Anda di halaman 1dari 13

TERBATAS

OPTIMALISASI PERAN KOPASSUS GUNA MENDUKUNG


PENYELAMATAN KHUSUS DALAM PENANGANAN BENCANA YANG EFEKTIF
DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS POKOK TNI

Pendahuluan.

Bencana sebagaimana didefinisikan dalam UU RI nomor 24 tahun 2007 adalah


peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat disebabkan oleh faktor alam dan atau non alam maupun factor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Letak Indonesia yang secara
strategis berada pada pertemuan lempeng benua, pertemuan dua belahan bumi (tropis)
dan berada pada garis silang antara dua samudra besar (Pasifik dan Hindia) menjadikan
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan tingkat potensi bencana alam paling tinggi
di dunia. Bahkan UNISDR (United Nation Secretary For International Strategy For
Disaster Reduction) yaitu badan dunia yang menangani pengurangan dampak bencana
alam yang dirilis resmi melalui situs www.bnpb.go.id sempat mengklasifikasikan bahwa
diantara 265 negara yang di survey tentang potensi bahaya tsunami, Indonesia
menduduki peringkat pertama di dunia. Belum lagi keberagaman demografi Indonesia
yang juga mengandung potensi man-made disaster . Oleh karenanya seiring intensitas
terjadinya bencana yang tinggi dan variatif serta makin tertatanya sistem penanganan
kedaruratan bencana, maka diharapkan TNI sebagai salah satu komponen penting yang
senantiasa berdiri paling depan membantu penanggulangan Bencana telah menunjukkan
peran aktifnya mulai penyiapan Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana
hingga pelibatan satuan-satuan berkemampuan khusus dalam Sistem Penanganan
Kedaruratan yang berlaku selama ini. Kopassus sebagai Kotama Operasi TNI, selain
mempunyai tugas pokok OMP, Kopassus juga melaksanakan tugas-tugas OMSP yang
tercantum dalam UU RI Nomor 34 tahun 2004 untuk membantu pemerintah dalam
operasi SAR dan Penanggulangan Bencana. Kopassus dipandang memiliki potensi yang
strategis karena memiliki kemampuan perorangan maupun kelompok, dalam membantu
penanganan bencana. Kopassus memiliki kualfikasi individual Prajuritnya yang
TERBATAS
2

dibutuhkan dalam misi kemanusiaan seperti spesialisasi kesehatan, pendaki serbu,


perhubungan, zeni demolisi dan sebagainya. Namun kenyataannya pada beberapa
contoh kasus kejadian Bencana di tanah air, sering terdengar bahasa publik dari
stakeholder di lapangan tentang kesulitan mereka melaksanakan misi penanggulangan
bencana diakibatkan terisolirnya medan, daerah yang sulit dijangkau dan peralatan yang
kurang memadai.

Melihat dari permasalahan diatas maka penulis mengiidentifikasi persoalan-


persoalan yang menjadi faktor yang menjadikan kurang optimalnya peran Kopassus
dalam penanganan kedaruratan bencana. Adapun persoalan-persoalan tersebut yaitu,
pertama, bagaimana peran efektif Kopassus dalam fase mitigasi bencana; kedua, Apa
saja Sumber daya potensial satuan Kopassus yang dapat dikerahkan dalam fase tanggap
darurat; dan ketiga, Bagaimana peran ideal Kopassus dalam fase pasca bencana.
Dengan persoalan-persoalan diatas, tentunya menuntut peran Kopassus dalam
kedaruratan bencana sehingga dapat ditarik rumusan masalah yaitu “BAGAIMANA
MENGOPTIMALKAN PERAN KOPASSUS GUNA MENDUKUNG
PENYELAMATAN KHUSUS DALAM PENANGANAN BENCANA YANG EFEKTIF
DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS POKOK TNI”.

Pentingnya penulisan essai ini adalah untuk menambah literatur persepsi dan
wawasan ilmiah dalam pembahasan mengenai pola penanganan kebencanaan yang
melibatkan unsur TNI khususnya Satuan Kopassus. Sehingga memberikan penambahan
wawasan bagi pembaca dalam guna mengoptimalkan peran Satuan Kopassus guna
mendukung sistem penanganan kedaruratan bencana. Metode penulisan ini
menggunakan metode deskriptif analisis berupa pengamatan langsung dilapangan dan
pendekatan empiris serta studi kepustakaan

Nilai guna tulisan ini sebagai bahan masukan bagi pembaca tentang potensi
pelibatan Satuan Kopassus dalam penanganan kedaruratan bencana. Adapun maksud
dari penyusunan karya ini adalah untuk memberikan gambaran tentang latar belakang
masalah, fakta fakta yang terkandung, pembahasan ilmiah serta rekomendasi terkait
optimalisasi peran Kopassus dalam system penanganan kedaruratan bencana, dengan

TERBATAS
TERBATAS
3

tujuan agar dapat dijadikan bahan masukan atau pertimbangan dalam penyusunan
kebijakan terkait pelibatan satuan TNI khususnya Kopassus dalam system penanganan
kedaruratan bencana di Indonesia sehingga efektif efisien dan berhasil guna.
Penyusunan karya ini dibatasi pada ruang lingkup Peran Kopassus dalam system
penanganan kedaruratan bencana di Indonesia yang telah berlaku selama ini serta
prediksi potensi pelibatannya di masa yang akan datang dihadapkan dengan sumber
daya khas potensial yang dimiliki satuan ini. Adapun ruang lingkup dari tulisan ini
meliputi Pendahuluan, Pembahasan dan Analisis serta Penutup dengan pembatasan
hanya pada Satuan Kopassus.

Pembahasan.

Dengan adanya permasalahan pokok diatas maka persoalan pada pengerahan


Kopassus dalam penanganan Bencana Alam yang yang diperintahkan oleh Komando
Atas. Dalam pembahasan dan Analisis berikut ini akan dibahas satu persatu pokok-pokok
persoalan yang terkandung didalam permasalahan diataranya adalah Peran efektif
Kopassus dalam fase mitigasi Bencana dengan memanfaatkan Sumber Daya potensial
satuan Kopassus yang dapat dikerahkan dalam fase tanggap darurat dan peran serta
Kopassus dalam fase Pasca Bencana dalam rangka meringankan beban korban
bencana alam.

Peran Efektif Kopassus dalam Fase Mitigasi Bencana.

Pada (data) 26 Oktober 2010 adalah hari terjadinya Erupsi Gunung Merapi di
Yogyakarta. Ironisnya kejadian ini tidak berlangsung seketika, namun melalui proses
yang sangat panjang. pada sisi lain penulis merasa perlu mengangkat ini sebagai suatu
kekurangan sistemik dari pola penanganan kedaruratan. Adapun fakta menyebutkan
kurang lebih 353 Korban tewas didominasi bukan karena tidak terjangkaunya lokasi
korban, tapi karena mereka abai terhadap himbauan pemerintah untuk meninggalkan
zona merah terdampak bencana. Pemerintah melalui BNPB dilapangan saat itu
dipandang tidak berhasil meyakinkan masyarakat awam tentang ancaman bahaya yang
masyarakat hadapi.

TERBATAS
TERBATAS
4

Peran, fungsi, tanggung jawab dan wewenang pemerintah pusat maupun daerah
dalam pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana
dengan program pembangunan, yang tercantum pada (teori) Pasal 6 dan 8 Undang –
undang RI Nomor 24 tahun 2007 Dengan demikian tidak ada satupun alasan bagi
stakeholder dilapangan untuk memaklumkan adanya segelintir masyarakat yang
bersikeras bertahan di daerah merah zona bencana. Oleh karena itu pemerintah
(seharusnya yang dilakukan) selayaknya menempuh berbagai cara untuk meyakinkan
masyarakat, dan menggunakan ruang waktu jauh sebelum bencana terdeteksi. TNI
selain memiliki kemampuan satuan territorial, juga memiliki beberapa satuan intelijen
yang dikenal lihai dalam penggalangan massa. Dalam salah satu sesi pengarahan
Panglima TNI menekankan Kopassus sebagai pasukan reaksi cepat dan sebagai pioneer
pasukan penyelamatan termasuk memetakan dan mengambil data awal serta bentuk
pokok printis. (Panglima TNI, Pada Rapim TNI 2019 di Cilangkap)

Namun demikian disadari bahwa pengerahan satuan khusus TNI (Kopassus)


memang membutuhkan perlengkapan yang khusus. (data / fakta) Banyak terjadi
kejadian bencana alam ataupun kecelakaan jatuhnya pesawat yang tidak dapat diatasi
oleh BNPB Hal ini disebabkan karena BNPB belum memiliki kemampuan dalam
melewati medan yang ekstrim dan belum didukung perlengkapan yang ideal. Ini menjadi
kendala non fisik tersendiri yang dihadapi bahkan ketika pengerahannya diperlukan untuk
operasi kemanusiaan. Di sisi lain sistem penanganan bencana di Indonesia masih sedikit
banyak berhitung untung rugi, akibatnya penanganan represif menjadi lebih dominan
daripada langkah mitigasi.

Dari massalah yang disampaikan diatas terdapat kelemahan dan kendala yang
dihadapi dalam konteks mitigasi pra bencana untuk mengoptimalkan peran satuan
Kopassus dengan berbagai sumber dayanya, kelemahan yang datang dari dalam
Kopassus sendiri adalah motivasi prajurit untuk membantu korban bencana alam yang
masih dirasakan kurang, terlihat dari kinerja dan prilaku prajurit yang kurang pantas,
selain itu kendala yang dihadapi adalah geografi, demografi dan kondisi social
masyarakat di daerah terisolir yang berpotensi bencana alam.

TERBATAS
TERBATAS
5

berdasarkan data dari BNPB dan badan nasional terkait lainnya, dalam
penanganan bencana alam pemerintah dan TNI bekerja sama melekat dan terpadu,
dimana kekuatan yang dimiliki oleh satuan TNI adalah semangat dan jiwa gotong royong
rakyat Indonesia yang dilaksanakan secara turun temurun, disamping itu terdapat juga
peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Kopassus diantaranya adalah kebijakan
pemerintah dalam pelibatan TNI tidak melalui jalur birokrasi yang rumit, sehingga upaya
yang dapat dilakukan yang pertama adalah perlu jalinan komunikasi erat dengan
berbagai stakeholder di tingkat Pusat yang berwenang dalam upaya penanggulangan
bencana (BNPB, Basarnas, BNPP, Kemenhub, BMKG), kedua, Perlu sinergi hubungan
dan komunikasi dengan unsur – unsur TNI Lainnya (baik matra Darat, Laut maupun
udara) dalam hal kemungkinan pelibatan sarana angkut via udara dan laut;, ketiga, Perlu
pelaksanaan survey sejak dini ke daerah terkait data-data potensi bencana di daerah
terisolir, keempat, perlu sosialisasi terpadu program mitigasi yang sudah dicanangkan
pemerintah, kelima, Perlu penyiapan sejak dini Tim Pendahulu tanggap darurat bencana
sebagai embrio yang bisa dikembangkan apabila terjadi bencana dalam skala besar dan
lebih dari satu titik.

Pemanfaatan Sumber Daya Potensial Satuan Kopassus yang Dapat Dikerahkan


Dalam Fase Tanggap Darurat.

Data pada 25 Oktober 2010 terjadi Kejadian gempa di Mentawai dengan kekuatan
7,7 SR. Kejadian ini menelan korban 286 orang meninggal dan 252 orang dinyatakan
hilang. Penanganan darurat bencana berjalan bersamaan baik di Padang, Bengkulu dan
Mentawai. Namun penanganan di Kepulauan Mentawai dirasakan sebagai yang terparah
dan menyedihkan. Penyebabnya tidak lain adalah karena terpencilnya lokasi yang hanya
bisa dicapai dengan kapal, sedangkan gempa yang cukup dahsyat telah memporak-
porandakan fasilitas dermaga kapal. Berbagai unsur tak terkecuali TNI diturunkan dalam
fase tanggap darurat.

Dari kronologis singkat kejadian gempa di Mentawai dan di banyak tempat yang
serupa (daerah terpencil) kita dapat menganalisa beberapa fakta yang tergelar.
Diantaranya adalah potensi bencana bahkan hingga prediksi tingkat kerusakannnya

TERBATAS
TERBATAS
6

sejak dini sudah mampu disajikan oleh BMKG dan BNPB tetapi belum direspon oleh
masyarakat dan stakeholder dengan serius.. Dari fakta yang didapat menunjukkan bahwa
amanat (referensi) Undang-undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana alam dengan sederet peraturan penjabaran dibawahnya (sebab) kurang
berdampak sistemik. Didalamnya tidak secara jelas menunjuk satu badan atau
perseorangan yang mampu dan berwenang menggerakan unsur-unsur potensi
penanggulangan bencana. (akibat) Dengan demikian akan menyulitkan pengerahan
unsur-unsur berkemampuan khas karena potensi ini tidak disadari. Dengan kata lain,
Dampak bencana terjadi bukan karena tidak adanya potensi namun karena tidak
disadarinya potensi itu sendiri.

Less Conciousness kelemahan dan kendala diatas bisa jadi karena kurang
terciptanya atau kurang lancarnya forum-forum komunikasi yang menghubungkan antar
stake holder . Dalam kondisi darurat pihak penentu kebijakan utama tidak memiliki
wawasan yang tepat yang menggambarkan unsur mana yang efektif dikerahkan
sehingga pengambilan kebijakan kurang optimal. Sementara di sisi lain pemilik sumber
daya khas merasa sungkan atau enggan untuk menawarkan potensinya karena alat
peralatan serta sumber daya yang dimilikinya memang tidak diamanatkan secara khusus
untuk misi tersebut.

Sedangkan Kekuatan dan peluang yang dapat dilaksanakan oleh satuan


Kopassus yang memiliki potensi. Dimana satuan ini dipandang mampu dan mahir untuk
mengirimkan Tim Pendahulu dalam waktu 1 x 24 jam sudah dapat menjangkau daerah
terisolir yang mengalami bencana alam. Selanjutnya melakukan pembagian tugas-tugas
dalam tanggap darurat bencana sebagai berikut : A. Tim Sandha, meliputi : 1.
Menajamkan info awal bencana yang terjadi dan mencocokkan atau validasi data awal
yang sudah diperoleh meliputi geografi (kondisi wilayah, medan dan akses/jalan),
demografi (data masyarakat, umur, jenis kelamin) dan kondisi sosial (sifat, perilaku, adat
istiadat dan kearifan lokal) dengan situasi setelah terjadi bencana; 2. Mendeteksi apabila
terjadi berita hoax atau opini publik yang salah; 3. Membuat assessment meliputi ;
damage assessment, casualty assessment dan public behavior and perspective
assessment. B. Tim Kesehatan, dapat melakukan : 1. Berdasarkan info dari

TERBATAS
TERBATAS
7

Sandha membuat rencana kebutuhan pelayanan kesehatan dan pengobatan korban


bencana ; 2. Membuat data awal korban sebagai akibat bencana dan titik-titik dengan
data korban tinggi; 3. Membuat rencana jalur evakuasi medis; 4. Melaksanakan evakuasi
medis terhadap korban berdasarkan skala prioritas; 5. Mendirikan posko medis darurat
untuk membantu korban bencana. C. Tim Perhubungan, mampu melaksanakan : 1.
Membuka jarring komunikasi yang terputus di daerah yang terisolir; 2. Mengirimkan
informasi mengenai data-data penting dampak bencana dan daftar kebutuhan prioritas.
D. Tim Zeni mampu melakukan : 1. Berdasarkan data awal dari Sandha membuat
rencana kebutuhan rekonstruksi infrastruktur; 2. Membuat saran prioritas rehabilitasi
sarana umum yang diperlukan; 3. Mendirikan sarana pendukung primer dan sarana
pertolongan pertama korban; 4. Mendirikan posko taktis di daerah bencana. E.Tim
Bantuan Logistik, mampu melakukan : 1. Mendata dan membuat kebutuhan logistik
yang tepat guna sesuai kebutuhan serta tepat sasaran sesuai prioritas; 2. Membuat
jalur suplai logistic dan evakuasi; 3. Merencanakan dan menyiapkan titik bekal logistic
dan 4. Berkoordinasi dengan angkutan udara dan laut dalam rangka penyaluran bantuan
kemanusiaan. F. Tim Selam Militer, mampu dikerahkan untuk 1. Merencanakan jalur
bantuan kemanusiaan melalui perairan dan laut, berkoordinasi dengan unsur TNI AL; 2.
Membantu pelaksanaan evakuasi korban melalui laut dan perairan yang tidak dapat
dijangkau dengan sarana tranportasi air. G. Tim Freefall, mampu dikerahkan untuk : 1.
Membuat rencana infiltrasi ke sasaran melalui metode penerjunan Blind Jump apabila
infrastruktur penerbangan tidak berfungsi; 2. Melaksanakan penerjunan Tim Aju
menggunakan perlengkapan Bundle System dengan membawa alkap prioritas seperti
alat perhubungan dan alat kesehatan; 3. Melaksanakan penerjunan dengan metode
Tandem Master dengan membawa tenaga ahli dari BNPB sebagai perumus rencana
bantuan yang akan diberikan serta membawa satwa pelacak sebagai alat deteksi
pencarian jenazah ataupun perlengkapan yang vital. H. Tim Pandu Udara,
melaksanakan : 1. Menyiapkan Drop Zone dan Landing Zone untuk distribusi bantuan
kemanusiaan secara darurat dan evakuasi /Air Evacuation 3. Melaksanakan Air Supply
dengan sistem muatan gantung dan dropping parasut; 4. Sebagai pandu jalur udara
(sementara) selama kegiatan evakuasi dan bantuan logistik. I. Tim Dakibu (Pendaki
Serbu), dapat digerakkan untuk : 1. Membantu evakuasi korban di daerah tebing atau

TERBATAS
TERBATAS
8

medan-medan yang sulit dilalui; 2. membuat rintisan jalan guna membuka celah
keterisoliran menuju titik bantuan. Namun demikian pada kenyataannya memang
organisasi dan alat-alat kelengkapannya ini didesain dan disiapkan untuk misi-misi
pertempuran sesuai tugas pokok yang tergambar dalam struktur organisasi atau TOP
bukan untuk misi kemanusiaan. Maka disinilah muncul hambatan sebagaimana
dimaksud, yaitu putusnya kran komunikasi menyebabkan blunder siapa yang tahu kalau
Kopassus memiliki alat peralatan yang mampu dikerahkan efektif dan efisien, sementara
disisi lain siapa sebenarnya yang harus mengenali unsur mana yang menyimpan potensi
besar guna misi – misi sulit tertentu.

Dari analisis contoh kejadian dan fakta yang tergelar serta hambatan yang
terkandung maka dapat dirumuskan beberapa langkah upaya sebagai berikut : pertama,
perlu adanya peraturan legal formal yang memberi kewenangan pada badan atau
perseorangan untuk dalam kondisi tertentu mampu mengerahkan potensi khas dari
unsur-unsur TNI; kedua, perlu adanya kewenangan bergerak reaksi cepat bagi satuan
Kopassus untuk mampu membantu memberikan gambaran kepada stake holder yang
berwenang tentang dampak bencana dan potensi (SDM maupun SD Alat peralatan) yang
dimiliki satuan Kopassus yang memungkinkan untuk digunakan secara efektif dan efisien
dan Ketiga, Perlunya pelibatan satuan Kopassus dalam forum terbuka kebencanaan
nasional dengan batasan yang ditentukan, yang memudahkan arus informasi tentang
gambaran bencana dan potensi yang dimiliki secara cepat dan tepat sebagai bahan
penentuan kebijakan dalam system penanganan kedaruratan

Peran Ideal Kopassus dalam Fase Pasca Bencana.

Fase pasca bencana merupakan fase yang sangat kritis dalam penanganan
bencana,dimana Penanganan dalam bencana harus tepat sasaran dan dirasakan
efeknya.Berdasarkan data Peta Seismisitas Indonesia berada di daerah cicin api dan
pertemuan antara tiga lempeng benua Eurasia ,Indo Australia dan lempeng samudera
pasifik ( Catalog PUSGEN BNPB 2016 ).Dari data – data BNPB dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena termasuk zona kritis bencana yang
membutuhkan penanganan yang serius.Adapun fakta kejadian bencana yang terjadi di
wilayah Indonesia yaitu gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo mengguncang Donggala (

TERBATAS
TERBATAS
9

BBC News 28 September 2018 ), gempa berkekuatan 5,6 SR mengguncang kabupaten


lebak ( Indonesia Times februari 2018 ),melihat dari data dan fakta yang ditemukan
“Indonesia merupakan Bank untuk bencana alam” ( Letjen TNI Doni Monardo 16
Februari 2019 ).Bencana yang timbul mengakibatkan dampak yang besar bagi populasi
manusia dan lingkungan. Situasi dan kondisi pasca bencana sangat mempunyai tingkat
kesulitan dalam penanganannya akibat faktor alam dan kerusakan lingkungan .yang
membutuhkan peran TNI.adapun fakta yang ditemukan dalam penanganan yaitu
kejadian di Donggala TNI mengirimkan satuan – satuannya. Dalam Hal tesebut Satuan-
satuan TNI yang diberangkatkan tidak bisa didaratkan baik via bandara maupun
pelabuhan karena rusaknya fasilitas,kemudian bantuan tidak dapat disalurkan ( detik
news September 2018 )dari kejadian diatas yang mengalami situasi yang sulit
membutuhkan peran Kopassus sebagai Pasukan Khusus dalam penangannya.

Memahami data dan fakta yang ada, penulis memiliki keinginan dan harapan
yang seyogyanya dapat meningkatkan peran Kopassus guna mendukung Penyelamatan
khusus dalam penanganan bencana yang terjadi. Tentu saja hal ini tidak semudah
membalikkan telapak tangan.keinginannya memberikan koridor bergerak yang jelas
bagi Kopassus untuk mengerahkan potensinya guna mendukung misi yang “tak
biasanya”. Harapannya peran Kopassus guna mendukung Penyelamatan khusus dalam
penanganan bencana yang terjadi dapat dimaksimalkan dengan Kemampuan Khusus
yang dimilki oleh Kopassus.

Dari kondisi yang ada selanjutnya dapat dianalisa menggunakan beberapa teori
dan referensi yang Tentu saja hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada
banyak hal yang harus dipikirkan untuk dapat menyatukan berbagai potensi agar dapat
berhasil guna.Masih perlu penjabaran derivative yang lebih tajam guna memberikan
koridor bergerak yang jelas tentang peran Kopassus untuk mengerahkan potensinya
guna mendukung misi yang “tak biasanya” ( UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI
). Pemerintah dan Pemda menjadi penanggung jawab dalam penyelengaraan
penanggulangan bencana,TNI merupakan bangian dari Pemerintah (UU 24 tahun 2004
pasal 5 ) Kendala sistemik ini perlu menjadi bahan pertimbangan pada level pengambil
kebijakan. Sementara di lapangan pola penggunaan satuan intelijen khususnya operasi

TERBATAS
TERBATAS
10

psikologi dan ciptakondisi yang selama ini diarahkan untuk mendukung misi tempur
memunculkan hambatan kurang terlatihnya Prajurit di lapangan menghadapi misi
kemanusiaan.

Adapun kendala yang dihadapi dalam optimalisasi peran Kopassus guna


mendukung penyelamatan khusus yang efektif antara lain: 1 belum tersosialisasi potensi
kemampuan dan batas kemampuan yang dimiliki satuan Kopassus dengan berbagai
kombinasi dan konfigurasinya sebagai bahan pertimbangan pengerahan satuan
Kopassus; 2, Belum ada peraturan formal yang memberikan kewenangan dan kejelasan
mekanisme pengerahan satuan Kopassus, mengingat keberadaannya yang sensitive;
3,Belum terwadahi Koordinasi dengan badan atau instansi terkait yang membidangi
sesuai pola yang tergelar selama ini guna memudahkan rintisan pengerahan satuan
Kopassus dalam pola penanggulangan bencana kedepan

Maka dari permasalhan diatas dapat dilakukan upaya yang dpt dilakukan yaitu
merintis pengerahan satuan Kopassus guna mendukung misi pasca bencana dengan
menerapkan beberapa langkah aplikatif sebagai berikut : a. Berkoordinasi dengan Dinas
Psikologi dan instansi psikologi dalam rangka trauma healing terhadap korban pasca
bencana; b.Membantu dalam program rehabilitasi yang dilaksanakan pemerintah
khususnya dalam menciptakan opini positif ; c. Membantu menghimpun dan menyajikan
data valid mengenai prioritas infrastruktur yang perlu segera direkonstruksi oleh
pemerintah khususnya sarana primer; d. Berkoordinasi dengan Kementerian PUPR
dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur; dan e. Membantu proses
pengawasan proses rekonstruksi infrastruktur di daerah terisolir.

Penutup.

Dari panjang lebar pembahasan dan analisis diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Optimalisasi Peran Kopassus guna mendukung penyelamatan khusus bencana
yang efektif dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah teknis yang direkomendasikan
penulis yang bersumber pada garis besar pemecahan masalah yaitu : 1, Penggambaran
ulang tentang potensi kemampuan dan batas kemampuan yang dimiliki satuan Kopassus
dengan berbagai kombinasi dan konfigurasinya sebagai bahan pertimbangan

TERBATAS
TERBATAS
11

pengerahan satuan Kopassus; 2, Penyusunan peraturan formal yang memberikan


kewenangan dan kejelasan mekanisme pengerahan satuan Kopassus, mengingat
keberadaannya yang sensitive; 3, Koordinasi dengan badan atau instansi terkait yang
membidangi sesuai pola yang tergelar selama ini guna memudahkan rintisan pengerahan
satuan Kopassus dalam pola penanggulangan bencana kedepan.

Dari kesimpulan diatas tentunya sangat dipahami bahwa satuan Kopassus juga
memiliki batas kemampuannya. Dengan demikian perlu dukungan dari Komando atas
dalam hal ini TNI AD selaku pembina dan TNI selaku pengguna. Dukungan yang
disarankan oleh penulis adalah dorongan penyusunan peraturan formal yang memberi
kewenangan bergerak lebih leluasa dengan posisi dan status yang jelas dalam struktur
penanggulangan bencana bagi Kopassus dalam posisinya sebagai satuan dengan gelar
terpusat dan keahlian-keahlian khusus yang dimilikinya.

Demikian tulisan ini dibuat ,penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang terdapat dalam tulisan ini.Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan
tanggapan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan produk ini dalam rangka
membantu penyelesian persoalan yang ada.Sehingga pada akhirnya dapat digunakan
dalam optimalisasi peran kopassus guna mendukung penyelamatan khusus dalam
penanganan bencana yang efektif dalam rangka mendukung tugas pokok tni dengan
harapan dapat dijadikan saran dan masukan bagi Komando atas.

Penulis

Yudha Airlangga
Kolonel Inf NRP 11970045730776

Daftar Lampiran :

1. Lampiran-1: Alur Pikir


2. Lampiran-2: Daftar Pustaka

TERBATAS
TERBATAS

Lampiran – 1 ( ALUR PIKIR )


OPTIMALISASI PERAN KOPASSUS GUNA MENDUKUNG
PENYELAMATAN KHUSUS DALAM PENANGANAN BENCANA YANG EFEKTIF
DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS POKOK TNI

INSTRUMENTAL INPUT
TUPOK
1.UU TNI NO 34 TAHUN 2004 TTG OMSP
2.UU RI NO 24 TAHUN 2007 TTG GUL BENCANA
TERCAPAI
3. BUJUK OPS KOPASSUS THN 2015
4. BUJUK IN KOPASSUS THN 2017
1.PEMDA
2.BNPB

PERSOALAN PROSES
1.PERAN EFEKTIF KOPASSUS DLM FASE 1.MELENGKAPI ALKAPSUS & TINGKATKAN PERAN
PERAN KOPASSUS MITIGASI BENCANA KOPASSUS GUNA
KESADARAN PRAJURIT KOPASSUS DLM GUL
GUNA MENDUKUNG
BEN SISTEM
MENDUKUNG 2.PEMANFAATAN SUMBER DAYA
SISTEM PENANGANAN
POTENSIAL SAT KOPASSUS YG DPT 2.MENGENALI UNSUR UNSUR YG BERPOTENSI BENCANA YG
PENANGANAN
BENCANA SAAT INI
DIKERAHKAN DLM FASE TANGGAP BESAR GUNA MISI-MISI TERTENTU DIHARAPKAN
DARURAT
3.MEMULAI & MERINTIS P’HAN SAT KOPASSUS
3.PERAN IDEAL KOPASSUS DLM FASE GUNA KUNG MISI PASCA BENCAL
PASCA BENCANA

TNI FAKTOR – FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI

1.KENDALA DAN KELEMAHAN

2.PELUANG DAN KEKUATAN


TERBATAS

Lampiran – 2 ( DAFTAR PUSTAKA )

DAFTAR PUSTAKA

1. UUD DASAR 1945 PASAL 30 AYAT 1


2. UU NO 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI
3. UU RI NOMOR 24 TAHUN 2007
4. BUJUK OPS KOPASSUS TAHUN 2015
5. BUJUK INDUK KOPASSUS TAHUN 2017

Anda mungkin juga menyukai