Anda di halaman 1dari 13

Nama: Achas Kamanasa

NPM: 12175201170024
Tugas MID: Hermeneutik PB 3

I. Pendahuluan

Gagasan mengenai Yesus sebagai pembawa damai, tidak dapat dilepaspisahkan dalam

konteks kitab Lukas. Pengisahannya dimulai dari kisah kelahiran Yesus, bala tentara sorga

melafaskan pujian “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di

bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya“ (Luk.2:14). Nyanyian bala tentara sorga itu

menggenapi pesan yang telah dibawakan oleh Malaikat pada awalnya kepada Maria bahwa

Yesus yang lahir adalah seorang raja damai. Nada dan nuansa tersebut kemudian memenuhi juga

kisah-kisah berikutnya.

Tetapi, masih dalam rentetan narasi Kitab Lukas, muncul narasi yang seolah mendestruksi hal

tersebut, yaitu Lukas 14: 49-53. Tertulis bahwa “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk

membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan

pertentangan” (Luk.12: 51). Bahkan, pertentangan yang dikisahkan dalam narasi ini mulai terjadi

dari dalam suatu persekutuan keluarga (household). Menurut penulis, jika teks ini dipahami

secara harafiah maka akan menimbulkan kontroversi. Hal ini dikarenakan, adanya perbedaan

gagasan mengenai Allah sebagai sang Pembawa Damai itu. Tetapi terlebih dari pada itu, narasi-

narasi semacam ini juga dapat dilegitimasi untuk menjadi sebuah dasar kekerasan antar agama.

Oleh sebab itu, menurut saya, teks ini perlu ditafsir lebih jauh untuk menemukan makna

sesungguhnya dari apa yang disampaikan oleh Yesus. Penafsiran yang akan dilakukan juga,

menggunakan pendekatan/ metode naratif. Dalam pendekatan ini, teks merupakan fokus

perhatian dalam proses penafsiran karena teks merupakan final product sehingga penafsiran

terhadap teks menjadi sangat penting. Teks kemudian tidak lagi dipahami sebagai sebuah jendela
(kerangka historis) melainkan sebagai cermin sehingga teks tersebut yang akan memberi

maknanya maka tindakan-tindakan, dan seluruh aspek narasi yang coba dimunculkan dalam teks

akan mengartikan teks tersebut.1 Namun jika ada dimensi historis yang tidak tergambarkan

secara jelas dalam teks maka penulis akan memberikan sedikit informasi historis tersebut

sehingga makna teks bisa terpahami dengan baik. Dalam teori hermenutik, pada prinsipnya

setiap metode tafsir saling membutuhkan satu sama lain.

II. Pembahasan

II.1 Pertanyaan Pra-Paham

Dalam teori-teori hermeneutik, dipahami bahwa Pra-Paham merupakan pijakan awal ketika

kita hendak memahami sebuah teks/ narasi. Oleh sebab itu, terdapat beberapa pra-paham

saya terhadap narasi ini, yaitu:

1. MengapakahYesus menyampaikan hal tersebut? Apakah dengan demikian, benar adanya

bahwa satu sisi dia membawa kedamaian tetapi di sisi lain dia membawa pertentangan

dan pemisahan?

2. Wajah Yesus seperti apa yang hendak ditampilkan oleh kisah tersebut?

3. Jikalau seperti itu, bagaimana dengan kehidupan kita pada masa kini? Apakah kita juga

harus melakukan pemisahan terkhususnya dengan agama lain sama halnya dengan yang

diungkapkan oleh kisah?

II.2 Kajian Konteks Sosial Teks

Aktivitas pengajaran Yesus yang berkeliling itu, salah satu situasi sosial yang

mempengaruhi pengajaran Yesus, yang masih teredaksikan di dalam Injil-Injil adalah

adanya ketegangan dan konflik yang terjadi antara orang-orang Yahudi dan non Yahudi,

1
Yohanes Parihala, Menggereja yang Pro Hidup: Tafsir Teks dan Diskursus Teologi dengan Perspektif Marginalitas,
Pembebasan, dan Perdamaian, (Papua: Aseni, 2019), hlm. 28.
kota dan pinggiran kota, orang kaya dan miskin, pemerintah dan yang diperintah. Kondisi

tersebut penting untuk memahami makna pengajaran Yesus. Perrin dan Dulling

menyebutkan pula bahwa hubungan sosial (social relationship) antara Yahudi dan non-

Yahudi, kaya dan miskin, kekristenan dan pemerintah, adalah masalah-masalah yang

dihadapi pula oleh penulis Lukas dan Kisah Para Rasul pada generasi ketiga kekristenan

di samping masalah teologis mengenai penundaan Parousia, dan Kejatuhan Yerusalem.2

Dalam kaitan dengan kajian Lukas 12:49-53 maka konteks ketegangan relasi sosial ini

penting untuk dijelaskan.

Diketahui bahwa, Lukas menyebutkan bahwa aktivitas Yesus berpusat di seputaran

wilayah Galilea dan tempat yang ditunjukkan adalah Kapernaum. Terdapat pandangan

yang menyebutkan bahwa Kapernaum merupakan the center of Jesus activity. Kota ini

berada di sebelah Utara laut Galilea. Di masa Yesus, kota ini pernah menjadi wilayah

perbatasan antara teritori Herodes dan Raja Philip. Itu sebabnya, di wilayah ini

ditempatkan pula pasukan pengamanan yang juga terdapat dalam cerita Lukas 7:1,8.

Dalam Yesaya 8:23, Galilea disebut sebagai “Galilee of the Gentiles”. Yesaya menunjuk

pada kenyataan setelah Asyur menaklukkan Kerajaan Israel Utara pada tahun 721 SM,

menyebabkan di daerah Galilea dan sekitarnya terdapat banyak orang-orang non-Yahudi.

Begitu banyaknya orang non-Yahudi di Galilea, ketika terjadi revolusi komunitas Yahudi

yang digerakan kelompok Makabean pada abad kedua Sebelum Masehi, minoritas rakyat

Yahudi meminta bantuan dari komunitas Yahudi di Judea (I Macc.5:14f). Galilea dan

sekitarnya dikuasai kembali oleh rakyat Yahudi ketika Aristobulus I dari kelompok Judas

Makabeus berhasil memerangi orang-orang non-Yahudi tahun 104-103 SM. Ketika

2
Norman Perrin dan Dennis C. Duling, The New Testament “an Introduction”,(America: Harcourt Brace Jovanovich,
1982), hlm. 296.
Jenderal Romawi, Pompey menguasai Palestina tahun 63 SM, maka Galilea dan

sekitarnya kembali ditempati oleh mayoritas rakyat non-Yahudi. Namun, sebagian dari

tradisi keagamaan Yahudi di Galilea, masih dibiarkan eksis, seperti peranan para imam

besar, sinagoge, dan tradisi Yahudi lain yang tetap dipraktekan. Ketegangan dan konflik

antara orang Yahudi dan non Yahudi dalam situasi ini tidak bisa dihindari. Namun, di

balik pertentangan, ada pula relasi baik yang terbangun pada sebagian orang non-Yahudi

dan Yahudi. Ini seperti yang digambarkan pada narasi seorang Perwira di Kapernaum

(Luk.7).3

Selain itu, salah-satu siuasi sosial yang terjadi juga adalah mengenai pemerintahan

romawi. Diketahui bahwa Raja Herodes dan tiga anaknya merupakan perpanjangan

tangan Kekaisaran Romawi yang memerintah di wilayah Galilea dan sekitarnya pada

abad pertama Masehi. Herodes memimpin dengan tangan besi. Herodes dapat membunuh

siapa saja demi melanggengkan kekuasaannya. Bahkan, Istrinya, Mariamne dibunuh

olehnya bersama dengan Hyrkanus yang tidak lain adalah mertua Herodes sendiri.

Herodes juga membunuh 40 anggota Sanhedrin yang bersimpati dengan keluarga

Hasmoni.4 Setelah Herodes mati, wilayah kekuasaanya itu dibagi kepada ketiga anaknya

oleh Kaisar Agustus. Wilayah Yudea, Samaria, Idumea jatuh ke tangan Arkhelaus.

Wilayah Galilea dan Parea dikuasai Herodes Antipas, dan Distrik Utara Trans Yordan

dikuasai Filipus. Kekuasaan Herodes dan anak-anaknya sungguh menjadi beban bagi

rakyat Yahudi di kala itu. Mereka memeras rakyat dengan piutang dan pajak tanah.

Rakyat yang sangat miskin harus menjual tanah mereka kepada para penguasa hanya

3
Gerd Theissen & Annete Merz, The Historical Jesus (London: SCM Press, 1998), hlm. 169.
4
Y. Parihala, Op. Cit., hlm. 38.
demi mempertahankan hidup. Akhirnya mereka harus bekerja sebagai budak di

perkebunan dan ladang yang bukan lagi menjadi milik mereka.5

Di samping itu, masyarakat Yahudi dibebani dengan sistem pajak ganda yang tidak bisa

dihindari. Pertama, dengan tekanan militer Roma, masyarakat harus membayar pajak

sebesar 35-45 % kepada Kaisar. Kemudian, 10-20 % membayar pajak kepada Raja

Herodes dan keluarganya. 10-20 % membayar pajak Bait Allah. Belum juga dengan

keharusan mereka membayar pajak tanah sewaan kepada para pemilik tanah. Kemiskinan

dan Penderitaan dialami sebagai besar rakyat Yahudi di Galilea dan seputarannya. 6

Situasi ini melahirkan perlawanan rakyat Yahudi hingga berakhir dengan kejatuhan

Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 70 M. Pada tahun 132-135 M upaya revolusi rakyat

yang dipelopori oleh kelompok militant Yahudi juga berhasil dikalahkan penguasa Roma.

Ini menunjukkan bahwa di era penulisan Perjanjian Baru, ketegangan dan konflik antara

penguasa dan yang dikuasai masih menjadi suatu latar belakang historis. Menurut Perrin

dan Dulling, pada periode pertengahan sejarah penulisan perjanjian Baru, orang-orang

Kristen menghadapi salah satu persoalan serius, yaitu persekusi dari Kekaisaran Roma.

Tidak sebatas pada peristiwa penyaliban Yesus, Kekaisaran Roma yang menerapkan

sistem pax romana atau damailah Roma, menggunakan kekuasaan militernya untuk

mengontrol stabilitas Kekaisaran. Selain itu, penulis menempatkan Kekristenan di dalam

sebuah sejarah misi – yang tidak lain berlangsung di dalam wilayah kekuasaan

Kekaisaran Roma. Oleh karena itu, upaya menjalin hubungan yang baik dengan

pemerintah menjadi salah satu tujuan. Hal ini misalnya, ditemukan dalam peredaksian

Injil Lukas mengenai kisah penyaliban Yesus. Dalam peredaksian Lukas, Pilatus tidak
5
Robert Coote dan Mary P Coote, Kuasa Politik dan Proses Pembuatan Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
hlm. 128.
6
Yohanes Parihala, Allah yang turut tersalib, (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hlm. 40.
menemukan kesalahan pada Yesus (Luk.23:4), bahkan seorang Prokonsul di Cyprus

adalah seorang percaya (Kis. 13:12); ketika Yesus disalibkan, kepala pasukan Roma

menyebutkan Yesus sebagai seorang benar, berbeda dengan peredaksian Matius dan

Markus di mana Yesus disebutkan sebagai Anak Allah. Hal ini menegaskan tujuan

penulis Lukas untuk menunjukkan bahwa Kekristenan, yang merupakan para pengikut

Kristus, adalah “a legal religion”.

II.3 Kajian Aspek-Aspek Naratif

a. Narator

Dalam narasi ini narator menampilkan sosok yang memahami dan mengetahui segalanya,

Aku datang untuk melemparkan api ke bumi, api ini di kirim oleh Kristus dengan tugas

untuk memurnikan dunia, untuk mengangkat sisa-sia kotoran di dalamnya, dan untuk

membakar sekamnya, dan api itu telah menyala. Kristus akan membabtis dengan Roh

Kudus dan dengan api. Roh ini turun dalam lidah-lidah api, dan api ini adalah

penaniayaan, dan narator menyatakan bahwa api itu telah menyala dalam bentuk

permusuhan orang-orang Yahudi yang tidak saleh terhadap Kristus dan para pengikut-

Nya.

b. Peristiwa:

Teks Lukas 12: 49-53, penulis menarasikan mengenai Yesus membawa pemisahan

- Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu

telah menyala! Tuhan kita menyadari, bahwa misi-Nya mendatangkan pemisahan

dan menggelisahkan. Dia melihat dengan jelas, bahwa salib akan merupakan pokok

pertentangan dan perdebatan, dan betapa Ia ingin, bahwa peninggian diri-Nya (Yoh.

12:32) itu sudah terjadi


- Dia merasa, bahwa kuasa-Nya akan dibatasi hingga karya salib diselesaikan

- Bukan damai, melainkan pertentangan. Yudaisme merupakan agama keluarga di

mana para penganutnya beribadah menurut kesatuan rumah tangga dan bukan

perseorangan

Yesus sudah melihat sebelumnya, bahwa pernyataan-pernyataan-Nya akan

memisahkan keluarga dan akan mengharuskan dibuatnya keputusan pribadi

- Yesus menyatakan keinginan-Nya yang besar untuk menyerahkan nyawa-Nya

karena kasih-Nya kepada kita. 

- Yesus menyebut kematian-Nya sebagai baptisan, sebab Ia mengetahui bahwa Ia

akan bangkit dari kematian-Nya dengan mulia.

- Pembaptisan kita maknanya adalah kita ‘ditenggelamkan’ di dalam kematian

Kristus, di mana kita ‘mati’ terhadap dosa dan dilahirkan kembali di dalam

kehidupan ilahi bersama Yesus

- Di dalam kehidupan yang baru ini, kita sebagai murid Kristus harus juga hidup

dalam api Roh Kudus, seperti para rasul Yesus. Api Roh Kudus inilah yang

merupakan pemenuhan janji Kristus atas para rasul dan api Roh Kudus inilah yang

harus mendorong kita sebagai murid Kristus untuk mengasihi seperti Kristus

mengasihi kita.

- Tuhan telah datang ke dunia dengan membawa pesan kedamaian dan

perdamaian.Jika seseorang menentang pesan ini Kristus ini, dengan hidup di dalam

dosa, maka ia melawan Kristus. Maka dengan kedatangan Yesus terdapat

pertentangan antara mereka yang menerima Yesus dan ajaran-Nya, dan mereka
yang menentang Kristus dan ajaran-Nya. Maka sepanjang hidup-Nya di dunia,

Kristus adalah tanda pertentangan.

- Pertentangan ini adalah akibat dari tanggapan yang berbeda-beda terhadap ajaran

Kristus. Pertentangan ini juga kita alami sekarang ini, di mana terdapat nilai-nilai

yang berbeda, yang diajarkan oleh dunia dan yang diajarkan oleh Kristus. Namun

Tuhan Yesus sudah memperingatkannya kepada kita, agar kita teguh memegang

ajaran-ajaran-Nya.7

c. Tokoh

Yesus: Yesus menunjukan bahwa hidup beriman serta tindakan kebenaran memiliki

konsekuensi yang tidak mudah. Beriman kepada Yesus memiliki tuntutan untuk hidup

seturut perintah-Nya. Perintah itu hukum cintah kasih. Cinta kasih menyata dalam

perbuatan baik, kejujuran, solidaritas, dan berbagai tindakan yang bermuarah pada kasih

Tidak semua orang terbuka akan cinta iman dalam Kritus. Perwujudan iman akan Yesus

di tenggah dunia manusia inilah yang membawa pertentangan dan pemisahan. Ciri hidup

beriman inilah menjauhi kecemaran dan kedurhakaan dan nafsu duniawi karena

perhambaan dosa.

d. Setting

Seting dalam sebuah narasi memiliki bermacam-macam fungsi, Menurut Alan Powel

seting bisa memiliki arti simbolik, bisa membantu pembaca untuk mengenal karakter,

menandai konflik maupun membantu pembaca untuk menunjukan struktur narasi.Seting

member informasi tentang kapan dimana dan bagaimana sebuah kisah itu terjadi. Powell

7
http://blogkumpulankhotbah.blogspot.com/2016/08/pilih-satu-di-antara-dua-lukas-1249-56.html
menunjukan bahwa ada tiga unsure seting dalam satu kisah yaitu :Seting tempat, Seting

Waktu, Seting Lingkungan Sosial.8

Tempat: Perjalanan Yesus ke Yerusalem, dan Yesus mengajar orang banyak,

Waktu: Sang juruselamat pergi ke Yerusalem, sebagaimana di gambarkan bahwa Yesus

sedang mengajar di Yerusalem mengenai kewaspadaan terhadap orang-orang fasik yang

memberikan hal yang tidak baik kepada orang-orang untuk tidak mempercayai Yesus

Lokasi: Yesus meyakinkan para pendengar-Nya bahwa pemuridan Kristen adalah berat,

bahkan menyebabkan pertentangan dalam keluarga (ay. 53). Pertentangan itu disebutkan

oleh Yesus seperti api yang dilemparkan-Nya. Dalam pertentangan itu, Yesus meng-ajak

untuk tidak berhenti melayani dalam kasih dan berkorban. Baptisan Yesus mau menunjuk

pada penderitaan-Nya di kayu salib dan kematian-Nya sendiri. Yesus memberi peringatan

supaya kita waspada menghadapi segala situasi. Diserukan kepada kita supaya selalu

berjaga-jaga dan berlaku setia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada kita di

dunia ini (Luk 12:35-48).

Sekarang, menyusul sejumlah perkataan-perkataan Yesus yang menjelaskan bahwa

zaman dimana para pendengar-Nya dulu – termasuk kita sekarang – merupakan masa

yang sangat krisis, yang mengharuskan kita mengambil keputusan yang sangat mendasar,

yaitu keputusan yang menentukan hidup atau mati. Selanjutnya Yesus mengingatkan,

bahwa para pengikut Kristus, tidak selalu hidup dalam kedamaian, terkadang mengalami

ketegangan, pertentangan, bahkan perlawanan. Karena itu, Yesus ingatkan supaya kita

hidup bijaksana menilai zaman ini (Luk 12:49-56).

e. Alur

8
Mark Allan Powel, What Is Narative Criticim, (Minneapolis:Fortress Press,1990), 69
Alur kisah ini termasuk kisah berkelanjutan dari akhir perjalanan Yesus, anak manusia
akan diserahkan kepada bapa-Nya yang di sorga melalui, penyaliban Yesus di kayu salib
sebagai lambang penebusan bagi manusia.

f. Sudut pandang
Dalam teks ini memberikan gambaran kepada kita selalu orang-orang percaya, yang
memilih Yesus akan menghadapi penolakan dan pertentangan karena imannya pada
Yesus. Setiap orang yang mengikut Yesus dipanggil untuk siap ketika menghadapi
pertentangan seperti Yesus sendiri dalam seluruh penderitaan-Nya.
Beriman kepada Yesus bukan sekadar percaya, tetapi menjadi siap untuk serupa dengan
Yesus dalam berkorban bagi kebenaran. Kebenaran diperjuangkan, bahkan bila perlu
disertai dengan pengorbanan hidup. Hidup yang ditolak karena memperjuangkan
kebenaran itu hidup yang memuliakan Tuhan. Jadilah orang yang hidup berkenan pada
Allah, di dalam dunia milik Allah

Analisa Wacana teologi

- Awal kisah

Kedatangan Yesus ke kota Yerusalem membangkitkan harapan mereka akan pemulihan


kerajaan Daud. Mereka menantikan Kerajaan Daud dinyatakan kembali. Kerajaan yang
diperkenan oleh Tuhan. Ketika kita menoleh sejenak kepada Perjanjian Lama,
pembentukan kerajaan Daud penuh dengan liku-liku. Ketika Daud ditetapkan oleh
TUHAN menjadi raja, Saul yang saat itu secara de-factoadalah raja tentu saja berusaha
menangkap dan membunuhnya. Yesus masuk kota Yerusalem. Kota yang megah namun
terbelenggu dalam kekuasaan Kekaisaran Roma. Ketika Ia masuk kota Yerusalem, orang
banyak mau mengklaim popularitas-Nya untuk dipakai bagi gerakan pembebasan.
Sebagian orang lainnya tengah bersiap-siap menangkap dan membunuh-Nya. Gerbang
kota Yerusalem seumpama lumpur. Ada pintu masuk, namun tidak ada pintu keluar.
Yesus meyakinkan para pendengar-Nya bahwa pemuridan Kristen adalah berat, bahkan
menyebabkan pertentangan dalam keluarga (ay. 53). Pertentangan itu disebutkan oleh
Yesus seperti api yang dilemparkan-Nya. Dalam pertentangan itu, Yesus meng-ajak
untuk tidak berhenti melayani dalam kasih dan berkorban. Baptisan Yesus mau menunjuk
pada penderitaan-Nya di kayu salib dan kematian-Nya sendiri 
- Akhir Kisah
Tuhan Yesus membuat jelas kepada murid-muridNya bahwa kedatanganNya ke bumi
adalah permulaan suatu zaman krisis; tidaklah mungkin untuk tetap tinggal netral
(bandingkan dengan Lukas 11:23); saat genting bagi manusia sudah tiba untuk
mengambil satu keputusan; dan akibatnya kelak adalah pertentangan dan perselisihan.
Serangan-serangan yang menyebabkan kematianNya (ayat 50) tidak akan berhenti di
waktu kematianNya, tetapi akan berjalan terus dan mengenai juga pengikut-pengikutNya
(ayat 51-53; perhatikan bahwa perkataan ini terdapat juga dalam matius 10:34-36, yaitu
berhubungan dengan pengutusan kedua-belas murid itu).

II.4 Makna Teologi pada Masa Lampau


ACHAS SILAHKAN BACA DAN TAFSIR--- BARULAH BISA DIBUAT
II.5 Makna Teologi dari Teks bagi Pembaca Masa Kini
Mengikuti Kristus adalah sebuah pilihan yang radikal karena kita harus merubah
orientasi pribadi kita hanya kepada Tuhan, dan pelayanan bagi hidup sesama
kita. Seringkali menjadi murid Kristus menempatkan kita dalam posisi yang canggung
dengan sesama kita, dan tidak jarang memaku kita pada situasi yang berbahaya dan bahkan
mengancam jiwa.
Sejarah telah memberikan kesaksian bahwa umat Kristiani dengan jumlah yang tak
terhitung lagi lebih memilih untuk mati sebagai martir daripada mengkhianati cinta mereka
bagi Yesus dan sesama. Tentunya, tidak semua orang harus menjadi martir, tapi mengikuti
Kristus tetap menjadi pilihan yang radikal di dalam kehidupan kita sehari-hari. Suatu kali,
seorang teman berbagi cerita bahwa dia jatuh cinta dengan seorang pria, rekan
kerjanya. Tentunya, jatuh cinta dengan seorang pria seusianya sangatlah wajar dan alamiah.
Namun, imannya kemudian mulai diuji ketika dia tahu bahwa sang pria bukanlah
seorang Katolik. lebih jauh lagi, sang pria menuntut dia untuk pindah agama jika dia ingin
sang pria untuk menjadi suaminya. Dalam situasi sangat sulit ini, iman tidak lagi sekedar
masalah ibadat atau katekese, tapi sebuah pilihan radikal yang membutuhkan
pengorbanan yang sangat besar.
Kata-kata Yesus dalam Injil hari ini berubah menjadi kenyataan bagi setiap orang yang
berkomitmen kepada-Nya. “Aku membawa pertentangan bukan perdamaian.” Pertentangan,
pemisahan dan permusuhan adalah konsekuensi mengikut Yesus. Sungguh sangat sulit
mengikuti Kristus. Namun, kabar baiknya adalah bahwa Yesus tidak berniat untuk
menghancurkan kita melalui ‘api’ yang Ia bawa, tapi memberi kita kesempatan untuk
mencintai lebih besar.
Yesus mengatakan seperti itu, karena menurut pengharapan tokoh-tokoh teolog Yahudi,
bahwa kedamaian dan keselamatan yang dibawa ketika Mesias datang, adalah kedamaian
dan keselamatan secara politis, yaitu kedamaian dan kelepasan mereka dari penjajahan
Romawi. Sebab itu Yesus mau menegaskan bahwa, bentuk kedamaiana dan keselamatan
yang dibawa-Nya, sama sekali beda dan tidak seperti yang diharapkan orang-orang Yahudi.
Mengapa pertentangan itu bisa terjadi? Pertentangan itu terjadi, karena kehadiran Yesus
dan karya keselamatan yang dikerjakan-Nya, lewat kematian dan kebangkitan-Nya, manusia
meresponnya dari dua sisi yang berbeda. Ada kelompok manusia yang percaya
dan  menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat; mereka disebut murid atau pengikut
Kristus. Dan yang lain adalah kelompok manusia yang tidak percaya dan yang menolak
Yesus serta pengajaran-Nya. Kelompok ini, menentang, membenci, dan menganiaya orang-
orang percaya, yang setia mengikut Kristus. Itulah bentuk “pertentangan” yang dimaksudkan
Yesus pada ayat 51 tersebut, yang akan dialami oleh para murid-Nya. Dan hal itu sudah
terjadi dan akan terus terjadi.
Pada zaman sekarangpun, seringkali terjadi hal yang serupa. Pihak-pihak yang menolak
Yesus, membenci dan memusuhi orang Kristen, menghalangi orang beribadah, bahkan tidak
jarang terjadi, rumah-rumah ibadah dirusak dan dibakar, dsb. Lalu dalam menghadapi semua
itu, kita bersikap seperti apa?. Melakukan perlawanan atau pembalasan? Dan kalau kita
diancam menanggalkan iman, apakah kita harus menyerah?
Tuhan Yesus mengingatkan kepada kita dalam Injil Matius 24:9-13  dikatakan : “Pada
waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci
semua bangsa oleh karena nama-Ku, dan banyak orang akan murtad  dan mereka
akan saling menyerahkan dan  saling membenci. Banyak nabi palsu akan muncul dan
menyesatkan banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih
kebanyakan orang menjadi dingin. Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya
akan selamat.” 
Jadi, sikap menghadapi situasi genting seperti itu, kita harus bertahan, tidak boleh cepat
menyerah. Orang yang cepat menyerah tidak mendapat bagian apa-apa dari Tuhan, bahkan
yang terjadi adalah kehancuran. Tetapi orang yang bertahan akan selamat. Karena itu, mari
kita pilih  satu di antara dua, yaitu : Bertahan atau Menyerah.

Anda mungkin juga menyukai