Anda di halaman 1dari 19

METODOLOGI PENELITIAN KEBUDAYAAN

BAGIAN SATU PROBLEMATIK


PENELITIAN KEBUDAYAAN
Referensi : Suwardi Endraswara

A. KARAKTERISTIK PENELITIAN KEBUDAYAAN


Budaya
adalah
"sesuatu"
yang
hidup,
berkembang, dan bergerak menuju titik
tertentu. Karenanya, penelitian budaya pun perlu
menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Karakteristik penelitian budaya bersifat dinamis
dan dialektis.
Dinamis artinya harus senantiasa mengikuti riak
kebudayaan itu sendiri yang sangat labil.
Sifat dialektis, maksudnya dalam meneliti budaya
perlu memperhatikan aspek-aspek lokalitas atau
kedaerahan yang masing-masing lokasi sering
berbeda satu sama lain.

Integrasi dan Reflektif


Penelitian
kebudayaan
juga
mengikuti
karakteristik budaya yang terintegrasi. Budaya
adalah lekat (inherent) pada bidang-bidang
lain yang terstruktur rapi dan penuh makna.
Biasanya, penelitian kebudayaan merupakan
refleksi dari sebuah fenomena. Fenomena real
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara
terhadap informan. Karena itu, sebagian besar
penelitian
kebudayaan
lebih
ke
arah
penelitian lapangan (empirik).

Ciri Khas Penelitian Budaya


1. Latar
penelitian
spesifik,
mengungkap
permasalahanpermasalahan yang unik pada suatu daerah tertentu
2. Riset budaya biasanya ke arah penelitian lapangan, dan tidak
sekedar mengandalkan data pustaka
3. Rancangan riset budaya bersifat sementara, longgar, dan lentur.
4. Rancangan masih sangat mungkin berubah tergantung kondisi
lapangan
5. Riset budaya mengandalkan analisis terus-menerus sejak di
lapangan sampai laporan. Bahkan ketika laporan mulai ditulis pun
jika ada ketidaksesuaian perlu dibongkar dan ditulis kembali
6. Riset budaya bersifat sementara, mudah berubah, dan sangat
lokalitas
7. Riset budaya tak mencari sebuah rumusan umum atau
generalisasi, melainkan sebuah transferabilitas antar fenomena
8. Penelitian budaya bersifat holistik, tak parsial, melainkan
integratif, dan interaktif.

Manusia adalah titik pusat penelitian budaya. Oleh karena manusia


sering memanfaatkan simbol dalam hidupnya, penelitian budaya pun
sering memperhatikan ihwal simbol tersebut sebagai obyek kajian.
Penelitian tentang simbol ini, menjadi ciri kedalaman penelitian.
Mead dan Gertz menyatakan bahwa pengetahuan secara keseluruhan
bergantung pada kajian lapangan yang dilakukan oleh individu maupun
masyarakat
Penelitian kebudayaan upaya menangkap realitas. Realitas
budaya, tak berarti mengejar hal-hal yang faktual (kasat mata),
melainkan
juga
berhubungan
dengan
fenomena
abstrak
kebudayaan.
Hal ini bertujuan agar apa yang tersimpan di balik realitas dapat
dimengerti oleh siapa saja. Fenomena budaya yang diangkat, dijelaskan,
dipahami, diuraikan secara logis dan penuh makna.

Kajian Budaya Studi Manusia -

(Schusky dan Culbert (1967:2-3)

1. Kajian budaya ke arah aspek-aspek biologis dan


budaya manusia. Aspek biologis telah menarik
paham evolusionisme dan budaya manusia ke
berbagai teori budaya.
2. Kajian yang ke arah sejarah budaya
3. Kajian budaya yang ke arah manusia sebagai
bagian dunia
4. Kajian budaya manusia secara individual maupun
kelompok
5. Kajian budaya secara holistik
Kategori budaya manusia ke dalam dua bentuk,
yaitu budaya material (budaya real/nyata) dan
budaya non material (spiritual-ideal)

B. KEKABURAN KONSEP, KONTEKS, DAN CIRI KHAS


1. Dari Konsep ke Dimensi Budaya
Kata kebudayaan, berasal dari terjemahan kata kultur. Kata kultur
dalam bahasa Latin cultura berarti memelihara, mengolah,
dan mengerjakan. Dalam kaitan ini, cakupan kebudayaan menjadi
sangat luas, seluas hidup manusia.

Hal ini seperti pernyataan Kroeber dan Kluckhohn (Alisjahbana,


1986:207-208), definisi kebudayaan dapat . digolongkan
menjadi 7 hal, yaitu:

Pertama, kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia yang


kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat-istiadat, dan
segala kecakapan lain
Kedua, menekankan sejarah kebudayaan, yang memandang
kebudayaan sebagai warisan tradisi.
Ketiga, kebudayaan bersifat normatif, yaitu kebudayaan
dianggap sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti citacita, nilai, dan tingkah laku.

Keempat, pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis,


kebudayaan sebagai langkah penyesuaian diri manusia
kepada lingkungan sekitarnya.
Kelima, kebudayaan dipandang sebagai struktur, yang
membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan serta
fungsinya.
Keenam, kebudayaan sebagai hasil perbuatan atau
kecerdasan.
Kebudayaan
adalah
sesuatu
yang
membedaan manusia dengan hewan, misalkan manusia
pintar menggunakan simbol dalam komunikasi, sedangkan
hewan tidak.
Ketujuh, definisi kebudayaan yang tidak lengkap dan
kurang bersistem.

3 Wujud dan Dimensi


Budaya digolongkan menjadi tiga dimensi, yaitu:
(1)dimensi kognitif (budaya cipta) bersifat
abstrak, berupa gagasan-gagasan manusia,
pengetahuan tentang hidup, pandangan
hidup, wawasan kosmos
(2) dimensi evaluatif, artinya menyangkut nilainilai dan norma budaya, yang mengatur
sikap
dan
perilaku
manusia
dalam
berbudaya, lalu membuahkan etika budaya
(3) dimensi simbolik berupa interaksi hidup
manusia dan simbol-simbol digunakan dalam
berbudaya.

Ekologi Budaya
Kebudayaan adalah sebuah produk manusia yang
dipengaruhi oleh ruang dan waktu. kebudayaan
akan bergerak ke arah sirkel, dicipta, diterima,
ditolak, dan seterusnya sampai terbentuk kemapanan
budaya.
Lingkungan
budaya
ini
yang
membentuk
ekosistem budaya. Dari sini kelak akan terjadi ekologi
budaya yang dinamis. Ekologi budaya juga akan
dipengaruhi oleh political space dan cultural agency.
Misalkan saja, di Yogyakarta telah menguat tentang
kosmologi Jawa sehingga tata letak Tugu, Keraton,
gunung Merapi, dan Samudera Kidul seakan-akan
simetris.

2. Dari Konteks ke Ciri Khas Budaya


Featherstone (Abdulah, 1999)
Pertama, produksi kebudayaan. Kebudayaan itu diciptakan (diproduksi)
berdasarkan pertimbangan konsumen. Jika konsumen penuh maka muncul
kebudayaan baru. Jika konsumen semakin tertarik, muncul pula budaya
inovasi. Misalkan saja, untuk memenuhi selera konsumen lalu seorang da'i
kondang Zainudin MZ harus menawarkan minuman segar di TV. Padahal,
penawaran semacam itu mestinya tugas pelaku ekonomi, bukan
seorang yang religius.Kemungkinan ihwal halal dan haram menjadi
tidak diragukan lagi. Dari sinilah muncul budaya ekonomi. Sewaktu
seseorang mengkonsumsi sesuatu, berarti telah terjadi negosiasi budaya
yang luar biasa.
Kedua, socio-genesis kebudayaan. Kebudayaan akan terikat oleh
boundary (lingkup) yang mengitari. Lingkup sosial menciptakan produk
budaya yang lain, karena di antara unsur sosial budaya tersebut merasa saling
terkait.
Ketika berdiri kampus muncul kost-kostan, muncul warung-warung
kecil.
Outhenticity budaya. Orang luar ingin dikatakan otentik dengan cara
membeli kekhasan budaya setempat. Misalkan, ketika turis manca negara ke
Yogya, pulang harus membawa gudeg, kerajinan Kasongan, batik khas
Yogya, dan sebagainya.
Ketiga, psicho-genesis kebudayaan. Kebudayaan dapat muncul dari
dorongan kejiwaan. Karena itu muncul budaya-budaya lembut yang
bersifat spiritual.

4 CIRI KHAS Kebudayaan. Haviland (1985:333340)

Pertama, kebudayaan adalah milik bersama. Budaya


massa adalah bentukan perilaku manusia yang memiliki
nilai, norma, ide,, dan simbol yang diakui bersama.

Kedua, kebudayaan
adalah
hasil
belajar. Semua
kebudayaan adalah hasil belajar, bukan warisan biologis.
Proses penerusan budaya dari generasi ke generasi berikutnya
melalui proses enkulturasi.

Ketiga, kebudayaan didasarkan pada lambang. Leslie


White memang mensugestikan bahwa segala perilaku
manusia menggunakan lambang.
Keempat, budaya merupakan kesatuan integratif.
Kebudayaan tak berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebuah
paket makna.

C. RELATIVITAS KEBUDAYAAN: SUMBER MUSIBAH

Perubahan konteks dan sistem kehidupan, menyebabkan


makna budaya menjadi tidak satu, melainkan ganda. Makna
budaya bersifat relatif, tergantung kapan dan siapa yang
memaknai.

Relativisme kebudayaan dapat dibedakan menjadi dua, pertama


relativitas ideologis dan relativitas metodologis (Kaplan dan
Manners, 1999:6)
Relativitas ideologis menyatakan bahwa setiap budaya merupakan
konfigurasi unik yang memiliki cita-rasa khas dan gaya serta
kemampuan tersendiri. "Keunikan" ini sering dinyatakan
tanpa didukung bukti, dan tidak banyak upaya membahas
atau menjelaskannya sebagaimana keunikan individu.

Paham relativitas metodologis, bahwa tiada satu pun budaya


yang sama, bahwa pola-pola, makna, dan tatanan akan
terperkosa jika elemen-elemen budaya dijebol kemudian
diperbandingan.

D. ANTARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Penelitian budaya sebenarnya bisa mengikuti


paradigma kualitatif dan kuantitatif. Keduanya
sama-sama mampu menjelaskan dan atau
memahami fenomena budaya.
Jika penelitian budaya menggunakan model
kualitatif dan peneliti dapat menyajikan hasil
berbentuk cerita yang menarik, tentu akan
meyakinkan pembaca. Sedangkan, penelitian
kuantitatif budaya menurut mereka dianggap
kurang mampu memahami kedalaman fenomena
humaniora.

Perbedaan Kualitatif dan Kuantitatif


Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memang ada sedikit
perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabelvariabel dan kategori ubahan, dan bahkan dibingkai dengan hipotesis
tertentu, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting
keduanya, terletak pada pengumpulan data.
Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrumen pengumpul data,
mengikuti asumsi kultural, dan mengikuti data. Peneliti lebih
fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak.

Sedangkan penelitian kuantitatif, instrumen berupa alat teknologi


yang telah dirancang matang, dan tidak fleksibel, imajinatif,
dan reflektif. Secara garis besar, perbedaan kualitatif dan kuantitatif
terletak pada prinsip dasar masing-masing.

E. ETNOSENTRISME: BUMERANG PENELITI

Menurut Keesing (1999:68) etnosentrisme


adalah cara pandang peneliti terhadap
kehidupan
budaya
lain
menurut
kacamata budaya sendiri. Pandangan
semacam ini, seringkali mengasumsikan
bahwa budaya lain jelek dibanding budaya
sendiri, dan atau sekurang-kurang peneliti
akan beranggapan bahwa budaya sendiri
yang lebih istimewa.

Anda mungkin juga menyukai