Kristus pada
Jalan Raya India. Bab IX membahas tentang mengenai Kristus dan Tao. Bab X membahas
mengenai Katamu, Siapakah Aku?

Argumentasi Utama

Argumentasi utama di dalam buku ini ialah gambaran Yesus dari berbagai sudut
pandang kebudayaan yang melahirkan beraneka wajah Yesus. Ungkapan ini merupakan suatu
pengantar untuk memahami kristologi kontekstual yang percaya kepada Kristus sebagai iman
yang dinamis. Memahami Kristus di dalam kebudayaan merupakan sesuatu yang luar biasa.
Oleh karena itu, Kristus di dalam kita dan kita di dalam Kristus.

BATANG TUBUH

Pokok – pokok Pengetahuan

Dalam buku ini banyak terdapat pokok – pokok pengetahuan untuk memahami Yesus
dari berbagai kebudayaan. Buku ini sangat baik untuk membantu serta membuka pemahaman
yang dinamis mengenai Kristus. Oleh karena itu, pokok – pokok pengetahuan dapat
dijelaskan sebagai berikut: Pertama, bab satu ini menjelaskan mengenai penyataan keras
bahwa Yesus bukanlah orang Kristen, melainkan orang Yahudi. Hal ini disebabkan oleh
adanya penghapusan asal ke-Yahudian-Nya dilakukan oleh orang Kristen. Ungkapan ini
sangat mengejutkan yang dikatakan oleh orang Kristen. Kaum Kristen telah mencabut Yesus
dari tanah Israel serta telah menghapus ke-Yahudian-Nya. Tafsiran dari Perjanjian Baru
menjelaskan bahwa “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak – anak kami”
(Mat 27:25). Penyataan ini menyebabkan suatu pertikaian antara orang – orang Kristen dan
kaum Yahudi. Hal ini disebabkan oleh adanya jejak berdarah dari sejarah penganiayan yang
dialami oleh kaum Yahudi di dalam sejarah Kristen. Ungkapan itu menjadikan misteri serta
lambang salib dilambangkan sebagai simbol kehancuran bagi orang lain.

Tanggapan dari orang Yahudi (pakar – pakar Yahudi) bahwa kekristenan bukan suatu
masalah esensial bagi mereka. Pada abad ke 4, kekristenan bukan sebuah ancaman
dibandingkan masalah berhala. Menurut kaum Yahudi mengatakan bahwa tidak menentang
Yesus. Mereka menentang sebuah ajaran mengenai pengusiran setan dalam nama Yesus.
Menurut Flusser menegaskan bahwa Yesus telah menjadi penyebab perpecahan antara kaum
Yahudi dan kaum Kristen. Harapan kaum Kristen ialah perhatian yang sebenarnya atas pesan
Yesus sendiri. Oleh karena itu, Yesus adalah orang Yahudi itu lagi memecah-belahkan kaum
Yahudi dan kaum Kristen, melainkan mempersatukannya. Adanya pertentangan dari segi
sosial, nasional dan keadaan politik yang menimbulkan gambaran negatif tentang diri Yesus.
Salah satu contohnya ialah Toledoth Yeshuh yang menggambarkan bahwa Maria istri dari
Yusuf mendapatkan anak hasil selingkuhan dengan Yohanan tetangganya serta anak itu
dinamakan Yeshuh.

Dalam bab ini, penulis ingin mengembalikan diri Yesus ke akarnya, yaitu “Yesus
adalah orang Yahudi”. Artinya bahwa banyak sekali perdebatan tentang Yesus dan diri
Yesus. Oleh karena itu, penulis ingin menjelaskan bahwa banyak yang sudah diputarbalikkan
baik oleh mitos kaum Kristen maupun kaum Yahudi. Pada hakikatnya, Yesus adalah manusia
yang adil, patuh pada hukum, penolong, dan penyembuh orang sakit. Selain itu, Yesus sang
guru dan pemimpin yang dimuliakan sebagai nabi, Tuhan serta Anak Allah oleh orang
percaya kepada-Nya. Oleh sebab itu, orang percaya mengatakan bahwa Kristus bukan hanya
bersifat ilahi, melainkan Yesus disebut Allah.

Kedua, dalam bab kedua ini ingin menceritakan tentang Yesus dari kaum muslim.
Dalam Qur’an dan ajaran Islam Yesus memiliki tempat istimewa. Namun, banyak tanggapan
yang ada selalu bertentangan dengan Qur’an dan Injil. Gambaran Yesus dimulai dari
kelahiran-Nya dari Maryam di dalam Qur’an. Cerita kelahiran-Nya sama seperti yang ada di
Injil. Setelah dilahirkan Yesus sudah diislamkan. Cerita Yesus sangat menitikberatkan pada
kemampuan-Nya untuk melakukan mujizat serta keagungan-Nya.
Dalam Qur’an, Yesus juga mengaku diri-Nya sebagai seorang nabi sama seperti nabi –
nabi sebelumnya meliputi Nuh, Abraham, dan Musa. Kelahiran-Nya disamakan dengan
kelahiran Adam dengan cara berlangsungnya penciptaan-Nya. Hal inilah yang digambarkan
Yesus sebagai pembawa Injil. Ungkapan ini sangat mengkritik terhadap pandangan Kristen
yang selaras dengan yang dikemukan oleh kaum Yahudi. Kaum Yahudi menentang
pandangan penyamaan Yesus dengan Allah. Menurut mereka, Yesus disebut sebagai Anak
Allah dan gagasan Tritunggal.

Menurut Naguib Mahfuz menggambarkan Yesus dengan cara luar biasa. Dia
memberikan pengertian terhadap kehidupan, penderitaan, dan kematian Yesus. Oleh sebab
itu, dia ingin memperlihatkan suatu tantangan dalam penjelmaan hidup Yesus tanpa adanya
kekerasan yang tidak dikaitkan dengan kekuasaan. Namun, tindakan nyata-Nya dapat
dipandang sebagai bentuk ancaman oleh para penguasa. Oleh karena itu, penyebabnya para
penguasa mengadili Yesus. Inilah sedikit cerita tentang Yesus yang dipaparkan oleh kaum
muslim baik dalam dahulu maupun modern.

Ketiga, Dalam kehidupan di benua Amerika bagian pesisir Afrika Selatan banyak sekali
terjadi kolonisasi dan perdagangan budak. Perdagangan budak sangat terikat dengan
penaklukan dan eksploitasi Amerika. Hal ini disebabkan ketika orang Indian dirasa kurang
cocok dengan pekerjaan sebagai buruh di perkebunan menimbulkan kebutuhan untuk
menambahkan tenaga – tenaga dari kulit hitam di Afrika. Ide ini dilakukan untuk
mempekerjakan manusia secara besar-besaran dan memperoleh budak-budak perkebunan
yang di pelopori oleh orang Portugis. Akibat dari perdagangan ini sangat buruk dan
merisaukan. Hal ini menyebabkan kehidupan masyarakat Afrika menjadi kacau. Bahkan,
sikap para misionaris yang lebih penting mendukung dan mengembangkan perdagangan
budak yang dipelopori oleh orang Portugis daripada mendirikan suatu negara Kristen di
Afrika.

Teologi hitam mengakui Tuhan yang adalah sahabat setia semua manusia yang
tertindas dari semua ras dan bangsa, dan yang berada di tengah penderitaan, penghinaan, dan
kematiannya. Para teolog kulit hitam berbicara tentang Mesias kulit hitam, Tuhan kehidupan,
dan Tuhan harapan bagi semua yang tertindas. Mesias hitam ini, abdi Allah yang tertindas,
terlihat di wajah orang-orang miskin dan tertindas yang berkulit hitam. Teologi ini
diprakarsai oleh James Cone. Dia menegaskan bahwa tidak ada kebenaran di dalam Kristus
yang tidak terpisahkan dari kaum tertindas, sejarah mereka, dan budaya mereka. Kristus
adalah peristiwa yang membebaskan, "Penciptaan" dalam kehidupan kaum tertindas dan
mereka yang memperjuangkan kebebasan politik. Teologi ini ditemukan tidak hanya di
Amerika Serikat, tetapi juga di Afrika sendiri. Teologi ditemukan di beberapa bagian Afrika
yang dulu atau masih dalam cengkeraman kolonialisme kulit putih. Ini tentu saja tentang apa
yang terjadi di Afrika Selatan, yang dulu dikenal sebagai Rhodesia.

Keempat, Dalam bab ini menjelaskan gambaran – gambaran Yesus Kristus di Asia.
Menurut para Teolog Asia mengatakan bahwa gereja di Asia adalah gereja milik Asia yang
mempunyai kenyataan tentang kemiskinan dan kenyataan tentang keberagaman. Para
penginjil memberitakan Yesus berhubungan erat dengan kolonialisme. Mereka mengatakan
bahwa Kristus yang menetang kebudayaan dan agama. Hal ini sangat berhubungan erat
antara Kristus “Kolonial” dan agama – agama dari dunia ketiga yang dianggap agama –
agama palsu. Agama Kristen yang bersifat perdagangan sangat mendukung dan membantu
penguasa kolonial dari luar negeri. Hal ini disebabkan proses zending dan misionaris yang
melakukan pengembangan gereja di Asia serta adanya perebutan kekuasaan di dalamnya
menjadi ciri khas kolonialisme.

Dalam kehidupan masyarakat di Asia memiliki tiga hal yang menunjukkan kebudayaan
dan keberagaman dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, daerah Asia memiliki berbagai
macam bahasa. Kedua, adanya integrasi unsur-unsur kosmos dan metakosmos dalam agama –
agama di Asia. Ketiga, terdapat pengajaran mengenai soteriologis dari berbagai agama di
Asia. Ini merupakan tantangan para misionaris untuk memberitakan Injil di daerah Asia. Asia
terkenal dengan wilayah yang memiliki pluralisme bahasa sebagai petunjuk bagi
keanekaragaman agama-budaya dan sosio-politik. Hal ini disebabkan kehidupan memiliki ciri
khas masing – masing wilayah. Kehidupan di Asia sangat berpegang teguh dengan unsur
kosmos yang berfungsi sebagai dasar dan unsur metakosmos merupakan bangunan induknya.
Kedua unsur ini sudah membaur dengan agama Hindu, Buddha, dan Tao yang disebut tiga
agama metakosmos. Hal inilah yang membuat para misionaris Kristen mengikuti kebudayaan
mereka untuk memberitakan Injil tentang Yesus di Asia.

Para misionaris menekankan pada kehidupan dan kematian Yesus dapat dilihat sebagai
tindakan ketaatan kepada Allah. Keputusan yang diambil Yesus sebagai hasil pertimbangan
logis. Dalam konteks masyarakat yang mengabaikan kasih-Nya kepada umat manusia
mengalami penindasan serta proses pembebasan sebagai akibatnya. Menurut para misonaris,
keputusan ini dapat digambarkan sebagai teologi pembebasan.
Kelima, Menurut Jung Young Lee ingin menghubungkan ajaran Kristus dengan ajaran
Tao terikat dalam alam pikiran dan hidup ciri khas orang Cina. Menurutnya, teologi Kristen
sangat berpusat pada Kristus dari Allah sebagai Pencipta. Artinya bahwa Allah tetap berkaya
sebagai pencipta dan telah melakukan karya pembebasan-Nya di waktu lalu serta karya
keselamatan diwujudkan sebagai tindakan eksklusif dari Kristus, sementara karya penciptaan
semata-mata karya Allah Bapa. Pada dasarnya, tidak ada pemisah antara Allah penyelamat
dan Allah pencipta. Perkataan Yesus datang ke dunia untuk menggenapi kehendak Bapa-Nya
ingin menegaskan bahwa Kristus di bawah kuasa Sang Pencipta dan tindakan-Nya sebagai
Juruselamat dan Pembebas merupakan sebagian dari karya Allah Pencipta.

Berbicara tentang Kristus, Kristus adalah seperti Firman yang keluar dari mulut Sang
Pencipta, Dia adalah pusat dari proses penciptaan untuk memecahkan masalah keberadaan,
yaitu masalah korupsi atau dosa. Kristus sebagai Firman adalah Tuhan sebagaimana
keberadaan-Nya dan ini perlu dibedakan dari esensi-Nya. Karena Kristus adalah Allah dalam
eksistensi-Nya, yaitu Allah yang diwahyukan, maka Ia bersyarat, terbatas. Kristus sebagai
terang tidak sepenuhnya terpisah dari kegelapan, karena tanpa kegelapan tidak ada terang,
dan tanpa terang tidak ada kegelapan. Karena Kristus telah mematuhi syarat-syarat
keberadaan, kegelapan pasti ada di dalam terang-Nya. Sebaliknya, Kristus sebagai Terang
menembus kegelapan kita.

Kebangkitan Kristus bukanlah kemenangan atas kematian, tetapi kepenuhan hidup.


Penyaliban-Nya mutlak diperlukan untuk kepenuhan ini. Yang harus diperbarui harus mati
dulu. Yesus, sebagai simbol perubahan yang sempurna, menggabungkan pembusukan dan
pertumbuhan, atau kematian dan kebangkitan dalam proses perubahan dan transformasi yang
berkelanjutan. Penyaliban dan kebangkitan adalah Yin dan Yang, pintu gerbang menuju
semua perubahan, dan keduanya berbeda karena segalanya berubah. Jika penyaliban dan
kebangkitan sama seperti yang lainnya, bagaimana penyaliban dan kebangkitan Yesus
menjadi unik? Salib Yesus dan kebangkitan-Nya adalah unik, bukan karena Ia menjalaninya,
tetapi karena itu adalah simbol utama dari semua perubahan.

Keenam, Dalam bab terakhir ini menjelaskan bahwa melihat Yesus Kristus itu harus
mempunyai berbagai pandangan terdiri dari orang Cina, Jepang, Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Hal ini dengan tujuan untuk membuka pemikiran atau sudut pandang orang lain
tentang citra Yesus. Selain itu, citra Yesus dapat dilihat dari masing – masing sudut pandang
kebudayaan. Oleh karena itu, orang Kristen tidak boleh menghalangi seseorang untuk melihat
Kristus dari kebudayaannya sendiri. Neibuhr dapat memposisikan Kristus menjadi lima
kedudukan yang berbeda dihubungkan dengan kebudayaan. Hal ini dapat diuraikan sebagai
berikut: Pertama, Kristus yang menentang kebudayaan. Kedua, Kristus yang milik
kebudayaan. Ketiga, Kristus di atas kebudayaan. Keempat, Kristus dan kebudayaan dalam
hubungan paradoksal. Kelima, Kristus sebagai mengubah bentuk kebudayaan.

Dalam hal ini, kedudukan lima merupakan posisi yang paling masuk akal. Kristus dapat
mengubah bentuk kebudayaan diuraikan sebagai berikut: Pertama, manusia hidup dalam
kuasa Sabda Pencipta. Artinya, kebajikan dan kebaikan Allah lewat kuasa cipta terdapat
dalam kebudayaan manusia. Kedua, manusia merusak kebajikan Allah telah menciptakan
yang ada menjadi pemberontakaan terhadap Allah sehingga menimbulkan kebinasaan.
Kebudayaan menjadi dosa dan harus dilakukan perbaikan kembali melalui pertobatan radikal.
Ketiga, sejarah membuktikan bahwa adanya interaksi yang dinamis antara Allah dan umat-
Nya.

Bagi banyak orang Kristen selama berabad-abad, esensi Injil, kabar baik, dan makna
Yesus Kristus telah menekankan aspek penebusan atau pembebasan. Selain itu, atau kadang-
kadang sebaliknya, penekanan ditempatkan pada makna Yesus dan Injil-Nya untuk tidak
dilihat sebagai keselamatan pribadi manusia, tetapi di atas segalanya untuk kesejahteraan dan
keselamatan seluruh dunia, tubuh manusia. Terungkap bahwa Yesus kulit hitam disebut
Penebus, Mesias. Dari sumbangan jiwa-jiwa dari Afrika, Asia dan Amerika Latin ini, kita
dapat melihat bahwa Yesus tidak datang untuk “orang-orang berdosa”, tetapi juga dan
terutama untuk mereka yang menjadi korban dosa. Kita harus memastikan bahwa tidak ada
polarisasi di sekitar kesadaran pribadi dan karya Yesus Kristus, sehingga keselamatan dan
pembebasan tidak sia-sia. Jenis polarisasi ini secara singkat disebut polarisasi "aliran Injili"
dan "aliran oikumenikal". Yesus memberi perhatian untuk pengampunan dosa, penyembuhan
penyakit, pembebasan dari orang – orang miskin serta penindasan yang kepadanya
disampaikan-Nya kabar baik.

Dalam hal ini, seseorang bisa menempuh jalan-Nya tanpa mengakui Dia. Mengenal
Yesus sebagai kebenaran akan menjadi jalan. Kebenaran dapat ditemukan dengan dinyatakan
sebagai jalan. Kisah-Nya menyatakan bahwa murid-murid-Nya pernah menjumpai orang
yang dapat mengusir roh – roh jahat tanpa mengenal dan mengakui, bahkan bukan dari
murid-murid Yesus secara langsung. Yesus berkata “Siapa tidak menentang Aku, dialah
memihak Aku” (Ibrani 11). Dalam hal ini kita tidak akan melihat kemenangan-Nya dalam arti
duniawi, meskipun kerajaan-Nya adalah dunia ini, kita tidak melihat kemenangan-Nya seperti
yang dipaksakan kepada orang-orang Yahudi, dan diwahyukan bagi umat Islam dalam peran
Salib, sebagai pandangan yang mustahil. jika kita melihat Yesus seperti dalam Ibrani, Yang
tidak menaklukkan semua, Yang dalam penderitaan-Nya dianggap lebih rendah dari para
malaikat; dan yang masih menderita dalam pertempuran sampai mati sampai akhir dunia
dengan saudara-saudaranya, yang termuda dari mereka semua. Yesus Kristus tidak dapat dan
tidak seharusnya terikat pada konteks tertentu, baik dengan konteks Barat maupun Timur.
Dalam banyak konteks yang berbeda telah dan akan ada jawaban bagi-Nya. Hanya di zaman
akhir ini kita dapat berakar dan berpijak dalam kasih, dan bersama dengan semua orang Suci
di Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Eropa, dapatkah kita memahami
betapa luas dan panjangnya kasih Yesus, seberapa tinggi dan dalamnya, dan dapat
mengetahui cinta ini, bahkan ketika cinta itu melampaui segala pemahaman.

Analisa

Gambaran Yesus dari berbagai sudut pandang kebudayaan yang melahirkan beraneka
wajah Yesus. Ungkapan ini merupakan suatu pengantar untuk memahami kristologi
kontekstual yang percaya kepada Kristus sebagai iman yang dinamis. Memahami Kristus di
dalam kebudayaan merupakan sesuatu yang luar biasa. Oleh karena itu, Kristus di dalam kita
dan kita di dalam Kristus. Saya memahami bahwa memandang Yesus dari berbagai sudut
pandang kebudayaan yang berbeda. Ungkapan ini sangat membuka pemahaman iman yang
dinamis dan memahami kita semakin mengenal tentang Kristus kontekstual.

Melihat Yesus Kristus itu harus mempunyai berbagai pandangan terdiri dari orang
Cina, Jepang, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Hal ini dengan tujuan untuk membuka
pemikiran atau sudut pandang orang lain tentang citra Yesus. Hal ini akan membawa
pemahaman bahwa Yesus dapat dipahami secara dinamis bukan hanya melalui iman Kristen.
Artinya setiap agama atau kepercayaan dapat memahami citra Yesus. Selain itu, orang
percaya kepada-Nya tidak boleh membuat penolakan terhadap berbagai sudut pandang
kebudayaan. Bukanlah menjadi persoalan untuk menemukan citra Yesus dari media kultural.
Oleh karena itu, buku ini sangat membantu setiap individu dapat menemukan pemahaman
mengenai citra Yesus dari kebudayaan masing – masing. Setiap individu dapat melihat wajah
Yesus dan memahami peran Yesus dalam konteks penindasaan yang terjadi melalui
kolonialisasi, perbudakan, serta pemerasan. Buku ini memperlihatkan perkembangan citra
Yesus yang terjadi di luar Eropa.
Kesulitan Buku

Kesulitan memahami buku ini ialah tulisan yang membuat pembaca susah
memahaminya. Banyak sekali penulisan yang membuat kesulitan untuk membaca dan
memahami pokok pengetahuannya. Ungkapan ini menekankan bahwa pembaca harus
berulang-ulang membaca dan memahaminya. Hal inilah merupakan kesulitan yang terjadi
secara teknis.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam kesimpulan ini saya memahami bahwa memandang Yesus dari berbagai sudut
pandang kebudayaan yang berbeda. Ungkapan ini sangat membuka pemahaman iman yang
dinamis dan memahami kita semakin mengenal tentang Kristus kontekstual. Melihat Yesus
Kristus itu harus mempunyai berbagai pandangan terdiri dari orang Cina, Jepang, Afrika,
Asia, dan Amerika Latin. Hal ini dengan tujuan untuk membuka pemikiran atau sudut
pandang orang lain tentang citra Yesus. Hal ini akan membawa pemahaman bahwa Yesus
dapat dipahami secara dinamis bukan hanya melalui iman Kristen. Artinya setiap agama atau
kepercayaan dapat memahami citra Yesus. Selain itu, orang percaya kepada-Nya tidak boleh
membuat penolakan terhadap berbagai sudut pandang kebudayaan. Bukanlah menjadi
persoalan untuk menemukan citra Yesus dari media kultural. Oleh karena itu, buku ini sangat
membantu setiap individu dapat menemukan pemahaman mengenai citra Yesus dari
kebudayaan masing – masing. Setiap individu dapat melihat wajah Yesus dan memahami
peran Yesus dalam konteks penindasaan yang terjadi melalui kolonialisasi, perbudakan, serta
pemerasan. Buku ini memperlihatkan perkembangan citra Yesus yang terjadi di luar Eropa.

Anda mungkin juga menyukai