Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UTS MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu :
YUSNANIK BAKHTIAR S.H, LL.M

Disusun Oleh :
NAUFAL IHSAN
22343064

PRODI INFORMATIKA
JURUSAN ELEKTRONIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Hak dan Asasi Manusia”. Shalawat serta salam saya curahkan kepada baginda besar Nabi
Muhammad SAW.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat Saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi Saya khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Padang, Oktober 2022

Naufal ihsan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan istilah dalam bahasa Indonesia untuk menyebut
hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia64. Istilah hak asasi manusia berasal dari istilah
droits de ‘I home (Prancis) human right (Inggris) dan Huquq al - Insan (Arab), Right dalam
Bahasa Inggris berarti hak, keadilan, dan kebenaran2. Secara istilah hak asasi diartikan sebagai
hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, hak tersebut dibawa
sejak manusia ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fithri (kodrati) dan bukan pemberian
manusia atau negara.
Pengertian hak asasi manusia menurut Deklarasi Universal HAM yaitu hak untuk
kebebasan dan persamaan dalam derajat yang diperoleh sejak lahir serta tidak dapat dicabut dari
seseorang. Sedangkan UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, didefinisikan sebagai hak dasar
yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas
oleh siapapun. Pengertian hak asasi manusia tersebut sekurang-kurangnya mengandung tiga hak
elementer 2 Pendidikan Hak Asasi Manusia yang tidak boleh dicabut dari seseorang sebagai
individu yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak dianiaya, dan adanya kebebasan. Disamping itu
ada hak ekonomi, sosial dan budaya yang dimiliki setiap orang sebagai anggota masyarakat dan
tidak dapat dikesampingkan bagi martabat manusia dan kebebasan dalam mengembangkan
kepribadiannya.
Hak asasi pada hakikatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi
warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak
warga negara oleh negara Artinya ada pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan pada
negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenangan kekuasaan.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1
menyebutkan : “Hak Asasi Manusia ialah “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana Sejarah Hak Asasi Manusia?
3. Bagaimana Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia?
4. Apa saja Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia?
5. Bagaimana Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
2. Untuk mengetahui dan memahami Sejarah Hak Asasi Manusia
3. Untuk mengetahui dan memahami Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia
4. Untuk mengetahui dan memahami Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia
5. Untuk mengetahui dan memahami Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KONSEP DASAR HAK ASASI MANUSIA


Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia.
Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata- mata berdasarkan martabatnya sebagai
manusia.10 Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak
tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga
tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh
seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi
manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat
pada dirinya sebagai makhluk insani.
Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia seperti dipaparkan di atas bersumber dari
teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori
hukum kodrati (natural law theory), yang terakhir ini dapat dirunut kembali sampai jauh ke
belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman modern melalui
tulisantulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas.11 Hugo de Groot –seorang ahli hukum
Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum internasional”, atau yang lebih dikenal dengan
nama Latinnya, Grotius, mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas dengan
memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang
rasional. Dengan landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum
terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati.
Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam
revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke- 18.
Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise of Civil Government
and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa
semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan,
yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.12
Melalui suatu ‘kontrak sosial’ (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut
ini diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan
kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas
menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia
menghormati hak-hak tersebut. Melalui teori hak-hak kodrati ini, maka eksistensi hak-hak
individu yang pra-positif mendapat pengakuan kuat.

2.2 SEJARAH HAK ASASI MANUSIA


2.2.1 Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia
Dunia barat (Eropa) paling dahulu menyuarakan HAM, dimana berdasarkan sejarah Hak
Asasi Manusia, Inggris yang paling utama menyerukan. Tecatat di Inggris terdapat seorang filsuf
yang mengungkapkan gagasan atau merumuskan adanya hak alamiah (natural rights), yaitu Jhon
Locke pada abad 17. Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia di dunia barat ditandai dengan
tiga hal penting, yaitu Magna Charta, terjadinya revolusi Amerika dan revolusi Prancis.

1. Maghna Charta Liberium Inggris (1215)


Sejarah telah mencatat bahwa inggris memberikan jaminan pada para bangsawan serta
keturunannya yang tidak memenjarakan mereka sebelum melelui proses pengadilan. . Jaminan
tersebut diberikan bukan tanpa alasan, tapi dikarenakan para bangsawan telah berjasa dalam
membiayai kerajaan, sebagai bentuk balas budi, pihak kerajaan memberikan jaminan, yang
dinamakan magnha charta liberium. Jaminan atau perjanjian tersebut dibuat pada masa raja Jhon
tahun 1215 Masehi.
Pada masa itu bangsawan meminta jaminan sebab kebanyakkan raja jaman dahulu
bertindak sesuka hati, membuat hukum sendiri sedangkan raja kebal terhadap hukum. Hampir
semua aturan yang dibuat menguntungkan raja. Meskipun Maghna Charta tidak berlaku untuk
semua, atau dalam artian hanya untuk para bangsawan, akan tetapi kita tidak bisa memungkiri
bahwa Maghna Charta merupakan tonggak awal perkembangan HAM di dunia.

2. Revolusi Amerika (Bagian Sejarah HAM 1776)


Revolusi Amerika pada tahun 1776 merupakan peperangan rakyat Amerika melawan
penjajah Inggris. Hasil revolusi ini adalah kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dari Inggris.
Pada tahun yang sama amerika membuat sejarah dengan menegakan Hak Asasi Manusia, yaitu
memasukannya aturan HAM kedalam perundangan negara.
Hak Asasi Manusia di Amerika dalam perkembangannya lebih komplek dari pada HAM di
Inggris. Bahkan HAM terus disuakan sampai saat ini baik oleh pemerintah maupun rakyat.

3. Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis lebih populer dari pada revolusi Amerika, jika Amerika memerangi
penjajah Inggris untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan, supaya bisa berdiri sendiri dan
memiliki hak. Beda halnya dengan revolusi Prancis yang dilakukan rakyat memerangi rajanya
sendiri, yaitu raja Louis XVI.Rakyat Prancis melakukan hal tersebut dengan alasan, bahwa sang
raja bertndak sewenang – wenang terhadap rakyat dan memiliki sifat absolute.Revolusi Prancis
setidaknya menghasilkan aturan tentang hak, yaitu hak atas kebebasan, hak atas kesamaan dan
hak atas persaudaraan.
2.2.2 Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di indonesia
Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap sakral, diperjuangkan sepenuh jiwa, serta
sangat sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.Indonesia telah ikut bersama negara
lain untuk memperjuangkan HAM, memasukan rasa kemanusian dalam perundangan, sebab hal
tersebut merupakan fundamental.Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sepenuhnya
mendukung dan menjungjung tinggi penegakan Hak Asasi Manusia. Diawal kemerdekaan
Indonesia, tokoh seperti Mochammad Hatta merupakan orang yang paling vocal dalam
menyuarakan HAM.Indonesia dalam memperjuangkan haknya sebagai bangsa harus melewati
beberapa fase, seperti halnya pembentukan organisasi. Organisasi yang didirikan tersebut
mewadahi banyak orang dimana untuk merasa sadar bersama – sama memiliki hak – hak yang
harus diperjuangkan dan dicapai.
Organisa – oraganisasi yang dibangun memperjuangkan hak – hak masyarakat dengan
cara berbeda, namum pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama untuk menghapuskan
kolonialisme di tanah Indonesia. Sehingga dengan begitu, masyarakat Indonesia dapat menjadi
manusia yang seutuhnya karena hak kemanusiaannya terpenuhi.Sebagai contoh, Budi Oetomo
memperjuangkan hak masyarakat dan kemanusian lewat petisi – petisi dan surat yang
disampaikan kepada kolonial belanda waktu itu. Kemudian ada Sarekat Islam yang berusa
memperjuangkan hak – hak kemanusiaan dan menghilangkan diskriminasi secara rasial.
2.2.3 Sejarah Penegakan HAM di Indonesia Pasca Kemerdekaan
1945 – 1950 merupakan pasca lepasnya Indonesia dari Belanda serta secara sah telah
merdeka. Pada masa ini Indonesia memperjuangkan HAM, yang berkutan dengan masalah –
masalah kemerdekaan serta mengatur menyampaikan dan mengemukakan pendapat di muka
umum.
1950 -1959, masa dimana HAM mulai berhasil tegak, ditandai banyaknya partai politik
dengan ideologi masing – masing, serta pers memiliki kebebasan dalam menyampaikan fakta
yang terjadi.
1966 – 1998, Masa dimana Presiden Soeharto menjabat 30 tahun lamanya, pada masa
pemerintahan ini lebih bersifat defensif serta pers tidak diberikan ruang untuk bergerak. Di masa
ini juga banyak tejadi pelangaran – pelanggaran HAM.
1998 – Sekarang, Masa dimana pasca revormasi, jatuhnya kekuasaan rezim Soeharto.
Beruha mengkaji tindakan – tindakan yang telah dilakukan pada masa Orba, jangan sampaii
terjadi lagi.Sejarah panjang penegakan Hak Asasi Manusia tidak akan pernah berakhir, meski
penjajahan secara fisik sudahlah hilang dari muka bumi, namun bagaimana dengan penjajahan –
penjajahan jenis lain? tentu hal tersebut harus kita lawan demi tegaknya hak asasi, supaya
manusia bisa benar – benar hidup seutuhnya.Sejarah HAM telah mengajari banyak kepada kita,
bahwa rasa kemanusian, kesamaan dan keadilan adalah sesuatu yang harus diperjungkan. Dari
sejarah Hak Asasi Manusia ini kita tentu dapat belajar banyak, semoga kita bisa menjadi manusia
yang utuh.

2.3.1 PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM


a. Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
 Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya
keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum
yang baru.

 Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak
sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan
perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua,
hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak
sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

 Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga
menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum
dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami
ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti
pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan
sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang
dilanggar.

 Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses
pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak
negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan
melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People
and Government.

Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:


a) Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa
dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang
tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak
terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta
pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
b) The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration
of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir
ia harus dibelenggu.
c) The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis),
dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law
yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu
berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan
dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
d) The Four Freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk
agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari
kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai
dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha,
pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan
untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

2.3.2 Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:


Pemikiran HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, konsep yang hidup di
masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya telah berlangsung cukup lama. Secara garis besar
Prof. Bagir Manan dalam bukunya Perkembangan dan Pengaturan HAM di Indonesia, membagi
perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode: sebelum kemerdekaan (1908
1945) dan sesudah kemerdekaan (1945– sekarang).
1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908–1945)
Sebagai organisasi pergerakan, Boedi Oetomo telah menaruh perhatian terhadap masalah
HAM. Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan
adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan
kepada pemerintah kolonial dan dalam tulisan yang dimuat di surat kabar Goeroe Desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo, dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan (1945–Sekarang)
a. Pada masa awal periode
Ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
pengadilan HAM, pembentukan komisi dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia.

b. HAM tahun 1970–1980


Pemikiran elite penguasa pada masa ini sangat diwarnai oleh sikap penolakannya
terhadap HAM sebagai produk Barat dan individualistik sangat bertentangan dengan paham
kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan
represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM.
c. HAM tahun 1990–sekarang
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap status
penentuan (prescriptive status) dan tahap penataan aturan secara konsisten (rule consistent
behavior).

2.4 NILAI-NILAI HAK ASASI MANUSIA


Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, paling tidak ada tiga teori yang dapat dijadikan
kerangka analisis, yaitu teori realitas (realistic theory), teori relativitas kultural (cultural
relativisme theory), dan teori radikal universalisme (radical universalisme) (Davies Peter, 1994).
Wacana atau perdebatan tentang nilai-nilai HAM, apakah universal (artinya nilai-nilai
HAM berlaku umum di semua negara) atau partikular (artinya nilai-nilai HAM pada suatu
negara sangat kontekstual yaitu mempunyai kekhususan dan tidak berlaku untuk setiap negara
karena ada keterkaitan dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang pada suatu
negara), terus berlanjut. Ada tiga teori yang dapat dijadikan kerangka analisis.
1. Teori Realitas
Teori realitas mendasari pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang
menekankan self interest dan egoisme dalam dunia seperti bertindak anarkis. Dalam situasi
anarkis, setiap manusia saling mementingkan dirinya sendiri, sehingga menimbulkan chaos dan
tindakan tidak manusiawi di antara individu dalam memperjuangkan egoisme dan self interest-
nya. Dengan demikian, dalam
situasi anarkis, prinsip universalitas moral yang dimiliki setiap individu tidak dapat berlaku dan
berfungsi. Untuk mengatasi situasi ini, negara harus mengambil tindakan berdasarkan power dan
security yang dimiliki untuk menjaga kepentingan nasional dan keharmonisan sosial. Tindakan
yang dilakukan negara seperti di atas, tidak termasuk dalam kategori tindakan pelanggaran HAM
oleh negara.

2. Teori Relativitas Kultural


Teori relativitas kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat
partikular (khusus). Hal ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik,
sehingga berlaku khusus pada suatu negara. Dalam kaitan penerapan HAM, menurut teori ini ada
tiga model penerapan HAM yaitu:
a. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil, hak politik, dan hak pemilikan
pribadi.
b. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan hak sosial.
c. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib sendiri (self
determination) dan pembangunan ekonomi.
Model pertama banyak dilakukan oleh negara-negara yang tergolong dunia
maju, sedangkan model kedua banyak diterapkan di dunia berkembang, dan untuk
model ketiga banyak diterapkan di dunia terbelakang.
3. Teori Radikal Universalisme
Teori ini berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat
universal dan tidak bisa dimodifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah
suatu negara. Teori ini juga menganggap hanya ada satu paket pemahaman mengenai HAM
bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama di semua tempat dan di sembarang waktu serta dapat
diterapkan pada masyarakat berlatar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan
demikian, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku sama dan universal bagi
semua negara dan bangsa.
Dalam kaitan dengan ketiga teori tentang nilai-nilai HAM itu, ada dua arus pemikiran
atau pandangan yang saling tarik-menarik dalam melihat relativitas nilai-nilai HAM: strong
relativist dan weak relativist. Strong relativist beranggapan bahwa nilai HAM dan nilai-nilai
lainnya secara prinsip ditentukan oleh budaya dan lingkungan tertentu, sedangkan universalitas
nilai HAM hanya menjadi pengontrol dari nilai-nilai HAM yang didasari oleh budaya lokal atau
lingkungan yang spesifik. Berdasarkan pandangan ini, diakui adanya nilai-nilai HAM lokal
(partikular) dan nilai-nilai HAM yang universal. Adapun weak relativist memberi penekanan
bahwa nilai-nilai HAM bersifat universal dan sulit untuk dimodifikasi berdasarkan pertimbangan
budaya tertentu. Berdasarkan pandangan ini, tampak tidak adanya pengakuan terhadap nilai-nilai
HAM lokal, tetapi hanya mengakui adanya nilainilai HAM universal. Keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban,
serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab
bersama antara individu dan pemerintah.

2.5 HAK ASASI MANUSIA DALAM NEGARA HUKUM


Konsep negara hukum menempatkan ide perlindungan hak asasi manusia sebagai salah
satu elemen penting. Dengan mempertimbangkan urgensinya perlindungan hak asasi manusia
tersebut, maka konstitusi harus memuat pengaturan hak asasi manusia agar ada jaminan negara
terhadap hak-hak warga negara. Salah satu perubahan penting dalam Amandemen UUD 1945
adalah pengaturan hak warga negara lebih komprehensif dibanding UUD 1945 (pra-amandemen)
yang mengatur secara umum dan singkat. Catatan pelanggaran hak asasi manusia yang buruk di
era Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Suharto memberi pelajaran bahwa setidaknya
pengaturan hak-hak warga negara harus lebih rinci di dalam konstitusi.
Amandemen UUD 1945 juga membuat pranata peradilan melalui Mahkamah Konstitusi
untuk menggugat produk perundang-undangan yang melanggar hak-hak warga negara
sebagaimana diatur dalam konstitusi. Hak asasi manusia merupakan nilai-nilai universal yang
telah diakui secara universal. Berbagai instrumen internasional mewajibkan negara-negara
peserta untuk memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara. Indonesia
merupakan hukum yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan perlindungan hak asasi
manusia. Sebagai negara hukum yang demokratis, Indonesia telah meratifikasi berbagai
instrumen hukum internasional. Perubahan mendasar dalam politik penegakan hak asasi manusia
setelah reformasi 1998 tetapi tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perjuangan
sebelumnya. alam negara hukum hak asasi manusia terlindungi, jika dalam suatu negara hak
asasi manusia tidak dilindungi, negara tersebut bukan negara hukum akan tetapi negara dictator
dengan pemerintahan yang sangat otoriter.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam negara hukum terwujud dalam bentuk
penormaan hak tersebut dalam konstitusi dan undang-undang dan untuk selanjutnya
penegakannya melalui badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dan merdeka artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-
undang. Konstitusi melarang campur tangan pihak eksekutif ataupun legislative terhadap
kekuasaan kehakiman, bahkan pihak atasan langsung dari hakim yang bersangkutanpun, tidak
mempunyai kewenangan untuk mepengaruhi atau mendiktekan kehendaknya kepada hakim
bawahan. Pada hakikatnya, kebebasan peradilan ini merupakan sifat bawaan dari setiap peradilan
hanya saja batas dan isi kebebasannya dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi,
dan sebagainya.
Dari uraian di atas terlihat jelas hubungan antara negara hukum dan hak asasi manusia,
hubungan mana bukan hanya dalam bentuk formal semata-mata, dalam arti bahwa perlindungan
hak asasi manusia merupakan ciri utama konsep negara hukum, tapi juga hubungan tersebut
dilihat secara materil. Hubungan secara materil ini dilukiskan atau digambarkan dengan setiap
sikap tindak penyelenggara negara harus bertumpuh pada aturan hukum sebagai asas legalitas.
Konstruksi yang demikian ini menunjukan pada hakikatnya semua kebijakan dan sikap tindak
penguasa bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia. Pada sisi lain, kekuasaan kehakiman
yang bebas dan merdeka, tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan manapun, merupakan wujud
perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam negara hukum.
Indonesia sebagai Negara Hukum amatlah menghormati prinsip-prinsip penegakan
HAM. Dilihat dari segi hukum dan konstitusi, tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM
tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
(UUD 45), Pancasila, Undang-undang Dasar yang telah di amandemen dan Undang-Undang:
1. Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM.
2. Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah
dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional.
3. Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
4. Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirubah menjadi bab tersendiri
yang memuat 10 pasal mengenai Hak Asasi Manusia.
5. Dalam Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM telah dimuat hak asasi manusia
yang tercantum dalam instrumen utama HAM internasional, yaitu: Deklarasi Universal
HAM, Konvensi hak sipil dan politik, Konvensi hak, ekonomi, sosial dan budaya,
konvensi hak perempuan, konvensi hak anak dan konvensi anti penyiksaan. Undang-
undang ini selain memuat mengenai HAM dan kebebasan dasar manusia, juga berisi bab-
bab mengenai kewajiban dasar manusia, Komnas HAM, partisipasi masyarakat dan
pengadilan HAM.
6. Dalam Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM khususnya dalam
Bab III dinyatakan bahwa Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutuskan perkara pelanggaran HAM berat.
Indonesia juga telah meratifikasi sejumlah konvensi HAM internasional, di antaranya
yang terpenting adalah:
1. Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW),
diratifikasi dengan UU No.7/1984.
2. Konvensi HAK Anak (CRC), diratifikasi dengan Keppres No.36/1990.
3. Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), diratifikasi dengan UU No.5/1998.
4. Konvensi Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD), diratifikasi dengan UU
No.29/1999.
5. Sejumlah (14) konvensi ILO (Hak pekerja).
Pembentukan konstitusi ini merupakan bentuk tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu pembentukannya juga mengandung suatu
misi mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB sebagai Negara Hukum, serta
yang terdapat dalam berbagai instrument hukum lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang
telah disahkan dan atau diterima negara Republik Indonesia.
Perlindungan Hak Asasi Manusia sudah menjadi asas pokok dalam kehidupan bernegara
di Indonesia. Hal ini terbukti dari pernyataan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
dalam pembukaannya di Alinea pertama yang menyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah haksegala
bangsa, maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan”. Hal
ini berarti adanya “freedom to be free”, yaitu kebebasan untuk merdeka, dan pengakuan atas
perikemanusiaan telah menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia mengakui akan adanya hak asasi
manusia.
Prinsip-prinsip HAM secara keseluruhannya sudah tercakup didalam Undang- Undang
Dasar Republik Indonesia 1945. Prinsip universalitas yang merupakan bentuk menyeluruh,
artinya setiap orang/tiada seorangpun tanpa memandang ras, agama, bahasa, kedudukan maupun
status lainnya,di mana setiap orang memiliki hak yang sama dimata hukum, namun prinsip
universalitas tidak keseluruhannya terkandung dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945, hal ini dibuktikan dari pernyataan di dalam pembukaannya yaitu: “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ”Hal ini berarti Negara hanya bertanggung
jawab kepada hak dari seluruh warga Indonesia saja. Begitu juga dengan beberapa pasal yang
mengistilahkan “setiap warga Negara/tiap-tiap warga Negara”, seperti pada pasal 27 ayat (1), (2),
pasal 30 ayat (1),pasal 31 ayat (1) Padahal yang dimaksudkan sebagai prinsip universal adalah
ketentuan hak yang berlaku bagi semua orang, bukan terbatas pada wilayah tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu
memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran
Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat
dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau
suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B.Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM
kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain
jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar
dan dinjak-injak oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, A. S. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Bumi Aksara.

Rahman, A., SH, M., & Baso Madiong, S. H. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan di


perguruan tinggi (Vol. 1). Celebes Media Perkasa.

Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM), Smith,
R. K., Asplund, K. D., & Marzuki, S. (2008). Hukum hak asasi manusia. Pusat Studi Hak
Asasi Manusia, Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII).

Ashri, M. (2018). Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen Dasar. CV. Social Politic
Genius (SIGn).

Dirdjosisworo, S. (2002). Pengadilan hak asasi manusia Indonesia. Citra Aditya Bakti.

El-Muhtaj, M. (2017). Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia. Prenada Media.

SA, A. W. G., & SH, M. (2017). Hukum Hak Asasi Manusia. Penerbit Andi.

Monib, M., & Bahrawi, I. (2011). Islam & hak asasi manusia dalam pandangan Nurcholish
Madjid. Gramedia Pustaka Utama.
Lonto, A. L., Lolong, W., & Pangalila, T. (2016). Buku: Hukum Hak Asasi Manusia. Ombak.

Ruslan Renggong, S. H., Ruslan, D. A. R., & SH, M. K. (2021). Hak Asasi Manusia Dalam
Perspektif Hukum Nasional. Prenada Media.

Asrun, A. M. (2016). Hak Asasi Manusia Dalam Kerangka Negara Hukum: Catatan Perjuangan
di Mahkamah Konstitusi. Jurnal Cita Hukum, 4(1).

Nadilla, S., & Kav, J. H. R. S. (2019). Pelokalan Hak Asasi Manusia Melalui Partisipasi Publik
Dalam Kebijakan Berbasis Hak Asasi Manusia. Jurnal HAM, 10.

Siregar, P. (2014). Etika Politik Global: Isu Hak-Hak Asasi Manusia. Jurnal Medan Agama, 6(1),
1-59.

Muhammad, M. (2018). Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Positif Dengan Konsep
Constitutional Importance. Meraja journal, 1(2), 31-38.

Begem, S. S., Qamar, N., & Baharuddin, H. (2019). Sistem Hukum Penyelesaian Pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Melalui Mahkamah Pidana Internasional. SIGn Jurnal
Hukum, 1(1), 1-17.

Anda mungkin juga menyukai