Anda di halaman 1dari 23

JURNAL HAK ASASI MANUSIA

Dosen Pengampu :
Ustadz Marzuki, M.Sos

Nanda Qurrota Anisa Limbong


Aisyah
Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
E-mail :
nandakhurrota@gmail.com
aisyahpulungan985@gmail.com

Abstrak
Tulisan ini membahas hak asasi manusia berdasarkan sudut pandang sejarah, hukum, dan
Al-Qur’an, mengkaji bagaimana konsep HAM, dan bagaimana prinsip-prinsip HAM berdasarkan
sejarah, hukum, dan Al-Qur’an. Secara pandang historis, perjuangan hak asasi manusia di
Indonesia muncul pada masa masyarakat adat melawan penindasan kolonial. Perjuangan untuk
mendapatkan kemerdekaan pada hakekatnya adalah penegakan HAM. Secara pandang hukum, hak
asasi manusia di Indonesia memiliki dasar hukum melalui Ketetapan MPR no. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi
Manusia. Dan Secara pandang Al- Qur‘an dapat di artikan sebagai pemuliaan terhadap manusia
sebagai fitrah bawaannya, baik sejak awal penciptaannya, ketika berada di dunia, pada saat
meninggal dunia, maupun setelah meninggal dunia. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sesuatu
hal yang harus dimiliki oleh setiap makhluk dan memiliki perlindungan terhadap hak yang
dimilikinya karena Al-Qur’an juga menegaskan tentang Hak yang harus dimuliki setiap makhluk
dimuka bumi ini. Dapat disimpulkan bahwa Misi utama dari ajaran Islam adalah untuk
menyelamatkan manusia dan melindungi Hak Asasi Manusia.

Kata kunci : Hak Asasi Manusia, Konsep dan Prinsip HAM, latar belakang sejarah.
Abstract

This paper discusses human rights from the point of view of history, law, and the Qur'an.
This study examines the concept of human rights, and how the principles of human rights are based
on history, law, and the Qur'an. From a historical point of view, the struggle for human rights in
Indonesia emerged at a time when indigenous peoples fought colonial oppression. The struggle for
independence is essentially the enforcement of human rights. From a legal point of view, human
rights in Indonesia have a legal basis through MPR Decree no. XVII/MPR/1998 concerning Human
Rights, and Law Number 39 Year 2000 concerning Human Rights. And from the perspective of the
Qur'an, it can be interpreted as glorifying humans as their innate nature, both from the beginning of
their creation, while in the world, at the time of death, or after death. Human Rights (HAM) are
something that every creature must have and have protection for the rights they have because the
Qur'an also emphasizes the rights that every creature on this earth must have. It can be concluded
that the main mission of Islamic teachings is to save human beings and protect human rights.

Key words: Human Rights, Human Rights Concepts and Principles, historical background.

A. PENDAHULUAN
Manusia dan HAM adalah dua kata yang sulit untuk dipisahkan. Sejak kelahirannya di bumi
manusia lahir dengan membawa hak-hak kodrat yang melekat integral dalam hidupnya. Pada
dasarnya manusia adalah makhluk bebas. Sebagaimana pendapat Jean Jaquas Rousseau bahwa
manusia akan semakin berkembang potensinya dan merasakan nilai- nilai kemanusiaan dalam
suasana kebebasan alamiah.
Kebebasan merupakan tuntutan manusia sebagai makhluk individu. Di sisi lain manusia
adalah makhluk soaial. Manusia tidak dapat hidup sendiri, dia selalu hidup di tengah-tengah
sosialitasnya, baik itu kelompok kecil masyarakat, suku, bangsa atau negara. Yang mana setiap
makhluk yang hidup di muka bumi harus memiliki hak. Hal ini bertujuan sebagai upaya pemberi
perlindungan derajat manusia terhadap kesewenangan pemegang kekuasaan maupun instasi. Oleh
karena itu, Negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengembang kewajiban untuk mengakui
dan melindungi Hak Asasi Manusia pada setiap manusia tanpa kecuali.
Dalam pandangan Islam Hak Asasi Manusia bersesuaian dengan hak-hak Allah Swt. Hal
tersebut menunjukkan bahwa konsep Hak Asasi Manusia dalam pandangan Islam bukanlah hasil
evolusi dari pemikiran manusia namun hasil dari wahyu ilahi yang di turunkan melalui malaikat
Jibril yang disampaikan kepada Nabi dan Rasul untuk seluruh umat manusia.

Penegakan Hak Asasi Manusia dilakukan sebagai upaya pemberian perlindungan terhadap
derajat manusia dari kesewenangan pemegang kekuasaan. Penegakan Hak Asasi Manusia juga
untuk melindungi diri sebagai moral dalam bergaul maupun berhubungan dengan manusia oleh
karena itu setiap penerapan Hak Asasi Manusia setiap Negara, Pemerintah, ataupun Masyarakat
memiliki kewajiban untuk mengakui, menghormati, dan menghargai, " Hak Asasi" serta
"Kewajiban Asasi".

Hak asasi manusia yang dianut Indonesia bersumber dari Pancasila sebagai filsafat bangsa dan
negara. Secara konseptual HAM yang terkandung dalam Pancasila mengakomodasi aspek
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pengakuan tentang HAM secara prinsipial
tercermin dalam sila kedua (Pancasila). Konsep dasar HAM yang masih bersifat abstrak perlu
dijabarkan dalam konsep yang lebih kongkrit, sehingga mempunyai kekuatan hukum dalam
pelaksanaannya.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dimana menjelaskan secara rinci
dari maksud dan tujuan HAM berlandaskan Al-Qur’an serta menggunakan metode tinjauan pustaka
guna untuk mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia serta penulis
juga menggunakan beberapa ayat ayat Al-Qur’an terkait dalam Hak Asasi Manusia.

B. PEMBAHASAN
PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Susunan Hak Asasi Manusia terangkai dari dua kata yang mempunyai makna berbeda-beda,
yaitu, pertama, hak yang dapat diartikan dengan makna kepunyaan, milik, benar dan power untuk
mengerjakan sesuatu.1 Kedua, kata asasi yang memiliki makna sifat dasar dan inti perbuatannya.2
Hal demikian menunjukan arti bahwa hak asasi merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
setiap individu dengan kata lain modal awal sebagai wujud keberadaannya dimuka bumi, seperti
hak hidup dan hak kebebasan, memiliki dan lain sebagainya. Ketiga, kata manusia yang
menunjukan arti orang atau makhluk yang memiliki sifat luhur dan berbudi.
Kemudian ditinjau dari sudut makna istilah Hak Asasi Manusia memiliki makna seperangkat
hak yang selalu menempel dan melekat pada setiap individu selama menjalani hidupnya sebagai
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 1994 , hal. 334.
2
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999, Cet. II, hal. 168.
wujud ciptaan Allah SWT dan merupakan anugrah dari-Nya yang mesti di junjung tinggi,
dihormati dan dimuliakan oleh siapa saja terutama oleh negara yang memiliki kewajiban untuk
selalu merawat harkat dan martabat manusia serta menjaganya dari sesuatu yang dapat
merusaknya.3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah hak yang
dilindungii secara internasional PBB (Declaration of Human Rights), seperti hak untuk hidup, hak
kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat. HAM bersifat universal
artinya,dimiliki oleh setiap orang tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan.

Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. HAM juga merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.4

Para Fuqahâ menjelaskan arti hak menurut ketentuannya yaitu menempatkannya sebagai
kekhususan dimana terdapat di dalamnya hukum syari‘ sebagai suatu ketetapan dan terlindungi,
sekaligus termasuk dan terkandung di dalamnya hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba.5
Namun karena jurnal ini mengangkat tema tentang HAM berdasarkan Al-Qur`an maka
penulis menggunakan Istilah dalam bahasa Arab yakni HAM berasal dar kata al-huqūq al-
insaniyyah. Kata Hak (jamak dari huqquq) yang artinya ketetapan ,milik, kepastian.6 sedangkan
Kata al-insâniyah diartikan dalam bahasa Indonesia dengan makna kemanusiaan mengandung arti
orang yang berakal dan terpelajar. Kata al-insaniyah memiliki 3 pendapat yang berbeda (1) nasiya-
yansa yang berarti lupa. Hal tersebut berdasarkan pada ungkapan Ibn ‘Abbas ‫اإلنسان إنما سمي إنسانا‬
‫ لنسيانه لما عهده لربه إن‬yang mengatakan (Sesungguhnya manusia disebut insan karena lupa terhadap
janjinya kepada Tuhannya), (2) kata al-ins yang berarti ras atau dari kata al-uns yang berarti
kemampuan bersosialisasi, (3) kata nasa-yanusu yang berarti kekacauan dan kebimbangan. Ketiga
makna dasar dari insan diatas menunjukkan bahwa manusia yaitu lupa, bersosialisasi dan gerakan.7
Ibn Rusyd menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia dalam perspektif
Islam adalah menyediakan rumusan penjagaan dan kesiapan untuk untuk merawat dan melindungi
berbagai hak-hak yang mempunyai sifat primer (darûriyyât) yang dimiliki oleh setiap manusia.
Bentuk penyediaan penjagaaan di atas berupa wujud perlindungan dalam menghadapi segala
macam tantangan yang akan mengganggu keberadaan jiwa, kemuliaan, martabat, harkat dan
keluarga, wujud material berupa harta benda, serta keyakinan (agama) dan kesehatan akal pikiran.8
3
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Hak Asasi Manusia, Jakarta; SinarGrafika, 2000, Cet. I, hal.3
4
UU no 39 tahun 1999
5
Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I, Volume 2, hal. 486.
6
Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,2003, Cet. I, Volume 2, hal. 486.
7
Abd Mu‘în Salîm, al-Huqûq al-Insâniyah fî al-Qur‟an al-Karîm, hal. 3.
8
A.A. Maududi, Human Right in Islam, Aligharh: 1978, hal. 10, Lihat pula:Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa
Adillatuhû, Siria: Dâr al-Fikr,1984, Juz I, hal.18-19
Menurut pandangan Muhammad Ahmad Khalfullah mengenai HAM, bahwa HAM adalah
suatu hak yang menempel pada diri setiap individu yang menyertainya sejak mulai dilahirkan atau
hakhak kodrati dan fundamental yang terdapat pada diri manusia sebagai suatu anugrah dan
amanah dari Allah SWT yang wajib diberikan perlindungan dan penjagaan oleh siapa saja terutama
oleh negara dan institusi berwenang.
Dengan demikian, konsep Hak Asasi Manusia yang digagas Islam hakikatnya pemuliaan dan
memberikan perlindungan yang maksimal agar keselamatan eksistensi manusia terjaga dan
terlindungi dengan penuh serta terwujudnya kepentingan umum dan kepentingan perorangan
berdasarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jadi tuntutan atas hak dan pemenuhannya
berkaitan langsung dengan penunaian kewajiban harus dilakukan. Begitu juga terhadap
pelaksanaan kepentingan individu selayaknya tidak menganggu kepentingan masyarakat umum.

KONSEP DAN PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

Dalam Hak Asasi Manusia memiliki dua gagasan yang penting dalam penerapannya yaitu hak
asasi yang bersifat individual maupun hak asasi yang bersifat social. Maka dari itu penulis
memaparkan penjelasan mengenai prinsip dan bentuk HAM Antara lain :

1. Hak Individual

Jika memperhatikan ayat tentang hak-hak individual manusia, maka hak-hak tersebut dapat
diklasifikasi sebagai berikut :

1) Hak Hidup

Setiap diri manusia berhak untukmemiliki hak hidup yang layak dan yaman sehingga tidak
seorangpun atau institusi manapun yang berhak mengganggu kehidupan seseorang tanpa alasan.
Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-A`raf ayat 24 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ع اِ ٰلى ِحي ٍْن‬ ِ ْ‫ۚ ولَـ ُك ْم فِى ااْل َ ر‬


ٌ ‫ض ُم ْستَقَرٌّ َّو َمتَا‬ ُ ‫قَا َل ا ْهبِطُوْ ا بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَـع‬
َ  ‫ْض َع ُد ٌّو‬

Artinya : "(Allah) berfirman, "Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama
lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan."

Dari QS. al-A’raf ayat 24 di atas bahwa Setiap kata dari ayat itu mengandung daya dukung
terhadap kehidupan. Kata ‫ ُم ْستَقَ ٌّر‬dan ‫ع‬
ٌ ‫ َّو َمتَا‬mengandung daya Sedemikian berharganya hak hidup
bagi manusia sehingga Allah menyetarakan satu nyawa dengan seluruh nyawa jika dihilangkan
secara semena-mena. Demikian sebaliknya, jika menyelamatkan satu nyawa maka setara dengan
menyelamatkan nyawa sejagad. Bahkan salah satu bentuk penjagaan terhadap hak hidup agar tidak
direnggut semena-mena dengan disyariatkannya qishash atauseseorang yang membunuh akan
dibunuh pula. Sehingga statemen Allah

2. Hak Memilih Agama

Setiap manusia diberi kebebasan dalam menuntukan serta menjalankan agama yang dianut
tanpa adanya paksaan maupun kekerasan salam penentuan agama, kebebasan beragama juga telah
diajarkan dalam agama Islam yakni Allah berfirman dalam QS. Al-Kahfi ayat 29 yang berbunyi :
ٰ ‫ق م ْن َّربِّ ُكم ۗ فَم ْن َشٓاء فَ ْليُْؤ م ْن َّوم ْن َشٓاء فَ ْلي ْكفُرْ  ۚ انَّ ۤا اَ ْعتَ ْدنَا ل‬
‫لظّلِ ِم ْينَ نَا رًا ۙ اَ َحا طَ بِ ِه ْم ُس َرا ِدقُهَا ۗ  َواِ ْن ي َّْسـتَ ِغ ْيثُوْ ا يُ َغــا ثُــوْ ا بِ َمــٓا ٍء‬ِ ِ َ َ َ ِ َ َ ْ ِ ُّ ‫َوقُ ِل ْال َحـ‬
‫ت ُمرْ تَفَقًا‬ ْ ‫س ال َّش َرا بُ  ۗ  َو َسٓا َء‬ َ ‫َكا ْل ُم ْه ِل يَ ْش ِوى ْال ُوجُوْ هَ ۗ بِْئ‬

Artinya : "Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang
siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah
dia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya
mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi
yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek."

Dapat kita pahami dari ayat di atas bahwa kebenaran dari Allah swt. oleh karena itu, setiap
insan berhak memilih apakah mengikuti kebenaran tersebut ataukah mengingkarinya dengan
konsekuensi dari masing-masing dengan pilihannya tersebut, manusia diarahkan untuk memilih
yang terbaik, yaitu mempercayai kebenaran sehingga bisa di rasakan oleh semua umat manusia.

3. Hak Kemerdekaan

Hak kemerdekaan didasarkan pada prinsip al-karāmah al-insāniyah (kemuliaan insani )


yaitu kemuliaan yang primordial dan sakral dalam diri manusia, karena itu, ia tidak boleh dinodai,
dilecehkan maupun dihinakan. Dalam Ilmu fikih dijelaskan hukum mukhtaram atau hukum
kemuliaan yaitu bahwa setiap makhluk diakui eksistensinya. Jika seseorang atau suatu makhluk
yang terancam kelangsungan hidupnya lalu tidak ada orang lain menolongnya, maka ia melanggar
hukum muktaram. Bahkan, dalam kondisi demikian wajib menunda shalat dari pada mengabaikan
orang atau sesuatu tadi.9Allah telah menjelaskan Konsekuensi dari kehormatan insani sebagaimana
dalam QS. Al-Isra` ayat 70 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫ت َوفَض َّْل ٰنهُ ْم ع َٰلى َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ض ْياًل‬ ِ ‫َولَـقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ۤ ْي ٰا َد َم َو َح َم ْل ٰنهُ ْم فِى ْالبَ ِّر َوا ْلبَحْ ِر َو َرزَ ْق ٰنهُ ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰب‬

9
21Ali Yafie, op.cit., h. 146.
Artinya : "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."

Dapat kita pahami bahwa manusia diberikan oleh Allah hak mencari penghidupan di darat
maupun di lautan. Tentu saja, dalam mencari penghidupan harus mempertimbangkan prinsip
“perikemakhlukan”, bahwa tidak seorangpun berhak merusak makhluk lain untuk kepentingannya.
Maka dari itu islam mengajurkan bahwa perbudakan harus dihapuskan agar semua makhluk dapat
hidup bebas dan tidak ada penyiksaan maupun ancaman. Perbudakan merupakan suatu hal yang
sangat dilarang dan dibenci oleh Allah dan Rasulnya, sehingga Rasullah pernah bersabda :

Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda, Allah swt., berfirman tiga hal yang saya
sendiri menggugatnya di hari kemudian. Seseorang yang memberi atas namaku lalu ia khianat,
seseorang yang menjual orang merdeka (menjadi budak) lalu memakan hasilnya, dan seseorang
yang mempekerjakan buruh dan ia bekerja penuh tetapi tidak membayarkan gajinya.

4. Hak Sosial

Salah satu persoalan yang terjadi dalam masyarakat juga berdampak kepada sosial dimana
terjadinya persamaan derajat dan tidak saling membedakan-bedakan antara individu dengan
individu, antara suku dengan suku, antara bangsa dengan bangsa. Hak sosial disebut juga dengan
al-karamah al-insaniyah yang artinya kemanusiaan Menurut al-Qurthubi berpendapat bahwa al-
karamah al-insaniyah memiliki dua aspek yaitu aspek fisik dan non-fisik yang berfungsi sebagai
manusia memiliki kelebihan dibandingkan makhluk lain. Dilihat dari segi aspek fisik, al-Qurthubi
memberikan contoh dengan mengutip pandangan at-Thabari bahwa setiap kelebihan manusia
terletak karena dia makan dengan tangannya, sementara makhluk lain menggunakan mulutnya.
Sedangkan aspek non-fisik, berpendapat bahwa letak kelebihan manusia adalah akalnya sebab
dengan akal manusia diberi tanggung jawab (taklif) dapat mengetahui Tuhannya dan membenarkan
ajaran rasul-nya.

Al-Qur‘an memberikan konsep Etika dan sikap sosial137 yang dimaksud di atas tertuang
dalam ayat al-Hujurât/49:11-12.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ۤ ۤ ۤ
َ  ‫ٰيا َ يُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل يَ ْسخَرْ قَـوْ ٌم ِّم ْن قَـوْ ٍم ع َٰسـى اَ ْن يَّ ُكوْ نُـوْ ا خَ يْـرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َسـٓا ٌء ِّم ْن نِّ َسـٓا ٍء ع َٰسـى اَ ْن يَّ ُك َّن خَ يْـرًا ِّم ْنه َُّن‬
‫ۚ واَل‬
ٰ ‫ك هُم‬ ٓ ٰ ُ ‫ق ب ْع َد ااْل ْيما ن ۚ وم ْن لَّم يتُبْ فَا‬
َ‫الظّلِ ُموْ ن‬ ُ َ ‫ولِئ‬ َ ْ َ َ ِ َ ِ َ ُ ْ‫س ااِل ْس ُم ْالفُسُو‬ َ ‫ب ۗ بِْئ‬ ِ ‫ت َْل ِم ُز ۤوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَل تَنَا بَ ُزوْ ا بِا اْل َ ْلقَا‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok),
dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi
perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah
kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49:
Ayat 11)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ض ُك ْم بَ ْعضًا ۗ اَ ي ُِحبُّ اَ َح ُد ُك ْم اَ ْن يَّْأ ُك َل‬ ۤ


َ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اجْ تَنِبُوْ ا َكثِ ْيرًا ِّمنَ الظَّنِّ  ۖ اِ َّن بَع‬
ُ ‫ْض الظَّنِّ اِ ْث ٌم َّواَل تَ َج َّسسُوْ ا َواَل يَ ْغتَبْ بَّ ْع‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ۗ وا تَّقُوا َ ۗ اِ َّن َ تَوَّا بٌ ر‬
‫َّح ْي ٌم‬ َ  ُ‫لَحْ َم اَ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموْ ه‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya


sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah
ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada
Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."

Sayyid Quthb menegaskan bahwasanya surat al-Ḥujurât di atas tersebut merupakan ayat
yang dapat mengatur bermacam-macam yang ada di dunia yang sempurna ini, dunia yang dapat
menempatkan kesucian di dalam hati, membersihkan perasaan, terpeliharanya lisan, dan pada
akhirnya jiwa akan menjadi tenang dan suci.10
Ayat ini dapat menjadi panduan untuk merajut kehidupan sosial yang harmonis, tentram
dan damai yang menjadi harapan semua elemen masyarakat, karena setiap individu tidak ingin
kehidupan dan haknya terusik atau terganggu. Oleh karena itu pentingnya menciptakan dan
membuat suasana (lingkungan) yang kondusif demi terwujudnya tujuan hidup bersama.

PRINSIP-PRINSIP DASAR HAK ASASI MANUSIA DALAM AL-QUR’AN

Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijabarkan oleh Al-Qur‘an dengan jelas
spektrumnya lebih luas, lebih mendalam, dan bersifat universal. Hak tersebut mendapat perhatian
yang sangat dalam dan senantiasa dihubungkan dengan kemampuan paling dasar yang punyai oleh
setiap individu dalam mengungkapkan keberadaanya di muka bumi sebagai hamba Allah termulia
(karâmah) dan memliki keutamaan (alfaḍl) di antara makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Dalam pengungkapan prosesnya yang berkaitan dengan ekspresi diri, selalu berpegang pada
ketentuan-ketentuan dari Allah SWT, petunjuk agama, dan berpegang pada moral. Sejak awal
munculnya, Islam telah meletakan dasar dan prinsip utama Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam
banyak ayat yang terdapat dalam Al-Quran, baik bersifat umum, berlaku untuk semua umat

10
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilâlil Qur‟an di Bawah Naungan Al-Qur‟an,Jakarta: Gema Insani Press, jilid 10, hal. 407
manusia tanpa memandang kelas dan kenyakinan, ras dan warna kulit, miskin dan kaya, maupun
bersifat khusus yang tergambar dalam penjabaran dan pemaparan yang terkonsepsi dengan rapi dan
rinci.
Dalam banyak hal Al-Qur‘an pertama-tama menegaskan bahwa datangnya Islam melalui
risalah Nabi yang terakhir dari semua utusan- Nya yaitu Muhammad shallallâhu alaihi wasallam,
adalah hadiah yang sangat tak ternilai harganya bagi seluruh ummat manusia yang diistilahkan oleh
Al-Qur‘an sebagai rahmah untuk sekalian alam seluruhnya tak terkecuali selain manusia
sebagaimana yang terdapat penjelasannya dalam surah al-Anbiyâ/21: 107,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ ‫َو َم ۤا اَرْ َس ْل ٰن‬


َ‫ك اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْـل ٰعلَ ِم ْين‬

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam."

Menurut pendapat Muhammad bin Jarîr al-Thabari11 dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan tujuan dari rahmatanlil „âlamin adalah semata-mata penyebutan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad shallallâhu „alaihi wasallam sebagai sebuah rahmat bagi seluruh makhluk
ciptaan Allah SWT.
Ibnu Kasir menerangkan dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan penyebutan pengutusan
Nabi sebagai Rahmatan lil „Âlamin adalah rahmat bagi sekalian alam seluruhnya, yaitu bagi semua
umat manusia tanpa terbatas. Bagi orang yang mau menerima rahmat dan mensyukurinya sudah
pasti akan mendapatkan kebahagiaan di dalam kehidupannya di dunia dan di kehidupan akhirat
kelak. Sedangkan bagi orang-orang yang mengabaikannya dan enggan menerimanya, sudah pasti
merugi di dunia dan di akhirat.
Sebagai makhluk yang bermartabat, terhormat dan terpuji manusia memiliki hak asasi yang
paling mendasar dan inheren dalam dirinya. Pada dasarnya kehadiran Al-Qur‘an di tengah-tengah
manusia menegaskan dan menguatkan bahwa manusia itu sejak awal adalah makhluk mulia,
bermartabat, terhormat, dan mendapat predikat sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh
Tuhan. Oleh karena itu konsep HAM di dalam Islam secara otomatis menyangkut seluruh
kemuliaan dan kehormatan manusia yang harus dapat dipenuhi tanpa kecuali.
Gagasan semangat persamaan yang selalu diulang-ulang dalam berbagai ayat dalam Al-
Qur‘an mengingatkan setiap orang atau golongan akan kemuliaannya dan mendorongnya agar
11
Abî Jakfar Muhammad Jarîr al-Thobari,Tafsir al-Thobary: Jamîul Bayân „an Ta‟wîl Al-Qur‟an Juz 16, Jîzah: Dâr
al-Hajar, 2001, hal. 440.
dapat mengembangkan potensinya dalam kehidupannya masing-masing sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah di surah al-Hujurât dimana ditegaskan bahwa pada hakekatnya seluruh umat
manusia sebenarnya adalah bersaudara, perbedaan yang ada di antara mereka baik dari jenis laki-
lakinya maupun perempuannya, suku dan bangsa adalah semata-mata untuk saling mengenal dan
membangun kerjasama, tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali mereka yang bertaqwa
kepada Tuhannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ٰۤيا َ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَٓاِئ َل لِتَ َعا َرفُوْ ا ۗ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقٮ ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر‬

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Menurut Qurais Shihab, surat al-Hujurât ayat 13 mengkaji mengenai prinsip-prinsip dasar
yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Sebab itu redaksi dari ayat ini tidak menggunakan
lagi kata panggilan yang diarahkan untuk manusia yang beriman kepada Allah SWT, tapi lebih
ditujukan kepada keseluruhan jenis manusia pada umumnya. Potongan ayat ini, ..sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan...” mengindikasikan bahwa
hakekatnya derajat semua manusia seluruhnya tanpa kecuali di sisi Allah SWT sama tanpa ada
perbedaan antara sesama mereka seperti ras, bangsa, dan suku. Tidak juga terdapat perbedaan jenis
kelamin dari laki-laki maupun perempuan karena semuanya dilahirkan dari seorang Rahim
perempuan.
Potongan pengantar ayat yang disebutkan di atas mengantarkan pada suatu kesimpulan
yang terdapat dalam potongan dari akhir ayat ini yang berbunyi “Sesungguhnya yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Oleh sebab itu, berlomba-lomba dalam
menaikan kualitas dalam bertaqwa sebagai upaya untuk meraih menjadi orang yang terbaik dan
termulia di pandangan Allah. Konten dari ayat di atas menjelaskan tentang kesamaan manusia
dalam asal usulnya dengan memastikan kesataraan martabat dan derajatnya. Tidaklah layak
seorang manusia merasa angkuh dan sombong, bangga dan merasa diri lebih tinggi dari selainnya,
begitu juga termasuk membanggakan antara suku, ras bangsa, atau warna kulit sekalipun terhadap
yang lainnya. Dalam konteks ini, hal di atas sudah dijelaskan sewaktu haji wada‘ (perpisahan), oleh
Nabi shallallâhu alaihi wasallam dengan terang dan jelas.
Al-Qur‘an memberikan informasi kepada seluruh manusia tanpa pengecualian bahwa bumi
adalah hak dan milik bersama, artinya harus dikelola dan dinikmati bersama-sama, dan keberadaan
manusia di atas bumi hanya sementara sebagaimana firman-Nya,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ع اِ ٰلى ِحي ٍْن‬ ِ ْ‫ۚ ولَـ ُك ْم فِى ااْل َ ر‬


ٌ ‫ض ُم ْستَقَرٌّ َّو َمتَا‬ ُ ‫فَا َ َزلَّهُ َما ال َّشي ْٰطنُ َع ْنهَا فَا َ ْخ َر َجهُ َما ِم َّما َكا نَا فِ ْي ِه ۖ  َوقُ ْلنَا ا ْهبِطُوْ ا بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَع‬
َ  ‫ْض َع ُد ٌّو‬

"Lalu, setan memerdayakan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala
kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian
kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi
sampai waktu yang ditentukan."" (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 36)

Terdapat yang hal yang penting dalam ayat di atas sebagai kata kunci untuk memahaminya
yaitu mustaqarrun dan mata‟ sebagai daya dukung kehidupan bagi manusia dan hak milik bersama
untuk tetap bertahan hidup (survive) dan memakmurkannya. Menurut pendapat Syekh al-Nâwiy
bahwasanya arti dari mustaqarr adalah tempat kediaman manusia untuk hidup (ya‟îsyu) dan
dikuburkan di dalamnya.12 Tidak jauh berbeda dengan makna matâ‟ yang memberi makna
bersenang-senang. dikaitkan dengan arti mustaqar sebelumnya, maka matâ‟ memiliki kaitan
dengan kehidupan yang makmur karena pengolahan dan pengembangan sumber daya alam.
Dengan demikian, matâ‟ adalah bagian dari daya dukung untuk mustaqarr. Menurut pendapatnya
Wahbah al-ZuHailiy, matâ‟ yaitu dapat memanfaatkan dan mengolah hasil-hasil bumi (khairât al-
ardh) agar bermanfaat.13
Dalam QS.Al-Mursalat :25, ditegaskan hal serupa:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ ْ‫ اَلَ ْم نَجْ َع ِل ااْل َ ر‬


‫ض ِكفَا تًا‬

Artinya :” Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-oranghidup dan


orang-orang mati?”
Dari ayat-ayat di atas tersirat suatu suatu penafsiran dan penjelasan yang menggambarkan
bahwa prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang tertera di dalam Al-Qur‘an dapat menjadi rujukan
atas tiga kata kunci inti, yaitu tinggal di bumi (al-istiqrâr) yang kemudian beralih menjadi hak
12
Ahmad al-Nâwî al-Mâlikî, Íâsyiyah al-„Allâmah al-Nâwiy „alâ Tafsîr al-Jalâlain, Juz II, Beirut: Dâr al-Ihyâal-
Turâś al-‗Arabiy, t.th., hal. 68.
13
Wahbah al-Zuhailîy, al-Tafsîr al-Wajîz „alâ Hâmisy Al-Qur‟ân al-„Auîm, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1316 H. Cet.III,
hal. 154.
hidup dan hak terhadap kebebasan keyakinan, kemudian kemakmuran (alistimta) yang juga beralih
menjadi hak berusaha yang ditopang dari daya dukung kehidupan dan yang paling akhir yaitu
kehormatan (al-karamah) yang mewujudkan hak yang berkaian dengan kemerdekaan dan hak
kesataraan. Pokok pangkal ayat tersebut di atas memberikan penjelasan bahwa manusia sejak awal
keberadaannya di latar belangkangi oleh pluralitas.
Menurut M. Quraish Shihab dalam keterangannya bahwa agar tali persaudaraan terikat
kuat, Al-Qur‘an pertama-tama menggaris bawahi bahwasanya perbedaan sebenarnya merupakan
hukum yang berjalan dan berlaku di dalam kehidupan nyata ini. Keberadaan pluralitas tidak
terlepas dari pelestariaan kehidupan dan untuk mendapatkan tujuan keberagaman makhluk yang
berada di muka bumi. Hal demikian banyak diterangkan di dalam Al-Qur‘an:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ‫ب َو ُمهَ ْي ِمنًا َعلَ ْي ِه فَا حْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َم ۤا اَ ْن َز َل هّٰللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع اَ ْه َوٓا َءهُ ْم َع َّما َجـ ٓا َءكَ ِمن‬ ِ ‫ص ِّدقًا لِّ َما بَ ْينَ يَ َد ْي ِه ِمنَ ْال ِك ٰت‬
َ ‫ق ُم‬ ِّ ‫ب بِا ْل َحـ‬ َ ‫َواَ ْن َز ْلن َۤا اِلَ ْيكَ ْال ِك ٰت‬
‫هّٰللا‬ ٰ ‫ق ۗ لِ ُكلٍّ َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َّو ِم ْنهَا جًا ۗ  َولَوْ َشٓا َء هّٰللا ُ لَ َجـ َعلَـ ُك ْم اُ َّمةً وَّا ِح َدةً و َّٰلــ ِك ْن لِّيَ ْبلُـ َو ُك ْم فِ ْي َم ۤـا ٰا ٰتٮ ُك ْم فَـا ْسـتَبِقُوا ْالخَ ـي‬ ِّ ‫ْال َحـ‬
ِ ‫ت ۗ اِلَى‬ ِ ‫ْــر‬
َ‫  َمرْ ِج ُع ُك ْم َج ِم ْيعًا فَيُنَبُِّئ ُك ْـم بِ َما ُك ْنتُ ْم فِ ْي ِه ت َْختَلِفُوْ ن‬

"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa
kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti
keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap
umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki,
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia
yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu
perselisihkan,"

Pluralitas merupakan takdir atau ketentuan Allah. Oleh karena itu, maka pluralitas yang
menjadi realitas dalam masyarakat wajib dilindungi dan dijaga, hal ini membutuhkan sosok
individu-individu yang punya wawasan dan pemahaman dalam memandang hidup dengan
semangat persaudaraan dalam kehidupan. Arti persaudaraan adalah semangat yang dibangun demi
persaudaraan diantara umat manusia yang menjadi ikatan sesama mereka

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

Hak Asasi Manusia adalah masalah yang mendasar dan universal, masalah ini ada sejak
beribu- ribu tahun yang lalu. Perjuangan melawan perbudakan kaum Yahudi di Mesir pada zaman
nabi Musa pada hakekatnya didorong olrh kesadaran untuk membela keadilan dalam rangka
menegakkan HAM.
Hak Asasi Manusia gagasannya muncul tidak dapat lepas dari pengaruh politik dan yang
melingkupinya. Kemunculan piagam Magna Charta tahun 1512 yang terjadi di Inggris contohnya,
memberikan semacam rambu-rambu yang jelas bahwa raja yang memegang tampuk kekuasaan
secara mutlak (membuat hukum tersendiri) tidak dapat lagi berbuat semena-mena dan harus bisa
mempertanggungkan jawabkan segala bentuk administrasi kenegaraan yang dilakukannya.
Keberadaan piagam Magna Charta telah ikut membidani lahirnya aturan-aturan lainnya yang
menyerupainya seperti Bill of Right tahun 1689. Saat itu muncul adagium yang istilahnya dikenal
dengan persamaan kedudukan dimuka hukum (digium equality before the law). Adagium ini
memiliki andil ikut serta membantu lahirnya negara hukum dan demokrasi.14
Hak Asasi Manusia memasuki sejarah baru sesudah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menetapkan deklarasi mengenai Universal Declaration of Human Right (UHDR) yang di dalam
bahasa Indonesia lebih dikenal dengan deklarasi Hak Asasi Manusia Internasional yang terjadi
pada tahun 1948. Mulai saat itu, perkembangan konsep Hak Asasi Manusia mengalami kemajuan
pesat, tidak hanya terbatas pada hak yang berkaitan dengan politik dan hubungannya dengan sipil,
akan tetapi juga menjangkau hak-hak yang punya hubungan dengan ekonomi dan keterkaitan
dengan hubungan sosial.
Sejarah peradaban yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Islam
bukan hal baru bahkan sebenarnya sejarah Hak Asasi Manusia dalam Islam secara konsep dan
perkembangannya lebih dahulu dari Hak Asasi Manusia di Barat. Hak Asasi Manusia dalam Islam
bersifat universal di peruntukan untuk seluruh ummat manusia tanpa kecuali. Lebih jauh Abu Ala
al-Maududi mengatakan bahwa Piagam Magna Charta yang muncul belakangan di tahun 1215 di
kerajaan Inggris dimana di dalamnya termuat Hak Asasi Manusia, baru terjadi 600 tahun sesudah
kehadiran Islam di semananjung Arab. Tidak jauh berbeda apa yang dikatakan oleh pendapat
Weeramantry mengenai perspektif Islam yang berkaitan mengenai hak-hak di bidang sosial, yang
berkaitan dengan ekonomi dan budaya, jauh lebih dulu dari pemikiran Barat.15
Konsep yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Islam tidak hanya
sebatas dalam realitas kehidupan yang kasat mata tetapi Hak Asasi Manusia dalam Islam hadir
sebelum hadirnya manusia didunia ini, ketika manusia masih berbentuk janin di kandungan ibunya.
Karena itu Islam telah meletakan syarat dan petunjuk dalam memilih pasangan hidup agar anak
yang terlahir dari keduanya sempurna mungkin, baik secara jasmani maupun rohani, siap
menghadapi realitas kehidupan sebagai khalifatullah di bumi sebagaimana diterangkan dalam surah
al-Rum ayat 21 sebagai berikut, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

14
Eggi Sudjana, Hak dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan Modernitas yang Hakiki,
Jakarta: Nuansa Madani 2001, Cet. I, hal. 5.
15
C. G. Weeramantry, Hak Asasi Manusia lnternasional: Beberapa Perspektiflslam, Kolombo: Lecture, 1986, hal. 23.
ٍ ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َوا جًا لِّتَ ْس ُكنُ ۤوْ ا ِالَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً و ََّرحْ َمةً ۗ اِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ۤه اَ ْن خَ ل‬

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu


dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)

Berdasarkan ayat dari surah al-Rûm tersebut, dari ketentuan Allah SWT atau sunatullah
bahwa Allah menetapkan dengan menciptakan seluruh mahluk-Nya dengan berpasang-pasangan
dan setiap manusia mesti mendapat pasangannya, tetapi hal ini tergantung usaha dari manusia itu
sendiri dan takdir Allah. Karena itu dalam mencari pasangan mesti diperhatikan latar belakang dari
pasangan jodohnya sebagaimana anjuran hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam. Penjelasan hadis
yang berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerangkan bahwa untuk mencari codoh
tidak hanya sebatas lahiriyah saja berupa kecantikan, kekayaan, keturunan, kedudukan tapi yang
lebih penting adalah akhlak (agama) dari pasangan masing-masing.

Kalau di analisa lebih jauh lagi, Hak Asasi Manusia dalam Islam terlahir sejak mulai
penciptaan manusia itu sendiri ketika Allah SWT menyuruh malaikatnya dan Iblis untuk sujud
kepada Adam sebagai pemuliaan terhadap Adam sebagaimana Allah berfirman di dalam QS.Al-
Baqarah Ayat 34 : Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ٓ
َ‫ۖ و َكا نَ ِمنَ ْال ٰكفِ ِر ْين‬ َ ‫َواِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َم ٰلِئ َك ِة ا ْس ُج ُدوْ ا اِل ٰ َد َم فَ َس َج ُد ۤوْ ا اِاَّل ۤ اِ ْبلِي‬
َ  ‫ْس ۗ اَ ٰبى َوا ْستَ ْكبَ َر‬

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!"
Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk
golongan yang kafir." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 34)

Sujudnya Malaikat kepada Adam adalah sebagai bentuk pengakuan Malaikat atas
keunggulan dan kemuliaan manusia terhadap mereka yang diterangkan oleh Allah pada ayat
sebelumnya pada surah ini. Kandungan ayat di atas menegaskan sujud Malaikat atas perintah Allah
SWT adalah semata-mata sebagai penghormatan kepada Adam atas keungggulan dan kemuliaanya,
bukan sujud ibadah. Perintah sujud kepada Adam direspon Malaikat dengan tunduk dan patuh
melaksanakan perintah Allah SWT, hanya Iblis yang tidak mau menuruti perintah dan enggan
untuk sujud karena merasa lebih mulia dan terhormat dibandingkan Adam.
Konsepsi yang rinci dan detil berhubungan dengan Hak Asasi Manusia yang dibangun oleh
Islam bisa ditemukan dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Qur‘an dan Hadis Nabi
Muhammad shallallâhu alaihi wasallam. Aplikasi dari konsep Hak Asasi Manusia yang diajarkan
Islam dapat dilihat dengan mudah penerapannya di dalam kehidupan Nabi Muhammad shallallâhu
alaihi wasallam sepanjang hidupnya.

Dari tinjauan dan peninggalan sejarah yang ada, maka dapat ditemukan dokumen penting
dalam Islam yang berbicara tentang HAM. Piagam Madinah, yang dibuat pada masa Nabi
Muhammad shallallâhu alaihi wasallam merupakan bentuk contoh dari salah satu dokumen yang
berisi peraturan-peraturan yang memenuhi hak-hak asasi semua golongan yang majemuk pada
waktu itu dan ini adalah merupakan konstitusi pertama yang ada di dunia.

Di dalam Islam terdapat 3 tingkatan mengenai Hak Asasi Manusia, pertama, hal dharury
(hak primer). Hak primer atau hak dasar adalah hak yang paling pokok yang dimiliki oleh manusia,
jika dilanggar tidak saja menjadikan manusia menderita tapi eksistensinya sebagai manusia pupus
dan martabat kemanusiaannya hilang.

Diantara contoh sederhana dari hak yang disebutkan di atas yaitu hak yang berkaitan
dengan kehidupan, hak yang berhubungan dengan keamanan, dan hak yang berkaitan untuk
mempunyai materi yakni harta benda. Kedua, hak yang berada pada tingkat sekunder (hajjiah),
yaitu merupakan tingkat kebutuhannya dibawah tingkat yang pertama dimana jika tidak dipenuhi
tidak menghilangkan hak dasarnya. Misalnya, kebutuhan untuk mengisi perabotan rumah atau
kendaraan transfortasi. Ketiga, hak tersier (tahsiniyat) yakni hak urutan tingkatnya dibawah dari
tingkat dari hak primer dan sekunder yang berfungsi hanya sebagai pelengkap saja. Dari uraian di
atas menjadi lebih terang , bahwa HAM yang diusung oleh Islam memiliki konsep yang rapi dan
memiliki caracara yang realistis sesuai dengan tuntutan kondisi manusia serta lebih mudah untuk
diaplikasikan dibandingkan dengan hak asasi manusia yang digagas oleh PBB ( antroposentrik)

Perbedaan yang dapat dilihat antara Hak Asasi Manusia dari perspektif Islam dan perspektif
PBB dalam dibawah ini :

HAM PBB

1. Sumbernya berasal dari pemikiran filsafat


2. Lebih bersifat sekuler (Antroposenstris)
3. Hak lebih diutamakan dari kewajiban menyeimbangkan diantara keduanya yaitu hak dan
kewajiban Individualistik ciri utamanya
4. Hak-hak dasar sepenuhnya dimiliki oleh manusia
HAM ISLAM
1. Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallâhu „alaihi wasallam sumber utamanya
2. Theosentris dasar utamanya
3. Menyeimbangkan diantara keduanya yaitu hak dan kewajiban Lebih mengutamakan urusan
sosial dan kepentingannya
4. Hak-hak dasar manusia hanya sebagai titipan dari Allah SWT, maka harus dijaga,
dipelihara dan disyukuri
Agar Hak Asasi Manusia terjaga dan terlindungi dari pelanggaran, maka Islam mempunyai
instrumen aplikasi berupa ajaran yang salah satunya dikenal dengan amar ma’ruf nahi munkar yang
berfungsi untuk menjaga segala hal yang buruk dan menganjurkan hal yang baik. Untuk mencapai
tujuan yang disebutkan di atas maka ada tida tahapan yang diajari oleh Islam untuk dilalui yaitu
pertama melalui kekuatan tangan (kekuasaan), kedua melalui potensi lisan berupa nasihat, ketiga
melalui gerakan hati Nurani; gerakan ini upaya terakhir dari yang dimiliki oleh manusia untuk
mengatasi kemungkaran disertai dengan doa‘ kemunkaran dapat hilang.

Upaya Islam dalam mengatasi pelanggaran HAM tidak hanya bertumpu pada Tindakan represif
semata yang biasanya lebih mengandalkan pada legal hukum formal. Hal ini menuntut adanya
buktibukti material, namun lebih terdahulu Islam mengutamakan untuk melakukan tindakan
preventif melalui pendekatan persuasif.

SEJARAH HAM DI INDONESIA


Dari Indonesia tidak ada tokoh-tokoh yang diakui secara internasional sebagai pelopor
HAM. Namun bukan berarti di Indonesia tidak ada perjuangan untuk menegakkan HAM
Perjuaangan menegakkan HAM dimulai sejak adanya penjajahan di Indonesia. Perjuangan ini tidak
semata-mata hanya perlawanan mengusir penjajah, namun lebih jauh dari itu pada dasarnya juga
merupakan perjuangan untuk menegakkan HAM.

Indonesia mengalami penjajahan berabad-abad. Pada masa itu banyak sekali pelanggaran
HAM seperti penculikan, kerja paksa,pembantaian, penyiksaan, pemindasan, kesewang-wenangan
yang merupakan fenomena umum yang terjadi. Tidak ada kebebasan, keadilan, perasaan, rasa
aman, yang terjadi adalah ekploitasi besar-besaran terhadap manusia dan kekayaan alam Indonesia
untuk kepentingan penjajah.

Pada masa penjajahan Belanda masyarakat Indonesia dibedakan menjadi tiga strata sosial.
Pembedaan kela-kelas dalam masyarakat ini mempunyai implikasi yang luas. Ada diskriminasi di
segala bidang kehidupan ekonomi, politik, soaial, pendidikan dan hukum. Ketiga strata sosial itu
adalah: masyarakat Eropa sebagai kelas pertama, masyarakat Timut Asing (China, India Arab)
sebagai kelas dua dan masyarakat Irlander sebagai masyyarakat kelas tiga. Perlakuan manusia yang
didasarkan pada diskriminasi inilah yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan yang sederajat. Kondisi semacam ini mendorong tokoh-tokoh pejuang untuk mengangkat
senjata.

Tonggak-tonggak sejarah perjuangan HAM adalah sebagai berikut :


1. Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908)
2. Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928)
3. Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945); merupakan puncak perjuangan untuk
menghapuskan penjajahan dengan penetapan Undang-undang Dasar 1945 yang didalamnya
terkandung pengakuan HAM.
4. UUD RIS dan UUDS 1950 secara implicit mencantumkan konsep HAM.
5. Siding Umum MPRS tahun 1966 menetapkan Ketetapan MPRS Nomor XIV/MPRS/1966
tentang Pembentukan Panitia Ad Hock untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam HAM
dan Hak serta Kewajiban Warga Negara. Namun setelah meletusnya G30S/PKI masalah ini
tertunda.
6. Tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 dibentuk Komisi Hak
Asasi Manusia.
7. Perumusan HAM mencapai kemajuan dengan dimasukkan masalah ini dalam GBHN Tahun
1998.
8. Siding Istimewa MPR 1998 telah berhasil merumuskan Piagam HAM secara ekplisit lewat
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia
Terhadap HAM.
9. Ketetapan MPR Nomor XVII ini dijabarkan dalam Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2000
sebagai Hukum Positif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia.

HAM Secara Konseptual


Konsep tentang HAM bangsa Indonesia dapat diruntut sejak Proklamasi Kemerdekaan:
1. Proklamasi

- Sebagai pernyataan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia berimplikasi kebebasan bagi


rakyatnya. Kemerdekaan dan

kebebasan inilah merupakan unsur dasar HAM.

2. Pembukaan UUD 1945


Pada alenia pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Menurut Prof. Notonagoro setiap bangsa sebagai kesatuan golongan manusia merupakan diri
pribadi mempunyai hak kodrat dan hak moril untuk berdiri sebagai pribadi atau hidup bebas.
Jika ada bangsa yang tidak merdeka hal ini bertentangan dengan kodrat manusia. Lebih jauh
lagi dijelaskan dalam alinea ke empat, dimana terdapat Pancasila sebagai fundamen moral
negara. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung ajaran tentang kemanusiaan dan
keadilan yang merupakan unsur-unsur HAM.

3. Pancasila
Konsep HAM dalam Pancasila bertumpu pada ajaran sila kedua Kemanusiaan yang
adil dan beradab dalam kesatuan dengan sila-sila yang lain. Konsep HAM dalam Pancasila ini
lebih mendasar jika dijelaskan dalam tatanan filosofis. Pemahaman Pancasila sebgai filsafat
bertitik tolak dari hakekat sifat kodrat manusia sebagai manusia individu dan soaial. Konsep
HAM dalam Pancasila tidak hanya bedasarkan pada kebebasan individu namun juga
mempertahankan kewajiban sosial dalam masyarakat. Kebebasan dalam Pancasila adalah
kebebasan dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban antara manusia sebagai individu
dan sosial, manusia sebagai makhluk mandiri dan makhluk Tuhan, serta keseimbangan jiwa
dan raga.

HAM Kerangka Hukum Nasional UUD 1945


Konsep HAM dalam Pancasila dijabarkan dalam UUD 1945. Pengumuman HAM
tersebar dalam beberapa pasal yang menyangkut HAM pada masa damai dan HAM pada
masa sengketa bersenjata. Bahkan terdapat HAM yang belum tercantum dalam Universal
Declaration of

- Human Right yaitu hak menentukan nasib sendiri, hak mengunakan sumber daya alam,
dan hak perutusan. Beberapa HAM yang terdapat dalam UUD 1945:
a. Hak atas kedudukan yang sama atas hukum dan pemerintahan (pasal 2 ayat 1).
b. Hak mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
c. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28).
d. Hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28).
e. Hak atas kebebasan mameluk agama (pasal 29 ayat 2).
f. Hak untuk mendapatkan pengajaran (pasal 31).

Selain itu masaih ada hak lain:


a. Hak yang berlaku dalam sengketa yang bersenjata (pasal 11 ayat 12,30).
b. Hak pembelaan diri (pasal 30).
c. Hak perutusan (pasal 13).
2) Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang HAM
Sikap dan pandangan bangsa Indonesia tentang HAM secara tegas termuat dalam ketetapan
ini. Untuk pertama kali secara eksplisit dirumuskan dalam bentuk piagam HAM. Piagam ini terdiri
dari Pembukaan dan Batang Tubuh yang berisi X Bab dan 44 pasal. Dalam pembukaan bahwa
bangsa Indonesia pada hakekatnya mengakui, menyadarim menjamin dan menghargai HAM.
Dalam pelaksanaan ini terpadu dalam kewajiban asasi manusia sebagai pribadi, anggota keluarga
masyarakat, bangsa dan negara serta anggota masyarakat bangsa- bangsa di dunia.
1. Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2000 Tentang HAM.
Undang-undang ini disahkan pada tanggal 23 September 2000, terdiri dari XI Bab dan 106
pasal yang berisi tentang hak manusia sebagai ciptaan Tuhan, manusia sebagai makhluk sosial,
manusia sebagai warga negara.

- Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan


dan Perlakuan dan Pelaksanaan atau Penghukuman Lain yang Kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat manusia.
2. Keputusan Presiden RI Nomor 181 tahun 1889 tentang Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan.
3. Keputusan Presiden RI Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM.
4. Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah
Pribumi dan Non Pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan,
perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan
pemerintah.

C. KESIMPULAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah hak yang
dilindungii secara internasional PBB (Declaration of Human Rights), seperti hak untuk hidup, hak
kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat. HAM bersifat universal
artinya,dimiliki oleh setiap orang tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan.

HAM adalah masalah yang universal. Masalah ini selalu ada selama manuisa ada. Perjuangan
HAM di tanah air muncul ketika adanya penindasan pada masa kolonial pada dasarnya pelecehan
terhadap HAM. Munculnya perjuangan mendapatkan pemerintahan pada dasarnya juga untuk
mendapatkan HAM.

HAM mendapatkan kekuatan hukum dalam pelaksanaannya, baik dalam kerangka hukum
internasional maupun nasional. Bangsa Indonesia mengalami gangguan tentang HAM ini setelah
masa reformasi, dengan adanya Ketetapan MPR RI no.XVII/MPR/1998 tentang HAM dan
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang HAM serta perangkat-perangkat hukum lain
sebagai aturam oprasional.

Adanya perumusan HAM yang tertuang dalam hukum positif ini diharapkan mampu
mengurangi pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan hukum ini mengikat negara atau
warna negara. Adanya undang-undang HAM merupakan upaya preventif mencegah pelanggaran
HAM. Namun demikian, dalam masalah ini kehendak baik dari pemerintah dan masyarakat untuk
menghormati HAM jauh lebih penting.

Dapat ditegaskan bahwa prinsip HAM dalam al-Qur’an dapat dirujuk kepada tiga kata hal
yaitu mendiami bumi (istiqrar) yang mencakup kepada hak hidup dan hak kebebasan memilih
agama, kemudian kesejahteraan (istimta’) dan hak mencari penghidupan yang aman dan tenteram
serta yang terakhir adalah kehormatan (al-karamah) yang melahirkan hak kemerdekaan dan hak
persamaan derajat.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai
Pustaka, 1994.
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Hak Asasi Manusia, Jakarta; SinarGrafika, 2000.
Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam.
Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,2003.
A.A. Maududi, Human Right in Islam, Aligharh: 1978.
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhû, Siria: Dâr al-Fikr,1984.
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilâlil Qur‟an di Bawah Naungan Al-Qur’an,Jakarta: Gema
Insani Press.

Abî Jakfar Muhammad Jarîr al-Thobari,Tafsir al-Thobary: Jamîul Bayân „an Ta‟wîl Al-
Qur‟an Juz 16, Jîzah: Dâr al-Hajar, 2001.
Ahmad al-Nâwî al-Mâlikî, Íâsyiyah al-„Allâmah al-Nâwiy „alâ Tafsîr al-Jalâlain, Juz II,
Beirut: Dâr al-Ihyâal-Turâś al-‗Arabiy.

Wahbah al-Zuhailîy, al-Tafsîr al-Wajîz,alâ Hâmisy Al-Qur’ân al-„Auîm, Damaskus: Dâr al-
Fikr, 1316 H.
Eggi Sudjana, Hak dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan
Modernitas yang Hakiki, Jakarta: Nuansa Madani 2001.
C. G. Weeramantry, Hak Asasi Manusia lnternasional: Beberapa Perspektiflslam, Kolombo:
Lecture, 1986.

Bertens, Kess.Sejarah filsafat Yunani,Yogyakarta : Kanisius. 1971.

Mariam Budiharjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia.1985.

Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Pancuran Tujuh.1971.

Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2000, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Sinar Grafika.

Al-Quran al karim

Salim, Abd. Muin, al-Uqūq al-Insāniyah fiy al-Qur’ān al-Karīm. Makalah, Makassar, 2001.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Alquran; Tafsir Maudhu'iy atas Pelbagai Persoalan Umat Cet.
XV;

Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Hak Asasi Manusia, (Cet. I: Jakarta; Sinar Grafika, 2000 ),
h.3

Anda mungkin juga menyukai