Anda di halaman 1dari 17

KAPITA SELEKTA SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Kesehatan

Dosen pengampu:

Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor M.A

Disusun oleh:

Reza Dian Fadila 11150150000027

Ismail Saleh 11150150000087

Maretza Chandara Dewi 11150150000093

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

1
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah KAPITA SELEKTA SOSIOLOGI ANTROPOLOGI dengan
baik walaupun ada sedikit hambatan dalam proses mencari sumber dari berbagai literatur.

Tak lupa juga solawat serta salam saya curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kebodohan kepada zaman yang
terang benderang dengan kemajuan IPTEK.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Kapita Selekta Sosiologi Antropologi dengan judul “Sistem Kepercayaan
dan Kehidupan Sosial Budaya”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasansertapengetahuan kita mengenaiKonsep Kepribadian Muslim dan Indikator-
Indikatornya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah ini disusun berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah di waktu yang akan
datang.

Jakarta, 29 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Kepercayaan Animisme, Dinamisme dan Totemnisme .............................................. 6
1. Animisme.................................................................................................................................... 6
2. Dinamisme ................................................................................................................................. 6
3. Totemnisme ................................................................................................................................ 6
2.2 Sistem Kepercayaan Pada Zaman Pra Sejarah .............................................................................. 6
2.3 Kepercayaan pada Zaman Kuno.................................................................................................... 8
2.4 Kepercayaan pada zaman baru ..................................................................................................... 9
2.5 Perkembangan Agama Pada Zaman Kemerdekaan .................................................................... 11
2.6 Kehidupan Sosial Budaya ............................................................................................................ 12
A. Masuknya Hindu Buddha .......................................................................................................... 12
B. Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha dalam Masyarakat Indonesia ........................................ 13
C. Masuk dan Berkembangnya Agama Islam ................................................................................ 14
D. Pengaruh Kebudayaan Islam di Indonesia ................................................................................ 14
E. Bidang seni dan budaya ............................................................................................................ 15
BAB III ................................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk menyebut suatu agama yang sering dianut oleh suku-suku bangsa, seperti di
Indonesia biasanya menggunakan istilah kepercayaan asli. Dalam kehidupan keagamaan di
Indonesia, kepercayaan asli sering disebut “agama asli”, “agama suku”, atau “religi”. Pada
tiap-tiap suku bangsa, kepercayaan asli itu berkembang bebas dan berdiri sendiri. Munculnya
suatu kepercayaan biasanya dilatarbelakangi oleh kesadaran adanya jiwa yang bersifat
abstrak. Di dalam pikiran manusia jiwa itu ditransformasikan menjadi makhluk-makhluk
halus atau roh halus. Mereka percaya bahwa makhluk-makhluk itu berada di sekeliling
tempat tinggal manusia. Dalam kehidupan manusia, makhluk halus itu mendapat perlakuan
istimewa dan tempat yang sangat penting yang kemudian dijadikan objek-objek pemujaan.
Sementara itu, suatu kepercayaan dapat juga muncul karena getaran jiwa atau emosi, yang
muncul karena kekaguman manusia terhadap hal-hal yang luar biasa. Kekuatan itu tidak
dapat diterangkan oleh akal, dan berada di atas kekuatan manusia. Kekuatan itu dikenal
dengan kekuatan adikodrati.

Dengan adanya jiwa dan kekuatan adikodrati itu, manusia perlu melakukan tindakan-
tindakan berupa upacara-upacara atau ritus. Tindakan-tindakan itu dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengatasi hal-hal yang tidak dapat diselesaikan oleh naluri atau akalnya.
Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya saja. Akan tetapi juga pada benda-benda
dan tumbuhtumbuhan yang berada di sekelilingnya. Dari keyakinan itu kemudian menyadari
bahwa makhluk halus atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yakni sifat
baik dan sifat jahat. Dalam perkembangan berikutnya, keyakinan itu mendasari munculnya
tokoh-tokoh dewa yang mempunyai sifat mendua, sifat yang membawa kebaikan dan sifat
yang mendatangkan kejahatan.

Kalau kita perhatikan lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding-dinding goa pada
masa ketika manusia mulai bertempat tinggal di goa-goa, ternyata lukisan-lukisan itu tidak
hanya mempunyai nilai estetika, tetapi juga mengandung makna etika dan magis. Beberapa
ahli menyimpulkan bahwa cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah memiliki arti
kekuatan atau simbol kekuatan pelindung dari roh-roh jahat. Beberapa lukisan yang terdapat
di Irian Jaya mempunyai kaitan dengan upacara penghormatan nenek moyang, meminta
hujan dan kesuburan, serta untuk memperingati suatu peristiwa yang teramat penting.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kepercayaan animisme, dinamisme, totemnisme?

4
2. Bagaimana kepercayaan pada zaman Pra Sejarah?
3. Bagaimana kepercayaan pada Zaman Kuno?
4. Bagaimana perkembangan agama pada zaman Baru?
5. Bagaimana perkembangan agama pada zaman kemedekaan?
6. Bagaimana pengertian Kehidupan Sosial Budaya?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian kepercayaan animisme, dinamisme, totemnisme.


2. Untuk mengetahui kepercayaan pada zaman Pra Sejarah.
3. Untuk mengetahui kepercayaan pada Zaman Kuno.
4. Untuk mengetahui perkembangan agama pada zaman Baru.
5. Untuk mengetahui perkembangan agama pada zaman kemedekaan.
6. Untuk mengetahui pengertian Kehidupan Sosial Budaya.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kepercayaan Animisme, Dinamisme dan Totemnisme

1. Animisme

Kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal dunia.
Menurut mereka, arwah nenek moyang selalu memperhatikan mereka dan melindungi, tetapi
akan menghukum mereka juga kalau melakukan hal-hal yang melanggar adat. Dengan
demikian, orang tua yang mengetahui dan menguasai adat nenek moyang akan menjadi
pemimpin masyarakat. Penghormatan kepada nenek moyang dilakukan dengan pimpinan
orang tua tersebut, yang diterima oleh masyarakat sebagai ketua adat.

2. Dinamisme

Kepercayaan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, seperti gunung batu,
dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia diyakini juga mempunyai kekuatan gaib seperti
patung, keris, tombak, dan jimat. Sesungguhnya proses pembuatan benda-benda megalitik,
seperti menhir, arca, dolmen, punden berundak, kubur peti batu, dolmen semu atau pandhusa,
dan sarkofagus dilandasi dengan kayakinan bahwa di luar diri manusia ada kekuatan lain.
Dilandasi anggapan bahwa menhir atau arca, sebagai lambang dan takhta persemayaman roh
leluhur, kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek
moyang. Dolmen dan punden berundak digunakan untuk tempat upacara. Pendirian punden
berundak juga berdasarkan atas arah mata angin yang diyakini memiliki kekuatan gaib atau
tempat-tempat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang.

3. Totemnisme

Kepercayaan atas dasar keyakinan bahwa binatang-binatang tertentu merupakan


nenek moyang suatu masyarakat atau orang-orang tertentu. Binatang-binatang yang dianggap
sebagai nenek moyang antara orang yang satu dengan orang atau masyarakat yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang-binatang yang dianggap nenek
moyang itu, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk keperluan upacara tertentu.

2.2 Sistem Kepercayaan Pada Zaman Pra Sejarah

Pada zaman pra sejah ini kepercayaan yang di anut adalah animism yanitu
kepercayaan animism yaitu mereka percayaan bahwasanya roh orang yang telah meninggal

6
masih ada di sekeliling mayat, dan mereka masih membutuhkan seperti semasa hidupnya,
sehingga dapat di maklumi jika jasadnya tetap utuh, karena mayat di tempatkan di dalam
rumah-rumah batu gar tidak di ganggu oleh binatang buas.

Rumah batu ini banyak terdapat di daerah-daerah Tanjung Aro Gunung Megang, dan
Tegur Wangi ketika di lakukan penggalian-penggalian oleh penduduk setempat pada masa
pendudukan jepang, dan di temukan pula manik-manik yang berwarna warni. Akan tetapi
tidak di temukan sisa-sisa tulang belulang.

Pohon yang besar, sungai yang lebar, gunung dan bukit, di anggap mempuyai
penunggu (mahluk-mahluk halus) yang dapat mencelakan seseorang apabila dia melakukan
hal yang tidak baik. Puncak dempo misalnya di beri sajian-sajian oleh oarng-orang tertentu,
sebagai warisan masa pra sejrah yang mempercai hal tersebut. Bahwa di luar manusia masih
ada mahluk halus yang dapat menguasai. Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari
arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayamnya
roh nenek moyang. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah
arah matahari terbit atau terbenam dan tempat-tempat yang tinggi misalnya, gunung dan
bukit. Bukti-bukti mengenai hal itu terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuna di
beberapa tempat, seperti Bali dan Kematian, menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah
timur atau barat atau kepuncak-puncak gunung dan bukit.

Praktik-praktik kepercayaan animisme terlihat dalam upacara penyelenggaraan


upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian
dilandasi dengan kepercayaan bahwa suatu kematian itu pada dasarnya tidak membawa
perubahan dalam kedudukan, keadaan, dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan
mayat selalu disertai dengan bekal-bekal kubur dan wadah mayat yang disesuaikan
kedudukannya, agar kedudukan si mati dalam alam arwah sama seperti ketika masih hidup.

Inti kepercayaan tersebut adalah pemujaan dan perhormatan kepada roh orang yang
telah meninggal, terutama penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Di
dalam gua-gua ditemukan kerangka manusia yang telah dikuburkan. Temuan semacam ini
sangat penting untuk meneliti adat mengubur mayat dengan kepercayaan yang mereka anut.
Para sejarawan berkesimpulan bahwa pada masa itu orang sudah mempunyai kepercayaan
tertentu mengenai kematian.

Tradisi mendirikan bagunan-bangunan megalithikum selalu berhubungan dengan


kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang telah mati (mega berarti
besar, lithos berarti batu). Terutama kepercayaan kepada adanya pengaruh yang kuat dari
orang yang telah meninggal terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.
Bangunan-bangunan batu besar yang didirikan menjadi medium penghormatan.

7
2.3 Kepercayaan pada Zaman Kuno

Pada masa bercocok tanam, kepercayaan masih animisme, dinamisme, dan


totemisme. Namun, sudah lebih meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini
dilakukan upacara-upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang. Upacara yang paling
mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi meraka yang dianggap
terkemuka oleh masyarakat. Orang yang mati biasanya dibekali dengan bermacam-macam
barang yang dipakai sehari-hari seperti periuk, perhiasan, dan sebagainya yang dikubur
bersama-sama. Maksudnya adalah agar roh orang yang meninggal tidak akan tersesat dalam
perjalanan menuju ke tempat arwah nenek moyang atau asal-usul mereka. Jika tempat yang
dianggap sebagai tempat arwah terlalu jauh atau sukar dicapai, maka orang yang mati cukup
dikuburkan di suatu tempat dengan meletakkan badannya terarah ke sebuah tempat yang
dimaksud, yaitu tempat roh.

Pada masa bercocok tanam, orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan
khusus. Ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya bendabenda berupa susunan batu besar
dalam berbagai bentuk dan biasanya disebut bangunan megalithikum. Bangunan megalitik
tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Bentuk bangunan yang bermacam-macam
itu mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan
yang paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat
berupa: dolmen, peti batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba atau bejana batu, waruga, batu
kandang dan temu gelang. Di tempat-tempat kuburan semacam itu kadang-kadang ditemukan
bangunan batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan terhadap roh nenek moyang seperti
menhir, patung nenek moyang, batu saji, batu lesung atau lumpang, batu dakon, punden
berundak, pelinggih batu atau jalanan batu.

Di Pasemah, Sumatera Selatan juga ditemukan menhir dan patung nenek moyang.
Beberapa jenis bentuk kuburan mengalami perkembangan pada fungsinya, misalnya dolmen
mengalami berbagai variasi bentuk, yaitu dibuat untuk pelinggih roh atau tempat sesaji.
Dolmen yang berkembang menjadi pelinggih di antara masyarakat megalitik yang telah maju
digunakan sebagai tempat duduk oleh kepala-kepala suku atau raja-raja yang masih hidup.

Semua manusia yang hidup di muka bumi ini, memiliki keinginan untuk mengetahui
segala seluk belukyang ada di alam sekelilingnya, termasuk nenek moyang kita pada zaman
dulu yang belum banyak di pengaruhi oleh ilmu-ilmu pengetahuan modern. Makin maju
pikiaran manusia itu, semakin dalam ia menyelami rahasia alam sekitarnya dan makin luas
batas pandangnya. Sebaliknya bagi manusia yang masih hidup pada alam pemikiran yang
sederhana, sudah pasti batas pemandangan itu lebih sempit.

Apa yang di gambarkan di atas dewa,rokh dan kesaktia, tidak semua di puja dan di
hormati dengan penuh kasih saying, tetapi di antaranya ada yang di takut, sehingga
mendorong manusia atau nanek moyang kita untuk memberikan penghormatan : misalnya
memberikan sajen, jampi korban, dan lain-lain. Dengan perbuatan yang demikian, di
harafkan meraka terlindungi dan tidak mendapatkan bahaya. Mungkin sekali perbuatan-

8
perbuatan nenek moyang kita ke arah dunuia di luar pancainderanya itu, merupakan awal dari
perkembangan kepercayaandi daerah ini. Rupa-rupanya konsepsi kesaktian lebih berakar
lamadi kalangan masyarakat daerah ini mendapatkan kontak dan pengaruh dari luar seperti
agama Budha, Islam dan kebudayaan Barat.

2.4 Kepercayaan pada zaman baru

Perkembangan agama di Sumatera selatan tidak lepas dari peranan jalan yang
tradisional di Selat Malakah, yang dari abad kea bad memengang peranan penting dalam
proses penyebran agama, sejak nenek moyangkita mangenal kebudayaan Hindu dan Islam.
Lalu lintas dunia yang melintasi tanah air kitadari segalah jurusan, merupakan kebudayaan (
cultuurroute ) dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Bahkan daerah-daerah yang
terlatak dekat dengan urat nadi lalu lintas itu, mendapat kontak dengan kebudayaan
asing,yang hampir selalu melibatkan terjadinya akulturasi di atas tubuh Indonesia asli.
Peradapan tersebut hanya merupakan lapisan tipis diatas tubuh peradapan Indonesia asli
dengan pola Austris dan merupakan sumber cipta dalam peranan sejarah Indonesia dari abad
ke abad. Penetrasi kebudayaan asing yang telah mempengaruhi peranan Indonesia dengan
mengikuti jalan niaga dunia adalah peradapan Hindu.

Melalui jalan niaga tradisional via Selat Malaka dan Selat Sunda begitu pula Islam
masuk ke negeri kita via saudagar-saudagar Arab, India dan Parsi (Iran), baik secara di
sengaja maupun secaratidak sengaja telah mengimpor itu ke negeri kita ini, yang kemudian
ini akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan kenegaraan bangsa Indonesia pada
umumnya, dan terutama mengadakan kontak dengan daerah-daerah pesisirataunpelabuhan
yang di lintasi atau rute perdangan itu.

Runtuhnya kerajaan Sriwijaya pada akhir abad XIV dan di lancarkanya ekspedisi
Ming di bawah Cheng Ho pada awal abad ke-15 di perairan Asia Tenggara ke datangan
bangsa Portugis yang membawa penyakit perang salib. Revolusi keratin Demak yang terjadi
dalam abad ke-16, mempercepat proses Islamisasi di daerah ini. Palembang sebagai negeri
asal Raden Patah pendiri kerajaan Demak, mengakui kekuasaan Demak dan berkembang
menjadi pusat ekspansi baru dengan islam sebagai motor pendorong yang kuat.

Proses Islamisasi di daerah pedalaman atau uluan agak berbeda dengan di pusat
kerajaan ( Palembang ), dimana peranan para mubalig, kiyai, guru-guru agam, haji-haji,
sangat penting. Di samping itu peranan sungai Musi dengan anak-anaknya (Batanghari
sembilan) tidak kalah pentingnya, karena sungailah alat komunikasi pada saat itu. Denagan
naik perahumenghudik sungai para mubaligh pribumi menyebarkan agam dengan gigihnya
sampai ke muara Beliti, Curup, Musi Rawas dan lain-lain.

Kemampuan navigasi Sriwijaya dalam berita sejarah Arab, di kisahkan, bahwa


Sriwijaya juga mengadakan hubungan perdagangan melalui laut hingga pantai timur Afrika
pada 1154 M. Hal ini tidaklah mengherankan, karena perdaganganmelalui jalan laut yang di
tempuh Sriwijaya dari Maluku saja merupakan seperdelapan lingkaran bumi.[2]

9
Perkembangan agama pada zaman ini pendidikanya menganut gama Hindi-Budha,
Islam, dan Nasrani (Kristen). Bagaimana perkembangan agama-agam ini pada abad XIX,
tidak dapat di ketahui dengan pasti, karena sulitnya mendapatkan sumber-sumber
perhubungan agama tersebut.

Seperti kita ketahui, agama Hindu-Budha pada zaman kerajaan Sriwijaya menjadi
agama Negara, sehingga sampai kini masih ada penganutnya dalam jumlah yang kecil di
beberapa daerah, di antaranya di kota Palembang sendiri. Ini memperlihatkan satu tanda pada
abad XIX, agama itu masih dan berkembang, hingga sampai saat ini masih ada penganutnya.
Demikian pula agama Islam ketika masuk di daerah ini dan dapat mempengaruhi alam
pikiran dan kepercayaan penduduk di daerah ini, telah menyebar di daerah uluan oleh kiyai-
kiyai sebelum dan sesudah zaman kesultanan Palembang. Ini pun telah memperlihatkan
kepada kita bahwa pada abad XIX agama Islam sudah hidup dan berkembang, dan secara
mayoritas telah di anut oleh penduduk di daerah sini.

Kemudian pada pertengahan abad XIX berkembang pula agam Kristen di daerah ini,
dan telah telah mendapat tanah subur tempat berpijak yang mula-mula di Tanjung Sakti.
Tanjung Sakti sekarang ini adalah daerah kecamatan yang termasuk daerah kabupaten Lahat.
Penganut agama tersebut, pada umumnya di dukung oleh orang-orang pendatangdan dalam
jumlah yang lebih kecil dari pada penganut islam.

Setelah di jalankan apa yang di sebut Politik Etika pada tahun 1900 maka bertambah
merata pengaruh pendidikan ala barat (sekularisme) di kalangan atasan,dan demikian pula
kemajuan-kemajuanyang pesat di lakukan oleh zendingdan misi dalam dunia pendidikan di
daerah ini, yang secara diam-diam mendapatkan subsidi dari kolonial Belanda, merupakan
tantangan hebat bagi lembaga-lembaga Islam pada umumnya. Nasionalisme, individualism
dan sebagainya adalah cirri-ciri khas dari bangsa barat, yang pada saat itu mulai masukdalam
cara berpikir di kalangan kaum terpelajar pribumi yang mendapat pendidikan dari Barat.

Apa yang dikatakan Drs. Amir Hamzah dalam bukunya : Pembaharuan dan pengajaran Islam
yang di selenggarakan oleh Muhammadiyah, nasib lembaga-lembaga pendidikan Islam
sangat menyedihkan dan keadaanya maju mundur, ketinggalan zaman, fanatisme. Di samping
itu faktor politik, ekonomi dan social daerah ini seabagai tanah jajahan, sangat berpengaruh
untuk perkembangan agam. Begitulah penganut Islam yang secara mayoritas di anut oleh
mayoritas masyarakat Sumatera Selatan dalam akhir abad XIX dan awal abad XX.

Dalam tahun ketahun proses modernisasi di daerah ini terus meningkat meskipun
kepercayaan masyarakat masih melekat (animism, dinamisme) yang berangsur menipis
merukan hasil yang nyata dari mubaligh-mubaligh Islam yang terpelajar, yang berbekal
pengetahuan umum dan kaya akan ilmu agama juga otaknya penuh dengan teori soal
keduniawian, dan mereka juga memiliki apa yang dimiliki oleh golongan terpelajar Barat
tersebut. Ketika serikat Islam datang ke Palembang di sambut dengan baik oleh pemuda, di
buktikan dengan adanya perang Kelambit di Jambi, di Musi Ilir, gerakan sarekat Abang di
Air Item Ogan Ilir dan Musi Ulu.

10
Sejak dulu hingga sekarang rakyat Sumatera Selatan terkenal sebagai masyarakat
beragama. Sebelum ada pengaruh dunia luar masyarakat di daerah ini sudah mengenal
kepercayaan animisme dan dinamisme. Agama yang berasal dari dunia luar dan dapat
mempengaruhi pikiran dan kepercayaan masyarakat di daerah ini ialah agama Hindu, Budha,
Islam dan Kristen/Nasrani. Keempat agama ini hingga sekarang masih di anut oleh
masyarakat Sumatera Selatan, dan agama Islam paling banyak penganutnya.

Pada masa pendudukan Jepang di sumatera Selatan kehidupan agama bebas tanpa
penekanan. Setiap umat beragama di beri kebebasan melakukan ibadah menurut agamanya
masing-masing. Akan tetapi mereka itu di haruskan setia pada kepada Dai Nippon dan harus
melakukan “kirei” kearah Tokyo. Selama pendudukan di Sumatera Selatan Jepang tidak
berusaha membina kehidupan agama misalnya member bantuan kepada umat beragama
mendirikan tempat-tempat ibadah dan kepentingan-kepentingan lainya. Jepang hanya
menekankan agar antar umat beragama menjaga saling menghormati dan menjegah
perselisihan dan mau nerkorban membela Jepang.

Di Tanjung Raja pernah di adakan suatu koperasi/ pertemuan umat Islam se Daerah
Sumatera Selatan. Dalam pertemuan ini Jepang menekankan supaya umat Islam melakukan
Jihad Fisabililah untuk membela Jepang. Akan tetapi umat Islam berpendirian lain, pada
prinsifnya jihat fisabililah itu sendiri itu sendiri oleh umat islam di pergunakan untuk
menenteng penjajahan jepang. Selain untuk menjajah Jepang juga mempermainkan kaum
muslimin, kaum muslimin di perintahkan melakukan kerei, kearah Tokyo. Kaum muslim di
peralatan untuk kepentingan perangnya, akhirnya timbullah perlawanan menentang kekuasan
tentara Jepang. Perlawanan menentang Jepang dengan motif agama terjadi Air Itam (Sekayu),
pergerakan perlawanan adalah PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) daerah meskipun pada
masa pendudukan Jepang semua organisasi politik di bekukan dan di larang melakukan
kegiatan.

Peristiwa di Air Hitam terjadi pada 1942 ketika rombongan pemrintahan militer
Jepang mengadakan peninjauan di daerah itu dengan menggunakan perahu, tiba-tiba
mendapat tembakan asal tembakan tidak di ketahui. Najamuddin yang turut dalam
rombongan ikut tertembak. Setelah peristiwa itu Jepang melakukan penangkapan di
lingkungan pemimpin dan anggota PSII daerah. A.S. Matcik, Hamzah Kuncit dan ratusan
orang Anggota PSII di tangkap.

2.5 Perkembangan Agama Pada Zaman Kemerdekaan

Agama Islam yang mayoritas di Sumatera Selatan, telah mengalami perkembangan


pada zaman kemerdekaan baik dalam kuantitas maupun dalam toleransi. Sarana-sarana
ibadah berkembang selaras dengan terus bertambahan jumlah pemeluknya. Demikian pula
perkembangan agama-agamayang lain, perkembangan ini memang senada asas pancasila
menjamin kebebasan beragama, bahkan sampai kepada kaum perantaun Cina yang hidup
dengan kepercayaan mereka yang tradisional khas Tiongkok yaitu Confusianisme,
berkembang tanpa gangguan. Setelah pengakuan Kedaulatan, di bidang pendidikan

11
keagamaan muncul sekolah yang mendidik guru-guru Agama termasuk seminar menengah di
kota Palembang, yang memdidik calon-calon imam Khatolik. Tetapi bertambahnya pemeluk
agama dalam jumlah yang sangat menjolok, sangat di rasakan setelah G. 30. S /PKI 1965.

Kerukunan umat beragama Islam dalam menghadapi tantangan yang datang dari luar
tecermin dalam bentuk gap Gestapu untuk menghalau G. 30. S/ PKI. Badan terbentuk segera
ssedah peristiwa tersebut. Pada tahun 1966 dengan di prakarsai oleh pemeritahan Daerah
Sumatera Selatan terbentuklah KOPASS ( Komando Persatuan Agama Sumatera Selatan ).
Tetapi badan ini dapat di katakana mati sebelum lahir, karena tidak endapt dukungan dari
sebagian umat beragama. Mereka yang tidak setuju terhadap badan ini mengatakan bahwa
agama tidak dapat di komandokan, yang munngkin sekali dapat menjurus kearah yang
negative dan tidak sesui denagn azas Pancasila. Mengulas perkembangan di daerah dapat
pula di kemukakan baik dari segi kuantitas, jenis Gereja, sampai kepada partai politikyang
bersifat keagamaan. Partai-patai politik itu ialah Masyumi yang kemudian menjadi Parmusi,
Nahdatul Ulama, Perti, Partai Khatolik, Parkindo. Sedangkan, jenis Gereja yang ada Ilah
Katolik, Methodist, Advent, Fuk Kim Tong, HKBP, PKB, Siloam, Immanuel. Pada tahun
1964 umat Kristen Sumatera Selatan mementuk wadah persatuan berdasarkan musyawarah
yaitu Oikemene, yang bertujuan untuk menghadapi komunis dalam iklim Nasakom pada
waktu itu. Kelanjutan dari wadah ini menampung semua kegiatan-keigatan yang bersifat
Kritaian.

2.6 Kehidupan Sosial Budaya


A. Masuknya Hindu Buddha
Hubungan antara Indonesia dengan pusat Hindu-Budha (India) berawal dari hubungan
dagang. Pada awal mahesi telah terjadi hubungan perdagangan antara India, Indonesia dan
Cina. Kebudayaan India yang bercorak Hindu-Budha, mempengaruhi paling besar
kebudayaan Indonesia. Berikut ini teori-teori mengenai masuknya agama Hindu ke Indonesia
:
 Teori Brahmana, diungkapkan oleh Van Leur, menurut pendapatnya masuknya agama
hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum brahmana. Para Brahmana didatangkan atas
undangan kepala suku untuk upacara penobatan (abhiseka). Selain itu hanya kaum
brahmana yang paling menguasai bahasa sansekerta yang merupakan bahasa Kitab
Weda.
 Teori Waisya, dikemukakakan oleh N.J Krom. Krom berpendapat bahwa masuknya
agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para pedagang. Selain melakukan aktivitas
dagang, mereka juga melakukan interaksi dengan penduduk Indonesia. Dalam menanti
angin musim, paling sedikit mereka harus tinggal selama enam bulaan di Indonesia.
Disinilah kebudayaan yang mereka miliki menyebar luas.
 Teori Kesatria, dikemukakan oleh Majundar. Majundar menyatakan bahwa agama
Hindu ke Indonesia dibawa oleh para Kesatria. Para kesatria India melakukan
penaklukan sambil menyebarkan agama Hindu. Kelemahan teori ini adalah tidak ada
bukti kolonialisasi India di Indonesia.
 Teori Arus Balik, dikemukakan oleh George Coedes dan F.D.K Bosch. Teori ini
menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu di Indonesia dilakukan oleh orang

12
Indonesia sendiri. Orang Indonesia yang berdagang ke India kemudian membawa
kebudayaan India ke Indonesia.
Di samping berkembangnya budaya Hindu, di Indonesia juga berkembang agama Budha.
Agama Budha disebarkan melalui misi khusus yang disebut Dharmaduta. Agama Budha
sudah mulai masuk di Indonesia pada abad ke-2 M dengan bukti ditemukannya patung
perunggu Budha di Sempaga (Sulawesi Selatan), Jember (Jawa Timur) dan Bukit Siguntang
(Sumatera Selatan) yang bergaya Amarawati (India Selatan). Ajaran agama Budah
berdasarkan kitab Tripitaka(Tiga keranjang).

B. Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha dalam Masyarakat Indonesia


 Bidang Sosial
Setelah masuknya agama Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat
Indonesia. Hal ini nampak pada pembagian masyarakat yang dikenal dengan kasta. Dalam
agama Hindu terdapat empat kasta yaitu Kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.
Kemudian ada satu kelompok lagi yang dibuang dari kastanya karena telah berbuat kesalahan
nama kelompok tersebut adalah kasta Paria. Selain adanya kasta, terjadi pula perubahan nama
kerajaan maupun raja yang memerintah sebagai contoh raja Kutai menggunakan nama
Aswawarman yang merupakan nama yang banyak digunakan di India.

 Bidang Kepercayaan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-budha, bangsa Indonesia sudah memiliki system
kepercayaan tersendiri, yaitu Animisme (percaya pada roh nenek moyang) dan dinamisme
(percaya pada benda). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia
memeluk agama Hindu-Budha. Terjadi adanya sinkritisme yaitu penyatuan paham-paham
antara animisme dinamisme dengan Hindu-Budha.

 Bidang Politik
System pemerintahan Indonesia sebelum masuknya agama Hindu-Budha berbetuk
kesukuan. Ketika pengaruh agama Hindu-Budha masuk, maka berdiri kerajaan yang bercorak
hindu-Budha yang berkuasa secara turun temurun.

 Bidang Pendidikan
Masuknya Hindu-Budha berpengaruh dalam bidang pendidikan. Sebelum masuknya
Hindu-budha, bangsa Indonesia belum mengenal tulisan. Dengan masuknya agama Hindu-
Budha mengenal tulisan yaitu huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Turunan dari bahasa
sansekerta adalah bahasa Kawi, bahasa Jawa kuno dan Bali kuno.

 Bidang Seni dan Budaya


1. Seni tulis, masuknya budaya Hindu-Budha, memunculkan banyak karya sastra di
Indonesia. Sebagai contoh: Kitab Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh,
Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, dan Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca.
2. Seni bangunan, terlihat dari bangunan Candi. Candi merupakan bentuk akulturasi
antara kebudaayan local (local genius) dengan Hindu-Budha, bangunan seperti candi

13
sudah ada di Indonesia pada masa megalitikum berupa punden berundak. Di Indonesia,
candi selain tempat ibadah juga digunakan untuk makam raja-raja.
3. Seni rupa, nampak berupa patung dan relief. Patung Hindu-Budha banyak ditemukan di
berbagai wilayah di Indonesia. Selain patung juga terdapat relief pada dinding-dinding
candi seperti di Candi Bororbudur.

 Sistem kalender
Diadopsi dari system kalender India. Hal itu nampak pada penggunaan tahun saka di
Indonesia dan Candrasangkala/kronogram. Dalam kalender saka satu tahun terdiri dari 354
hari. Saat matahari, bumi dan bulan pada garis lurus diperingati sebagai hari nyepi.
Candrasangkala adalah huruf angka berupa susunan kalimat. Contoh Sirna Ilang Kertaning
Bumi diartikan 1400 saka atau 1478 (sirna=0, ilang=0, kertaning=4, bumi=1).

C. Masuk dan Berkembangnya Agama Islam

Proses islamisasi di Pulau Jawa tidak dapat dilepaskan dari peranan Walisongo. Para
walisongo yaitu, Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel),
Syarifudin (Sunan Drajat), Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Paku
(Sunan Giri), Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria),
Ja’far Sodiq (Sunan Kudus) dan Fatahillah (Sunan Gunung Jati). Sementara di luar Jawa,
penyebar agama islam antara lain Datuk Ribandang dan Datuk Sulaeman di Sulawesi Selatan,
Tuan Tunggang Parangan di Kalimantan, Penghulu Demak di Kalimantan Selatan, Kiai Gede
Ing Suro di Palembang. Proses penyebaran Islam berjalan dengan lancar dan cepat. Beberapa
factor yang mepengaruhi penyebaran Ismam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia
adalah:
 Syarat masuk cukup mudah dan sederhana
 Pelaksanaan ibadah sederhana dan biaya murah
 Agama islam tidak mengenal kasta
 Aturan-aturan dalam islam fleksibel dan tidak memaksa
 Agama islam Gujarat telah mendapat pengaruh Hindu dan tasawuf sehingga mudah
dipahami dan diterima
 Penyebaran dilakukan secara damai
 Runtuhnya kerajaan Hindu Majapahit

D. Pengaruh Kebudayaan Islam di Indonesia


 Bidang sosial,
Agama islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Dalam agama islam tidak mengenal
system kasta. Penggunaan kosakata Arab baik dalam kata-kata maupun pemberian nama.
Selain itu penggunaan nama hari menggunakan bahasa Arab. System angka (1,2,3….) juga
merupakan budaya Arab.

 Bidang politik

14
Digunakan aturan-aturan islam dalam bidang pemerintahan. Selain itu juga banyak raja yang
menggunakan gelar dari Arab, misalnya Sultan, Penembahan, Maulana dan
Susuhunan/Sunan.

 Bidang pendidikan
Salah satu wujud dari pengaruh Islam dalam bidang pendidikan adalah dikenalnya
pendidikan di pondok pesantren. Pesantren adalah asrama bagi siswa yang menuntut ilmu
islam. Pondok pesantren terbagi menjadi dau yaitu pesantren yang hanya mengajarkan ilmu
agama, dan pesantren yang mengajarkan ilmu agama dan umum.

E. Bidang seni dan budaya


Seni bangunan
 Masjid Kuno memiliki ciri-ciri, atapnya berbentuk tumpang, mimbar berbentuk teratai,
terdapat kolam, memiliki gapura, menghadap alun-alun dan biasanya adalah ukiran-
ukiran bermotif hewan atau tumbuhan. Contoh masji Kuno, Masjid Agung Demak,
Masjid Banten, Masjid Agung Kasepuhan (Cirebon).
 Keraton memiliki ciri atap bertingkat, dan pintu masuk menghadap alun-alun serta
terdapat masjid agung. Contoh Keraton Surakarta dan Yogyakarta.
 Pintu Gerbang Kerajaan mendapatkan pengaruh islam seperti di Keraton Sumenep yang
terdapat tulisan Assalamualaikum.
Seni Rupa
 Nisan adalah tonggak dari batu atau kayu yang menandai tempat orang meninggal.
Contoh makam Fatimah binti Maimun.
 Kaligrafi adalah menulis indah dan disusun dalam aneka bentuk menarik dengan
menggunakan huruf Arab. Agam Islam melarang melukis malhuk hidup.
Seni Sastra antara lain
 Suluk yaitu karya sastra yang brisi ajaran-ajaran tasawuf. Contoh Suluk Sukrasa, Suluk
Wiji dan Suluk Sunan Bonang.
 Hikayat yaitu dongeng atau cerita rakyat yang sudah ada sebelum masuknya islam,
selalu dikaitkan dengan dengan tokoh sejarah. Cotoh Hiakayat Amir Hamzah, Hikayat
Hang Tuah, dan Hikayat-hikayat raja Pasai.
 Babad yaitu kisah sejarah yang terkadang memuat istilah-istilah raja suatu kerajaan
Islam. Contoh babad tanah Jawi
 Syair yaitu karya sastra yang berupa sajak dan terdiri dari empat baris. Contoh Syair
Abdul Malik, Syair Burung Pingai.
1. Seni pertunjukan, misalnya saja Sekaten dan Wayang
2. Seni busana seperti sarung, baju koko, kopiah, kerudung dan jilbab.
Sistem kalender
Pada masa Sultan Agung (Raja Mataram) terjadi akulturasi antara kalender Hijriyah
dengan Saka. Kalender tersebut berlaku tanggal 8 Juli 1633 atau tanggal 1 suro 1555 (1
Muharram = 1403 Hijriyah) untuk kemudian disebut tahun jawa.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Bahwa kepercayaan yang ada sudah ada sejak Zaman Pra Sejarah, tapi masih dalam
bentuk Animisme, Dinamisme belum dalam bentuk Agama karena pola pikir yang belum
berkembang. Tapi seiring dengan berkembangnya akal pikiran manusia dan berkembang
Ilmu Filsafat maka berubahlah menjadi Agama yang masih dapat kita rasakan sampai saat ini.
Ada beberapa agama di Sumatera Selatan yaitu ; Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu
Cu, yang berkembang hingga saat ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Utommo. Bambang. Budi. Cheng Ho Diplomasi Kebudayaanya Di Palembang.

Palembang 2008

Novita, Aryandini, Berita Penelitian Arkeologi. Palembang 2007

http://gurumuda.com/bse/search/animisme+dinamisme+totemisme

17

Anda mungkin juga menyukai