NPM: 12175201170024
Tugas MID: Hermeneutik PB 3
I. Pendahuluan
Gagasan mengenai Yesus sebagai pembawa damai, tidak dapat dilepaspisahkan dalam
konteks kitab Lukas. Pengisahannya dimulai dari kisah kelahiran Yesus, bala tentara sorga
melafaskan pujian “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di
bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya“ (Luk.2:14). Nyanyian bala tentara sorga itu
menggenapi pesan yang telah dibawakan oleh Malaikat pada awalnya kepada Maria bahwa
Yesus yang lahir adalah seorang raja damai. Nada dan nuansa tersebut kemudian memenuhi juga
kisah-kisah berikutnya.
Tetapi, masih dalam rentetan narasi Kitab Lukas, muncul narasi yang seolah mendestruksi hal
tersebut, yaitu Lukas 14: 49-53. Tertulis bahwa “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk
membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan
pertentangan” (Luk.12: 51). Bahkan, pertentangan yang dikisahkan dalam narasi ini mulai terjadi
dari dalam suatu persekutuan keluarga (household). Menurut penulis, jika teks ini dipahami
secara harafiah maka akan menimbulkan kontroversi. Hal ini dikarenakan, adanya perbedaan
gagasan mengenai Allah sebagai sang Pembawa Damai itu. Tetapi terlebih dari pada itu, narasi-
narasi semacam ini juga dapat dilegitimasi untuk menjadi sebuah dasar kekerasan antar agama.
Oleh sebab itu, menurut saya, teks ini perlu ditafsir lebih jauh untuk menemukan makna
sesungguhnya dari apa yang disampaikan oleh Yesus. Penafsiran yang akan dilakukan juga,
menggunakan pendekatan/ metode naratif. Dalam pendekatan ini, teks merupakan fokus
perhatian dalam proses penafsiran karena teks merupakan final product sehingga penafsiran
terhadap teks menjadi sangat penting. Teks kemudian tidak lagi dipahami sebagai sebuah jendela
(kerangka historis) melainkan sebagai cermin sehingga teks tersebut yang akan memberi
maknanya maka tindakan-tindakan, dan seluruh aspek narasi yang coba dimunculkan dalam teks
akan mengartikan teks tersebut.1 Namun jika ada dimensi historis yang tidak tergambarkan
secara jelas dalam teks maka penulis akan memberikan sedikit informasi historis tersebut
sehingga makna teks bisa terpahami dengan baik. Dalam teori hermenutik, pada prinsipnya
II. Pembahasan
Dalam teori-teori hermeneutik, dipahami bahwa Pra-Paham merupakan pijakan awal ketika
kita hendak memahami sebuah teks/ narasi. Oleh sebab itu, terdapat beberapa pra-paham
bahwa satu sisi dia membawa kedamaian tetapi di sisi lain dia membawa pertentangan
dan pemisahan?
2. Wajah Yesus seperti apa yang hendak ditampilkan oleh kisah tersebut?
3. Jikalau seperti itu, bagaimana dengan kehidupan kita pada masa kini? Apakah kita juga
harus melakukan pemisahan terkhususnya dengan agama lain sama halnya dengan yang
Aktivitas pengajaran Yesus yang berkeliling itu, salah satu situasi sosial yang
adanya ketegangan dan konflik yang terjadi antara orang-orang Yahudi dan non Yahudi,
1
Yohanes Parihala, Menggereja yang Pro Hidup: Tafsir Teks dan Diskursus Teologi dengan Perspektif Marginalitas,
Pembebasan, dan Perdamaian, (Papua: Aseni, 2019), hlm. 28.
kota dan pinggiran kota, orang kaya dan miskin, pemerintah dan yang diperintah. Kondisi
tersebut penting untuk memahami makna pengajaran Yesus. Perrin dan Dulling
menyebutkan pula bahwa hubungan sosial (social relationship) antara Yahudi dan non-
Yahudi, kaya dan miskin, kekristenan dan pemerintah, adalah masalah-masalah yang
dihadapi pula oleh penulis Lukas dan Kisah Para Rasul pada generasi ketiga kekristenan
Dalam kaitan dengan kajian Lukas 12:49-53 maka konteks ketegangan relasi sosial ini
wilayah Galilea dan tempat yang ditunjukkan adalah Kapernaum. Terdapat pandangan
yang menyebutkan bahwa Kapernaum merupakan the center of Jesus activity. Kota ini
berada di sebelah Utara laut Galilea. Di masa Yesus, kota ini pernah menjadi wilayah
perbatasan antara teritori Herodes dan Raja Philip. Itu sebabnya, di wilayah ini
ditempatkan pula pasukan pengamanan yang juga terdapat dalam cerita Lukas 7:1,8.
Dalam Yesaya 8:23, Galilea disebut sebagai “Galilee of the Gentiles”. Yesaya menunjuk
pada kenyataan setelah Asyur menaklukkan Kerajaan Israel Utara pada tahun 721 SM,
Begitu banyaknya orang non-Yahudi di Galilea, ketika terjadi revolusi komunitas Yahudi
yang digerakan kelompok Makabean pada abad kedua Sebelum Masehi, minoritas rakyat
Yahudi meminta bantuan dari komunitas Yahudi di Judea (I Macc.5:14f). Galilea dan
sekitarnya dikuasai kembali oleh rakyat Yahudi ketika Aristobulus I dari kelompok Judas
2
Norman Perrin dan Dennis C. Duling, The New Testament “an Introduction”,(America: Harcourt Brace Jovanovich,
1982), hlm. 296.
Jenderal Romawi, Pompey menguasai Palestina tahun 63 SM, maka Galilea dan
sekitarnya kembali ditempati oleh mayoritas rakyat non-Yahudi. Namun, sebagian dari
tradisi keagamaan Yahudi di Galilea, masih dibiarkan eksis, seperti peranan para imam
besar, sinagoge, dan tradisi Yahudi lain yang tetap dipraktekan. Ketegangan dan konflik
antara orang Yahudi dan non Yahudi dalam situasi ini tidak bisa dihindari. Namun, di
balik pertentangan, ada pula relasi baik yang terbangun pada sebagian orang non-Yahudi
dan Yahudi. Ini seperti yang digambarkan pada narasi seorang Perwira di Kapernaum
(Luk.7).3
Selain itu, salah-satu siuasi sosial yang terjadi juga adalah mengenai pemerintahan
romawi. Diketahui bahwa Raja Herodes dan tiga anaknya merupakan perpanjangan
tangan Kekaisaran Romawi yang memerintah di wilayah Galilea dan sekitarnya pada
abad pertama Masehi. Herodes memimpin dengan tangan besi. Herodes dapat membunuh
olehnya bersama dengan Hyrkanus yang tidak lain adalah mertua Herodes sendiri.
Hasmoni.4 Setelah Herodes mati, wilayah kekuasaanya itu dibagi kepada ketiga anaknya
oleh Kaisar Agustus. Wilayah Yudea, Samaria, Idumea jatuh ke tangan Arkhelaus.
Wilayah Galilea dan Parea dikuasai Herodes Antipas, dan Distrik Utara Trans Yordan
dikuasai Filipus. Kekuasaan Herodes dan anak-anaknya sungguh menjadi beban bagi
rakyat Yahudi di kala itu. Mereka memeras rakyat dengan piutang dan pajak tanah.
Rakyat yang sangat miskin harus menjual tanah mereka kepada para penguasa hanya
3
Gerd Theissen & Annete Merz, The Historical Jesus (London: SCM Press, 1998), hlm. 169.
4
Y. Parihala, Op. Cit., hlm. 38.
demi mempertahankan hidup. Akhirnya mereka harus bekerja sebagai budak di
Di samping itu, masyarakat Yahudi dibebani dengan sistem pajak ganda yang tidak bisa
dihindari. Pertama, dengan tekanan militer Roma, masyarakat harus membayar pajak
sebesar 35-45 % kepada Kaisar. Kemudian, 10-20 % membayar pajak kepada Raja
Herodes dan keluarganya. 10-20 % membayar pajak Bait Allah. Belum juga dengan
keharusan mereka membayar pajak tanah sewaan kepada para pemilik tanah. Kemiskinan
dan Penderitaan dialami sebagai besar rakyat Yahudi di Galilea dan seputarannya. 6
Situasi ini melahirkan perlawanan rakyat Yahudi hingga berakhir dengan kejatuhan
Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 70 M. Pada tahun 132-135 M upaya revolusi rakyat
yang dipelopori oleh kelompok militant Yahudi juga berhasil dikalahkan penguasa Roma.
Ini menunjukkan bahwa di era penulisan Perjanjian Baru, ketegangan dan konflik antara
penguasa dan yang dikuasai masih menjadi suatu latar belakang historis. Menurut Perrin
dan Dulling, pada periode pertengahan sejarah penulisan perjanjian Baru, orang-orang
Kristen menghadapi salah satu persoalan serius, yaitu persekusi dari Kekaisaran Roma.
Tidak sebatas pada peristiwa penyaliban Yesus, Kekaisaran Roma yang menerapkan
sistem pax romana atau damailah Roma, menggunakan kekuasaan militernya untuk
sebuah sejarah misi – yang tidak lain berlangsung di dalam wilayah kekuasaan
Kekaisaran Roma. Oleh karena itu, upaya menjalin hubungan yang baik dengan
pemerintah menjadi salah satu tujuan. Hal ini misalnya, ditemukan dalam peredaksian
Injil Lukas mengenai kisah penyaliban Yesus. Dalam peredaksian Lukas, Pilatus tidak
5
Robert Coote dan Mary P Coote, Kuasa Politik dan Proses Pembuatan Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
hlm. 128.
6
Yohanes Parihala, Allah yang turut tersalib, (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hlm. 40.
menemukan kesalahan pada Yesus (Luk.23:4), bahkan seorang Prokonsul di Cyprus
adalah seorang percaya (Kis. 13:12); ketika Yesus disalibkan, kepala pasukan Roma
menyebutkan Yesus sebagai seorang benar, berbeda dengan peredaksian Matius dan
Markus di mana Yesus disebutkan sebagai Anak Allah. Hal ini menegaskan tujuan
penulis Lukas untuk menunjukkan bahwa Kekristenan, yang merupakan para pengikut
a. Narator
Dalam narasi ini narator menampilkan sosok yang memahami dan mengetahui segalanya,
Aku datang untuk melemparkan api ke bumi, api ini di kirim oleh Kristus dengan tugas
untuk memurnikan dunia, untuk mengangkat sisa-sia kotoran di dalamnya, dan untuk
membakar sekamnya, dan api itu telah menyala. Kristus akan membabtis dengan Roh
Kudus dan dengan api. Roh ini turun dalam lidah-lidah api, dan api ini adalah
penaniayaan, dan narator menyatakan bahwa api itu telah menyala dalam bentuk
permusuhan orang-orang Yahudi yang tidak saleh terhadap Kristus dan para pengikut-
Nya.
b. Peristiwa:
Teks Lukas 12: 49-53, penulis menarasikan mengenai Yesus membawa pemisahan
- Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu
dan menggelisahkan. Dia melihat dengan jelas, bahwa salib akan merupakan pokok
pertentangan dan perdebatan, dan betapa Ia ingin, bahwa peninggian diri-Nya (Yoh.
mana para penganutnya beribadah menurut kesatuan rumah tangga dan bukan
perseorangan
Kristus, di mana kita ‘mati’ terhadap dosa dan dilahirkan kembali di dalam
- Di dalam kehidupan yang baru ini, kita sebagai murid Kristus harus juga hidup
dalam api Roh Kudus, seperti para rasul Yesus. Api Roh Kudus inilah yang
merupakan pemenuhan janji Kristus atas para rasul dan api Roh Kudus inilah yang
harus mendorong kita sebagai murid Kristus untuk mengasihi seperti Kristus
mengasihi kita.
perdamaian.Jika seseorang menentang pesan ini Kristus ini, dengan hidup di dalam
pertentangan antara mereka yang menerima Yesus dan ajaran-Nya, dan mereka
yang menentang Kristus dan ajaran-Nya. Maka sepanjang hidup-Nya di dunia,
- Pertentangan ini adalah akibat dari tanggapan yang berbeda-beda terhadap ajaran
Kristus. Pertentangan ini juga kita alami sekarang ini, di mana terdapat nilai-nilai
yang berbeda, yang diajarkan oleh dunia dan yang diajarkan oleh Kristus. Namun
Tuhan Yesus sudah memperingatkannya kepada kita, agar kita teguh memegang
ajaran-ajaran-Nya.7
c. Tokoh
Yesus: Yesus menunjukan bahwa hidup beriman serta tindakan kebenaran memiliki
konsekuensi yang tidak mudah. Beriman kepada Yesus memiliki tuntutan untuk hidup
seturut perintah-Nya. Perintah itu hukum cintah kasih. Cinta kasih menyata dalam
perbuatan baik, kejujuran, solidaritas, dan berbagai tindakan yang bermuarah pada kasih
Tidak semua orang terbuka akan cinta iman dalam Kritus. Perwujudan iman akan Yesus
di tenggah dunia manusia inilah yang membawa pertentangan dan pemisahan. Ciri hidup
beriman inilah menjauhi kecemaran dan kedurhakaan dan nafsu duniawi karena
perhambaan dosa.
d. Setting
Seting dalam sebuah narasi memiliki bermacam-macam fungsi, Menurut Alan Powel
seting bisa memiliki arti simbolik, bisa membantu pembaca untuk mengenal karakter,
member informasi tentang kapan dimana dan bagaimana sebuah kisah itu terjadi. Powell
7
http://blogkumpulankhotbah.blogspot.com/2016/08/pilih-satu-di-antara-dua-lukas-1249-56.html
menunjukan bahwa ada tiga unsure seting dalam satu kisah yaitu :Seting tempat, Seting
memberikan hal yang tidak baik kepada orang-orang untuk tidak mempercayai Yesus
Lokasi: Yesus meyakinkan para pendengar-Nya bahwa pemuridan Kristen adalah berat,
bahkan menyebabkan pertentangan dalam keluarga (ay. 53). Pertentangan itu disebutkan
oleh Yesus seperti api yang dilemparkan-Nya. Dalam pertentangan itu, Yesus meng-ajak
untuk tidak berhenti melayani dalam kasih dan berkorban. Baptisan Yesus mau menunjuk
pada penderitaan-Nya di kayu salib dan kematian-Nya sendiri. Yesus memberi peringatan
supaya kita waspada menghadapi segala situasi. Diserukan kepada kita supaya selalu
berjaga-jaga dan berlaku setia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada kita di
zaman dimana para pendengar-Nya dulu – termasuk kita sekarang – merupakan masa
yang sangat krisis, yang mengharuskan kita mengambil keputusan yang sangat mendasar,
yaitu keputusan yang menentukan hidup atau mati. Selanjutnya Yesus mengingatkan,
bahwa para pengikut Kristus, tidak selalu hidup dalam kedamaian, terkadang mengalami
ketegangan, pertentangan, bahkan perlawanan. Karena itu, Yesus ingatkan supaya kita
e. Alur
8
Mark Allan Powel, What Is Narative Criticim, (Minneapolis:Fortress Press,1990), 69
Alur kisah ini termasuk kisah berkelanjutan dari akhir perjalanan Yesus, anak manusia
akan diserahkan kepada bapa-Nya yang di sorga melalui, penyaliban Yesus di kayu salib
sebagai lambang penebusan bagi manusia.
f. Sudut pandang
Dalam teks ini memberikan gambaran kepada kita selalu orang-orang percaya, yang
memilih Yesus akan menghadapi penolakan dan pertentangan karena imannya pada
Yesus. Setiap orang yang mengikut Yesus dipanggil untuk siap ketika menghadapi
pertentangan seperti Yesus sendiri dalam seluruh penderitaan-Nya.
Beriman kepada Yesus bukan sekadar percaya, tetapi menjadi siap untuk serupa dengan
Yesus dalam berkorban bagi kebenaran. Kebenaran diperjuangkan, bahkan bila perlu
disertai dengan pengorbanan hidup. Hidup yang ditolak karena memperjuangkan
kebenaran itu hidup yang memuliakan Tuhan. Jadilah orang yang hidup berkenan pada
Allah, di dalam dunia milik Allah
- Awal kisah