1. PENDAHULUAN
Narasi Markus 6:14-29 adalah teks paling tua dan detail pada abad pertama yang berkisah
tentang kematian Yohanes Pembabtis. Selain sinoptik, kematian Yohanes juga dikisahkan oleh
sejarawan abad pertama – Yosefus Flavius (37-100 M) dalam bukunya Antiquities of the Jews
(Vol. 18.116-119).1 Pada intinya semua kisah tersebut menekankan tentang konflik antara
Yohanes dan Herodes.
Walaupun terdapat beberapa perbedaan, secara umum dapat dikatakan injil sinoptik dan Yosefus
memberikan informasi yang bersifat komplementer satu sama lain. Kisah-kisah paralel dalam
sinoptik (Mrk 6:14-29, Mat 14:1-12, Luk 9:7-9) mengatakan, kritik Yohanes kepada Herodes
berhubungan dengan persoalan moral pribadi sang penguasa, sedangkan Yosefus memberikan
perspektif politik di balik peristiwa tersebut. Menurutnya, kematian Yohanes dipicu oleh
ketakutan Herodes pada kemungkinan penggulingan kekuasaan yang diprakarsai Yohanes
Pembabtis dan para simpatisannya. Sebagaimana para diktator dalam sejarah peradaban
manusia, Herodes mengambil salah satu cara paling efektif untuk menghentikan seorang
“tukang gonggong” seperti Yohanes yakni menghabisi nyawanya.
Namun, lewat sebuah pembacaan yang lebih cermat akan ditemukan bahwa cara injil-injil
sinoptik membangun cerita dan karakter para tokoh dalam kisah ini cukup berbeda satu sama
lain. Markus misalnya, melukiskan kisah tersebut dengan memperhatikan elemen-elemen
psikologis dari para tokoh utamanya. Salah satu yang paling menonjol adalah Herodes. Ia
digambarkan narator sebagai seorang yang terombang-ambing hatinya. Ada yang mengatakan
Injil Markus lebih diplomatis ketika menampilkan tokoh Herodes. Ada upaya tarik-ulur yang
diciptakan oleh penulis Injil agar kesalahan tidak segera dipikulkan di pundak Herodes. Malah
menurut Markus, Herodiaslah yang justru memainkan andil lebih besar dalam pembunuhan
tersebut. Pertanyaannya, mengapa Injil Markus menampilkan tokoh Herodes dengan profil
demikian?2 Kekhasan Markus ini semakin terasa kalau kisahnya dibandingkan dengan teks
paralelnya dalam Matius. Injil terakhir ini lebih tegas mengatakan bahwa Herodeslah yang
bertanggungjawab atas kematian Yohanes (Mat 14:10).
Berbagai diskusi tersebut mendorong penulis untuk mendalami tema tentang konflik dan upaya
memutus rantai kekerasan dalam teks ini. Banyak literatur dan komentar menjelaskan tentang
konflik antara Yohanes Pembabtis sebagai representasi dari para nabi dalam sejarah biblis
dengan Herodes sebagai wakil dari para raja Yahudi. Informasi dari para sejarawan terutama
Yosefus Flavius dan berbagai penggalian arkeologi dapat membantu pembaca modern untuk
memahami latar historis peristiwa ini.
1
Lih. Flavio Josefo, Antigüedades judías: Libros XII-XX, terj. José Vara Donado (Madrid: Akal, 1997), 1098-1099.
Untuk analisis gramatikal yang lebih detail lih. John P. Meier, “John the Baptist in Josephus: Philology and
Exegesis”, JBL 111, no. 2 (1992), 225-237.
2
Satu hal yang patut dicatat ialah soal kemampuan literer Markus untuk menciptakan narasi yang begitu hidup. Kapasitas
penulis Injil ini tampak dalam kisah pemuda di Gerasa (Mrk 5:1-20) atau Perempuan yang sakit pendarahan (Mrk 5:21-43).
Vincent Taylor, Evangelio según san Marcos (Madrid: Cristiandad, 1980), 361.
Sebagaimana yang tercermin pada judul di atas, terdapat dua tujuan spesifik dari artikel ini.
Pertama, untuk mengelaborasi secara tekstual konflik yang terjadi antara Yohanes Pembabtis
dan Herodes dalam perikop Mrk 6:14-29. Menurut pertimbangan penulis, hal ini perlu
diupayakan karena ada keyakinan yang sudah diterima umum bahwa teks tersebut adalah sebuah
karya literer atau hasil redaksi pengarang injil Markus.3 Kedua, penulis ingin mendiskusikan
“upaya damai” dalam kisah ini. Penulis berasumsi, sejarah teks yang dipelajari lewat metode
analisis diakronis dapat membantu pembaca untuk melihat jalan damai yang diupayakan secara
tekstual dalam narasi biblis.
Oleh karena bentuk sastra perikop tersebut cukup jelas – dalam hal ini boleh dikatakan dalam
istilah sastra modern – “cerita pendek” tentang akhir hidup Yohanes Pembabtis maka metode
analisis yang lebih cocok di sini adalah analisis sinkronis. Artinya, penulis akan mendekati teks
ini dalam bentuk finalnya sebagai produk akhir yang kita kenal sekarang ini. Namun, hal itu
tidak berarti kritik-historis yang mengandaikan pendekatan diakronis diabaikan sama sekali.
Karena sifat natural dari analisis biblis yang berhubungan dengan teks-teks kuno, maka
penelitian ini tidak bisa menghindari metode diakronis demi pengayaan makna teks. 4 Untuk
mendukung hal tersebut, sebuah studi awal tentang latar belakang historis di sekitar peristiwa
kematian Yohanes kiranya perlu agar pembaca memahami kisah tersebut secara lebih
komprehensif.5
3
Taylor, Evangelio, 361.
4
Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja [Edisi Revisi] (Kanisius: Yogyakarta, 2020), 32-35.
Selanjutnya untuk kepentingan analisis teks asli dalam bahasa Yunani penulis menggunakan teks Perjanjian Baru Indonesia-
Yunani edii ke-3 (Jakarta: LAI, 2010).
5
Richard E. DeMaris y Dietmar, «Introducción», ed. Dietmar Neufeld y Richard E. DeMaris, Para entender el mundo social del
Nuevo Testamento (Estella: Verbo Divino, 2010), 21-22.
6
Morten Hørning Jensen, «Antipas: The Herod Jesus Knew», Biblical Archaelogy Review 38, no. 5 (2012): 42-42.
7
“Ini merupakan gejala umum pada masa itu yang pada dasarnya lahir dalam sebuah budaya kolektif. Pada umumnya nama klan
atau suku yang menjadi penanda yang mempersatukan seluruh anggota keluarga besar, dalam kasus kita nama klan tersebut ialah
‘Herodes’. Mengenal satu dari antara mereka sama dengan mengenal seluruh anggota yang lain karena mereka semua sama.
Dalam sebuah sistema patriarkat, semua pria umumnya sama saja.” Bruce J. Malina, «El colectivismo en la cultura
Mediterránea», ed. Neufeld y DeMaris, Para entender, 45-46.
8
David Rhoads, Joanna Dewey, y Donald Michie, Marcos como relato: Introducción a la narrativa de un evangelio
(Salamanca: Sígueme, 2002), 161.
9
Harold W. Hoehner, Herod Antipas (Michigan: Zondervan Publishing House, 1980), 349.
2
Herodes Antipas adalah anak dari Herodes Agung dan Maltece dari Samaria. Antipas
diperkirakan lahir sekitar tahun 20 SM.10 Dari ibu yang sama dia mempunyai seorang kakak
bernama Arquelaus yang menjadi raja menggantikan sang ayah pada tahun 4-6 SM. Arquelaus
dan “saudara tirinya” Filipus I pernah mendapat pendidikan di Roma (Ant. 17.20), sedangkan
Antipas pernah melewati beberapa waktu di Roma dan kemudian kembali ke rumahnya.
Herodes Agung lebih sayang pada Antipas karena dia melihat kualitas pribadi yang lebih tinggi
padanya di atas saudaranya yang lain. Yosefus menambahkan bahwa Herodes Agung memunyai
rasa antipati kepada Filipus I dan Arquelaus karena mereka sangat dekat dengan anak-anak dari
Mariamne I (Alexander dan Aristobulus).11
Antipas bertumbuh dalam sebuah lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik keluarga.
Pada masa itu persaiangan antara keluarga dan istri-istri Herodes Agung untuk memperebutkan
takhta adalah hal yang sangat umum terjadi. Salah satu sejarah yang paling terkenal adalah
konspirasi yang dirancang Mariamne I untuk membunuh Herodes Agung. Kisah ini berakhir
tragis dengan kematian Mariamne sendiri. Lebih daripada itu, ayah Herodias (Aristobulus) tewas
dibunuh pada tahun 7 SM atas perintah langsung dari Herodes Agung. 12 Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa baik Herodes maupun Herodias bertumbuh sebagai anak dan remaja dalam
sebuah lingkungan yang diwarnai secara dominan oleh kekerasan dalam keluarga.
Sesudah kematian Herodes Agung pada tahun 4 SM, kaisar Agustus mengangkat Antipas
sebagai tetrarch wilayah Galilea dan Perea. Bagi Antipas sendiri kepercayaan itu adalah sebuah
tantangan besar. Ketika menerima tugas tersebut Galilea baru saja menderita invasi militer dari
penjajah Roma. Seforis, ibukota Galilea misalnya hancur lebur oleh serangan Roma. 13 Namun,
Antipas sendiri mewarisi dari ayahnya minat yang besar dalam bidang pembangunan
infrastruktur. Penobatannya sebagai tetrarch Galilea dan Perea menjadi peluang untuk
mewujudkan ambisinya tersebut. Seforis, kota tua yang telah dibumihanguskan oleh para tentara
Roma adalah proyeknya yang pertama. Pembangunan kembali kota itu membutuhkan waktu
lebih dari dua puluh tahun.14 Dia merealisasikan tiga proyek utama di Galilea yakni
pembangunan kembali kota Seforis, Tiberias dan Livia.15
Keberhasilan Antipas dalam bidang infrastruktur tidak selalu ditanggapi positif oleh orang-orang
Yahudi. Yosefus mengisahkan bahwa sebuah istana mewah dibangun Antipas di Tiberias
dengan langit-langit yang dilapisi emas dan dengan dekorasi yang menurut orang Yahudi
10
Ibid., 11-12.
11
Joaquín González Echegaray, Los Herodes: Una dinastía real de los tiempos de Jesús (Estella: Verbo Divino, 2007), 110-111.
12
Roberto Martínez Rivera, El amigo del novio Juan el Bautista: historia y teología (Estella: Verbo Divino, 2019), 264.
13
González Echegaray, Los Herodes, 126-127.
14
Ibid., 127-128.
15
Hoehner, Herod Antipas, 84.
3
Ortodoks bertentangan dengan hukum Musa. Sebagian besar orang Yahudi menolak tinggal di
kota itu karena dianggap sebagai tempat yang najis sehingga mayoritas penduduk Tiberias
adalah orang-orang non Yahudi.16 Dengan demikian, boleh dikatakan protes Yohanes Pembaptis
kepadanya bukanlah satu-satunya kritik dari kalangan rakyat. Suara Yohanes merupakan
amplifikasi dari protes masyarakat pada umumnya yang berakar dalam tradisi dan hukum
Yahudi.
Dari perspektif kekuasaan, Herodes Antipas perlu melakukan kontrol ketat untuk memastikan
stabilitas sosial dan politik di wilayahnya. Namun, pertanyaannya bagaimana strategi
kekuasaannya tersebut dijalankan? Antipas mempraktikkan sentralisasi kekuasaan yang diwarisi
dari ayahnya. Praktisnya dia adalah bos besar dari negara bagian yang dipimpinnya. Setiap
wilayah kekuasaan mempunyai lima orang “bupati” yang memimpin wilayah-wilayah yang
lebih kecil dan setiap regio mempunyai pemimpinnya masing-masing. Kata μεγιστᾶνος dalam
Mrk 6:21 adalah istilah untuk menyebut para pemimpin lokal (“bupati”), sedangkan kata πρώτοι
merujuk pada sekelompok aristokrat yang lebih rendah daripada μεγιστᾶνος. Sistem organisasi
ini bertujuan untuk mengefektifkan kontrol politiknya.17
22
Ibid., 146.
23
Martínez Rivera, El amigo, 265.
24
González Echegaray, Los Herodes, 110.
25
Hoehner, Herod Antipas, 55-56; González Echegaray, Los Herodes, 124.
26
David A. Fiensy, “La economía antigua y el Nuevo Testamento”, en Neufeld - DeMaris, Para entender, 280-281.
27
Theissen - Merz, El Jesús, 200-201.
28
Hoehner, Herod Antipas, 70.
29
A. Fiensy, “La economía”, 281.
5
Dalam PB ada kelompok Herodian yang kemungkinan besar eksis untuk melindungi kekayaan
raja Herodes.30
Mereka yang menempati kelas sosial terbawah tidak memiliki banyak harta. Beberapa kelompok
lebih malang lagi nasibnya seperti penderita kusta, pengemis, orang buta, dan orang lumpuh
yang terpinggirkan dalam masyarakat bahkan termarginalisasi dari akses ke kuil ibadah (Luk
10:29-37; 18:25-43; Mrk 1:40-45; 2:1-12). Faktor kunci yang menyebabkan kemiskinan adalah
karena distribusi kekayaan yang tidak merata. Sebagian besar rakyat harus membayar pajak
kepada Herodes. “Tidak kurang dari 30 hingga 40 persen dari pendapatan seseorang digunakan
untuk pajak dan iuran agama.”31 Selain pajak yang dibayar melalui retribusi, cukai, warisan dan
pajak penjualan, orang-orang Yahudi harus membayar upeti kepada Kaisar sebagai simbol
kepatuhan kepada penjajah Roma (lih. Mat 22:15-21).32
Sehubungan dengan upeti kepada Kaisar, orang-orang Farisi dan Herodian termasuk kelompok
yang mendukung program tersebut. Sedangkan orang Yahudi lainnya mengambil sikap oposisi
karena alasan agama. Karena membayar upeti adalah tanda kepatuhan kepada Kaisar, beberapa
orang menafsirkannya sebagai dosa penyembahan berhala. Salah satu yang mewakili aliran terakhir
ini adalah kelompok yang dikenal dengan nama Sicarios.33
Kesenjangan sosial yang besar antara orang-orang kaya di satu sisi dan mayoritas masyarakat
miskin di sisi lain membangkitkan harapan mesianis bagi orang-orang Yahudi. Mimpi tentang
pembebasan dari imperialisme memicu banyak pemberontakan melawan Roma. 34 Sering terjadi
protes dan perlawanan politik, tetapi tidak satu pun dari gerakan-gerakan tersebut sukses sebab
semuanya dibekuk Roma. Walaupun demikian, semangat pemberontakan tetap memenuhi hati
rakyat. Yohanes Pembaptis tumbuh sebagai remaja di tengah konteks demikian dan dalam kadar
tertentu mempengaruhi gerakannya.35
Sosok Yohanes dalam Injil sering dibandingkan dengan Elia. Kritik Yohanes kepada Antipas,
pola makannya, hubungan pelayanannya dengan wilayah Yordan, dan orientasi eskatologis dari
khotbahnya merupakan elemen yang sama dengan nabi Elia. 36 Yohanes berkhotbah dan
membaptis di daerah gurun Perea dan memiliki banyak pengikut termasuk Yesus sendiri. 37
Tidak seperti gerakan sebelumnya, yang bersifat politis dan memungkinkan kekerasan, gerakan
Yohanes lebih merupakan gerakan moral.38 Injil menampilkan Yohanes sebagai seorang nabi
yang berperan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias. Meskipun julukan utamanya adalah
“Pembabtis”, ia juga berkhotbah dan mengajak orang untuk bertobat.39
Baik Yosefus maupun para penginjil mengakui bahwa gerakan Yohanes mendapat banyak
simpati dari masyarakat. Pada zaman dahulu, memiliki banyak pengikut adalah simbol kekuatan
dan pengaruh. Berhadapan dengan itu Antipas merasa terancam oleh gerakan Yohanes
Pembaptis. Dengan demikian memenjarakan Yohanes adalah langkah paling masuk akal untuk
menjaga stabilitas politik dan mungkin merupakan solusi terbaik untuk mengamankan berbagai
proyek pembangunannya.
40
Pada umumnya terdapat tiga kriteria untuk menentukan “pembatasan” teks yakni pergantian subjek cerita, perpindahan
geografis, dan perubahan aksi dan tema cerita yang dapat dipantau lewat berbagai kata kerja dalam teks. Werner Stenger, Los
métodos de la exégesis bíblica (Barcelona: Herder, 1990), 59-62.
41
Joel Marcus, El evangelio según Marcos 1-8 (Salamanca: Sígueme, 2011), 462.
42
Nama Herodes muncul lima kali dalam lima ayat pertama (14-18) dansetiap kali muncul ia selalu dikaitkan dengan satu kata
kerja; “mendengar” ( ay. 14), “berkata” (ay. 16), “menyuruh” (ay. 17). Iranzu Galdeano Galdeano, «Mira que envío mi
mensajero delante de ti...»: La caracterización narrativa de Juan Bautista en el evangelio según Marcos (Estella: Verbo Divino,
2019), 106; Joachim Gnilka, El evangelio según san Marcos. Vol. 1 (Salamanca: Sígueme, 1986), 285.
43
Vincent Taylor, Evangelio según san Marcos (Madrid: Cristiandad, 1980), 357. Perubahan tempat dalam kisah ini secara
eksplisit tampak dalam ayat 21 dalam kata “perjamuan” (δεῖπνον) Herodes untuk para pembesarnya. Dalam adegan itu muncul
pula lokasi lain, misalnya, “penjara” (ay.27).
44
Galdeano, «Mira…», 105.
45
Ibid.
46
Camille Focant, Marcos: Cinco claves de lectura (Estella: Verbo Divino, 2018), 10-11.
47
Ibid., 10. [terjemahan dan huruf miring oleh penulis]
7
Kalau di bagian pertama Markus, penyembuhan, pengusiran setan, dan mujizat-mujizat menjadi
fokus perhatian dalam presentasi hidup Yesus, maka kisah kematian Yohanes Pembabtis adalah
pengecualian karena dalam kisah tersebut peran Yesus sebagai tokoh utama dalam Injil
diabaikan.48
Kisah kematian Yohanes Pembabtis mempunyai gema dalam bab pertama Markus yang
menandai awal misi Yesus. Dalam Mrk 1:14 dikatakan: “Sesudah Yohanes ditangkap datanglah
Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah…” Menurut logika kalimat ini, kealpaan Yohanes di
panggung misi adalah alasan Yesus memulai misi-Nya.49 Dari sisi tema, kisah Mrk 6:14-29 pun
terkait erat dengan misi, yakni perutusan para murid. 50 Dengan cukup cerdas penginjil Markus
memanfaatkan kealpaan Yesus dan para murid untuk mengisahkan detail akhir hidup Yohanes
Pembaptis. Untuk ringkasnya dapat diamati pada bagan berikut:
Kisah kematian Yohanes Pembabtis adalah contoh dari analepsis, yaitu teknik naratif di mana
penulis menunda jalannya narasi dengan merujuk pada kisah yang terjadi sebelumnya di masa
lampau.51 Dalam hal ini, kematian Yohanes diceritakan sebagai peristiwa yang terjadi sebelum
bagian pendapat tentang Yesus (Mrk 6:14-16).
Markus menempatkan kisah ini untuk menjawab pertanyaan pertama: siapakah Yesus? Artinya,
teks tersebut mengandung gagasan yang membahas tentang identitas Yesus. Dari mulut Herodes
teks itu menegaskan bahwa Yesus bukan Yohanes Pembaptis yang bangkit. 52 Berkenaan dengan
keseluruhan bagian ini, keraguan Herodes tentang identitas Yesus dalam Mrk 6:14-16 terjalin
dengan pengakuan Petrus pada akhir bagian pertama (8:27-30). Dengan cara yang sama, adegan
kedua (Mrk 6:17-29) terjalin dengan kisah sengsara Yesus. Meminjam bahasa Focant, secara
paradoksal, keraguan Herodes mengarah pada kisah sengsara Yohanes Pembaptis, sedangkan
pengakuan Petrus (8:29) mengacu pada kisah sengsara Yesus.53
Secara umum kisah Mrk 6:14-29 terdapat dalam sebuah struktur konsentris yang diawali dengan
perutusan para murid (A – 6:7-13) disusul inti cerita tentang kematian Yohanes (B) dan ditutup
dengan kembalinya para murid (A’ – 6:30-31).54 Tampaknya bagian B dimaksudkan untuk
mengisi “ruang kosong” antara perutusan dan kembalinya para murid.55 Menurut Moloney, kisah
ini menandai kerja redaksional dari Markus.56 Lebih dari pada itu, kita bahkan dapat berbicara
tentang sebuah “kegagalan” yang ditempatkan di antara keberhasilan misi para murid (Mrk
48
Marcus, El evangelio, 462.
49
Walter Wink, John the Baptist in the Gospel Tradition (London: Cambridge University Press, 1968), 8-9.
50
Iranzu Galdeano Galdeano, «Mira que envío mi mensajero delante de ti...»: La caracterización narrativa de Juan Bautista en
el evangelio según Marcos (Estella: Verbo Divino, 2019), 105.
51
Daniel Marguerat - Yvan Bourquin, Cómo leer los relatos bíblicos: Iniciación al análisis narrativo (Santander: Sal Terrae,
2000), 148-159.
52
Nathan L. Shedd, The Beheading of John the Baptist in the First Three Centuries: Memory, Violence, and Reception
(Doctorado, Centre for the Social Scientific Study of the Bible Institute of Theology St. Mary’s University, 2019), 133-139.
53
Focant, Marcos: Cinco claves, 10.
54
Francis J. Moloney, “Mission, the Baptist, and Failure”, CBQ 63, no. 4 (October 2001): 649.
55
Weren, “Herodias”, 3.
56
Moloney, “Mission”, 648.
8
6:13.30). Boleh dikatakan kisah kematian Yohanes dipakai untuk mengingatkan para pembaca
Markus tentang risiko keputusan mereka untuk menjadi Kristen.57
3.2.1. Oposisi: Herodes vs. Yohanes; Raja vs. Nabi (ay. 14-16)
Tiga ayat pertama berfungsi memberikan orientasi kepada pembaca, membahas tentang identitas
Yesus di mana Herodes muncul sebagai tokoh protagonis. Dalam perikop sebelumnya para
murid bukan hanya diutus ke kota-kota di Galilea (Mrk 6:6b), melainkan juga diwajibkan masuk
dan tinggal di rumah-rumah (Mrk 6:10) sebagai tempat khusus evangelisasi.
Pada ay.14 terjadi pergeseran lokasi (setting) cerita ke istana Herodes. Kata-kata Antipas dalam
adegan ini menunjukkan bahwa pewartaan para murid dan kabar sukses misi mereka menyebar
juga ke lingkungan kerajaan.61 Bagian ini menonjol karena pengulangan kata-kata dan kontras
antara nama Raja Herodes dan Yohanes Pembaptis yang dianggap sebagai nabi. Sebenarnya,
para tokoh dalam adegan ini berbicara tentang identitas Yesus, tetapi menyinggung juga
Yohanes, Elia dan para nabi. Ditampilkan di sini bagian pertama dari teks yang menyoroti
elemen retorisnya:
Raja
14
tentang Yesus, sebab
HERODES juga nama-Nya sudah
mendengar terkenal
dan org mengatakan, YOHANES PEMBABTIS sudah dan itulah sebabnya
bangkit dr antara org mati kuasa-kuasa itu
57
Ibid., 660-661.
58
Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran, 37-38.
59
George A. Kennedy, New Testament Interpretation through Rhetorical Criticism (London: UNCP, 1984), 33-34.
60
Gnilka, El evangelio, 284-285. Lih. tema struktur teks (§ 1.1.3.). Kriteria dasar untuk menentukan suatu unit literer, menurut
Kennedy, adalah adanya inclusio. Oleh karena itu, kehadiran tokoh Herodes dan kata kerja yang menyertainya di awal dan di
akhir (ay.14 dan16) dapat menjadi dasar analisis ini. Kennedy, New Testament, 34.
61
Gnilka, El evangelio, 294.
9
bekerja di dlm Dia
Yg lain mengatakan, “Dia itu Elia!”
15
Nama Herodes sudah muncul sejak awal cerita. Markus menyebutnya “raja” meskipun julukan
tidak tepat. Faktanya Herodes adalah raja wilayah (tetrarch), sebuah posisi di bawah raja.
Seorang tetrarch hanya memerintah seperempat wilayah kerajaan (Galilea dan Perea).62 Namun,
Markus secara konsisten menggunakan julukan tersebut. Dalam konteks seluruh Injil,
penggunaan nama tersebut dapat dibaca sebagai kontras terhadap gelar Yesus sebagai “raja
sejati orang Yahudi” yang mampu bangkit kembali setelah dibunuh oleh para penguasa politik. 63
Dalam ayat 14-16 nama Herodes muncul dua kali dan selalu menjadi subjek kalimat. Dalam ayat
14 Herodeslah yang dikatakan mendengar (ἤκουσεν) nama Yesus yang sudah terkenal.64
Nama raja muncul kembali di ayat 16 dengan bobot penuh sebagai subjek kalimat. Teks
memberi penekanan dengan menyebut nama Herodes dan penggunaan pronomina orang pertama
tunggal (ἐγὼ). Di sisi lain, diskusi tentang identitas Yesus ditampilkan sebagai opini publik di
mulut subyek orang ketiga jamak anonim (“orang mengatakan..., yang lain mengatakan ..., yang
lain lagi mengatakan...”). Rumusan tersebut adalah pendapat umum tentang Yesus yang beredar
di masyarakat pada waktu itu. Teks tersebut secara bertingkat menyajikan pendapat yang paling
umum hingga yang paling spesifik berupa tanggapan pribadi Herodes (14b-16). Dengan cara ini,
tanggapan Herodes menonjolkan otoritasnya sebagai raja dalam menghadapi opini publik
tentang Yesus. Jika kita mengambil penegasannya sebagai keputusan akhir dalam menghadapi
keraguan rakyat, adegan ini menimbulkan ironi karena pendapat Herodes ternyata keliru.65
Dalam struktur konsentris ala sandwich, nabi Elia muncul sebagai fokus unit retoris ini
sebagaimana ditampilkan dalam bagan di bawah ini:
Nama Elia disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu nabi di masa lalu oleh publik anonim.
Teks tidak menjelaskan mengapa Elia menjadi referensi. Satu kemungkinan jawaban ialah Elia
merupakan seorang nabi dalam tradisi biblis yang diangkat hidup-hidup ke surga. Topik utama
62
Focant, L’évangile, 243.
63
Jack Dean Kingsbury, Conflicto en Marcos: Jesús, autoridades, discípulos (Córdoba: Almendro, 1991), 116-118.
64
Dari sisi tata bahasa, Markus sebetulnya membuat sebuah kesalahan gramatikal dalam kalimat ini karena teks tidak
menyebutkan secara spesifik apa yang didengar Herodes. Ini adalah fenomena yang sangat sering dalam Markus, di mana kata
kerja digunakan tanpa pelengkap (lih. Mrk 2:17; 3:21; 4:15.33; 6:2.14.16.29; 10:41; 11:14-18; 14:11; 15.35). Hanya kontekslah
yang dapat membantu pembaca untuk menemukan solusi atas masalah ini. Focant, L’évangile, 243; Taylor, Evangelio, 359.
65
Focant, L’évangile, 235.
10
unit retoris ini adalah soal seorang yang bangkit dari mati dan nama Elia secara tekstual cocok
ditempatkan di sini. Yesus dan Yohanes membangkitkan harapan di antara orang-orang Yahudi
bahwa Elia akan kembali sebagai penyelamat di akhir zaman (lih. Mal 3:23). Elia juga pernah
melakukan mukjizat seperti Yesus.66 Di hadapan berbagai opini publik, Herodes mengambil alih
pembicaraan dan mengatakan bahwa dia sendiri yang telah memenggal kepala Yohanes. Sebagai
akibatnya, sosok raja di sini secara eksplisit menjadi oposisi langsung dari para nabi. Alih-alih
mewartakan kehidupan seperti yang dilakukan Yesus dan murid-murid-Nya, Herodes justru
menghilangkan nyawa orang.
Kalau kita mencermati teks, ketidakmampuan Herodes untuk mengenal Yesus berseberangan
dengan pendapat orang banyak. Masyarakat mengidentifikasi Dia sebagai Elia atau bahkan
seabagai “salah satu dari para nabi terdahulu”67 sedangkan Herodes justru menyangkal.
Penolakan para raja terhadap pemberitaan para nabi adalah motif yang sering terulang dalam
PL.68
Di satu sisi, Herodes mewakili mereka yang memiliki kekuatan politik sedangkan di sisi lain,
Yohanes mewakili para nabi yang tidak memiliki apa-apa selain kata-kata dan Firman Allah.
Dalam kalimat Herodes adalah subjek yang mengeksekusi, sedangkan Yohanes selalu muncul
sebagai objek pembicaraan dan pada akhirnya menjadi korban kekuasaan Herodes. Dengan cara
ini Yohanes seolah menggenapi nasib para nabi PL di hadapan tipikal raja Yahudi yang jahat. 69
Jelas bahwa kekuasaan Herodes lebih superior daripada Yohanes.70
3.2.2. Perjamuan dan memori tentang pemenggalan kepala Yohanes (ayat 17-28)
Kisah ini terdiri dari dua bagian di mana bagian kedua (ay.17-29) mendahului yang pertama
(ay.14-16). Jadi, secara kronologis skemanya akan menjadi sebagai berikut:71
1) Kritik Yohanes terhadap Herodes tentang pernikahannya dengan Herodias (ay.18)
2) Herodias menyimpan dendam terhadap Yohanes, dia ingin membunuhnya, tetapi tak
sanggup (ay.19)
3) Herodes segan kepada Yohanes maka melindunginya (ay.20)
4) Yohanes dimasukkan ke penjara oleh Herodes karena kritikannya (ay.17a)
5) Perjamuan Herodes dan adegan tarian (vv.21-26)
6) Pemenggalan kepala di penjara oleh algojo (vv.27-28)
7) Pemakaman Yohanes oleh murid-muridnya (ay.29)
8) Diskusi tentang identitas Yesus (ay.14-16)
Ini adalah satu-satunya kisah dalam Markus di mana narator merujuk pada sebuah kisah masa
lalu sehingga adegan pemenggalan kepala Yohanes dapat ditempatkan dalam “tanda kurung”
sesudah bagian pertama (ay.14-16). Menurut Galdeano, episode kematian Yohanes tergantung
66
Gnilka, El evangelio, 290.
67
Dalam bahasa Yunani ἄλλοι δὲ ἔλεγον ὅτι προφήτης ὡς εἷς τῶν προφητῶν. Pada tataran gramatikal, kata εἷς merupakan
fenomena Aramisme yang mestinya dipahami dalam pengertian angka ordinal dalam tradisi Yudeo-Kristen. Oleh karena itu
variasi terjemahan kalimat tersebut bisa menjadi “Seorang nabi seperti yang pertama di antara para nabi”, yaitu Musa. Oleh
karena itu, tampilnya Elia dan secara implisit Musa sejalan dengan konsep Injil Markus tentang superioritas Yesus atas Musa
dan Elia. Focant, L’évangile, 243.
68
Bdk. kritik Natan kepada Daud (2Sam 12:1-12); Ahas kepada Yerobeam (1Raj 14:1-16); Yehu kepada Basa (1Raj 16:1-7);
Elia kepada Ahab (1Raj 21:17-19); Mikeas kepada Ahab (1Raj 22:13-28); Elia kepada Yoram (2Taw 21:12-15). Galdeano,
Mira…», 120-122.
69
Gnilka, El evangelio, 289.
70
Ketika berbicara tentang “kekuasaan” Herodes kita mengacu pada pengertian politik. Namun, kata δύναμις yang digunakan
dalam teks ini merujuk pada tindakan mukjizat Yesus secara umum. Hal ini dapat dibandingkan dengan penggunaan kata
tersebut dalam 1Kor 12:10.28s; Gal 3:5. Meskipun Yohanes Pembaptis tidak melakukan satu mukjizatpun (Yoh 10:41), dari teks
dapat disimpulkan bahwa mungkin Yohanes pernah melakukannya. Oleh karena itu, Yesus diakui sebagai Yohanes yang hidup
kembali karena tindakan-tindakan ajaib yang dibuat-Nya. Gnilka, El evangelio, 288-289; Taylor, Evangelio, 360.
71
Gnilka, El evangelio, 286.
11
pada pendapat tentang Yesus dalam ayat 14-16 pada dua level, yakni pada level sintaksis dan
temporal-naratif. Pada tataran sintaksis, figur Yohanes tidak otonom karena kehadirannya dalam
cerita bergantung pada identifikasinya dengan Yesus. Sementara pada tingkat temporal-naratif,
adegan pemenggalan kepala Yohanes (ay.17-29) menginterupsi alur kronologis kisah menuju
masa depan.72 Selain itu, fakta subordinasi bagian kedua didukung oleh alpanya bentuk present
historis (presente histórico) dalam cerita yang memperkuat relasi Yohanes dengan masa
lampau.73
Pada prinsipnya Injil ditulis sebagai kenangan akan suatu peristiwa dari masa lalu. Kisah
penderitaan baik Yesus maupun Yohanes menjadi kenangan bagi komunitas Kristen. Teks ini
memberi beberapa sinyal literer yang dapat dibandingkan dengan akhir hidup Yesus. Menurut
Focant, peristiwa pemenggalan kepala Yohanes berfungsi sebagai prolepsis untuk kisah sengsara
Yesus.74 Sebelum kematian-Nya, Yesus merayakan Perjamuan Terakhir dengan murid-murid-
Nya dan mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya sendiri (Mrk 14:22-25). Dari
konteks internal Markus, motif perjamuan dan pengorbanan nyawa sang nabi tampak lebih kuat
kalau kematian Yohanes dihubungkan dengan perjamuan Herodes dan kisah penggandaan roti
untuk lima ribu orang (Mrk 6:30-44) yang muncul tepat setelah Yohanes dimakamkan. Untuk
memperdalam topik ini, di sini ditampilkan beberapa elemen retorisnya. Karena alasan praktis,
teks dipecahkan menjadi empat bagian.
17
Sebab HERODESlah yg menyuruh orang menangkap YOHANES
dan membelenggunya di penjara
berhubung dg peristiwa Herodias,
istri FILIPUS, saudaranya
krn ia (LAI: Herodes) telah mengambilnya
sbg istri
18
Memang YOHANES berkali-kali menegur HERODES,
“Tidak boleh engkau mengambil
istri sudaramu!”
19
Karena itu Herodias menaruh dendam padanya
(LAI: Yohanes), dan bermaksud membunuh dia
tetapi tidak dapat,
20
sebab HERODES segan kepada YOHANES,
karena ia tahu bahwa dia (LAI: Yohanes) orang yang
benar dan suci, jadi ia melindunginya.
Setiap kali ia mendengarkan-nya (LAI: Yohanes)
hatinya selalu terombang-ambing,
namun ia merasa senang juga mendengarkan dia.
Ada tiga tokoh yang naik pentas: Herodes, Yohanes dan Filipus. Meskipun teks secara eksplisit
menyebut Filipus sebagai “saudara” Herodes, pembaca tahu bahwa hubungan antara keduanya
telah retak. Mengambil istri saudara laki-laki berarti bertindak melawan hukum Musa. 75 Herodes
dalam hal ini merusak hubungannya dengan dua orang sekaligus yakni dengan Filipus dan
Yohanes. Teks mengatakan bahwa “ia segan pada Yohanes” (Mrk 6:20). Kata yang dipakai
72
Galdeano, Mira…», 103.
73
Teknik bernarasi dengan pola present historis merupakan ciri khas Markus yang menghidupkan cerita dan mendekatkan kisah
dengan pembaca. Ibid., 109-110.
74
Focant, “From Herod’s Birthday Banquet where the Prophet is Brutally Executed (Mark 6:17-29) to the Gift of the Body and
Blood of the Covenant (Mark 14:17-24)”, dalam Decapitation and Sacrifice Saint John’s Head in Interdisciplinary
Perspectives: Text, Object, Medium, ed. Barbara Baert y Sophia Rochmes (Leuven: Peeters, 2017), 11.
75
Galdeano, «Mira…», 113-114.
12
dalam teks Yunani ialah φοβέομαι yang bisa mempunyai konotasi negatif, tetapi dalam konteks
ini terjemahan LAI cukup tepat karena mengungkapkan aspek lain dari kata tersebut sebab
“Yohanes adalah orang yang benar dan suci”.76
Teks mengatakan “ia merasa senang juga mendengarkan dia” (ay.20). Dalam teks Yunani
digunakan bentuk imperfect (ἤκουεν) yang menunjukkan bahwa sikap atau tindakan tersebut
bukan kejadian tunggal, melainkan sebuah kebiasaan yang dilakukan Herodes. Pengulangan dua
kali kata “mendengarkan” pada bagian ini mengarahkan pembaca untuk kembali ke bagian
pertama (ay.14-16) di mana kata yang sama juga muncul dua kali walaupun dalam bentuk
aorist. Jika pada bagian pertama minat Herodes adalah berita tentang Yesus, dua yang terakhir
ini merujuk secara khusus kepada Yohanes.
Teks tersebut menampilkan Herodes sebagai seorang raja yang tertarik untuk mendengarkan
sang nabi, tetapi pada akhirnya membuat keputusan yang menentang interesenya. Ironi dalam
teks terasa lebih tajam karena “Herodes” secara literer berarti “keturunan seorang hero”.
Artinya, raja Herodes justru bersikap kontra terhadap para pahlawan sejati dalam teks ini. 77
Dirumuskan secara lain, dengan membunuh Yohanes Herodes menegasikan namanya sendiri.
Namun, kalau dibandingkan dengan Herodias, sikap sang istri tampak lebih negatif. Saat
pertama kali muncul sebagai subjek kalimat di ayat 19, Herodias langsung tampil sebagai
antagonis yang ingin membunuh Yohanes.78 Ungkapan “menaruh dendam” (ἐνεῖχεν) dan
“bermaksud” atau “ingin” (ἤθελεν) dipakai dalam bentuk imperfect, maksudnya rencana itu
sudah dirancang sejak lama, tetapi belum ada kesempatan untuk eksekusi. Isi teks di atas
mengatakan oposisi bergeser dari Herodes vs. Yohanes ke Herodias vs. Yohanes. Dalam
hubungan dengan ini ada baiknya untuk mempertimbangkan pendapat Focant:
Upaya pembacaan feminis (van Dijck-Hemmes; Anderson; Glancy) untuk menolak secara tegas atau
mengurangi tanggung jawab Herodias bertentangan dengan maksud teks. Lebih baik menerima peran
negatif Herodias yang dimainkannya bersama Herodes dalam cerita. Selain itu, injil tidak
kekurangan tokoh-tokoh perempuan yang positif, misalnya perempuan yang menderita pendarahan
(5:25-34) atau perempuan Siro-Fenesia (7:24-30).79
Kritik keras Yohanes kontras dengan rencana jahat Herodias yang disembunyikan dalam hati.
Dalam hal ini, hanya pembaca yang tahu bahwa sejak ayat 19 Herodias memiliki semua joker di
tangannya untuk mengendalikan permainan.
2) Perjamuan, tarian, sumpah dan reaksi Herodes
Akhirnya tiba juga kesempatan yg baik baginya (LAI:Herodias), ketika HERODES
21
76
Horst Balz, “φοβέω” dalam Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2, dir. Horst Balz y Gerhard Schneider
(Salamanca: Sígueme, 2002), 1967-1968.
77
Mercedes Navarro Puerto, Marcos (Estella: Verbo Divino, 2006), 223.
78
Gnilka, El evangelio, 288.
79
Focant, L’évangile, 244. Terjemahan penulis.
13
24
Anak itu pergi dan menanyakan ibunya,
“Apa yang harus kuminta?”
Jabanya, “Kepala Yohanes Pembabtis!”
25
Lalu ia cepat-cepat masuk
menghadap RAJA dan meminta:
“Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku
Kepala Yohanes Pembabtis di ATAS PIRING!
26
Lalu sangat sedihlah hati RAJA, tetapi karena sumpahnya,
dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya.
a) Perjamuan raja Herodes dan perjamuan Yesus
Dari awal ayat 21 kita tahu bahwa ungkapan “kesempatan” atau “hari baik” (ἡμέρας εὐκαίρου)
yang dipakai dalam kalimat tersebut tidak terkait dengan Herodes, tetapi dengan Herodias. 80
Sama sekali tidak mengejutkan bahwa di akhir cerita dia memberi tahu kita: “Lalu sangat
sedihlah hati raja” (ay.26). Situasi akhir tersebut kontras dengan situasi awal (ay. 21) karena
kepada kita ditampilkan seorang raja yang sangat sedih di pesta ulang tahunnya. 81 Lebih dari itu,
teks menampilkan sebuah perjamuan yang aneh di mana “hidangan penutupnya” adalah kepala
manusia. Dari konteks makro Injil Markus, gagasan “memberikan tubuh sebagai makanan”
bertautan dengan perjamuan terakhir Yesus dan para murid-Nya.82
Dalam konteks naratif Markus, kontras menjadi lebih jelas oleh fakta bahwa perjamuan Herodes
disusul oleh perjamuan Yesus untuk lima ribu orang (Mrk 6:30-44). Kontrasnya tampak cukup
jelas dan banyak penulis telah membuat studi perbandingan terhadap kedua adegan tersebut.
Alasan perjamuan Herodes adalah hari ulang tahunnya, sedangkan perjamuan Yesus diadakan
karena belas kasihan kepada orang banyak yang “seperti domba yang tanpa gembala” (Mrk
6:34). Tamu-tamu Herodes berasal dari masyarakat kelas atas (Mrk 6:21) sedangkan tamu Yesus
dari kelas bawah (Mrk 6:34). Hal itu tampak terutama dari cara makannya yang berbeda. Tamu
Herodes “berbaring” (τοῖς συνανακειμένοις) sementara tamu Yesus duduk (ἀνακλῖναι) di atas
rumput hijau (Mrk 6:39). Namun, perjamuan Yesus berakhir bahagia karena orang banyak
makan sampai kenyang, sedangkan perjamuan Herodes berakhir tragis.83
Satu unit retoris, menurut Kennedy, sering ditandai dengan inclusio dalam narasi. Meskipun
bukan kriteria yang ketat, ia berguna sebagai tutorial untuk membagi teks. 84 Markus secara
khusus menyebutkan para tamu di ayat 21: orang-orang penting (τοῖς μεγιστᾶσιν) dan pemimpin
militer (τοῖς χιλιάρχοις) biasanya memimpin seribu orang pasukan dan tokoh-tokoh penting
Galilea (τοῖς πρώτοις τῆς Γαλιλαίας).85 Jika diperhatikan, “para tamu” berfungsi sebagai inclusio
cerita karena tokoh-tokoh ini muncul pada awal dan di akhir unit retoris ini (ay.21 dan ay.26).
Para tamu tampil sebagai figuran di awal, tetapi diberi bobot makin besar pada bagian akhir oleh
narator.
Dari perspektif naratif, kehadiran para tamu ditandai oleh dua karakteristik. Pertama, massa
yang diam. Gelar-gelar mereka disebut dalam cerita, tetapi mereka tidak berbicara atau
80
Martínez Rivera, El amigo, 247.
81
Dalam bahasa Yunani klasik, kata γενέθλια berarti ulang tahun (orang hidup), sedangkan kata γενέσια berarti peringatan
kematian seseorang. Namun, kata terakhir ini secara bertahap mengalami perubahan makna dan merujuk pada perayaan ulang
tahun pada umumnya. Focant, L’évangile, 244.
82
Laura Tack, “The Body at the Banquet. How to Interpret the Presence of John’s Severed Head at Herode’s Festive Meal in
Mark 6,17-29”, dalam Baert - Rochmes, Decapitation, 39.
83
Ibid., 16.
84
Kennedy tidak memberikan daftar rinci kriteria yang dapat digunakan untuk membedakan satu unit literer dengan unit literer
yang lain. Namun, George Mlakuzhyil dalam studinya telah menetapkan daftar kriteria untuk menganalisis teks-teks klasik.
Secara umum ia mengklasifikasi tiga teknik komposisi: 1) literer, 2) dramatisasi, 3) struktural. Masing-masingnya memiliki
elemen spesifik. Bdk. David M. Young dan Michael Strickland, The Rhetoric of Jesus in The Gospel of Mark (Minneapolis:
Fortress Press, 2017), 63.
85
Focant, L’évangile, 244; Taylor, Evangelio, 367; Hoehner, 119.
14
melakukan tindakan tertentu selain sebuah participle (τοῖς συνανακειμένοις) yang
menggambarkan bagaimana mereka makan di perjamuan itu. Kedua, massa yang mempunyai
daya tekan. Ternyata kehadiran tokoh-tokoh penting tersebut menjadi faktor kunci yang
menentukan keputusan Herodes (ay.26). Para tamu ditampilkan sebagai tokoh cerita yang tetap
diam sepanjang adegan, mereka senang dengan tarian putrinya, tetapi Herodes menanggapi
“keheningan” mereka sebagai tekanan besar untuk keputusannya.
Kehormatan adalah nilai penting dalam dunia kuno. Sebaliknya, rasa malu dianggap sebagai
bencana sosial ketika seseorang digiring untuk “terlihat buruk” di depan umum dengan
konsekuensi hilangnya kehormatan.86 Di hadapan para tamunya, Herodes merasa ditekan dan
untuk keluar dari situasi ini dia harus menunjukkan kepada semua orang bahwa dia mampu
membuat keputusan apa pun. Herodes tidak mau dipermalukan di depan para tamunya. Jadi,
meskipun mereka memiliki sedikit peran dalam cerita, kehadiran mereka di perjamuan tersebut
turut menentukan akhir cerita.
22b
Raja berkata kepada gadis itu, “Minta daripadaku apa saja yang kau ingini, maka akan
kuberikan kepadamu!”
23
lalu ia bersumpah kepadanya, “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu,
sekalipun setengah dari kerajaanku!”.
Ungkapan dalam ayat 22 dan 23 adalah “rumusan yang biasa digunakan dalam tradisi
masyarakat timur tengah yang mengisyaratkan bahwa apa yang diminta pasti akan dipenuhi”. 90
Kita menemukan peribahasa ini dalam teks Est 5:3.6; 7:2, dan dalam rumus yang berlawanan
dicatat dalam 1Raj 13:8. Ungkapan ini menonjol dalam cerita karena diulang dua kali dengan
tambahan pada bagian kedua dengan ungkapan “sekalipun setengah dari kerajaanku.”
Sebetulnya kalimat ini merupakan sebuah hiperbola jika dihubungkan dengan wilayah
kekuasaan seorang tetrarch. Dalam teks ungkapan ini berfungsi untuk mengekspresikan
kebaikan Herodes di depan semua tamunya. Sampai dengan adegan ini Herodes masih belum
mengetahui apapun tentang rencana tersembunyi Herodias.
Setelah sumpah Herodes, Salome keluar dan masuk lagi setelah berkonsultasi dengan ibunya
(ay.24a). Sumpah Herodes di hadapan para tamu kontras dengan permintaan kolaboratif antara
86
Richard L. Rohrbaugh, “Honor: valor esencial en el mundo bíblico”, dalam Neufel - DeMaris, Para entender, 168-171.
87
Markus tidak pernah menyebut secara eksplisit nama dari “anak Herodias”. Nama Salome diberikan berdasarkan kesaksian
dari Yosefus Flavius (Ant. 18.136-137). Selanjutnya nama ini dipakai untuk merujuk pada gadis yang menari dalam pesta
perjamuan Herodes. Dalam bahasa Ibrani “Salome” berarti damai atau harmoni. Versi Yunaninya: Irene.
88
Gnilka, El evangelio, 292.
89
Diandaikan ada dua ruangan terpisah masing-masing untuk laki-laki dan perempuan. González Echegaray, Los Herodes, 136;
Martínez Rivera, El amigo, 257-258.
90
González Echegaray, Los Herodes, 136.
15
anak dan ibunya. Permintaan keduanya pun diulang dua kali dengan modifikasi pada yang
bagian kedua:
24b
Jawab (ibu) nya, “Kepala Yohanes Pembabtis”
25b
… ia masuk menghadap raja dan meminta, “Aku mau supaya sekarang juga engkau
berikan kepadaku kepala Yohanes Pembabtis di ATAS PIRING!”
Dalam berbagai karya seni sepanjang sejarah Gereja, tafsiran terhadap usia sosok Salome dalam
kisah ini mengikuti dua kecenderungan. Pada satu pihak, dia sering digambarkan sebagai anak-
anak. Konsultasi Salome kepada ibunya merupakan alasan utama yang mendukung opini
tersebut. Sebagai anak-anak yang belum dapat mengambil keputusan sendiri dia membutuhkan
bimbingan ibunya. Respon cepat Herodias memberi kesan bahwa permintaannya telah
direncanakan dengan sangat matang.91
Namun, pada pihak lain, rumusan kalimat Salome ketika menghadap Herodes menunjukkan
bahwa dia sudah cukup dewasa dan sanggup berpikir sendiri karena secara kreatif dia
menambahkan dua frasa penting yakni: “sekarang juga” (ἐξαυτῆς) dan “di atas piring” (ἐπὶ
πίνακι). Pada yang pertama dia mengambil alih perintah raja kepada bawahan yang
menggarisbawahi urgensi permintaannya, seolah-olah dia takut kehilangan kesempatan untuk
memiliki kepala Yohanes. Pada yang kedua dia menyebut sebuah objek penting yang tidak
dihiraukan Herodes.
Sumpah Herodes untuk menyerahkan setengah kerajaannya dijawab dengan keinginan untuk
memiliki “separuh tubuh” Yohanes. Dari sudut pandang retoris, ungkapan “kepala Yohanes”
adalah sinekdoke pars pro toto karena “kepala” dalam kalimat ini ibarat foto setengah badan di
KTP, dianggap sudah mewakili profil seseorang. Salome meniru kata-kata ibunya hampir secara
harfiah dan begitu pula nanti algojo di akhir cerita.92
Dalam tabel di atas, ungkapan “di atas piring” (ἐπὶ πίνακι) menonjol karena itulah satu-satunya
kata yang merujuk pada perlengkapan yang berhubungan langsung dengan perjamuan. Karena
“piring” adalah satu-satunya semantik yang berhubungan dengan perlengkapan makan dalam
perjamuan Herodes maka ia sekaligus adalah contoh lain dari majas sinekdoke dalam kisah ini.
Dalam analisisnya, Laura Tack menggarisbawahi pentingnya kata dasar πίναξ sebagai elemen
penting yang menghubungkan kepala Yohanes dengan tema perjamuan. Dengan demikian, kata
tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk menafsir kematian Yohanes dengan kisah lain dalam
Alkitab.93
Ada upaya untuk membandingkan kisah Markus dengan kisah-kisah lain dalam Alkitab dan
dunia Helenis. Ada dugaan bahwa Markus menyusun ceritanya dengan inspirasi dari PL, antara
lain, dari kisah Ester. Kita dapat menyebutkan tiga kesamaan antara kedua cerita tersebut.
Pertama, muncul kosakata yang sama (κοράσιον) digunakan untuk menyebut Ester (Es 2:9) dan
Salome (Mrk 6:22.28). Kedua, rumusan sumpah Raja Herodes (Mrk 6:22-23) mirip sekali
dengan sumpah raja pada jamuan makan Ester (Est 5:3.6; 7:2).94 Ketiga, baik Markus maupun
Ester menggunakan kata ἀρέσκω (Est 2:9; Mrk 6:22) untuk menggambarkan kemampuan gadis
itu untuk menarik perhatian orang lain.95 Selain ketiga elemen ini, kita menemukan elemen
91
Taylor, Evangelio, 369.
92
Focant, L’évangile, 235.
93
Kata “πίναξ” berasal dari akar kata Ibrani: ( ּדסְקֹוסיdiskos) yang dipertahankan dalam teks Latin. Sebagai contoh, dalam
Vulgata kata tersebut diterjemahkan “diskus” (Mrk 6:26.28). Bagi pembaca modern, tentu kata “disko” menggemakan suasana
pesta dan memberi nuansa pada adegan tarian. Terjemahan Alkitab terbitan LAI “talam” menyembunyikan jejak kuno kata
tersebut. Hemat saya, kata “piring” jauh lebih kena. Bdk. Tack, “The Body”, 24, 28-31.
94
Ibid., 31.
95
Focant, L’évangile, 245.
16
penting lainnya dalam midrash Ester 1:19.21 (Ester Rabbah 4,9-11) di mana kata “piring”
ditambahkan dalam versinya. Secara harfiah dikatakan dalam teks itu “...dia membuat
keputusan, dan membawa kepalanya di atas piring”.96
Dengan demikian pembaca dapat berasumsi bahwa ketika Markus menyusun ceritanya di atas
mejanya ada kisah Ester sehingga ia mengambil inspirasi dari sana. Kalau Herodias dan Salome
memanfaatkan sumpah raja untuk membunuh Yohanes, Ester mengeksekusi Haman – musuh
orang Yahudi. Tampaknya Markus menggunakan semua elemen umum ini untuk menekankan
kontras antara ceritanya dan kisah kepahlawanan Ester dalam PL. Benar apa yang dikatakan
Nicole W. Duran, mungkin Markus terinspirasi oleh legenda Yahudi tersebut, tetapi ia
menyajikannya sebagai foto negatif.97
96
Tack, “The Body”, 29.
97
Nicole W. Duran, “Return of Disembodied or How John the Baptist Lost His Head”, dalam Reading Comunities Reading
Scripture: Essays in Honor of Daniel Patte, ed. G. A. Philllips y N. W. Duran (Harrisburg: Trinity Press International, 2002),
283.
98
Tack, “The Body”, 37-38.
99
Gnilka, El evangelio, 292.
100
Galdeano, Mira…», 116.
17
nabi terhadap dirinya.”101 Kepalanya diletakkan di atas piring seolah-olah itu adalah makanan
penutup untuk memuaskan dendam Herodias.
ii) Algojo
Dalam kisah ini algojo adalah tokoh anonim dan disapa menurut fungsi sosialnya di istana
Herodes. Algojo atau dalam bahasa Yunani σπεκουλάτωρ berarti seseorang yang melihat dari
jauh, seorang penjelajah atau mata-mata. Namun, istilah tersebut dalam perkembagannya
kemudian merujuk pada seorang prajurit di bawah seorang perwira yang tugasnya antara lain
ialah untuk mengawal dan mengeksekusi.102 Sebagai tokoh anonim algojo adalah perpanjangan
tangan raja. Dari sudut pandang Herodes, dia adalah seorang bawahan yang setia yang telah
memenuhi tugasnya. Secara gramatikal, kata “algojo” muncul dalam bentuk akusatif
(σπεκουλάτορα) maksudnya dia adalah objek langsung dari perintah raja yang menjadi subjek
kalimat (ay.27).
Profilnya sebagai abdi yang setia, ditandai oleh efektivitasnya dalam merealisasikan amanat
atasannya. Ketika diperintah Herodes ia segera pergi ke penjara dan memenggal kepala
Yohanes.103 Bagi pembaca modern, perilaku si algojo menghadirkan kembali sosok Adolf
Eichmann dalam analisis Hannah Arendt tentang banalitas kejahatan. Tempo penceritaan
menunjukkan bahwa eksekusi dilakukan dengan cepat. Narasi dengan tempo cepat seperti ini
memberi kesan bahwa dia adalah algojo yang sangat berpengalaman. Pembaca tidak tahu persis
bagaimana detail pembantaian itu, tetapi yang jelas dia segera kembali ke tempat pesta dengan
kepala Yohanes di atas sebuah piring.
Kita mengandaikan bahwa algojo telah mendengar percakapan antara Herodes dan Salome
(ay.25), sehingga di ay.28 dia tiba dengan kepala Yohanes sudah di atas piring. Narator
mengatakan bahwa Herodes hanya memerintahkan “supaya mengambil kepalanya Yohanes”
tanpa pernah menyebutkan keterangan tempat atau bagaimana cara membawanya. Tindakan
algojo meletakkan kepala Yohanes di sebuah piring secara tekstual terkait dengan permintaan
Salome. Kehadiran algojo dalam cerita ini ditampilkan secara ironis. Raja adalah orang yang
memberi perintah kepada algojo, tetapi pada saat yang sama, dia adalah tokoh yang lebih rendah
dari Salome dan Herodias. Itulah sebabnya, pada bagian akhir cerita, kepala Yohanes tidak
diberikan kepada raja atau ditunjukkan kepada para tamu, tetapi langsung dibawa kepada
Salome dan ibunya.104
Dalam potongan informasi pada ayat 29 Markus menggunakan kata “para murid” (οἱ μαθηταὶ)
dalam bentuk jamak dengan kata ganti orang ketiga tunggal maskulin (αὐτοῦ). Dari konteksnya
dapat dipahami bahwa mereka adalah murid-murid Yohanes. Menurut Markus, murid-murid
101
Martínez Rivera, El amigo, 271.
102
Ulrich Kellermann, “σπεκουλάτωρ”, en Balz y Schneider, Diccionario, II, 1464; Focant, L’évangile, 245.
103
Membawa kepala seseorang adalah bukti bahwa korban sudah terbunuh. Ketika Aretas IV menyerang Antipas, Tiberius
memerintahkan Vitellius untuk membawanya sebagai tawanan atau, jika dia sudah mati, membawa kepalanya. Josefo, Ant.,
18.115.
104
Hoehner bahkan berkomentar bahwa tampaknya tidak masuk akal kalau algojo diizinkan membawa kepala Yohanes ke
tengah perjamuan. Hoehner, Herod Antipas, 165.
18
Yohanes berada di luar dan “jauh” dari tempat perjamuan. Namun, mereka adalah subjek
kalimat yang mendengar berita itu dan mendatangi gurunya. Pembaca tidak diberi tahu berapa
lama pesan tentang kematian Yohanes sampai kepada mereka. Efek yang dirasakan pembaca
ialah para murid menguburkan jenazah Yohanes tidak lama setelah kematiannya.
Pada tingkat retoris, pengulangan kata dasar “mendengar” (ἀκούω) di bagian ini menarik karena
kata yang sama sebelumnya selalu dikaitkan dengan Herodes. Empat kali muncul dalam cerita,
tiga kali dikatikan dengan Herodes. Kata ini digunakan pertama kalinya pada awal cerita
(ay.14). Jadi, kata dasar “mendengar” membentuk inclucio dalam seluruh kisah ini.
Dalam hubungan dengan aksi para murid, ayat ini terdiri dari tiga kata kerja utama dalam bentuk
aorist: “Mereka datang” (ἦλθον), “Mereka mengambil” (ἦραν), dan “mereka meletakkan”
(ἔθηκαν). Objek langsung dari kalimat tersebut adalah tubuh Yohanes (τὸ πτῶμα αὐτοῦ).
Pembaca tidak tahu apakah itu seluruh tubuh atau, lebih tepatnya, tubuh tanpa kepala. Kata itu
sendiri berarti “jatuh atau yang telah jatuh”. Kata itu muncul tujuh kali dalam PB, selalu dengan
arti mayat.105 Dalam kisah Markus teka-teki tentang “keutuhan tubuh” Yohanes yang
dimakamkan tetap menjadi pertanyaan terbuka.
Persoalan terakhir dalam kisah ini ialah tentang makam Yohanes. Markus tidak tertarik untuk
menginformasikan di mana persisnya Yohanes dikubur. Sebenarnya kata μνημεῖον yang
digunakan di sini dapat diterjemahkan sebagai makam, tetapi juga mencakup pengertian lain,
misalnya monumen.106 Tindakan para murid Yohanes menguburkan gurunya merupakan
proyeksi pada kematian Yesus sendiri dan berfungsi terutama untuk memperingatkan murid-
murid Yesus agar tidak mengabaikan hal tersebut.107 Faktanya, murid-murid Yesus justru
melarikan diri saat penyaliban dan pemakaman. Dalam konteks narasi ini terlihat bahwa apa
yang dilakukan murid-murid Yohanes kontras dengan adegan sebelumnya yakni permintaan
Salome dan eksekusi algojo (ayat 25 dan 27). Jika algojo meletakkan kepala Yohanes “di atas
piring” sebagai tanda penghinaan atas tubuh manusia, maka para murid menebusnya kembali
dengan meletakkan tubuh sang guru “di dalam kubur.
29
Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu 25b
ia pergi kpd raja dan meminta:
mereka DATANG
dan MENGAMBIL mayatnya, “… kepala Yohanes Pembabtis
lalu MEMBARINGKANNYA
dalam kuburan. di atas piring!”
Singkatnya, tindakan para murid Yohanes menimbulkan harapan, seperti yang diungkapkan
Gnilka: “Kemartiran Yohanes Pembaptis berakhir hampir dalam kegelapan total. Hanya prosesi
pemakaman para muridnyalah yang memancarkan seberkas cahaya harapan.”108
4. SIMPULAN
Kisah Mrk 6:14-29 adalah sebuah cerita yang disusun oleh penulisnya dengan intensi untuk
menciptakan efek tertentu pada pembaca. Hal ini bisa dilihat dari berbagai upaya retorika
berbahasa yang dipakai oleh Markus. Dapat disebutkan beberapa contoh. Pertama, titel “raja”
yang merujuk pada Herodes walaupun tidak tepat menurut fakta sejarah dipakai untuk
menegaskan oposisi antara raja-raja Israel dan para nabi. Dalam kerangka yang lebih luas gelar
tersebut kontras dengan gelar Yesus di kemudian hari sebagai raja sejati yang akan mengalahkan
105
Helmut Merklein, “πτῶμα”, en Balz y Schneider, Diccionario, II, 1258.
106
Martin Völkel, “μνημεῖον”, en Balz y Schneider, Diccionario, II, 305-307.
107
Turner, Matthew, 365.
108
Gnilka, El evangelio, 292. Terjemahan penulis.
19
maut. Kedua, terdapat beberapa inclusio, repetisi kata kunci tertentu, dan penggunaan peribahasa
dalam teks yang mempengaruhi pemaknaan teks.
Walaupun kisah Markus memberi kesan bahwa tokoh Herodes cenderung lebih positif, secara
umum bisa dikatakan profil dinasti atau “keluarga besar” Herodes tetap negatif karena peran
antagonis Herodias dan Salome. Gambaran tersebut sesungguhnya merefleksikan “konflik”
antara kelompok kristen perdana dengan para penguasa. Kemenangan Herodes Antipas, tipe raja
Yahudi tersebut pada gilirannya nanti akan dikalahkan dengan kebangkitan Yesus. Nathan L.
Shedd dalam analisisnya menyebut gejala ini dengan istilah “kekerasan terselubung” (invisible
violence). Artinya, ada titik api yang memicu rantai kekerasan baru karena walaupun merupakan
aliansi Roma, Herodes selalu diidentifikasi juga sebagai orang Yahudi oleh kelompok kristen.
Tema konflik dalam teks ini cukup jelas, sedangkan jalan damai yang diasumsikan pada awal
artikel ini nyaris tidak terlihat. Walaupun demikian, menurut penulis, upaya tersebut dapat
dideteksi dalam dua modus.
Pertama, kisah kematian Yohanes diakhiri dengan sebuah upacara pemakaman yang diduga
merupakan tambahan seorang redaktur kemudian. Artinya, ada upaya pasifikasi pasca-konflik
dengan keluarga Herodes. Analisis retorika di atas mengatakan penguburan Yohanes adalah cara
mengangkat kembali harkat sang nabi di hadapan represi Herodes, tetapi bisa dilihat pula
sebagai cara perlawanan tanpa kekerasan. Kalau teks tersebut (ay.29) sebagaimana kata Gnilka,
ditambahkan kemudian, maka sebetulnya tambahan itu adalah upaya sengaja dari redaktur agar
konflik tersebut tidak berakhir dengan kekerasan Herodes, tetapi sebaliknya disambung dengan
sebuah jawaban damai. Dalam teks sinoptik upaya merintis jalan damai itu tampak lebih
eksplisit dalam Injil Lukas. Dari atas salib Yesus memberikan sebuah perspektif baru untuk
memutus rantai kekerasan: “Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat” (Luk 23:34). Pesan pengampunan dan kasih bahkan kasih kepada musuh merupakan
bagian integral dari ajaran Kristen. Oleh karena itu, kebangkitan Kristus bukanlah kemenangan
untuk menghancurkan yang lain, melainkan sebuah kreasi baru yang selalu menyediakan ruang
bagi pertumbuhan dan perkembangan yang lain.
Kedua, deskripsi tokoh Herodes dalam Injil Markus yang tidak hitam-putih adalah satu indikasi
cara penulis injil mengupayakan harmoni. Stabilitas politik di tangan Herodes (39 tahun
berkuasa) adalah pencapaian yang tidak bisa dianggap enteng. Lebih dari pada itu, perannya
sebagai “Bapak Pembangunan” di wilayah Galilea-Perea bisa diduga kuat menjadi salah satu
alasan deskripsi tokohnya yang ambivalen dalam teks Markus. Dalam kerangka berpikir
demikian, penulis berpendapat cara Markus melukiskan tokoh Herodes adalah upaya mencari
“jalan damai” tersebut. Dengan demikian mau dikatakan bahwa pada level historis, Yohanes
dengan gerakan moralnya adalah “singa panggung” yang ngotot melawan kekuasaan, tetapi pada
level tekstual, terdeteksi semacam negosiasi agar tidak terjadi tabrakan frontal dengan
kekuasaan. Negosiasi atau dialog Markus dengan Roma juga tampak misalnya dalam kisah
pengakuan kepala pasukan (Mrk 15:39).
Gambaran Herodes dalam kisah kematian Yohanes berbeda dari lukisan sangar Injil tentang
figurnya di tempat lain. Pada umumnya Injil menggambarkan Antipas sebagai seorang raja yang
mengancam hidup Yesus. Banyak kali Yesus mesti menarik diri untuk menghindari intimidasi
darinya (Mat 14:3). González Echegaray misalnya yakin bahwa penarikan diri Yesus karena
ancaman Antipas merupakan kenyataan historis. Orang-orang Farisi dan Herodian suatu ketika
berencana untuk membunuh Yesus (Mrk 3:6) demikian juga Yesus memperingatkan para murid-
Nya untuk berhati-hati dengan “ragi Herodes” (Mrk 8:15). Dengan demikian, karakter Herodes
Antipas dalam kisah tersebut adalah satu contoh bagaimana konteks di belakang teks
mempengaruhi secara tidak sadar “gerak pena” para penulis Injil.
Pada akhirnya upaya merintis jalan damai sesungguhnya adalah gagasan yang termaktub dalam
kisah Mrk 6:14-29 sendiri, karena nama “Yohanes” dalam bahasa Ibrani berarti Allah itu baik,
20
murah hati, lembut, panjang sabar, dst. Itu berarti nama Yohanes sendiri adalah sebuah metafora
yang sejak awal telah mengantisipasi kekerasan dan kebrutalan yang dilakukan oleh Herodes
Antipas.
DAFTAR PUSTAKA
Balz, Horst. “φοβέω”. En Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2. Editado por
Horst Balz y Gerhard Schneider, 1967-1968. Salamanca: Sígueme, 2002.
_________ . “σύντροφος”. En Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2, Editado por
Horst Balz y Gerhard Schneider, 1609. Salamanca: Sígueme, 2002.
Carter, Warren. El Imperio romano y el Nuevo Testamento: Guía básica. Traducido por José
Pedro Tosaus Abadía. Estella: Verbo Divino, 2011.
Duran, Nicole W. «Return of Desembodied or How John the Baptist Lost His Head». En
Reading Comunities Reading Scripture: Essays in Honor of Daniel Patte. Editado por G.
A. Philllips y N. W. Duran, 277-291. Harrisburg: Trinity Press International, 2002.
Fiensy, David A. “La Economía Antigua y el Nuevo Testamento”. En Para entender el mundo
social del Nuevo Testamento. Editado por Dietmar Neufeld y Richard E. DeMaris, 279-
295. Estella: Verbo Divino, 2010.
Focant, Camille. L’évangile selon Marc. Paris: Les Éditions du Cerf, 2010.
____________ . Marcos: Cinco claves de lectura. Traducido por José Pérez Escobar. Estella:
Verbo Divino, 2018.
____________ . “From Herod’s Birthday Banquet where the Prophet is Brutally Executed
(Mark 6:17-29) to the Gift of the Body and Blood of the Covenant (Mark 14:17-24)”. En
Decapitation and Sacrifice Saint John’s Head in Interdisciplinary Perspectives: Text,
Object, Medium. Editado por Barbara Baert y Sophia Rochmes, 9-21. Leuven: Peeters,
2017.
Galdeano, Iranzu Galdeano. «Mira que envío mi mensajero delante de ti...»: La caracterización
narrativa de Juan Bautista en el evangelio según Marcos. Estella: Verbo Divino, 2019.
Girard, René. “Scandal and Dance: Salome in the Gospel of Mark”. New Literary History 15, no.
2 (1984): 311-24.
Gnilka, Joachim. El evangelio según san Marcos. Vol. 1. Traducido por Víctor A. Martínez de
Lapera. Salamanca: Sígueme, 1986.
González Echegaray, Joaquín. Los Herodes: Una dinastía real de los tiempos de Jesús. Estella:
Verbo Divino, 2007.
Helmut, Merklein. «πτῶμα». En Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2, Editado
por Horst Balz y Gerhard Schneider, 1258. Salamanca: Sígueme, 2002.
21
Hoehner, Harold W. Herod Antipas. Michigan: Zondervan Publishing House, 1980.
Horsley, Richard A. Jesus and Empire the Kingdom of God and the New World Disorder.
Minneapolis: Fortress Press, 2003.
Kennedy, George A. New Testament Interpretation through Rhetorical Criticism. London:
Univesity of North Carolina Press, 1984.
Kingsbury, Jack Dean. Conflicto en Marcos: Jesús, autoridades, discípulos. Córdoba:
Almendro, 1991.
Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja [Edisi Revisi]. Kanisius:
Yogyakarta, 2020.
Malina, Bruce J. «El Colectivismo en la cultura Mediterránea». En Para entender el mundo
social del Nuevo Testamento. Editado por Dietmar Neufeld y Richard E. DeMaris, 41-57.
Estella: Verbo Divino, 2010.
Marcus, Joel. John the Baptist in History and Theology. Columbia: USC Press, 2018.
___________. El evangelio según Marcos 1-8. Traducido por Xabier Pikaza. Salamanca:
Sígueme, 2011.
Marguerat, Daniel - Bourquin, Yvan. Cómo leer los relatos bíblicos: Iniciación al análisis
narrativo. Traducción por José Pedro Tosaus. Santander: Sal Terrae, 2000.
Martínez Rivera, Roberto. El amigo del novio: Juan el Bautista. Historia y teología. Estella:
Verbo Divino, 2019.
Meier, John P. “John the Baptist in Josephus: Philology and Exegesis”. JBL 111, no. 2 (1992),
225-237.
___________. Un judío marginal: Nueva visión del Jesús histórico. Tomo 2/1. Traducido por
Serafín Fernández Martínez. Estella: Verbo Divino, 1999.
Moloney, Francis J. “Mission, the Baptist, and Failure”. CBQ 63, no. 4 (October 2001): 647-
663.
Morten Hørning, Jensen. «Antipas: The Herod Jesus Knew». Biblical Archaeology Review 38,
no. 5 (2012): 42-42.
_____________. Herod Antipas in Galilee the Literary and Archaeological Sources on the
Reign of Herod Antipas and its Socio-Economic Impact on Galilee. Tübingen: Mohr
Siebeck, 2006.
Navarro Puerto, Mercedes. Marcos. Estella: Verbo Divino, 2006.
Rhoads, David - Dewey Joanna - Michie, Donald. Marcos como relato: Introducción a la
narrativa de un evangelio. Traducido por Rosa Ana Martín Vegas. Salamanca: Sígueme,
2002.
Horsley, Richard A. Jesus and Empire the Kingdom of God and the New World Disorder.
Minneapolis: Fortress Press, 2003.
22
Richardson, Peter - Fisher, Amy Marie. Herod King of the Jews and Friend of the Romans. New
York: Routledge, 2018.
Shedd, Nathan L. The Beheading of John the Baptist in the First Three Centuries: Memory,
Violence, and Reception. Doctorado, Centre for the Social Scientific Study of the Bible
Institute of Theology St. Mary’s University, 2019.
Stenger, Werner. Los métodos de la exégesis bíblica. Traducido por Constantino Ruiz-Garrido.
Barcelona: Herder, 1990.
Tack, Laura. “The Body at the Banquet. How to Interpret the Presence of John’s Severed Head
at Herode’s Festive Meal in Mark 6,17-29”. En Decapitation and Sacrifice Saint John’s
Head in Interdisciplinary Perspectives: Text, Object, Medium. Editado por Barbara Baert
y Sophia Rochmes, 23-39. Leuven: Peeters, 2017.
Taylor, Vincent. Evangelio según san Marcos. Traducido por J. L. Domínguez Villar. Madrid:
Cristiandad, 1980.
Theissen, Gerd - Merz, Annette. El Jesús histórico. Traducido por Manuel Olasagasti
Gaztelumendi. Salamanca: Sígueme, 1999.
Kellermann, Ulrich. “σπεκουλάτωρ”. En Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2.
Editado por Horst Balz y Gerhard Schneider, 1464. Salamanca: Sígueme, 2002.
Völkel, Martin. «μνημεῖον». En Diccionario exegético del Nuevo Testamento. Vol. 2. Editado
por Horst Balz y Gerhard Schneider, 305-307. Salamanca: Sígueme, 2002.
Wink, Walter. John the Baptist in the Gospel Tradition. London: Cambridge University Press,
1968.
Young, David M. - Strickland, Michael, The Rhetoric of Jesus in The Gospel of Mark.
Minneapolis: Fortress Press, 2017.
23