Anda di halaman 1dari 8

Edward Burnett Taylor

Animisme Dan Magis


Diringkas oleh Djauharul Bar dari Seven Theories
Primitive Culture
Salah satu karya Taylor yang timbul di tengah-tengah masyarakat inggris
Victoria yang menghadapi ancaman dari kaum anti agama. Karya ini juga bisa
melihat bagaimana Taylor terpengaruh dengan konteks historis dan religious,
misalnya bagaimana respon dia terhadap karya Darwin the origin of species yang
banyak mengagetkan banyak pemeluk kristiani, karena terang-terangan menentang
isi Injil. Buku Darwin selanjutnya yang menjelaskan tentang evolusi binatang yang
kemudian menjadi manusia, di sini ide perkembangan dan evolusi manusia diambil
oleh Taylor sebagai salah satu bentuk pengujian dia terhadap objek penelitannya.
Dan terbitnya karya Primitive Culture menjadi teori baru tentang asal-usul
agama sekaligus menjadikan masyarakat semakin ragu atas agama mereka.
Pendekatan agama yang mulai dicoba oleh Taylor adalah melalui etnologi dan
etnogrfi, etnologi berarti studi mengenai masyarakat dan etnografi membicarakan
mengenai bentuk masyarakat. Agama Kristen paling tidak menurut Taylor adalah
agama yang ajaib karena berasal dari wahyu Tuhan dan kemudian tercermin dalam
tradisi gereja. Apa yang Taylor lakukan tidak seperti pendekatan naturalistic, seperti
pendekatan bahasa yang dilakukan oleh Max Muller. Menurut Muller kunci untuk
mendekati agama adalah bahasa, dan membangun teorinya dari tradisi bahasa dan
deveriasi kata. Taylor berpendapat bahwa agama adalah suatu sistem yang sangat
komplek, sehingga tidak cukup mendekatinya hanya dari perbedaan dan kesamaan
bahasa saja seperi yang dicontohkan Muller dengan Dewa Apollo dan Dewi Daphne,
yang malah hanya menjelaskan kisah-kisah mitologi belaka.
Menurut Taylor, agama harus didekatkan dari semua unsur dan aspek yang
melekat dengan agama seperti tradisi, ritual, dan ide masyarakat. Dan melakukan
pendekatan agama dari segala aspek budaya adalah lebih baik dari mereka yang
mencari akar kata dan analogi-analogi.
Tujuan dan asumsi-asumsi agama
Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa agama harus diasumsikan
sebagai masyarakat yang harus dilihat secara keseluruhan, seperti pengetahuan,
kepercayaan, moral, bahasa, seni, legenda, mitos, dan adat istiadat, yang dengan
istilah Taylor sendiri sebagai bentuk etnologi. Melalui etnologi akan menemukan
asal-usul kebudayaan manusia dengan pasti dan meyakinkan. Maka jika dilihat
secara seksama, unsur kebudayaan akan memunculkan dua hukum besar budaya.
Yang pertama kesatuan dan keseragaman fisik segala bentuk ras manusia, kedua
evolusi pemikiran manusia.
Perbedaan dan persamaan antara beberapa budaya bukanlah sesuatu yang
bersifat kebetulan, akan tetapi adalah bentuk kesamaan fundamental ras manusia.
Perubahan yang terjadi merupakan tahapan perkembangan manusia. Perbedaan

budaya masyaraat adalah faktor mental manusia antara tinggi dan rendah. Dan
menurtnya sejarah peradaban manusia dapat menceritakan sejarah kemajuan
manusia.
Doktrin keberlangsungan hidup (survivals)
Dalam penjelasan doktrin keberlangusungan hidup Tayor ingin menjelaskan
bukti-bukti atas asumsi-asumsinya tadi. Baginya tidak semua kebudayaan dan tidak
semua aspek-aspek kebudayaaan berkembang dalam fase yang sama, beberapa
kebudayaan tertentu masih tertinggal (ada) dibeberapa kebudayaan yang telah
maju, misalanya pengobatan kuno, kuburan, dan adat istiadat yang memiliki
pengaruh hampir di semua kehidupa manusia.
Contoh lainya, dahulu busur panah digunakan untuk mencari dan berburu
binatang, sekarang busur panah masih tetap dipakai namun untuk kegiatan lain
seperti hobi dan olahraga. Atau di belahan dunia lain, seseorang dilarang untuk
menyelamatkan

orang

yang

tenggelam

di

laut,

menurutnya

siapa

yang

menghalangi dan menyelematkannya maka akan mendapatkan balasan dari raja


laut. Walaupun gejala evolusi manusia kian santer di masyarakat, namun
kenyataannya sebuah jejak kebudayaan yang tertinggal masih terapung di
permukaan gelombang evolusi.
Maka

menurut

Taylor

Jika

prinsip

evolusi

memperlihatkan

proses

keberlangsungan hidup manusia itu ada, maka prinsip ini akan menjadi pasangan
dan keseragaman yang memungkinkan kita memahaminya. Orang-orang primitive
yang hidup di zaman modern ini, memang memiliki pengetahuan yang lebih rendah
dari manusia modern, tetapi menurut Taylor bahwa mereka tetap berpikir dalam
mekanisme mental yang sama dengan kita sekarang, walaupun saling berbedabeda, namun kesatuan mekanisme mental telah menyatukan ras manusia.
Aspek-aspek kebudayaan manusia
Menurut Taylor Contoh yang paling tepat utuk menghubungkan rasio dengan
evolusi social manusia adalah magis. Magis bisa ditemukan dihampir semua
masyarakat primitive, magis adalah simbol dari kecenderungan ide-ide yang
dipahami sebagai sebuah betuk kongkrit. Jika seseorang dalam pemikirannya
mengaitkan ide satu dengan ide lain, maka logika akan menuntut mereka untuk
menyimpulkan bahwa hubungan yang sama juga terdapat dalam realitas di luar
pikiran. Seperti tradisi mengganti nama seseorang setelah lama menginap banyak
penyakit sewaktu kecil, mereka berkeyakinan bahwna nama tersebut terlalu berat
untuk si anak karenanya sering mendapat penyakit, maka jika ingin terhidar dari
peyakit si anak harus ganti nama. Cerita bagaimana fenomena alam ketika gempah
bumi masih diyakini sekarang sebagai bentuk dari raksasa bawahtanah yang
mengamuk berjalan tak karuan sehingga menggetakan bumi, atau mungkin
fenomena hujan pada siang hari menandakan seekor anak singa baru lahir, kicaun
burung gagak menandakan orang meninggal. Kesemua mitos-mitos yang terjadi
dalam masyarakt primitive dan masih berbekas hingga zaman modern adalah

sama-sama mengikuti hukum-hukum perkembangan. Walaupun cerita-cerita tadi


memang

murni

imagenasi,

tapi

personifikasi-personifikasi

ini

dengan

jelas

merupakan contoh pikiran rasional yang bertujuan menjelaskan kenapa sesuatu


bisa terjadi. Mereka menerangkan fakta-fakta alam dan hidup dengan bantuan
analogi dan komparasi, dan ini menandakan penggabungan ide-ide yang logis
dengan evolusi sosial masyarakat.
Asal-Usul agama
Penjelasan Taylor mengenai magis sangat lah penting untuk bisa mencari asal
usul agama, Karena menurt Taylor kita tidak akan mengetahui sesuatu sebelum kita
mengetahui hakikat sesuatu tadi. Mendefinisikan agama dan mengetahui agama
tidak cukup lewat pengetahuan pribadi kita mengenai Tuhan. Pengetahuan sepeti ini
tidak akan mencakup sejumlah seku yang mempercayai beberapa Tuhan yang
berbeda seperti yang diyakini kita. Maka definisi agam menurut Taylor adalah
Keyaina terhadap sesuatu yang spiritual, spiritual menurut Taylor adalah sesuatu
yang memilki kekuatn di luar kekuatan manusia. Pada dasarnya spiritual adalah
karekteristik yang dimiliki oleh setiap agama di dunia. Maka boleh dikatakan bawa
hakikat dan esesnsi agama adalah animisme. Animisme adalah bentuk pemikiran
paling tua, yang dapat ditemukan dalam setiap sejarah peradaban manusia.
Maka bagi Taylor, jika ingin menjelaskan agama, pertanyaan pertama yang
mesti

kita

jawab

adalah

bagaiman

dan

kenapa

awal

mulanya

manusia

mempercayai keberadaan sesuatu sebagai sebuah roh?.


Jawaban ini harus di jauhkan dari hal yang bersifat pribadi dan subjektif,
makanya Taylor mencarinya melaui dalam sebab-sebab alamiah, seperti yang dia
lakukan dengan melihat kebelakang, memandang jauh ke dalam masa pra sejarah.
Manusia dalam kebudayaan yang paling dasar sangat dipengaruhi oleh dua
persoalan biologis. Yaitu persoalan hidup dan mati yang banyak dipertanyakan oleh
manusia di masa-masa awal sejarah, kedua adalah penampakan yang diperolehnya
dalam mimpi. Jawaban atas kedua pertanyaan tadi adalah, pertama bahwa manusia
memilki dua hal yaitu jiwa dan roh, dan keduanya berbeda dengan badan. Kedua
bahwa keterpaduan jiwa dan roh tadi memunculkan konsepsi tentang jiwa yang
memiliki pribadi.
Dengan

kata

lain

penalaran

mereka

tentang

kematian

dan

mimpi

menyebabkan masyarakat primitive mampu menalar untuk kali yang pertama suatu
teori sederhana tentang kehidupan mereka, bahwa setiap kehidupan disebabkan
oleh prinsip roh atau spiritual. Melalui penalaran awal masyarakat primitive tentang
alam kemudia menemukan bentuk kepercayan religious yang pertama. Lebih lanjut
lagi Taylor berargumen bahwa melalui teori animistik akan menjelaskan kepada kita
varian-varian

kepercayaan

dan

adat

istiadat

masyarakat

purba.

Seperti

kepercayaan mengenai hari akhir, surga dan neraka. Melalui sistematika yang
seperti ini Taylor mencoba menelusuri seluruh kehidupan , pemikiran dan adatistiadat masyarakat primitive. Dalam segala kesempatan ia menjelaskan bagaimana

doktri animisme menciptakan prilaku-prilaku dan ide-ide, yang barangkali akan


dianggap sebagai sesuat yang irasional belaka.
Perkembangan pemikiran Keagamaan
Perkembangan masyarakat primitive mengenai roh dan magis menurut Taylor
berkembang seperti elemen-elemen lain. Awalnya masyarakat primitive hanya
mempercayai satu roh individual sebagai seabgai sesuatu yang keci dan spesifik,
menyatu dengan pepohonan, binatang seperti yang mereka temukan. Kemudian
kekuatan roh itu mula berkembang dari yang hanya pohon saja menjadi roh hutan,
kemudia roh tersebut memilki karakter tersendiri yang berbeda dengan abjek
pertamanya.
Menrtu Taylor satu masa di masyarakat Yunani kuno yang dia sebut dengan
Barbar, yang menggantikan masa sebelumnya yaitu masa vage (liar). Dalam
peradaban liar masyarakat primit hanya melakukan perburuan sehari-hari untuk
kelangsungan hidupnya, dan karenanya dalam pemikiran mereka tidak ada
pemahaman mengenai roh-roh. Kemudian masuk masa Barbar di mana peradaban
masyarakatnya sudah mulai tumbuh maju yaitu tidak hanya berburu tetapi juga
bercocok tanam. Maka dengan adanya kemajuan yang didapat oleh kaum barbar,
mereka juga mengkondisikan dengan suasana yang harus menguntungkan mereka.
Pertanian sangat berpengaruh dengan kondisi dan cuaca alam, sehingga apa yang
dia lakukan untuk mempertahankan cocok tanam mereka yaitu dengan memohon
agar matahari, langit, bulan ikut memberinya keuntungan berupa hujan, cuaca yang
bersahabat dan lain-lain. Sehingga muncul pemahaman mengenai dewa-dewa, dan
roh-roh.
Sampai pada bentuk terakhirnya dari kepercayaan dengan banyak tuhan dan
dewa akhirnya percaya hanya kepada satu Tuhan atau monotaisme. Dan bentuk
terakhir dari animisme ini bisa diwakili oleh agama Yahudi dan Kristen. Mereka telah
membentuk formula akhir yang sangat logis dari seluruh perkembangan proses
yang dimulai berabad-abad sebelumnya.
Kemunduran animism dan kemajuan pemikiran
Agama

mengalami

perkembangan

yang

sangat

menarik,

mulai

dari

keyakinan terhdap roh-roh, sampai kepada tingkat yang paling tinggi yaitu
monoteisme. Menurut Taylor pandangan-pandangan mengenai animisme akan
sangat mengesankan jika dibandingkan dengan pengetahuan sains sekarang.
Seperti penjelasan sains mengenai fenomena alam matahari, bulan dll. Lebih masuk
akal dan bisa diterima dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat primitive
dengan matahari dan bula yang mereka yakini sebagai bagian dari petualangan
dewa Apollo dan Poseidon. Dan Taylor berpendapat bahwa peradaban primitive
harus ditinggalkan, dengan alasan kurangnya dan lemahnya mental mereka
sehingga apa yang mereka pikirkan lebih bersifat asal-asalan dan tidak efisien.
Makanya apa yang mereka lakukan adalah sebuah betuk kekeliruan.

Oleh sebab cara berfikir mereka sepert itu, manusia modern dengan ilmu
pengetahuan

dan

penalaran

yang

sama

harus

mampu

menyelamatkan

masyarakkat dari cara berfikir primitif. Akan tetapi, ajaran dan pemahaman
animisme memiliki kesamaan dengan sains pada masa sekarang, yaitu agama dan
sains sama-sama mucul dari usaha manusia untuk mencari pemahaman tentang
dunia. Walaupun agama sama kunonya dengan sains, namun agama lebih primitive
dan kemampuannya memberikan penjelasan kalah jauh dengan sains.
Disinilah etnologi sebagai pembaharu ilmu pengetahuan memilki tugas
ganda, sebagai progresifisme juga sebagai penyembuh dari paham animism. Dalam
analisis Taylor yang terakhir ia menjelaskan bahwa ide-ide tentang animism adalah
kumpulan ide-ide yang yang tergolong ke dalam ide-ide masa kanak-kanak, dan di
saat manusia sudah dewasa maka harus meninggalkan ide kekanak-kanakan tadi.
Frazer, The Golden Bouhg
Cara yang cukup menarik yang dipakai oleh Frezer untuk menemukan jejakjejak dunia lama, yang dipakai oleh masyarakat primitive, cara itu ialah salah
satunya membaca karya-karya Yunani dan Romawi kuno dari filsafat, puisi, dan
sastra. Dengan cara memadukan studi sastra klasik dan antropologi Frezer yakin
berhasil menawarkan sebuah revolusi dalam memahami dunia primitive.
Dan prespektif demikian yang akhirnya mendorong Frezer untuk melakukan
proyek besar-besaran yang kemudia menghasilkan buku The Golden Bouhg. The
Golden Bouhg diawali dengan kisah dan teka-teki yang rumit yang menggambarkan
tempat dan peristiwa-peristiwa yan rumit yang telah lama dilupakan. Dan
sebenarnya yang ingin Frezer jelaskan adalah gambaran kemanusiaan masa lampau
yang beraneka ragam, yang bercampur dipermukaan budaya. Namun pada
selajutnya Frezer bertanya mengenai cerita yang ia buat.
Nah dan kuil yang indah menjadi tempat yang diwarnai oleh keberutalan dan
kebiadaban,

atau

bagaimana

mungkin

tempat

yang

diperuntuhkan

untuk

kenyamanan agama berubah menjadi ajang pembantaian ritual?.


Jawaba atas pertanyaan tadi tidak akan kita temukan apabila kita hanya
terkonsentrasi pada bukti-bukti atas peradaban Yunani dan Romawi saja. Tentu saja
hal ini membutuhkan banyak perbandingan dan pengamatan, karena masyarakat
pra sejarah tidak mewarisi kita catatan-catatan. Maka satu-satunya yang harus
dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan cerita rakyat, legenda, kepercayaa,
dan tradisi masyarakat primitive dimana saja kita ketahui, dan kemudia apakah ada
diantara legenda tadi yang ocok dan sama dengan legeda-legenda romawi dan
Yunani. Jika kita bisa memasukan masyarakat primitive yang ada dibalik legenda
dan cerita, teka-teki tadi bisa terjawab.
Dan pemikiran primitf ternyata tidak sedarhana, melainkan memilki dua
sistem yang berbeda. Pertama magis dan yang kedua adalah agama, pemahaman
dan hubungan antara kedunya adalah kunci untuk masuk ke dalam masyarakat
primitive.

Magis dan agama


Magis adalah bentuk ketidak berdayaan manusia menghadapi alam ini, maka
ketidak mampuannya dengan alam dia lampiaskan melalui segala bentuk dan
upaya mereka untuk memahami alam dan mengubahnya. Dan jauh melampaui
Taylor , Frezer mengatakan bahwa segala fenomena yang bisa disatukan secara
mental, maka mereka akan berusaha menghubungkannya dengan dunia luar yang
nyata. Dan hubungan yang diciptakan oleh sihir didasarkan pada dua tipe, Pertama
imitative,

penghubungan

keterhubungan,

yaitu

antar

magis

dua

yang

hal

magis

dihubungkan

yang

sama,

dan

kedua

karena

alasan

keterkaitan.

Contohnya di Amerika, di mana masih ada tradisi mengoleskan perkaskas pertanian


dengan darah wanita perawan untuk melancarkan benih-benih yang mereka
semayamkan. Dan masih banyak lagi contoh yang menerangkan keterikatan dan
persamaan dalam fenomena yang diyakini oleh masyarakat primitive. Prilaku dan
kepercayaan mereka tadi dengan mudah menjelaskan kepada kita bahwa prinsipprinsip alam bekerja dengan tetap, universal, dan tidak bisa diubah. Jadi menurut
Frazer magis itu dibangun berdasarkan asumsi bahwa ketika satu ritual dilakuka
secara tepat, maka akan sesuai dengan yang diharapkan. Keyakinan masyarakat
primitive mengenai magis menandakan bahwa dalam masyarakat primitif telah ada
ilmu pengatahuan, dan telah menerapkan hukum-hukum tentang cara kerja alam
dan berusaha mengontrolnya.
Mengenai agama, Frazer sangat setuju dengan definisi agama yang dibuat
oleh Taylor. Bahwa agama adalah kepercayaan terhadap kekuatan spiritual. Namun
Frazer lebih setuju dengan perbedaan antara agama dan magis, ketimbang
persamaan keduanya, sebagaimana yang Taylor buat. Bahwa kekuatan magis
bukanlah sesuatu hal yang prinsip, kekuatan nyata yang ada di alam merupakan
kekuatan yang berasal dari sesuatu yang supranatural, yaitu Tuhan. Bagi Frazer
Kepercayaan terhadap kekuatan dan upaya untuk memperoleh pertolonganNya
dengan cara berdoa telah membebaskan manusia dari belengguh magis, dan
membawanya kepada keyakinan beragama.
Perbedaan lain antara agama dengan magis adalah bahwa agama tidak
pernah memaksakan untuk dikabulkan atau tidak dikabulkan, berbeda dengan
magis yang memaksakan kehedaknya untuk serta merta bisa dan terjadi. Dan
bukankah pandangan kita tentang agama seperti ini lebih dekat dengan keadaan
eksistensi kita, sebagaimana yang kita alami.

Magis, agama, dan penuhanan Raja


Kedatangan

agama

banyak

memunculkan

perubahan-perbahan,

baik

langsung atau tidak langsung dalam masyarakat primitive. Secara bertahap para
rohaniawan mengaku sebagai utusan dan representasi Tuhan di Dunia, raja-raja ikut
dalam pengakuan tersebut bahwa dia memiliki dimensi ketuhanan, dan mampu

berkomunikasi dengan baik kepada Tuhan. Sebagaimana yang telah terjadi ketika
zaman magis, dimana raja dan para dukun begitu memiliki kedudukan yang sangat
terhormat di mata masyarakat.
Frazer mengingatkan bahwa evolusi budaya tidak berjalan dengan lancer dan
merata. Walaupu masyarakat primitive telah mengganti keparcayaan magis dengan
keyakinan terhadap dewa-dewa, namun mereka masih tetap menggabungkan dua
sistem tersebut, magis dan agama.
Di tempat lain, kebanyakan masyrakat primitf masih menganggap raja-raja
mereka sebagai dewa. Sehingga banyak yang melakukan ritual pembataian raja, di
saat sang raja dilihat sakit atau sudah tua, untuk menjaga kesempurnaan ilahiyah
maka ia harus dipidahkan ke raja yang baru, walaupun ritual tersebut boleh budak
atau binatang sebagai ganti raja. Bagi mereka tindakan tersebut bukanlah tindakan
yang kejam dan amoral, tapi merupakan tindakan sakral yang diperlukan dalam
magis. Atau contoh lain berlaku ketika binatang-binatang diartikan sebagai makhluk
yang mewakili Tuhan.
Tokoh antropologi agama
Erward Burnet Tylor
Pelopor antropologi agama yaitu Edward Burnet Tylor, berasal dari Inggris.
Dalam karyanya yaitu primitive culture, Tylor merumuskan teori tentang asal-usul
agama. Dalam buku tesebut asal usul agama adalah animisme, dan kepercayaan
animisme itu dapat ditemukan dimana saja. Menurut Tylor agama adalah
kepercayaan kepercayaan terhadap roh (makhluk spiritual). Roh bersifat pribadi
seperti

manusia,

memiliki

sifat

pengasih,

penyayang,

kuasa,

dan

sebagainya. Adapun pengertian animisme adalah perlambangan dari suatu jiwa


atau roh pada beberapa makhluk hidup dan objek bernyawa lainnya. Segala
sesuatu hidup karena nyawa, roh, atau jiwa, baik aktif maupun tidak aktif. Dalam
kepercayaan animisme bahwa makhluk-makhluk halus atau roh-roh ada disekitar
manusia baik di hutan-hutan, di jalan-jalan, di gunung-gunung, di rumah-rumah,
dan makhluk atau roh tersebut terkadang bersikap baik terhadap manusia, kadang
sebaliknya, sehingga manusia dikuasai rasa takut. Roh-roh tersebut bersifat supra
mausiawi yang sangat mempengaruhi dan sangat menentukan kehidupan manusia.
Dalam hal ini, terdapat suatu susunan keagamaan dengan suatu rangkaian
upacara-upacara

dan

bentuk-bentuk

sesembahan

yang

melukiskan

adanya

makhluk-makhluk halus, roh-roh, dan jiwa-jiwa yang mempunyai keinginan dan


mempunyai kehendak.
Tylor menerapkan trend baru dalam penelitiannya. Ia lebih menekankan pada
etnografi (etnografi, berasal dari kata Yunani, grapo, yang berarti menulis) dan
etnologi (etnologi, berasal dari kata Yunani, logos, yang berarti belajar). Tylor
pertama

kali

memberikan

kedua

nama

tersebut

dalam

bidang

studi

tentang primitive culture yakni deskripsi dan analisa ilmiah atas suatu masyarakat,
budaya, atau kelompok sosial dalam seluruh bentuk aspeknya. Selain itu, Tylor

memakai istilah antropologi yang bersal dari kata Yunani, anthopos, yang berarti
manusia.
Lebih lanjut, menurut Tylor, pemikiran keagamaan mengalami evolusi dalam
tiga tahap, yaitu tahap animisme, tahap politisme, dan tahap monotheisme. Evolusi
keagaamaan ini berjalan sejajar dengan evolusi budaya secara umum yang juga
dibagi dalam tiga tahap, yaitu: savage state (tahap orang biadab) yang hidup dalam
perdaban meramu, barbaric state (tahap barbar) yang hidup dalam peradaban yang
sudah

mengenal

pertanian,

dan civilized

state (modern)

perabadan yang telah mengeanal tulisan, sains, teknologi.

yang

hidup

dalam

Anda mungkin juga menyukai