Disusun Oleh :
Nirm : 2020185740
2022
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena telah
Yang Membenci Ayahnya Di Panggala’ Utara” ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas makala pastoral 2. Penulis
berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam mata kuliah Pastoral
2 ini.
Menyadari banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Karena itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan
A. KATA PENGANTAR....................................................................................... i
B. DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
C. BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................ 1
D. BAB II : ISI
A. Kegagalan Keluarga Kristen………………………………………………. 3
B. Anak Dalam Keluarga…………………………………………………….. 3
C. Peran Gereja Dalam Pemberian Pendampingan Pastoral………………… 4
E. BAB III : HASIL PENELITIAN.................................................................... 5
F. BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 7
Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang
keluarga adalah sarana yang paling efektif untuk memanusiakan dan mempribadikan
masyarakat, memberikan kebijakan dan nilai, menghormati hak-hak dan memperoleh
identitas diri yang didirikan atas dasar cinta dan terbuka terhadap anugerah kehidupan dan
tugasnya memberikan sokongan secara efektif bagi suatu masa depan perdamaian.
Kelurga Kristen dibangun atas perjanjian perkawinan dengan seorang laki-laki dan
seorang perempuan untuk membentuk persekutuan atas dasar cinta sejati menjadi dasar yang
mengikat mereka untuk hidup bersama dengan suami istri. Orang yang telah terbentuk
menjadi keluarga Kristen membentuk persekutuan bukan hanya sementara waktu, tetapi
seumur hidup, sampai mati. Artinya apa yang telah disepakati dalam perjanjian perkawinan
tidak dapat ditarik kembali sampai maut memisahkan. Selain itu keduanya juga tirkat secara
psikologis, emosional, dan spiritual dalam diri mereka berdua.
Dari hakikat perkawinan Kristen dapat disimpulkan bahwa ada empat tujuan
perkawinan kristiani, yaitu demi kesejahteraan suami istri, demi kelahiran dan pendidikan
anak-anak, demi kesetiaan suami istri dan demi masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa
ada kerinduan untuk memiliki anak saat hidup berkeluarga. Namun pikiran ini (punya anak)
tidak perlu mendahului sikap saling membahagiakan sebagai suami istri Secara mendalam
sudah dibicarakan bahwa perkawianan hanya bisa dilangsungkan bila ada kesepakatan dari
para calon untuk saling membahagiakan dalam hidup bersama sebagai suami istri. dengan
sendirinya, perkawinan tidak akan di adakan bila sepihak saja yang mengkehendakinya.
Sikap ini mengandaikan bahwa cinta sungguh ada dalam diri kedua pihak dan mendorong
mereka untuk saling memberikan diri secara utuh. diri kedua pihak dan mendorong mereka
untuk saling memberikan diri secara utuh.1
Dalam membangun keluarga Kristen bukan berarti tidak akan terjadi perselisihan.
Dewasa ini ada banyak keluarga Kristen yang gagal dalam membangun keluarga yang
dikehendaki oleh Tuhan. Kegagalan itu dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, salah
satunya membangun keluarga tidak atas dasar cinta. Seperti yang terjadi di Panggala’ Utara
ada seorang anak yang membenci ayahnya.
1
Lerebulan Aloysius, MSC. “ keluarga Kristen”. PT. Kanisius (Yokyakarta : 2006) , Hlm. 12-22
Berbicara mengenai kehidupan keluarga yang tidak bahagia yang salah satu
dampaknya adalah membuat anak membenci ayahnya sehingga gereja dapat hadir untuk
memberikan pendampingan pastoral konseling terhadap keluarga khususnya kepada anak.
Seorang anak yang membanci ayahnya dikarenakan ayah dari anak ini tidak memenuhi
tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Kegagalan kedua orang tua dalam membangun
keluarga Kristen dapat membuat anak mengalami kekerasan entah itu kekerasan fisik maupun
kekerasan secara batin. Dengan masalah yang dialami anak ini juga berdampak pada
mentalnya. Ia kemudian membeci dan kehilangan kepercayaan terhadap ayahnya.
3
Lerebulan Aloysius, MSC. “ keluarga Kristen”. PT. Kanisius (Yokyakarta : 2006) , Hlm. 26-64
anak harus membawa anak sadar akan kesalahannya, bukan melampiaskan emosi
orang tua.4
C. Peran Gereja Dalam Pemberian Pendampingan Pastoral
Pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yaitu pendampingan dan
pastoral yang mangadung sebuah makna pelayanan. Pertama, istilah pendampingan.
Kata ini berasal dari kata mendampingi yang merupakan suatu kegiatan menolong
orang lain karena sesuatu sebab atau masalah baik itu masalah secara fisik, mental,
sosial, dan rohani sehingga harus didampingi. Orang yang didampingi bersama
dengan seorang pendamping disitu akan terjadi sebuah hubungan timbal balik antara
keduanya. Jadi pendampingan merupakan kegiatan pemitraan, bahu-membahu,
menemani, berbagi dengan tujuan untuk saling menumbuhkan dan mengutuhkan.
Kedua, istilah pastoral. Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa latin atau dalam
bahasa Yunani disebut “poimen” yang berarti penggembalaan. Pastoral dalam bahasa
sederhananya berarti merawat atau memelihara. Setiap orang yang sudah dirawat dan
di asuh oleh Allah harus mewarnai sendi pelayanan dengan sungguh-sungguh.5
Dalam pelayanan pastoral konseling, ada banyak bentuk pelayanan yang
dilakukan untuk dapat menolong orang yang mengalami masalah, salah satunya yaitu
pelayanan pribadi. Pelayanan ini merupakan pelayanan yang bersifat rahasia yang
dilakukan antara konselor dan konseli. Biasanya pelayanan ini dilakukan karena
sudah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak dimana konseli mau menyelesaikan
masalahnya bersama konselor dan tanpa ada paksaan. Maka sebaiknya saling
mengenal dalam pelayanan percakapan, dan percakapana dilakukan secara langsung,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menolong masalah konseli, dan
konselor harus bayak mendengar dan memberikan ekspresi keprihatinan yang
membuat konseli nyaman menceritakan masalahnya. Ini adalah proses memberi dan
menerima sementara konselor memberikan pengertian dan penerapannya.
Dalam pelaksanaan pastoral konseling harus dan wajib disertai dengan doa
bersama agar konseli memahami pentingnya doa. Thurneysen Abineno, mengatakan
bahwa pelayanan pastoral adalah doa. Ketika berdoa manusia dapat mengutarakan isi
hatinya kepada Tuhan karena hanya Tuhan yang dapat menyelesaikan setiap masalah
dalam hidup manusia (Mat. 11:28). Berdoa bukan haya meminta atau memohon,
berdoa berarti mengeluh, menyanyi, memprotes, memuji, menantang, menyerah,
4
Subeno Sutjipto,”Indahnya Pernikahan Kristen”, Surabaya : Momentum, 2008. Hlm 56-66.
5
Van Beek Aert, “Pendampingan Pastoral”, PT BPK Gunung Mulia ( Jakarta : 2003 ), Hlm. 9-13.
merasa aman, dan terlindung dan lain-lain. Rasul Paulus juga mengatakan bahwa doa
adalah senjata yang bersifat hakiki bagi orang Kristen (Rom. 12: 12) . Jadi, berdoa
bersama merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanan pestoral konseling
karena melalui doa konseli dapat mengungkapkan segala masalah dan kerinduannya
di hadapan Tuhan.
Dalam praktek pelayanan pastoral konseling tidak boleh terpaku menerapkan
satu metode atau model yang ada melainkan harus terbuka dan bertumbuh belajar
melalui praktek dan belajar dari obsevasi. Ada beberapa model pelayanan pastoral
konseling yang sering digunakan pada masa kini yaitu salah satunya Confrontational
Counseling. Konfrontasi adalah cara pandang yang berbeda antara konseli dan
konselor dalam memandang sesuatu yang realita. Menurut Girard Egan menunjukkan
bahwa konfrontai merupakan suatu perluasan dari empati yang tepat dan maju”
Konfrontasi dalam konseling merupakan tanggapan kepada seorang konseli yang
didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang perasaan, pengalaman dan
prilaku. Jadi maksud konfrontasi adalah untuk menolong dia agar membuat
keputusan-keputusan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, agar bisa lebih menerima
dirinya sendiri, dan agar lebih produktif serta kurang bersifat merusak dalam
hidupnya. Konfrontasi konseling adalah bagaimana konselor menghadapmukakan
konseli terhadap persoalan-persoalan konseli sendiri.
Spritual Counseling Model ini untuk membukakan masalah rohani yang
tersembunyi. Konselor harus mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan Yesus
sebagai Juruslamat. Konseling pastoral perlu peka terhadap kebutuhan kebutuhan
rohani konseli. Menurut Freud mengakui hal ini dan berkata ”hanya agama yang
mampu menjawab pertanyaan mengenai tujuan hidup” Konseli harus memberi hal-hal
yang rohani bila konseli yang benar-benar membutuhkan. Tetapi konseli tidak harus
selalu berdoa dan membaca firman Tuhan sebelum konseli benar-benar memerlukan.
Kesadaran akan murid Tuhan Yesus yaitu dipanggil dan diperintahkan menjadikan
semua orang murid-Nya dan menolong yang lemah (Mat 28: 19-20; Rom 15: 1; Gal
6 :1-3; Tes 5:14.6
6
Riky Handoko Sitindaon. M.Th, “Pastoral Konsling Kepada Anak, Anak Butuh Konseling”, Perkumpulan Rumah
Cemerlang Indonesia (PRCI) : Februari 2021. Hlm. 24-28.
Bab III : Hasil Penelitian
Bab ini akan menggambarkan hasil penelitian dan analisa yang dilakukan di
Panggala’ Utara tepatnya di Pangala’ Rinding Allo. Penelitian ini dilakukan kepada seorang
anak yang mengalami kekerasan batin maupun kekerasan fisik. Anak ini berinisial JN
berumur 22 tahun, dan anak pertama dari ketiga bersaudara. Saat ini ia sedang menempu
pendidikan strata satu (S1) di kampus IAKN Toraja.
Kekerasan yang di alami oleh JN berawal dari pernikahan yang dilangsungkan dengan
perjodohan selain itu selisih umur kedua orang tua JN juga terlalu jauh sekitar 20 tahunan.
Akibat dari pernikahan yang dilangsungkan dengan perjodohan dan selisih umur yang
jaraknya terlalu jauh dapat berdampak buruk. Karena pernikahan yang tidak didasari oleh
cinta maka segala harapan dalam keluarga akan menghilang sehingga istri dan anak-anakpun
dapat terluka entah itu terluka secara batin maupun terluka secara fisik.
Seperti yang di alami oleh JN, Ayahnya menika terpaksa dengan ibunya dan ayahnya
tidak perna mencintai ibunya sama sekali. Setelah menika ayah JN tahunya hanya
menghabiskan uang ibu JN, mabuk-mabukan, keluyuran dan tidak malakukan tanggung
jawabnya sebagai seorang suami. Semenjak JN dilahirkan di tengah-tengah keluarga seolah-
olah ia tidak merasahkan kasih sayang terutama kasih sayang dari seorang ayah. Sosok ayah
yang memiliki tanggung jawab besar dalam keluarga yang seharusnya dia yang menjadi
kepala keluarga, panutan keluarga. Namun justru sebaliknya yang di alami oleh JN sosok
ayah yang dikenal olehnya adalah dia yang memberi kepahitan.
Saat ini kondisi ibu JN sudah tua, JN kuliah dibantu oleh Bidikmisi dan saat ini
tinggal di rumah salah satu dosen Kampus IAKN Toraja. Komunikasi antara JN dan ayahnya
juga sudah mulai ada akan tetapi, masih sangat kurang. JN sangat terpuruk dengan
pengalaman hidupnya, sehingga alasan JN pada saat ini bahwa ia sangat takut untuk percaya
sepenuhnya kepada ayahnya. Sekalipun ayah JN sesekali menghubunginya, bukan hal yang
mudah bagi JN untuk berdamai dengan pengalaman hidup yang di alaminya. Untuk menebus
kesalahan ayahnya dengan menelfon JN tidaklah cukup. Bukan bararti dengan menghubungi
JN dapat menobati lukanya sementara Ibu JN tidak perna dihubungi oleh ayah JN. Selain
jarak yang berjahuan, JN sulit dan takut untuk percaya sepenuhnya dengan ayahnya. Dari
pengalama hidup yang di alami JN membuantya takut dan sulit percaya kepada semua laki-
laki.
Dari pendekatan dan pendampingan pastoral yang dilakukan dan di berikan penulis
hasilnya tidak maksimal dikarenakan klien tidak berani mengambil keputusan atas
masalahnya. Penulis kesulitan dalam memberikan pendampingan karena masalah klien cukup
berat. Penulis mengakhiri pendampingan pastoral dengan doa penguatan. Dan disinilah gereja
hadir untuk memberikan pendampingan pastoral kepada Ibu dan anak-anak yang mengalami
kekerasan batin dan juga fisik. Setidak-tidaknya gereja hadir sebagai penopang bagi keluarga.
Bab IV : Penutup
Kesimpulan
Banyak keluarga yang hancur karena perselingkuhan adalah juga masalah yang
sedang digumuli oleh gereja. Menghadapi realita ini, maka gereja harus memainkan peranan
yang sungguh-sungguh mampu mentrasformasi sebuah keluarga. Mulai dari pendampingan
yang intens mengawali dan mempersiapkan umat memasuki sebuah pernikahan dan
mempersiapkan pernikahan selanjutnya. Sehingga pasangan suami istri sungguh-sungguh
mengahyati arti dan makna sebuah keluarga, mampu membangun dan merawat cinta kasih
dan terhindar dari berbagai praktek yang berujung kepada kehancuran bangunan keluarga.
Pendampingan pastoral sebagai tugas gereja adalah cara yang efektif sebab dengan kekuatan
yang dimiliki lewat pendampingan pastoral maka fungsi pastoral yang bertujuan untuk
menyebutkan, menopang, membimbing, mendampingi, memlihara, membebaskan dan
memberdayakan, dapat menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dan meminimalisir
kerusakan yang mungkin saja terjadi. Banyak keluarga yang sementara mengalami kesesakan
akibat perselingkuhan yang membuat anak-anak membenci orang tuanya maka sudah
sepatutnya gereja menjadi alat Tuhan untuk berseru “marilah kepadaku yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”.
Daftar Pustaka
Van Beek Aert, “Pendampingan Pastoral”, PT BPK Gunung Mulia ( Jakarta : 2003 ),
Riky Handoko Sitindaon. M.Th, “Pastoral Konsling Kepada Anak, Anak Butuh Konseling”,
Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia (PRCI) : Februari 2021.