Anda di halaman 1dari 7

MANAJEMEN ASET GEREJA

(Tata Kelola Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat)

Pengampu Oleh

Pdt. Simon Julianto, M. Si

Disusun Oleh

 Dicky Simatupang 712018128


 Hizkia Ginting 712018117
 Keren Sandala 712018123

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap organisasi perusahaan swasta maupun pemerintah tentunya memiliki aset baik
yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intagible). Setiap aset yang dimiliki
haruslah dikelola dengan efektif dan efisien sehingga aset tersebut dapat memberikan
manfaat tertinggi bagi perusahaan. Istilah manajemen aset mungkin jarang didengar oleh
banyak orang. Orang lain lebih sering mendengar atau mengatakan istilah manajemen dan
aset secara terpisah. Manajemen yang dimaksud mencakup (empat) fungsi dasar,
yaitu planning, organizing, leading, dan controlling, sedangkan yang dimaksud dengan aset
pada umumnya adalah kekayaan. Kekayaan itu bisa dalam bentuk kekayaan berwujud
(fisik) maupun tidak berwujud. Kekayaan yang berwujud yang dimiliki oleh perusahaan
misal tanah, gedung, peralatan dan mesin.

Aset terbagi menjadi dua yakni berwujud dan tidak berwujud. Aset berwujud yang
berorientasi pada pelayanan publik seperti Infrastruktur diantaranya mencakup jalan raya,
jembatan, pelabuhan, dan irigasi. Sedangkan kekayaan yang tidak berwujud, contohnya
adalah hak kekayaan intelektual, hak cipta, hak paten dan lain-lain. Dalam managemen aset
ini tentunya sebuah organisasi membutuhkan sebuah system untuk mengolah pendataan
aset, dan memudahkan perusahaan dalam memanagemen data aset yang ada. Maka dari itu
jika berbicara perihal manajemen gereja, pastilah tidak akan pernah terlepas dari yang
namanya sistem tata kelola gereja, dan juga manajemen aset gereja. Sistem pengelolaan ini
bertujuan agar sebuah institusi atau sebuah gereja itu tetap eksis dan berkelanjutan adanya.
Karena manajemen aset merupakan sebuah proses pengadaan, perencanaan, pengelolaan,
perawatan, hingga penghapusan suatu sumber daya yang dimiliki oleh sebuah individu atau
organisasi secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan individu atau organisasi
tersebut.

Manajemen Aset

Organisasi merupakan sebuah system yang memiliki dua hal penting didalamnya
yaitu manusia sebagai pelaku organisasi dan aktivitasnya sebagai sebuah kegiatan yang
berhubungan dengan system ekonomi organisasi, tidak hanya organisasi profit hal ini
berlaku juga pada organisasi non-profit yaitu gereja. Manajemen aset memiliki ruang
lingkup utama untuk mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan aset dalam kaitan
mendukung operasionalisasi pemerintah daerah. Selain itu ada upaya pula untuk
melakukan inventarisasi aset-aset yang tidak digunakan. Pengertian aset secara umum
adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi
(economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value)
yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan).

Tata kelola adalah sebuah proses atau sistem, dan tidak bersifat statis. Dengan ini,
dapat dipahami bahwa setiap organisasi memiliki sistem dalam pengelolahan organisasinya
sendiri-sendiri sesuai dengan aturannya. Gereja dalam hal ini merupakan sebuah institusi
nirlaba (non-profit), yang memiliki sistem presbiterial sinodal dimana segala sesuatu yang
menyangkut pelayanan dan penataan di dalam gereja berpusat disatu tempat yaitu Sinode
yang dalam hal ini dikelola oleh Majelis Sinode.

Tata Kelola Gereja

Menurut Sullivan (2007), Gereja perlu memiliki peraturan yang tetap sehingga
peran dari peraturan gereja ini dapat lebih membantu gerejadalam pergerakannya yang
berhubungan dengan umat dan pemerintahan.Hal ini kemudian ditegaskan kembali oleh
Prodjowijono (2008), Untuk bisa mengelola suatu gereja yang baik, pengelola perlu
mengetahui dan memahami tugas dan kewajiban menjalankan misi gereja menuju sasaran
yang ingin dicapai dengan cara yang benar Membina warga jemaat agar dapat memenuhi
panggilan dan pengutusan Kristus ditengah dan bersama masyarakat, maka hal itu perlu
diatur secara baik dan benar. Gereja dalam hal ini merupakan sebuah institusi nirlaba (non-
profit), yang memiliki sistem presbiterial sinodal dimana segala sesuatu yang menyangkut
pelayanan dan penataan di dalam gereja berpusat disatu tempat yaitu Sinode yang dalam
hal ini dikelola oleh Majelis Sinode.

Pengertian tata kelola gereja menurut GPIB


Penetapan kepemilikan untuk aset GPIB pun ditentukan secara sistem yang berlaku
yaitu setiap aset bergerak dan tidak bergerak adalah atas nama GPIB. Aset tidak bergerak
seperti tanah, bangunan (bangunan gereja dan bangunan pastori atau rumah dinas pendeta),
kendaraan operasional gereja (motor dan mobil), perlengkapan beribadah dan yayasan-
yayasan pendidikan yang dimiliki GPIB dicatat secara lengkap dan atas nama GPIB. Hal
ini tertera dalam memori penjelasan tata dasar gpib, pasal 15 : Harta milik dan
pengelolaannya.

Analisis

Analisis kelompok dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi manajemen dapat


diuraikan meliputi pertama, perencanaan di GPIB selalu dimulai dari bawah atau dengan
unit di bawah masing-masing bidang dan arah. Hasilnya, mereka yang berusia di atas
memahami dengan jelas masalah lapangan dan operasional unit. Unit melaksanakan
rencana untuk membawa hasil rapat unit ke rapat umum reguler untuk disetujui oleh
Sinode. Jadi data berasal dari bawah, tetapi dalam jadwal sudah, ada batasan desain.
Kedua, GPIB menerapkan sistem organisasi kelompok di setiap domain dan di
domain memiliki divisi yang berbeda terkait dengan pada semua pekerjaan kepada tata
kelola gereja. Kelompok ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada administrator
yang dapat mengontrol atau mengesampingkan bidang atau unit. Selanjutnya, jika dimiliki
oleh orang yang ahli di bidangnya, maka efektivitas dan efisiensi akan terjadi pada
pekerjaan untuk itu pekerjaan untuk mencapai hasil yang optimal. Aset adalah sumber
pendapatan untuk usahanya sendiri, di antaranya fitur umum memberikan jasa atau
manfaat masa depan, sedangkan Hanafi menjelaskan bahwa aset adalah sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa masa lalu dan manfaat ekonomi masa
depan diharapkan akan bertambah menjadi perusahaan. GPIB memiliki aset yang dikelola
oleh secara mandiri atau melalui proses yang bekerjasama dengan pihak eksternal. Selain
tanah dan bangunan, aset lain yang dimiliki adalah unit usaha di lingkungan GPIB. Lebih
dari siswa terdaftar di sekolah yang telah dikembangkan oleh GPIB. Kepemilikan dikelola
dengan baik dan telah diatur oleh aturan yang ditetapkan.
Ketiga, secara pergerakkan GPIB memiliki tugasnya masing – masing untuk
mengelola aset gereja sesuai dengan tatanan yang di gunakan oleh sinode. Hal inilah yang
membuat tata kelola gereja akan terlihat efektif dan efisien. Dalam segala kegiatan selalu
ada laporan kerja untuk mempertanggungjawaban yang sesuai acuan yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, sistem organisasi dapat dibagi menjadi dua bagian meliputi pertama,
pembendaharaan GPIB (Jemaat/Sinode) secara khusus diidentifikasikan sebagai milik dan
karunia Tuhan untuk membantu melaksanakan panggilan dan misi Gereja secara efektif
dan secara khusus untuk penggunaan yang efektif. Tepat sasaran artinya setiap laporan
pekerjaan memiliki tujuan yang jelas dan memiliki laporan pertanggungjawaban yang
sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Oleh karena itu, setiap upaya harus dilakukan
untuk memastikan bahwa setiap pengeluaran aset dapat dikendalikan dan dapat digunakan
sesuai kebutuhan. Perbendaharaan GPIB meliputi: pengelolaan perbendaharaan,
penatausahaan dan pencatatan (pendokumentasian) serta pengawasan yang disusun dan
dilaksanakan atas dasar keputusan bersama dan dalam proses pemeriksaan atau pengaturan
sebanyak tiga kali dimulai dengan jangka waktu keputusan di gereja. tingkat, kemudian di
kapel, dan berakhir pada sesi tahunan sinode.
Keempat, dalam fungsi pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan
perbendaharaan GPIB dilakukan oleh suatu organisasi yang telah dibentuk oleh pimpinan
pengurus GPIB yaitu BPPJ (Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat). Pengawasan dan
pemeriksaan aset GPIB dilakukan secara berkala, yaitu setiap empat bulan (triwulanan).
Badan BPPJ ini bertanggung jawab penuh untuk mengawasi segala kegiatan yang
dilakukan oleh para anggota sinode dalam segala hal yang berkaitan dengan harta milik
gereja dan menentukan apakah harta milik gereja layak untuk digunakan atau tidak.
Akibatnya, setiap gereja di daerah pusat (kabupaten setempat) wajib memberikan laporan
keuangan rinci kepada BPPJ sebelum penyusunan laporan tahunan rencana operasi, yang
selanjutnya menghasilkan pengeluaran untuk rencana kerja.
Kelima, pada evaluasi yang telah dilakukan oleh GPIB dapat dilihat dari laporan
penganggaran kegiatan gereja GPIB dilanjutkan dalam laporan keuangan sederhana resmi,
secara berkala dan diawasi oleh pengawas keuangan gereja, dan kemudian bersama-sama
dievaluasi untuk penganggaran keuangan pada kegiatan selanjutnya. Penilaian juga
dilakukan oleh GPIB dengan menggunakan auditor terpercaya di luar organisasi GPIB agar
terlihat lebih netral. Hal itu kemudian dilaporkan dalam transparansi di semua pertemuan
gereja dan sinode yang melibatkan semua pengurus gereja dan sinode dan dewan anggota
majelis (tingkat sinode) dan diawasi oleh pengawas keuangan gereja. Transparansi
pelaporan dinilai dapat memberikan pelaporan yang jelas, akurat dan tepat waktu kepada
masing-masing anggota gereja sehingga dapat dilihat bersama dan dapat disatukan sesuai
dengan operasional yang ada dan sejalan dengan standar tata kelola Gereja GPIB. Tata
gereja GPIB sebagai pedoman dasar dalam segala perencanaan, pengelolaan dan
pelaksanaan kegiatan gereja. Gereja GPIB adalah sebuah sistem yang secara eksplisit
dirancang oleh GPIB untuk dapat mencapai tujuan organisasi dan dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab.
Oleh karena itu, untuk mempertegas hal ini, GPIB juga menggunakan PPKUG
sebagai dasar bagi pengurus (dewan) dalam mengambil keputusan khususnya yang
berkaitan dengan sikap pengurus itu sendiri. PKKUG inilah yang kemudian dijadikan
sebagai landasan kedua setelah GPIB Jemaat. Standalone, sebagaimana dipahami oleh
GPIB, adalah sistem yang dibuat oleh organisasi yang bersangkutan, dengan fungsi
masing-masing di setiap lembaga yang ada dan digunakan oleh organisasi itu sendiri.
Upaya ini dilakukan agar usaha atau organisasi dapat dikelola secara mandiri sehingga
masing-masing instansi tidak didominasi dan dipengaruhi oleh pihak lain. Misalnya, di
Gereja GPIB, setiap barang yang diproduksi memiliki kapasitas dan kegunaannya masing-
masing dengan mempertimbangkan beberapa aspek atau area dalam organisasi GPIB.
Dalam sebuah integritas terbentuk dalam penyelenggaraan GPIB terutama dari
kesepahaman tentang peraturan gereja dalam kepengurusan gereja GPIB dan dalam
pemilihan anggota Majelis Umum yang dipercaya untuk mengelola aset GPIB secara tepat,
transparan dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
Kelompok menyimpulkan bahwa penetapan kepemilikan aset benda sesuai dengan
nama organisasi tidak bersifat pribadi dan memiliki badan pengawas yang selalu dapat
mengaudit dan memantau segala kegiatan dalam penganggaran dan pengeluaran keuangan
organisasi gereja. Pengelolaan aset GPIB dijelaskan memiliki sistem independen yang
digunakan di masing-masing divisi pengelolaannya. Mengelola aset GPIB, dengan
menggunakan tata gereja GPIB sebagai dasar semua pengambilan keputusan organisasi.
Sistem gereja GPIB menekankan pada peraturan gereja yang selalu digunakan oleh
pengurus majelis sinode untuk pengelolaan, pemeliharaan, bahkan penjualan aset milik
gereja GPIB. Terkait prinsip operasional manajemen, GPIB sudah memaksimalkan
pemahaman ini dalam berorganisasi walaupun masih banyak kesenjangan karena GPIB
adalah organisasi non profit, prioritas utamanya bukan aset tetapi fokus pada pelayanan
keagamaan.
Daftar Pustaka
Prodjowijono, Suharto. Manajemen Gereja: sebuah alternatif. BPK Gunung Mulia: Jakarta,
2008.
Waiz, Edgar. Bagaimana Mengelola Gereja Anda: pedoman bagi pendeta dan pengurus
awam. BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2008.
W Untung, Andreas. Manajemen Gereja, Dasar Teologis & Implementasi Praktisnya. Bina
Media Informasi: Bandung, 2010.

Anda mungkin juga menyukai