Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FILSAFAT DAN LOGIKA

DISUSUN OLEH : 
KELOMPOK 13
KELAS B

Rahma Amelia           NIM : 221301028


Asnita Ramadani Situmorang NIM : 221301036
Febian Untari NIM : 221301094
Nabilla Khanza Muzar NIM : 221301110
Hibrizi Ataya Hasibuan NIM : 221301195

Dosen Pengampu : Ika Sari Dewi S.Psi, M.Pd, Psikolog

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS PSIKOLOGI
MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya kami masih diberikan kesehatan sehingga tugas makalah kelompok 12
pada mata kuliah Biopsikologi dengan topik Sleep and Consciousness dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan pemenuhan tugas kelompok Mata Kuliah Biopsikologi
pada semester 1.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para dosen pada Mata Kuliah
Biopsikologi yang telah membimbing kami dalam mempelajari Ilmu Biopsikolog materi
Sleep And Consciousness sehingga disusun sebaik mungkin agar pembaca dapat lebih mudah
memahami dari isi makalah kami. Kami berharap makalah yang kami susun ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada pembaca tentang Sleep And Consciousness.

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kata
sempurna, banyak terdapat kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah, dan kami juga mengharapkan kritik serta saran dari pembaca guna untuk
penyempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca dapat
menambah pengetahuan dan wawasannya tentang ilmu pengetahuan.

Medan, 25  September 2022

Kelompok 13
Rania Stalsabila 221301023

Nabilla Khanza Muzar 221301110

Farhan Rizqy 221301187


BAB I
PEMBAHASAN
2.1 EMPIRISME KLASIK DAN MODERN

B. Ajaran-ajaran Pokok Empirisme

Istilah ‘empirisme’ berasal dari bahasa Yunani: empeiria, empeiros yang berarti
pengalaman (Bagus, 1996: 197). Dalam filsafat, istilah ini biasanya dipertentangkan dengan
rasionalisme. Empirisme adalah doktrin/pandangan yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan bersumber dari pengalaman. Semua ide-gagasan merupakan abstraksi dari
pengalaman. Karena itu, semua pengetahuan secara langsung atau tidak diturunkan dari data
indrawi (kecuali beberapa kebenaran logis dan matematis).

Empirisme menyatakan “neither geometry nor logic will tell you anything about the real
world. There is no magical way of going beyond the limits of what we can see, hear, taste,
smell, and touch” (Robinson Dave & Bill Mayblin, 2004: 15). Jadi, dalam pandangan kaum
empiris, rasio dengan sendirinya tidak dapat memberi kita pengetahuan tentang realitas, tanpa
merujuk pada pengalaman indrawi (karena bahan yang diberikan indra merupakan bangunan
dasar (fundasi) bagi seluruh ilmu pengetahuan ).

Adapun ajaran-ajaran pokok empirisme tersebut dapat diringkas sebagai berikut :

1. Empirisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman (Yunani: emperia;


Latin: experentia)
2. Empirisme amat menekankan pada metode empiris-eksperimental.
3. Empirisme menggunakan penalaran induktif.

C. Aristoles

Aristoles (284-325 SM) adalah generasi akhir dari filsuf-filsuf Yunani.


Semasa hidup, Aristoles telah banyak meninggalkan tulisan. Adapun tulisan-tulisannya
(karya-karya) tersebut antara lain berkaitan dengan metafisika, politik, biologi, pengetahuan,
estetika, logika, dan lain-lain. Dari segi pengaruh, Aristoteles, yang pernah mendirikan pusat
penelitian dan Pendidikan Bernama lyceum, termasuk filsuf yang paling banyak memberi
pengaruh bagi orang-orang sesudahnya (hamper selama 2000 tahun)—tak hanya dari
kalangan filsuf atau pemikir, namun juga untuk kalangan ilmuwan dan para teolog. Tak salah
kemudian bila Michael H. Hart, misalnya, dalam bukunya “Seratus Tokoh yang Paling
Berpengaruh dalam Sejarah” , menempatkan Aristoteles, yang pernah menjadi guru
Aleksander Agung ini, sebagai salah satu tokoh di antara tokoh-tokoh yang berpengaruh
dalam sejarah umat manusia (Hart, 1987: 101)—adapun nama-nama lain dari kalangan filsuf
yang ditempatkan oleh Harts sebagai orang-orang yang termasuk dalam tokoh paling
berpengaruh tersebut seperti Plato, Karl Marx, Rene Descartes dan beberapa nama lainnya.

Aristoles, awalnya, mengikuti filsafat Plato, namun akhirnya ia bergerak dan menemukan
jalan filsafatnya sendiri. Pandangan-pandangan amat berbeda dengan Plato. Ajaran Plato
yang ditolak Aristoles seperti ajaran Plato tentang konsep (Idea) atau bentuk-bentuk abadi.
Sebagai gantinya, Aristoteles menyusun gambaran dunia sebagai organisme yang hidup, yang
berkembang seperti embrio mengarah pada tujuan tertentu (Davies, 2001). Dua filsuf Yunani
ini juga berbeda dalam pandangan tentang pengetahuan. Bila bagi gurunya pengetahuan
(episteme) diperoleh melalui jalan rasio, Aristoteles lebih mengutamakan
pengamatan/pengalaman (meskipun perlu dicatat ini bukan berarti Aristoteles mengabaikan
peran rasio). Dalam soal pandangannya yang berbeda dengan gurunya itu, Aristoteles pernah
menyatakan, “Aku mencintai Plato, tetapi kebenaran lebih kucintai.”

Sebelum Aristoteles, Democritus (460-360 SM) telah mengemukakan gagasan bahwa


pengetahuan bersumber dari pengamatan. Democritus mengemukakan bahwa pengetahuan
bersumber dari persepsi. Democritus adalah filsuf yang pemikirannya disebut materialisme
atomik, mekanis, determinis, reduksionis, dan realis representatif. Democritus membatasi
realitas hanya pada materi atau atom-atom (reduksionis), di mana realitas itu bergerak atas
dasar aturan-aturannya sendiri (determinisme, mekanisme). Adapun pandangan Aristoteles
tentu lebih maju. Sebagai filsuf yang berpandangan bahwa pengetahuan bersumber dari
pengamatan, Aristoteles tak segan-segan melakukan studi atau penelitian atau observasi.
Berikut diskemakan metode empiris Aristoteles (Hunnex,2004: 100).
D. Roger Bacon

Roger Bacon adalah pemikir terbesar zaman Skolastik, karena ia yang pertama dengan
tegas mengemukakan perlunya eksperimen untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
perlunya ilmu pengetahuan bagi kemajuan. Ia belajar di Universitas Oxford dan Universitas
Paris. Ia ahli dalam bidang ilmu alam, alkemi, dan filsafat. Ia membaca pemikiran Aristoteles
dari terjemahan Arab ke latin. (Pada abad ke-10 M sampai abad ke-13 M Universitas Islam
Kordova merupakan pusat ilmu pengetahuan yang sinarnya memancar sampai ke Eropa.
Metode eksperimen dalam fisika dan kimia yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim
telah memberikan kemungkinan bagi ilmuwan Islam untuk melepaskan diri dari sekadar
mengikuti pemikiran filsuf Yunani. Era Skolatitisme membawa cara berpikir empiris-
eksperimental itu berpindah ke universitas-universitas di Eropa. Roger Bacon termasuk
pemikir yang banyak belajar dari pemikir-pemikir Islam dan ia sangat terpengaruh oleh
kemajuan dunia Islam waktu itu).

Bacon dianggap salah seorang tokoh besar yang membangunkan Eropa dari masa
Kegelapan dan melahirkan Renaisans. Meskipun dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Islam,

1
namun Bacon memisahkan iman dan nilai-nilai moral dari metode eksperimental. Dengan
demikian, Bacon melakukan pemisahan permasalahan etika dengan epistermologi
(maksudnya, pemisahan ilmu pengetahuan dengan moral) (baca Roger Graudi, “Filsafat
Barat Abad Ini”, dalam buku Pengetahuan Modern dalam Islam, Ed, Khozin Affandi,
1995:39-63). Pandangan serupa inilah kemudian yang mengantar misalnya August Comte
pada filsafat positivismenya.

Ibn Al-Haytham yang di Barat dikenal dengan Alhazen (965-1038) adalah ilmuwan
Muslim yang sangat terkenal baik di kalangan Muslim maupun di kalanfan sarjana Barat.
Karyanya tidak kurang dari 200 buah yang terdiri dari : matematika, fisika, astronomi,
kedokteran, optik, serta komentar-komentar atas filsafat Aristoteles dan Galen. Bukunya yang
terkenal adalah kitab Al-Manadhir yang menbahas hasil penelitiannya tentang optik dan
sinar. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Optical Thesaurus dan
diterbitkan di Barat sampai abad ke-16. Buku inilah yang memengaruhi Keppler dalam
melakukan penelitian tentang astronomi. Ia membuat optik dan kaca cekung dengan peralatan
semacam bubut untuk membantunya melakukan penelitian. Sayangnya oleh penguasa dan
tokoh-tokoh gereja ia dianggap berpikir terlalu bebas dan sering menyerang tokoh gereja dan
penguasa waktu itu yang dianggapnya bodoh. Ia dengan tegas mengemukakan bahwa Barat
bisa belajar dari orang asing (maksudnya dunia Islam). Akibat pemikiran dan tingkah-
lakunya yang dianggap radikal itu ia dimasukkan ke dalam penjara selama 14 tahun.

Bacon menulis berbagai bidang ilmiah : geografi , alkemi ( kimia ) , dan matematika . Di
dalam salah satu karyanya , " Opus Magnus " la mengemukakan ada empat sebab yang
menimbulkan kebodohan yakni :

1. Mengandalkan otoritas yang tidak tepat .


2. Pengaruh yang tidak pas dari adat-kebiasaan ( kebudayaan ) .
3. Pendapat massa yang tidak terpelajar .
4. Pamer kebijaksanaan yang sesungguhnya cuma untuk menutupi kebo dohan
(Osborne , 20001 : 52 ) .

E. Francis Bacon

Francis Bacon (1561-1628 ) dikenal sebagai Bapak Metode Induktif ( empiris -


eksperimental ) .² Ia belajar di Cambridge dalam usia yang sangat muda . Setelah kuliah , ia
menjadi diplomat , kemudian menjadi anggota parlemen . Pada usia 40 tahun , ia mulai
menulis filsafat. Ia mendapat gelar bangsawan dan pernah memberi kuliah tentang Aristoteles
di Universitas Paris .

Bacon menulis buku tentang metode empiris - eksperimental yang berjudul Novum
Organum3 (1620) (Alat/ Metode Baru ) yang ia maksudkan sebagai penolakan terhadap
metode logika deduktif Aristoteles . Bacon juga menginginkan rekonstruksi menyeluruh
bidang seni , pengalaman dan ilmu pengetahuan manusia dengan menggunakan metode
empiris - eksperimental .
2
Bacon menekankan nilai pragmatis / instrumental ilmu pengetahuan, dan untuk gagasan
ini ia belajar banyak dari ilmuwan dunia Islam. Ia mempelajari dengan saksama terjemahan
karya Ibn Al - Haytham tentang ilmu optik yang ilmu ini dimanfaatkan untuk mempelajari
benda-benda ruang angkasa. Ibn Al - Haytham adalah sarjana Muslim besar yang
memberikan kuliah tentang optik di Universitas Cordova. Kesalahan Bacon yang berdampak
besar pada akhir abad ke- 20 ini adalah memisahkan nilai-nilai moral dan religius dari dunia
ilmiah

(Graudy,1995 :45) . Pada masa Renaisans mulailah terjadi pemisahan antara ilmu
pengetahuan dengan nilai - nilai moral dan religius .

3
Bacon , seorang tokoh yang dipengaruhi Ibnu Rusyd , menekankan pentingnya metode
baru (Novum Organum ) , yaitu metode eksperimen untuk pengembangan ilmu pengetahuan .
Ia menulis buku Novum Organum (1620), The Advancement of Learning dan The New
Atlantis . Bacon juga telah mengemukakan peran ilmu pengetahuan untuk menciptakan
kemajuan dan kemakmuran bagi umat manusia . Bagi Bacon , ilmu pengetahuan adalah
kekuasaan / kekuatan ( knowledge is power,Nam et ipsa scientia potestes est) . Bacon
berpendapat bahwa Tuhan telah menciptakan alam secara rasional, sehingga gejala-gejala
alam dapat dijelaskan berdasarkan pengalarnan (ingat Pythagoras yang menyatakan bahwa
bilangan sebagai arkhe alam semesta).

Karya Bacon lainnya, Advancement of Learning (1605), menandai pandangan Bacon


ihwal berakhirnya model (paradigma) ilmiah lama dan awal paradigma ilmiah baru. Ia
menerapkan metode ilmiah itu dalam penelitian-penelitiannya bahkan ia meninggal akibat
penelitiannya, yakni tentang akibat hawa dingin pada ayam. (Ia mengajukan hipotesis bahwa
"hawa dingin (es) dapat menghambat pembusukan”. Untuk membuktikan hipotesisnya ini, ia
keluar rumah untuk mencari es/salju untuk dimasukkan pada ayam yang dipotongnya. Gara-
gara itu, ia terserang flu berat dan penyakit itu membawanya pada kematian.

Ini lantaran, ia lalai untuk memperhitungkan bahwa es atau hawa dingin di samping dapat
menghambat pembusukan juga dapat menimbulkan penyakit dan kematian pada manusia).
Adapun metode empiris-eksperimental Bacon dapat dirumuskan dalam

empat prinsip kerja:

1. Observing (pengamatan).

2. Measuring (pengukuran).

3. Explaining (penjelasan).

4. Verifying (tes ulang benar-tidaknya) (Anshari, 1987: 61).

Di samping tahapan metode eksperimen, Bacon juga mengemukakan

beberapa "idola berpikir" yang mesti dihindari (karena ini menghalangi

seseorang untuk berpikir jernih dan objektif) (bandingkan dengan empat

sebab yang menyebabkan kebodohan Roger Bacon), yaitu:

1. Idola Tribus (idola prasangka yang dibentuk tradisi, kesukuan):

kecenderungan untuk menerima apa yang diberikan oleh tradisi kita

(agama, adat, nilai-nilai) tanpa sikap kritis. Memberikan stigma terhadap

suku tertentu merupakan kecenderungan untuk menarik kesimpulan

tanpa dukungan fakta yang cukup, ini misalnya merupakan akibat

keterperangkapan kita pada idola tribus itu. Sering kali kita terperangkap

dengan stereotip, misalnya: suku/orang Tionghoa adalah pebisnis

ulung yang menghalalkan semua cara untuk mendapatkan uang; suku

Jawa halus dan sopan; suku Batak keras, dan lain-lain. Stereotip yang
dilekatkan pada suku ini cenderung mengabaikan adanya keunikan atau

________________________

4
Bacon tidak hanya mengemukakan bagaimana cara (metode) ilmu pengetahuan untuk
memahami alam,akan tetapi juga tujuan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk kekuasaan. Ia

menunjukkan tiga contoh penemuan besar di masanya: pertama, gun power (mesiu) dan
senjata

(untuk memenangkan perang), kedua, penemuan kompas yang memungkinkan negara-negara


Barat menemukan benua baru dan kemudian muncul kolonisasi, dan ketiga, penemuan mesin

cetak sehingga penyebaran Informasi/ilmu pengetahuan lebih merata .(bandingkan dengan

abad Informasi sekarang ini).

perbedaan antara individu. Logika penyeragaman ini kerap menjebak atau

menjadi perangkap bagi kita untuk menarik kesimpulan secara benar.

2. Idola Specus (prasangka individu): yang menyebabkan seseorang terkurung


dalam "gua" (sudut pandangnya) sendiri disebabkan oleh adanya

prasangka pribadi, sehingga seseorang cenderung menarik kesimpulan

sendiri sesuai dengan selera sendiri.

3. Idola Fori (idola pasar): seseorang yang cepat dipengaruhi orang-orang


yang bicara (pandangan massa). Boleh dikatakan pandangan massa sering

sekali berbeda dengan realitas yang sesungguhnya dan karenanya sering

kali menjadi hambatan bagi pemahaman rasional.

4. Idola Theatri (idola panggung): prasangka pemikiran atau teori dogmatis.


Pemikiran dogmatis sering kali memperdaya seseorang, sehingga

berakibat menumpulkan daya berpikir kritis.

Pemikiran Bacon sangat memengaruhi tradisi empirisme Inggris (Hobbes,Locke) serta


pemikir Pencerahan Prancis, seperti Antoine Destutt de Tracy (1797), yang akhirnya
menghasilkan konsep ideologi, yang ia kemukakan dalam buku Elements d'ideologie yang
ditulis antara tahun 1801 dan 1815. (de Tracy mengemukakan perlunya ilmu pengetahuan
baru yang disebutnya dengan 'idealogy' sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan (sains).
Ilmu

baru yang disebutnya ideologi sesungguhnya adalah empirisme, karena ilmu baru itu
didasarkan atas sensasi terhadap fenomena fisik. Ilmu baru itu sebagai upaya untuk menolak
ide bawaan (innate ideas), menolak prasangka agama, dan metafisika. Ideologi sebagai ilmu
yang melihat asal-usul pikiran sesungguhnya sebagai upaya untuk memperteguh landasan
ilmu pengetahuan empiris yang dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya masyarakat yang adil
dan damai yang dicita-citakan (David Mcellan, 2005). Pandangan ideologi de Tracy berbeda
jauh dengan pandangan tokoh mazhab Frankfurt yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
modern (positivisme) jatuh menjadi ideologi, bahkan menjadi mitos ketika kaum positivisme
ilmiah itu tidak lagi terbuka terhadap kritik dengan menganggap pandangannya saja yang
benar).

F. Thomas Hobbes

Bagi Hobbes (1588-1679) pikiran adalah fungsi tubuh (otak), sedangkan pikiran (nalar)
adalah produk sensasi./ Pandangan ini jelas berbedadengan pandangan Rene Descartes.
Hobbes menerima pandangan dunia ilmiah deterministik, dan sangat terkesan dengan
tuntutan objektivitas dan kepastian ilmu pengetahuan (seperti kepastian matematik).
(Kaum empirisme Renaisans dan Pencerahan menjadikan geometri Euclides sebagai titik-
tolak untuk menyusun model-model semesta yang sepenuhnya mekanistik). Setelah
mengunjungi Galileo ke Italia, Bacon semakin percaya bahwa seluruh alam fisik dapat
dijelaskan oleh sains baru tentang gerak. Ia lebih jauh justru percaya bahwa manusia pun
dapat dijelaskan berdasarkan prinsip sistem dinamisme (determinisme) alam. Misalnya,
sistem kerja akal budi dan emosi dapat dijelaskan berdasarkan Gerakan darah ke jantung.
Hobbes melihat alam dan manusia sebagai atom-atom yang bergerak secara pasti (mekanis),
meskipun hukum mekanis pada manusia lebih rumit daripada alam, sehingga perhitungan
tentangnya jauh lebih rumit pula (ini kemudian menjadi perdebatan ilmu alam dan ilmu
humaniora).

Hobbes juga berbicara tentang filsafat politik. Hobbes ingin membangun filsafat politik yang
dapat membantu menciptakan negara yang aman dan

_____________________

Hobbes juga memberi sumbangan pemikiran tentang sosial-politik. Ia menulis buku

Leviathan (1651) yang menjelaskan pandangannya tentang kehidupan manusia di mana di


dalam mitos tentang binatang laut raksasa yang buas, yang siap setiap saat menerkam
mangsanya. kodratnya manusia bersifat "terpencil, miskin, kejam, memiliki sifat
kebinatangan. Leviatan adalah Negara diibaratkan seperti Leviatan di mana kepala
negara/raja setiap saat akan memangsa orang-orang yang dianggap berbahaya bagi negara
(kerajaan). Otoritas (kekuasaan mutlak). Kepala negara dianggap sebagai penjamin tidak
munculnya pertikaian dan kehancuran negara.

Hobbes, demi keutuhan negara, tampak mengabaikan pandangannya sendiri yang mengakui
bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan setara. Meskipun selalu ditemukan bahwa ada
individu yang lebih kuat secara fisik dan lebih tajam pemikirannya dari orang lain, akan
tetapi adil. Ia mencoba menciptakan dalil-dalil dasar yang pasti (model matematika) untuk
membangun masyarakat yang aman itu. Untuk itu, bagi Hobbes masyarakat harus dilihat
sebagai arloji, tidak memiliki kebebasan dan tidak bertindak menurut akal budinya,
melainkan menurut mekanisme psikis yang ada di dalam dirinya (bandingkan dengan Freud).
Karena manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu dan persaingan, bagi Hobbes, maka negara
haruslah seperti Leviatan dengan kekuasaan mutlak dan menakutkan sehingga setiap warga
negara tunduk pada kehendak negara.

G. John Locke

Di bidang filsafat ilmu pengetahuan, John Locke (1632-1704) dikenal sebagai

salah seorang peletak dasar empirisme, la belajar kedokteran dan kimia di Oxford.

Ia terpengaruh oleh pandangan keilmiahan Newton dan filsafat Descartes. Setelah

membaca tulisan Descartes, ia tertarik pada filsafat tetapi justru mengambil jalan

yang berbeda dengan mengkritik pandangan rasionalisme Descartes.

______________________

ketika mereka berkumpul bersama, perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya

tidak seperti ketika individu berpikir tentang kelebihan dirinya. Kalaupun seseorang memiliki

kekuatan fisik, si lemah juga memiliki kekuatan untuk membunuh si kuat, entah melalui
intrik rahasia atau persekongkolan dengan pihak lain, sehingga semua memiliki bahaya yang
sama

(Leviatan, 1651). Persaingan juga tidak terhindarkan dalam hubungan antara negara/bangsa,

karena itu perlu otoritas sentral dan kekuatan persenjataan. Bagi Hobbes, pertentangan hanya

bisa diselesaikan melalui paksaan (force), bukan melalui hukurn atau hati nurani.

7
Locke adalah pemikir demokrasi yang menolak pandangan Hobbes bahwa manusia itu

menjadi serigala bagi yang lain. Hakikat negara, menurut Locke, adalah suatu perdamaian,

kemauan baik (good will), kerja sama dan saling bantu memelihara hubungan. Setiap orang

barus melindungi hak sendiri serta kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Timbulnya
masyarakat (negara) adalah untuk melindungi hak milik dan hak-hak lain yang tidak
diciptakan

masyarakat. Hak dan kewajiban moral adalah insting yang ada sebelum ada hukum. Hukum

yang muncul kemudian wajib melindungi apa yang secara moral dan alamiah benar (Sabine,

1992-173-177). Milik pribadi berkaitan dengan kerja, dan milik pribadi harus dilindungi
negara. Pandangan Locke ini menjadi dasar bagi teori kerja dalam ekonomi klasik dan
sosialisme.

Locke mengemukakan penolakannya pada legitimasi religius tradisional para raja-raja. Ia

mengemukakan bahwa tidak ada hak ilahi bagi para raja untuk memerintah, sebab Allah tidak

meletakkan seseorang lebih tinggi di atas orang lain. Dalam Treatise-nya yang kedua ia
menyerang Thomas Hobbes dengan mengemukakan interpretasi liberal mengenai keadaan
kodrati manusia. Bila Hobbes menyatakan manusia sebagai serigala bagi manusia lain, Locke
justru mengemukakan, "manusia itu bebas dan di dalam keadaan alami semua orang sama"
(Osborne, 2001: 88).

Menurut Locke manusia mengerti hukum moral, baik dalam keadaan alamiah (kodrati)

sekalipun. Akal-budi merupakan hukum yang mengajarkan semua orang tentang kebebasan
dan persamaannya. Yang mengajarkan bahwa tidak ada seorang pun boleh merugikan orang
lain di dalam kehidupan, kesehatan, kebebasan atau profesinya. Prinsip hak asasi yang
terkenal yang berasal dari kontrak sosial Locke adalah pandangannya bahwa raja, hukum dan
masyarakat sipil harus taat pada suatu kontrak sosial, agar manusia dapat menikmati hak-
haknya yang telah diberikan Tuhan dan tidak boleh dirampas orang lain. Hak-hak itu adalah:
1) hak atas hidup; 2)hak atas kebebasan; 3) hak atas milik dan; 4) hak untuk memberontak
melawan penguasa dan hukum yang tidak adil. Pemikiran Locke tentang masalah sosial-
politik sangat menarik dan kelak memengaruhi Thomas Jefferson yang mengembangkan
gagasan Locke bagi konstitusi Amerika.

Sehubungan dengan masalah filsafat ilmu pengetahuan yang menjadi fokus kita dalam
membicarakan Locke di sini dapat ditelusuri melalui bukunya yang terkenal, yakni Essay
Concerning Human Understanding, yang ia tulis kala ia sudah berumur 58 tahun (Osborne,
2001:81, Norton & Robert Hendry, 1994: 60-63) Locke seorang empiris radikal yang
membenci metafisika, dan ini ditunjukkan dari suratnya pada seorang temannya yang
mengkritik Leibniz: "Kamu dan saya sama-sama sudah muak dengan permainan seperti ini” .
Maksudnya ia menolak idealisme dan metafisika model Leibniz dan Plato. Ia tidak
menyetujui teori universal, dunia ide dan ide-ide (pengetahuan) bawaan seperti dikemukakan
Plato.

Dari tahun 1674 sampai tahun 1679 Locke berada di Prancis dan membaca karya
Descartes. Locke menolak gagasan Descartes mengenai ide dan pengetahuan bawaan.
Dengan menyatakan, segala sesuatu yang ada pada pikiran kita, menurut Locke berasal dari
pengalaman indrawi (teori tabularasa). Kita lahir seperti kertas putih dan pengalaman
indrawilah yang mengisi otak (pikiran) itu (Raeper, 2000).

Semua ide, menurut Locke, berasal dari pengalaman, dan ide itu terdiri dari dua macam:

1. Ide-ide berasal dari pengalaman lahiriah atau eksternal (external sensation), seperti:
penglihatan, pendengaran, sentuhan/rabaan, penciuman, atau rasa yang masuk ke otak
melalui rangsangan pengamatan dunia eksternal. Dalam proses pengamatan, akal-budi kita
menurut Locke bersifat pasif, dan hanya menerima rangsangan dunia luar apa adanya
(bandingkan dengan: atomic fact dan copy theory dari Russell dan Witgenstein I, dan
Mirror of nature dari Richard Rorty).

2. Ide yang berasal dari pengalaman batin atau internal (internal sense atau reflexion); bila
pengalaman lahir memberi informasi tentang dunia eksternal, maka pengalaman batin
memberi informasi tentang dunia dalam (jiwa). Informasi yang dihasilkan adalah hasil
aktivitas pemikiran dunia(refleksi) atas ide-ide kompleks.
Terkait dengan pengalaman eksternal, pengalaman eksternal tersusun dari sifat-sifat yang
berhubungan dengan res-extensa: 'keluasan', 'bentuk', jumlah', 'gerak' (data yang
terkuantifikasi). Sementara itu, pengalaman batin (reflexion) berupa aktivitas batin seperti:

'membandingkan', 'menghendaki', 'mengevaluasi', 'mengingat', 'menggabungkan',


'memutuskan', dan lain-lain.

Isi otak kita, menurut Locke, terdiri dari ide-ide. Ide-ide itu terdiri

simple ideas' dan 'complex ideas.' Gagasan sederhana (simple ideas) berasal dari pengalaman
langsung sedangkan gagasan kompleks (complex ideas) merupakan hubungan-hubungan dari
ide-ide tunggal/gagasan-gagasan simpel itu. Gagasan kompleks itu, misalnya 'sebab', 'relasi',
dan 'syarat'. Mereka tidak diamati secara langsung, akan tetapi kita rumuskan dengan
mengombinasikan ide-ide tunggal.

Lalu apa yang menghubungkan antara ide dan objeknya? Hubungan antara objek dengan
ide dikarenakan objek-objek memiliki kualitas-kualitas (primer dan sekunder) yang
menghasilkan ide-ide dalam otak (pikiran) kita. Terkait dengan kualitas primer dan kualitas
sekunder, kualitas primer benar-benarada dalam objeknya sendiri' sedangkan kualitas
sekunder berada dalam otak(pikiran) kita. Misalnya kualitas primer berhubungan dengan
keterukuran

objek (misalnya apel: beratnya, kerasnya, volumenya) sedangkan warnanya

adalah kualitas sekunder.

Bila kita perhatikan pernyataan Locke bahwa "semua ide datang dari

sensasi dan refleksi", maka dapat ditafsirkan bahwa suatu 'ide' hanya merupakan suatu
"gambaran mental" atau suatu pengertian yang ditarik dari pengalaman. Maksudnya, yang
kita tangkap melalui sensasi adalah 'ide' dan bukan bendanya. 'Sensasi' berarti memersepsi
melalui indra sedangkan refleksi' muncul mengikuti sensasi. Locke menyatakan bahwa tanpa
mata tidak akan ada warna, tanpa telinga tidak akan ada suara, tanpa hidung tidak akan ada
bau. Jadi, sifat-sifat yang kita tangkap harus disatukan di dalam substansi material (objek),
karena itu materi harus ada. Pada Locke dimungkinkan untuk mengetahui "diri" melalui
observasi. Kita menangkap ide tapi bukan bendanya. Akibatnya ilmu pengetahuan pada
akhirnya ternyata

didasarkan pada keyakinan atau dugaan. Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan
didasarkan pada persepsi yang saling bersinggungan. Jadi, persepsi diandaikan sama pada
setiap orang dan tidak menipu kita sebagaimana dikemukakan Plato dan Descartes.

Locke percaya akan adanya tiga macam pengetahuan, yaitu:

1. Pengetahuan intuitif, yang melaluinya kita peroleh pengetahuan tentang


diri kita sendiri.

2. Pengetahuan demonstratif, yang melaluinya diperoleh pengetahuan


tentang Allah.

H. Isaac Newton

Newton (1643-1727) menemukan teori gravitasi dan perhitungan kalkulus


(matematis) pada benda jatuh dan optik. Newton (dan sejumlah ilmuwan empiris lainnya)
telah melakukan prinsip kerja ilmiah melalui pengamatan yang teliti, penyingkiran hal yang
tidak diperlukan, penyusunan teori spekulatif yang didasarkan atas fakta, pengukuran,
prediksi serta pengujian teori yang disandarkan atas perhitungan matematis (Santoso, 1977 :
75-277).

Newton mulai menuliskan gagasannya (pada buku Principia) karena kekhawatirannya


kalau filsuf dan ahli matematika Liebniz yang menemukan kalkulus mencuri gagasannya.
Alasan berikutnya, untuk menjawab pertanyaannya astronom dan anggota Royal Society,
Edmund Harley, yang menanyakan bagaimana bentuk dari sebuah planet yang diprediksi
memiliki daya tarik dari matahari. Dua tahun dihabiskan Newton di laboratorium untuk
menyelesaikan karya besarnya itu dengan menghabiskan semua tenaga dan pikirannya
sehingga teman-temannya mengkhawatirkan kesehatannya (LeGault, 2006 : 199).
Buku Newton, Principia (1687), telah menciptakan gambaran dunia mekanistik dan
sikap baru terhadap alam. Alam merupakan kenyataan yang dapat diukur dan hal ini
diperkuat dengan kemajuan manusia melakukan pengendalian teknis. Hal ini semua
dimungkinkan dengan penerapan metode ilmu-ilmu alam.

Pemikiran Newton ini sebagai lanjutan dan puncak pemikiran Galileo Galilei (1564-
1642) yang berupaya untuk menafsirkan dunia ini seluruhnya secara kuantitatif. Ia telah
mengemukakan penelitian untuk menghasilkan angka-angka yang terhitung menjadi teknik
utama dari ilmu tersebut. Ilmuwan diarahkan menjadi praktisi dalam bidang penelitian yang
menghasilkan pengetahuan pasti. Melalui persamaan berupa angka-angka, pengetahuan
tersebut memanifestasikan hukum atau pola yang ada dalam alam sehingga dapat digunakan
untuk memprediksi peristiwa “alam” lainnya. Newton (juga Galileo) menggantikan
pemikiran organik tentang alam menjadi pemikiran mekanistik tentang alam. Pemikiran
mekanistik ini menyempitkan realitas menjadi elemen-elemen dasar atau partikel (misalnya,
elektromagnetik dan gravitasi).

Adapun ilmuwan pengethuan modern yang didasarkan atas paradigma Newtonian


memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Alam semesta adalah sebuah mesin yang mengikuti hukum-hukum sebab akibat.
2. Ruang dan waktu adalah realitas yang objektif yang keberadaannya terlepas dari
pengamat.
3. Atom adalah unit terdasar dari materi.
4. Manusia seperti mesin, misalnya panas tubuh adalah akibat gelombang radio (energi).
5. Ilmu pengetahuan pada akhirnya dapat membawa pengetahuan yang sempurna
(objektif) tentang universum .

I. Berkeley

Berkeley (1685-1753) seorang berkebangsaan Irlandia-Inggris, belajar teologi di Dublin


dan menjadi Imam Anglikan. Hidupnya diisi sebagai seorang imam, dosen, dan
mengakhiri hidupnya sebagai Uskup di Clyne. Barkeley menyatakan bahwa semua
pengalaman tidaklah disebabkan objek-objek yang ada di luar kita, karena tidak ada apa-
apa di luar kesadaran kita. Pandangan Berkeley ini disebut imaterialisme, dengan
menyatakan yang ada adalah kesadaran. Pandangan ini kadang disebut juga
“spiritualisme”.

Kalau yang ada hanya kesadaran, lalu bagaimana dengan objek-objek eksternal?
Berkeley menyatakan, realitas eksternal (objek) hanya ada kalau kita persepsi. R. Knox
mengkritik pandnagan Barkeley ini dengan mempertanyakan : Apakah matahaaari tidak
ada kalau kita sedang tidur? Apakah batu tidak ada kalau kita sedang tidak melihatnya?
Barkeley menjawab, “Kursi ini ada karena saya memersepsinya dan bila saya
meninggalkan ruang dan kursi ini, kursi ini tetap ada karena Tuhan tetap memersepsinya,
Tuhan memersepsi semuanya termasuk akal-budi kita yang sedang memersepsi dan
dengan demikian menjamin semua eksistensi yang ada”.

Bertolak dari empirisme, Barkeley menyimpulkan, kita Cuma memiliki “ide-ide”


yang diperoleh melalui sensasi dan refleksi. Jika pandangan Barkeley ini diterima, maka
konsekuensinya adalah bahwa kita tidak pernah mengetahui objek yang sesungguhnya.
Barkeley membawa arah baru epistemologi dengan menekankan peran subjek (rasio)
yang besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Imaterialisme Barkeley sering ditaafsirkan sebagai penolakan yang naif atas dunia
fisis atau materi. Menurut Brouyer, penafsiran demikian merupakan kesalahpahaman
terhadap pemikiran Barkeley. Pernyataan “ada sejauh dipersepsi” yang dikemukakan
Barkeley, menurut Brouyer, bukanlah berarti bahwa dunia tidak dapat ada terlepas dari
pengamatnya,akan tetapi maksudnya, eksistensi objektif (realitas) tidak dapat direduksi
pada apa yang disebut ‘kualitas primer’ atau segala sesuatu yang teramati dan terukur
sebagaimana dikemukakan Locke. Menurut Barkeley, kualitas primer tidak boleh objektif
dari kualitas sekunder, baik bersifat indrawi ataupun bersifat afektif. Barkeley menolak
gagasan bahwa materi ada secara objektif dan terlepas dari pikiran sebagaimana dipahami
Lockr melalui konsep ‘kualitas primer’-nya. Jadi, realitas objek eksternal diakui ada,
tetapi semua itu berarti karena kita memrsepsinya. Jadi ada pertermuan antara persepsi
tentang objek dengan pikiran kita.

Barkeley membedakan antra “pengalaman tentang objek” dengan “objek” itu sendiri.
Pemikiran kita tentang objek misalnya disebabkan oleh kualitas pengalaman kita tentang
objek tersebut. Kualitas pengalaman seperti penciuman, penglihatan, dan rasa terkait
objek adalah sesuatu yang ada dalam pikiran. Karena itu, pengalaman kita tentang objek
eksternal adalah pengalaman sadar yang kita miliki. Dengan demikian, objek-objek
eksternal itu ada dan kita pahami sejauh ada dalam kesadaran kita. Jadi, objek eksternal
ditempatkan Barkeley di bawah pikiran.

Pemikiran Barkeley dapat disimpulkan : pengetahuan kita tentang objek-objek fisik


pasti terkait dengan pikiran kita dan kita tidak dapat menentukan seperti apa objek-objek
itu bila terlepas dari pikiran kita.

J. David Hume

David Hume (1711-1776) adalah toko empirisme terkemuka. Pemikirannya disebut


sebagai puncak empirisme modern. Ia lahir dekat Eidinburg, Scotlandia. Hume belajar
hukum, sastra, filsafat, dan bekerja sebagai diplomat di Inggris, Prancis, Austria, dan
Italia. Sewaktu Hume tinggal di Paris ia bertemu dengan Jean-Jacques Rousseau. Hume
seorang yang berupaya keras untuk terkenal melalui pemikiran dan tulisannya. Buku,
Treatise of Human Nature, sedikit dibaca dan dipahami di masanya. Karena itu, Hume
menyatakan, “Buku ini sudah mati sejak masih di percetakan”.

Hume mengemukakan pandangannya salah satunya lewat bukunya Treatise of


Human Nature, yang ia tulis semasa ia masih berumur 26 tahun. Buku ini terdiri dari tiga
bagian : (1) Membahas problem epistemologi, (2) Membahas masalah emosi, (3)
Membahas prinsip-prinsip moral.

Untuk menolak pandangan tentang sumber pengetahuan yang telah dibicarakan kaum
empiris dan rasionalis, Hume menyatakan bahwa sumber pengetahuan hanya stu, yaitu
persepsi pancaindra. Hume berusaha meruntuhkan filsafat lama yang berpendapat bahwa
ada 2 sumber pengetahuan. Palto dan Descartes menggangap bahwa rasio adalah sebagai
sumber pengetahuan tingkat tinggi yang dalam istilah plato disebut epsteme. Episteme
(pengetahuan yang tidak berubah) bersumber dari rasio atau penalaran deduktif sebagai
dasrnya untuk memperoleh pengetahuan yang pasti mengenai dunia idea. Bagi Plato
pengetahuan yang bersumber dari empiri adalah pengetahuan yang rendah, sementara
bagi Decrastes, sebagai pegetahuan yang membingungkan. Bagi Decrates pengeteahuan
yang pasti harus bersumber dari gagasan yang jelas dan terpilah. Serta, kejelasana dan
kejernihan ide menjadi kriteria kepastian dan kebenaran ilmu penegtahuan (Lavine,
2002 : 140). Jadi, bagi Plato dan Decrates, ada dua jenis pengetahuan yaitu pengetahuan
biasa yang bersumber dari pengalaman pancaindra dan pengetahuan rasional yang
mengatasi pengetahuan tingkat pertama (ide).

Hume menolak keduanya dengan mengemukakan, pengetahuan yang dicapai melaluo


rasio tentang dunia idea seperti yang dikemukakan Plato adalah ilusi, kebohongan (anti
metafisika). Metafisika seperti yang diakui oleh Plato, Descatres, atau Thomas Aquinas,
bagi Hume adalah suatu “kesombongan yang gegabah” atau “keluguan takhayul” dari
orang-orang yang meyakininya. Hume mengemukakan bahwa kita tidak akan pernah tahu
alam realitas yang sebenarnya. Menurut Hume, gagasan-gagasan yang kita peroleh adalah
gambaran kesan-kesan pengalaman indrawi yang tinggal dalam pemikiran, penalaran, dan
pengingatan kita. Ketika kita berada di kamar tidur umpamanya, maka yang kita lihat
adalah sensasi tentan ukuran (panjang, lebar, tinggi, volume, dan berat) dari meja, kursi,
buku, lampu, dan lain-lain. Kita disini memperoleh kesan mengenai kamar tidur. Hume
mengemukakan : “Ketika aku menutup mataku dan memikirkan kamarku, gagasan yang
kubentuk merupakan representasi kesan yang kurasakan dan tidak ada sesuatupun yang
tidak berkaitan bahkan gagasan dan kesan selalu berkaitan satu sama lain”. (Lavin, 2002 :
143).

Hume membedakan antara dua macam persepsi : Impression dan Ideas. Kesan
adalag persepsi indrawi yang masuk ke akal-budi, kesan ini bersifat kuat dan hidup.
Sementara ide merupakan gambaran yang kabur dari kesan dalam pemikiran kita. Jadi,
ada kaitan antara kesan dengan ide kita. Setiap persepsi menghasilkan kesan, dan kesan
itu menghasilkan ide-ide.

Pemikiran Hume merupakan penantangan terhadap rasionalisme, terutama tentang


gagasan ide-ide bawaan yang selalu dijadikan landasan ontologis bagi kaum rasionalis
dalam memahami dunia sebagai satu kesatuan yang berinterelasi. Hume juga menolak
empirsme (Locke dan Barkeley) dengan mengakui adanya keterbatasan merode empiris
itu. Hume mengemukakan bahwa sleuruh ilmu pengetahuan berkaitan dengan hakikat
manusia. Bahkan, ia menggap bahwa pengetahuan tentang manusia merupakan pusat
seluruh ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, ia beranggapan bahwa metode ilmu-ilmu
alam (eksperimen) adalah metode yang paling tepat untuk ilmu pengetahuan tentang
manusia karena metode ini telah dibuktikan keberhasilannya dalam ilmu-ilmu alam
(Copleston, 1959).
Hume mencoret “subjek” atau “aku” sebagai pusat pengalaman, pusat kesadaran,
pemikiran, perasaan dengan menyatakan bahwa itu semua hanya rangkaian “kesan-kesan”
(impressions) saja. Impresi itu juga merupakan bahan dasaar dimana isi ilmu pengetahuan
kita susun. Pikiran kita hanya sisa-sisa (jejak-jejak) pengalaman indrawi yang
menghasilkan kesan-kesan. Dari kesan-kesan itu, disusun connexion dan associations
oleh keaktifan kehendak kita. Jadi, ilmu penegtahuan itu hanyalah gagasan yang kita
kaitkan melalui hukum penggabungan gagasan.

Bagi Hume, hukum kausalitas juga bukan fenomena yanng kita tarik dari pengamatan
kita secara langsung. Jika kita melemparkan batu ke kaca dan kaca pecah, maka yang
terjadi sesungguhnya adalah rangkaian peristiwa yaitu batu kita ambil, kita lemparka, dan
batu melayang lalu kaca pecah. Jika setelah berpuluh tahun kita melihat matahari terbit di
timur dan terbenam di barat, maka utu bukan gejala kausalitas tetapi dalam pandagan
Hume rangkaian peristiwa yang memang sudah semestinya berjalan begitu.

Jadi, emnrutu Hume, apa yang kita sebut kausalitas itu bukanlah sebab-akibat yang
sesungguhnya karena yang kita sebut sebab-akibat juga adalah rangkaian peristiwa saja,
dan bukan kausalitas. Kita tidak pernah tahu alam atau realitas yang sebenarnya, kita
tidak pernah tahu apa yang menyebabkan pengindraan kita, kita tidak pernah tahu sifat
sejadi ebnda-benda, dan mengapa benda tersebut seperti itu. Rasio tidak pernah mampu
menyingkapkan rahasia alam, tujuan atau rencana dunia karena itu berada di luar
jangkauan pengamatan kita.

K. Immanuel Kant

Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah seorang filsuf zaman Pencerahan (abad ke-
18) yang terkemuka. Pada tahun 1775 Kant menjadi dosen di Universitas Konigsberg,
kemudian menjadi profesor logika dan metafisika. Tulisan Kant yang pertama
mepertanyakan apa yang dimaksud dengan zaman pencerahan. Kant memberikan
pengertian pencerahan sebagai “bangkitnya manusia dari ketidakdewasaan yang
ditimbulkannya sendiri”. Pencerahan adalah masa lepas dari kanak-kanan atau
ketidakdewasaan yang mengandalkan otoritas eksternal dan mengabaikan kemampuan
berpikir sendiri.

Kant menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman, namu tidak
dapat direduksi pada apa yang kita alami. Pengetahuan kita hanya mengenai penampakan
atau fenomena dan bukan mengenai realitas apa adanya karena berdasarkan prinsip
empiris, tidak ada sesuatu yang dapat kita ketahui tanpa mengalaminya. Beikut beberapa
bagian dari pemikiran Kant, terutama yang terkait dengan epistemologi.

1. Konstruktivisme Kant

2. Das Sing an Sich dan Bentuk A Priori

3. Ruang dan Waktu

4. Kategori-kategori Rasio

5. Idea-idea Akal-Budi

6. Fenomena dan Noumena

7. Kematian Metafisika

L. Pragmatisisme sebagai Empirisme Radikal

Istilah empirisme radikal dikemukakan oleh William James (1842-1910), salah


seorang tokoh pragmatisme Amerika untuk menggambarkan epistemologi pragmatisnya.
Empirsime radikal berbeda dengan empirsme klasik dan modern yang mengakui
kebenaran yang objektif dan stabil. Empirisme radikal tidak memercayai objektivisme
dan universalisme dengan mengemukakan kebenaran yang berprosesn, historis, plural,
dan kontekstual. Kebenaran teori ini sejalan dengan pandangan ontologi pragmatisme
yang melihat realitas sebagai suatu yang dinamis sementara ilmuwan di dalamnya nyata-
nyata memainkan peran kreatif.

James mengemukakan bahwa pragmatisme merupakan perpaduan atau jalan tengah


antara kodnsi tender minded dan tough minded. Pemikiran tokoh pragmatisme
dipengaruhi olehi filsafat Yunani serta gagasan kaum rasionalis dan empiris modern.
Istilah pragmatisme itu sendiri dipinjam Pierce, salah seorang tokoh pragmatisme, yaitu
Kant. Karena pengaruh Kant yang begitu kuat pada pemikiran kaum pragmatisme ini,
maka pragmatisme disebut juga sebagai Kantian. Kemudian, Pierce mengemukakan
betapa perlunya keyakinan-keyakinan untuk disatukan dengan tindakan. Misalnya,
seorang dokter yang mengobati pasien memiliki keyakinan tertentu tentang penyakit
pasien, setelah itu baru ia memberikan obat untuk penyembuhan. Jadi, perlu keyakinan
dan pertimbangan teoretis yang dipadukan dengan praksis (tindakan). Dalam pandangan
Pierce, konsepsi kita benar jika memiliki arti dan dampak positif. Karena itu, menurut
Pierce, perlu untuk memadukan antara pemikiran filsafat (empiris-eksperimental). Caara
berpikir Pierce ini seperti epistemologi Kant yang mencoba menggabungkan rasionalisme
dengan empirisme menjadi kstisme epistemologis.

Anda mungkin juga menyukai