( David Hume )
LATAR BELAKANG
David Hume adalah filsuf pencerahan Inggris yang paling berpengaru dalam perkembangan sejaraah
filsafat barat. Sebagaimana filsafat yang berkembang di Inggris pemikiran filosofis Hume di kenal
sebagai Emperisme, sementara itu teori pengetahuan yang di kembangkan Hume di sebut
1
Skeptisisme. menurutnya, penhetahuan itu bersumber dari pengalamaan yang diterima oleh kesan
indrawi. Ia juga merupakan filsuf besar pertaa dari era modern yang membuat filosofi naturalistis.
David Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberikan keyakinan di bandingkan dengan
kesimpulan logika. Dan ada satu hukum yang d kembangkan oleh Hume, yaitu hukum Kausalitas.
Pernyataan Hume tengtang teori kuasalistis, ini sangat berpengaruh bagi perkembangan, dan
pemikirannya. Hume juga menolak dan menghujat argument ontologis dan kosmologis tentang
keberadaan Tuhan dan sekaligus membatasi kemampuan akal.2 Pandangan Hume tentang emperisme
ini juga berlandaskan dari paham pemikiran John Locke. Sama seperti Locke, Hume khususnya dalam
bukunya An Enquiry Concerning Human Understanding (1748), menatakan bahwa semua materi
pengetahuan berasal dari pengalaman kita. Dan dengan demikian ia pun menolak paham rasionalime
bahwa pengetahuan manusi bersumber dari akal manusia. Namun di samping itu juga pandangan
Hume sedikit berbeda dengan pandangan Locke. Menurut Hume, pemahaman manusi dipengaruioleh
sejumlah kepastian dasar tertentum dan mengenai dunia eksternal, juga mengenai naluri alamiah
manusia, yang tidak dihasilkan ataupun tidak bisa dicega oleh akal budi atau pemikiran manusia.
Dengan kata lain melalui naluri alamiah manusia, manusia dapat mencapai kepastian-kepastian yang
memungkinkan pengetahuan manusia. Kemudian ada beberapa hal penting yang perlu di lihat
mengenai pandangan empirisisme. Bagi Hume dan kaum empirisis lainnya bahwa tidak bisa di
ragukan bahwa ada kebenaran tertentu yang diberikan oleh pengalaman indrawi kita. Bahkan, satu-
1
Robert Capoing, A Histiry of western Philosophy, (Notre dane: Universitu of Notre dame perss, 1963), hal 325.
2
Amsal Bktiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Rajawali pers, 2009), hal 109.
satunya pengetahuan sejati adalah pengetahuan lewat pengalaman. Oleh sebab itu kau empiris lebih
menekankan pada pengetahaun yang di hasilkan lewat pengamatan dan eksperimen yang
menghaslkan sebuah pengetahuan baru dan berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri.3
Paham pemikiran Hume tentang keberadaan Tuhan, dilihat berdasarkan realitas empiris dari manusia
itu sendiri. Sebab menurut Hume pengalaman lebih memberi keyakinan dari pada kesimpulan logika
atau kemestian sebab akibat. Sebab realitas Tuhan tidak mampu di pahami oleh logika manusia yang
terbatas terhadap Yang tidak terbartas yaitu Tuhan. Dan menurut Hume akal tidak dapat bekerja
tampa bantuan pengalaman. Ia juga berpendapat bahwa jika Tuhan yang sempurna dan yang
menjadikan alam serta yang mengatur alam ini, lalu kenapa terjadi kelaparan, Gunung meletus, angina
topan dan sebagainya di alam ini. menurut Hume seharusnya alam ini juga sempurna seperti
penciptanya, namun ternyata tidak demikian. Tuhan juga merupakan sumber kejahatan, terbatas dan
memiliki sifat mencintai dan membenci. Dan penelitian terhadap alam tidak membuktikan bahwa
Tuhan , terkecuali Tuhan itu tidak sempurna. Sama halnya dengan keyakinan bahwa jiwa tidak dapat
mati yang menurut Hume tidak dapat di buktikan. Oleh sebab itu menurut Hume keyakinan agama
banyak sekali yang berupa khayalan. Dan agama menurut Hume merupakan hasil dari penghargaan
dan ketakutan manusi terhadap tujuan hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan manusia mengangkat
banyak dewa untuk di sembah. Kemudian Mujizat yang di percaya oleh agama sama halnya dengan
kita orang Kristen percayai juga tak luput dari kritik Hume. Ia menolak adanya kepercayaan terhadap
Mujizat sebab baginya Mujizat tidak perna di akui oleh ilmu pengetahuan dan di tolak oleh kaum
terpelajar, alasan lain juga ialah bahwa semua agama mengatakan bahwa mereka memilki Mujizat itu
artinya semua agama memonopoli akan hal itu. Dan Hume menolak eksistensi Tuhan sebab tidak ada
argument yang kuat yang dapat membuktikan adanya Tuhan baik secara a posteriori maupun a priori.
Hume juga mengatakan bahwa sumber utama kepercayaan agama adalah thakyul, sebab manusia
3
Sonny Keraf & Mikhael Dua, ILMU PENGETAHUAN: sebuah tinjuauan Filosofis, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 52-54.
pertama kali menemukan cermin terhadap alam kemudian menciptakan Tuhan-Tuhan sesuai selera
mereka, dan para filosof dan teolog sebagai tukang obat dan penasihat spiritual tentang apa yang di
ingini oleh manusia tersebut.4 dan di samping itu Pikiran-pikiran pokok Dalam bidang agama dan
etika menurut Harry Hamersma pikiran Hume cukup Skeptisistis. Bagi Hume, secara teoritis tidak
dibuktikan apa-apa dari perkataan-perkataan tentang agama dan etika. Kepentingan agama dan etika
hanya dapat di buktikan secara praktis. Hume tidak menghargai agama terlalu tinggi. Dia
membedakan dua bentuk agama yaitu “natural relegion”, yang berasal dari akal budi, dan “agama
rakyat”, yang penuh fanatisme. “natural relegion”, mempuyai harga, tetapi “agama rakyat” itu hanya
berbahaya.5 Pandangan David Hume tentang eksistensi Tuhan dia mengatakan ketika kita percaya
kepada Tuhan sebagai pengatur alam ini, kita beradapan dengan dilema. Kita berfikir tentang Tuhan
menurut pengalaman masing-masing, sedangkan itu hanya setumpuk persepsi dan koleksi emosi saja.
Seterusnya alam ini juga sempurna sesuai dengan penciptanya, tetapi teryata tidak. Selanjutnya Hume
menyatakan bahwa kita tidak tau menau tentang alam lain, kita hanya tau alam yang kita diami ini.
Karena itu, alam lain tidak jelas, dan pengetahuan kita terbatas mengenainya. 6 Selanjutnya Hume
menyatakan, tidak ada bukti yang dapat di pakai untuk membuktikan bahwa Tuhan ada dan bahwa Ia
penyelenggara dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jiwa tidak dapat mati. Dalam praktik orang-orang
yang beragama selalu mengikuti ‘kepercayaan’, yang di anggap pasti sedangkan akal tidak bisa
membuktikannya. Menurut Hume, banyak sekali keyakinan agama yang merupakan hasil hayalan,
tidak berlaku umum dan tidak berguna baik hidup. Agama, menurut Hume, bukan disebabkan karena
penyelewengan dari wahyu yang asli, yaitu dari monoteisme ke politeisme dan bukan juga dari
politeisme ke monoteisme. Akan tetapi, akal berasal dari penghargaan dan ketakutan manusia
terhadap tujuan hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia mengangakat berbagai dewa untuk di
sembah.7 Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa, Hume mengabaikan peran akal dalam
menangkap realitas. Padahal akal mampu menggabungkan peristiwa-peristiwa yang lampau dengan
peristiwa yang sekarang dan bahkan mengistimasikan sesuatu untuk yang akan datang. Akal juga
4
Amasal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal 110-112.
5
Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta, Gramedia, 1986, hlm. 22
6
Amsal Bakhtiar, Omp, Cit, hlm 110
7
Ibid.
mampu memberikan ide-ide umum tentang fakta-fakta yang beragam. Adapun fakta atau data hanya
sebagai alat untuk menyimpulkan saja, tetapi bukan faktor utama. Daya akal yang semakin kuat tidak
membutuhkan fakta dan data lagi. Akal yang demikian mampu mencapai wujud yang tidak bermateri,
yaitu Tuhan. Jadi, Tuhan secara a priori mampu di jelaskan oleh kekuatan akal. Dengan demikian,
kesimpulan Hume tentang daya dan kemampuan akal terkesan sangat dangkal dan terburu-buru.8
Selain itu Hume terlalu mengetapikan semua realitas dalam kajian empiris, sehingga dia terjerumus
pada determinisme empiris. Realitas alam menjadi sempit, serta mutlak dan tidak pernah berubah.
Padahal realitas sangat luas dan di luar alam empiris masih terdapat wujud lain. Sekeptisisme Hume
terhadap agama juga bedasarkan atas determinisme yang kaku ini. Alam empiris terwujud dari dua hal
yng saling bergantian yaitu kebaikan dan kejahatan. Kalau Tuhan Maha Baik, demikian Hume,
kenapa Tuhan tidak menghilangkan kejahatan? Untuk problem ini dapat dijawab bahwa kejahatan
adalah bagian dari dunia yang tidak sempurna. Kekuasaan Tuhan tidak di ukur lewat entitas yang
tidak memiliki kekutan sama sekali atau lewat kekuatan yang kurang. Tuhan memang berkuasa,
manusia juga berkuasa. Tuhan Maha bebas, dan manusia juga bebas. Tetapi kebebasan dan kekuasaan
manusia lebih redah tingkatannya ketimbang kebebasan dan kekuatan Tuhan. Dan dengan demikian,
dalam hal ini kesempurnaan kebebasan Tuhan diukur lewat kekurangan kebebasan manusia.
8
Ibid. hlm 113
KESIMPULAN
Dalam bukunya Dialogues Concerning Natural Religion Hume membahan tentang hakikat Tuhan. Di
mana ia membahas tentang dialog mengenai Tuhan yang tidak perna mencapi kesepakatan pada
hakekat Tuhan tersebut. dalam buku tersebut Hume membahas tentang perdebatan para tokoh filsafat
mengenai hakikat Tuhan berdasarkan keteraturan alam semesta. Dan harus di ingat bahwa
pembahasan mengenai pembuktian Tuhan berdasarkan keteraturan alam semesta ini merupakan
sebuah tema klasik dalam filsafat. Aristooteles juga telah menggunakan hal ini untuk membuktikan
Tuhan sebagai “Penggerak pertama yang digerakan” sedangkan Kant melihat hal ini sebagai sesuatu
yang tidak sah. Kant lebih melihat pada moral manusia di mana dengan begitu eksistensi Tuhan dapat
di buktikan. Namun dalam bukunya ini Hume menolak dan mengkritik semua hal itu sebagai yang
tidak sah. Hume banyak sekali mengkritik pandangan yang mencoba membuktikan eksistensi Tuhan,
dan tidak bisa juga di katakana bahwa Hume adalah seorang ateis (walaupun tendensi kea rah itu
cukup kuat), namun lebih tepatnya ia adaah seorang skeptisis. Sebab ia tidak mengatakan Tuhan itu
tidak ada atau mengatakan Tuhan itu ada, melainkan ia selalu menolak akan pembuktian terhadap
eksistensi Tuhan yang di laukan oleh orang-orang yang beruaha untuk membuktikanya, terutama
argumentasi mengenai ciptaan. Ada bebrapa ahli yang mengatakan bahwa sebenarnya dalam hal ini
Hume hanya mencoba mengkritik kelemahan-kelemahan dalam membuktikan eksistensi Tuhan pada
zamannya. Dan banyak yang mengatakan bahwa ia mirip dengan pemahaman dari Kant. Dan
mungkin saja pandangannya sebagai seorang kritikus juga hendak memperlihatkan bahwa pendapat
orang lain tidak tahan uji.
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa masalah Tuhan bukanlah terutama masalah pembuktian
rasional, melainkan masalah iman atau kepercayaan. Memang “iman selalu mencari pengertian” (fides
quarens intellecctum : Amselmus) tapi kalau Tuhan tidak dapat dibuktikan dan dimengerti secara
rasional, bukan berarti Tuhan tidak ada bagi orang-orang yang mengimaninya. Hume sendii juga
mengatakan bahwa iman bukanlah pertama-tama masalah rasionalitas. Jadi dapat dikatakan bahwa
Hume tidak mencoba untuk mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada berdasarkan apa yang telah
dibahas di atas namun Hume mencoba untuk mengkritik apa yang tidak di lihat dan menjadi
kelemahan dari argumentasi-argumentasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
dame perss.
Sonny Keraf & Mikhael Dua, (200), ILMU PENGETAHUAN: sebuah tinjuauan Filosofis,
Yogyakarta: Kanisius.