Jurnal
diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Dosen pengampu Ridwan Eko Prasetyo, M.H.
disusun oleh:
Abstrak
Tulisan ini mengetengahkan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di mana
pada dasarnya telah didapatkan oleh setiap manusia sejak dilahirkan
terutama hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Tujuan penelitian
adalah untuk menjelaskan Hak Asasi Manusia dari berbagai sudut
pandang serta untuk menegaskan bahwa manusia memiliki hak atas
dirinya secara utuh lepas dari orang lain sehingga setiap manusia
diharapkan dapat menikmati hak asasi yang dimilikinya. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan
teknik pengumpulan data studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan
sejumlah buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan
tujuan penelitian. Hasil penelitian adalah HAM merupakan alat atau
instrument yang berfungsi menjaga harkat juga martabat manusia sesuai
dengan kodrat dalam setiap individu. HAM juga dapat diartikan sebagai
hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundemental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga
dan dilindungi oleh setiap individu,
PENDAHULUAN
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.1
Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu
hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi
ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari
pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita
hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan
atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
1
Susani Triwahyuningsih, Perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (ham) di indonesia, Legal
Standing: Jurnal Ilmu Hukum 2.2 (2018): hal. 113
1
2
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup
sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia,
bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi
manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau
Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi.
Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat
universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat
diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri
dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam
bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian dan pengambilan data yang digunakan pada jurnal ini
adalah metode kualitatif berbasis library research (studi kepustakaan) yaitu
dengan melakukan pengmpulan sejumlah buku-buku, majalah, liflet yang
berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian. Sumber pustaka yang
dipergunakan adalah buku-buku Pendidikan Kewarganegaraan dan temuan-
temuan penelitian dalam bentuk artikel jurnal serta literatur pendukung lainnya.
PEMBAHASAN
Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa inggris human rights dalam bahasa
prancis droits de i’homme, jadi Hak asasi manusia adalah konsep hukum dan
normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak melekat pada dirinya
karna ia adalah seorang manusia.2 Hak asasi manusia berlaku kapanpun,
2 Sherly Ayu Diah N S dkk. Millennials: Perspective of Human Rights. N.p., UnisriPress, (2022) hal.
18
3
sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan
merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia pasal 1 disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu
kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang Maha Esa
yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau
negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM
ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Perkembangan HAM di Eropa
1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula
dari kawasan Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum peradaban eropa
muncul, HAM telah populer dimasa kejayaan islam. Wacana awal HAM di
Eropa dimulai dengan lahirnya magna charta yang membatasi kekuasaan
absolut para penguasa atau raja-raja.5 Kekuasaan absolut raja, seperti
menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat,
menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggung jawabkan secara
hukum. Sejak lahirnya magna charta pada tahun 1215, raja yang melanggar
aturan kekuasaan harus diadili dan mempertanggung jawabkan kebijakan
pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun kekuasaan para raja masih
sangat dominan dalam hal pembuatan undang-undang, magna charta telah
5
A. Ubaedillah, Pancasila, demokrasi & pencegahan korpsi: pendidikan kewarganegaraan, Jakarta:
Kencana (2015) hal. 166
5
6 Habibah Zulaiha, Pendidikan Kewarganegaraan : buku ajar, Kediri: K-Media (2023), hal 62
7 Ibid, hal. 63
6
8 Ibid
9 Dede Rosyada, Pendidikan kewargaan. Indonesia, ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bekerjasama dengan The Asia Foundation & Prenada Media (2003). hal. 150
7
agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, han bebas
dari kemiskinan, dan hak bebas dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian, dalam konverensi buruh internasional di
philadelphia, Amerika serikat, dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi
Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya menciptakan perdamaian dunia
berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras,
kepercayaan, dan jenis kelaminya. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM
yang menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan
kebutuhan material dan spiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan
keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut kemudian
dijadikan dasar perumusan deklarasi universal HAM yang dikukuhkan oleh
PBB dalam universal deklaraton of human Rights pada tahun 1948.
Menurut deklarasi universal HAM, terdapat lima jenis hak asasi yang
dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi),
hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak
subsistensi (hak jaminan adanya sumberdaya untuk menunjang kehidupan)
dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut pasal 3 sampai 21 deklarasi universal HAM, hak personal, hak
legal, hak sipil, dan politik meliputi:10
a. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
b. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
c. Hak bebas dari penyksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam,
tak
d. berperi kemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
e. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
f. Hak untuk pengampunan hukum secara evektif ;
g. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang
sewenang-wenang;
h. Hak untuk peradilan yang independen yan tidak memihak;
i. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
10
Zulaiha, Sukarsih, pendidikan… hal. 65
8
negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru
sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat sarat dengan hak-hak
yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk
tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum,
hak praduga tidak bersalah, dan sebagainya. Selain dari hak-hak tersebut, hak
nasionalitas, hak kepemilikan, hak pemikiran, hak beragamahak pendidikan,
hak pekerjaan dan kehidupan budaya juga mewarnai pemikiran HAM
generasi pertama ini.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak
yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga
menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi
kedua ini, lahir duan konvensi HAM internasional dibidang ekonomi, sosial,
dan budaya, serta konvensi bidang sipil dan hak-hak politik sipil
(international covenant on economic, social, and cultural rights dan
international covenant on civil and political rights). Kedua konvensi tersebut
disepakati dalam sidang umum PBB 1966.11
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara
hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian integral
yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights
of development), sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Keadilan
Internasional (international comission of justice). Pada era generasi ketiga ini
peranan negara tampak begitu dominan.
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis
HAM. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara
dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang
dikenal dengan Declaration Of the Basic Duties of Asia People and
Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan
sosial yang lebih berkeadilan. Tidak hanya masalah hak asasi, Deklarasi
HAM Asia ini juga berbicara tentang masalah kewajiban asasi yang harus
11
Rosyada, Pendidikan... hal. 153
10
hak yang bersifat universal. Setiap pelaksanaan hak tergantung kondisi starta
masyarakat yang ada, hak hak yang bersifat dasar dapat diabaikan dan di
sesuaikan dengan praktik sosial yang telah ada.
Para penganut relativisme kultural yang menganut kontekstualisasi HAM
cenderung melihat universalitas HAM sebagai imperialisme kebudayaan barat.
Hak asasi sebagaimana diterapkan dalam DUHAM ( Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia ), dipandang sebagai produk politis barat. Sehingga tidak bisa
diterapkan secara universal. Keengganan menerapkan DUHAM secara
menyeluruh juga didukung oleh dalih pembelaan terhadap pluralitas dengan dasar
bahwa kemerdekaan pertama-tama berarti kemerdekaan untuk berbeda, sehingga
penyeragaman HAM dipandang sebagai perampasan itu sendiri.15
Di sisi lain para penganut universalitas HAM yang bepegang pada radikal
universalitas HAM berpendapat bahwasannya perbedaan kebudayaan bukan
dalam arti membenarkan perbedaan konsepsi HAM. Perbedaan pengalaman
historis daln sistem nilai tidak meniscayakan HAM dipahami dalam sudut secara
berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari satu kelompok ke kelompok
lainnya. Menurut teori universalitas semua nilai yang ada termasuk nilai-nilai
HAM adalah bersifat universal dan tidak bisa di modifikasi ataupun dirubah demi
menyesuikan adanya perubahan budaya dan sejarah suatu negara.16 Kelompok
universalitas pula beranggapan bahwa hanya ada satu kesatuan pemahaman
mengenai HAM, atau nilai-nilai yang terkandung di dalam HAM berlaku sama
dan setara di mana pun dan kapan pun serta diterapkan di dalam masyarakat yang
mempunayi latar belakang, budaya, dan historis yang berbeda.
Persepsi universalitas hak asasi manusia, jika ditinjau dari perspektif sejarah
perkembangan pemikiran hak asasi manusia, lahir dan dipengaruhi oleh teori hak-
hak alamiah (natural rights theory) yang berpandangan bahwasannya hak asasi
manusia merupakan hak yang dimiliki setiap orang pada setiap waktu dan tempat
atas dasar eksistensinya sebagai manusia.17 Tidak ada perbedaan antara sesama
manusia dalam hal pemilikan dan penghormatan hak asasi manusia. Sedangkan
persepsi tentang relativitas hak asasi manusia lahir dari teori relativitas budaya
(cultural relativist theory) yang bertentangan dengan teori hak alamiah. Teori
relativitas budaya berpandangan bahwa manusia merupakan produk dari
lingkungan sosial budaya. Perbedaan-perbedaan tradisi budaya di antara
masyarakat menyebabkan perbedaan-perbedaan pula pada pemikiran dan persepsi
tentang manusia, termasuk dalam hal hak asasi manusia
Walaupun hak asasi manusia telah ada sejak zaman kuno dan sering kali
dikaitkan dengan nilai gagasan hak natural atau alami. Rezim atas hak asasi
manusia internasional yang telah memainkan periode perang dunia pertama dan
perang dunia kedua telah menjadikannya sebagai suatu hal yang mutakhir.
Beberapa perlakuan keji atas individu dan kelompok dengan menggunakan aparat
Negara untuk berhadapan dengan manusia secara kejam menimbulkan
keprihatinan internasional atas kurangnya perlindungan hak asasi umum bagi
manusia. Keprihatinan untuk melindungi kelompok-kelompok minoritas di Eropa
Timur dan Eropa Tengah setelah Perang Dunia Pertama adalah usaha awal
menuju rezim hak asasi manusia internasional. Dua gagasan atas hak asasi
manusia yang muncul dalam proses itu, yakni gagasan atas hak-hak individual dan
kolektif.18 Yang pertama berkaitan dengan perlindungan untuk masing-masing
individu dan yang kedua berkaitan dengan perlindungan kelompok-kelompok
minoritas. Upaya yang dapat dilakukan untuk memasukkan ketentuan-ketentuan
hak asasi manusia dalam Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (Covenant of the Leage
of Nations) yang memiliki rencana awal akan dibuat, tetapi kemudian gagal.
Lantas apakah muncul beberapa perjanjian antara bangsa-bangsa besar di benua
Eropa atas terjaminnya suatu kelompok minoritas dan menjamin atas
perlindungan hak-hak asasi manusia tersebut. Bagaimanapun, Liga Bangsa-
Bangsa ( Leage of Nations ) organisasi internasional yang ada sebelum lahirnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa ( United Nations) menjalankan peran pengawasan
terhadap tiap-tiap kewajiban yang ditetapkan, yang waktu itu telah dianggap
sebagai keprihatinan internasional.
18
Ibid hal 4
13
Deklarasi yang menjadi model hubungan baru antara individu dan Negara di
bawah hukum internasional. Marshall Brown, editor Americal Journal of
International Law, pada tahun 1930, menggambarkan signiikansi Deklarasi itu
terhadap rezim internasional yang waktu itu sedang muncul sebagai berikut:
Deklarasi ini menegaskan dalam istilah-istilah yang lugas dan jelas hak-hak
manusia, ‘tanpa membedabedakan kewarganegaraan, jenis kelamin, ras, bahasa
dan agama’, terhadap hak setara atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, beserta
segenap hak pelengkap yang esensial bagi dinikmatinya semua hak pokok ini. Ia
bukan saja bertujuan untuk memastikan setiap individu atas hak-hak
internasionalnya, melainkan juga bertujuan untuk menetapkan pada semua bangsa
sebuah standar perilaku terhadap setiap manusia, termasuk pada tiap warga
masing-masing. Dengan demikian, ia menanggalkan doktrin klasik bahwa negara-
negara sajalah yang merupakan subyek hukum internasional. Dokumen
revolusioner semacam itu, sekalipun terbuka terhadap kritik dalam peristilahan
dan keberatan bahwa ia tidak memiliki nilai yuridis, tapi ia tidak mungkin gagal
mempengaruhi perkembangan hukum internasional. Dokumen ini menandai era
baru yang lebih memperhatikan kepentingan-kepentingan dan hak-hak individu
yang berdaulat ketimbang hak-hak negara yang berdaulat.
Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) adalah
sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB
(A/RES/217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris). Pernyataan ini
terdiri atas 30 pasal yang menggarisbesarkan pandangan Majelis Umum PBB
tentang jaminan HAM kepada semua orang.19
Mukadimah Deklarasi menyatakan bahwa pengakuan atas martabat manusia
secara alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua
anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di
dunia. Mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia telah
mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan
hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia akan
19
Yusa Djuyani, Pengantar Ilmu Politik: Suatu Dasar Bagi Pemula, Rajawali Pers. Depok: PT. Raja
Grafindo Persada (2017), hal. 80
14
mengecap nikmat kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari rasa
takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita yang paling tertinggi dari
rakyat biasa. Hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya
orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir
guna menentang penjajahan.20
Secara detail unsur pasal HAM yang terkandung dalam Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia ( DUHAM ) tahun 1948 ialah sebagai berikut.21
20 Muhamad Sadi Is, Hukum Hak Aşası Manusia (HAM) Jakarta: Kencana (2021), hal. 31
21 Triyanto, “Regulasi Perlindungan Hak Asasi Manusia Tingkat Internasional”, Jurnal PPKn, Vol.1.
No.1, hal. 3
22 A. R. Gerwirth, The community of rights. Dalam Applied ethics in a troubled world Dordrecht:
Springer Netherlands.(1998) Hal. 225-235.
15
rights ini dapat pula diartikan bahwa hak-hak negatif ini mengharuskan negara
tidak campur tangan dalam persoalan-persoalan pribadi. Sedangkan positive rights
adalah hak yang telah diatur dalam aturan hukum yang tertulis; hak yang dapat
dinikmati, dan jika perlu dapat dituntut pelaksanaannya dimuka pengadilan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah, tidak sedikit negara atau pemerintah
yang tidak mengakui hak-hak moral. Akan tetapi, dengan tidak diakuinya hak
moral (negatif rights) oleh negara bukan berarti hak itu tidak ada. Hak itu tetap
eksis dalam diri manusia, terlepas negara mengakui atau tidak, karena pada
dasarnya HAM itu tidak diberikan oleh negara, dan negara juga tidak boleh
merampasnya.
Hal yang biasa di debatkan dikalangan kedokteran dan pakar HAM ialah
euthanasia atau sering dikaitkan dengan isu the right of to die dimana seorang
pasien yang tengah menderita sebuah penyakit yang sangat parah dan tidak
mungkin dapat disembuhkan lagi dapat mengajukan permohonan untuk
mengakhiri hidupnya dengan jalan menghentikan pengobatan atau dengan diberi
obat suntik mati dengan dosis lethal.23 Kematian dengan cara inilah yang
dimaksud dengan euthanasia. Sementara ini tindakan euthanasia merupakan
perbuatan yang terlarang karena dikategorikan sebagai pembunuhan atas nyawa
seseorang, dan negara-negara Barat, terguncang mengenai isu “the right to die”
semakin kuat. Bahkan HAM di PBB tidak luput dari sasaran amandemen. Pada
tahun 1950 suatu petisi yang ditandatangani oleh 2513 orang-orang terkemuka di
Inggris dan Amerika Serikat, yang menginginkan agar dalam Deklarasi HAM
ditambah dengan “hak penderita yang tidak bisa lagi diobati, boleh dieutanasia
sukarela”.24 Gugatan lain ditujukan terhadap konstitusi negara Amerika Serikat
yang dikenal dengan “Bill of Rights”. Dimana dalam “Bill of Rights” ini, selain
diakui hak hidup, kemerdekaan, dan untuk mengejar kebahagiaan, diminta pula
agar memasukkan “Hak kematian dengan penuh martabat”.
23 Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam perspektif hak asasi manusia, Yogyakarta: Media Pressindo
(2001) hal. 5
24 Ibid, hal. 11
16
yang mampu merupakan contoh lain dari ajaran islam tentang kepedulian sosial
yang harus di jalankan oleh pemeluk Islam.
Wacana HAM bukanlah sesuatu hal yang baru dalam sejarah peradaban
Islam. Para ahli islam menyatakan wacana HAM dalam islam jauh lebih awal
dibandingkan dengan konsep HAM yang muncul di Barat. Menurut mereka, Islam
datang dengan membawa pesan universal HAM. Menurut Maududi, ajaran
tentang HAM yang terkandung dalam piagam magna charta tercipta 600 tahun
setelah kedatangan islam di negeri Arabia.27
Terdapat tiga bentuk HAM dalam Islam yaitu:28
1. Hak dasar (hak daruri), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut
dilanggar, bukan hanya membat manusia sengsara, tetapi juga hilang
eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Contoh sederhana
hak ini diantaranya adalah hak untuk hidup, ha katas keamanan, dan hak
untuk meiliki harta benda.
2. Hak sekunder, yakni hak-hak yang apabila tidak dipenuhi akan berakibat
pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika
seseorang kehilangan haknya unyuk memperoleh sandang pangan yang
layak, maka akan berakibat hilangnya hak hidup.
3. Hak tersier, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer
dan sekunder.
Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama Islam,
All-Qur’an dan Hadist. Sedangkan implementasi HAM dapat dirujuk pada praktik
kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW., yang dikenal dengan sunah
(tradisi) Nabi Muhammad SAW. Tonggak sejarah peradaban islam sebagai agama
HAM adalah lahirnya deklarasi Nabi Muhammad di Madinah yang bisa dikenal
dengan Piagam Madinah.29
Terdapat dua prinsip pokok HAM dalam Piagam Madinah yaitu:
27 Ibid, hal. 87
28 Feri Riski Dinata Dkk, Pengembangan Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: Nusa Media
(2018), hal. 108
29 Anas Urbaningrum, M.A.,Islah, Islam dan HAM, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama (2013), hal. 235
18
1. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku
bangsa.
2. Hubungan antara komuitas muslim dengan non muslim didasarkan pada
prinsip-prinsip:
1) Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga;
2) Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
3) Membela mereka yang teraniaya;
4) Saling menasihati;
5) Menghormati kebebasan beragama.
Pandangan inklusif kemanusiaan Piagam Madinah kemudiaan menjadi
semangat deklarasi HAM Islam di Kairo, deklarasi ini dikenal dengan nama
Deklarasi Kairo yang lahir pada 5 Agustus tahun 1990.
Disemangati oleh pesan inklusif Piagam Madinah, lahirnya Deklarsi Kairo
mengandung ketentuan HAM sebagai berikut:30
1. Hak persamaan dan kebebasan;
2. Hak hidup;
3. Hak perlindungan diri;
4. Hak kehormatan pribadi;
5. Hak berkeluarga ;
6. Hak kesetaraan Wanita dengan pria;
7. Hak anak dari orang tua;
8. Hak mendapatkan Pendidikan;
9. Hak kebebasan beragama;
10. Hak kebebasan mencari suaka;
11. Hak memperoleh pekerjaan;
12. Hak memperoleh perlakuan sama;
13. Hak kepemilikan; dan
14. Hak tahanan dan narapidana.
1. Islam dan Gender
30
Habibah, Pendidikan… hal. 88
19
31 Yoce Aliah Darma, Sri Astuti, Pemahaman Konsep Literasi Gender, Tasikmalaya: Langgam Pustaka
(2022), hal. 104
32 K. Harto, Rekonstruksi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Ham. Millah: Jurnal
Studi Agama, (2012) hal. 14.
20
33
ibid
21
dimana yang satu tidak memiliki keunggulan atas yang lain. Al-Qur’an
sendiri tidak secara tegas menjelaskan bahwa Hawa dicitakan dari tulang
rusuk Nabi Adam sehingga kedudukan dan statusnya lebih rendah.34
Perbedaan jenis kelamin bukanlah dasar untuk berbuat ketidakadilan
gender. Pandangan-pandangan yang mengandung bias negatif terhadap
perempuan, dan sering dinilai sebagai pandangan ajaran Islam, adalah tidak
lain bersumber dari budaya patriaki yang menempatkan posisi sosial politik
laki-laki di atas perempuan, yang kemudian menjadi tafsirkeagamaan yang
dijadikan legitimasi untuk mendominasi atas peran perempuan. Dalam
sejarah pemikiran Islam, pandangan patriaki banyak dijumpai dalam
khazanah hukum Islam (fikih). Reorientasi pemahaman agama (Islam) harus
dilakukan supaya dapat menempatkan kedudukan dan peran perempuan pada
proporsi yang benar.
2. Islam dan Kebebasan Beragama
Kebebasan berkeyakinan merupakan salah stu ajaran Islam yang sangat
sarat dengan prinsip universal HAM tentang kebebasan manusia untuk
beragama atau sebaliknya. Karenanya pemaksaan kenyakinan beragama
tidak saja bertentangan dengan prinsip HAM, tetapi juga tidak pernah
diajarkan oleh Islam (QS. 2:256). Ajaran berdakwah dalam Islam harus
dilakukan dengan cara-cara bijak dan dialogis, dan harus menghindari hal-hal
yang bersifat menistakan ajaran, symbol, dan tokoh-tokoh agama lain.35
Dalam prespektif membangun toleransi antar umat beragama, ada lima
prinsip yang bisa dijadikan pedoman semua pemeluk agama dalam kehidupan
sehari-hari:36
1) Tidak satu pun agama yang mengajarkan penganutnya untuk menjadi jahat;
2) Adanya persamaan yang dimiliki agama-agama, misalnya ajaran tentang
berbuat baik kepada sesame;
3) Adanya perbedaan mendasar yang diajarkan agama-agama. Diantaranya,
perbedaan kitab suci, nabi, dan tata cara dalam ibadah;
37
Rosyada, Pendidikan… hal. 169
23
KESIMPULAN
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundemental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara.
Dalam perkembangannya, HAM memiliki sejarah panjang dan beragam, terutama
di Eropa yang diawali dengan lahirnya wacana HAM yang disebut magna charta.
Tataran dan konsep umum HAM merupakan sesuatu yang bersifat universal.
Namun pada perkembangan terakhir mncul pemikiran yang beragam mengenai
HAM sehingga terjadinya perdebatan yang tercermin pada dua teori, yaitu teori
univeralitas dan relativitas. Sementara dalam Islam, Wacana HAM bukanlah
sesuatu hal yang baru dalam sejarah peradaban Islam. Para ahli islam menyatakan
wacana HAM dalam islam jauh lebih awal dibandingkan dengan konsep HAM
yang muncul di Barat. Berdasarkan dari Al-Qur’an, perlindungan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam islam tidak lain merupakan
tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Darma, Yoce Aliah, Sri Astuti, Pemahaman Konsep Literasi Gender,
Tasikmalaya: Langgam Pustaka (2022)
Dinata, Feri Riski Dkk, Pengembangan Materi Pendidikan Agama Islam,
Bandung: Nusa Media (2018)
Djuyani, Yusa, Pengantar Ilmu Politik: Suatu Dasar Bagi Pemula, Rajawali
Pers. Depok: PT. Raja Grafindo Persada, (2017)
Gewirth, AR., The community of rights. Dalam Applied ethics in a troubled
world, Dordrecht: Springer Netherlands. (1998)
Is, Muhamad Sadi, Hukum Hak Aşası Manusia (HAM), Jakarta Timur: Kencana
(2021)
Karyadi, Petrus Yoyo, Euthanasia dalam perspektif hak asasi manusia,
Yogyakarta: Media Pressindo (2001)
Khilmiyah, Akif, Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Indonesia
Berkemajuan, Yogyakarta: Samudra Biru, (2016)
NS, Sherly Ayu Diah, dkk. Millennials: Perspective of Human Rights, n.p,
UnisriPress (2022)
Rosyada, Dede, Pendidikan kewargaan. Indonesia, ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation &
Prenada Media (2003)
Ubaedillah, A., Pancasila, demokrasi & pencegahan korpsi: pendidikan
kewarganegaraan, indonesia: Kencana (2015)
Urbaningrum, Anas, M.A.,Islah, Islam dan HAM, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama (2013)
Zulaiha, Habibah, Pendidikan Kewarganegaraan : buku ajar, Kediri: K-Media,
(2023)
2. Jurnal dan Artikel
Ardani, dkk. "Relativisme Budaya Dalam Hak Asasi Manusia." Jurnal
Cakrawala Hukum 13.1 (2018)
25
Ashri, Muhammad, Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen Dasar.
CV. Social Politic Genius (SIGn), (2018)
Harto, K, “Rekonstruksi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan
Ham”. Millah: Jurnal Studi Agama (2012)
NS, Sherly Ayu Diah, dkk. Millennials: Perspective of Human Rights, n.p,
UnisriPress (2022)
Triwahyuningsih, Susani “Perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (ham)
di indonesia”, Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 2.2 (2018)
Triyanto, “Regulasi Perlindungan Hak Asasi Manusia Tingkat Internasional”,
Jurnal PPKn, Vol.1. No.1, (2014)