Anda di halaman 1dari 17

Nama : Febri Setiadi Hutapea

SIAPAKAH YESUS ?

(Mengenal Yesus Secara Historis dan Mendalam)

BAB I

PENDAHULUAN

Yesus merupakan seorang tokoh kontroversial semasa hidup-Nya. Kehidupan dan


karya Yesus menjadi sorotan dari orang-orang yang hidup pada zaman-Nya. Pada awal
kemunculanNya, orang-orang yang hidup di sekitar-Nya melihat dan mengalami bersama
kehidupan dan karya yang dilakukan oleh-Nya. Mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus,
membuat orang-orang mulai bertanya, siapakah gerangan orang ini, sehingga Dia dapat
melakukan perbuatan- perbuatan ajaib. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Yesus,
tidak secara langsung direspon secara tertulis-respon yang terjadi masih secara lisan-dari para
pengikut-Nya, maupun orang-orang percaya pada waktu itu.

Di kehidupan sekarang ini, kebanyakan orang kristen cenderung hanya mengetahui


bahwa Yesus itu adalah anak Allah yang turun ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia
dari belenggu dosa. Atau mungkin mereka mengetahui bahwa Yesus itu juga Tuhan melalui
orangtua mereka, melalui gereja, atau mungkin melalui buku-buku yang mereka baca sekilas.
Dan bahkan penulis juga ragu, bahwa mahasiswa telogi sekalipun banyak yang tidak
mengetahui siapakah Yesus itu sebenarnya, akibat rutinitas atau proses studi mereka yang
lebih cenderung berbaur tafsiran dan pengetahuan mengenai teologi-teologi kekristenan.

Untuk itu, melalui tulisan ini, penulis mencoba merangkum sebuah informasi
mengenai Siapakah Yesus itu secara mendalam, agar pemahaman setiap orang akan Yesus
dapat lebih baik lagi dari sebelumnya. Dan harapan penulis melalui tulisan ini adalah supaya
setiap orang dapat mengenal Yesus secara historis, sehingga iman dan kepercayaan setiap
pembaca dapat menjadi lebih kuat dan teguh.

BAB II

PEMBAHASAN
I. Latar belakang Yesus

Yesus lahir di Timur Tengah hampir 2000 tahun yang lalu. Dia tidak melalukan hal-
hal yang biasanya dapat membuat orang terkenal, namun kehidupan-Nya telah
mempengaruhi seluruh dunia. Dia tidak pernah membangun tugu-tugu peringatan. Dia tidak
memimpin suatu pasukan. Sebetulnya, Dia tidak pernah pergi jauh dari rumah-Nya. Tetapi
meskipun Dia hidup begitu lama pada masa lalu, yang aneh ialah berjuta-juta orang di
seluruh dunia saat ini menyatakan bahwa mereka mengenal Dia secara pribadi. Mereka
mengatakan bahwa kehidupan mereka telah diubah oleh-Nya, bah-kan mereka rela mati
karena Dia1

1.1 Nama

Nama "Yesus" adalah berasal dari bahasa Latin Iesus, yang berakar dari bahasa
Yunani Iesous, yang pada gilirannya juga merupakan Helenisasi dari bahasa Ibrani Yehosua,
atau bahasa Aram Yesua, yang bila diartikan secara harafiah adalah "Yahweh
menyelamatkan2". Teks Yunani tidak membedakan antara Yesus dan Yosua. Alkitab Vulgata
Latin kemungkinan adalah yang pertama yang membedakan keduanya, menuliskan Yesus
sebagai Iesus dan Yosua sebagai Iosias.

Dalam Perjanjian Baru, di Lukas 1:31 seorang malaikat memberitahu Maria untuk
menamakan anaknya Yesus, dan dalam Matius 1:21 malaikat memberitahu Yusuf untuk
menamakan anaknya Yesus. Dalam teologi Kristen, Pernyataan dalam Matius 1:21 "engkau
akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa
mereka" mengasosiasikan atribut keselamatan dengan nama Yesus.

"Kristus" adalah gelar yang berasal dari bahasa Yunani Χριστός (Christós), yang
berasal dari bahasa Ibrani ‫"( מָ ִׁשיח‬Mesias", berarti "yang diurapi" atau "yang terpilih")3.

1.2 Tempat Tinggal

1
Elton G. Hill, Injil Yohanes; Siapakah Yesus?, (Malang: Gandum Mas, 1983), 10.
2
F. Broen., S. Drivers dan C. Btiggs, The Brown Driver Brigges Hebrew and English Lexicon, (Hendrickson
Publishers, 1996 ) 15.
3
Vine, W.E., Expository Dictionary of New Testament Word; Old Tappan, (New Jersey: Fleming H. Revell
Company. 1940),234.
Yesus hidup di Galilea dua ribu tahun yang lalu. Dimana Galilea pada masa itu adalah
sebuah provinsi dalam negeri orang-orang Romawi atau dikenal sebagai tanah orang-orang
Yahudi. Galilea di masa sekarang ini merupakan daerah yang terletak di daerah Timur
Tengah, yang luasnya kira-kira meliputi daerah Israel dan Yordania4.

Di dalam perjalanan sejarah negeri itu mempunyai banyak nama. Orang-orang Assiria
menyebutnya Mat Palastu (negeri berbukit-bukit orang Filistin), orang Yunani menyebutnya
Palestine Syiria yaitu yang menjadi asal nama Inggris Palestine dan orang-orang Mesir Kuno
mengenalnya sebagai Kanaan, yaitu nama yang sering kita temukan di dalam kitab suci.

Pada zaman Yesus, Palestina dibagi menjadi banyak provinsi. Tiga provinsi
berpenduduk paling banyak orang Yahudi (Yudea, Perea dan Galilea). Penduduk Samaria
merupakan keturunan campuran darah Yahudi dan emigran-emigran Assiria. Orang-orang
Idumea dan Nabatea di selatan adalah orang-orang Arab. Orang-orang Dekapolis dan daerah-
daerah Transyordania lainnya termasuk ras campuran dengan kolonisokolonis Yunani
sebagai inti utamanya. Fenesia di utara didiami oelh orang-orang Tirus, Sidon, dan Siria.
Denagan demikian Palestina terlihat sebagai tempat pertemuan bangsa-bangsa5.

II. Mengungkap Keberadaan Yesus di Luar Injil

Selain kesaksian keempat Injil kanonik (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes yang
diterima sebagai injil yang sangat berwibawa dan termasuk di dalam Perjanjian Baru) serta
sejumlah penulis kristen perdana, ada beberapa bukti yang jeloas tentang tampilannya Yesus
di Palestina pada abad I, yaitu yang bersumber dari non-kristen. Yaitu:

2.1 Tacitus

Sejarawan Roma ini memerintah Aia selama pemerintahan Kaisar Trayanus (98-117).
Ia menulis pada abad ke II yang merujuk kepada suatu peristiwa buruk yang melibatkan
Kaisar Nero (54-68) pada tahun 64. Di dalam Annals, Tacitus menulis peristiwa kebakaran
hebat yang membumihanguskan kota Roma. Sehubungan dengan kebakaran itu, ia memberi
komentar bahwa kaisar itu menuduh “sekelompok orang yang benci karena kebiasaan mereka
yang memalukan, yakni mereka yang umumnya disebut orang-orang Kristen”, meskipun

4
John Wijngaards, Yesus Sang Pembebas, Yogyakarta: Kanisius, 1994), 16.
5
John Wijngaards, Yesus Sang Pembebas, Yogyakarta: Kanisius, 1994), 17.
kaisar itu sendiri dianggap harus bertanggung jawab. Tacitus menyatakan bahwa “Kristus”
adalah sosok yang menjadi asal usul nama kristen, telah dihukum mati oleh prokurator Roma,
Pontius Pilatus, pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius (14-37)6.

2.2 Pliny

Ia merupakan Gubernur Bithynia. Pada masa itu ia pernah menulis surat kepada
Kaisar Trayans. Bagaimana ia harus menghadapi orang-orang Kristen di provinsinya. Ia
memberitahukan kepada Kaisar bahwa ia telah menahan banyak orang kristen dan
mengajukan kepadanya tiga kesempatan untuk mengakui kesalahan. Ia menghukum siapapun
yang mau menolak mengaku diri Krsiten karena demikian mereka mengkhianati Kristus,
sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oelh orang-orang Krsiten sejati.

2.3 Suetonius

Ia adalah sekretaris Kaisar Adrianus dan menulis biografi 12 Kaisar. Pada masa
Kaludius, ia menunjuk pada fakta bahwa Klaudius mengusir semua orang Krsiten dari roma “
Karena orang-orang Yahudi terus menerus membuat huru-hara yang dipelopori oleh Kristus.

2.4 Yosefus

Ia adalah seorang sejarawan Yahudi. Setelah ditangkap oleh orang Roma, ia diberi
tugas di pengadilan Roma. Ia menulis kira-kira tahun 94. Di dalam tulisannya, ia tampil
untuk menjadi seorang saksi yang lebih berguna mengenai Yesus daripada berbagai sumber
lain di luar injil, meskipun ada sedikit bukti untuk mengatakan bahwa tulisan-tulisannya yang
kemudian dipengaruhi oleh seseorang yang senang dengan perkara kristiani. Jika ternyata
tidak demikian, kesaksiannya tentang Yesus dan peristiwa-peristiwa utama dalam hidupNya
sungguh mirip dengan injil. Dalam tulisannya yang berjudul Zaman Kuno Yahudi, Yosefus
mengidentifikasi Yesus sebagai seseorang yang disebut Mesias. Pengaruh Yosefus pantas
dipertimbnagkan dari sekian teks rabinik Yahudi yang merujuk pada Yesus, hanya sedikit
yang tidak ditemukan dalam tulisan Yosefus, bahwa ia adalah seorang bijak yang mempunyai
pengikut, bahwa ia adalah seorang guru, bahwa ia melakukan Karya yang mengejutkan,
bahwa Ia disalibkan oelh Pontius Pilatus dan bahwa pengikut-Nya terus bertambah setelah
kematian-Nya7.

6
Michael Keene, Yesus, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 40.
7
Michael Keene, Yesus, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 41.
III. Sebutan Untuk Yesus

3.1 Yesus Sebagai Anak Manusia

Dalam seluruh alam semesta, Yesus mempunyai sifat khas. Tidak ada seorang lain
seperti Dia, karena Ia adalah Allah dan juga manusia. Inilah yang diajarkan Alkitab.

Tetapi apa sebabnya Yesus mau menjadi manusia? Yang Ia lakukan adalah seperti
seorang kaya meninggalkan istananya yang indah dah segala miliknya untuk menjadi miskin
sekali. Atau seperti seorang raja perkasa meninggalkan semua orang yang menghormati dan
menaatinya untuk menjadi seorang yang dibenci dan dihina.

Namun, Yesus melakukan ini bahkan lebih lagi. Dengan suka rela Ia meninggalkan
tempat ilahi-Nya yang Ia diami bersama Allah. Dengan senang hati Ia menjadi seperti
manusia. Sebenarnya gelar “Anak Manusia” merupakan nama yang paling sering Ia gunakan
untuk menunjuk diri-Nya sendiri. Nama itu terdapat tujuh puluh sembilan kali di dalam Injil.

Apa yang terjadi ketika Yesus menggabungkan diri dengan umat manusia? Apakah Ia
menjadi kurang ilahi ketika menjadi manusia? Apakah Ia sungguh-sungguh bisa menjadi
manusia jikalau Ia terus menjadi Allah8?

Penjelmaan-Nya.

Kata Penjelmaan berasal dari dua kata yang berarti “dalam daging”. Allah masuk ke
dunia ini dalam rupa manusia. Yesus Kristus, Anak Allah, adalah Allah yang menjelma
keallahan yang berselimutkan kemanusiaan.

Sebutan Anak Manusia berbicara kepada kita terutama tentang penjelmaan Yesus dan
missi-Nya sebagai wakil manusia. Anak Manusia adalah sebutan untuk Mesias dalam nubuat-
nubuat Perjanjian Lama. Dalam bahasa Ibrani disebut Ben Adham. Istilah ini dapat
diterjemahkan sebagai Anak Adam, Anak Manusia, atau Anak Umat Manusia. Sebutan Anak
Manusia menekankan empat hal tentang Yesus:

- Yesus adalah benar-benar manusia. Tubuh-Nya bukan hanya suatu samaran yang
digunakan Allah untuk menampakkan diri-Nya. Ia mempunyai sifat manusiawi sejati.

8
Elton G. Hill, Injil Yohanes; Siapakah Yesus?, (Malang: Gandum Mas, 1983), 64.
- Yesus, Anak Adam, adalah benih perempuan yang dijanjikan kepada Adam dan Hawa
Keturunan mereka yang akan mengalahkan Iblis.
- Yesus, Anak Adam, datang untuk seluruh umat manusia. Dialah Mesias untuk
sekalian manusia, bukan hanya untuk satu bangsa satu masa atau satu tempat.
- Yesus datang ke dunia untuk suatu tugas yang hanya dapat dilaksanakan dengan
menjadi wakil yang sejati dari umat manusia9.

Dia Lahir dari Seorang Perawan

Melalui perbuatan atau mukjizat apakah Anak Allah menjadi Anak Manusia? Dia
harus lahir sebagaimana layaknya semua manusia lahir, dan memang demikian yang terjadi.
Namun ada suatu perbedaan besar. Walaupun Yesus mempunyai ibu manusiawi, Allah
sendiri yang menjadi Ayah-Nya. Melalui kelahiran dari seorang perawan yang telah
dinubuat- kan Yesaya, Allah datang untuk hidup di antara manusia dan menjadi satu dengan
mereka.

2.2 Yesus Kristus Sang Jalan Menurut Tradisi Teologis

Rumusan Yesus Kristus Sang Jalan adalah rumusan yang mengacu pada sabda Yesus
dalam Yohanes 14: 5-7 berikut:

Kata Thomas kepada Yesus: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi
bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran
dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu
mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (bdk. Yoh 14: 5¬7).

Dalam teks inilah Yesus mewahyukan diri sebagai jalan menuju kepada Bapa. Teks
ini sekaligus mewahyukan apa sebenarnya tujuan akhir perjalanan mengikuti Yesus.
Perjalanan itu berakhir pada kesatuan dengan Bapa di surga. Dalam ungkapan perpisahan
Yesus dengan para muridnya, Yesus mengingatkan bahwa mereka sudah didampingi oleh
Yesus dan tahu ke mana Yesus akan melangkah. Para murid sudah mendengar bahwa Yesus
akan kembali kepada Bapa melalui nubuat Yesus tentang pengalaman kematian-Nya dan
bagaimana kebangkitan-Nya akan menun-jukkan kemuliaan Allah. Pertanyaan Thomas pada

9
Elton G. Hill, Injil Yohanes; Siapakah Yesus?, (Malang: Gandum Mas, 1983), 68.
perikop ini menampilkan ketidakmauan para murid untuk menghadapi akhir kisah Yesus.
Ada kegamangan dalam diri para murid menghadapi perpisahan dengan Yesus. Dalam situasi
ini, Yesus meneguhkan bahwa apa yang ditinggalkan Yesus bagi mereka sudahlah cukup.
Yesus adalah jalan untuk sampai kepada Bapa. Pernyataan Yesus sebagai jalan bukan hanya
sekedar pernyataan diri. Dia tidak hanya menyatakan siapa dirinya, tetapi juga apa yang Ia
kerjakan. Segala sesuatu yang dia perbuat, dan semua ajarannya adalah jalan yang akan
menghantar para murid untuk sampai kepada Bapa. Allah menyatakan diri dalam Hidup dan
Sabda Yesus. Selanjutnya, para murid harus tahu bahwa keberangkatan Yesus menuju Bapa
akan melampaui kehidupan dan kematian. Jalan Yesus adalah sebuah jalan cinta dan
pemberian diri total sampai kepada kematian. Para pengikut-Nya harus mengikuti jalan yang
sama. Bagian ini dimulai dengan desakan yang kuat agar para murid percaya dan yakin akan
Bapa. Yesus menyadarkan para murid agar menerima konsekuensi menjadi pengikutNya.
Bagian ini diakhiri dengan alasan mengapa kebimbangan para murid harus dienyahkan.
Mereka harus yakin bahwa jalan ini adalah jalan yang benar menuju pada Allah. Percaya dan
yakin kepada Yesus adalah satu-satunya jalan agar sampai pada tujuan akhir yaitu kesatuan
dengan Bapa10.

Ungkapan “Yesus Sang Jalan” menunjukkan bahwa yang Ia kerjakan semata- mata
adalah melakukan apa yang Bapa kehendaki terjadi di dunia ini. Tindakan itu bukan tindakan
Allah yang tak tersentuh oleh kelemahan dan kekurangan, tetapi tindakan Yesus sebagai
manusia yang sekaligus Allah. Ia juga mengalami kemanusiaan tetapi berusaha semakin
sekehendak dengan Allah. Hal ini ditegaskan dalam sabda pada Injil Yohanes, "MakananKu
ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan peker- jaan-Nya”
(bdk. Yoh 4: 34). Yesus tidak hanya mengajar melalui kata-kata, tetapi juga bekerja untuk
mewujudkan ajaran-Nya.

Meski ungkapan Yesus Kristus Sang Jalan menjadi kajian utama, tidak bisa
dipungkiri bahwa ketiganya (jalan, kebenaran, dan hidup) adalah kesatuan. Keinginan dan
gerak mencari kebenaran menjadi sesuatu yang baru dalam Perjanjian Baru karena
pengetahuan akan kebenaran menunjukkan kedewasaan dalam iman. Melalui kebenaran
inilah para pengikut Yesus telah beralih dari masa muda ke masa dewasa. Hukum berproses
dari Allah yang tak kelihatan yang selalu membuat janji kepada Israel dan keturunannya
dalam Perjanjian Lama menuju kepada relasi personal dengan Yesus Kristus dalam

10
Francis J. Moloney, S.D.B, The Gospel of John, Sacra Pagina Series volume IV, (Minesota:Michael Glazier
Book, 1998), 394-395.
Perjanjian Baru. Hukum-hukum perjanjian lama adalah peraturan lokal; yang relevan dalam
kasus tertentu atau peristiwa manusiawi tertentu dan peran ini diterima untuk sementara
waktu. Sementara, kehadiran Yesus secara jelas menyampaikan hukum dan kebenaran baru:
rahmat dan kebenaran dari kehendak Allah yang hadir melalui pribadi ‘Sang

Kebenaran’ sendiri. Rahmat dan kebenaran terdapat dalam kehadiran Yesus. Umat
Allah tidak lagi hanya mendengarkan dan taat tetapi sungguh melihat, dan memahami secara
langsung. Ketika Sang Kebenaran di atas segala kebenaran tampil, lalu pembelajaran dan
kontemplasi tentang kebenaran mendorong manusia untuk mengambil peran secara langsung
dalam semua perasaan, pikiran dan tindakan Allah. Kehadiran Allah merupakan sebuah
panggilan kepada iman yang dialami dalam beberapa pengalaman. Namun, pengembangan
iman membutuhkan pema-haman baru dalam pengalaman-pengalaman harian. Ketika
manusia mulai belajar kebenaran aktual berhubungan dengan manusia dan alam semesta,
Allah akan menganugerahkan pengetahuan akan pentingnya kehadiran Allah. Jika kebenaran
yang ada dalam Injil tidak cukup meyakinkan sebagai kebenaran maka iman kepada Yesus
Kristus menjadi tidak bermakna. Jika Kristus tidak secara sempurna menjadi jalan khusus
menuju kebenaran, maka iman kepada-Nya pada dasarnya sudah tak bermakna.11
Selanjutnya, kehadiran Yesus menunjukkan bahwa Allah secara luar biasa menganugerahkan
kehidupan dengan cara yang kadang tampak mustahil: hal ini ditam-pakkan misalnya melalui
mukjizat penggandaan roti dan ikan. Dalam kehidupan real hal ini tampak dalam hubungan
saling melengkapi antar makhluk hidup. Keberlangsungan hidup makhluk hidup bergantung
pada apa yang ia terima dari makhluk lain. Tanpa ketersediaan makanan yang cukup dari
makhluk lain, setiap makhluk pasti akan mati. Dalam peristiwa penggandaan lima roti dua
ikan, Yesus menerima makanan dari para rasul, memberkatinya dan kemudian
membagikannya kembali melalui tangan-tangan para rasul. Itulah tindakan pembaharuan
hidup yang berawal dari Dia, ditampilkan dalam bentuk hal-hal yang duniawi dan
disampaikan melalui manusia. Dengan cara ini Yesus Kristus menampilkan pemeliharaan-
Nya bagi kehidupan manusia dan tujuan serta kuasa-Nya untuk menggapai dan
menyelamatkan manusia. Dalam peristiwa nyata kehidupan sehari-hari inilah Allah dikenal
secara baru melalui berbagai bentuk cinta kasih antar manusia.

Dalam semangat hidup seperti ini orang bisa menerima dukacita dan juga sukacita.
Keduanya adalah bagian dari hidup dan mengajari manusia untuk segera bangkit dalam

11
12 Francis J. Moloney, S.D.B, The Gospel of John, Sacra Pagina Series volume IV, (Minesota:Michael
Glazier Book, 1998), 44-46.
segala situasi kehidupan. Dia hadir secara dekat kepada seorang bapak, kepada seorang janda,
kepada para saudari dan kepada para Guru. Kehadirannya dirasakan dalam kekalutan
kehidupan dan penderitaan. Karya penyelamatan-Nya hidup dalam cinta kasih mereka, hidup
bagi mereka dalam perasan simpati orang-orang di sekitar dan hadir dalam iman kepada Bapa
yang dialami oleh setiap pribadi. Seperti halnya Yesus memberi makan kepada orang-orang
yang lapar, demikian juga Dia hadir tak hanya sebagai penyembuh dari luka-luka tetapi juga
pembaharu kehidupan dan menggandakan kebahagiaan.14

Membaca penjelasan ini orang lalu memahami bahwa Yesus sungguhlah Sang Jalan,
Sang Kebenaran dan Sang Hidup. Dalam hal ini tak ada keraguan akan arti kehadiran Yesus
sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Hal ini sekaligus menjadi penjelasan dari kesaksian
Yohanes Pembap- tis pada Yohanes awal injil Yohanes ketika dia mengatakan, “Tidak
seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan
Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (bdk. Yoh 1: 18). Hal ini juga diungkapkan Yesus
kepada Thomas, “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku.
Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia" (bdk. Yoh. 14: 7).15

Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa kehadiran Yesus di dunia ini memiliki dua
arti. Arti pertama adalah mewahyukan diri Allah dan arti kedua adalah mengungkapkan
bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya. Yesus Kristus menyatakan rencana Allah
Bapa untuk menyelamatkan dunia dan seluruh ciptaan melalui pernyataan “siapa dia” dan
“apa yang dia kerjakan dalam kehadirannya”. Belajar dari ungkapan Paus Yohanes Paulus II,
kehadiran Yesus Kristus tampil dalam kehendak untuk menjadi saudara bagi yang lain dalam
proses menuju Bapa yang satu yang ada di surga. Dalam proses itu, manusia terus menerus
membangun pengharapan akan kebersamaan di rumah Bapa, meski dalam batas tertentu
kesatuan dengan Bapa sudah terjadi saat ini. Jurgen Moltmann menyebutnya sebagai orientasi
eskatologis, menanti kedatangan Tuhan kedua kalinya. Teologi harapan berpengaruh besar
untuk menghidupkan harapan eskatologis. Teologi harapan eska-tologis inilah yang
membantu menunjukkan makna dari “Yesus Kristus Sang Jalan”.

Saat ini Yesus Kristus tidak lagi hadir secara fisik dalam tindakan maupun sabda,
namun dalam amanat perpisahannya Ia mengatakan bahwa akan ada penolong yang lain yang
akan membantu para pengikutNya dalam mengikuti diri-Nya. Penolong itu adalah Roh
Kudus. Yesus mengatakan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala
perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang
Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama- lamanya, yaitu Roh Kebenaran.
Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia.
Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu” (bdk.
Yoh 14: 15-17). Secara konkret Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Se-Asia (FABC)
berbicara mengenai arti kesatuan kehidupan manusia dengan kehidupan ilahi bersama dengan
Bapa-Putra dan Roh Kudus pada zaman ini. Dalam rapatnya pada 1995 di Hongkong, FABC
membicarakan tentang dua proses kehidupan yang mempersatukan kehidupan manusia dan
kehidupan Allah yang Ilahi. Pada masa kini terjadi disharmoni yang disebabkan oleh
manusia. Dalam situasi itu Yesus Kristus hadir sebagai pembawa keselarasan. Pemulihan
keselarasan ini terjadi melalui Yesus Kristus. Oleh karenanya, di antara manusia pada
umumnya yang menyebabkan disharmoni, manusia pengikut Yesus Kristus diundang untuk
membawa keselarasan.

2.3 Tuhan

Yesus seringkali dipanggil sebagai Tuhan (Kyrios). Orang-orang Krsiten masa kini
menyatakan bahwa Yesus adalah tuhan, mereka mungkin sekali tengah memberi kesaksian
tentang Dia sebagai syarat mutlak bagi iman kristen, sebagai Dia yang menjadi jalan,
kebenaran dan hidup mereka (Yoh.14:6) sebagai Dia yang melalui-Nya mereka percaya
bahwa diri mereka didamaikan dengan Allah Israel (2 Kor.5:18-20). Tetapi berbeda sekali
dengan sebutan sebagai nabi, Injil-injil sinoptik menggambarkan Yesus menolak untuk
membuat pernyataan-pernyataan ketuhanan-Nya. Di dalam bahasa Aram Yahudi (bahasa
Yesus sendiri), gelar (sang) Tuhan memiliki bermacam-macam arti (sama halnya di dalam
bahasa inggris masa kini). Gelar ini dapat mengacu kepada Allah sendiri. Juga dapat
dikenakan kepada tokoh-tokoh terhormat dibidang politik atau kemasyarakatan, kepada
pengajar-pengajar yang disegani, atau kepada orang-orang (termasuk para pembuat mujizat)
yang dikenal karena kuasa kerohanian mereka12. Markus dan Matius dengan caranya sendiri-
sendiri mengaitkan Yesus sebagai Tuhan dengan kemampuan-Nya untuk membuat mujizat-
mujizat. Bagi Lukas, ketuhanan Yesus terkait dengan peran-Nya sebagai guru dan pemuka
keagamaan. Sebutan Tuhan adalah cara khas para murid baik untuk secara tidak langsung
menyebut Yesus ataupun secara langsung memanggil-Nya. Umumnya, gelar Tuhan pada
dasarnya mengaitkan Yesus dengan peran gandanya sebagai seorang Hasid (orang suci)

12
A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah; Kristologi Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 29.
kharismatis dan guru13 (orang bijak), dan jika penekanan atas gelar ini lebih besar di dalam
lapisan-lapisan tradisi yang lebih awali, maka penekanan ini sejalan dengan kenyataaan
bahwa dampak-Nya sebagai seoang suci muncul lebih dulu dari dampak-Nya sebagai guru
dan pendiri suatu peguyuban keagamaan di dalam Yudaisme dan kehidupan orang Yahudi14.

2.4 Anak Allah

Tulisan-tulisan Rasuli memberikan gelar ini kepada Yesus di sejumlah tempat


(misalnya, Mat. 11:27; 27:54; Yoh. 3:16; GaL 4:6; Ibr. 1:2; 1 Yoh. 4:9-10, 15; 2 Yoh. 1:3).
Namun, secara obyektif gelar ini agaknya mengingatkan kita pada gelar tuhan dalam hal
bahwa gelar ini dapat menampilkan bermacam-macam gambaran. Di dalam pemikiran
Yahudi-Palestina, ’’anak Allah dapat mengacu kepada, dengan urutan yang makin
meningkat, setiap orang dari antara anak-anak Israel; atau kepada seorang Yahudi yang
berbudi; atau kepada se-orang Yahudi kharismatis yang suci; atau kepada raja Israel; atau
khususnya kepada mesias rajani; dan akhirnya, dalam arti yang lain, kepada tokoh malaikat
atau oknum sorgawi. Dengan kata lain, ungkapan anak Allah’ senantiasa dipahami sebagai
kiasan di banyak lingkungan Yahudi Di dalam tulisan-tulisan Yahudi, pemakaian gelar ini
tidak pernah diartikan bahwa orang yang menyandangnya mengambil bagian di dalam kodrat
ilahi”15.

Seperti halnya dengan gelar nabi dan mungkin juga dengan gelar tuhan, penerapan
mula-mula gelar Anak Allah kepada Yesus kelihatannya dikaitkan dengan dua faktor: hidup-
Nya sebagai seorang kharismatis pembuat mujizat dan pengusir setan, dan kesadaran-Nya
(sebagai seorang Hasid) bahwa Ia berada dalam suatu hubungan yang khusus dengan Allah,
Bapa sorgawi-Nya. Tetapi kalau mengejar jati diri Yesus di dalam bingkai acuan pemakaian
kiasan untuk menggambarkan hubungan-hubungan kekeluargaan (anak/Bapa), maka suatu
kesulitan mendasar yang akan muncul. Sebab, kiasan ini dapat membawa ke arah-arah yang
sama sekali bertentangan. Jika Richard Gordon adalah ayah Stacy, maka Stacy haruslah
’’seorang Gordon”16. Begitu juga, jika Allah adalah Bapa Yesus, bukankah Yesus juga harus
IAllah? Alur penalaran yang bertentangan dengan alur ini dinyatakan sebagai berikut:

13
Pada dasarnya seorang kharismatis adalah seorang manusia yang berhubungan dekat dengan kuasa Roh dan
yang menjadi suatu saluran untuk kuasa Roh itu masuk ke dalam dunia pengalaman biasa sehari-hari. (Borg,
Jesus, 16)
14
Vermes, Jesus the jew, (New Yor: Crossroad, 1981), 103,127,121.
15
Geza Vermes, Jewish Studies and New Testament Interpretation (Journal of Jewish Studies 31, 1980), 15-16.
16
Vermes, Jesus the jew, (New Yor: Crossroad, 1981), 211.
Proses pembentukan pengertian dan sikap mental keagamaan Kekeristenan (termasuk
khususnya kekuasaan Helenisme yang lama bertahan, bahkan sampai pada masa akhir abad
ke-20 ini), hampir tidak dapat ditolak lagi membentuk anggapan bahwa pada waktu penulis-
penulis Kitab-kitab Injil menyebut Yesus sebagai anak Allah mereka mestilah menjadikan-
Nya sungguh-sungguh setara dengan Allah “seolah-olah Ia memiliki atau menyatakan diri
memiliki keanakan ilahi (keilahian atau keallahan). Kendatipun demikian, morfologi (bentuk
kata) dari gelar itu, yang terdapat di dalam catatan paling awali dari Perjanjian Baru, di dalam
perkembangannya yang berlangsung di dalam sejarahnya, mengharuskan kita menerima suatu
pandangan yang sama sekali bertolak belakang. Pandangan yang berlawanan ini perlu
dihadapkan pada segala sesuatu yang kita ketahui tentang keyakinan dan perilaku Yesus
sendiri, pada kesadaran-Nya yang khas sebagai anak”. Persisnya karena, di dalam suatu cara
yang istimewa akrab, Ia menerima dan menyembah Allah sebagai sungguh-sungguh Bapa-
Nya sendiri. kesadaran-Nya tentang diri-Nya sebagai anak dengan demikian diperdalam.
Kenyataan ini tidak memungkinkan diterimanya pandangan bahwa dengan Ia memanggil
Allah sebagai ”Bapa-Nya sendiri”, maka Yesus membuat diri-Nya sendiri ’setara dengan
Allah” (Yoh. 1:18). Sebaliknya, kebapaan Allah harus diartikan bahwa Yesus tidak setara
dengan sang Bapa sebab Ia bukanlah sang Bapa. Dengan demikian, Yesus dapat bertanya
dengan sederhana, "Mengapa kau katakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain
daripada Allah saja” (Luk. 18:19). Semua ini bertentangan tajam dengan hipotesis tentang
ungkapan anak Allahf, manusia ilahi” dari dunia Yunani yang menunggu untuk dibebankan
pada kepercayaan dan peristilahan Injil Yahudi- Palestina17.

Di dalam Jesus the Jew Vermes menyimpulkan bahwa ’tidak ada alasan untuk
menentang kemungkinan, malahan kemungkinan besar sekali, bahwa sudah selama hidup-
Nya Yesus dibicarakan dan dipanggil oleh orang-orang percaya yang memuja-Nya sebagai
anak Allah”. Dapatkah Yesus juga telah memandang diri-Nya sendiri sebagai Anak Allah?
"Jawabannya haruslah bahwa Ia dapat”, bahkan seandainya pun harus mengambil pendirian
ekstrem bahwa perkataan-perkataan tentang anak yang tetap terpelihara di dalam Kitab-kitab
Injil boleh saja tidak asli18. Tentu saja, pada masa-masa kemudian usaha-usaha untuk
mempersoalkan pandangan-pandangan teologi yang telah ada akan dengan tegas
menampilkan diri, seperti di dalam Yohanes 1:14: "Firman itu telah menjadi manusia, dan
diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan

17
Roy Eckardt A., Black Woman Jew: Three Wars of Human Liberation, (Bloomington: Indiana University Press,
1987), 58.
18
Vermes, Jesus the jew, (New Yor: Crossroad, 1981), 209.
kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran". Namun,
pernyataan ini sendiri pun menimbulkan lebih dari sekadar kejutan kecil ketika selanjutnya
Injil Keempat ini demi kepentingan Yesus menolak tuduhan bahwa Ia telah menyamakan
diri-Nya dengan Allah. Yesus tidak hanya "dicatat mendukung monoteisme yang merupakan
patokan pengakuan iman Yahudi (Mrk. 12:29) dan menerima larangan yang tersirat di dalam
pengakuan itu untuk membuat pembandingan moral apa pun antara diri-Nya dan Allah (Mrk.
10:18), tetapi di dalam Injil Keempat Ia juga disaksikan telah menyangkali dengan kuat
tuduhan atas-Nya bahwa Ia telah menempatkan diri-Nya setara dengan dan tidak bergantung
pada Allah". Dalam hal ini acuannya adalah catatan di dalam Yohanes 10:31-38, yang diduga
keras sebagai konfrontasi Yesus dengan lawan-lawan-Nya di dalam mana, seperti A E.
Harvey tunjukkan, pokok utama yang menjadi jawaban Yesus adalah bahwa Ia sama sekali
bukanlah suatu allah kedua atau allah tandingan, melainkan bahwa la sepenuhnya bergantung
kepada dan satu dengan sang Bapa”19. Dengan demikian, kita kembali menghadapi ketidak
jelasan yang terus ada dan yang terus muncul di dalam usaha- usaha merumuskan kristologi
yang memakai metafora-metafora yang diambil dari kehidupan keluarga manusia.

Marcus J. Borg meringkaskan persoalan yang muncul di dalam pemakaian gelar Anak
Allah untuk Yesus:

Jika ’’Anak Allah” dipakai dalam pengertian khusus Kristen yang muncul di dalam
bagian lain dari Perjanjian Baru (pada zaman Paulus dan Yohanes, tokoh anak ini dipandang
berpra ada, sudah ada bersama Allah sejak sebelum penciptaan; pada masa Matius dan Lukas,
tokoh ini dipandang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan dari seorang perawan), maka
hampir dapat dipastikan bahwa Yesus pada masa hidup-Nya tidak memandang diri-Nya
sendiri sebagai sang Anak Allah semacam itu. Tetapi jikalau ’’anak Allah” dipahami menurut
pengertian yang berlaku di dalam Yudaisme pada masa Yesus, maka Yesus mungkin saja
memandang diri-Nya demikian. Pada masa itu di kalangan Yahudi, ’’anak Allah” dipakai di
dalam tiga konteks yang berlainan untuk mengacu pada tiga oknum yang berlainan
kendatipun pada ketiganya ini terdapat suatu nuansa arti yang dimiliki bersama. Dalam Kitab
Suci Ibrani, gelar ini mengacu kepada Israel sebagai satu kesatuan atau kepada raja Israel.
Pada zaman Yesus citra atau gambaran tentang Allah sebagai bapa dan seorang manusia
tertentu sebagai anak Allah telah dipakai di dalam cerita-cerita tentang orang-orang kudus
Yahudi kharismatis. Pada tiga pemakaian ini terdapat satu unsur yang sama. Ketiganya

19
A. E. Harvey, Jesus And The Constaints Of History, (London: Duckwortj, 1982), 26.
menggambarkan suatu hubungan dengan Allah yang istimewa akrab dengan Israel sebagai
umat pilihan, raja sebagai manusia yang diangkat menjadi anak Allah, dan tokoh berkharisma
sebagai orang yang mengenal dan dikenal oleh Allah20.

2.5 Mesias

Makna Gelar Mesias: Apa pun arti yang pada akhirnya dikaitkan dengan gelar "sang
Kristus”, "Dia Yang Diurapi”, paling tidak satu kenyataan sudah jelas: Yesus disamakan,
bukan saja dengan seorang Mesias, tetapi dengan sang Mesias satu-satunya yang dinanti-
nantikan dari Yudaisme, yang menjadi inti pati dari kepercayaan Kristen pada tahap paling
awal. Begitu penting dan vitalnya sebutan ini di dalam kehidupan gereja perdana sehingga di
dalam suatu generasi yang di dalamnya penyaliban Yesus terjadi, suatu sebutan baru Yunani,
yaitu sebutan "Kristen”, dapat ditemukan di dalam paguyuban Yahudi-Yunani di Antiokhia
di Syria .Sesungguhnya, ungkapan khas yang mula-mula yaitu "Yesus sang Kristus”, atau
"sang Kristus Yesus” telah menjadi sangat umum dipakai dan telah menjadi bagian penting
dari bahasa sehari-hari, dan di lingkungan-lingkungan kafir yang telah diinjili oleh Paulus
ungkapan itu menyusut menjadi satu ungkapan ganda "Yesus Kristus” dan bahkan
mengambil bentuk singkatnya "Kristus”. Untuk menyatakan fungsinya, maka sebutan ini
diubah menjadi suatu nama pribadi21.

Apa fungsi dari gelar mesianis ini? Pada zaman Yesus, keyakinan masyarakat tentang peran
sang Mesias, pemahaman tentang apa yang ia harus lakukan, kurang lebih telah mengambil
bentuk yang pasti dan jelas serta bertahan tidak berubah lagi, paling tidak untuk suatu waktu:
Seorang anak Daud (yakni seorang raja dari keturunan Daud) telah dinanti-nantikan dan
dimohonkan dalam doa22. Sang mesias haruslah seorang tokoh suci rajani, yang dikaitkan
dengan harapan kemenangan atas penindas-penindas kafir, dengan penyelamatan dan
pemulihan Israel, dan dengan ditegakkannya pemerintahan keadilan dan kebenaran Allah.
Doa-doa Yahudi kuno dan tafsiran atas Kitab Suci bersama-sama memperlihatkan bahwa jika
pada masa antar perjanjian "seorang manusia menyatakan diri, atau diberitakan, sebagai ’sang
Mesias’, maka orang-orang yang mendengarnya biasanya akan berharap untuk menjumpai di

20
Marcus Borg J., Conflict, Holines And Politics in The Teaching Of Jesus, (New York: Edwin Mellen, 1984), 49.
21
Vermes, Jesus the jew, (New Yor: Crossroad, 1981), 129.
22
Sanders mnegingatkan bahwa seorang Mesias keturunan Daud “adalah salah satu gagasan yang paling
sedikit ditemukan” di dalam tulisan-tulisan Yahudi pada masa itu (Juses and Judaism, 117).
hadapan mereka seorang manusia yang dikaruniai bakat-bakat gabungan berupa kegagahan
dan keberanian seorang prajurit, kebenaran dan kekudusan’’23.

Ungkapan Yesus Kristus jarang ditemukan di dalam Injil-injil Sinoptik, terpusatnya


harapan mesianik pada Yesus sudah sangat jelas. Mungkin sekali bagian Alkitab ini yang
paling penting adalah tuturan tentang suatu saat peijalanan ke Kaesarea Filipi pada waktu
Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, ’’Tetapi, apa katamu, siapakah Aku ini?” Petrus
membuat pengakuan, ’’Engkau adalah Mesias” (Mrk. 8:27-29; Mat. 16:13-16; Luk. 9:18-20).
Lagi, terpusatnya harapan mesianis pada Yesus kelihatan jelas di dalam permintaan Yakobus
dan Yohanes kepada Yesus, ’’Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang
seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu” (Mrk. 10:35-37).

Penekanan kemesiasan Yesus di dalam Injil-injil Sinoptik diimbangi oleh keraguan


yang kelihatannya muncul pada din Yesus sendiri tentang pengenaan gelar Mesias kepada
diri-Nya. Keraguan Yesus ini sama menonjolnya dengan, atau malah lebih menonjol
daripada, penolahan-Nya untuk membuat pernyataan-pernyataan tentang diri-Nya sebagai
Tuhan. Begitulah, kita memiliki catatan tentang jawaban-Nya pada pengakuan Petrus: Murid-
murid-Nya diminta ’’supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia” (Mrk.
8:30). Dan Ia menjelaskan kepada Yakobus dan Yohanes bahwa mereka tidak tahu apa yang
mereka minta (Mrk. 10:38; Mat. 20:22). Telah diperlihatkan bahwa konteks tunggal bagian
sastra yang dapat dipercaya keasliannya ’’yang di dalamnya Yesus diperlakukan sebagai
seorang Raja Mefias yang memproklamasikan diri-Nya sendui” adalah tuturan tentang
kemunculan-Nya di hadapan Pontius Pilatus bersama dengan kejadian selanjutnya dari
kemunculan-Nya itu meskipun jawaban-jawaban yang diberikan-Nya, ketika la dihadapkan
pada pertanyaan Pilatus apakah Ia ’’Raja orang Yahudi”, paling banyak hanyalah "Engkau
sendiri mengatakannya” (Mrk. 15:2; Mat. 27:11; Luk. 23:3). "Pada pokoknya, ada keraguan
besar yang diajukan bahwa Yesus terus bertahan, langsung ataupun tanpa diminta, bahwa Ia
adalah seorang Mesias yang dijanjikan ”24.

BAB III

23
Vermes, Jesus the jew, (New Yor: Crossroad, 1981), 130.
24
Eckardt, For Righteousness Sake, 57; Vernes, Jesus The Jew, 140, 149; lihat juga Borg, jesus, 10-11; dan
umumnya Harvey, Jesus, bab 6. Charlesworth menyatakan dengan terus terang, Yesus ” tidak menyatakan diri-
Nya sendiri sebagai sang Mesias”. Ia juga tidak memandang diri-Nya sendiri sebagai “ sang hamba yang
menderita” (Jesus Within Judaism, 153).
PENUTUP

Melalui pemaparan diatas, kita dapat mengetahui bahwa Yesus memang benar-benar
Tuhan yang turun kedunia untuk menyelamatkan umat manusia. Ia turun kebumi dan
menjelma menjadi seorang manusia yang utuh dan hidup layaknya seorang manusia.
Berbagai sebutan akan Yesus, seperti, Anak Allah, Mesias, Tuhan dan sebagainya memang
sebuah sebuatan yang berasal dari murid dan pengikut-pengikut Yesus pada masa itu. Yesus
memang tidak pernah menyebutkan bawha dirinya adalah Tuhan, namun melalui sejarah,
latar belakang dan perjalanan-perjalanan yang Yesus lakukan pada masa itu dapat
memberikan kita sebuah fakta yang benar, bahwa Yesus adalah Tuhan yang turun kebumi
dan menjelma sebagai manusia.

Sehingga penyebutan Yesus sebagai seratus persen Manusia dan seratus persen
Tuhan/Allah dapat terjawab. Yaitu melaui latar belakang dan dan sejarah dari Yesus sendiri
yang telah dipaparkan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
 Broen F., Drivers S. Dan Btiggs C., The Brown Driver Brigges Hebrew and English

Lexicon, Hendrickson Publisher, 1996.

 Eckardt A. Roy, Black Woman Jew; Three wars of Human Liberation, Bloominton:

Indiana University Press, 1987.

 Eckardt A. Roy, Menggali Ulang Yesus Sejarah; Kristologi Masa Kini, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2000.

 Harvey A. E., Jesus And The Constaints Of History, London : Duckwortj, 1982.

 Hill Elton G., Injil Yohanes; Siapakah Yesus?, Malang: Gandum Mas, 1983.

 J. Marcus Borg, Conflict, Hoines And Politics in the Teaching Of Jesus, New York:

Edwin Mellen, 1984.

 Keene Michael, Yesus, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

 Moloney Francis J., The Gospel Of John, Minesota: Michael Glazier Book, 1998.

 Vermes, Jesus The Jew, New York: Crossroad, 1981.

 Wijngaards John, Yesus Sang Pembebas, Yogyakarta: Kanisius, 1994.

 W. Vine E., Expository Dictionary of New Testament Word; Old Tappan, New

Jersey: Fleming H. Revell Company, 1940.

 Vermes Geza, “Jewish Studies and New Testament Interpretation”, Journal Of Jewish

Studies 31 (1980), 15-16.

Anda mungkin juga menyukai