Anda di halaman 1dari 12

NILAI NILAI TNI 1945

1. Pendahuluan
Manusia secara individu dikaruniai Tuhan dengan Ied, Ego dan Superego yang akan
memotivasi setiap insan saling berhubungan saling membutuhkan untuk hidup
bersama sekaligus saling bersaing untuk maju. Bapak Padmo Wahyono dalam
makalah berjudul “Pancasila sebagai idiologi dalam kehidupan ketatanegaraan” pada
seminar nasional Bp-7 dengan Tema “Pancasila sebagai ideologi dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” menyampaikan antara
lain: “Manusia adalah insan yang hidup berkelompok (Homo socius) sekaligus insan
usaha (Homo Ekonomicus). Dia butuh sesama manusia untuk hidup bersama
sekaligus bersaing dalam usaha.
Sebagai insan yang berpikir berdasarkan iman, cipta, rasa dan karsa maka
seseorang akan memiliki pandangan hidup pribadi untuk menjawab permasalahan
yang berkaitan dengan kehidupannya”. Ketika ia berkumpul dengan sesamanya dan
saling berakulturasi maka terjadi penyesuaian pandangan hidup dalam kelompok
yang melahirkan pandangan hidup kelompok. Ketika satu kelompok bertemu
kelompok yang lain dan saling berakulturasi menyatu membentuk masyarakat maka
akan melahirkan pandangan hidup masyarakat. Ketika masyarakat menyatu
membentuk bangsa maka akan muncul pandangan hidup bangsa berupa suatu tata
nilai yang dicita-citakan bangsa yang membentuk keyakinan hidup bersama
sekaligus menjadi tolok ukur kesejahteraan kehidupan bersama sesuai yang dicita-
citakan.
Sebagai yang dicita-citakan maka ia membentuk ide ide dasar dari segala aspek
kehidupan manusia dalam kehidupan bermasyarakatnya yang secara
ketatanegaraan lebih dikenal dengan “ideology.” Idiologi berperan mempersatukan
bangsa dalam suatu koridor untuk menuju kemasa depan yang dicita-citakan
bersama. Idiologi juga berperan menjadi filter penyaring nilai-nilai atau ajaran yang
harus sesuai dengan nilai-nilai atau ajaran budaya yang dipegang suatu bangsa.

1
Idiologi juga bisa menjadi cermin pengukur nilai-nilai budaya yang ada saat ini
dengan nilai budaya instrinsik yang dilestarikan bangsa dan negara.
Ketika bangsa Indonesia menegara pada 18 Agustus 1945 maka membutuhkan
lembaga untuk melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah yaitu tentara
yang secara embrio muncul dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) lalu berubah
menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 yang diperingati
sebagai hari lahir TNI. Selanjutnya TNI sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus
memiliki cita-cita yang sama dengan sesama bangsa seperti yang terkandung dalam
nilai-nilai Pancasila, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa tentulah TNI
memiliki fungsi, sifat dan keuletan yang khas yang memiliki nilai-nilai keluhuran tapi
tidak terpisahkan dari nilai-nilai persatuan bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
TNI selaku Lembaga terus berkembang, berjuang, membangun dan survive/tetap
eksis sampai menjadi lembaga yang professional saat ini tentunya memiliki nilai-nilai
kejuangan yang senantiasa memotivasi setiap insan prajurit dalam membaktikan
dirinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga nilai-nilai ini terus lestari
mengikuti perkembangan jaman dan melalui abstraksi dan sublimasi nilai akan
muncul lagi nilai nilai baru sesuai ruang dan waktunya

2. Sejarah singkat perjuangan TNI


Pada tanggal 22 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
dalam rapatnya memutuskan pembentukan Komite Nasional Indonesia (KNI) dan
Partai Nasional Indonesia (PNI) serta Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP) yang didalamnya ada sub organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Mengingat belum ada tanda-tanda dari pemerintah untuk membentuk Tentara maka
para ex Peta memanfaatkan BKR sebagai induk organisasi untuk menyatukan Ex
Peta dan organisasi perjuangan lainya yang berkaitan dengan masalah pertahanan
dan keamanan. Pada 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi Tentara keamanan
rakyat (TKR) lalu berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 15 Januari
1945 dan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 5 Mei 1947 selanjutnya
menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) lalu menjadi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesi (ABRI) lalu kembali lagi menjadi TNI.

2
Peranan TNI sejak awal kemerdekaan sudah banyak terlibat dalam upaya melucuti
senjata Jepang mulai dengan cara damai sampai melalui pertempuran berdarah.
Ketika sekutu (Inggris dan Australia) mendarat dengan tujuan melucuti senjata
Jepang karena arogannya telah terjadi beberapa pertempuran dengan tentara
pejuang Indonesia yang puncaknya adalah pertempuran 10 November 1945 yang
diperingati sebagai ”Hari Pahlawan” berlanjut dengan Palagan Ambarawapada 15
Desember 1945 yang sekarang menjadi “Hari Bhakti TNI AD”.
Masih ada lagi Pertempuran Medan Area pada 13 Oktober 1945. Pertempuran 5
hari di Palembang pada 1 Januari 1946, Pertempuran Lengkong 23 Januari 1946.
Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado, Bandung lautan api 23 Maret
1946, Pertempuran Margarana 20 November 1946 di Bali dan di banyak tempat di
seluruh wilayah Indonesia. Berlanjut perang kemerdekaan I dan II, Penumpasan
Pemberontakan PKI Muso. Gerakan Operasi Militer (GOM) II s/d VII, Penumpasan
separatis DI/TII Di Sulawesi Selatan dan Kalimantan, PRRI/Permesta, Operasi
Trikora dan Dwikora, Penumpasan pemberontakan G.30SPKI dan operasi militer
lainnya. TNI juga banyak terlibat dalam pembangunan nasional berupa Operasi
Bhakti, AMD/TMD dan sebagainya, serta ikut terlibat dalam operasi pemulihan
perdamaian dunia dibawah bendera PBB dibanyak tempat di dunia sampai hari ini.

3. Nilai perjuangan TNI 1945


Seperti dikatakan diatas bahwa Pandangan Hidup bersama merupakan sekaligus
menjadi tolok ukur suatu tata nilai yang di cita-citakan bangsa yang membentuk
kehidupan bersama dan menjadi tolok ukur kesejahteraan kehidupan bersama
sesuai yang dicita-citakan. Nilai itu sendiri mengandung arti secara filsafat sebagai
hasil tanggapan manusia terhadap sesuatu hal atau keadaan tertentu yang
mengandung sesuatu keseimbangan yang serasi dari cipta, rasa dan karsa. Arti lain
secara kultural sebagai suatu system lambang yang dihayati bersama dan berperan
sebagai ukuran untuk memilih dari sekian banyak alternatif yang terbuka dalam
situasi.
Nilai nilai juga sebagai kriteria yang diutamakan untuk memilih dalam berbuat dan
memutuskan. Kita mengenal ada nilai intrinsik atau nilai dasar merupakan nilai

3
sesungguhnya yang terkandung dalam sesuatu hal dan nilai eksintrik atau nilai
instrumental adalah nilai terapan atau nilai yang jadi sarana atau jalan ke nilai yang
lain. TNI sejak lahirnya terus mendharmabhaktikan dalam melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa dan wilayah Indonesia serta ikut terlibat dalam meningkatkan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut dalam
meningkatkan ketertiban dunia. Fungsi-fungsi ini masih eksis sampai saat ini serta
masih terus diemban dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan tetap eksis
serta tetap konsekwen dalam menjalankan fungsinya tentunya harus didukung oleh
nilai-nilai yang dipegang dan yang menjiwai kehidupan dan kepemimpinan TNI
secara utuh dalam organisasinya

Nilai-nilai TNI yang lebih dikenal dengan nilai nilai TNI 1945 sebenarnya sudah
terkristal dalam Sapta Marga sebagai wujud awal TNI dalam memanifestasikan
kepribadian bangsa(kepribadian Pancasila) dalam kehidupan prajurit, yaitu :
a. Sadar akan kedudukannya sebagai anggota masyarakat/ warganegara
kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila
b. Memiliki sifat patriot yang bertanggung jawab dan pantang menyerah dalam
mendukung dan membela negara tercinta Indonesia
c. Berjiwa kesatria yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berani
membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
d. Menjadi menjadi Bhayangkari negara dan bangsa Indonesia
e. Memegang teguh disiplin, patuh dan taat pada pimpinan serta menjunjung
tinggi sikap dan kehormatan prajurit
f. Mengutamakan keperwiraan didalam melaksanakan tugas serta senantiasa
siap sedia berbhakti pada negara dan bangsa
g. Setia dan menepati Janji serta Sumpah Prajurit

Walaupun nilai –nilai ini baru dikristalkan dalam Sapta Marga pada 1952 namun nilai-
nilai perjuangan TNI atau.nilai – nilai TNI 1945 sebagian sudah terbentuk menjelang
lahirnya TNI.

4
a. Rasa cinta tanah air. Jepang hanya mendidik perwira saja dalam pendidikan
Peta di Bogor untuk menjadi Komandan Peleton, Komandan Kompi dan
Komandan Batalyon, lalu dibentuk tim terdiri Danyon, beberapa Danki serta
para Dantonnya dan 2 perwira Jepang sebagai penasihat ke tiap Karesidenan
di pulau Jawa dan Sumatera. Di tiap Karesidenan dikirim satu tim namun ada
beberapa Karesidenan yang dikirimi lebih dari satu tim dimana tiap tim ini
ditugaskan merekrut pemuda setempat membangun kesatuan tentara setingkat
Batalyon di tiap Karesidenan. Walaupun ada perwira Jepang dalam tiap tim
namun diam-diam para perwira Peta menanamkan rasa cinta tanah air pada
pemuda pemuda yang di rekrut jadi tentara Peta di tiap Karesidenan. Menjelang
akhir perang dunia ke II sebagian dari Peta di pimpin oleh Supriyadi
mengangkat senjata melawan Jepang sehingga seluruh tentara Peta dilucuti
oleh Jepang. Di Myanmar (Burma) terjadi juga kejadian seperti ini pada 29
Maret 1945 dan di peringati sebagai hari jadi Angkatan Perangnya sedangkan
hari kemerdekaannya baru pada 1947.

b. Tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara professional. Prajurit TNI sejak
awal kelahirannya tidak pernah merasa sebagai warga masyarakat kelas atas
atau warga masyarakat yang dominan tapi sebagai warga negara yang sama
dengan warga negara lainnya yang sejak awal berjuang tanpa pamrih (tentara
pejuang)sampai menjadi prajurit professional. Tidak dikenal istilah tentara
bayaran dalam kehidupan organisasi TNI sejak awal sampai saat ini. Diawal
perang kemerdekaan I dan II sudah membentuk kantung-kantung gerilya
dengan massa rakyat sebagai komponen cadangan kekuatan TNI, sebagai
sumber logistic perang dan sebagai badan pengumpul informasi dalam intelijen
perang dimana rakyat ada dimana mana sehingga tidak dikenal lagi front
pertempuran/perang karena sumber perlawanan ada dimana-mana. TNI adalah
tentara rakyat dan tentara pejuang dulu baru menjadi tentara Profesional, oleh
sebab itu jiwa dan semangat merakyatnya TNI sangat diutamakan dalam
membangun jiwa korsa TNI.

5
c. Tidak kenal menyerah. Pertempuran Margarana di Bali yang dikenal sebagai
Perang Puputan dipimpin oleh Letkol I Gusti Ngurah Rai sambil berteriak
“Puputan…puputan” mereka bertempur sampai habis dan tidak tersisa satupun.
Ketika Presiden RI dan kebinetnya mengambil kebijakan untuk menyerah pada
Belanda di awal agresi II Belanda, sebelumnya Presiden RI telah meminta agar
Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk turut menyerah demi kondisi
kesehatannya yang memerlukan perawatan namum Panglima Sudirman
menolak dengan alasan untuk terus memimpin perjuangan mempertahankan
kemerdekaan secara bergerilya. Sejarah telah membuktikan bahwa eksisnya
perjuangan Panglima Sudirman (eksisnya TNI) mampu menangkis isu politik
Belanda dimedia internasional bahwa pemerintahan Indonesia sudah tidak ada.
Serangan Umum 1 Maret 1949 membuktikan bahwa RI masih eksis sehingga
dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN) dan melalui diplomasi 3 Negara ini
perjuangan kemerdekaan semakin hari semakin eksis di jalur diplomasi yang
memaksa Belanda berunding dalam Konferensi Meja Bundar di Den Hag
Belanda dimana Belanda Belanda mengakui kedaulatan RI.

d. Percaya diri, percaya pada kekuatan sendiri. Perang semesta dengan


mengandalkan kebersamaan dengan rakyat ternyata mampu mempersatukan
kantong kantong gerilya yang dibentuk sehingga dalam waktu relatif singkat
terbentuk wilayah perjuangan di desa berlanjut ditiap Kecamatan lalu menyatu
ditingkat Kabupaten, lalu membentuk Wehr krieze ditingkat Karesidenan,
membentuk Daerah Militer sampai membentuk Komando Jawa dan Komando
Sumatra, perlawanana ada dimana mana sampai akhirnya Belanda kewalahan
walaupun memiliki pasukan konvensional relatif besar. Dibidang diplomasipun
ada tekanan dari Amerika yang mengancam akan menghentikan bantuan
Marshal Plan bila Belanda masih eksis di Indonesia. Saat itu Panglima
Sudirman sempat menolak ajakan Presiden Soekarno untuk berunding sesuai
permintaan Belanda karena saat itu kemampuan perjuangan TNI bersama
rakyat lebih kuat dari tentara Belanda, namun akhirnya Panglima Besar

6
Sudirman taat pada keputusan politik Presiden untuk kembali berunding
dengan Belanda.

e. Taat pada pimpinan. Panglima Sudirman taat pada Presiden Soekarno untuk
berunding dan menyelesaikan masalah melalui jalan diplomasi. Mungkin situasi
agak berbeda bila perjuangan bersenjata TNI bersama rayat terus di tingkatkan
untuk mengepung Belanda dimana-mana. Mungkin saja bisa terjadi pihak
Belanda menyerah seperti tentara Perancis menyerah pada perjuangan tentara
bersama rakyat Vietnam di benteng Bien Phu, Vietnam.

f. Membudidayakan nilai guna. Salah satu yang melandasi doktrin “Dwi fungsi
ABRI” dan menjadi doktrin hampir semua Angkatan Perang didunia adalah
pemberdayaan maksimum personil dan peralatan perangnya (lddle capacity)
dimana dalam kondisi damai tidak berarti kehampaan dalam bidang
pertahanan. Negara tetap membangun kekuatan pertahanannya disesuaikan
dengan kemungkinan ancaman dan kekuatan ekonominya. Personil dan
peralatan militer jangan sampai dibiarkan menganggur tanpa menghilangkan
kesiapsiagaan tentara. Personil dan peralatan ini harus di manfaatkan seefektif
mungkin dalam meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa tanpa mengurangi kesiapsiagaan tentara.

g. Kesemestaan dalam fungsi Pertahanan. Di era perang kemerdekaan tentara


bersama rakyat melebur bersama menjadi kekuatan kewilayahan yang ada
dimana mana sehingga mampu memonitor keberadaan dan kekuatan musuh
serta pergerakannya. Rakyat di wilayah menyiapkan sebagian logistik
kebutuhan perang sehingga memngkinkan untuk melaksanakan perang berlarut
dan bersifat semesta. Di era global ini saling keterkaitan dan saling
ketergantungan antar gatra (elemen kekuatan nasional) semakin menjadi
keniscayaan sehingga perang dan masalah pertahanan menjadi bersifat total
atau semesta. Perang masa depan tidak lagi mengenal front dan mulai dikenal
istilah perang Proxy, perang Hibrid, cyberwar dan sebagainya. Kemanunggalan

7
TNI dengan rakyat adalah suatu keniscayaan dan TNI sejak awal sudah
memiliki kemampuan ini.

h. Prajurit Pancasila. Jendral Purn. A.H Nasution dalam bukunya “Pokok pokok
grilya” menulis bahwa “prajurit TNI bukan sekedar prajurit pemanggul senjata
tapi lebih lebih sebagai prajurit pemanggul idiologi”. Idiologilah yang yang
membentuk prajurit menjadi TNI yang tidak terpengaruh aliran apapun selain
Pancasila dalam bertempur atau dalam perjuangan dibidang lain demi negara
dan bangsa. Idiologi akan terus membimbingnya dalam melaksanakan tugas
yang jelas dalam koridor persatuan dan kesatuan bangsa menuju cita-cita
nasional.
Ketika PKI Muso memproklamasikan negara Soviet Komunis Indonesia di
Madiun pada 1948 TNI yang sedang giat-giat menghadapi Belanda harus
segera membagi sebagian kekuatan untuk menghadapi pemberontakan PKI
Muso dan TNI bersama kekuatan rakyat berhasil menghancurkan
pemberontakan ini. Diera Orde Lama hanya pimpinan TNI AD satu satunya
yang berani mengkritik kebijakan pemerintah yang memberi angin pada PKI
serta berani mengingatkan rakyat tentang bahaya Komunis, menolak adanya
angkatan ke 5 dan tanpa perintah dari Presiden langung melaksanakan
penghancuran terhadap G.30.S / PKI. Resiko atas pengritikan, penolakan
tersebut di atas adalah gugurnya pahlawan revolusi dalam peristiwa G 30 S/
PKI, saat ini banyak aparat teritorial mulai mengingatkan bangsa tentang
bahaya laten PKI dan mulai mengawasi peredaran buku-buku yang berbau
komunis.

i. Netral dalam berpolitik. Sejak awal berdiriya TNI Panglima Sudirman sudah
menegaskan bahwa politik tentara adalah politik negara. TNI tidak boleh dibawa
kearah lain oleh kekuatan politik manapun selain kekuatan politik negara. Pada
tahun tahun 1955 TNI ikut memilih dalam Pemilu sehingga sempat muncul
satuan militer dengan warna politik tertentu (ada Batalyon PKI) yang akhirnya

8
di manfaatkan untuk ikut dalam G.30.S/PKI. Sejak Dekrit Presiden 1959 sampai
saat ini TNI tidak penah lagi diikutkan dalamnPemilundannbersikapnnetral.

4. Pelestarian Nilai – Nilai TNI 1945


Melalui abstraksi dan sublimasi kita dapat melestarikan nilai -nilai intrinsik yang
sudah ada
a. Metode abstraksi nilai
1) Memperlakukan suatu obyek atau suatu kelompok obyek dari satu sudut
pandang tertentu dengan mengabaikan semua ciri lain dari obyek tersebut. Inti
dari abstraksi ialah memilih satu ciri yang dianggap paling penting dalam
hubungan persoalan yang bersangkutan
2) Sejumlah benda, obyek atau peristiwa ada kalanya memiliki ciri atau relasi
yang sama dan kesamaan itu menunjukan dengan sendirinya sesuatu
tertentu.
3) Posisi berpikir dalam mana pertimbangan terutama ditujukan pada aspek atau
ciri tertentu dari suatu keseluruhan yang kompleks dengan mengabaikan
aspek atau ciri lain.
Contoh abstraksi nilai
1) Si Ahmad seorang pedagang asal Minangkabau memiliki restoran Padang
di Jakarta pada masa perang kemerdekaan 1945, tanpa diminta, tanpa
disuruh dengan rela menyediakan nasi bungkus untuk melayani para
pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
2) Si Yansen ex KNIL dengan senapan yang masih dimilikinya bergabung
dengan pemuda pejuang atas kemauan sendiri, tanpa meminta imbalan
dan berbekal semboyan “merdeka atau mati” bertempur melawan
penjajah.
3) Si Pardi petani, setelah mendengar Indonesia merdeka dan mendengar
penjajah ingin menduduki Indonesia kembali, menyiapkan sawahnya
sebagai logistik untuk makanan para pejuang, ia sendiri diam-diam
menjadi bagian dari badan pengumpul informasi dalam rantai intelijen

9
wilayah dan siap dengan bambu runcing sebagai tenaga bantuan
membantu perjuangan kemerdekaan

Disini baik si Achamad, si Yansen maupun si Pardi masing-masing punya ciri


khusus berbeda baik asal usul maupun profesi tapi diantara perbedaan tadi
ada kesamaan bahwa mereka berjuang tanpa pamrih, tidak kenal menyerah
untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nilai-nilai ini sudah ada
sejak awal perang kemerdekaan Indonesia dan dan harus terus dilestarikan
dalam menghadapi perang sekarang ini (kalau terjadi) maupun perang dimasa
depan (perang asymetris, perang hibrid, perang proxi, perang konvensional)

b. Sublimasi nilai, sublimasi terjadi karena adanya kekuatan dasar yang mendorong
terjadinya sublimasi tersebut. Yang disublimasi adalah nilai intrinsik yaitu nilai dari
dirinya sendiri yang merupakan tujuan dan karenanya memiliki watak usaha tidak
hentinya sehingga memberi dorongan tidak hanya dalam ruang dan waktu
tertentu. Memahami suatu nilai intrinsik berarti mengetahui dengan pasti kekuatan
dasar suatu nilai, berarti mengenal tujuan hakiki dari suatu nilai. Dengan
mengetahui “tujuan hakiki” dari suatu nilai maka dirumuskan “tujuan segeranya”
yang sesuai dengan tingkat kondisi budaya masyarakat pada kurun waktu
bersangkutan. Tujuan segera ini lebih dikenal dengan nilai ekstrinsik atau nilai
instrumental. Mensublimasikan suatu nilai intrinsik berarti menanggalkan tujuan
segera yang lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat budaya pada kurun
waktu itu dan segera menggantikannya dengan “tujuan segera” yang baru yang
masih konsisten dengan tujuan hakikinya.

Ada 3 struktur sublimasi yaitu:


1) “Kekuatan dasar” yang menjadi pedoman terjadinya sublimasi
2) Tujuan hakiki dari nilai-nilai intrinsik adalah “obyek sublimasi”
3) Tingkat budaya masyarakat pada waktu itu adalah “subyek sublimasi”

Contoh penerapan sublimasi

10
Kita mengenal nilai-nilai “semangat tidak mengenal menyerah” sebagai suatu
identitas TNI. Bentuk amalan di era perang kemerdekaan adalah bertempur
dengan alat apa saja sampai musuh hancur. Pada saat sekarang kita tidak
punya musuh nyata maka ancamannya berbeda antara lain berupa
kemiskinan, kebodohan dan sebagainya sehingga sublimasi nilainya adalah
semangat tidak mengenal menyerah dalam mensejahterakan masyarakat,
dalam mendidik masyarakat agar menguasai teknologi berupa antara lain
intensifikasi pertanian dan sebagainya.

Disini terlihat

1) Kekuatan dasarnya “semangat tidak kenal menyerah”


2) Obyeknya adalah “merdeka,berdaulat,”
3) Subyeknya adalah “peningkatan kesejahteraan masyarakat”
4) Bentuk amalan lama “bertempur”
5) Bentuk amalan baru “mensejahterakan dan mendidik masyarakat “

Sehingga terjadi subtimasi nilai dari “tidak mengenal menyerah” dalam bertempur
membela kemerdekaan dan kedaulatan menjadi tidak kenal menyerah dalam
mensejahterakkan masyarakat dan dalam mendidik masyarakat menguasai
tehnologi. Pelestarian nilai-nilai TNI 45 ini harus terus menerus dilaksanakan dengan
kedua metode tersebut melalui berbagai sarana mulai dengan sosialisasi, evaluasi,
analisis pengembangan, melalui diskusi, seminar, loka karya dan sebagainya.

Seminar TNI AD ke II 1965 di Seskoad Bandung menghasilkan doktrin “Catur Karya


Eka Dharma” dimana didalamnya terkandung doktrin, “Dwi Fungsi ABRI” namun
dalam penerapan selama era Orde Baru telah di salah tafsirkan, disalah terapkan
dan sempat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu
sehingga nilai-nilai intrinsik didalamnya menjadi tidak efektif lagi. Amalannya tetap
berlanjut sampai sekarang dan akan terus berlanjut tapi tidak menggunakan nama
Dwi fungsi lagi.

11
Kita harus banyak belajar dari sejarah nasional tentang perjuangan bangsa untuk
mempersatukan Nusantara, membebaskan bangsa ini dari penjajahan,
mempersatukan kepentingan kelompok demi persatuan dan kesatuan NKRI,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut aktif
dalam ketertiban dunia. Apa yang ada dalam makalah ini baru sebagian kecil yang
saya konsep dan diambil dari sekian banyak refrensi. Saya anjurkan para Perwira
Siswa agar banyak membaca dan banyak mencari refrensi tentang perjuangan
bangsa khususnya perjuangan TNI serta mampu mengabstraksikannya dan
mensublimasinya dalam mengikuti perkembangan zaman. Nilai instrinsiknya harus
tetap dipertahankan sambil mengembangkan nilai ekstrinsiknya dengan disesuaikan
perkembangan zaman.

Selamat belajar.

Lembang , Januari 2019

Brigjen TNI ( Purn ) A. R. Wetik, Sip, Msc

12

Anda mungkin juga menyukai