DISUSUN OLEH:
INDAH SIAHAAN
PUTRI SITIO
PUTRI PERMATA
MARTA
ARUNIA
Berbicara mengenai kasus perzinahan dalam tradisi bangsa Israel adalah sesuatu
hal yang menakutkan dan membayakan bahkan sampai kepada pembunuhan.
Larangan perzinahan adalah salah satu perintah Tuhan dari sepuluh hukum taurat.
Jelas orang yang melanggar perintah Allah akan mendapat hukuman. Bahkan ayat di
atas sangat begitu jelas undang-undangnya sesuai dengan perintah Allah. Kitab Ulangan
17:7, dan Imamat 20:10 menjelaskan bagaimana orang yang kedapatan yang berzinah
dihukum mati atau dirajam dengan batu sesuai dengan hukum Kitab Musa. Bagi yang
melakukan perzinahan tidak ada “tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas
kasihan, tidak ada diberi kesempatan. Berarti bisa ditarik benang merah bahwa orang-
orang yang melakukan perzinahan dalam Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang
mati tanpa ada diberi kesempatan untuk bertobat.
Kasus perzinahan ini sangat mengerikan karena tidak ada kesempatan diberi
untuk memperbaiki kelakuan moral mereka. Tetapi syukur dengan datangnya Yesus
Kristus kedunia sebagai hakim atas hukum Taurat maka ada kesempatan diberi untuk
berubah kepada orang yang jatuh dalam perzinahan. Yesus tidak menghukum ketika
kasus yang perempuan yang kedapatan yang berzinah. Tetapi Yesus memberi
kesempatan untuk berubah dari kelakuan buruknya sehingga membawa kepada
pertobatan
Hukuman rajam bagi orang yang melakukan zinah adalah bentuk yang sangat
brutal eksekusi, tetapi yang anehnya logis dalam konteks zaman. Batu pertama harus
dilemparkan oleh para saksi perzinahan, dan kemudian setelah itu setiap anggota
masyarakat di mana dua pezinah hidup harus maju ke depan dan melempar batu.
A. Latar Belakang
Konteks dalam Yohanes 8:2-11 adalah ketika Yesus sedang mengajar di halaman bait
Allah, beberapa orang farisi dan ahli taurat membawa seseorang perempuan yang
tertangkap basah sedang berzinah dengan laki-laki yang bukan suaminya. Dengan
maksud menguji Yesus, orang-orang farisi dan hali Taurat, mengatakan bahwa
perempuan itu harus dihukum mati, seperti yang diperintahkan oleh hukum Musa
(Imamat 20:10) . Namun Yesus menentang pemahaman mereka yang sempit tentang
dosa.
Kejadian ini berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan
Farisi mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk
mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin
termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi).
Tujuan Yesus mengatakan bahwa Dia sendiri adalah terang itu, untuk
menunjukkan bawha Yesus adalah Allah sendiri (Yohanes 8:48), dan berkuasa atas
hukum taurat yang dapat memberi pengampunan dan segalanya.
B. Pengertian Perzinahan
Kata perzinaaan berasal dari kata dasar zina yang berarti perbuatan bersenggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan (pernikahan).
Perbuatan bersenggama antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan
seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat
perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Di dalam perjanjian lama di tegaskan bahwa perzinahan memiliki sanksi yang keras
yaitu setiap orang yang melakukanny akan dirajam sampai mati. (Im.20:10). Hukuman
mati ini menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran
prinsip moral karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah.
BAB II
SIKAP AHLI TAURAT DAN FARISI
Sikap atau tindakan para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang suka
menghakimi orang bersalah dengan menggunakan hukum Musa (Taurat Tuhan) sebagai
alasan untuk menghukum dan menghakimi. Dimana hukum tersebut menegaskan
bahwa “siapa kedapatan berzinah harus dilempar/dirajam dengan batu sampai mati
(ayat 5).” Perempuan yang kedapatan berbuat zinah ini hanya menangis dan terdiam.
Berharap akan mendapatkan pengampunan atau pembebasan. Yesus sebagai Hakim
masih terdiam mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi.
Sikap Yesus ketika ahli taurat dan farisi ingin menjebak dan memojokkan Yesus
dalam hal hukum Musa, Yesus lebih berhati-hati dan penuh dengan hikmat Allah. Jadi
Yesus tidak terburu-buru untuk menjawab pertanyaan ahli taurat dan farisi. Tetapi
memikirkannya terlebih dahulu dengan kuasa otoritas Allah.
Sebagai konseling yang profesional yaitu Yesus Kristus menjadi teladan atau
panutan dalam hal ilmu konseling karena dalam realita di lapangan bahwa Yesus
terbukti dan teruji, nyata bahkan memberikan jalan keluar bagi yang bermasalah.
Dalam situasi yang paling sulit dan jalan yang buntu, Yesus sanggup memberi solusi
yang paling tepat bagi yang bermasalah. Itulah sebabnya sikap Yesus ini perlu ditiru
untuk dipraktekkan anak-anak Tuhan yang mempunyai kerinduan dalam melayani yang
bermasalah.
Sikap Yesus yang paling nampak, ketika perempuan kedapatan berzinah adalah
yaitu sikap yang dilandaskan dalam “kasih”. Jadi dasar Yesus adalah kasih. Yesus tidak
menghakimi, Yesus tidak menghukum dengan melemparkan batu, Yesus tidak berkata
kamu itu tidak pantas lagi, tetapi Yesus berkata “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.
Kalau direnungkan perkataan Yesus dalam hal ini, bukan berarti Yesus member
toleransi akan dosa perzinahan melainkan memberikan kesempatan untuk bertobat.
Untuk itu, landasan konselor Alkitabiah adalah Yesus sebagai otoritas tertinggi.
Dalam artian bahwa dalam segala sesuatu dilandaskan dengan prinsip-prinsip metoda
konseling Yesus, yaitu kasih, penuh dengan pengampunan, tidak ada pengkotak-
kotakan, penuh dengan hikmat, berhati-hati, mendengar yang baik bahkan sampai
bertindak dengan baik. Akhirnya membawa orang-orang yang bermasalah, yang
terhimpit, yang putus harapan kembali kepada kebenaran yang sesungguhnya yaitu
Yesus Kristus. Jadi membawa kepada Yesus sebagai jawaban hidup manusia satu-
satunya.