Anda di halaman 1dari 85

MARKAS BESAR ANGKATAN UDARA

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

NASKAH SEKOLAH
TENTANG
HAK ASASI MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Tujuan kurikuler. Agar Perwira Siswa mengerti dan memahami bahwa setiap
manusia memiliki hak yang sangat fundamental yang harus dihormati, dan dilindungi oleh
siapa saja, termsuk Negara atau Pemerintah serta mampu mengenal batasan-batasan Hak
Asasi Manusia.

2. Umum. Secara universal hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh
seseorang sejak lahir sampai mati sebagai anugerah dari tuhan YME. semua orang
memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak
melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk
dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap
orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya
yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu
dengan yang lainnya.

3. Maksud dan Tujuan. Untuk memberikan pengetahuan tentang hak asasi manusia
dengan tujuan agar Perwira Siswa mengerti dan mampu memahami pelaksanaan hak
asasi manusia di Indonesia serta mampu mengaplikasikan konsep hak asasi manusia
dalam pelaksanaan tugas TNI dalam rangka pertahanan negara.

4. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Naskah ini disusun dengan tata urat sebagai
berikut:

a. Bab I Pendahuluan.
2

b. Bab II Istilah, Pengertian dan Sejarah HAM.

c. Bab III Teori Prinsip dan Instrumen HAM.

d. Bab IV Mekanisme Perlindungan dan Penegakan HAM.

e. Bab V HAM di Indonesia.

f. Bab VI HAM Dalam Tugas Operasi Udara.

g. Bab VII Penutup.

5. Dasar.Dasar yang digunakan untuk menyusun Naskah Sekolah tentang Hak Asasi
Manusia ini, antara lain:

a. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b. Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi


Manusia.

c. Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.


3

BAB II
ISTILAH, PENGERTIAN, DAN SEJARAH HAM

6. Tujuan Instruksional. Agar Pasis dapat mengerti dan mengenal beberapa istilah-
istilah dan pengertian-pengertian yang sering digunakan oleh pakar-pakar atau organisasi
internasional dalam membahas hak asasi manusia serta dengan mengikuti perkembangan
pemikiran hak asasi manusia akan mempermudah Perwira Siswa dalam mempelajari hak
asasi manusia dengan benar.

7. Umum. Untuk mempelajari hak asasi manusia adalah tidak mudah, mengingat
pemikiran tentang hak asasi manusia didalam Hukum Internasional baru dapat diakui
sebagai salah satu rezim Hukum Internasional di sekitar abad 19. Dinamika
perkembangan situasi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan khususnya dibidang teknologi
militer begitu cepat sehingga konsep perkembangan pemikiran hak asasi manusia juga
cepat berubah. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman terlebih dahulu terhadap
istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang terkait dengan hak asasi manusia.

8. Istilah dan Pengertian.

a. Istilah. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan tentang Hak
Asasi Manusia, yaitu Droit de,I homme (Perancis), Mensen Rechten (Belanda),
Human Rights (Inggris). Sedangkan untuk istilah Human Rights atau Hak Asasi
Manusia diciptakan oleh Eleanor Roosevelt sebagai Ketua Komisi Hak Asasi
Manusia di PBB ketika merumuskan Universal Declaration of Human Rights.1

b. Pengertian. Menurut Hukum Internasional pengertian hak asasi manusia


diartikan sebagai hak yang melekat pada setiap umat manusia di dunia, diakui
secara legal oleh seluruh umat manusia sehingga hak tersebut tidak dapat dicabut,
dihilangkan, dikurangi oleh siapapun dalam keadaan atau dalih apapun.
Sedangkan menurut beberapa ahli dibidang Hak Asasi Manusia dan beberapa
literatur, pengertian tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut:

1
Firman Deden, 2015. Istilah dan Pengertian HAM http://forumkomunikasifhunpas.blogspot.co.id/2015/04/istilah-dan-
pengertian-ham.html
4

1) John Locke. Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya,
hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya, sehingga sifatnya suci.2

2) Austin-Ranney. Hak Asasi Manusia adalah ruang kebebasan individu


yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya
3
oleh pemerintah.

3) Prof. Dardji Darmodiharjo, SH. Mengatakan bahwa hak asasi


manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi
dasar dari pada hak dan kewajiban yang lain.

4) Prof. Oemar Seno Adji, SH. Mengatakan hak asasi manusia adalah
hak yang ada pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang
Maha Esa, seperti misalnya hak hidup, keselamatan, kebebasan dan
kesamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

5) Prof. Dr. Muladi S.H. M.H. Mengatakan hak asasi manusia adalah
hak yg melekat secara alamiah (inherent) pada diri manusia sejak manusia
lahir, dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat tumbuh & berkembang
sebagai manusia yang utuh.

6) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hak Asasi Manusia adalah hak yang


melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil
hidup sebagai manusia.

7) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

2
Ibid hal 3
3
Dwi, published at 01.16 categorized PKN http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-hak-asasi-
manusia-ham-umum.html
5

dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi


kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 4

8) Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak asasi
manusiaadalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat
pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan berkait dengan harkat dan
martabat manusia.

9) Secara umum pengertian hak asasi manusia adalah hak dasar yang
dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari
Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak
memiliki sesuatu.Dalam definisinya yang kodrat, hak asasi manusiamelekat
pada manusia sebagai subjek pengemban hak semenjak manusia dapat
dikategorikan sebagai manusia di dalam kandungan. Hak tersebut juga tidak
dapat dicabut, dialihkan, dan dibagi-bagi.

9. Sejarah Perkembangan HAM. Pada awalnya hak asasi manusiadi buat untuk
memperjuangkan hak-hak dari setiap manusia di dunia. Pada tahun 1215 penanda
tanganan Magna Charta dianggap sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia yang
pertama. Dalam kenyataanya, isinya hanya memuat perlindungan hak kaum bangsawan
dan kaum tertentu sehingga Magna Charta bukan merupakan awal dari sejarah hak asasi
manusia.Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf
Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights)
yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah
perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat,
yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.Peristiwa perkembangan Hak
Asasi Manusia di Dunia.

a. Hak Asasi Manusia di Yunani. Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399


SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan
diakuinya hak-hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk
melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai-nilai

4
Pemerintah Indonesia, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
6

keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus


mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

b. Hak Asasi Manusia di Inggris. Inggris sering disebut-sebut sebagai negara


pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi
kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan
adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan.
Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut:

1) Magna Charta. Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil
dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan
sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari
para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat
suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.Magna
Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan
atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun
dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam
Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak
tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam
tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi
karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih
tinggi daripada kekuasaan raja.Isi Magna Charta adalah sebagai berikut:5

a) Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati


kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.

b) Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk


memberikan hak-hak sebagai berikut:

c) Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan


menghormati hak-hak penduduk.

5
Ni Wayan Dyta Diantari https://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/
7

d) Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa


bukti dan saksi yang sah.

e) Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap,


dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan
hukum sebagai dasar tindakannya.

f) Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur


ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

2) Petition of Rights.Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-


pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan
oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628.Isinya
secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut:

a) Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.

b) Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di


rumahnya.

c) Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam


keadaan damai.

3) Hobeas Corpus Act.Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang


mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya
adalah sebagai berikut:

a) Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari


setelah penahanan.

b) Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah


menurut hukum.

4) Bill of Rights.Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan


tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang:
8

a) Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.

b) Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.

c) Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus


seizin parlemen.

d) Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut


kepercayaan masing-masing.

e) Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

c. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat. Pemikiran filsuf John Locke (1632-
1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik
(life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat
Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776.
Pemikiran John Locke mengenai hak-hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan Declaration Of Independence
Of The United States.Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya
tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi
oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak-hak asasi manusia karena
mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama
derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya
hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.John Locke
menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak
dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti
yang disebut dengan status civilis, Locke berpendapat bahwa manusia yang
berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh
negara.Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak
9

asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.

Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang


diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni:

1) Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech


and expression).

2) Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan


kepercayaannya (freedom of religion).

3) Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).

4) Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

d. Hak Asasi Manusia di Prancis.Perjuangan hak asasi manusia di Prancis


dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu
dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut
dikenal dengan declaration des droits de l’homme et du citoyen yaitu pernyataan
mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada
tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan
atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).Lafayette merupakan pelopor
penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika
Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits
de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia
dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan
diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan
1795. revolusi ini diprakarsai pemikir-pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire,
serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain:

1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.

2) Manusia mempunyai hak yang sama.


10

3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.

4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan


serta pekerjaan umum.

5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-


undang.

6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.

7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.

8) Adanya kemerdekaan surat kabar.

9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.

10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan


kerajinan.

12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.

13) Adanya kemerdekaan hak milik.

14) Adanya kemedekaan lalu lintas.

15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

e. Hak Asasi Manusia oleh PBB. Setelah perang dunia kedua, mulai tahun
1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja
sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18
anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (Commission Of Human Right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor
Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB
11

yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia
tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan
Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 negara
yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya,
8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10
Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.Universal Declaration of
Human Rights antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang mempunyai hak: 6

1) Hidup.

2) Kemerdekaan dan keamanan badan.

3) Diakui kepribadiannya.

4) Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum


untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di
muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.

5) Masuk dan keluar wilayah suatu negara.

6) Mendapatkan asylum.

7) Mendapatkan suatu kebangsaan.

8) Mendapatkan hak milik atas benda.

9) Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.

10) Bebas memeluk agama.

11) Mengeluarkan pendapat.


12) Berapat dan berkumpul.

13) Mendapat jaminan sosial.


6
Maixel S.H. Kilam, Posted: February 21, 2011. In Assignment http://maixelsh.wordpress.com/2011.02/21.hak-asasi-
manusia-universal-declaration-of-human-right-1948.
12

14) Mendapatkan pekerjaan.

15) Berdagang.

16) Mendapatkan pendidikan.

17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.

18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

10. Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia. Pemikiran konsep hak asasi
manusia, secara umum menurut Philipus M Hadjon, dibedakan dalam tiga kelompok,
berdasarkan ide/gagasan yaitu political and ideological thought yaitu kelompok Barat,
Sosialis dan Dunia Ketiga. Yang dikelompokkan dalam pemikiran barat meliputi Eropa
Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zeland, sebagian Amerika Latin yang
dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok Sosialis meliputi
negara sosialis di Eropa timur, Kuba, Yugoslavia.Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang
tidak mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia. Beberapa konsep
pemikiran hak asasi manusia antara lain:

a. Perkembangan konsep hak asasi manusia di dunia internasional secara


umum dibedakan dalam tiga generasi yaitu generasi pertama, dengan penekanan
hak sipil dan politik, generasi kedua dengan penekanan hak ekonomi sosial dan
budaya serta generasi ketiga yang melahirkan hak pembangunan.

1) Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran hak asasi


manusiahanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran hak
asasi manusiagenerasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan
oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan
negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum
yang baru.
2) Generasi kedua pemikiran hak asasi manusiatidak saja menuntut hak
yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi
pemikiran hak asasi manusiagenerasi kedua menunjukan perluasan
13

pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi
kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi
ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

3) Generasi ketiga yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan


dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan
kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran hak asasi manusiagenerasi ketiga dipelopori oleh
Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi
hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia
People and Government.

b. Berbeda pendapat,Jimly Asshiddiqie yang membedakan perkembangan


konsep hak asasi manusia dalam lima generasi.

1) Generasi Pertama, puncaknya pada persitiwa penandatanganan


naskah Universal Declaration of Human Rights oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi
manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara,
seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat
dengan Declaration of Independence, dan di Perancis dengan Declaration of
Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini
elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip
integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil
dan politik.

2) Generasi Kedua, dimulai dari persitiwa penandatanganan International


Couvenant on Civil and Political Rights dan  International Couvenant on
Economic, Sosial and Cultural Rights (Ditetapkan melalui Resolusi Majelis
Umum 2200 A (III) tertanggal 16 Desember 1966).
3) Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia
yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to
development. Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan
14

hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan
termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa
tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain meliputi hak untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-
hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari perkembangan
ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi
pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya.

Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks
hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan
dalam suatu negara.Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah
yang biasa dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke
dalam pengertian political crime (kejahatan politik) sebagai lawan dari
pengertian crime against government (kejahatan terhadap kekuasaan
resmi).Sasaran perjuangan hak asasi manusia adalah kekuasaan represif
negara terhadap rakyatnya.

4) Generasi Keempat, mempunyai sifat hubungan kekuasaan dalam


konsepsi yang bersifat horizontal. Hal ini dipengaruhi adanya fenomena :

a) Fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala besar


dalam suatu negara yang kemudian berkembang menjadi Multi
National Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National
Corporations (TNC’s) diberbagai belahan di dunia. Hubungan
kekuasaan yang dipersoalkan dalam hal ini adalah antara produsen
dan konsumen.

b) Memunculkan fenomena Nations without State, seperti bangsa


Kurdi yang tersebar di berbagai negara Turki dan Irak; bangsa Cina
Nasionalis yang tersebar dalam jumlah yang sangat besar di hampir
semua negara di dunia; bangsa Persia (Iran), Irak, dan Bosnia.

c) Fenomena berkembangnya suatu lapisan sosial tertentu dalam


setiap masyarakat di negara-negara yang terlibat aktif dalam pergaulan
internasional, yaitu kelompok orang yang dapat disebut sebagai global
15

citizens, dikalangan diplomat dan pekerja atau pengusaha asing.


Sebagai contoh, di setiap negara, terdapat apa yang disebut dengan
diplomatic shop yang bebas pajak, yang secara khusus melayani
kebutuhan para diplomat untuk berbelanja.

d) Fenomena berkembangnya corporate federalism sebagai sistem


yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar pertimbangan-
pertimbangan ras tertentu ataupun pengelompokan kultural penduduk.
Pembagian kelompok English speaking community dan French
speaking community di Kanada, kelompok Dutch speaking community
dan German speaking community di Belgia, dan prinsip representasi
politik suku-suku tertentu dalam kamar parlemen di Austria, dapat
disebut sebagai corporate federalism dalam arti luas. Kelompok-
kelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai suatu
entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat
otonom dan karena itu berhak atas representasi yang demokratis
dalam institusi parlemen.

5) Dimensi Baru dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman


mengenai struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara
produsen yang memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan
tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang
mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak adil.

Dari sejarah perkembangan pemikiran tentang hak asasi manusia, tampak bahwa
pengertian hak asasi manusia telah beralih dari semata-mata kepedulian akan
perlindungan bagi individu dalam menghadapi absolutisme negara, kepadapenciptaan
kondisi sosial dan ekonomi yang akan memungkinkan individu mengembangkan
potensinya.

11. Kewajiban Negara terhadap Hak Asasi Manusia. Berdasarkan instrument-


instrumen Hak Asasi Manusia internasional, telah diterima bahwa pihak yang terikat secara
hukum dalam pelaksanaan hak asasi manusiaadalah negara. Dalam konteks ini, negara
berjanji untuk mengakui, menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkan hak asasi
16

manusia. Ketentuan hukum hak asasi manusiatersebut memberi penegasan pada hal-hal
berikut ini:

a. Negara sebagai pemangku tanggung jawab (duty holder), yang harus


memanuhi kewajiban-kewajibannya dalam pelaksanaan hak asasi manusiabaik
secara nasional maupun internasional, sedangkan individu dan kelompok-kelompok
masyarakat adalah pihak pemegang hak (right holder).

b. Negara tidak memiliki hak, negara hanya memikul kewajiban dan tanggung
jawab (obligation and responsibility) untuk memenuhi hak warga negaranya (baik
individu maupun kelompok) yang dijamin dalam instrument-instrumen hak asasi
manusiainternasional.

c. Jika negara tidak mau atau tidak punya keinginan untuk memenuhi kewajiban
dan tanggung jawabnya, pada saat itulah negara tersebut bisa dikatakan telah
melakukan pelanggaran hak asasi manusiaatau hukum internasional. Jika
pelanggaran tersebut tidak mau dipertanggung jawabkan oleh negara, maka
tanggung jawab itu akan diambil alih oleh masyarakat internasional.

Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam kerangka pendekatan berbasis hak asasi
manusiabisa dilihat dalam tiga bentuk:

a. Menghormati, merupakan tanggung jawab negara untuk tidak ikut campur


untuk mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Negara
berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat
pemenuhan dari seluruh hak asasi.

b. Melindungi, kewajiban negara agar bertindak aktif untuk memberikan jaminan


perlindungan terhadap hak asasi warganya. Negara berkewajiban mengambil
tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusiaoleh pihak
ketiga.

c. Memenuhi,negara berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif,


administratif, hukum, dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan secara penuh
hak asasi manusia.
17

Kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi masing-masing mengandung


unsur kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct), yaitu negara disyaratkan
melakukan langkah-langkah tertentu untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak, dan
kewajiban untuk berdampak (obligation to result), yaitu mengharuskan negara untuk
mencapai sasaran tertentu memenuhi standar substantif yang terukur. Sebagai pihak yang
memangku tanggung jawab, negara dituntut harus melaksanakan dan memenuhi semua
kewajiban yang dikenakan kepadanya secara sekaligus dan segera. Jika kewajiban-
kewajiban tersebut gagal untuk dilaksanakan maka negara akan dikatakan telah melakukan
pelanggaran.

Ada dua jenis pelanggaran yang bisa terjadi berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban dan
tanggung jawab negara, yaitu:

1. Pelanggaran karena tindakan (by commission) terjadi karena negara justru


malah melakukan tindakan langsung untuk turut campur dalam mengatur hak-hak
warga negara yang semestinya dihormati.

2. Pelanggaran karena pembiaran (by omission) terjadi ketika negara tidak


melakukan sesuatu tindakan atau gagal untuk mengambil tindakan lebih lanjut yang
diperlukan untuk melaksanakan kewajiban hukum.

Soal Latihan:

1. Jelaskan pengertian Hak Asasi Manusia!

2. Sebutkan dan jelaskan perkembangan pemikiran HAM secara umum!

3. Sebutkan pengertian hak asasi manusia menurut John Locke!


18

BAB III
TEORI, PRINSIP DAN INSTRUMEN HAM

12. Tujuan Instruksional. Agar Pasis dapat mengungkapkan teori-teori tentang hak
asasi manusia dan mengetahui kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang hak asasi
manusia.

13. Umum. Nilai-nilai dasar martabat manusia berkaitan erat dengan perjuangan hak-
hak asasi manusia. Perjuangan hak-hak asasi muncul dari pengalaman umat manusia atas
sejarah penderitaan kurban-kurban manusia yang tak terbilang jumlahnya. Dari sana timbul
hasrat kuat bersama untuk menghentikan segala pemerkosaan martabat manusia. Hasrat
itu menyatakan dengan tegas orang harus menjamin dan membela hak-hak asasi manusia,
dan jangan merampasnya.

14. Teori-Teori dan Prinsip-Prinsip HAM. Dalam bab ini akan diuraikan beberapa
teori utama yang relevan dengan hak asasi manusia.

a. Teori-Teori Hak Asasi Manusia.

1) Teori Hukum Kodrati (Natural Rights Theory). Hukum kodrati


merupakan bagian dari hukum Tuhan yang sempurna yang dapat diketahui
dari penggunaan nalar manusia. Dalam teori ini hak asasi manusia dipandang
sebagai hak Kodrati yaitu hak yang sudah melekat pada manusia sejak lahir
dan jika manusia tersebut meninggal maka hak-hak yang dimilikinya pun akan
hilang. Hak asasi manusia dimiliki secara otonom (Independent) terlepas dari
pengaruh Negara sehingga tidak ada alasan bagi negara untuk membatasi
hak asasi manusia tersebut. Jika hak-hak tersebut diserahkan kepada
Negara, Negara boleh membatasi hak-hak yang melekat pada manusia
itu.Hukum ini kemudian disempurnakan oleh Grotius pada abad ke-17 dan
melalui teori ini hak-hak individu yang subjektif diakui. Pandangan hukum
kodrati model Grotius terus disempurnakan dan pada akhirnya berubah
menjadi teori hak kodrati. Penganut paham hak kodrati diantaranya adalah
John Locke yang beragumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh alam
hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta, yang merupakan
19

milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh Negara.
Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari ketidakpastian
hidup dalam alam ini, umat manusia telah mengambil bagian dalam suatu
kontrak sosial atau ikatan sukarela, dimana hak tersebut diserahkan kepada
penguasa Negara. Apabila penguasa Negara memutuskan kontrak social itu
dengan melanggar hak-hak kodrati individu, para kawula Negara itu bebas
untuk menyingkirkan sang Penguasa dan menggantikannya dengan suatu
pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak itu. Menurut Hugo De groot,
eksistensi hukum kodrati yang merupakan landasan semua hukum positif
atau hukum tertulis dapat dirasionalkan dengan landasan nalar yang benar.
Sedangkan menurut JJ.Rosseau dan Immanuel Kant, rakyat yang
mempunyai hak-hak otonom tersebut menyerahkan sebagian hak-haknya
kepada Negara yang kemudian diatur atau dimuat dalam suatu konstitusi
(untuk mengetahui mana yang merupakan perintah atau larangan). Jika
negara gagal maka rakyat bisa mengambil kembali hak-hak yang telah
diserahkan kepada Negara

2) Teori Positivisme (Positivist Theory). Dalam teori ini, setiap warga


negara baru mempunyai hak setelah ada aturan yang jelas dan tertulis yang
mengatur tentang hak-hak warga negara tersebut. Jika terdapat pengabaian
atas hak-hak warga negara tersebut dapat diajukan gugatan atau klaim.
Individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan Negara.Teori ini
berpandangan bahwa karena hak harus tertuang dalam hukum yang rill,
maka dipandang sebagai hak melalui adanya jaminan konstitusi (rights, then
should be created and granted by constitution, laws, and contracts). Kaum
positivis berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan
dari hukum negara. Satu-satunya hukum yang sahih adalahperintah dari yang
berdaulat. Ia tidak datang dari “alam” ataupun “moral”.

3) Teori Universalisme.Teori universalitas hak asasi manusia dianut oleh


negara-negara barat, bahwa HAM inheren dengan keberadaan dan diri
manusia hingga nilai-nilai hak asasi manusia tidak dibatasi oleh sekat-sekat
etnis, budaya dan agama. Beberapa parameter tersebut yang kemudian
menjadikan hak asasi manusia sebagai hak universal dan mutlak bagi
manusia. Sedangkan menurut Jack Donnely, bahwa hak asasi manusia
20

sebagai hak yang universal, bukan keuntungan, tanggungjawab,


keistimewaan atau bentuk pemberian lainnya tetapi hak tersebut diberikan
sebagai akibat dari martabat seseorang sebagai manusia. Berdasarkan sifat
HAM yang universal tersebut, hak tidak cukup hanya diberikan kepada semua
individu, melainkan diikuti pula dengan kewajiban universal bagi seluruh
individu dalam memperlakukan individu lain dengan baik. Pemberlakuan
kewajiban tersebut juga tidak dapat berdasarkan latar belakang atau sekat-
sekat etnis, budaya dan agama seseorang, melainan dilaksanakan
berdasarkan pada asas persamaan hak bagi setiap individu. Penerapan asas
persamaan hak bagi setiap individu ini sebagai akibat dari sistem nilai atas
keberadaan manusia sebagai makhluk yang bermartabat.

4) Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativist Theory). Teori ini


merupakan salah satu bentuk anti-tesis dari teori hak-hak alami (natural
rights). Teori ini berpandangan bahwa hak asasi manusia harus diletakan
dalam konteks budaya tertentu dan menolak pandangan adanya hak yang
bersifat universal. Gagasan tentang relativisme budaya mendalilkan bahwa
kebudayaan merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah
moral. Karena itu hak asasi manusia dianggap perlu dipahami dari konteks
kebudayaan masing-masing negara. Semua kebudayaan mempunyai hak
hidup serta martabat yang sama yang harus dihormati. Berdasarkan teori ini,
para penganut gagasan relativisme budayamenolak
universalisasi hak asasi manusia, apalagi bila ia didominasi
o l e h s a t u b u d a y a tertentu.Teori ini juga berpandangan bahwa hak itu
bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap
dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan imperialisme kultural (cultural
imperialism). Yang ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan
interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban
berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human).
Oleh karenanya, penganut teori ini mengatakan, thatrights belonging to all
human beings at all times in all placeswould be the rights of desocialized and
deculturized beings.

b. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia.


21

1) Prinsip Kesetaraan (Equality). Kesetaraan dianggap sebagai prinsip hak


asasi manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang
setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama ,
dan dimana pasa situasi berbeda dengan sedikit perdebatan diperlakukan
secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara
demokrasi. Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan
akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fairdan lain-
lain merupakan hal penting dalam hak asasi manusia. Masalah muncul ketika
seseorang berasal dari posisi yang berbeda dan diperlakukan secara sama.
Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini
akan terjadi terus

2) Prinsip Non-Diskriminasi (Non-Discrimination). Pelarangan terhadap


diskriminasi atau non-diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip
kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan
yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai
kesetaraan). Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan
perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama atau setara. Prinsip ini kemudian
menjadi sangat penting dalam hak asasi manusia. Dalam hal ini, diskriminasi
memiliki dua bentuk, yaitu:

a) Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung


maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari pada lainnya
(less favourable).

b) Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari


hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun
hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan
pada hak kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan
daripada kepada laki-laki. Pemahaman diskriminasi kemudian meluas
dengan dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana, pendapat politik atau opini
lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda
(property), status kelahiran atau status lainnya. Semakin banyak pula
22

instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya


orientasi seksual, umur, dan cacat tubuh.

3) Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara. Prinsip kewajiban positif


negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Menurut hukum hak
asasi internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan
hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki
kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya
hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Untuk kebebasan berekspresi, sebuah
negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan pembatasan.
Untuk hak hidup, negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif.
Negara wajib membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah
guna melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang
dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah, negara membuat aturan
hukum melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state
actor) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan utama, negara harus
bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup, bukan bersikap pasif.

15. Instrumen Utama Hak Asasi Manusia.

a. Universal Declaration of Human Rights. Isi Deklarasi Universal Hak-Hak


Asasi Manusia(DUHAM) antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang
mempunyai hak:

1) Hidup.

2) Kemerdekaan dan keamanan badan.

3) Diakui kepribadiannya.

4) Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut


hukum.

5) Masuk dan keluar wilayah suatu Negara.


23

6) Mendapatkan asylum.

7) Mendapatkan suatu kebangsaan.

8) Mendapatkan hak milik atas benda.

9) Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.

10) Bebas memeluk agama.

11) Mengeluarkan pendapat.

12) Berapat dan berkumpul.

13) Mendapat jaminan sosial.

14) Mendapatkan pekerjaan.

15) Berdagang.

16) Mendapatkan pendidikan.

17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.

18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

b. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pada tanggal 10


Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB)
mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak
Asasi Manusia – DUHAM). DUHAM memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan
kebebasan dasar, termasuk cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati
kebebasan sipil dan politik. Hal ini dapat dicapai salah satu dengan diciptakannya
kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur
berdasarkan ketentuan-ketentuan internasional.Dalam sidangnya tahun 1951,
Majelis Umum PBB meminta kepada Komisi HAM PBB untuk merancang Kovenan
24

tentang hak sipil dan politik memuat sebanyak mungkin ketentuan Pasal yang akan
menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri.
Komisi HAM PBB tersebut berhasil menyelesaikan rancangan Kovenan sesuai
dengan keputusan Majelis Umum PBB pada 1951, dan setelah dilakukan
pembahasan Pasal demi Pasal, pada akhirnya Majelis Umum PBB melalui Resolusi
No.2200 A (XXI) mengesahkan International Covenant on Civil and Political
Rights(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), dan Optional
Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights (Opsional
Protokol Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik secara bersama-sama
pada 16 Desember 1966 dan berlaku pada 23 Maret 1976.International Covenant on
Civil and Political Rights atau biasa disingkat dengan ICCPR bertujuan untuk
mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusia di bidang sipil dan politik yang
tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat
secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait.
Konvenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 BAB
dan 53 Pasal.Negara Indonesia sendiri telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober
2005 melalui UU RI Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International
Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik) yang disertai dengan Deklarasi terhadap Pasal 1 tentang
Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Hak-Hak Sipil Dan Politik
Meliputi:

1) Hak hidup.

2) Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.

3) Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa.

4) Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi.

5) Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah.

6) Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum.

7) Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama.


25

8) Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi.

9) Hak untuk berkumpul dan berserikat.

10) Hak untuk turut serta dalam pemerintahan

c. Kovenan Internasional Hak Ekosob. Kovenan Internasional tentang Hak-


Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya terdiri dari 31 Pasal, yang terdiri dari Mukadimah
dan 5 Bagian. Mukadimah terdiri dari lima (5) Paragraf preambuler yang seluruh
isinya berbunyi sama dengan Mukadimah Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik. Namun perlu dicatat bahwa, paragraf preambuler ke-3 dari Kovenan
ini (ICESCR) merupakan penegasan tentang keterkaitan hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya dengan hak-hak sipil dan politik. Paragraf preambuler ke-3 tersebut
menyatakan:
“Mengakui bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, keadaan
ideal dari manusia yang bebas dari penikmatan kebebasan dari ketakutan dan
kemiskinan, hanya dapat dicapai apabila diciptakan kondisi di mana semua orang
dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, juga hak-hak sipil dan
politiknya.” ‘Batang tubuh’ dari Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya ini terdiri dari ketentuan:

1) Prinsip Umum (1 pasal, yakni Pasal 1).

2) Kewajiban Negara (4 pasal, yakni Pasal 2 – 5).

3) Kewajiban Negara-Negara Pihak untuk mengakui dan menjamin hak-


hak ekonomi, sosial dan budaya yang dimuat dan diakui dalam Kovenan (10
pasal, yakni Pasal 6 – 15).

4) Masalah pelaporan pelaksanaan instrumen kovenan yang dilakukan


oleh Negara-Negara Pihak serta tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh
Economic and Social Council atau Dewan Ekonomi dan Sosial, atau organ
PBB lainnya (7 pasal, yakni Pasal 16 – 22).
26

5) Ketentuan tentang ragam bentuk aksi internasional bagi pencapaian


hak-hak yang diakui dalam Kovenan (1 pasal, yakni Pasal 23).

6) Penegasan, tentang tidak ada satu hal pun ketentuan di dalam


Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehingga mengurangi ketentuan dalam
piagam PBB dan konstitusi badan-badan khusus lainnya, berkenaan dengan
masalah-masalah yang diatur Kovenan ini (1 pasal, yakni Pasal 24).

7) Penegasan, tentang tidak ada satu hal pun ketentuan di dalam


Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehingga mengurangi hak-hak yang
melekat dari semua bangsa untuk menikmati dan memanfaatkan kekayaan
dan sumber daya alam mereka secara bebas dan penuh (1 pasal, yakni Pasal
25).

8) Ketentuan tentang penandatangan sebagai Negara Pihak, ratifikasi,


dan aksesi, serta kententuan prosedural lainnya. (6 pasal, yakni Pasal 26-31)

d. Kovenan Hak Anak (KHA). Anak merupakan generasi penerus cita-cita


perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan yang
merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development). Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang
sangat tinggi. Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama
dalam merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang
beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan
pendidikan yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah,
diperlakukan salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup
secara layak.Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang
menjadi korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan
mereka menjadi korban kekerasan. Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti
kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap
hak-hak anak berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan.Pelanggaran
terhadap hak-hak anak bukan saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik
bersenjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang bahkan negara-negara
maju. Permasalahan sosial dan masalah anak sebagai akibat dari dinamika
27

pembangunan ekonomi diantaranya anak jalanan (street children), pekerja anak


(child labour), perdagangan anak (child trafficking) dan prostitusi anak (child
prostitution).Berdasarkan kenyataan di atas, PBB mengesahkan Konvensi Hak-hak
Anak (Convention On The Rights of The Child) untuk memberikan perlindungan
terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di seluruh dunia pada tanggal 20
Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force)
pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara di
dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.Konvensi Hak-hak
Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu:

1) Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.

2) Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.

3) Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan


pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak.

4) Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan


konvensi.

Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori,


yaitu:

1) Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan


mempertahankan hidup dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan
perawatan yang sebaik-baiknya.

2) Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi,


kekerasan dan keterlantaran.

3) Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak


mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental,
spiritual, moral dan sosial.
28

4) Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal


yang mempengaruhi anak.

Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-


hak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002
yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut
memuat ketentuan dan prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak Anak.

e. Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT). Konvensi Menentang


Penyiksaan atau yang dalam bahasa resminya adalah Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan
Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal
dengan The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman
or Degrading Treatment or Punishment adalah sebuah instrumen hukum
internasional yang bertujuan untuk mencegah penyiksaan terjadi di seluruh
dunia.Konvensi ini mewajibkan negara-negara pihak untuk mengambil langkah-
langkah efektif untuk mencegah penyiksaan terjadi di wilayahnya dan Konvensi
melarang pemulangan paksa atau ekstradisi terhadap seseorang ke Negara lain di
mana ia berhadapan dengan risiko penyiksaan. Konvensi ini diadopsi oleh Sidang
Majelis Umum PBB melalui resolusi 39/46 pada 10 Desember 1984 dan mulai
berlaku pada 26 Juni 1987. Untuk menghormati konvensi ini setiap 26 Juni
kemudian diperingati sebagai “International Day in Support of Torture
Victims”.Indonesia sendiri meratifikasi konvensi ini melalui UU No 5 Tahun 1998
pada 28 September 1998. Melalui UU ini Indonesia juga melakukan deklarasi
terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1) ayat (2), dan ayat (3) serta melakukan
reservasi terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (1) dari konvensi ini.Pasal 1 Konvensi
Menentang Penyiksaan mengedepankan sebuah definisi mengenai tindakan-
tindakan yang merupakan “penyiksaan” yang disepakati secara internasional. Pasal
ini menetapkan bahwa:
istilah “penyiksaan” berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja,
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa, baik jasmani
maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan
dari orang itu atau orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatanyang
telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau
29

mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan
apa pun yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau
sepengetahuan seorang pejabat publik atau orang lain yang bertindak di dalam
kapasitas publik. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-
mata timbul dari, melekat pada atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang
berlaku.“Unsur-unsur pokok” dari apa yang mendasari penyiksaan terkandung dalam
Pasal 1 Konvensi Menentang Penyiksaan mencakup:

1) Timbulnya rasa sakit atau penderitaan mental atau fisik yang luar
biasa;

2) Oleh atau dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat-pejabat


Negara yang berwenang.

3) Untuk suatu tujuan tertentu, seperti mendapatkan informasi,


penghukuman atau intimidasi.

4) Perlakuan kejam, dan perlakuan atau penghukuman yang tidak


manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Istilah-istilahini merujuk pada perlakuan sewenang-wenang yangtidak harus


ditimbulkan untuk suatu tujuan tertentu,tetapi harus terdapat suatu niat untuk
menyingkapkanindividu-individu pada kondisi-kondisi yang samadengan atau
berakibat pada perlakuan sewenangwenang.Menyingkapkan seseorang pada
kondisi kondisiyang layak dipercaya merupakan perlakuan sewenang-wenang akan
menimbulkan tanggung jawabatas penderitaan yang ditimbulkan. Perlakuan
yangmerendahkan martabat manusia dapat mencakup rasasakit atau penderitaan
yang tidak sehebat penyiksaanatau perlakuan kejam atau tidak manusiawi dan pada
umumnya akan mencakup penghinaan dan penurunanharga diri si korban.

f. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi. Laporan utama


pelanggaran hak asasi manusia yang paling mencuat salah satunya adalah masalah
diskriminasi rasial. Penyakit sosial ini merambah ke berbagai negara dengan
beragam bentuknya. Aneka tindakan diskriminasi rasial horisontal dalam kehidupan
30

sosial masyarakat, vertikal dalam sistem hukum dan aneka tindakan brutal kejahatan
pada kemanusiaan serta genosida yang terencana terjadi di berbagai negara.
Bahkan di Amerika ataupun Eropa yang dianggap sebagai negara yang termaju
dalam penghargaan pada hak asasi seorang manusia. Pandangan yang mencibir
atau merendahkan bangsa atau etnis yang lain mulai tumbuh ketika sistem
penghisapan ekonomi dan perbudakan dijalankan. Para pengusaha melihat peluang
keuntungan ekonomi yang tinggi bisa dicapai dengan alasan rasial. Kelompok budak
adalah tenaga kerja murah atau gratis. Sedang kelompok ras atau etnis yang lemah
bisa diperas dan dirampas hak-haknya tanpa perlawanan yang berarti.Dalam
sejarah dunia setidaknya kita mencatat beberapa contoh peristiwa pelanggaran
diskriminasi rasial yang besar :

Contoh:

Perdagangan budak pada abad ke-16 yang didatangkan dari Afrika ke


Amerika dan Inggris.Pembenaran yang dipakai adalah pandangan perbedaan kelas.
Budak yang berkulit hitam dianggap ras yang inferior dan memang patut
diperdagangkan.

Pembantaian besar-besaran kelompok Yahudi oleh Hitler dan Nazi di Jerman


sepanjang Perang Dunia II. Pembentukan kamp-kamp konsentrasi dan kamar-kamar
gas telah menjadi pilar sejarah hitam rasialisme. Sampai sekarang di berbagai
negara masih mendokumentasikan dengan baik catatan dan bukti holocaust ini.

Thomas de Torquemada (1420-1498) adalah kepala Pengadilan Inquisisi


Spanyol telah membantai 2000 orang Yahudi dengan siksaan berat. Ia juga
mengusir 200.000 orang Yahudi dari Spanyol sepanjang 15 tahun masa jabatannya.

Kasus kaum Indian di Amerika. Kelompok Indian sebagai penduduk asli


(indigenous people) benua Amerika mengalami penyerangan, pembunuhan massal
dan pengusiran dari wilayah-wilayah tempat tinggal mereka oleh kelompok kaum
pendatang kulit putih. Selain tindak kekerasan tersebut, kaum pendatang juga
mendatangkan berpeti-peti “air api”, minuman keras yang mendatangkan kebiasaan
bermabuk-mabukan di kalangan pemuda Indian. Stigmatisasi juga dilakukan secara
kejam. Kelompok Indian digambarkan sebagai kelompok yang biadab, mempunyai
31

kebiasaan menari-nari dan membakar manusia. Stigmatisasi ini berlangsung ratusan


tahun. Sampai sekarang rasialisme masih tumbuh dengan subur di benua Amerika.

Kasus Afrika Selatan. Semua penduduk Afrika Selatan didaftarkan


berdasarkan rasnya. Tentu saja proses hukum ini juga melahirkan diskriminasi rasial
dalam prakteknya. Selain beragam tindak kekerasan, juga dibuat banyak peraturan
yang amat membatasi hak kaum kulit hitam. Misalkan : dibuat ghetto-ghetto bagi
kaum kulit hitam, aturan yang melarang kaum kulit hitam mempelajari budaya selain
budayanya sendiri, harus memiliki surat jalan jika hendak keluar dari wilayahnya dan
bahkan juga larangan perkawinan antar ras.

Kasus Turki di Eropa yang dianggap bukan sebagai ‘pribumi’ Eropa. Mereka
dianggap bangsa asing (Asia) yang berusaha mendapatkan keuntungan dari Eropa
dengan melakukan asimilasi dan penyelundupan hukum.

Pelanggaran kemanusiaan di berbagai tempat ini kemudian menjadi topik


pembahasan yang serius di PBB. Setelah melalui proses perdebatan yang panjang
pada banyak persidangan Majelis Umum PBB, akhirnya dibuka dan ditandatangani
sebuah konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial pada
tanggal 7 Maret 1966.

Sebelumnya pada tanggal 20 November 1963 negara-negara anggota PBB


telah membuat sebuah deklarasi yaitu United Nations Declaration on the Elimination
of All Forms of Racial Discrimination (Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) melalui Resolusi 1904
(XVIII). Deklarasi itu memuat penolakan terhadap diskriminasi rasial, penghentian
segala bentuk diskriminasi rasial yang dilakukan oleh Pemerintah dan sebagian
masyarakat, penghentian propaganda supremasi ras atau warna kulit tertentu atau
langkah-langkah yang harus diambil negara-negara dalam penghapusan
diskriminasi rasial.Namun demikian, karena deklarasi itu hanyalah sebuah
pernyataan politis yang tidak bersifat mengikat secara hukum. Untuk menindaklanjuti
deklarasi itu, maka Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB)
kemudian menyusun sebuah rancangan Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Rancangan ini selanjutnya
diajukan kepada Majelis Umum PBB. Pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis
32

Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala


Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination/CERD). Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi
memiliki kekuatan hukum kepada negara anggota yang menandatangani konvensi
ini. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal
25 Mei 1999.

g. Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan. Konvensi


Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Disamping
merumuskan International Bill of Rights, PBB juga merumuskan perjanjian-perjanjian
untuk menjamin hak asasi manusia di bidang-bidang yang spesifik, salah satunya
adalah Konvensi Specifik Utama yang berkenaan dengan kaum perempuan, yakni
Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau yang
dikenal dengan CEDAW. Konvensi ini ditandatangani pada tahun 1979 dan mulai
berlaku pada tahun 1981. Konvensi ini merupakan puncak dari upaya Internasional
yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di
seluruh dunia, termasuk di dalamnya anak-anak dan remaja perempuan.
Mengingat diskriminasi terhadap perempuan adalah melanggar azas persamaan hak
dan rasa hormat terhadap martabat manusia,merupakan halangan bagi partisipasi
perempuan,atas dasar persamaan dengan kaum laki-laki dalam kehidupan politik,
sosial,ekonomi dan budaya negara-negara mereka.Bertekad untuk melaksanakan
azas-azas yang tercantumdalamDeklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi
Terhadap Perempuan, dan untuk itu membuat peraturan yang diperlukan untuk
menghapus diskriminasiseperti itu dalamsegala bentuk dan perwujudannya. Untuk
itulah Negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

16. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional Indonesia.

a. HAM dalam UUD RI 1945. Beberapa ketentuan yang mengatur tentang Hak
Asasi Manusia yang terdapat dalam UUD 1945, antara lain: 7

1) Pasal 27

7
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
33

1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam


hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan


yang layak bagi kemanusiaan.

3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.

2) Pasal 28 A.

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup


dan kehidupannya

3) Pasal 28 B

1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan


keturunan  melalui perkawinan yang sah.

2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan


berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

4) Pasal 28 C

1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan


kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam


memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
34

5) Pasal 28 D

1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan


dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.

2) Setiap orang berhak untuk bekerjasama serta mendapat


imbalan dan pengakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam
pemerintahan.

4) Setiap orang berhak atas status kewargaannegaraan

6) Pasal 28 E

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut


ajaran agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaannya


menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.

3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan


mengeluarkan pendapat.

7) Pasal 28 F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan meperoleh informasi


untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
tersedia.

8) Pasal 28 G
35

1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,


kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi.

2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau


perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.

9) Pasal 28 H

1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat


tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan


khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.

3) Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan


pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.

4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun

10) Pasal 28 I

1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan


pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hokum, dan hak untuk tidak
36

dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat


diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

3) Identitass budaya dann hak masyarakat tradisional dihormati


selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak


asasi manusia adalah tanggumng jawab negara terutama pemerintah.

5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai


dengan prinsip negara hokum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
pertundang-undangan

11) Pasal 28 J

1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain


dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib


tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis

12) Pasal 29
37

1) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk


memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaan itu.

13) Pasal 30

1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara

14) Pasal 31

1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan


pemerintah wajib membiayainya

b. Hak Asasi Manusia dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya.

1) UU No. 39/ 1999 tentang HAM.

2) UU No. 26/ 2000 tentang Pengadilan HAM.

3) UU No. 3/ 1997 tentang Peradilan Anak.

4) UU No. 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak.

5) UU No. 23/ 2004 tentang KDRT.

6) UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

17. Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993. Konferensi Internasional Hak Asasi
Manusia merupakan konferensi hak asasi manusia yang pertama kali diadakan sejak
berakhirnya Perang Dingin. Pertemuan ini diadakan oleh PBB di Wina, Austria, pada 14-25
Juni 1993.Hasil utama dari konferensi ini adalah Deklarasi dan Program Aksi Wina (Vienna
Declaration and Programme of Action). Meskipun PBB telah lama aktif dalam bidang hak
38

asasi manusia,Konferensi Wina merupakan konferensi global kedua yang secara eksklusif
menangani hak asasi manusia, setelah konferensi pertama yang diadakan di Teheran, Iran
selama April-Mei 1968 untuk memperingati ulang tahun kedua puluh Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia.

Soal Latihan.

1. Sebutkan dan jelaskan teori Hak Kodrati tentang hak asasi manusia!

2. Sebutkan macam-macam prinsip Hak asasi manusia.

3. Sebutkan intrumen utama dari hak asasi manusia.


39

BAB IV
MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAM

18. Tujuan Instruksional. Agar Pasis dapat memahami mekanisme perlindungan hak
asasi manusia di masyarakat internasional yang telah menjadi hukum internasional serta
mengetahui lembaga-lembaga baik internasional maupun nasional yang bergerak dalam
pemantauan hak asasi manusia.

19. Umum. Kaedah hak asasi manusia yang telah diakui oleh masyarakat dunia
internasional sebagai bagian dari hukum internasional dalam pelaksanaannya perlu adanya
pemantauan dan pengawasan dalam upaya menegakan eksistensinya. Masyarakat
internasional telah berupaya untuk menyelenggarakan mekanisme penegakan hukum hak
asasi manusia. Dalam upaya memantapkan sistem “universal” untuk mempromosikan dan
melindungi hak asasi manusia, PBB juga menjalankan program-program untuk menyusun
instrumen yang secara hukum mengikat guna menangani aspek-aspek hak asasi manusia
yang khusus. Diantara instrumen-instrumen ini adalah traktat-traktat mengenai pencegahan
dan penghukuman terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Terdapat pula beberapa
langkah dan inisiatif kelembagaan yang diambil oleh PBB untuk mempromosikan dan
melindungi hak asasi manusia. Beberapa lembaga internasional yang bernaung dibawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada juga terus melakukan sosialisasi, pematauan dan
menegakan hak asasi manusia.

20. Hakekat Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia merupakan nilai dan norma
yang sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan
dan penegakan hak asasi manusia, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera
dapat diwujudkan.Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki martabat dan
derajat serta hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia
inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang
melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia
sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai
manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.Dengan
mendasarkan pada pengertian hak asasi manusiadi atas, maka hak asasi manusiamemiliki
landasan utama, yaitu:
40

a. Landasan langsung yang pertama, yaitu kodrat manusia;

b. Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu Tuhan yang menciptakan manusia.

Jadi hak asasi manusiapada hakekatnya merupakan hak-hak fundamental yang melekat
pada kodrat manusia sendiri, yaitu hak-hak yang paling dasar dari aspek-aspek kodrat
manusia sebagai manusia. Semua hak yang berakar dalam kodratnya sebagai manusia
adalah hak-hak yang lahir bersama dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dengan
demikian hak-hak ini adalah universal atau berlaku di manapun di dunia ini. Di mana ada
manusia di situ ada hak asasi manusiadan harus dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa
kecuali. Hak asasi manusiatidak tergantung dari pengakuan orang lain, tidak tergantung
dari pengakuan masyarakat atau negara. Manusia memperoleh hak-hak asasi itu langsung
dari Tuhan sendiri karena kodratnya (secundum suam naturam). Penindasan terhadap hak
asasi manusiabertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip dasar
keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Oleh karenanya, setiap manusia
dan setiap negara di dunia wajib mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia tanpa
kecuali. Penindasan terhadap hak asasi manusiaberarti pelanggaran terhadap hak asasi
manusia. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati
sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan
hak memiliki sesuatu.Hak asasi manusiaadalah klaim yang dapat dipaksakan sebagai
konsekuensi penanda kemanusiaan yang bersifat kodrat. Dalam definisinya yang kodrat,
hak asasi manusiamelekat pada manusia sebagai subjek pengemban hak semenjak
manusia dapat dikategorikan sebagai manusia di dalam kandungan. Hak tersebut juga
tidak dapat dicabut, dialihkan, dan dibagi-bagi.

21. Mekanisme Internasional Pemantauan HAM. Hak asasi manusia internasional


ditetapkan dan dikembangkan melalui kerjasama multilateral di PBB, Dewan Eropa dan
organisasi internasional lainnya. Organisasi-organisasi tersebut dibentuk melalui berbagai
konvensi hak asasi manusia, bersama mekanisme pemantauan internasional yang masih
merupakan mekanisme pemantauan yang penting dan merupakan tambahan kegiatan
41

pelaksanaan yang dilakukan di tingkat nasional. Sistem PBB telah memainkan peran yang
sangat penting dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia sejak PBB didirikan
pada 1945. Menurut pembukaan Piagam PBB, hak asasi manusia adalah salah satu tugas
yang diprioritaskan, dan menurut Pasal 1 paragraf 2 dan 3 Piagam, kemajuan hak asasi
manusia adalah salah satu tujuan utamanya. Oleh karena setiap masalah kemanusiaan
mempunyai dimensi Hak Asasi Manusia, maka setiap lembaga utama PBB ikut menangani
masalah hak asasi manusia.

a. Badan-badan PBB yang khusus untuk memantau dan melindungi hak asasi
manusia, antara lain berikut.

1) The Human Rights Commission (Komisi Hak Asasi Manusia), yang


dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial.

2) The Committee on the Elimination of Racial Discrimination (Komisi


Penghapusan Diskriminasi Rasial).

3) The Committee on the Elimination of Discrimination Against Women


(Komisi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita).

4) The Committee on Economic, Social and Cultural Rights (Komisi Hak


Ekonomi, Sosial dan Budaya).

5) The Committee Against Torture (Komisi penghapusan Terhadap


Penyiksaan).

6) The High Level Commission on Sustainable Development (Komisi


Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan).

Seluruh komisi tersebut bekerja secara purna waktu untuk menerima, mengolah,
dan jika perlu memantau kondisi perlindungan terhadap hak asasi manusiasecara
umum maupun pada setiap negara. Dalam menjalankan tugasnya, badan/komisi
tersebut melakukan pendekatan-pendekatan persuasif sehingga tidak mungkin
memaksa pemerintah dari negara-negara berdaulat untuk mengubah
kebijaksanaannya. Kekuatan komisi-komisi ini terletak pada aspek moral dan
42

dukungan dari pendapat umum sedunia yang disiarkan secara terbuka melalui
media massa.

b. Prinsip-prinsip pokok prosedur pengaduan terhadap pelanggaran hak asasi


manusiayang ditetapkan oleh komisi-komisi ini adalah sebagai berikut:

1) Seluruh upaya untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi


manusiadi dalam negeri yang bersangkutan telah ditempuh dan tidak
berhasil, kecuali jika dapat dibuktikan secara meyakinkan bahwa
penyelesaian pada tingkat nasional tidak akan mencapai hasil atau memakan
waktu lama.

2) Pengaduan terhadap pelanggaran hak asasi manusiatidak boleh


menyimpang dari prinsip-prinsip PBB, Deklarasi hak asasi manusia,
perjanjian hak asasi manusiaterkait atau konvensi-konvensi yang seperti itu.

3) Pengaduan akan diterima jika setelah ditelaah terdapat dasar yang


masuk akal, yaitu adanya pola pelanggaran hak asasi manusiaserta
kemerdekaan yang bersifat berat, terbukti secara meyakinkan dan terjadi
terus-menerus.

4) Pengaduan hanya akan diterima jika dikirimkan oleh orang, baik


perseorangan maupun kelompok, yang menjadi korban dari pelanggaran hak
asasi manusia. Pengaduan dapat pula dikirimkan oleh seseorang atau
kelompok yang mempunyai pengetahuan langsung dan dapat dipercayai
tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Bagi LSM, pengaduan
dapat dilakukan dengan itikad baik berdasarkan dasar-dasar hak asasi
manusiayang telah disepakati secara umum dan mereka mempunyai
pengetahuan langsung dan terpercaya.

5) Surat kaleng dan pengaduan yang hanya berdasarkan laporan dalam


media massa akan ditolak, termasuk pengaduan yang bertentangan dengan
asas PBB atau bermotif politik.
43

6) Pengaduan akan dibahas dengan memberikan kesempatan yang


sama untuk mengajukan bukti-bukti kepada pihak yang mengadu dan
pemerintah negara yang bersangkutan.

7) Komisi menghindari terjadinya tumpang tindih dengan prosedur


lembaga-lembaga Iainnya atau dengan pengaduan yang pernah ditangani
PBB.

8) Seluruh pengaduan dibahas secara rahasia.

9) Seluruh keputusan yang diambil atas pengaduan selalu diumumkan


kepada publik.

22. Organisasi Non Pemerintah. Pembahasan hak asasi manusiatidak akan lengkap
tanpa mengulas ke peran yang dimainkan oleh organisasi non pemerintah (Non
Governmental Organization) atau kelompok perorangan swasta yang peduli terhadap isu-
isu hak asasi manusia. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat internasional. Adapun yang
termasuk ke dalam lembaga swadaya ini yakni Non Governmental Organizations (NGOs).
Organisasi internasional ini ikut bersama badan-badan hak asasi manusiadi PBB dalam
memantau kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, sekaligus juga membantu
mengkritisi kinerja badan-badan HAM bentukan PBB. Beberapa di antaranya adalah
organisasi besar yang bersifat internasional adalahAmnesty Internasional, International
CommissionofJurists, International Commite of Red Cross. Sebagian NGOs ini telah
memperoleh pengakuan dari organisasi-organisasi internasional. ECOSOC telah diberi
wewenang oleh pasal 71 Piagam PBB untuk mengadakan konsultasi yang sesuai dengan
NGOs yang berminat dalam bidang aktivitasnya dan ECOSOC telah memberikan status
penasehat kepada beberapa kelompok NGOs. Salah satu peran dari NGOs adalah
mengupas pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di berbagai negara kepada publik.
Dalam banyak kasus, yang paling ditakuti oleh negara-negara adalah publisitas yang
merugikan oleh NGOs mengenai catatan pelanggaran hak asasi manusia. NGOs itu dapat
membuat pengaduan kepada lembaga-lembaga internasional yang berwenang, jika para
korban itu sendiri tidak dapat menempuh prosedur yang semestinya. 8

8
Davidson Scott, 1994. Hak Asasi Manusia Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti hal. 63.
44

23. Intervensi Kemanusiaan. Dalam suatu hubungan masyarakat internasional, antar


suatu negara sering terjadi pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan.
Tidak selamanya pertentangan antar negara itu dapat diselesaikan dengan cara damai.
Pertentangan kepentingan inilah yang sering disebut dengan konflik. Penyelesaian konflik
dapat secara damai atau dengan cara kekerasan, yaitu apabila solusi damai tidak dapat
tercapai. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan adalah perang dan
tindakan bersenjata non perang, retorsi, tindakan pembalasan, blokade secara damai dan
intervensi. Melihat konflik bersenjata sering disertai dengan genosida, dan kejahatan
terhadap kemanusiaan maka masyarakat internasional menyepakati untuk melakukan
intervensi terhadap negara yang berkonflik untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran
hak asasi manusia berat. Intervensi mempunyai batasan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan oleh suatu negara atau oragnisasi internasional yang mencampuri secara paksa
urusan dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk memelihara dan merubah situasi
yang ada. Salah satu bentuk intervensi kemanusiaan dalam konflik bersenjata yang
pernah terjadi adalah di Rwanda dan Bosnia Herzegovina. Di kedua negara tersebut teleh
terjadi konflik etnis, dan berkembang menjadi konflik bersenjata non internasional yang
kemudian berubah menjadi konflik bersenjata internasional karen adanya pihak-pihak
negara lain yang ikut serta dalam kedua konflik tersebut. Intervensi kemanusiaan
merupakan upaya untuk mencegah ataumenghentikanpelanggaran hak asasi manusiaberat
dengan kekuatan tertentu (diplomaticand military) di suatu negara, baik dengan atau tanpa
persetujuan dari negara (countries with internal conflict). Intervensi kemanusiaan
secarahukum dibenarkan dengan ketentuan yang diatur dalamhukum internasional yang
berlaku, yaitu Piagam PBB Pasal 39-51.Sedangkan peran PBB dalam intervensi
kemanusiaan dalam konflikbersenjata dilakukan oleh Dewan Keamanan sebagai organ
PBB yang menjagaperdamaian dengan mengeluarkan keputusan dalam bentuk resolusi
untukdaerah-daerah yang mengalami konflik. Intervensi kemanusiaan yang dilakukan
PBB tidak melanggar kebebasan politik sebuah negara. Tindakan tersebut hanya
bertujuan untuk memulihkan hak asasi manusia pada suatu negara yang mengalami
konflik. Intervensi kemanusiaan sering disorot atas legitimasinya. Oleh karena itu, pakar
hukum Internasional berpendapat bahwa intervensi kemanusiaan tetap bisa dilakukan
terhadap suatu negara selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Intervensi kemanusiaan harus didasarkan atas alasan dan tujuan yang jelas,
yaitu melindungi hak asasi manusia.
45

b. Harus dilakukan dengan memperhatikan asas proporsionalitas.

c. Harus didasarkan aturan yang jelas untuk menghindari terjadinya eksploitasi


oleh suatu negara terhadap wilayah yang didudukinya.

24. Lembaga Pengadilan Internasional. Terhadap pelanggaran hak asasi


manusiaberat yang dilakukan oleh suatu negara maka akan diselesaikan menurut
peraturan internasional yang berlaku serta dilakukan oleh lembaga internasional yang
berwenang. Di suatu negara akan dibentuk pengadilan internasional atas kasus
pelanggaran berat hak asasi manusia apabila:

a. Pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup


menciptakan pengadilan yang obyektif.

b. Mengancam perdamaian internasional ataupun regional.

c. Berlangsung konflik yang terus menerus.

Pembentukan pengadilan internasional harus mendapat persetujuan Dewan Keamanan


PBB terlebih dahulu. Lembaga yang menangani persoalan sengketa dan tindakan
kejahatan internasional dalam struktur organisasi PBB adalah sebagai berikut:

a. Mahkamah Internasional. (International Criminal of Court) Mahkamah


Internasional merupakan organisasi dari PBB yang berkedudukan di Den Haag yang
berwenang memutuskanperkara hukum yang dipersengketakan antar negara dan
memberikan pertimbangan hukum atas kasus yang dilimpahkan kepadanya.

b. Mahkamah Militer Internasional. Terbentuk pada tahun 1945, bertugas


mengadili para pelaku kejahatan perang.

c. Mahkamah Pidana Internasional. Pada tanggal 17 Juli 1998 disahkan dalam


forum diplomatik PBB di Roma. Mahkamah yang berkedudukan di Haque ini
bersifat permanen guna mengadili pelaku kejahatan agresi (crime of aggression),
kejahatan genosida (crime of genocida), kejahatan perang (crime of war) dan
kejahatan kemanusiaan (crime of humanity).
46

d. Pengadilan Internasional Khusus. Untuk menangani pelanggaran berat hak


asasi manusia dibentuklah pengadilan internasional khusus oleh PBB. Contoh:

1) International Criminal Tribund for Yugoslavia (ICTY). Didirikan pada


tahun 1993 untuk mengadili kasus pelanggaran hak asasi manusia akibat
erang etnik di negara bekas Yugoslavia berdasarkan Resolusi 808 Dewan
Keamanan PBB Februari 1993. Pengadilan terhadap Slobodan Milosevic
dan Ratko Mladic merupakan contoh pelaksanaan peradilan khusus.
Keduanya adalah pemimpin Serbia yang dianggap paling bertanggungjawab
dalam pembersihan etnik (etnic cleansing) terhadap orang-orang Kroasia dan
Bosnia Herzegovina yang hendak memisahkan diri dari Yugoslavia.

2) International Criminal Tribund for Rwanda (ICTR) dibentuk oleh Dewan


Keamanan PBB tahun 1994 untuk mengadili kasus pelanggaran hak asasi
manusia akibat peperangan antar suku Huttu dan suku Tutsi di Rwanda,
Afrika.

Soal Latihan.

1. Jelaskan pengertian hakekat hak asasi manusia.

2. Sebutkan 2 (dua) contoh pengadilan internasional ad hoc yang menangani


pelanggaran berat hak asasi manusia.

3. Jelaskan peran NGOs dalam upaya perlindungan hak asasi manusia.


47

BAB V
HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

25. Tujuan Instruksional. Agar Perwira Siswa lebih memahami awal dan
perkembangan hak asasi manusia di Indonesia serta mengetahui instrumen-instrumen hak
asasi manusia yang ada dalam hukum positif.

26. Umum. Indonesia adalah salah satu Negara yang senantiasa ikut
mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak asasi manusia . Dalam pembukaan UUD
RI 1945 alenia pertama dinyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah hak segala bangsa oleh
karena itu penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Kesungguhan negara dalam menegakkan hak asasi
manusia diwujudkan dengan adanya pasal-pasal dalam batang tubuh UUD RI 1945 yang
mengatur tentang hak asasi manusia, disamping itu juga telah lahir UU RI No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Amandemen UUD 1945 pada pasal 28 juga merupakan
suatu terobosan dalam menegakkan Hak Asasi Manusia . Peranan hak asasi manusiadi
Indonesia sendiri, sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat namun belum secara tersirat
dan transparan. Tujuan sebenarnya di ciptakannya hak asasi manusiaadalah agar manusia
dapat menggunakan dan memanfaatkan haknya sendiri dengan sebaik-baiknya, namun
juga harus dapat mempehatikan hak orang lain. Peranan hak asasi manusiasebenarnya
sudah ada pada pasal 75 ayat 1dan 2 Undang-Undang No. 39 tahun 1999. Sementara itu
kondisi hak asasi manusiadi Indonesia saat ini masih sebatas normatif dan belum
menjamin terlaksananya perlindungan hak asasi manusiasecara baik dan memadai.

27. Mekanisme PerlindunganHak Asasi Manusia. Mekanisme perlindungan hak


asasi manusia adalah agenda politik hukum yang harus diselesaikan oleh Pemerintah RI
bersama DPR RI agar pengaturan hak asasi manusia di Indonesia yang termuat di
berbagai peraturan perundang-undangan segera dapat diwujudkan. Terkait dengan
mekanisme perlindungan hak asasi manusia ini, beberapa kewajiban pemerintah terkait
dengan perlindungan hak asasi manusia, yaitu: kewajiban melindungi (obligations to
protect), kewajiban menghormati (obligations to respect) dan kewajiban memenuhi
(obligations to fullfill).
48

a. Penyelenggaraan Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan hak asasi


manusiaadalah sebagai tindakan yang dilakukan untuk membuat hak asasi
manusiasemakin diakui dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat . Untuk
melindungi hak asasi manusia di Indonesia , pemerintah telah melakukan beberapa
langkah-langkah sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusiadi Indonesia,
diantaranya dibidang yudikatif telah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945,
diundangkanya beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak
asasi manusia, membentuk lembaga-lembaga independent bidang hak asasi
manusiaseperti, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Negara menjadi unsur
dominan untuk menilai keberhasilan dari proses perlindungan dan pemajuan hak
asasi manusia. Bagaimana negara memperlakukan individu-individu atau kelompok
sosial yang bekerja demi mempromosikan nilai nilai ham. Mereka yang lebih di
kenal sebagai pembela hak asasi manusiaadalah ujung tombak untuk
mendiseminasikan gagasan ini, agar publik semakin sadar dan paham atas apa
yang tengah mereka perjuangkan. Kondisi hak asasi manusiaIndonesia tengah
menjadi perhatian masyarakat internasional. Tidak hanya permasalahan kebebasan
beragama dan berkeyakinan, tetapi juga terkait dengan beragam permasalahan hak
asasi manusia, seperti hak-hak anak, hak perempuan, Papua, impunitas dan
beragam pelanggaran hak asasi manusialainnya. Telah menjadi sebuah
keniscayaan tatkala masyarakat dunia semakin akrab menjalin hubungan satu sama
lain, tidak terkecuali di bidang hak asasi manusia. Forum di Perserikatan Bangsa-
bangsa meniscayakan adanya hubungan kenegaraan yang aktif dari masing-masing
Negara untuk saling memberikan masukan dan saran terkait dengan penegakan hak
asasi manusia. Dalam pada itu, Indonesia pun dapat melakukan hal yang sama
terkait dengan kondisi suatu Negara tertentu, sebagaimana sikap Indonesia
terhadap kekerasan yang akhir-akhir ini terjadi di Suriah. Sekali lagi, keterlibatan
Indonesia dalam pergaulan dunia telah meniscayakan Indonesia untuk juga
diperhatikan oleh komunitas internasional dan perhatian tersebut tidak semata
sebagai sebuah penghinaan atau pelecehan terhadap bangsa Indonesia, tetapi lebih
dari itu untuk mendorong Indonesia lebih toleran dan demokratis dalam
penyelenggaran hak asasi manusia.

b. Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pelanggaran hak asasi manusiaadalah


setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
49

menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusiaseseorang atau


kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku.
Pelanggaran hak asasi manusiadapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu
pelanggaran hak asasi manusiaberat dan pelanggaran hak asasi
manusiaringan.Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam
pelanggaran hak asasi manusiayang berat. Kejahatan genosida itu sendiri
berdasarkan UU No.26 Tahun2000 tentang Pengadilan HAM adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan
kelompok agama.Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan kemerdekaan atau
perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-
asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan
seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentuatau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan
kejahatan apartheid.Pelanggaran hak asasi manusiaoleh pihak negara dapat dilihat
dalam hal kegagalan nya untuk memenuhi tiga jenis kewajiban yang berbeda,yakni:

1) Kegagalan dalam kewajiban untuk menghormati,seperti pembunuhan


diluar hukum.

2) Kegagalan dalam kewajiban untuk melindungi, seperti kegagalan untuk


mencegah terjadinya penyerangan etnis tertentu.

3) Kegagalan dalam kewajiban untuk memenuhi, seperti kegagalan


dalam memberikan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
50

Sedangkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh satuan bukan


pemerintahandiantaranya pembunuhan oleh tentara, pemberontakan dan serangan
bersenjata oleh salah satu pihak melawan pihak lain.

c. Penegakan Hak Asasi Manusia. Penegakkan hak asasi manusiaadalah


sebagai tindakan yang dilakukan untuk membuat hak asasi manusiasemakin diakui
dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat . Untuk menegakkan hak asasi
manusia di Indonesia , pemerintah telah melakukan beberapa langkah-langkah
sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusiadi Indonesia, diantaranya dibidang
yudikatif telah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, diundangkanya beberapa
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak asasi manusia, membentuk
lembaga-lembaga independent bidang hak asasi manusiaseperti, Komisi nasional
Hak Asasi Manusia. Secara umum terdapat beberapa parameter yang dapat
dijadikan indikasi bahwa disuatu negara memiliki mekanisme yang baik terhadap
perlindungan hak asasi manusia, antara lain adanya peraturan yang memberikan
jaminan perlindungan hak asasi manusia agar mendapat kepastian hukum.
Jaminan tersebut adanya alat negara yang dibentuk untuk penegakan hak asasi
manusia, adanya kesadaran masyarakat untuk mentaati hak asasi manusia,

28. Beberapa Ketentuan Hukum Hak Asasi Manusia. Dalam DUHAM pengertian hak
asasi manusiadapat ditemukan dalam Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan
bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri
setiap orang akan hak-hak yang sama dan tak teralihkan dari setiap manusia ialah dasar
dari kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya DUHAM itulah secara
internasional hak asasi manusiatelah diatur dalam ketentuan hukum sebagai instrumen
internasional. Ketentuan hukum hak asasi manusiaatau disebut juga Instrumen hak asasi
manusiamerupakan alat yang berupa peraturan perundang-undangan yang digunakan
dalam menjamin perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen hak asasi
manusiaterdiri atas instrumen nasional hak asasi manusiadan instrumen internasional hak
asasi manusia. Instrumen nasional hak asasi manusiaberlaku terbatas pada suatu negara
sedangkan instrumen internasional hak asasi manusiamenjadi acuan negara-negara di
dunia dan mengikat secara hukum bagi negara yang telah mengesahkannya
(meratifikasi).Di negara kita dalam era reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan
ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 dan
diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun 1999
51

Tentang Hak Asasi Manusiaserta meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang hak
asasi manusia.

a. Undang-Undang Dasar RI 1945. Dalam amandemen UUD 1945 ke dua,


ada Bab yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia yaitu Bab XA
yang bersikan pasal 28A s/d 28J.

b. Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi


Manusia.Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan hak asasi manusialebih terinci
lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya relatif
banyak yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila dicermati jaminan hak asasi
manusiadalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UU RI Nomor 39 Tahun 1999,
secara garis besar meliputi:

1) Hak untuk hidup (misalnya hak: mempertahankan hidup, memperoleh


kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan
sehat);

2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.

3) Hak mengembangkan diri (misalnya hak : pemenuhan kebutuhan


dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari iptek,
memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial);

4) Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum,


persamaan di depan hukum);

5) Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak : memeluk agama,


keyakinan politik, memilih status kewarganegaraan, berpendapat dan
menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas
bergerak dan bertempat tinggal);

6) Hak atas rasa aman (misalnya hak: memperoleh suaka politik,


perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan
52

komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa


dan penghilangan nyawa);

7) Hak atas kesejahteraan (misalnya hak : milik pribadi dan kolektif,


memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat
tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial);

8) Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak: memilih dan dipilih
dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam
jabatan pemerintah, mengajukan usulan kepada pemerintah);

9) Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan
pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga
perkawinan);

10). Hak anak (misalnya hak : perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi,
perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi,
pekerjaan, pelecehan sexual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya).

c. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi


PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(disingkat sebagai Konvensi Wanita).Dengan meratifikasi Konvensi Wanita
tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis
kelamin (laki-laki-perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah
buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik
bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama
menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Kita harus menyadari
bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian
menghendaki partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan
kaum pria. Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab
antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar
diskriminasi.
53

d. Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Latar belakang dikeluarkannya undang-undang ini, sebagaimana dikemukakan
dalam Penjelasan Umum undang-undang ini antara lain:

1) Bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan YME, yang


senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat,
dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-
Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa
depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi
serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta
hak sipil dan kebebasan.

2) Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan
tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara
untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu
undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

3) Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk


menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang
dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan
perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan
fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan
dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini menegaskan bahwa


pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-
menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut
harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan
54

inidimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang


diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki
nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta
berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.

e. Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi


Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhumanor Degrading Treatment or Punishment).Konvensi
ini mengatur pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia yang dilakukan oleh atau atas hasutan dari atau dengan
persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam
jabatannya. Ini berarti negara RI yang telah meratifikasi wajib mengambil langkah-
langkah legislatif, administratif, hukum dan langkah-langkah efektif lain guna
mencegah tindakan penyiksaan (tindak pidana) di dalam wilayah yuridiksinya.
Misalnya langkah yang dilakukan dengan memperbaiki cara interograsi dan
pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang
bertanggungjawab terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya.

f. Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi


ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan
Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Menurut Konvensi ILO
(International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional) tersebut, istilah
“bentuk-bentuk terburuk kerja anak mengandung pengertian sebagai berikut:

1) Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan,


misalnya:

a) Penjualan anak;

b) Perdagangan anak-anak;

c) Kerja ijon;
55

d) Perhambaan (perbudakan);

e) Kerja paksa atau wajib kerja;

f) Pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk


dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;

2) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran,


untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;

3) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan


haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan.

4) Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu


dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182,
maka negara Republik Indonesia wajib mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif, hukum, dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan
praktek memperkerjakan anak dalam bentuk-bentuk terburuk kerja anak dalam
industri maupun masyarakat.

g. Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan


Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant
on Economic, Social and Cultural Rights).Kovenan ini mengukuhkan dan
menjabarkan pokok-pokok hak asasi manusiadi bidang ekonomi, sosial dan budaya
dari UDHR dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan
terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal. Intinya kovenan ini
mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang
meliputi:

1) Hak atas pekerjaan,

2) Hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan,


56

3) Hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh,

4) Hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial,

5) Hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi


keluarga, ibu, anak, dan orang muda,

6) Hak atas standar kehidupan yang memadai,

7) Hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi
yang dapat dicapai,

8) Hak atas pendidikan, dan

9) Hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya.

h. Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan


Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil
and Political Rights).Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusiadi
bidang sipil dan politik yang tercantum dalam UDHR sehingga menjadi ketentuan-
ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan
dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab dan 53 Pasal. Hak-hak sipil (kebebasan-
kebebasan fundamental) dan hak-hak politik meliputi:

1) Hak-hak sipil:

a) Hak hidup;

b) Hak bebas dari siksaan, perlakuan atau penghukuman yang


kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat;

c) Hak bebas dari perbudakan;

d) Hak bebas dari penangkapan atau penahanan secara


sewenang-wenang;
57

e) Hak memilih tempat tinggalnya, untuk meninggalkan negara


manapun termasuk negara sendiri;

f) Hak persamaan di depan peradilan dan badan peradilan;

g) Hak atas praduga tak bersalah.

h) Hak kebebasan berpikir;

i) Hak berkeyakinan dan beragama;

j) Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak


lain;
k) Hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat;

l) Hak atas perkawinan/membentuk keluarga;

m) Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya


sebagai anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkannya setiap
anak setelah lahir dan keharusanmempunyai nama, dan hak anak atas
kewarganegaraan;

n) Hak persamaan kedudukan semua orang di depan hukum, dan

o) Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.

2) Hak-hak Politik:

a) Hak untuk berkumpul yang bersifat damai;

b) Hak kebebasan berserikat;

c) Hak ikut serta dalam urusan publik;

d) Hak memilih dan dipilih;


58

e) Hak untuk mempunyai aksespada jabatan publik di negaranya ;

i. Undang Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi


Manusia. Undang-undang ini mengatur pengadilan terhadap pelanggaran hak
asasi manusiaberat.

29. KelembagaanHak Asasi Manusia. Dalam upaya perlindungan dan penegakan


hak asasi manusiatelah dibentuk lembaga-lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas
HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga–
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan
hak asasi manusia.

a. Komnas HAM. Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk


dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan
jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang
perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya
UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya
mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM
yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor
39 Tahun 1999.

1) Tujuan Komnas HAM:

a) Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi


pelaksanaan hak asasi manusia.

b) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia


guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

2) Fungsi Komnas HAM:

a) Fungsi pengkajian dan penelitian. Untuk melaksanakan fungsi


ini, Komnas HAM berwenang antara lain:
59

(1) Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen


internasional dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai
kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.

(2) Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan


perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi
mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan
perundang- undangan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia.

b) Fungsi penyuluhan.Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini,


Komnas HAM berwenang:

(1) Menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia


kepada masyarakat Indonesia.

(2) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi


manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal
serta berbagai kalangan lainnya.

(3) Kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain


baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam
bidang hak asasi manusia.

c) Fungsi pemantauan.Fungsi ini mencakup kewenangan antara


lain:
(1) Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan
penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut.

(2) Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang


timbul dalam masyarakat yang patut diduga terdapat
pelanggaran hak asasi manusia.
60

(3) Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban


maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar
keterangannya.

(4) Pemanggilan saksi untuk dimintai dan


didengarkesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta
menyerahkan bukti yang diperlukan.

(5) Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang


dianggap perlu.

(6) Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan


keterangan secara tertulis ataumenyerahkan dokumen yang
diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua
Pengadilan.

(7) Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan,


bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak
tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.

(8) Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua


Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam
proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat
pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan
acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat
Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada
para pihak.

d) Fungsi mediasi.Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas


HAM berwenang untuk melakukan:

(1) Perdamaian kedua belah pihak.

(2) Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi,


konsiliasi, dan penilaian ahli.
61

(3) Pemberian saran kepada para pihak untuk


menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.

(4) Penyampaian rekomendasi atas sesuatu kasus


pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk
ditindaklanjuti penyelesaiannya.

(5) Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus


pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk
ditindaklanjuti.

Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya
telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada
Komnas HAM. Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas
pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang
diadukan.

b. Pengadilan HAM. Pengadilan hak asasi manusiamerupakan pengadilan


khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah
kabupaten atau kota. Pengadilan hak asasi manusiamerupakan pengadilan khusus
terhadap pelanggaran hak asasi manusiaberat yang meliputi kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam
kejahatan genosida, misalnya; membunuh, tindakan yang mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik,
memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara
paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.Sedangkan yang
dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:
62

1) Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;

2) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

3) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain


secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum
internasional;

4) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan


kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;

5) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan


yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara universal sebagai
hal yang dilarang menurut hukum internasional;

6) Penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau


penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan tindakan tersebut dan
pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban dengan maksud
melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);

7) Kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok


ras atas kelompok ras atau kelompok lain dan dilakukan dengan maskud
untuk mempertahan peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau
rezim).

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara


pelanggaran hak asasi manusiayang berat. Pengadilan hak asasi
manusiajuga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak
asasi manusiayang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah
negara RI oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal
Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk mengadili
pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum di undangkannya
UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Oleh karena itu
63

pelanggaran hak asasi manusiaberat tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan


kata lain adanya Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas
retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran hak asasi manusiaberat.

c. Komnas Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.


Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional
perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada
era reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan
kepada masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan,
misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan,
kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain.
KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun
2002.Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas:

1) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak.

2) Mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,


melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.

3) Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada


Presiden dalam rangka perlindungan anak. Misalnya untuk tugas memberikan
masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera
membuat undang–undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya
memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU.

d. Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun
1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya
mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
64

1) Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap


perempuan.

2) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk


kekerasan terhadap perempuan.

3) Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk


kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.

e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dibentuk berdasarkan UURI Nomor


27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk :

1) Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran hak asasi


manusiaberat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian pelanggaran hak
asasi manusiaberat lewat Pengadilan HAM dan Pengadilan HAMAd Hoc
mengalami kebuntuan;

2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran hak asasi


manusiaberat untuk menyelesaikan di luar Pengadilan HAM.

f. LSM Pro-demokrasi dan HAM. Disamping lembaga penegakan hak asasi


manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai
lembaga hak asasi manusia. Lembaga hak asasi manusiabentukan masyarakat
terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non
Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan
kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan hak asasi manusia.
LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM
ini antara lain :

1) YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia),

2) Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan),

3) Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat),


65

4) PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia).

LSM yang menangani berbagai aspek hak asasi manusia, sesuai dengan
minat dan kemampuannya sendiri pada umumnyaterbentuk sebelum
didirikannya Komnas HAM. Dalam pelaksanaan perlindungan dan
penegakkanhak asasi manusia, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas
HAM. Misalnya, LSM mendampingi para korban pelanggaran hak asasi
manusiake Komnas HAM.  

30. Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pelanggaran hak asasi


manusia adalah setiap perbuatan yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia (UURI Nomor 39 Tahun 1999).
Pelanggaran itu dapat dilakukan oleh negara/pemerintah maupun oleh masyarakat.Menurut
Richard Falk kategori pelanggaranhak asasi manusiayang dianggap kejam, yaitu:

a. Pembunuhan besar-besaran (genocide).

b. Rasialisme resmi.

c. Terorisme resmi berskala besar.

d. Pemerintahan totaliter.

e. Penolakan secara sadar untuk memenuhikebutuhan dasar manusia.

f. Perusakan kualitas lingkungan.

g. Kejahatan perang.

Penggolongan pelanggaran hak asasi manusiadi atas merupakan contoh


pelanggaran hak asasi manusiaberat dikemukakan Richard Falk. Dalam UURI Nomor 39
Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran hak asasi manusiaberat adalah :

a. Pembunuhan masal (genocide);


66

b. Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan;

c. Penyiksaan;

d. Penghilangan orang secara paksa;

e. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.

Disamping pelanggaran hak asasi manusiaberat juga dikenal pelanggaran hak asasi
manusiabiasa. Pelanggaran hak asasi manusiabiasa antara lain pemukulan, penganiayaan,
pencemaran nama baik, menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya,
penyiksaan, menghilangkan nyawa orang lain.

31. Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Penegakan hukum dan hak asasi
manusia di Indonesia saat ini merupakan suatu masalah yang sangat menarik untuk dikaji,
karena dalam banyak kasus ternyata memberikan citra yang kurang baik dimata
masyarakat pada umumnya. Banyak kalangan, baik yang awam maupun yang bergelut
dalam bidang hukum, sering berpendapat bahwa hukum (dalam bidang hak asasi manusia)
seakan tidak mempunyai makna dan manfaat dalam rangka memberikan jaminan
terciptanya ketertiban, keamanan, kesejahteraan dan keadilan serta kepastian hukum.
Hukum telah kehilangan jati dirinya sebagai instrument penting dalam menata atau
mengatur kehidupan masyarakat. Dalam proses penegakan hukum, sebenarnya banyak
pihak mempunyai peran baik pemerintah (aparatur penegak hukum; Polisi, Jaksa, Hakim)
termasuk masyarakat sendiri yang merupakan bagian integral atau tidak bisa dipisahkan.
Peran dan tanggung jawab penegakan hukum, sering dilimpahkan sepenuhnya kepada
aparatur penegak hukum saja, padahal dalam sebuah negara hukum yang demokratis,
rakyat atau masyarakat mempunyai fungsi, peran dan tanggung jawab yang sangat penting
dan menentukan. Penegakan hukum dan hak asasi manusia akan lebih bermakna, jika
hal itu diikuti dengan berbagai instrument dan elemen pendukung yang patut mendapat
perhatian yang serius dari pihak pemerintah atau penguasa. Banyak kasus pelanggaran
hukum dan hak asasi manusia yang muncul kepermukaan dan melibatkan para aparatur
penegak hukum, sehingga sorotan utama hanya tertuju pada Polisi, Jaksa, Hakim juga
Pengacara yang terlibat langsung. Pada akhirnya masyarakat, baik secara individu atau
kelompok memberikan penilaian terhadap aparatur penegak hukum, menurut versi masing-
masing. Patut diketahui dan dipahami dalam proses penegakan hukum dan hak asasi
67

manusia aparatur penegak hukum hanya merupakan salah satu bagian penting dari
sejumlah komponen lain yang mempunyai fungsi dan peran penting antara lain ; aturan
hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sendiri.

Soal latihan.

1. Sebutkan jenis pelanggaran hak asasi manusia!

2. Sebutkan beberapa LSM di Indonesia yang berkecimpung di bidang hak asasi


mansuia!

3.
68

BAB VI
HAM DALAM TUGAS OPERASI

32. Tujuan Instruksional. Agar para Perwira Siswa Seskoau dapat memahami aspek
hak asasi manusiadalam Operasi Udara dalam upaya peningkatan wawasan hukum
khususnya bidang hak asasi manusia, yang akhirnya dapat menunjang tugas-tugasnya.

33. Umum. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Hal ini terlihat dalam Pancasila sebagai Dasar Negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945, yang sila-silanya syarat dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia,
apalagi dalam Sila Kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Penuangan prinsip-prinsip HAM dalam UUD RI 1945 merupakan salah satu bukti nyata
komitmen bangsa Indonesia dalam mengakui dan menegakkan Hak Asasi Manusia.
Indonesia sebagai negara yang berdaulat mengakui adanya prinsip kedaulatan negara di
ruang udara yang utuh dan eksklusif di wilayah udara nasional sebagaimana dimaksud
Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, yang telah dituangkan dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Sifat kedaulatan yang utuh dan eksklusif dari
Negara di wilayah udara nasional tersebut berbeda misalnya dengan sifat kedaulatan
Negara di laut wilayah. Karena sifatnya yang sedemikian, maka di ruang udara nasional
tidak dikenal hak lintas damai (innocent passage) pihak asing seperti terdapat di laut
teritorial sesuatu Negara. Ruang udara nasional sesuatu Negara sepenuhnya tertutup bagi
pesawat udara asing, baik sipil maupun militer. Dengan kedaulatan yang penuh dan utuh
tersebut, setiap negara masih dituntut untuk menghormati ketentuan-ketentuan yang telah
diatur dalam hukum internasional sebagai kesepakatan masyarakat bangsa-bangsa,
sebagai contoh: “Bagaimana mengambil tindakan koreksi atas pelanggaran wilayah udara
dan bagaimana selanjutnya tata-cara dalam melakukan penyergapan (interception)?”.
Dalam hal ini harus memperhatikan ketentuan hukum internasional, khususnya Attachment
dari Annex 2 Rule of the Air. Dalam hal ini dikenal pula adanya asas pertimbangan
kemanusiaan yang mendasar (elementary considerations of humanity), dimana secara
tegas telah dinyatakan sebagai asas yang harus melandasi tindakan-tindakan negara
dalam menghadapi pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat udara sipil asing. Selain
69

itu, terdapat kegiatan operasi militer selain perang yang sangat berkaitan dengan
pelaksanaan pemenuhan hak asasi manusia, yaitu tugas perbantuan kepada Kepolisian
dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat.

34. Pelanggaran Berat dan Hukum Acara.

a. Genosida (The crime of genocide). Istilah “genocide” diterima, setelah


beberapa tahun oleh Jaksa di Mahkamah Internasional Nuremberg, dan pada tahun
1946 dinyatakan sebagai kejahatan internasional (international crime) oleh sidang
umum PBB. Kemudian pada tahun 1948 lahir sebuah Konvensi Internasional, yakni
“Convention on the Prevention and Punishment of the Crime Genocide”, 9
Desember 1948, yang sering disebut sebagai inti dari pelbagai traktat tentang hak
asasi manusia.

1) Statuta Roma 1998. Genosida diatur dalam Article 6 yang


mendefinisikan genosida sebagai 5 (lima) perbuatan tertentu atau khusus
(specific acts) yang dilakukan dengan maksud untuk memusnahkan suatu
kelompok nasional, etnis, rasial atau agama. Lima perbuatan tersebut adalah:

a) Pembunuhan anggota kelompok;

b) Mengakibatkan penderitaan berat baik terhadap badan atau


mental;

c) Menerapkan kondisi terhadap kelompok yang diperkirakan


dapat memusnahkan kelompok;

d) Mencegah kelahiran di dalam kelompok; dan

e) Secara paksa memindahkan anak-anak dari suatu kelompok ke


kelompok lain.

2) UU RI No. 26 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun


2000 tentang Pengadilan HAM disebutkan kejahatan genosida sebagaimana
dimaksud Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
70

maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian


kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

a) Membunuh anggota kelompok.

b) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat


terhadap anggota-anggota kelompok.

c) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan


mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya.

d) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah


kelahiran di dalam kelompok, atau

e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu


ke kelompok lain.

b. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Against Humanity). Dalam


Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diatur ketentuan bahwa yang
dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari seranganyang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukansecara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:

1) Pembunuhan,

2) Pemusnahan,

3) Perbudakan,

4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;


71

5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan pisik lain secara


sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;

6) Penyiksaan;

7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan


kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara.

8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang


didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;

9) Penghilangan orang secara paksa; atau

10)Kejahatan apartheid.

Dalam Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diberikan


penjelasan bahwa yang dimaksud dengan serangan terhadap penduduk sipil adalah
suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai
kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan
organisasi. Dalam Statuta Roma 1998 dijelaskan bahwa kebijakan tersebut harus
berhubungan langsung dengan penyerangan atau kejahatan yang dilakukan (“policy
to commit such attack“).

c. Pertanggungjawaban Komando. Komandan militer adalah seorang yang


memiliki wewenang dan tanggungjawab atas pelaksanaan tugas satuan yang
berada di bawah komandonya. Adapun komando tersebut adalah kewenangan dan
kekuasaan berdasarkan atas hukum yang diberikan kepada seorang Perwira untuk
memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pasukan. Komando dapat
diartikan pula sebagai perintah yang diberikan oleh komandan atau atasan langsung
kepada satuan atau bawahannya dengan maksud agar perintah tersebut
dilaksanakan. Dalam pertanggungjawaban komando ini dikenal pula seseorang yang
72

efektif bertindak sebagai Komandan Militer, yakni seseorang yang bertindak sebagai
komandan militer tersebut setiap saat mampu menggunakan kekuasaannya
bilamana menginginkannya (material ability) atau mempunyai kekuasaan untuk
mengeluarkan perintah yang mengikat bawahannya. Dalam lingkungan militer
komandan militer yang efektif diberikan wewenang oleh undang-undang untuk
menghukum bawahan atau pasukan dalam komando dan pengendaliannya yang
efektif, oleh karenanya ia secara hukum disebut sebagai Atasan Yang Berhak
Menghukum (power to take remedial action). Pertanggungjawaban komando
menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Pasal 42 ayat (1),


Komandan Militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan
militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam
yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan pasukan yang berada di bawah
komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari
tidak dilakukakan pengendalian secara patut, yaitu:

1) Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar


keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang
melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;

2) Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan


yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk
mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan
pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan.

Komando dalam lingkungan militer tersebut merupakan “unity of command” yang


pelaksanaannya melalui suatu rantai komando (“chains of command”). Dengan
demikian efektifitas komando pengendalian dilakukan secara berjenjang dalam
suatu rantai komando, yang mana pada setiap mata rantai komando tersebut
melekat tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara berjenjang.Bahwa ada dua
pengetahuan sebagai mensrea bagi seorang Komandan, yaitu pertama mengetahui
73

sendiri (must have know), yaitu mendengar laporan langsung dari kepala seksi atau
bawahannya, yang kedua adalah seharusnya mengetahui (should have know), jadi
buktinya berdasarkan kondisi-kondisi yang terjadi pada saat itu. Meskinya seorang
yang wajar melihat kondisi-kondisi seperti itu harus tahu, misalnya sudah baca di
surat kabar dia diam saja, mendengar teriakan-teriakan diam saja, mendengar
pengaduan dari masyarakat atau keluarganya atau penyidik tetapi diam saja, jadi
kalau ukuran yang wajar orang tersebut seharusnya mengetahui.

d. Hukum Acara. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun


2000 dinyatakan bahwa dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana(lazim disingkat
sebagai KUHAP). Dengan demikian seharusnya tidak boleh menggunakan hukum
acara dari International Criminal Court (Rules of procedure dari ICC) maupun hukum
acara pengadilan internasional lainnya (ICTR, ICTY, dll) maupun praktek-praktek
peradilan internasional yang sudah ada, karena Pasal 10 menyebut dengan tegas
bahwa hal tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000,
hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana atau KUHAP.Ketentuan mengenai
kewenangan Atasan Yang Berhak Menghukum dan Perwira Penyerah Perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dan Pasal 123 Undang Undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 49
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000.

e. Proses Penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik


untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan
penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000. Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusiayang berat
dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi
Mansia dalam melakukan penyelidikan dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri
atas Komnas HAM dan unsur masyarakat.Dalam melaksanakan penyelidikan,
berdasarkan Pasal 19 UU Nomor 26 tahun 2000 penyelidik mempunyai kewenangan
sebagai berikut:
74

1) Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang


timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga
terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

2) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok


orang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta
mencari keterangan dan barang bukti.

3) Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk


diminta dan didengar keterangannya.

4) Memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya.

5) Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan


tempat lainnya yang dianggap perlu.

6) Memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis


atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya.

7) Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

a) Pemeriksaan surat.

b) Penggeledahan dan penyitaan.

c) Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan,


bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak
tertentu.

d) Mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.

Dalam hal Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup
telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusiaberat, maka kesimpulan hasil
penyelidikan disampaikan kepada penyidik. Paling lambat 7 hari kerja setelah
kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan, Komnas HAM menyerahkan seluruh
75

hasil penyelidikan kepada penyidik. Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil
penyelidikan masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil
penyelidikan tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam
waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib
melengkapi kekurangan tersebut.

f. Proses Penyidikan. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun


2000, penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusiaberat dilakukan oleh Jaksa
Agung. Penyidikan dimaksud tidak termasuk kewenangan menerima laporan atau
pengaduan. Dalam pelaksanaan tugas penyidikan, Jaksa Agung dapat mengangkat
penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat.Penyidikan
wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik (Pasal 22 ayat 1).
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal 22
ayat 2). Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan
penyidikan belum dapat diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama 60
(enampuluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya
(Pasal 22 ayat 3).Apabila dalam jangka waktu tersebut di atas dari hasil penyidikan
tidak diperoleh bukti yang cukup, maka wajib dikeluarkan surat perintah
pengehentian penyidikan oleh Jaksa Agung. Setelah surat perintah penghentian
penyidikan dikeluarkan, penyidikan hanya dapat dibuka kembali dan dilanjutkan
apabila terdapat alasan dan bukti lain yang melengkapi hasil penyidikan untuk
dilakukan penuntutan.Dalam hal penghentian penyidikan tidak dapat diterima oleh
korban atau keluarganya, maka korban, keluarga korban atau keluarganya, maka
korban atau keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai dengan derajat ketiga, berhak mengajukan pra peradilan kepada
Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan, Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan
penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga
melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti permulaan
yang cukup (Pasal 11 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2000). Pelaksanaan tugas
penangkapan dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas dan
memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan
76

identitas tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan


pemeriksaan serta uraian singkat perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat yang dipersangkakan. Tembusan surat perintah penangkapan diberikan
kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Dalam hal tertangkap
tangan penangkapan tanpa surat dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik. Jaksa
Agung sebagai Penyidik dan Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan
atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan (Pasal 12
ayat 1 UU No 26 Th 2000). Hakim Pengadilan HAM dengan penetapannya
berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan. Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap
tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi
manusiaberat berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal ini terdapat keadaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi pelanggaran hak
asasi manusia yang berat.Berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 26 Tahun 2000
ditentukan bahwa penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan selama
90 (sembilan puluh) hari. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah
hukumnya. Dalam jangka waktu tersebut habis dan penyidikan belum dapat
diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 60 (enampuluh) hari
oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya.

g. Proses Penuntutan. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) penuntutan perkara


pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam
pelaksanaannya Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang
terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat. Penuntutan wajib dilaksanakan
paling lambat 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima.
Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada
Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara
pelanggaran hak asasi manusiaberat.

h. Proses Persidangan. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 26 tahun


2000 ditentukan bahwa perkara pelanggaran hak asasi manusiayang berat diperiksa
dan diputus oleh pengadilan HAM sebagaimana dimaksud dalam pasal 4. Pasal 4
77

tersebut menetukan bahwa “Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa


dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat“. Berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 2001 telah dibentuk Pengadilan Hak Asasi
Manusia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya,
Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makasar. Daerah hukum
Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Kepulauan
Bangka Belitung, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Daerah hukum Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Medan
meliputi wailayah Provinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi, dan
Sumatera Barat. Sedangkan daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan
Negeri Makasar meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, dan Irian Jaya.Untuk
kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum
tanggal diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 (diundangkan tanggal 23
November 2000 melalui Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 208), Komnas
HAM tidak dapat serta merta melakukan penyelidikan pro yustisia sebelum dibentuk
Pengadilan HAM Ad Hoc dengan Keputusan Presiden atas usul DPR RI sebagai
Keputusan Politik sesuai dengan pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000.

Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000; “Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia berdasarkan peristiwa tertentudengan Keputusan Presiden“.

Penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000; “Dalam hal Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc,
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mendasarkan pada dugaan telah
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada
locusdelicti dan tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya
undang-undang ini”.
Dengan demikian untuk pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum
diundangkannya UU. No. 26 tahun. 2000, Komnas HAM tidak secara serta
78

mertaberwenang melakukan penyelidikan pro yustisia melalui Tim Ad Hoc yang


dibentuk olehnya, karena Pengadilan HAM Ad Hoc belum dibentuk. Kewenangan
Tim Ad Hoc untuk melakukan penyelidikan pro yustisia baru ada setelah Pengadilan
HAM Ad Hocdibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul DPR RI. Dibentuk atau
tidaknya Pengadilan HAM Ad Hoc tergantung pada keputusan politik DPR RI,
karena DPR RI merupakan satu-satunya lembaga tinggi Negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk menyaring peristiwa-peristiwa mana saja
yang terjadi sebelum diundangkannya UU. No. 26 Th. 2000 yang diduga sebagai
pelanggaran hak asasi manusiaberat dengan pertimbangan demi kepentingan
bangsa dan negara. Di samping itu kita perlu memperhatikan latar belakang
dibuatnya ketentuan Pasal 43 UU. No. 26 Tahuh 2000 yaitu untuk mencegah pihak-
pihak tertentu termasuk Komnas HAM berlaku sewenang-wenang atau
menyalahgunakan wewenang menentukan sendiri peristiwa-peristiwa yang diduga
sebagai pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi di masa lalu, oleh karena
itu yang berwenang mengusulkan dibentuk atau tidaknya Pengadilan HAM Ad Hoc,
bukan Komnas HAM.

Pengadilan terhadap dugaan pelanggaran HAM Berat yang terjadi sebelum


diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, adalah pengadilan
terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusiaberat Timor Timur 1999 dan
Tanjung Priok 1984, pembentukannya berdasarkan Keppres RI Nomor 96 Tahun
2001, sebagai perubahan atas Keppres RI Nomor 53 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam Pasal 1 Keppres RI Nomor 96 Tahun 2001, dinyatakan bahwa:

Ketentuan pasal 2 Keppres RI Nomor 53 Tahun 2001 tentang pembentukan


Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut, Pasal 2: “Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusiaberat yang terjadi di Timor Timur dalam wilayah hukum Liquisa, Dilli, dan
Suai pada bulan April 1999 dan bulan September 1999, dan yang terjadi di Tanjung
Priok bulan September 1984.

Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh
Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima) orang hakim pada
79

Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim Ad hoc. Majelis Hakim
diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan (Pasal 28 ayat 2 dan 3
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000).

Berdasarkan Pasal 31 undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ditentukan bahwa


perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Dalam hal perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan
Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi
ke Mahkamah Agung, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Mahkamah Agung.

35. Aspek HAM dalam Operasi Udara. Tentara Nasional Indonesia tetap konsisten
mematuhi semua peraturan perundangan yang berlaku sebagai wujud reformasi internal
TNI. Termasuk kepatuhan dalam proses hukum terhadap dugaan pelanggaran hak asasi
manusiaberat. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya penambahan
wawasan tentang hak asasi manusia di lingkungan militer.Dalam pelaksanaan operasi
udara pada waktu damai antara lain perlu memedomani aspek hukum hak asasi manusia,
antara lain dalam pelaksanaan intersepsi dan pemaksaan mendarat, penanganan pasca
pendaratan. Selain hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun,
terdapat pula hak asasi manusia yang masih boleh dibatasi. Dalam situasi tertentu dan
berdasarkan undang-undang, hak asasi manusia dapat dibatasi (Derogable Rights),
misalnya pembatasan waktu dan tempat berunjuk rasa, pemberlakuan jam malam,
penggeledahan, pembatasan berkumpul, penyensoran surat, berita, komunikasi, dan lain-
lain.Penggunaan pesawat udara yang tidak sesuai dengan ketentuan navigasi pesawat
udara yang berlaku merupakan pelanggaran terhadap ketentuan penerbangan. Pesawat
udara yang melakukan pelanggaran dapat dilakukan pengenalan secara visual,
pembayangan, penghalauan, dan/atau pemaksaan mendarat. Pesawat udara yang
melakukan pelanggaran dapat dilakukan pemaksaan mendarat di pangkalan udara atau
bandar udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Apabila terjadi pelanggaran
dilakukan intersepsi dan pembayangan oleh pesawat TNI AU untuk mengetahui identitas,
80

tujuan, dan rencana penerbangan dan memerintahkan untuk melakukan komunikasi dua
arah dengan pengatur lalu lintas udara.Pesawat udara yang melakukan pelanggaran
apabila memungkinkan terlebih dahulu dilakukan peringatan atas pelanggarannya melalui
alat komunikasi. Apabila tidak mengindahkan peringatan yang diberikan dan tetap
meneruskan penerbangannya akan dilakukan tindakan hukum yang didahului dengan
tindakan intersepsi. Pada pelaksanaan proses intersepsi didahului dengan koordinasi
antara TNI dan otoritas pengatur lalu lintas udara sipil untuk memberikan informasi yang
diperlukan bagi pesawat udara TNI dan pesawat udara yang melanggar. Apabila dilakukan
pemaksaan mendarat, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:

a. Aerodrome yang dipilih adalah yang memungkinkan pesawat udara dapat


mendarat dengan aman sesuai dengan jenisnya, khususnya pada aerodrome yang
tidak biasa didarati oleh pesawat sipil;

b. Kondisi alam yang ada memungkinkan pesawat udara melakukan proses


pendaratan dengan aman;

c. Pesawat yang diintersepsi masih mempunyai bahan bakar yang cukup untuk
mencapai aerodrome yang dipilih;dan

d. Apabila memungkinkan, aerodrome yang dipilih merupakan salah satu yang


dijelaskan secara lengkap di Aeronautical Information Publication(AIP).

Apabila pesawat udara sipil harus mendarat pada aerodrome yang tidak diketahui dengan
baik, diberikan waktu yang cukup bagi pesawat udara tersebut untuk mempersiapkan
pendaratannya, kapten penerbang dari pesawat udara yang diintersepsi dapat menilai
tingkat keselamatan dari pendaratannya berhubungan dengan panjang landasan dan
limitasi pesawat udara, dan apabila tidak sesuai dengan tingkat keselamatan penerbangan
maka dialihkan ke aerodrome yang ditunjuk. Informasi yang penting yang diberikan kepada
pesawat yang diintersepsi untuk memfasilitasi keselamatan proses pendaratannya dengan
menggunakan komunikasi lewat alat komunikasi. Pesawat udara yang dipaksa mendarat
akan diadakan penyelidikan berupa pemeriksaan dokumen, pemeriksaan pesawat,
pemeriksaan awak pesawat dan penumpang, apabila ada indikasi tindak pidana dan/atau
pelanggaran hukum lainnya selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.Bila pesawat udara pelanggar adalah pesawat udara sipil yang
81

menyelenggarakan angkutan udara, maka tindakan koreksi terhadap pesawat tersebut


pada dasarnya dibatasi oleh prinsip dan kaedah hukum internasional. Prinsip dan kaedah
hukum internasional tersebut adalah:

a. Penyergapan (interception) sebagai bentuk tindakan koreksi hanya dilakukan


sebagai tindakan terakhir.

b. Prinsip menahan diri untuk tidak menggunakan senjata terhadap pesawat


udara sipil yang dalam penerbangan.

c. Prinsip bahwa negara yang melaksanakan penyergapan menerapkan asas


hukum internasional yang dinamakan pertimbangan kemanusiaan yang mendasar
(elementary consideration of humanity).

d. Dalam melakukan penyergapan harus diperhatikan tata cara sebagaimana


diatur dalam Attachment dari Annex 2 Rules of the Air, Visual Signals Intiated by
intercepting Aircraft,Visual Signals Intiated by intercepted Aircraft, dan Radio
Communication

Perlakuan yang dapat diberitahukan oleh Tim SAR terhadap musibah pelayaran dan
penerbangan meliputi: usaha pencarian, usaha pertolongan dan penyelamatan, dan
Pemindahan ke lokasi yang dianggap aman.

Dalam hal pesawat udara negara asing, pesawat udara sipil asing tidak berjadwal dan
pesawat udara sipil dalam negeri tidak berjadwal yang terbang di wilayah ADIZ di atas
wilayah udara tidak memiliki diplomatic clearance, security clearance, dan flight approval
dilakukan penghalauan dan/atau pemaksaan mendarat oleh pesawat TNI. Apabila terjadi
pelanggaran dilakukan intersepsi dan pembayangan oleh pesawat TNI untuk mengetahui
identitas, tujuan, dan rencana penerbangan dan memerintahkan untuk melakukan
komunikasi dua arah dengan pengatur lalu lintas udara.

Prinsip kedaulatan negara yang utuh (complete) dan utuh (exclusive) terhadap ruang udara
di atasnya, hal ini berarti tidak ada satupun pesawat udara sipil asing terlebih lagi pesawat
udara negara asing yang dapat memasuki ruang udara suatu negara tanpa izin
sebelumnya dari negara tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip ini akan berakibat serius
82

terhadap pesawat udara yang melanggar maupun terhadap hubungan kedua negara.
Penindakan dengan cara kekerasan senjata seringkali dilakukan terhadap pesawat udara
asing yang melanggar ruang udara suatu negara, hal ini dapat dibenarkan apabila kita
kembali kepada prinsip kedaulatan negara yang penuh dan utuh. Masyarakat internasional
yang beradab menganggap penggunaan kekerasan senjata terhadap pesawat udara sipil
asing adalah berlebihan dan merupakan bentuk kejahatan terhadap prinsip kemanusiaan.
Asas pertimbangan kemanusiaan yang mendasar (elementary considerations of humanity)
secara tegas telah dinyatakan sebagai asas yang harus melandasi tindakan negara-negara
dalam menghadapi pelanggaran tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan
perubahan atas Konvensi Chicago dilakukan dengan memasukkan pasal baru, yaitu Pasal
3 bis setelah Pasal 3 (Insert, after Article 3, a new Article 3 bis). Pasal 3 bis huruf a tersebut
menentukan bahwa Negara-negara Pihak mengakui bahwa setiap Negara harus menahan
diri dari pengambilan tindakan penggunaan senjata terhadap pesawat udara sipil dalam
penerbangan dan dalam hal ada intersepsi, tidak boleh membahayakan keselamatan jiwa
orang-orang di dalam pesawat udara dan keselamatan pesawat udara.

36. Perlakuan terhadap Pesawat Dalam Keadaan Darurat. Sebagai negara anggota
ICAO dan badan khusus di bawah PBB lainnya, maka RI berkewajiban untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati secara internasional. Salah satu
ketentuan tersebut adalah pemberian pertolongan terhadap suatu musibah pelayaran dan
penerbangan yang terjadi dalam wilayah atau perbatasan daerah SAR RI. Annex 12 dari
Konvensi Chicago 1944 mengatur tentang pertolongan dan perlakuan terhadap pesawat
dalam keadaan darurat. Disini ditetapkan adanya unsur kerja sama antar negara dalam
menangani SAR.Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 80 Tahun
1998 tanggal 23 Desember 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Search and
Rescue Nasional, maka Badan SAR Nasional adalah Badan Pelaksana Operasi SAR di
tingkat Pusat. TNI AU merupakan salah satu potensi SAR unsur udara yang dapat
diperbantukan dalam operasi tersebut.

a. Negara wajib melakukan upaya SAR bila terdapat aircraft in distress dalam
wilayah teritorialnya atau wilayah sekitarnya atau laut sekitarnya sejauh kemampuan
yang dimiliki.
83

b. Memberikan izin kepada pemilik pesawat atau pejabat negara bendera


pesawat untuk melakukan tindakan penyelamatan yang memungkinkan, meskipun
harus di bawah kendali negara yang mengizinkan.

c. Memberikan kesempatan secepatnya bagi masuknya peralatan pertolongan


atau personel yang diperlukan dari negara seperti disebut dalam subpasal b, di atas.

d. Bagi SAR di daerah terlarang (prohibited area), negara yang memiliki teritorial
boleh menentukan, hanya ia sendiri yang akan menangani SAR.

Perlakuan yang dapat diberitahukan oleh Tim SAR terhadap musibah pelayaran dan
penerbangan meliputi: Usaha pencarian, Usaha pertolongan dan penyelamatan,
Pemidahan ke lokasi yang dianggap aman. Pasal 23 Konvensi Chicago 1944
menganjurkan adanya kerja sama regional atau bilateral bagi usaha SAR antara
Indonesia dan negara-negara ASEAN telah terdapat perjanjian yang diberi nama
“Agreement for the Facilitation of Search for Aircraft Accident” ditandatangani di
Singapura tanggal 14 April 1972. Begitu pula dengan Australia telah ditandatangani
suatu “Operational Arrangement” tanggal 5 November 1979. Perjanjian kerja sama
SAR tersebut pada dasarnya mengatur hal-hal yang sama, yaitu prosedur
pelaksanaan pemberian bantuan SAR manakala diterima berita permintaan bantuan
SAR dari salah satu Badan Pusat Koordinasi SAR (The Rescue Coordination
Centre) dari negara yang bersangkutan. Ketentuan aturannya adalah sesuai dengan
Standard dan Recommended PracticesAnnex 12 dari Konvensi Chicago 1944
seperti yang telah disebutkan di atas.

Soal Latihan.

1. Sebutkan prinsip-prinsip dalam melakukan tindakan koreksi terhadap pesawat udara


sipil yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional!

2. Sebutkan persyaratan untuk dapat melakukan pemaksaan mendarat terhadap


pesawat udara yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional!
84

3. Sebutkan lembaga yang mempynyai kewenangan untuk melakukan penyidikan


terhadap dugaan adanya pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia!
85

BAB VII

PENUTUP

37. Wusana Kata. Demikian Naskah Sekolah tentang Hak Asasi Manusia sebagai
bahan ajaran bagi Perwira Siswa Seskoau, semoga bermanfaat dan dijadikan bahan acuan
dalam mengaplikasikannya dan untuk penyempurnaan lebih lanjut Naskah Sekolah ini
dapat dilakukan berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
organisasi.

Departemen Iptek

Anda mungkin juga menyukai