Anda di halaman 1dari 22

KONSEP OPERASI MILITER YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

DI DAERAH OPERASI PAPUA

PENDAHULUAN
Penyelenggaraan operasi militer yang dilaksanakan TNI secara profesional, efektif,
efisien, dan modern selalu dihadapkan pada persepsi ancaman yang mungkin timbul, baik
ancaman yang bersifat militer maupun non militer. Dalam pelaksanaan operasi militer TNI ini
disesuaikan dengan pola penggunaan kekuatan TNI yang merupakan perpaduan antara
pengerahan kekuatan, kemampuan dan gelar pasukan dengan didasari oleh legitimasi politik
dan payung hukum, melalui pola Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan pola Operasi
Militer Selain Perang (OMSP). Selama ini, perbedaan yang paling nyata terhadap
penggunaan kedua istilah ini terletak pada asal ancaman atau pelaku ancaman. Dalam OMP,
yang dihadapi adalah ancaman yang berasal dari luar negeri (negara/state-actor) dan disebut
musuh, sedangkan dalam OMSP, ancaman berasal dari dalam negeri (non-state actor) dan
disebut lawan. Penggunaan dan pengerahan kekuatan militer dalam Operasi Militer untuk
Perang dilaksanakan dengan berpegang pada azas-azas dan doktrin perang yang secara
universal diadopsi dan digunakan oleh negara-negara didunia dengan tambahan-tambahan
sesuai dengan karakteristik negara masing-masing. Azas dan doktrin perang ini mendasari
suatu negara untuk menentukan kekuatan militer seperti apa yang akan dipergunakan dalam
menyelesaikan suatu konflik dan pada aspek apa titik berat penyelenggaraan suatu perang
akan diletakkan.Operasi militer ialah sebuah aksi perencanaan dan pengaturan angkatan
militer. Operasi militer sering melibatkan operasi udara, operasi darat, dan operasi laut; biasa
untuk tujuan keamanan. Operasi militer merupakan konsep dan penerapan ilmu militer yang
melibatkan operasi untuk merencanakan manuver pasukan yang diproyeksikan sesuai
ketentuan, layanan, pelatihan, dan fungsi administrasi. Staf operasi memainkan peran utama
dalam proyeksi kekuatan militer dengan spektrum konflik di Darat, di Udara, atau di Laut.
Dari Penyataan Menkopolhukam Mahfud MD bahwa Pembangunan kesejahteraan
yang komprehensif dan sinergis menjadi concern Pemerintah dalam penanganan masalah
Papua. Keseriusan Pemerintah tersebut diimplementasikan dengan terbitnya beberapa
regulasi dimulai dari UU No 2 tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua
sebagai pengganti UU No 21 tahun 2001, Kepres No 20 tahun 2020 serta Inpres no 9 tahun
2020 tentang pembentukan Tim koordinasi terpadu percepatan pembangunan Kesejahteraan
di Papua. Hadirnya kesejahteraan yang merata di seluruh Indonesia sesuai dengan Tujuan
2

Negara dan Visi Misi Pemerintah tahun 2020-2024 untuk mendorong Indonesia yang lebih
produktif, berdaya saing dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan global yang dinamis
dan penuh resiko. Pemerintah juga mempunyai keinginan untuk penyelesaian masalah
Papua secara tuntas dan tidak menyisakan potensi gunung es yang dapat menghambat
akslerasi Pembangunan Indonesia menuju Indonesia emas di tahun 2045.
Kebijakan Politik negara tersebut segera disinkronkan dengan perubahan Pola operasi
dalam negeri yang dilaksanakan oleh TNI. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa
merencanakan operasi satuan di Papua dan Papua Barat akan sama dengan provinsi lain
dengan mengembalikan tugas-tugas atau operasi yang ada di Papua dan Papua Barat
menjadi bagian sebagai tugas satuan organik. Selain itu pendekatan operasi teritorial
menjadi titik berat dalam menarik simpati masyarakat Papua. Pemberlakuan operasi tempur
tanpa disertai kesejahteraan masyarakat ibarat membelah air yang tidak pernah selesai dan
menimbulkan luka yang berkepanjangan dan turun menurun. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka penulis berusaha mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam
penulisan ini, yaitu; Pertama, Konsep penyiapan operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat
dari pola operasi; Kedua. Pola operasi yang harus digelar di wilayah Papua; Ketiga, Inovasi
yang harus dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi; dan Keempat, Interoperabilitas
antar unsur terkait di daerah operasi Papua.
Dari identifikasi masalah tersebut, penulis merumuskan 4 (empat) permasalahan,
yaitu: Pertama, Bagaimana Konsep penyiapan operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat
dari pola operasi yang menitik beratkan pada teritorial dilihat dari aspek doktrin, diklat,
materiil dan dukungan?; Kedua, Pola operasi seperti apa yang dapat dilaksanakan di daerah
operasi untuk mendukung kebijakan dan keputusan politik negara dalam Pembangunan
kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis di daerah Papua?; Ketiga, Bagaimana inovasi
yang dapat dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi?; serta Keempat, Bagaimana
mewujudkan Interoperabilitas antar unsur terkait sehingga menghasilkan sumber daya yang
efektif dalam keberhasilan operasi?
Pembahasan topik ini dirasakan penulis sangat penting dikarenakan teror yang
dilakukan oleh KKB sudah bukan merupakan kelompok kriminal bersenjata biasa, melainkan
termasuk gerakan yang memiliki motivasi politik untuk memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bahkan dapat berpotensi terjerat pidana terorisme.
Aksi teror yang dilakukan oleh KKB dinilai sudah memenuhi unsur tersebut, dimana
menimbulkan korban jiwa yang meluas, merusak fasilitas publik, dan mengakibatkan
3

kecemasan serta mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat Papua dan Papua
Barat. Oleh karena itu, gerakan yang dilakukan KKB dipandang sebagai sebuah gerakan
pemberontakan melawan pemerintah sah (makar) dengan cara menebar teror. Sehingga
upaya penegakan hukum adalah sah dan dapat segera diberlakukan. Akan tetapi yang perlu
ditekankan adalah upaya penegakan hukum juga perlu diselaraskan dengan aspek HAM
dalam penindakannya. Hal ini memerlukan upaya pengawasan dan pendekatan khusus,
dimana pemerintah harus mampu merangkul tokoh dan masyarakat adat setempat. Adanya
perubahan kebijakan menyebabkan perubahan pola operasi dimana sekarang Operasi
Teritorial lebih dikedepankan dengan didukung oleh operasi tempur dan intelijen.
Dari penjelasan di atas, maka pentingnya menuliskan essai ini adalah agar para
penentu kebijakan memahami permasalahan dan dapat menyelesaikan konflik papua guna
mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Sebagai acuan penulis dalam penulisan esai ini
menggunakan metode deskriptis analisis berdasarkan pengamatan di lapangan dan
pendekatan secara empiris serta studi kepustakaan. Adapun nilai guna yang dapat diambil
bagi praktisi sebagai referensi ataupun literatur tentang penyelesaian konflik Papua,
sedangkan maksud dan tujuan dari penulisan ini menjadi saran atau masukan bagi TNI AD
khususnya Pussenif dalam menyiapkan doktrin, dan latihan bagi Satuan Infanteri yang akan
melaksanakan penugasan di Papua.

PEMBAHASAN
Posisi Provinsi Papua secara geografis terletak antara garis koordinat 01°00’ LU -
9°10’ LS dan 134°00’ BT - 141°05’ BT dengan luas 32.027.839 hektar. Wilayah administrasi
Provinsi Papua terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota, yang terbagi menjadi 470 distrik dan
4.378 kampung. Secara administratif Provinsi Papua berbatasan dengan: Samudra Pasifik
(utara), Laut Arafuru (selatan), Papua Barat (barat) dan Papua New Guinea (timur).
Sementara jika diperhatikan dari luas wilayah, terlihat jelas bahwa Kabupaten Sarmi memiliki
luas yang paling besar di Papua yakni mencapai 3.558.900 hektar, dan yang paling kecil
adalah Kabupaten Supiori hanya seluas 52.800 hektar. Sedangkan bila diamati menurut
wilayah adat, berturut-turut luas wilayah yang paling besar adalah Wilayah Mamta seluas
8.624.691 hektar, kemudia Anim Ha seluas 8.215.000 hektar, La Pago seluas 7.467.900
hektar, Mee Pago seluas 5.507.848 hektar, dan terakhir Saireri seluas 2.212.400 hektar.
Terdapat 19 kabupaten di wilayah Papua yang berada di daerah dataran sulit akses dan
pegunungan. Dari 5.163 kampung yang teridentifikasi melalui data statistik tahun 2017,
4

sekitar 79,68% atau sebanyak 4.114 kampung terletak di daerah pegunungan dan sulit
akses, dimana kurang lebih 70% dari seluruh kampung tersebut masih merupakan daerah
yang terisolasi dari akses transportasi. Keragaan kondisi geografi wilayah kabupaten/kota
yang tidak seimbang baik itu dilihat dari luas maupun letak wilayahnya, menjadi salah satu
kendala bagi pemerintah provinsi selama ini dalam memberi memberi pelayanan publik ke
seluruh pelosok kampung secara optimal. Masalah lainnya adalah yang terkait dengan
wilayah administrasi, terutama sengketa tapal batas antarwilayah kabupaten. Misalkan
Kabupaten Tolikara yang mengklaim memiliki luas 1.456.400 hektar menurut UU pemekaran
selama ini mempunyai persoalan sengketa wilayah dengan beberapa kabupaten
disekelilingnya, seperti dengan Kabupaten Mamberamo Tengah dan Kabupaten Yahukimo.
Begitu juga dengan Kabupaten Kepulauan Yapen yang memiliki luas wilayah 205.000 hektar
bersengketa tapal batas dengan Kabupaten Nabire. Permasalahan tapal batas ini jika tidak
ditangani segera akan menjadi penyulut pecahnya konflik horisontal yang lebih besar di masa
mendatang.
Wilayah Provinsi Papua terdiri dari wilayah dataran rendah, pesisir, dan pegunungan
yang terdiri atas tiga deretan pegunungan yaitu: 1) Pegunungan Utara di lingkar luar, 2)
deretan Pegunungan Selatan di lingkar dalam, serta 3) deretan Pegunungan Tengah yang
merupakan tepi dari The Australian Continent. Daerah pegunungan berada pada ketinggian
di antara 3000-4000 dan lebih dari 4000 meter dari permukaan laut (mdpl). Wilayah tertinggi
terdapat di Kabupaten Puncak Jaya dengan ketinggian 2.980 mdpl sedangkan yang paling
rendah adalah Kota Jayapura dengan ketinggian rata-rata 4 mdpl. Kelerengan yang
mendominasi wilayah provinsi papua adalah lereng landai (0–8)% menempati 45,9% dan
lereng sangat terjal (>40%) menempati 43,3%, yang tersebar pada wilayah Haanim,
Meepago, Mamta dan Laapago. Kondisi topografi Papua yang sangat ekstrim menyebakan
pembangunan jaringan transportasi darat sangat sulit dilakukan dan membutuhkan biaya
lebih besar dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Termasuk juga dalam pembangunan
jaringan fasilitas publik lainnya seperti listrik, air bersih, informasi dan komunikasi juga
terkendala dengan kondisi topografi ini. Semuanya membutuhkan biaya besar dan sangat
mahal yang tidak dapat ditangani sendiri oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Karenanya dalam hal pembangunan infrastruktur Papua, peran pemerintah pusat sangat
diperlukan selama ini. Selain terhampar daratan yang sangat luas, Provinsi Papua juga
merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan lautan yaitu Laut Arafuru dan
Samudera Pasifik, sehingga wilayah Papua memiliki potensi di bidang perikanan laut
5

tangkap. Total penduduk asli, yang kaya akan kebudayaan, diperkirakan sekitar 66% dari
keseluruhan jumlah penduduk. Penelitian di bidang Antropologi mengkategorikan tujuh zona
kebudayaan di seluruh tanah Papua: (1) Saireri, (2) Doberai, (3) Bomberai, (4) Ha-Anim, (5)
Tabi, (6) Lano-Pago, and (7) Me-Pago. Ada lebih dari 250 kelompok etnis dengan kebiasaan-
kebiasaan, bahasabahasa, praktek-praktek dan agama asli yang berbeda di Papua. Ini
berarti, ada ratusan norma adat yang berlaku di dalam propinsi ini. Ditambah lagi, ada 100
kelompok etnis non-Papua.
Pengaruh kesukuan masih sangatlah kuat, oleh karenanya insiden-insiden yang
menampakkan ketidakpedulian terhadap keharmonisan sosial biasanya akan berujung pada
tindak kekerasan. Mengutip dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyebutkan
bahwa ada empat faktor yang mendorong terjadinya konflik di Papua. Pertama, Konflik
Papua disebabkan oleh masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia yang
mana rakyat Papua masih belum merasa bahwa proses integrasi ke dalam Indonesia itu
benar. Kedua, masalah operasi militer yang terjadi karena konflik yang tak terselesaikan
memicu dugaan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh
aparat pemerintah terhadap rakyat Papua. Ketiga, Diskriminasi dan marjinalisasi terhadap
Rakyat  Papua muncul stigma termarjinalkan dalam pikiran rakyat Papua karena migrasi,
pembangunan di Papua, dan pembuatan kebijakan Otonomi Khusus Papua yang dituding
tidak melibatkan orang Papua. Keempat, ketidakpuasan masyarakat Papua terhadap
kegagalan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Perubahan Design Pola operasi
tempur menjadi kunci keberhasilan konsep operasi berbasis “merebut hati dan pikiran
masyarakat”. Mind set Pola operasi yang semula agresif menjadi defensif harus diimbangi
adaptasi masing-masing komponen yang menyertai. Partisipasi masing masing bagian yang
bersifat holistic diantaranya doktrin, diklat, materiil dan dukungan dapat mengakselerasi
perubahan pola operasi.
Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Penetapan
PBB sebagai tindak lanjut hasil jajak pendapat umum yang dilakukan pada tahun 1962.
Seluruh wilayah Papua menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Republik
Indonesia, Papua merupakan pulau yang kaya akan kekayaan alam dan keragaman
budaya, yang tidak terpisahkan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejarah
masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sudah benar, sehingga Papua bagian NKRI dan sudah keputusan final yang diakui
dunia internasional, baik secara de facto maupun de jure. Permasalahan yang terjadi di
6

Papua bagi Indonesia, adalah merupakan masalah urusan dalam negeri yang menjadi
kewenangan Indonesia untuk menyelesaiakan, tidak perlu dipertanyakan dan diutak-atik
lagi.

Konsep penyiapan operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat dari pola
operasi yang menitik beratkan pada teritorial dilihat dari aspek doktrin, diklat, materiil
dan dukungan. Istilah Separatis atau Separatisme ditujukan pada tindakan seseorang atau
sekelompok orang atau komunitas yang berada dalam satu kesatuan besar yang hendak
memisahkan diri atau keluar dari komunitas atau kesatuan besar itu dengan maksud berdiri
sendiri sebagai negara atau bangsa merdeka. 1 Gerakan separatisme atau melakukan
tindakan separatis merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan sebuah
kedaulatan yang utuh atau dapat disebut dengan memisahkan wilayah untuk merdeka dan
menjadi wilayah sendiri yang terbebas dari atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Latar belakang kemunculan OPM, dengan tujuan membebaskan Papua dan
membatalkan hasil dari Act of Free Choice (PEPERA) yaitu dianggap melanggar
kesepakatan New York. OPM lahir di wilayah Papua dari dua Fraksi Utama, Fraksi Pertama
dipimpin oleh Asotek Demotekay yang lahir pada tahun 1963, dan kedua dipimpin oleh
Terianus Arongger yang lahir pada tahun 1964. Selanjutnya pada tahun 1965, dibentuk
Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Free Papua Movement yang merupakan sebuah
organisasi perlawanan terhadap pemerintah Indonesia. Yang memiliki tujuan untuk
mengakhiri kekuasaan Indonesia atas Papua serta untuk menjadikan Papua sebagai negara
yang merdeka atas wilayahnya sendiri. OPM kemudian banyak melakukan protes-protes
serta upaya kemerdekaan dengan metode geriliya dimana kelompok separatisme masih
menggunakaan senjata tradisional seperti tombak, busur dan panah. Menurut Organisasi
Papua Merdeka (OPM), bersatunya Papua Barat ke NKRI tidaklah sah. Papua berpendapat
bahwa berdasarkan fakta sejarah Papua Barat telah mendapatkan kemerdekaannya yaitu
pada tanggal 1 Desember 1961 yang dideklarasikan oleh Niew Guinea Raad. Maka dari itu,
OPM bersikeras mempertahankan untuk mendapatkan kemerdekaannya sendiri atas
Indonesia dengan membuat berbagai masalah dan propaganda untuk melawan pemerintah
Indonesia.

1
Yuniarti Dwi Pratiwi, “Mengatasi Gerakan Separatis Melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP) (Tinjauan
Hukum Humaniter Dan Hukum Nasional)”, Jurnal Hukum Humaniter Dan Hukum Nasional. Vol. 3 No. 1. (2017):
20
7

Sejak awal, penyebutan untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini ialah kelompok
separatis yang diklasifikasikan oleh pemerintah. OPM dapat disebut juga sebagai Kelompok
Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) karena ingin memisahkan diri dari Indonesia dan
menciptakan pemerintahan baru. Akan tetapi OPM \dalam tindak pidananya dapat di
klasifikasikan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang dikarenakan melakukan
kejahatan secara bersama. Kemunculan Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyebabkan
timbulnya ketegangan yang dirasakan oleh para aparat keamanan di Papua. Sejak
terbentuknya OPM di Papua sering sekali terjadi tindakan kriminal sebagai bagian dari aksi
protes.2 Konflik tersebut menimbulkan banyak dampak negative mulai dari banyak memakan
korban jiwa, kerugian fisik, kegoyahan hubungan antara dari pihak pemerintah dengan
penduduk sipil, bahkan menyebabkan pembangunan wilayah Papua melambat.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan sebuah nama organisasi yang
diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada setiap organisasi atau kelompok
apapun baik yang berada di Papua maupun di luar negeri yang dipimpin langsung oleh
pemuda-pemuda Papua. Gerak awal dari OPM ini pada awalnya berfokus di bawah tanah
untuk menyusun strategi dan memperkuat kekuatan untuk melawan pemerintahan
Indonesia.3 Hal tersebut dilaksanakan dengan menggunakan beberapa cara yaitu baik
secara politik maupun secara fisik (kekerasan) bersenjata untuk dapat mencapai tujuan
utama nya yaitu dapat memisahkan diri atau memerdekakan Papua dan lepas dari NKRI.
Perlawanan yang dilakukan OPM ditandai dengan penyanderaan, demonstrasi massa,
pengibaran bendera, penempelan pamflet, aksi pengrusakan dan pelanggaran lintas batas
negara. Sejak tahun 1965 sampai dengan saat ini sudah berpuluh Operasi digelar di Papua
dengan mengedepankan pendekatan keamanan dalam hal ini operasi tempur sebagai ujung
tombak pelaksanaan operasi disana. Bukannya berhasil menyelesaikan konflik, namun justru
memperburuk situasi keamanan di Papua. Sudah banyak aparat keamanan menjadi korban,
bahkan masyarakat sipil pun menjadi korban. Hal ini membuktikan bahwa pendekatan
keamanan dengan operasi tempur sebagai operasi utama dinilai tidak efektif dalam
menyelesaikan konflik di Papua.
Penempatan kelompok bersenjata OPM ini dalam konsepnya masih menjadi masalah
di Indonesia. Sebagian pihak menginginkan mereka diklasifikasikan sebagai kelompok teroris

2
Muhammad Nugroho Sugiyatno, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam Perspektif Subjek Hukum
Internasional, Makassar, (2017) : 25
3
RG Djopari, Pemberontakan Organisas Papua Merdeka ; Suatu Studi Kasus Tentang Integrasi Politik di Irian
Jaya dari Tahun 1964-1984. Jakarta: Universitas Indonesia, 199
8

yang harus diselesaikan dengan berbagai cara. Namun disisi lain, sebagian pihak juga
menginginkan mereka dimasukkan sebagai kelompok separatis sehingga TNI dapat turun
tangan dalam pemecahan masalahnya. Pemerintah sebagai pihak lainnya dan juga
penguasa tertinggi tetap tegas menyebut mereka sebagai Kelompok Kejahatan Bersenjata
(KKB). Timbulnya gerakan separatisme merupakan akibat adanya permasalahan atau
perselisihan antara masyarakat dan pemerintah dalam suatu negara yang berdaulat4. Bentuk
protes, kekerasan, pertikaian, pemberontakan dan perlawanan serta hal-hal lain yang
menjadi permasalahan yang ditimbulkan akibat gerakan separatisme. Aksi Pemberontakan
tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi keselamatan kedaulatan negara
sebagai Negara yang sah. Permasalahan seperti kerugian materi hingga jatuhnya korban
jiwa merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari aksi pemberontakan. Istilah
pemberontakan merujuk kepada perlawanan bersenjata atau gerakan perlawanan tanpa
senjata terhadap pemerintah yang sah.5 Aksi pemberontakan akan terus dilakukan sampai
mencapai keberhasilan dengan dapat menduduki wilayah dan membentuk kekuasaan
sendiri. Munculnya kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dilatarbelakangi oleh
adanya perbedaan sejarah integrasi, kondisi sosial dan ekonomi antara Papua dengan
Indonesia. Faktor lainnya adalah dukungan-dukungan dari Negara-negara Pasifik selatan
kepada Papua sebagai bentuk kepercayaan kepada Papua, bahwa Papua dapat lepas dari
Indonesia sebagai Negara yang merdeka.
Panglima TNI, Jenderal TNI Andhika Perkasa telah merubah konsep operasi, dimana
operasi teritorial menjadi tulang punggung dengan ditunjang oleh operasi intlijen dan tempur.
Operasi ini diharapkan mampu merebut hati dan pikiran masyarakat Papua, sehingga
menetralisir keinginan-keinginan untuk mengganggu keamnan dan melepaskan diri dari
bingkai NKRI. Untuk itu harus dibuat pola operasi yang efektif dan efisien agar pola operasi
yang dilaksanakan tidak menjadi boomerang bagi TNI AD pada umumnya dan satuan
Infanteri yang melaksanakan penugasan pada khhususnya. Ada beberapa aspek yang harus
dipersiapkan, antara lain: 1. Doktrin. Pembinaan Teritorial sudah menjadi fungsi utama dari
TNI AD dimana Pembinaan Teritorial menyelenggarakan pembinaan potensi geografi,
demografi, dan kondisi sosial menjadi kekuatan ruang, alat, dan kondisi (RAK) juang yang
tangguh melalui kemanunggalan TNI dan rakyat dalam rangka mewujudkan kekuatan

4
Muhammad Nugroho Sugiyatno, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam Perspektif Subjek Hukum
Internasional, Makassar, (2017) : 25
5
Sugono Dendy ed. Et.all, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, 2003
9

kewilayahan aspek darat guna mendukung tugas-tugas TNI AD 6. Kemampuan pembinaan


teritorial yang dimiliki prajurit TNI AD dengan sasaran yang dicapai adalah kemanunggalan
TNI dengan rakyat sehingga diharapkan untuk prajurit satuan yang bertugas di Papua dapat
mengenal lingkungan dan kehidupan masyarakat. Masyarakat disekitarnya merasa aman
dengan keberadaan satuan TNI dan masyarakat dapat dijadikan pagar hidup dalam
membantu keamanan dan pelaksaan tugas. Kodiklatad dalam hal ini Pussenif dengan
berkoordinasi dengan Pusterad diharapkan sudah menyiapkan doktrin yang mengatur apa
saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh seorang prajurit di
medan tugas terutama di Papua dengan tipologi wilayahnya yang memiliki keunikan
tersendiri, diantaranya: Larangan minum Miras, meskipun di Papua budaya Miras masih ada;
Jual beli satwa dilindungi; Adanya budaya perang suku dalam penyelesaian masalah adat di
Papua, dan masih banyak lagi budaya-budaya Papua yang pantang dilanggar oleh setiap
prajurit yang bertugas disana. Selain itu, harus ada aturan pelibatan yang jelas, yang
mengatur siapa berbuat apa di wilayah penugasan Papua, sehingga tidak terjadi benturan
antar aparat yang bertugas di sektor tersebut.; 2. Pendidikan dan Latihan (Diklat). Latihan
pratugas merupakan latihan yang disiapkan bagi satuan agar mampu melaksanakan setiap
penugasan yang diberikan sesuai dengan fungsi dan daerah penugasannya, termasuk di
dalamnya di wilayah Papua. Oleh karena itu latihan Pratugas prajurit TNI AD harus
berorientasi pada tugas-tugas yang akan dilaksanakan, apa yang dilatihkan itulah yang akan
dilaksanakan. Agar mekanisme pelaksanaan ini dapat mengarah pada tuntutan tugas di
daerah operasi Papua, maka pengorganisasian satuan, penyelenggaraan latihan serta
perangkat-perangkat latihan harus disiapkan dan diarahkan sesuai kebutuhan tugas.
Sebelum melaksanakan tugas, satuan yang akan berangkat sudah dibekali dengan Latihan-
latihan baik itu Latihan Dalam Satuan maupun Latihan Pra Tugas, hal ini sudah diwadahi
dalam Program Latihan Siap Operasi yang sudah ditentukan dari Staf Latihan TNI AD.
Namun, dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan pola operasi yang digelar, Latihan
yang ada masih terfokus pada Latihan tempur saja dimana pembekalan mengenai kemapuan
territorial prajurit masih sangat kurang. Latihan yang diharapkan mampu mewadahi keinginan
pimpinan atas, yakni Latihan dan pembekalan kemampuan yang menunjang pelaksanaan
operasi teritorial seperti Pembekalan wira usaha kecil menengah, dimana masih banyak
komoditas alam Papua yang tidak termanfaatkan secara maksimal. Masyarakat Papua
mengenal tumbuhan talas hanya bisa dikonsumsi dengan cara direbus ataupun dibakar,

6
Buku “Kartika Eka Paksi” Doktrin TNI-AD
10

serta tidak memiliki nilai ekonomi yang mampu meningkatkan penghasilan masyarakat atau
menjadi usaha daerah yang dapat meningkatkan Penghasilan Asli Daerah. 3. Materiil.
Bicara mengenai materiil terwujudnya standarisasi Materiil yang berdasarkan kepada
penyelenggaraan Ketentuan Standard Umum Materiil Angkatan Darat, dan dapat
disesuaikan dengan daerah penugasan operasi di Papua dan terpenuhinya kesiapan
operasional materiil prajurit TNI dalam mendukung kesiapan operasi TNI AD di daerah
operasi papua, yang harus dimiliki baik perorangan maupun satuan/kelompok dalam
penugasan daerah Papua saat ini sudah memadai dan mampu menjawab kebutuhan di
daerah penugasan, namun perlu ditambahkan berupa NVG terutama teropong thermal,
Drone, dan sumber daya berupa Genset atau panel surya. Teropong thermal digunakan
dalam rangka patroli keamanan (ambush), jaga serambi di kedudukan pos karena di
beberapa wilayah Papua belum dapat menikmati aliran listrik secara maksimal. Drone dapat
digunakan saat patroli keamanan dan kegiatan kemasyarakatan karena dengan
menggunakan drone masyarakat lebih tertarik dengan kita, sehingga hal ini dapat kita
manfaatkan dalam rangka menarik simpati masyrakat. Sedngkan genset dan panel Solar Cell
sangat diperlukan di setiap pos mengingat tidak semua wilayah di Papua dapat menikmati
listrik. 4. Dukungan. Dukungan yang diharapkan ada dari seluruh pihak terkait baik instansi
militer maupun sipil/pemerintah daerah. Kondisi geografis Papua yang ekstrim membutuhkan
sarana transportasi yang beragam, baik transportasi darat, transportasi air, dan transportasi
udara. Jaringan jalan yang terbentang di Papua membutuhkan kendaraan dengan spesifikasi
khusus agar mapu melewati medan yang ekstrim, serta tidak semua jalan di Papua sudah
beraspal karena masih banyak jalan berupa tanah diperkeras yang bila hujan sudah pasti
akan menjadi medan berlumpur. Ada wilayah di Papua yang hanya dapat menggunakan alat
transportasi air atau udara untuk menuju kesana, hal ini merupakan kendala bagi Dansatgas
dalam Komando dan Pengendalian jajaran di bawahnya. Kodal hanya dapat dilakukan
dengan memenfaatkan SSB dan internet sebagai jarring komunikasi. Dukungan sangat sulit
didapat dari Pemerintah Daerah setempat, hal ini dikarenakan sebagian besar pejabat
merupakan OAP yang cenderung berdiri di atas dua batu, serta adanya pemikiran dari
pejabat-pejabat tersebut bahwa masyarakatnya tidak memerlukan layanan listrik dan air
bersih, karena tanpa adanya dua hal tersebut masyarakatnya dapat bertahan hidup.
Dukungan dari pasukan kawan saat ini sudah berjalan sesuai dengan kebutuhan, namun
perlu ditingkatkan dalam hal dukungan udara, terutama dalam rangka pendorongan logistik di
pos-pos tertentu yang selama ini bergantung pada Dorlog udara. Dukungan informasi dari
11

Satgas Intelijen sudah sangat baik, dimana tidak dimintapun informasi tersebut sudah
diterima oleh Satgas.

Pola operasi yang dapat dilaksanakan di daerah operasi untuk mendukung


kebijakan dan keputusan politik negara dalam Pembangunan kesejahteraan yang
komprehensif dan sinergis di daerah Papua. Untuk penanganan Papua, pola operasi TNI
menggunakan pendekatan baru yang dituangkan di dalam Instruksi Presiden. Kemudian
muncul UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Pendekatan baru yang
digunakan adalah pendekatan kesejahteraan. Sumber daya yang dimiliki pemerintah seperti
aparat, personal, dan keuangan akan difokuskan untuk membangun kesejahteraan dalam
satu kerja kolaboratif dan komprehensif. Papua perlu dibina sebagai sesama ‘saudara,’ sama
seperti daerah lainnya. Maka perlu diperlakukan setara. TNI AD menyiapkan personel-
personel bakal operasi dengan menitikberatkan kepada pembinaan, dalam hal ini TNI
mendukung program pemerintah yang sudah dicanangkan oleh presiden dan ini
ditindaklanjuti oleh Panglima TNI, bahwa pendekatan di Papua adalah pendekatan
kemanusiaan yaitu melaksanakan operasi teritorial yang di dalamnya adalah pembinaan
kepada masyarakat7. Mengingat pola operasi sebelumnya yang mengutamakan pendekatan
keamanan dinilai belum membawa hasil yang signifikan bahwa justru memperbesar rasa
benci dan marah masyarakat Papua kepada Pemerintah RI terutama aparat TNI-Polri yang
malah dianggap sebagai penjajajah di tanah Papua. Sesuai kebijakan komando atas terkait
dengan perubahan konsep operasi yang dilaksanakan di Papua yang lebih mengedepankan
humanisme dengan pendekatan masyarakat melalui pendekatan teritorial atau berdasarkan wilayah
yang diharapkan dapat tepat sasaran pada masyarakat. KKB adalah warga negara yang belum sadar
tentang bernegara, sehingga diperlukan pendekan yang lebih lembut dengan tidak mengedepankan
tindakan represif. Peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua harus dilaksanakn secara
komperehensif dan menyeluruh, tidak hanya berupa materi saja namun harus dapat menyentuh
mental kepribadian masyarakat Papua.
Pola operasi yang sesuai dengan kebijakan dan keputusan politik negara menurut penulis
adalah operasi Bhakti TNI, berupa pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang
dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat setempat dengan tetap
melaksanakan operasi tempur dan intelijen sebagai operasi imbangan. Operasi Bhakti TNI
diharapkan dapat merebut hati dan pikiran masyarakat Papua. Selain operasi teritorial,
7
Artikel "Menilik Efektivitas Operasi Teritorial Bina Penduduk di Papua", https://tirto.id/menilik-efektivitas-
operasi-teritorial-bina-penduduk-di-papua-gl9S
12

operasi tempur tetap harus dilaksanakan namun lebih bersifat defensif aktif. Kegiatan tempur
defensif aktif yang dimaksud adalah patroli-patroli keamanan di sekitar kedudukan untuk
meminimalisir upaya-upaya gangguan dari pihak lawan dalam hal ini KKB. Selain itu kegiatan
tempur dapat dilaksanakan dalam rangka pembersihan daerah yang akan dijadikan sebagai
sasaran operasi teritorial ataupun sasaran kegiatan Bahkti TNI. Pola operasi yang sangat
harus dilaksanakan adalah bagaimana caranya merubah maindset atau pola pikir
masyarakat Papua agar tidak selalu bergantung pada kucuran dana Otsus, masyarakat
Papua harus mampu mandiri tidak selalu menengadahkan tangan kepada berharap belas
kasih dari orang lain. Masyarakat Papua harus bisa berkarya di semua bidang, tidak selalu
bergantung pada alam sekitar, harus mampu mengolah sumber daya alam yang ada di
daerahnya. Sumber daya alam di Papua sangat berlimpah, namun belum dimanfaatkan
secara maksimal. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya ancaman keamanan bagi investor
yang berencana mengembangkan Tanah Papua, serta penolakan terhadap investor yang
masuk dengan alasan bahwa Tanah Papua harus orang Papua sendiri yang mengolahnya.

Inovasi yang dapat dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi.


Keberhasilan pelaksanaan operasi yang mengedepankan pembinaan teritorial dengan
mengedepankan inovasi pembangunan dan pemerintahan yang telah menuai beragam hasil,
harus terus dipertahankan dan dikembangkan. Pada hakekatnya adalah salah satu modal
dasar –main capital– yang harus dilanjutkan untuk meraih capaian dan prestasi
pembangunan yang lebih baik lagi. Inovasi yang dapat dilakukan dalam akselerasi
keberhasilan operasi akan terus dan konsisten berfokus pada meningkatkan kesejahteraan
rakyat Papua, membangun keadilan, penerapan tata kelola pemerintahan yang baik,
menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia. Provinsi Papua memiliki modal dan aset yang
sangat besar, baik sumber daya alam, letak geografis yang strategis, struktur demografis
penduduk, serta sumber daya kultural yang beragam dan kuat. Masyarakat Papua memiliki
potensi tinggi di berbagai bidang, kesenian dan budaya, dan olah raga serta kreativitas.
Usaha-usaha perwujudan visi akan dijabarkan dalam misi 8, sebagai berikut: 1.
Memantapkan Kualitas dan Daya Saing SDM Papua. Memantapkan kualitas dan daya
saing SDM Papua dilakukan untuk mendukung dan mewujudkan kebangkitan dan
kemandirian. Orang Papua yang mandiri memiliki kemauan, kreatif dan inovatif sebagai

8
Ringkasan Rencana Pembangauan Jangka Menengah Daerah Provinsi Papua (2019-2023) diakses pada
https://bappeda.papua.go.id/file/83647092.pdf
13

pelaku pembangunan bagi kemajuan daerah untuk mencapai kualitas hidup manusia serta
memungkinkan setiap orang dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas hidup
masyarakat. Kualitas manusia yang bermutu tinggi ditandai dengan meningkatnya IPM yang
dimodifikasi sesuai dengan kondisi lokal Papua dan Indeks Pembangunan Gender (IPG);
Program pembangunan dalam peningkatan kualitas dan daya saing SDM Papua telah
meletakkan pondasi dalam memantapkan kualitas dan daya Saing SDM. Pondasi
peningkatan kualitas dan daya saing SDM juga dapat dilihat dari kebijakan dan program-
program yang sudah berjalan dengan baik. Pelaksanaan pembangunan mendatang tetap
konsisten melanjutkan berbagai program peningkatan kualitas dan daya saing SDM Papua
yang sudah berjalan dengan memberikan penekanan lebih lanjut dalam membuat kebijakan
yang lebih efektif dan terarah dalam bentuk pengarusutamaan anggaran, kebijakan serta
pengawasan dan pengendalian program terutama pada program beasiswa di dalam dan luar
negeri untuk anak Asli Papua. Misi memantapkan kualitas dan daya saing SDM Papua akan
menjadi prioritas utama dalam pembangunan yang berfokus pada bidang pendidikan,
kesehatan, kependudukan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta
pengembangan IPTEK. SDM yang berdaya saing juga akan tercapai jika SDM Papua
terjamin dalam pasokan pangannya dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Dalam
hal ini dalam kemandirian pangan dan gizi merupakan prioritas dalam pembangunan Papua
sebagai upaya dari operasi Teritorial TNI bekerja sama dengan pemerintah daerah; 2.
Memantapkan Rasa Aman, Tentram dan Damai serta Kehidupan Demokrasi
memperkuat Bingkai NKRI. Terjaminnya ketentraman dan ketertiban yang menciptakan
rasa aman bagi masyarakat, merupakan jaminan bagi terlaksananya pembangunan.
Pelaksanaan pembangunan pada periode sebelumnya telah dapat dirasakan rasa aman,
tentram dan damai, walaupun masih ada peristiwa-peristiwa yang mengganggu rasa aman
dan tentram masyarakat. Oleh karena itu pembangunan akan diarahkan untuk memperkuat
kerukunan hidup umat beragama. Sejauh ini telah terdapat peningkatan rasa saling
menghargai, rasa percaya dan harmonisasi antar kelompok sehingga tercipta kehidupan
toleransi dan tenggang rasa di masyarakat. Di samping itu, dengan keberagaman etnik yang
ada di masyarakat, pembangunan budaya diarahkan untuk menghargai nilai budaya masing-
masing etnik sebagai suatu nilai keunggulan Provinsi Papua dengan menanamkan prinsip
kasih menembus perbedaan. Pemantapan sistem kerukunan hidup juga harus disertai
dengan penerapan dan penegakan hukum dan HAM yang dilaksanakan secara tegas dan
professional. Masyarakat Papua yang demokratis merupakan landasan penting untuk
14

tercapainya masyarakat yang mandiri. Upaya mewujudkan masyarakat yang demokratis


dilakukan dengan menguatkan kelembagaan sosial dan politik; memperkuat peran
masyarakat; melaksanakan tata pemerintahan yang terdesentralisasi pada tingkat distrik dan
kampung; meningkatkan partisipasi dan transparansi; serta mendorong peningkatan peran
media massa dan pers dalam pembangunan; 3. Penguatan Tata Kelola Pemerintahan.
Peningkatan tata kelola pemerintahan merupakan salah satu faktor utama dalam
meningkatnya daya saing suatu daerah. Wujud dari penguatan tata kelola adalah
meningkatnya transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas serta meningkatnya
pelayanan kepada publik. Sejauh ini, disiplin ASN telah meningkat secara signifikan dan
Pemerintah Provinsi Papua telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian oleh BPK
atas Laporan Keuangan Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya keras dalam
memperbaiki tata kelola pemerintahan telah berada dalam arah yang benar. Meskipun
demikian, masih perlu ditingkatkan dan dimantapkan. Harus ada upaya yang lebih keras dan
sistematis untuk memperbaiki praktik tatakelola pemerintahan ini. Pembangunan birokrasi
yang kuat merupakan elemen penting untuk menjaga kelangsungan pembangunan
berkelanjutan. Reformasi birokasi menjadi bagian penting dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan
pemberantasan korupsi secara terarah, sistematis, dan terpadu. Reformasi birokrasi
dilakukan melalui peningkatan disiplin ASN; pengelolaan keuangan daerah; penerapan e-
Government Provinsi Papua dalam perencanaan, penganggaran, pendapatan, dan investasi
daerah; serta penerapan sistem tunjangan kinerja daerah. Berdasarkan penjelasan di atas,
upaya yang telah dilakukan akan dimantapkan dan diperkuat, yang didukung perubahan
mind-set, culture-set dan pengembangan budaya kerja secara lebih cepat dan terarah.
Dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance),
pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas KKN harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh,. Reformasi birokrasi ini juga akan memperkuat hubungan kelembagaan
yang harmonis antara Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota dan kampung, untuk memastikan
implementasi Otonomi Khusus Papua dengan baik, termasuk melalui pembiayaan bersama
dan transfer anggaran yang mendukung pemerataan dan keadilan; 4. Percepatan
Perekonomian Daerah berbasis Potensi Unggulan Lokal dan Pengembangan Wilayah
berbasis Kultural secara Berkelanjutan. Percepatan perekonomian Provinsi Papua
sebagai operasi teritorial akan tetap memperkuat ekonomi daerah berbasis karakterstik dan
potensi setiap wilayah, dengan menitikberatkan pada hubungan antar wilayah/kampung yang
15

didorong keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan antar wilayah/daerah yang
kokoh dan berkesinambungan. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam meningkatkan
produktivitas sumber daya ekonomi secara berkelanjutan, meningkatkan mutu produk dan
menciptakan nilai tambah. Penguatan dan percepatan perekonomian daerah dalam
memanfaatkan sumber daya alam, harus tetap menghormati hak-hak masyarakat adat,
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada orang asli Papua untuk memperoleh
akses legal melalui skema-skema perhutanan sosial dan hutan adat. Pemberdayaan orang
asli Papua diprioritaskan untuk: menjamin akses bagi masyarakat memperoleh sumber daya
ekonomi; memperkuat kemampuan dan kelembagaan masyarakat kampung untuk mengelola
sistem produksi, konsumsi dan infrastruktur secara mandiri; dan Pengelolaan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan berkelanjutan. Pengembangan wilayah tetap dilakukan berbasis kultural yaitu
wilayah La Pago, Mee Pago, Mamta, Saereri dan Animha, yang akan difokuskan pada
pembangunan berbasis kampung dengan prinsip kesetaraan pemenuhan kebutuhan hidup
dan pencapaian kualitas hidup di seluruh wilayah Papua, sehingga mewujudkan pelayanan
pemerintahan yang lebih mampu mendorong percepatan kemandirian masyarakat asli
Papua; Untuk mendukung perekonomian dan pengembangan wilayah secara merata, akan
didukung oleh peningkatan dan percepatan konektivitas antar wilayah dan Pemenuhan
sarana dan prasarana dasar di wilayah distrik dan kampung diarahkan pembangunan
jaringan transportasi antar kampung, pengembangan tenaga listrik terbarukan dan
pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi bagi masyarakat asli Papua.
Peningkatan dan percepatan konektivitas antar wilayah dan Pemenuhan sarana dan
prasarana dasar akan diprioritaska ; 5. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal,
Terdepan, Terluar dan Tertentu. Pembangunan yang merata dan berkeadilan akan menjadi
prioritas dalam pelaksanaan pembangunan karena pelaksanaan pembangunan di masa lalu
belum mampu mewujudkan pemerataan dan keadilan yang menjadi harapan seluruh
masyarakat. Perwujudan pembangunan yang merata dan berkeadilan akan diwujudkan di
berbagai bidang. Di bidang ekonomi, pemerataan dan keadilan dapat diwujudkan dalam
bentuk perbaikan distribusi pendapatan, perbaikan pemerataan pendapatan antar daerah,
perbaikan kesenjangan antara kampung, terjadinya proses afirmasi bagi orang asli Papua.
Dalam bidang sosial, pemerataan dan keadilan berupa perbaikan akses terhadap pelayanan
pendidikan, kesehatan dan kebebasan berpolitik, serta pemerataan antara laki-laki dan
perempuan. Upaya pemerataan dan keadilan dilakukan dengan berbagai kebijakan. Untuk
16

mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan, bantuan untuk program pendidikan


melalui beasiswa, kesehatan melalui Kartu Papua Sehat dan Gerbangmas 9. Penguatan
pemerataan dan keadilan akan dilakukan untuk setiap kebijakan dan kegiatan. Langkah ini
diharapkan akan memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga tersebut (memperbaiki
distribusi pendapatan) dan dalam jangka panjang akan dihasilkan generasi baru yang lebih
baik tingkat pendidikan dan kesehatannya. Selanjutnya pengurangan kemiskinan akan
diprioritaskan bantuan langsung (cash transfer) kepada seluruh penduduk anak usia 4 tahun
ke bawah dan usia 60 tahun keatas melalui Program Bangun Generasi dan Keluarga Papua
Sejahtera (BANGGA PAPUA) dan perlindungan sosial melalui bantuan langsung dan
program pembedayaan KAT dan bantuan sosial PMKS. Untuk memperkuat perekonomian di
level wilayah akan menerapkan trilogi pengembangan ekonomi Papua, yaitu: 1) perubahan
pola pikir masyarakat; 2) pengwilayahan komoditas unggulan daerah; serta 3) penerapan
prinsip tanam, petik, olah dan jual.

Mewujudkan Interoperabilitas antar unsur terkait sehingga menghasilkan


sumber daya yang efektif dalam keberhasilan operasi. Interoperability dalam
pelaksanaan tugas menjadi bagian yang sangat penting karena dalam konteks strategis,
ancaman terhadap kepentingan pertahanan dimasa datang diperkirakan bukan lagi
menghadapi perang konvensional/tradisional namun perang modern yang mengedepankan
intelijen secara komplek dan pembangunan di bidang teknologi informasi. Banyak strategi
dalam menghadapi bentuk ancaman yang tidak terhindarkan tersebut secara kolektif, cerdas
dan cermat oleh segenap komponen bangsa, salah satunya adalah dengan membangun
sistem yang memanfaatkan berbagai teknologi dari berbagai kalangan. Tanpa usaha untuk
membangun sistem handal dan terintegrasi dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang
tersedia maka kemampuan untuk mengatasi ancaman terhadap berbagai kegiatan
pembangunan akan kian melemahkan daya saing Indonesia dalam menghadapi kompetisi di
era global. Interoperabilitas teknologi informasi melalui harmonisasi berbagai arsitektur data
dan informasi yang berbeda-beda di militer, wilayah, dan kementerian/LPNK agar terbentuk
sebuah jaringan Sistem Informasi Pertahanan Negara mutlak dilakukan. Interoperabilitas
teknis (sinkronisasi data) adalah langkah awal yang harus ditempuh agar Sistem Informasi
Pertahanan Negara saat diterapkan mampu memenuhi kebutuhan Interoperabilitas

9
Ringkasan Rencana Pembangauan Jangka Menengah Daerah Provinsi Papua (2019-2023) diakses pada
https://bappeda.papua.go.id/file/83647092.pdf
17

operasional secara efektif dan efisien (berperan secara praktis, akurat, cepat, dan tepat)
untuk mencapai keunggulan tindak ketika keputusan dibuat. Keputusan yang dibuat bukan
saja bermanfaat untuk kepentingan ekonomi (Prosperity) semata namun bisa dipergunakan
juga untuk kepentingan pengawasan, pengamanan, dan pertahanan (Defense-Security).
Dengan demikian maka TNI sebagai garda terdepan pertahanan negara akan memiliki
kemampuan melaksanakan tugas pokoknya demi menjamin mantapnya sistem pertahanan
negara.
Kata "interoperabilitas" terdiri dari 3 kata, yaitu: "inter" yg artinya antar (beberapa hal),
"operate" yg artinya bekerja, dan "ability" yg artinya kemampuan/kebisaan. Sehingga kalo
digabung menjadi "inter-opera-bility" kira-kira artinya menjadi "kemampuan bekerja antar
beberapa hal" atau terjemahan bebasnya kira-kira "kemampuan saling bekerja sama antar
beberapa hal". Interoperabilitas merupakan kemampuan berbagai ragam sistem untuk
bekerja sama dan kemampuan sebuah sistem untuk bekerja atau untuk digunakan oleh
sistem lain (Merriam Webster). Jadi Interoperabilitas adalah dimana suatu kemampuan
berbagai ragam sistem atau aplikasi untuk bekerja sama dan bisa berinteraksi dengan
aplikasi lainnya yang berbeda untuk memungkinkan terjadinya pertukaran data/informasi
melalui suatu protokol yang disetujui bersama, lewat bermacam-macam jalur komunikasi,
biasanya lewat network TCP/IP dan protokol HTTP dengan memanfaatkan file XML. 10 Teori
tersebut mengisyaratkan bahwa untuk membangun kemampuan interoperabilitas sangat
mutlak diperlukan suatu kerjasama kesisteman dengan baik.
Esensi Peraturan Menteri PertahananRepublik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
Tentang Kebijakan SistemInformasi Pertahanan Negara adalah upaya untuk
mengintegrasikan sistem informasi lingkungan Kementerian Pertahanan termasuk Mabes
TNI AD. Upaya tersebut merupakan langkah strategis dalam bidang penguasaan data
informasi dalam mendukung Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), termasuk
sampai pada level Panglima TNI dan Presiden.Langkah langkah seperti ini menurut Stuart H.
Starr akan mendapatkan tatangan yang serius karena perbedaan konsep operasi dan
budaya manajemen tiap bagian, untuk itu interoperabilitas merupakan upaya yang dilakukan
terus menerus. Interoperability bukan hanya teknis sambung-putus jaringan data, tapi
interoperability menggambarkan strategi dan capability.Generasi ke-empat perang yang
didominasi oleh virtual reality, Michel Foucault menggambarkan tidak ada sistem yangdapat
berlaku tunggal, tidak ada yang dapat melaku menyatukan seluruh bagian-bagaian, tapi

10
http://candraaslahka.blogspot.com/2013/03/definisi-interoperabilitas.html
18

system by system. Suatu zaman kebenaran menjadi domain wakil tuhan di muka bumi,
dialah sang raja, kemudian negara sang subjek dalam era perang generasi kedua, dan ketiga
berubah menjadi “kekuasaan yang tersebar ada dimana-mana, teknologi informasi menjadi
penentu”. Saat ini tidak hanya penguasaaan teknologi komunikasi, tapi epistemik publik
mencair menjadi kekuatan non-state11.
Mensikronisasikan dan menata ulang program pemanfaatan dan pegelolaan Tata
Ruang dan Wilayah Nasional secara sinergis dan komprehensif antar stake holder dilakukan
berdasarkan pada Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait. Upaya-upaya
yang akan dilakukan melalui strategi pertama sangat dibutuhkan dukungan dan kerjasama
seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, sebagai subyeknya adalah
Presiden, Menhan, Men KKP, Menhub, Men ESDM, Mendagri, Menkeu, Men KLH, Men
Pariwisata, Menkominfo, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan, Gubernur, DPRD
Propinsi/Kab/Kota, Kepala daerah Kab/Kota, dan PLN. Untuk mewujudkan keselarasan
dalam cara pandang dan untuk mencapai pemahaman yang sama melalui metode legislasi,
koordinasi, dan kerjasama antara Kementerian, kelembagaan/LPNK, Civitas Akademisi, dan
wilayah-wilayah untuk membentuk sebuah Sistem Pertahanan Semesta melalui Sisfohanneg
yang berbasis teknologi informasi. Hal ini melibatkan Presiden, Menkopolhukam, Menhan,
Menkumham, Menkeu, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan, dan Gubernur. Membentuk
Grand Network Centric Warfare Information System(GNCWI Sistem) yang berada di bawah
organisasi Mabes TNI dan Mabes Angkatan dan bersinergi dengan Sistem Petahanan
Negara (Sisfo Hanneg), dengan metode menyusun konsep jaringan sistem, membuat
landasan operasional, dan merevisi Doktrin Operasi TNI dengan melibatkan Menhan,
Menkeu, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan, dan pimpinan pada Instansi dan Lembaga
terkait yang diluar TNI (Kementerian, LPNK terkait) serta kepala dinas Propinsi/Kab/Kota
terkait.
Persoalan inti terkait interoperabilitas Teknologi Informasi Militer dan non Militer guna
mendukung Tugas Pokok TNI dalam rangka memantapkan sistem pertahanan negara, arus
Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia sekarang ini telah mempengaruhi secara langsung
ataupun tidak langsung terhadap dimensi perubahan ideologi, politik, ekonomi, budaya,
pertahanan keamanan, serta teknologi dan informasi pada suatu negara. Perubahan itu
menyebabkan karakteristik ancaman terhadap sebuah negara telah mengalami transformasi

11
http://opac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/04646-sistem-informasi-tni-ad-falam-rangka-
interoparability-data-link-pertahanan-negara_opt.pdf
19

yang multidimensional yaitu kompleks, beragam dan majemuk dengan spektrum yang luas.
Keuletan dan ketangguhan, berupa kemampuan untuk mewaspadainya guna
mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara sangat diperlukan. Kewaspadaan
yang dikemas dalam sebuah sistem pertahanan negara yang mantap dan didukung dengan
kesiapsiagaan komponen utama pertahanan adalah mutlak dilakukan demi menjaga
kelangsungan hidup negara. Sisfohanneg merupakan penggabungan seluruh data dan
informasibaik yang berasal dari militer atau non militer yang diintegrasikan dalam suatu
sistem teknologi informasi. dimana TNI sebagai pemegang komando dan pengendalian
dalam melaksanakan setiap operasi penegakaan keamanan dan kedaulatan NKRI. GNCWI
yang akan dibentuk nantinya merupakan pengembangan C4ISR (Command, Control,
Communication, Computer, Intellegence, Surveilance, and Reconnaissance) yang sudah
ada. Sebuah sistem pertahanan semesta yang terintegrasi dengan menggunakan teknologi
informasi dan peralatan penginderaan sepeti radar dan satelit. Teknologi Penginderaan
(RADAR/ Radio Detection And Ranging) berguna untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan
membuat map benda- benda seperti pesawat terbang, kendaraan bermotor dan informasi-
informasi lainnya.
Dinamisnya perkembangan lingkungan strategis yang linear dengan perkembangan
teknologi informasi tersebut, secara langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi
pergeseran kepentingan nasional sesuai dengan prediksi ancaman yang akan dihadapi oleh
setiap negara.Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah merubah wajah
dunia dan menggeser pemahaman terhadap kekuatan (power) suatu negara sekaligus
menunjukkan adanya difusi dalam pengertian tersebut. Kekuatan negara tidak lagi dinilai
semata-mata dari seberapa besar kekuatan militer atau ekonomi yang dimiliki, tetapi juga
tergantung dari penguasaan teknologi informasi. Dengan melihat fenomena dampak
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di atas dapat memberikan gambaran bahwa
kemajuan teknologi dan informasi dapat menggerogoti otoritas dan kekuasaan negara yang
berdampak pada postur komponen pertahanan yang menjadi tumpuan dalam menghadapi
mulitidimensional ancaman. Dalam konteks strategis, ancaman terhadap kepentingan
pertahanan dimasa datang diperkirakan bukan lagi menghadapi perang konvensional/
tradisional namun perang modern yang mengedepankan intelijen secara komplek dan
pembangunan di bidang teknologi informasi. Perlu adanya Puskodal dalam pelaksanaan
Operasi di Papua, sehingga instansi terkait tidak berjalan masing-masing dalam
menyelesaikan konflik di Tanah Papua. Tidak ada ego sectoral dalam menyelesaikan
20

permasalahan Papua, semua pihak menjalankan fungsinya masing-masing dan saling


mendukung satu sama lain. Kesatuan komando menjadi jawaban dari permaslahan
interoperabilitas dalam pelaksanaan operasi. Selain itu perlu dibentuk sebuah Satuan Tugas
Terpadu (Satgaspad) yang terdiri dari unsur TNI, Polri, dan Pemda untuk menangani
masalah Papua, sehingga semua berjalan in-line tanpa ada yang merasa terbebani. Banyak
strategi dalam menghadapi bentuk ancaman yang tidak terhindarkan tersebut secara kolektif,
cerdas dan cermat oleh segenap komponen bangsa, salah satunya adalah dengan
membangun sistem yang memanfaatkan berbagai teknologi dari berbagai kalangan.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tentang Optimalisasi konsep Operasi Militer yang efektif
dan efisien di daerah Operasi Papua, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pelaku
pembangunan di Papua yang merupakan tulang punggung proses pembangunan daerah
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua memiliki peranan penting dalam
membangun wawasan kebangsaan masyarakat di tengah-tengah berkembangnya ide
separatis yang sudah ada semenjak proses bergabungnya Irian Barat kedalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kesenjangan sosial berupa kemiskinan, keterbelakangan dan
ketidakadilan sebagai salah satu akibat dari kurang optimalnya kinerja pelaku pembangunan
menjadi salah satu isu utama kelompok separatis yang dapat berakibat pada terjadinya
disintegrasi bangsa di Papua. Kurang optimalnya kinerja pelaku pembangunan di Papua
antara lain disebabkan karena kondisi sumber daya manusia yang berdampak pada
lemahnya pelayanan kepada masyarakat, lemahnya dalam mengelola sumber kekayaan
alam, mengelola masyarakat dan dalam mengaplikasikan manajemen konflik serta faktor
demografi dengan karakteristik berat yang berdampak pada terbatasnya sarana dan
prasarana perhubungan sehingga menghambat proses transformasi dan interaksi sosial.
Disamping itu disebabkan pula karena faktor kultur/budaya setempat. Pelaksanaan operasi di
Papua masih belum berhasil merubah kondisi di Papua sehingga dilaksanakan perubahan
pola operasi, dari operasi tempur ditunjang dengan operasi intelijen dan teritorial menjadi
operasi teritorial sebagai operasi utama ditunjang oleh operasi intelijen dan tempur.
Dalam upaya optimalisasi konsep operasi yang efektif dan efisien di daerah operasi
papua maka saran yang perlu diajukan penulis sebagai pertimbangan Pimpinan, yaitu: 1.
Perlu adanya penyempurnaan doktrin, penyelenggaraan diklat yang sesuai dengan macam
penugasan, pemenuhan materiil bagi satuan yang akan berangkat tugas, dan penyamaan
21

persepsi bagi unsur pendukung operasi; 2. Operasi yang digelar harus lebih menyentuh
masyarakat di lapangan dengan hasil nyata yang berguna peningkatan kesejahteraan
masyarakat Papua; 3. Perlu adanya upaya peningkatan akses pada sumber daya berbasis
budaya lokal yang mampu mempertahankan kemandirian masyarakat Papua berdasarkan
perkembangan IPTEK yang mampu dipahami dan dikuasai untuk diterapkan; 4. Perlu adanya
Puskodal atau pembentukan Satgaspad dalam pelaksanaan Operasi di Papua, sehingga
instansi terkait tidak berjalan masing-masing dalam menyelesaikan konflik di Tanah Papua.
5. Perlunya membangun Integreated Land System Data Infrastructure dan Integreated
Maritime System Data Infrastrucure menjadi sebuah jaringan informasi nasional Sistem
Informasi Pertahanan Negara. 6. Perlunya membentuk Grand Network Centric Warfare
Information System di bawah organisasi Mabes TNI dan Mabes Angkatan yang bersinergi
dengan Sistem Petahanan Negara (Sisfo Hanneg) agar TNI sebagai garda terdepan
pertahanan negara memiliki kemampuan melaksanakan tugas pokoknya demi menjamin
mantapnya sistem pertahanan negara. 7. Perlunya perekrutan personel militer maupun non-
militer yang mumpuni bisa dilakukan yaitu dengan rekruitmen berbasis teknologi informasi. 8.
Perlunya adanya dukungan anggaran melalui APBN dengan skala prioritas dan Kementerian
Kominfo mendukung kebutuhan infrastruktur dalam bentuk menggelar jaringan komunikasi
data di seluruh wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU & BUJUK :


1. Buku “Kartika Eka Paksi” Doktrin TNI-AD
2. Muhammad Nugroho Sugiyatno, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam Perspektif
Subjek Hukum Internasional, Makassar, (2017) :
3. RG Djopari, Pemberontakan Organisas Papua Merdeka ; Suatu Studi Kasus Tentang
Integrasi Politik di Irian Jaya dari Tahun 1964-1984. Jakarta: Universitas Indonesia.
4. Sugono Dendy ed. Et.all, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kamus Pusat Bahasa
Depdiknas, 2003
5. Yuniarti Dwi Pratiwi, “Mengatasi Gerakan Separatis Melalui Operasi Militer Selain Perang
(OMSP) (Tinjauan Hukum Humaniter Dan Hukum Nasional)”, Jurnal Hukum Humaniter
Dan Hukum Nasional. Vol. 3 No. 1. (2017).

LINK WEBSITE:
1. Artikel "Menilik Efektivitas Operasi Teritorial Bina Penduduk di Papua",
https://tirto.id/menilik-efektivitas-operasi-teritorial-bina-penduduk-di-papua-gl9S
2. Ringkasan Rencana Pembangauan Jangka Menengah Daerah Provinsi Papua (2019-
2023) diakses pada https://bappeda.papua.go.id/file/83647092.pdf
3. http://candraaslahka.blogspot.com/2013/03/definisi-interoperabilitas.html
4. http://opac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/04646-sistem-informasi-tni-ad-
falam-rangka-interoparability-data-link-pertahanan-negara_opt.pdf

Anda mungkin juga menyukai