Pendahuluan.
Pentingnya penulisan essai ini adalah untuk menambah literatur persepsi dan
wawasan ilmiah dalam pembahasan mengenai pola penanganan kebencanaan yang
melibatkan unsur TNI khususnya Satuan Kopassus. Sehingga memberikan penambahan
wawasan bagi pembaca dalam guna mengoptimalkan peran Satuan Kopassus guna
mendukung sistem penanganan kedaruratan bencana. Metode penulisan ini
menggunakan metode deskriptif analisis berupa pengamatan langsung dilapangan dan
pendekatan empiris serta studi kepustakaan
Nilai guna tulisan ini sebagai bahan masukan bagi pembaca tentang potensi
pelibatan Satuan Kopassus dalam penanganan kedaruratan bencana. Adapun maksud
dari penyusunan karya ini adalah untuk memberikan gambaran tentang latar belakang
masalah, fakta fakta yang terkandung, pembahasan ilmiah serta rekomendasi terkait
optimalisasi peran Kopassus dalam system penanganan kedaruratan bencana, dengan
TERBATAS
TERBATAS
3
tujuan agar dapat dijadikan bahan masukan atau pertimbangan dalam penyusunan
kebijakan terkait pelibatan satuan TNI khususnya Kopassus dalam system penanganan
kedaruratan bencana di Indonesia sehingga efektif efisien dan berhasil guna.
Penyusunan karya ini dibatasi pada ruang lingkup Peran Kopassus dalam system
penanganan kedaruratan bencana di Indonesia yang telah berlaku selama ini serta
prediksi potensi pelibatannya di masa yang akan datang dihadapkan dengan sumber
daya khas potensial yang dimiliki satuan ini. Adapun ruang lingkup dari tulisan ini
meliputi Pendahuluan, Pembahasan dan Analisis serta Penutup dengan pembatasan
hanya pada Satuan Kopassus.
Pembahasan.
Pada (data) 26 Oktober 2010 adalah hari terjadinya Erupsi Gunung Merapi di
Yogyakarta. Ironisnya kejadian ini tidak berlangsung seketika, namun melalui proses
yang sangat panjang. pada sisi lain penulis merasa perlu mengangkat ini sebagai suatu
kekurangan sistemik dari pola penanganan kedaruratan. Adapun fakta menyebutkan
kurang lebih 353 Korban tewas didominasi bukan karena tidak terjangkaunya lokasi
korban, tapi karena mereka abai terhadap himbauan pemerintah untuk meninggalkan
zona merah terdampak bencana. Pemerintah melalui BNPB dilapangan saat itu
dipandang tidak berhasil meyakinkan masyarakat awam tentang ancaman bahaya yang
masyarakat hadapi.
TERBATAS
TERBATAS
4
Peran, fungsi, tanggung jawab dan wewenang pemerintah pusat maupun daerah
dalam pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana
dengan program pembangunan, yang tercantum pada (teori) Pasal 6 dan 8 Undang –
undang RI Nomor 24 tahun 2007 Dengan demikian tidak ada satupun alasan bagi
stakeholder dilapangan untuk memaklumkan adanya segelintir masyarakat yang
bersikeras bertahan di daerah merah zona bencana. Oleh karena itu pemerintah
(seharusnya yang dilakukan) selayaknya menempuh berbagai cara untuk meyakinkan
masyarakat, dan menggunakan ruang waktu jauh sebelum bencana terdeteksi. TNI
selain memiliki kemampuan satuan territorial, juga memiliki beberapa satuan intelijen
yang dikenal lihai dalam penggalangan massa. Dalam salah satu sesi pengarahan
Panglima TNI menekankan Kopassus sebagai pasukan reaksi cepat dan sebagai pioneer
pasukan penyelamatan termasuk memetakan dan mengambil data awal serta bentuk
pokok printis. (Panglima TNI, Pada Rapim TNI 2019 di Cilangkap)
Dari massalah yang disampaikan diatas terdapat kelemahan dan kendala yang
dihadapi dalam konteks mitigasi pra bencana untuk mengoptimalkan peran satuan
Kopassus dengan berbagai sumber dayanya, kelemahan yang datang dari dalam
Kopassus sendiri adalah motivasi prajurit untuk membantu korban bencana alam yang
masih dirasakan kurang, terlihat dari kinerja dan prilaku prajurit yang kurang pantas,
selain itu kendala yang dihadapi adalah geografi, demografi dan kondisi social
masyarakat di daerah terisolir yang berpotensi bencana alam.
TERBATAS
TERBATAS
5
berdasarkan data dari BNPB dan badan nasional terkait lainnya, dalam
penanganan bencana alam pemerintah dan TNI bekerja sama melekat dan terpadu,
dimana kekuatan yang dimiliki oleh satuan TNI adalah semangat dan jiwa gotong royong
rakyat Indonesia yang dilaksanakan secara turun temurun, disamping itu terdapat juga
peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Kopassus diantaranya adalah kebijakan
pemerintah dalam pelibatan TNI tidak melalui jalur birokrasi yang rumit, sehingga upaya
yang dapat dilakukan yang pertama adalah perlu jalinan komunikasi erat dengan
berbagai stakeholder di tingkat Pusat yang berwenang dalam upaya penanggulangan
bencana (BNPB, Basarnas, BNPP, Kemenhub, BMKG), kedua, Perlu sinergi hubungan
dan komunikasi dengan unsur – unsur TNI Lainnya (baik matra Darat, Laut maupun
udara) dalam hal kemungkinan pelibatan sarana angkut via udara dan laut;, ketiga, Perlu
pelaksanaan survey sejak dini ke daerah terkait data-data potensi bencana di daerah
terisolir, keempat, perlu sosialisasi terpadu program mitigasi yang sudah dicanangkan
pemerintah, kelima, Perlu penyiapan sejak dini Tim Pendahulu tanggap darurat bencana
sebagai embrio yang bisa dikembangkan apabila terjadi bencana dalam skala besar dan
lebih dari satu titik.
Data pada 25 Oktober 2010 terjadi Kejadian gempa di Mentawai dengan kekuatan
7,7 SR. Kejadian ini menelan korban 286 orang meninggal dan 252 orang dinyatakan
hilang. Penanganan darurat bencana berjalan bersamaan baik di Padang, Bengkulu dan
Mentawai. Namun penanganan di Kepulauan Mentawai dirasakan sebagai yang terparah
dan menyedihkan. Penyebabnya tidak lain adalah karena terpencilnya lokasi yang hanya
bisa dicapai dengan kapal, sedangkan gempa yang cukup dahsyat telah memporak-
porandakan fasilitas dermaga kapal. Berbagai unsur tak terkecuali TNI diturunkan dalam
fase tanggap darurat.
Dari kronologis singkat kejadian gempa di Mentawai dan di banyak tempat yang
serupa (daerah terpencil) kita dapat menganalisa beberapa fakta yang tergelar.
Diantaranya adalah potensi bencana bahkan hingga prediksi tingkat kerusakannnya
TERBATAS
TERBATAS
6
sejak dini sudah mampu disajikan oleh BMKG dan BNPB tetapi belum direspon oleh
masyarakat dan stakeholder dengan serius.. Dari fakta yang didapat menunjukkan bahwa
amanat (referensi) Undang-undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana alam dengan sederet peraturan penjabaran dibawahnya (sebab) kurang
berdampak sistemik. Didalamnya tidak secara jelas menunjuk satu badan atau
perseorangan yang mampu dan berwenang menggerakan unsur-unsur potensi
penanggulangan bencana. (akibat) Dengan demikian akan menyulitkan pengerahan
unsur-unsur berkemampuan khas karena potensi ini tidak disadari. Dengan kata lain,
Dampak bencana terjadi bukan karena tidak adanya potensi namun karena tidak
disadarinya potensi itu sendiri.
Less Conciousness kelemahan dan kendala diatas bisa jadi karena kurang
terciptanya atau kurang lancarnya forum-forum komunikasi yang menghubungkan antar
stake holder . Dalam kondisi darurat pihak penentu kebijakan utama tidak memiliki
wawasan yang tepat yang menggambarkan unsur mana yang efektif dikerahkan
sehingga pengambilan kebijakan kurang optimal. Sementara di sisi lain pemilik sumber
daya khas merasa sungkan atau enggan untuk menawarkan potensinya karena alat
peralatan serta sumber daya yang dimilikinya memang tidak diamanatkan secara khusus
untuk misi tersebut.
TERBATAS
TERBATAS
7
TERBATAS
TERBATAS
8
medan-medan yang sulit dilalui; 2. membuat rintisan jalan guna membuka celah
keterisoliran menuju titik bantuan. Namun demikian pada kenyataannya memang
organisasi dan alat-alat kelengkapannya ini didesain dan disiapkan untuk misi-misi
pertempuran sesuai tugas pokok yang tergambar dalam struktur organisasi atau TOP
bukan untuk misi kemanusiaan. Maka disinilah muncul hambatan sebagaimana
dimaksud, yaitu putusnya kran komunikasi menyebabkan blunder siapa yang tahu kalau
Kopassus memiliki alat peralatan yang mampu dikerahkan efektif dan efisien, sementara
disisi lain siapa sebenarnya yang harus mengenali unsur mana yang menyimpan potensi
besar guna misi – misi sulit tertentu.
Dari analisis contoh kejadian dan fakta yang tergelar serta hambatan yang
terkandung maka dapat dirumuskan beberapa langkah upaya sebagai berikut : pertama,
perlu adanya peraturan legal formal yang memberi kewenangan pada badan atau
perseorangan untuk dalam kondisi tertentu mampu mengerahkan potensi khas dari
unsur-unsur TNI; kedua, perlu adanya kewenangan bergerak reaksi cepat bagi satuan
Kopassus untuk mampu membantu memberikan gambaran kepada stake holder yang
berwenang tentang dampak bencana dan potensi (SDM maupun SD Alat peralatan) yang
dimiliki satuan Kopassus yang memungkinkan untuk digunakan secara efektif dan efisien
dan Ketiga, Perlunya pelibatan satuan Kopassus dalam forum terbuka kebencanaan
nasional dengan batasan yang ditentukan, yang memudahkan arus informasi tentang
gambaran bencana dan potensi yang dimiliki secara cepat dan tepat sebagai bahan
penentuan kebijakan dalam system penanganan kedaruratan
Fase pasca bencana merupakan fase yang sangat kritis dalam penanganan
bencana,dimana Penanganan dalam bencana harus tepat sasaran dan dirasakan
efeknya.Berdasarkan data Peta Seismisitas Indonesia berada di daerah cicin api dan
pertemuan antara tiga lempeng benua Eurasia ,Indo Australia dan lempeng samudera
pasifik ( Catalog PUSGEN BNPB 2016 ).Dari data – data BNPB dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena termasuk zona kritis bencana yang
membutuhkan penanganan yang serius.Adapun fakta kejadian bencana yang terjadi di
wilayah Indonesia yaitu gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo mengguncang Donggala (
TERBATAS
TERBATAS
9
Memahami data dan fakta yang ada, penulis memiliki keinginan dan harapan
yang seyogyanya dapat meningkatkan peran Kopassus guna mendukung Penyelamatan
khusus dalam penanganan bencana yang terjadi. Tentu saja hal ini tidak semudah
membalikkan telapak tangan.keinginannya memberikan koridor bergerak yang jelas
bagi Kopassus untuk mengerahkan potensinya guna mendukung misi yang “tak
biasanya”. Harapannya peran Kopassus guna mendukung Penyelamatan khusus dalam
penanganan bencana yang terjadi dapat dimaksimalkan dengan Kemampuan Khusus
yang dimilki oleh Kopassus.
Dari kondisi yang ada selanjutnya dapat dianalisa menggunakan beberapa teori
dan referensi yang Tentu saja hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada
banyak hal yang harus dipikirkan untuk dapat menyatukan berbagai potensi agar dapat
berhasil guna.Masih perlu penjabaran derivative yang lebih tajam guna memberikan
koridor bergerak yang jelas tentang peran Kopassus untuk mengerahkan potensinya
guna mendukung misi yang “tak biasanya” ( UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI
). Pemerintah dan Pemda menjadi penanggung jawab dalam penyelengaraan
penanggulangan bencana,TNI merupakan bangian dari Pemerintah (UU 24 tahun 2004
pasal 5 ) Kendala sistemik ini perlu menjadi bahan pertimbangan pada level pengambil
kebijakan. Sementara di lapangan pola penggunaan satuan intelijen khususnya operasi
TERBATAS
TERBATAS
10
psikologi dan ciptakondisi yang selama ini diarahkan untuk mendukung misi tempur
memunculkan hambatan kurang terlatihnya Prajurit di lapangan menghadapi misi
kemanusiaan.
Maka dari permasalhan diatas dapat dilakukan upaya yang dpt dilakukan yaitu
merintis pengerahan satuan Kopassus guna mendukung misi pasca bencana dengan
menerapkan beberapa langkah aplikatif sebagai berikut : a. Berkoordinasi dengan Dinas
Psikologi dan instansi psikologi dalam rangka trauma healing terhadap korban pasca
bencana; b.Membantu dalam program rehabilitasi yang dilaksanakan pemerintah
khususnya dalam menciptakan opini positif ; c. Membantu menghimpun dan menyajikan
data valid mengenai prioritas infrastruktur yang perlu segera direkonstruksi oleh
pemerintah khususnya sarana primer; d. Berkoordinasi dengan Kementerian PUPR
dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur; dan e. Membantu proses
pengawasan proses rekonstruksi infrastruktur di daerah terisolir.
Penutup.
Dari panjang lebar pembahasan dan analisis diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Optimalisasi Peran Kopassus guna mendukung penyelamatan khusus bencana
yang efektif dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah teknis yang direkomendasikan
penulis yang bersumber pada garis besar pemecahan masalah yaitu : 1, Penggambaran
ulang tentang potensi kemampuan dan batas kemampuan yang dimiliki satuan Kopassus
dengan berbagai kombinasi dan konfigurasinya sebagai bahan pertimbangan
TERBATAS
TERBATAS
11
Dari kesimpulan diatas tentunya sangat dipahami bahwa satuan Kopassus juga
memiliki batas kemampuannya. Dengan demikian perlu dukungan dari Komando atas
dalam hal ini TNI AD selaku pembina dan TNI selaku pengguna. Dukungan yang
disarankan oleh penulis adalah dorongan penyusunan peraturan formal yang memberi
kewenangan bergerak lebih leluasa dengan posisi dan status yang jelas dalam struktur
penanggulangan bencana bagi Kopassus dalam posisinya sebagai satuan dengan gelar
terpusat dan keahlian-keahlian khusus yang dimilikinya.
Demikian tulisan ini dibuat ,penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang terdapat dalam tulisan ini.Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan
tanggapan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan produk ini dalam rangka
membantu penyelesian persoalan yang ada.Sehingga pada akhirnya dapat digunakan
dalam optimalisasi peran kopassus guna mendukung penyelamatan khusus dalam
penanganan bencana yang efektif dalam rangka mendukung tugas pokok tni dengan
harapan dapat dijadikan saran dan masukan bagi Komando atas.
Penulis
Yudha Airlangga
Kolonel Inf NRP 11970045730776
Daftar Lampiran :
TERBATAS
TERBATAS
INSTRUMENTAL INPUT
TUPOK
1.UU TNI NO 34 TAHUN 2004 TTG OMSP
2.UU RI NO 24 TAHUN 2007 TTG GUL BENCANA
TERCAPAI
3. BUJUK OPS KOPASSUS THN 2015
4. BUJUK IN KOPASSUS THN 2017
1.PEMDA
2.BNPB
PERSOALAN PROSES
1.PERAN EFEKTIF KOPASSUS DLM FASE 1.MELENGKAPI ALKAPSUS & TINGKATKAN PERAN
PERAN KOPASSUS MITIGASI BENCANA KOPASSUS GUNA
KESADARAN PRAJURIT KOPASSUS DLM GUL
GUNA MENDUKUNG
BEN SISTEM
MENDUKUNG 2.PEMANFAATAN SUMBER DAYA
SISTEM PENANGANAN
POTENSIAL SAT KOPASSUS YG DPT 2.MENGENALI UNSUR UNSUR YG BERPOTENSI BENCANA YG
PENANGANAN
BENCANA SAAT INI
DIKERAHKAN DLM FASE TANGGAP BESAR GUNA MISI-MISI TERTENTU DIHARAPKAN
DARURAT
3.MEMULAI & MERINTIS P’HAN SAT KOPASSUS
3.PERAN IDEAL KOPASSUS DLM FASE GUNA KUNG MISI PASCA BENCAL
PASCA BENCANA
DAFTAR PUSTAKA