NPM : 12175201170106
Pada masa pemerintahan Manasye, ia menghapuskan segala kebaikan yang telah dibuat
oleh ayahnya, Hizkia. Sebagai raja yang takluk kepada Asyur, ia memasukan penyembahan
berhala dari asyur. Rakyat diizinkan beribadah kepada berhala Kanaan lagi. Pada masa yang
penuh dengan kegelisahan itu, Raja Asyur, Assurbanipal, menyuruh mengikat Manasye dengan
rantai dan dibawa ke kota babel, yang pada waktu itu masih dikuasai oleh babel. Di sana ia
merendahkan diri dihadapan Allah nenek-moyangnya. Setelah pulang kembali ke Yerusalem, ia
mencoba menghapuskan kejahatan-kejahatan yang ada, dan menghidupkan kembali ibadah
kepada TUHAN. Namun, itu tidak berhasil. Rakyat masih tetap meneruskan ibadah di bukit-
bukit pengorbanan.
Tatkala naik takhta kerajaan, Manasye menggabungkan diri dengan golongan yang pro-
Asyur. Ia melalukan penyembahan berhala, menyembah semua tentara langit. Mezbah untuk
berhala itu ditempatkan dikedua pelataran bait suci. Istar, ratu langit, dihormati; kereta matahari
dan kuda matahari. Rakyat tetap beribadah kepada berhala-berhala orang Kanaan yang lama.
Bukit-bukit pengorbanan, mezbah untuk baal, patung-patung Asyera. Ketika Manasye digantikan
dengan anaknya Amon. Iya juga turut melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh Manasye,
yakni penyembahan berhala.
1
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. hlm 60 dan W. S.
LaSor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011. hlm 250
2
D. Guthrie dkk, Tafsiran Alkitab Masa Kini I, Cet 11, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007. Hlm 67
3
W. S. LaSor, op.cit.. dan J. D. Douglas (Ed.), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jiilid II (M-Z), Cet. 7, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008, hlm 522
menghapuskan bukit-bukit pengurbanan. Namun sesudah ia, keturunannya, Amon dan
Manaseh, membangunnya kembali. Peneliti bisa membedakan antara penghapusan bukit
pengurbanan di luar Yerusalem pada masa Hizkia, dan perusakannya di masa Yosia. Hanya
kedua kegiatan itu, apakah bersifat temporer atau permanen, tidak diketahui. Perusakan bukit
pengurbanan dimulai dari sebelah timur Yerusalem di sebelah selatan bukit Kebusukan dan yang
didirikan oleh Salomo, raja Israel, untuk Asytoret.
Raja Yosia merupakan raja yang masih berusia 8 tahun. Ia memerintah selama 31 tahun
lamanya. Pada tahun ke-18, Yosia melakukan suatu pembaharuan (Reformasi) yang dampaknya
sangat besar bagi kerajaan Yehuda. Ketika Yosia menjadi raja, kerajaan Asyur mulai melemah
sehingga kekuasaan atas Yehuda juga melemah. Dari situlah Yosia menggunakan kesempatan itu
untuk mencoba kembali menyatukan kerajaan Israel utara tersebut ke dalam kerajaan Yehuda
supaya kembali bersatu seperti zaman Daud, leluhur darinya yang menjadi raja. Pemicu
pembaharuan Yosia adalah ditemukannya kitab suci di bait suci pada masanya. Kitab tersebut
merupakan tulisan kerajaan Isra niel utara yang dilarikan ke selatan dan disimpan di bait suci.
Akan tetapi, reformasi atau keinginan yang ia lakukan tidak tercapai. Sebab Yosia terlanjur mati
dibunuh oleh Firaun neko dari mesir di megido. Kematiannya tersebut diikuti dengan
melemahnya kerajaan Yehuda di selatan. Selain itu, reformasi Yosia juga bertujuan untuk
mengembalikan reputasi penguasa agar memungkinkan dia sebagai raja yang memperhatikan
rakyatnya atau orang-orangnya. Reformasi dari Yosia sendiri muncul setelah 80 tahun dominasi
Asyur atas keluarga Daud.
Ada beberapa penyebab sehingga reformasi Yosia ini gagal. Berawal dari para
pendukung reformasi Yosia yang harus berhadapan dengan kesulitan menyebarkan program
extremis, serta kematian Yosia yang relatif cepat, tak terduga, yakni hanya 12 tahun setelah
reformasinya. Dan dukungan juga lemah terhadap reformasi Yosia.
Sebenarnya, perspektif yang ingin dibangun penulis adalah untuk mengaitkan kisah ini
dengan tradisi Musa yang sangat mengatur relasi antar orang Israel sebagai umat perjanjian,
dengan sesama dan dengan Tuhannya. Apa yang dilakukan Yosia mempunyai
kemiripan dengan perihal yang diatur dalam hukum Deuteronomis (Ulangan 12-26). Khususnya
pasal 12 tentang sentralisasi tempat ibadah. Namun, ada pakar yang menyangsikan hal itu, sebab
formula khas Deuteronomis (Ul.12) seperti, ”ke tempat yang TUHAN pilih”, ”ke tempat yang
mana nama TUHAN ada”, dan ”namaNya ada di sana” tidak muncul dalam proses reformasi
Yosia.
3. Ideologi penulis
Berbagai instruksi yang digambarkan di dalam teks Ulangan 7:1-26 sangat menganut
pandangan triumfalis, eksklusif dan intoleran sebagai keyakinan teologis, walaupun sarat
dengan sikap resistensi keagamaan. Dalam penelusuran berbagai literatur, ditemukan
bahwa ideologi umat pilihan ini dimanfaatkan untuk memperjuangkan kepentingan
kelompok tertentu di Israel. Di masa pra-pembuangan, raja Yosia merupakan tokoh
utama yang melegitimasi taurat Musa guna melaksanakan reformasi ibadah di
Yerusalem. Upaya reformasi tersebut diklaim Yosia untuk memurnikan peribadatan
Israel serta memulihkan kembali kejayaan Israel Raya, namun sebenarnya tindakan
tersebut sarat dengan kepentingan sosio-politik, ekonomi, maupun keagamaan. Ideologi
umat pilihan dan bangsa yang kudus menuntut kekerasan dan diskriminasi kepada bangsa
Kanaan, tetapi juga secara tidak langsung kepada umat Israel di Utara. Dengan
mengatasnamakan Tuhan, KSD melalui Yosia melakukan reformasi. Sesuai dengan
perintah, maka Israel harus menumpas atau membunuh penduduk asli yang ada di
Kanaan, yang nota benenya merupakan tuan tanah di daerah itu. Hal tersebut memiliki
tujuan atau kepentingan tersendiri untuk menguasai daerah-daerah yang strategis dan
produktif. Olehnya, dengan dibunuhnya tuan tanah maka hak-hak tanah sudah pasti
menjadi milik para imam yang memproklamirkan perintah itu. Demi mendapat hidup
yang lebih layak dan kaya, kekerasan pun dilakukan. Rupanya, para imam itu melalui
Yosia, bukan saja ingin menguasai kultus Israel secara utuh, tetapi juga ingin menguasai
wilayah tersebut. Karena, ketika ibadah berpusat disatu tempat, pemerintahan pun akan
terpusat. Pemusatan ini diperlukan agar raja menjadi kuat, untuk dapat melawan kekuatan
Mesir dan juga Asyur. Akan tetapi, sekali lagi itu tidak bisa tercapai. Karena memang,
perintah itu adalah perintah yang tidak realistis.
4. Ideologi Penulis
Hal yang digambarkan oleh kitab Ulangan 7:1-11 ini merupakan hal yang berbau
kekerasan atau penindasan. Kemudian Nama Tuhan digunakan sebagai legitimasi atas
tindakan kekerasan tersebut.