Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah wawasan budaya yang diampuh oleh
Disusun
Kelompok 5
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................
D. Manfaat Penulisan...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
A. Pengertian Materialisme Kebudayaan.....................................................................................
B. Ekologi Budaya......................................................................................................................
C. Teknoekonomi......................................................................................................................
D. Kebudayaan Masyarakat Sunda............................................................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II
ISI
Masyarakat Sunda sudah lama mengalami krisis budaya. Apabila yang dimaksud dengan
krisis budaya adalah kemandegan, kemunduran, atau "kelemahan" dalam karsa, cipta, rasa,
sikap hidup, alam pikiran, dan kebiasaan prilaku, krisis itu melingkupi hampir semua aspek
budaya, mulai dari keagamaan, sains, filsafat, ekonomi, sosial, dan politik. Akan tetapi,
krisis yang paling jelas tampak adalah dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik. Pada
dasarnya, krisis itu bisa berakar pada krisis keberagamaan. Indikator utama krisis ini
menampakkan diri secara nyata dalam bentuk ketidakmampuan orang Sunda untuk bersaing
bukan hanya dengan etnis pendukung budaya luar, seperti Cina yang berpijak pada budaya
Konfusius dan orang Barat yang umumnya penganut etos Protestanisme, tetapi juga kalah
bersaing dengan orang Jawa, Minang, Melayu, Batak, dan suku-suku lainnya. Ini berarti
mereka lemah dalam "karsa"yang mencerminkan aspek kemauan, ketangguhan, keuletan,
dan energikitas. Ini berakibat pada kekalahan mereka Oleh pendukung budaya lain pada
aspek-aspektertentu dari "rasa',' terutama dalam naluri kecerdikan, ekonomi, politik, dan
nsosial'.' Akibat Ianjutannya, mereka tidak mau bersaing atau kalah bersaing dalam bidang
profesi yang memerlukan keuletan, ketangguhan, dan "agresivitas" yang tinggi.
Dalam bidang politik, sejak sebelum kemerdekaan sampai sekarang Sangat sedikit tokoh
Sunda yang berperan pada tataran nasional. Padahal, Secara kuantitas, populasi mereka
adalah etnis kedua setelah etnis Jawa. Mereka tidak mampu menyaingi suku lain dalam
memperebutkan pimpinan tingkat nasional, baik partai politik, organisasi massa, maupun
lembaga-lembaga pemerintahan. Belum ada orang Sunda yang mendirikan partai politik
besar, atau organisasi massa bertaraf nasional.
Dalam bidang ekonomi, hampir tidak ditemukan orang Sunda yang menjadi konglomerat
yang mampu mendirikan perusahaan raksasa, baik di bidang industri produksi maupun
perdagangan. Orang Sunda hanya mampu mendirikan perusahaan menengah dan kecil yang
tidak memerlukan ketangguhan, keuletan, dan permainan bisnis modern yang tajam, energik,
berwawasan global yang dipacu semangat serta ambisi mencari kekayaan sebesar-besarnya.
Pada bidang asosiasi profesional seperti organisasi wartawan, kedokteran, olahraga,
koperasi, dan sebagainya, lebih-lebih pada organisasi yang terkenal keras seperti pengacara
yang umumnya didominasi nama- nama Batak,orang Sunda jarang kedengaran namanya,
kecuali organisasi guru. Tokoh-tokoh Sunda, umumnya, tidak bisa dan biasa bersaing
dengan keras karena hal itu jauh dari watak orang Sunda yang lebih suka di belakang, baru
mau maju kalau didorong-dorong. Di sini, tampaknya, mereka kurang berani mengambil
risiko dan kurang ambisius dibandingkan dengan etnis-etnis lain.
Tatar Sunda merupakan wilayah (tanah, tatar) yang menurut sumber setempat meliputi
bagian barat Pulau Jawa, dengan batas sebelah timur, (sampai akhir abad ke-16) adalah
Sungai Cimapali (Kali Pemali sekarang), tetapi kemudian batas itu pindah ke sebelah barat
ke Sungai Cilosari. Menurut Tome' Pires, orang Portugis, pada tahun 1513, batas sebelah
timur adalah Sungai Cimanuk. Batas sebelah Barat Tatar Sunda berupa laut yang
memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra, yang disebut Selat Sunda. Letak selat ini
sangat strategis sehingga memiliki peranan penting dalam perjalanan sejarah kawasan ini,
yaitu sebagai salah satu jalan yang dilalui rute perdagangan laut, yang menghubungkan
kawasan Nusantara dan Asia Tenggara dengan kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia
Barat serta kemudian Eropa sejak awal masa sejarah (abad-abad pertama Masehi).
Adapun yang dimaksud dengan dangkalan dalam Sunda, dalam istilah geologi Indonesia,
untuk menamai dataran atau paparan Indonesia barat; meliputi Pulau Kalimantan, Pulau
Sumatra, dan pulau-pulau serta dasar laut transgresi (Laut Jawa, Laut Natuna, di bagian
selatan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka); sebelum zaman Pleistosen menjadi satu
kesatuan dengan benua Asia. Batas daerah dangkalan Sunda di sebelah timur yaitu "Garis
Wallace", garis yang melintang mulai dari perairan timur Pulau Mindanau (Filipina) terus ke
Laut Sulawesi, Selat Makassar, Selat Lombok, dan berakhir di Samudra Indonesia. Laut-laut
transgresi di wilayah Dangkalan Sunda berkedalaman rata-rata 200m.
Menurut berbagai sumber, Kerajaan Sunda didirikan tahun 669 oleh Maharaja
Tarusbaya, dan runtuh pada tahun 1579 oleh serbuan pasukan gabungan Banten dan
Cirebon. Nama Sunda pertama kali muncul dalam prasasti RakryanJurupangambat
(736); lalu prasasti Sanghiang Tapak (1030) yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja
Jayabhupati. Dari masa yang kira-kira sezaman, nama Sunda tercantum dalam prasasti
Horen dari Jawa Timur.
Bahasa sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang sunda
dalam berbagai keperluan komunikasi kehidupan mereka. Tidak diketahui kapan bahasa
ini lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti
berasal dari abad ke-14. Prasasti ini ditemukan di Kawali Ciamis, dan ditulis di batu
alam dengan menggunakan aksara dan bahasa sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini
terdiri atas beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala
Wastukancana(1937-1475).
3. Gambaran Kosmologi Sunda
Dalam naskah kosmologi Sunda. digambarkan kedudukan tiap- tiap penghuni. baik
makrokosmos (yang berhubungan dengan masalah Sang Hyang Tunggal Jatiniskala) yang
menciptakan batas, tetapi tidak terkena batas ataupun penghuninya yang disebut bumi
niskala (mikrokosmos). Akan tetapi, naskah tersebut tidak mengUngkapkan adanya alam
yang dihuni Oleh roh manusia sebelum lahir ke alam dunia (bumi sakala). Jatiniskala
merupakan ruang dan waktu yang tunggal. Jatiniskala menjadikan dirinya Sang Hyang
Tunggal yang dikenal manusia selama ini. Sang Hyang Tunggal "Menjelma keluar dari
ketiadaan- bersama munculnya tekad, ucapan, dan tenaga dari ketiadaan tersebut.
Manusia dalam pandangan kosmologi Sunda merupakan pusat dari perputaran mikro dan
makrokosmos. Hidup di bumi bagi mereka, dipandang sebagai bayangan belaka dari yang
lebih tinggi dan pada kebenaran itu setiap individu harus menyerahkan diri. sejauh manusia
merupakan ungkapan fisik dari tata kehidupan di semesta alam, ia diberi tugas untuk
mengendalikan badannya, hawanafsu, dan emosi-emosinya. Dengan demikian, ia akan
mewujudkan hidupnya secara indah seraya memenuhi kewajibannya untuk menjaga
keselarasan dan keharmonisan dengan alam dan Tuhan.
Dalam paham kosmologi Sunda kuno, jagat raya terbagi ke dalam tiga alam, yaitu bumi
sangkala (dunia nyata, alam dunia), buana niskala (dunia gaib, alam gaib), dan buana
jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati). Bumi sangkala adalah alam nyata di
dunia tempat kehidupan makhluk yang memiliki jasmani (raga) dan rohani (jiwa). Makhluk
demikian adalah yang disebut manusia, hewan, tumbuhan dan benda lain yang dapat dilihat,
baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
4. Upacara Keagamaan dalam Dimensi Spiritual
Upacara Keagamaan adalah pelaksanaan tindakan-tindakan yang telah ditentukan, yang
strukturnya sangat ketat dan dianggap memiliki arti keagamaan tertentu, Upacara ritual
keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, dan
cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dan krisis. Menurut K. Nottingham,
ritual atau upacara keagamaan adalah bagian dari tingkah laku manusia dalam praktik
yang mencakup tingkah laku, misalnya berkorban, bersemedi, menyanyi, berdoa, memuja,
mengadakan pesta, dan menari.
1. Fungsi Upacara Keagamaan
Fungsi upacara keagamaan adalah mencari keselamatan, ketentraman dan menjaga
kelestarian hidup.
2. Ruwatan sebagai sarana komunikasi
Salah satu upacara tradisi yang sekarang masih ditaati, dipatuhi, diyakini dan
dilaksanakan oleh sebagian masyarakat sunda adalah tata upacara ruwatan. Ruwatan
berasal dari kata “ruwat” dan mendapatkan sufiks-an. Kata “ruwat” mengalami gejala
bahasa matatesis dari kata luwar, yang berarti terbebas atau terlepas dari ancaman
bahaya (malapetaka) yang meliputinya.
Pandangan Hidup atau filsafat hidup orang sunda yang mencerminkan dalam ruwatan,
terlihat pada bagaimana mereka menafsirkan siloka yang terdapat dalam sasajen ruwatan.
Guaran Silokaning Sesajian (menafsirkan perumpamaan sasajean) salah satu contohnya
yaitu “ngukus, meuleum menyan dina parupuyan ngandung nganuhunkeun kana kersana
Gusti Allah SWT, wireh ureng aya dialam dunya tehmualsana tina 4 unsur : acining geni,
acining angin, acining banyu, acining bumi.”
(ngukus : membakar kemenyan dalam tungku, artinya bahwa hidup ini harus bersyukur
kepada Allah karena kita di dunia ini berasal dari empat unsur yaitu, api, angin, air dan
tanah).
Kebudayaan sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Misalnya,
kebudayaan yang berwujud system kepercayaan. Hampir semua orang Sunda beragama
Islam, hanya sebagian kecil yang tidak beragaa Islam, diantaranya orang-orang baduy
yang tinggal di banten.
Pada dasarnya, seluruh kehidupan orang sunda ditujukan untuk memelihara
keseimbangan alam semesta. Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-
upacara adat, sedangkan keseimbangan social dipertahankan dengan kegiatan saling
member (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda adalah lakon
pantun Lutung Kasarung. salah satu budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang
Tunggal (Guriang yang menitiskan sebagian kecil diri-Nya ke dalam dunia untuk
memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata).
Oleh sebab itu, sebagai masyarakat yang hidup dalam alam dan kultur Sunda,
masyarakat Sunda memiliki pandangan kosmologis yang diwariskan Oleh Ieluhurnya.
Secara kultural, pandangan kosmologi itu tergambar dalam khazanah mitologisnya.
Dalam sebuah mitologi terdapat pola dasar yang mempersatukan secara harmoni realitas-
realitas dan pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Eliade menyebut pola ini
sebagai coincidentia opposilorum.
Dalam Kropak 422, kisah mitologis yang menggambarkan kosmologi Sunda abad ke
14-15 M. dikisahkan bahwa alam raya terbagi ke dalam tiga dunia, yaitu saknla (dunia
nyata), nisknla (dunia gaib), dan jatiniskala (kemahagaiban sejati). Penghuni sakala
adalah berbagai makhluk yang bisa dilihat dan diraba seperti manusia. hewan, tumbuhan,
dan lain-lain. Penghuni niskala adalah berbagai makhluk yang tidak berjasad, berupa
anasir-anasir halus, seperti dewa-dewi, bidadara-bidadarif apsara-apsari. roh-roh netral
yang disebut syanu, bayu, sabda, dan hedap. Di antara mereka, ada yang telah dikenal
dengan nama-nama serta tugasnya masing-masing di memelihara alam dengan melalui
konsep leuwengun larangan sebagai pantangan mengolah tanah dihutan tertentu.
Istilah Sunda saat ini telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia yang menunjuk
pada pengertian kebudayaan, etnis, geografis, administrasi Pernerintahan, dan sosial
(Ekadjati, 1995: 1). Menurut R.W. Van Bemmelen (dalam Ekadjati, 1995: 1), Sunda adalah
sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India
Timur, sedangkan daratan bagian tenggara dinamai sahul.
Menurut data sejarah, istilah Sunda yang menunjukkan pengertian wilayah di bagian
barat Pulau Jawa dengan segala aktivitas kehidupan manusia di dalamnya, muncul untuk
pertama kalinya pada abad 1 (Ekadjati, 1995: 2). Dalam perkembangan lain, istilah Sunda
digunakan pula dalam konotasi manusia atau kelompok manusia, yaitu dengan sebutan
orang Sunda. Orang Sunda adalah orang yang mengakui dirinya dan diakui Oleh orang lain
sebagai orang Sunda (Warnaen et.al., 1987:1). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria
berdasarkan keturunan dan berdasarkan sosial budaya sekaligus.
Untuk eksis dalam kehidupan sebuah entitas akan ditentukan Oleh semangat kerja atau
etos kerja dari komponen entitas tersebut. Dalam hal ini,.Sunda sebagai sebuah entitas pun
agar survive dalam kehidupan harus senantiasa mempunyai etos kerja yang sangat tinggi,
yang diperankan Oleh komunitasnya, dalam hal ini disebut urang Sunda. Kata etos diambil
dari bahasa Yunani, ethos, yang mengandung pengertian watak, dan etos kerja menunjuk
pengertian "Karakter dan sikap, kebisaan serta kepercayaan" seseorang atau sekelompok
orang manusia yang bersifat khusus (Bachtiar, 1998).
Etos juga mengungkapkan sikap batin yang tetap, sejauh di dalamnya termasuk tekanan
moral tertentu (Suseno dalam Bahtiar, 1998). Karena itu, etos mengandung makna
semangat, kesungguhan, keuletan,dan kemauan maju yang merupakan karakter tetap dalam
batin. Etos berkaitan dengan etika, yang mengandung nilai-nilai etik, seperti jujur dan
bertanggung jawab (Bachtiar, 1998).
Myrder (dalam Bachtiar, 1998) mengatakan ada tiga belas karakter dan sikap yang
menggambarkan etos kerja tinggi, yaitu rajin, disiplin waktu, sederhana, jujur, rasional
dalam mengambil keputusan dan tindakan, sikap berubah, gesit dalam menangkap
kesempatan yang muncul, energik dalam bekerja, berdiri pada kekuatan sendiri, kerja sama
dan mempunyai pandangan jauh ke depan. Karakter tersebut di atas yang merupakan
indikator dari etos kerja dapat diraih berdasarkan beberapa faktor yang harus dimiliki Oleh
setiap individu ataupun kelompok, yaitu motivasi, keyakinan, dan pola ajar.