Anda di halaman 1dari 19

PENYELENGGARAAN BINTER DALAM RANGKA MEMBANTU

TUGAS PEMERINTAH GUNA MENYIAPKAN POTENSI NASIONAL


MENDUKUNG KEKUATAN PERTAHANAN NEGARA

Pembinaan Teritorial (Binter) adalah suatu tatanan yang bercorak Kewilayahan dan di
dayagunakan untuk mengelola potensi Kewilayahan yang meliputi geografi, demografi dan
kondisi juang bagi kepentingan pertahanan keamanan. Dalam pengertian ini tidak terlihat
siapa subyek dari pelaksanaan Binter tersebut. Mengacu pada salah satu tugas Pokok TNI
AD pada saat perumusan Binter tersebut diterbitkan yaitu mengembangkan potensi
nasional menjadi kekuatan pertahanan keamanan negara di darat, maka subyek Binter
adalah TNI AD dan jajarannya. Sejalan dengan reformasi internal TNI yang telah
mereposisi tugas dan peran TNI sebagai alat Negara yang berperan dalam pertahanan
Negara diperlukan penyesuaian subyek Binter tersebut.
Dengan diundangkannya UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah,
yang merupakan justifikasi terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, pengelolaan dan
pendayagunaan potensi daerah akan menjadi tanggung jawab dan wewenang Pemerintah
Daerah. Oleh karena itu subyek utama Binter yang semula menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah, Kodam, Korem maupun Kodim akan bersifat membantu
penyelenggaraan fungsi Binter oleh Pemerintah Daerah. Hal ini sekaligus menjadi landasan
hukum bagi Pemerintah Daerah menjadi penyelenggara fungsi Binter di daerah.
Peran TNI AD dalam Binter sebagaimana peran-peran TNI AD lainnya pada masa
lalu sangat dominan dan oleh karena itu dengan pelaksanaan reformasi internal TNI serta
berlakunya otonomi daerah membawa konsekuensi logis untuk melakukan penyesuaian
terhadap penyelenggaraan Binter tersebut yang harus disesuaikan dengan tuntutan
reformasi. Reorientasi penyelenggaraan Binter dalam ikut berperan serta memberdayakan
daerah yang bermuara pada terwujudnya ruang, alat dan kondisi juang untuk kepentingan
tugas-tugas pertahanan harus tetap diperankan. Landasan yang telah diberikan dalam
pokok-pokok reformasi internal TNI yang berkaitan dengan perubahan paradigma khususnya
reposisi dan redisposisi peran TNI harus menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan
2


Binter. Berorientasi pada kelemahan dan kekurangan pada masa lalu untuk dilakukan
penyesuaian-penyesuaian merupakan orientasi operasionalisasi penyelenggaraan Binter.
Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas perwujudan penyelenggaraan Binter
khususnya dalam rangka membantu tugas pemerintahan di daerah dengan tujuan untuk
dijadikan sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijaksanaan pimpinan TNI AD
tentang penyelenggaraan Binter.
Kita ketahui bersama bahwa tonggak-tonggak (mile stock) sejarah perkembangan TNI
AD memberikan penjelasan sejarah tentang bagaimana fungsi dan peran TNI AD dalam
sejarah pertumbuhannya hingga saat ini. Sejarah juga telah memberikan justifikasi bahwa
TNI yang memang terlahir dari rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat memegang
peran yang sangat penting dan bahkan menjadi pelaku utama bersama-sama komponen
bangsa lainnya untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Walaupun tidak dalam
bentuk kelembagaan, pada awalnya sejarah mencatat peran tersebut. Peran Binter sendiri
secara tidak terlembaga telah dimulai sejak bulan Juli 1985 tatkala militer diakui sebagai
kekuatan politik fungsional dan berhasil mendudukkan wakil-wakilnya dalam lembaga Dewan
Nasional yang dibentuk berdasarkan SOB, yang memberikan legitimasi kepada militer untuk
melaksanakan peran yang lebih besar dalam fungsi-fungsi sosial, politik, administrasi dan
ekonomi. Peranan tersebut terus berkembang sejalan dengan pengakuan kekuatan TNI
Rakyat yang dibakukan dalam Sishankamrata yang bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan
kewilayahan. Konsekuensi dari hal ini mengharuskan TNI untuk melakukan pengelolaan
secara langsung potensi nasional yang ada untuk diransformasikan menjadi kekuatan riil
guna menghadapi ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Dalam konteks ini secara formal,
Binter telah diselenggarakan. Perkembangan ini terjadi sampai dengan akhir era Orde
Lama. Pada era Orde Baru, TNI melalui Kowilnya telah dilibatkan secara langsung dalam
proses pembentukan Sekber Golkar menjadi kekuatan politik untuk menghadapi pengaruh
sisa-sisa G.30.S/PKI, yang dalam perjalanan selanjutnya telah menempatkan TNI menjadi
alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui Binter dan Dwi Fungsi yang disimpangkan.
Pada era Reformasi dengan segala kesadaran akan kesalahan di masa lalu, TNI segera
menyadari dan mencanangkan diri untuk kembali kepada jati dirinya melalui reformasi
internal. Dimana esensi implementasi reformasi internal TNI tersebut adalah : bertekad
untuk meninggalkan politik praktis, dan konsentrasi pada tugas pokok pertahanan negara.
3


Pemeliharaan keamanan merupakan fungsi Polri dan pelibatan TNI dalam bantuan
keamanan dilaksanakan melalui prosedur permintaan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam kaitan ini,, maka TNI khususnya TNI AD harus segera
menata kembali fungsi Binternya agar penyelenggaraan Binter dapat berjalan sebagaimana
tujuan Binter yang sebenarnya, terlebih dalam suasana Otonomi Daerah.
TNI AD sebagai bagian dari TNI adalah alat pertahanan negara yang bertugas pokok
menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di darat, serta melindungi segenap bangsa dan
negara. Dalam konteks Binter maka tugas dan tanggung jawab TNI AD adalah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi dan perannya dalam mendukung
terselenggaranya pembinaan teritorial secara langsung maupun tidak langsung dalam
bentuk fisik maupun non fisik dalam mengelola potensi geografi, demografi dan kondisi
sosial untuk kepentingan pertahanan di darat. Perwujudan serta aktualisasi tugas pokok dan
tanggung jawab TNI AD dalam Binter adalah membantu perwujudan potensi nasional
khususnya potensi wilayah menjadi kekuatan yang dapat mendukung perwujudan sistem
pertahanan negara yaitu Sistem Pertahanan rakyat Semesta. Istilah Pembinaan Teritorial
hadir sebagai wujud fungsi pembina potensi nasional untuk mendukung upaya pertahanan
sebagai wujud fungsi pemerintahan darurat militer ketika negara atau sebagian dari wilayah
negara berada dalam keadaan darurat militer atau peerang dengan Komando Teritorial
sebagai struktur pemerintahan darurat militer di daerah dengan TNI sebagai pelaksananya.
Komando Teritorial, ppada sisi lain merupakan wujud aparat TNI di daerah. Dalam
keadaan darurat di masa lalu, Komando Teritorial sebagai perwujudan pemerintahan
darurat militer, menyelenggarakan fungsi pemerintahan darurat militer. Tantangan yang
dihadapi kini adalah bagaimana menyelaraskan tugas, fungsi, peran TNI sebagai alat
pertahanan. Oleh karenanya Komando Teritorial di masa depan diberikan peran dan
kewenangan dibatasi dalam fungsi pertahanan tanpa kewenangan yang menjangkau ke
masyarakat dan segenap potensi nasional yang berstatus sipil. Dan oleh sebab itu muara
fungsi Binter TNI AD adalah terciptanya kekuatan kewilayahan yang tangguh untuk
mendukung sistem pertahanan rakyat semesta.
Disisi lain bidang garapan Binter juga mencakup pengelolaan aspek geografi,
demografi dan kondisi sosial, maka melalui Binter TNI AD dapat berperan serta dalam
4


pembangunan bangsa baik secara langsung maupun tidak langsung yang arahnya untuk
membantu mendinamisasi dan memotivasi masyarakat dalam berpartisipasi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam kehidupan yang heterogen pasti akan terjadi perbedaan pandangan
sosio kultural yang secara potensial merupakan kerawanan yang dapat berkembang menjadi
ketegangan. Binter yang dilaksanakan terus menerus dengan pendekatan khas akan dapat
mencegah kerawanan tersebut hingga tidak berkembang ke keadaan yang lebih buruk.
Dengan demikian apabila fungsi Binter TNI AD dilaksanakan secara terencana dan
kontekstual akan dapat membantu fungsi-fungsi peemerintahan dibidang pertahanan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mencegah kerawanan
akibat heterogenitas.
Sejalan dengan reformasi nasional yang sedang dalam berproses,, TNI juga telah
mengubah peran TNI khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengubahan
ini secara khusus bagi TNI AD dimaksudkan untuk mengembalikan TNI AD pada salah satu
jati dirinya yaitu Tentara Nasional yang merupakan bagian dari rakyat, lahir dan berjuang
bersama rakyat demi membela kepentingan negara. Dengan berakhirnya peran sosial
politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah
meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwi fungsinya dan
menempatkandirinya dalam fungsi pertahanan sebagai bagian dari sistem nasional.
Paradigma baru TNI menyatakan dan mengandung pengertian bahwa pelaksanaan tugas
TNI senantiasa dalam rangka tugas negara, atas Kesepakatan bangsa, bersama Komponen
bangsa lainnya, sebagai bagian dari sistem nasional serta melalui Pengaturan konstitusional.
Bagi bangsa Indonesia perang merupakan jalan terakhir, dan hanya dilakukan bila
terpaksa. Menurut UUD 1945 yang telah diamandemen pasal 30 ayat (2) menyatakan :
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Hal ini merupakan dasar penyelenggaran pertahanan negara yang harus dilaksanakan oleh
TNI. Sistem yang dianut dalam sistem pertahanan negara ini adalah kesemestaan yang
berarti melibatkan seluruh kekuatan yang ada di dalam negara. Agar sistem tersebut dapat
terselenggara bila perang harus dilaksanakan, maka penyiapan seluruh sarana dan
prasarana untuk berperang harus dilakukan secara terencana, sinergis dengan pelaksanaan
5


pembangunan nasional. Hakekat Bbinter adalah menyiapkan potensi nasional menjadi
kekuatan nasional sehingga terwujud ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh untuk
kepentingan pertahanan negara. Dengan semikian selama Sistem Hankamrata masih
berlaku dan valid untuk bangsa Indonesia maka Binter adalah wahana untuk pencapaiannya.
Penyelenggaraan Binter TNI AD selama ini didasarkan pada Buku Petunjuk tentang
Pembinaan teritorial TNI AD Nomor : 05-01, Keputusan Kasad Nomor : Skep/505/XI/1988
tanggal 5 Nopember 1988. Fungsi Binter TNI AD dalam buku ini dilaksanakan oleh TNI AD
mengalir dan salah satu tugas pokok TNI AD yaitu mengembangkan potensi nasional
menjadi kekuatan pertahanan dan keamanan negara didaratan dan selaku kekuatan sosial
politik ikut aktif berperan serta dibidang sosial politik dalam rangka mengamankan dan
mensukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Dengan menjadi salah satu fungsi TNI AD konsekuensi logisnya
adalah subyek Binter adalah seluruh Komando jajaran TNI AD khususnya Komando
Teritorial. Di daerah dimulai dari tingkat Kodam sampai dengan tingkat Koramil (Babinsa
didalamnya).
Terkait dengan penyelenggaraan Binter adalah organisasi Kowil. Hingga saat ini
Kowil belum divalidasi sepenuhnya, sehingga strukturnya belum banyak mengalami
perubahan. Hal yang dihilangkan adalah Staf Sospol baik di tingkat Kodam maupun Korem
dan Binkardam pada tingkat Kodam, hal ini sejalan dengan perubahan Kasospol menjadi
Kaster TNI. Tugas-tugas Binter saat ini menjadi fungsi dan tugas Aster Kasdam atapun
Kasiter Korem/Kodim. Tugas pokok Koter tersebut secara umum meliputi pembinaan
kesiapan operasional atas segenap jajarannya dan penyelenggaraan Binter di wilayahnya
serta penyelenggaraan operasi pertahanan sesuai dengan kebijaksanaan Panglima TNI.
Dari aspek tugas-tugas Binter jelas Koter dengan tugas pokok tersebut menjadi subyek
utama penyelenggaraan Binter di daerahnya. Secara khusus penyelenggaraan Binter
dilaksanakan melalui perangkat organisasi yang ada serta memanfaatkan Kemuspidaan
yang masih berlaku hingga saat ini. Pada era Orde baru penyelenggaraan tugas-tugas
semacam ini tidak banyak menemui hambatan karena kondisi sosial masyarakat dan sistem
pemerintahan pusat hingga pemerintahan daerah memungkinkan untuk itu. Hal tersebut
akan sangat berbeda keadaannya bila dibandingkan dengan kondisi saat ini.
6


Pada dasarnya peran Binter yang dilaksanakan oleh TNI AD dan jajarannya untuk
menciptakan ketahanan wilayah guna mendukung terwujudnya sistem pertahanan rakyat
semesta sebagai Doktrin TNI. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk peran kedalam yaitu
berbagai kegiatan yang dilakukan kedalam tubuh institusi TNI dan jajarannya agar setiap
prajurit memilikim kemampuan untuk melaksanakan fungsi Binter. Sedangkan pembinaan
terhadap satuan diarahkan agar kesatuan di jajaran TNI AD mampu menciptakan kekuatan
kewilayahan yang dapat diandalkan sehingga secara nyata tercipta daya tangkal sekaligus
mendukung pembangunan kekuatan TNI AD yang siap digunakan bila dibutuhkan.
Sedangkan peran keluar pada dasarnya dilakukan untuk membantu, memotivasi aparat
pemerintah untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan agar terwujud ketahanan
daerah yang dinamis, serta menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
penyelenggaraan Hankamneg.
Dilihat dari tugas, wewenang, dan tanggung jawab, maka peran tersebut perlu ditinjau
ulang karena apa yang ingin dicapai dengan peran Binter tersebut kondisi maya yang sulit
pencapaiannya. Secara hakiki yang membedakan tanggung jawab Binter antara Komando
atas dan Komando bawahan terletak pada keluasan daerah tanggung jawab. Maka tidak
mengherankan bila ada seorang Danramil atau Babinsa tidak memahami hal-hal substansial
dari dinamika penyelenggaraan Binter. Kondisi ini sangat dirasakan dan dilihat dari dinamika
kehidupan masyarakat di era reformasi. Sikap dan perilaku masyarakat yang semestinya
menjadi output Binter masa lalu tidak tercipta, dan bahkan ada kecenderungan untuk
melakukan penolakan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan
pelaksanaan asas desentralisasi. Hal mendasar dalam Undang-Undang ini adalah
mendorong mengembangkan peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk itu
menempatkan otonomi daerah kepada Daerah kabupaten dan Daerah kota, yang
mempunyai kewenangan dan keluasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Propinsi Daerah Tingkat I dijadikan Daerah
Propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus wilayah administrasi yang
melaksanakan kewenangan Pemerintahan Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur
Daerah Propinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah Kabupaten dan Daerah
7


Kota yang satu sama lain tidak mempunyai hubungan hierarkis. Hal-hal yang tidak menjadi
kekuasaan daerah meliputi hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, kewenangan di bidang agama, dan kewenangan strategis lainnya,
seperti perencanaan nasional, pengaturan tataa ruang nasional, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan teknologi. Esensi ini menunjukkan adanya pergeseran mendasar grafitasi
kekuasaan dari pusat ke daerah. Dihadapkan pada penyelenggaraan Binter maka
pergeseran ini akan membawa implikasi kewenangan dalam berbagai bidang fungsi
pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan pembinaan potensi daerah untuk
kepentingan Hankamneg. Dengan demikian fungsi Binter di daerah merupakan fungsi dari
pemerintah daerah.
Dalam pasal-pasal yang mengatur tentang kewenangan daerah yaitu pasal 7 s.d.
pasal 13, kewenangan yang mengatur pengelolaan sumber daya tertuang dalam pasal 10
yang intinya daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan baik di wilayah daratan maupun laut yang meliputi
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas laut tersebut.
Dihadapkan pada penyelenggaraan Binter di daerah, kewenangan ini akan mempersulit
Kodim selaku penyelenggara Binter di daerah selama ini. Ditinjau dari aspek pertahanan
yang menjadi kewenangan pusaat kelihatannya tidak bermasalah, namun bila ditinjau dari
obyek Binter, dimana obyek pembinaan tersebut merupakan kewenangan daerah dipastikan
akan menjadi permasalahan. Oleh karena itu salah satu solusi alternatifnya adalah
kewenangan di bidang pertahanan yang menjadi kewenangan tingkat pusat adalah
kewenangan perencanaan ruang dan penggunaan kekuatan negara termasuk didalamnya
kekuatan daerah untuk pertahanan negara. Sedang pelaksanaan pembinaan terhadap
obyek-obyek menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sekaligus merupakan fungsi,
wewenang dan tugas pemerintah daerah.
Hal-hal yang berkaitan dengan Kepala daerah diatur dalam bagian keempat tentang
Kepala Daerah yang meliputi pasal 30 s.d. 42 serta Bagian Kelima tentang Kewajiban
Kepala Daerah yang tertuang dalam Pasal 43 s.d 47. Kepala Daerah sebagai Kepala
eksekutif di daerahnya. Kepala Daerah memimpin pemerintahan di daerahnya, serta
kewajiban mempertanggung jawabkan tugas-tugasnya kepada DPRD. Dari pasal-pasal
8


tersebut bermakna bahwa Gubernuur atau Bupati memegang kekuasaan eksekutif tertinggi
didaerahnya. Karena titik berat otonomi daerah ini berada di kabupaten dan daerah kota,
maka Bupati atau Walikota merupakan pimpinan daerah yang mempunyai wewenang penuh
melaksanakan pengelolaan terhadap sumber daya yang disebut dalam pasal 10. Ditinjau
dari struktur yang ada, dimana didaerah tidak memiliki organ pemerintah daerah maka perlu
menegaskan fungsi Kodim selaku perpanjangan tangan fungsi Dephan didaerah berfungsi
sebagai organ pemerintah daerah yang menyelenggarakan Binter. Dengan demikian selain
bertanggung jawab kepada Komandan Korem dalam masalah pembinaan potensi daerah,
maka Komandan Kodim bertanggung jawab kepada Bupati kepala daerah dalam hal
pembinaan potensi pertahanan negara. Ditingkat Propinsi, maka Pangdam atau Danrem
bertanggung jawab atas pembinaan potensi daerah selain kepada Kasad, Pangdam juga
bertanggung jawab kepada Gubernur.
Keuangan daerah diatur dalam Bab VIII tentang keuangan daerah. Hal esensial yang
berkaitan dengan penyelenggaraan Binter tertuang dalam pasal 78, ayat (1)
Penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban APBD,
ayat (2) Penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah dibiayai dari dan atas beban APBN.
Dari pasal ini jelas disuratkan bahwa tugas-tugas pemerintahan di daerah harus dibiayai
dengan beban APBN. Terakiat dengan pengelolaan sumber daya daerah yang menjadi
tugas dan wewenang Kepala Daerah, maka anggaran Binter di daerah harus didanai oleh
daerah. Dengan demikian penyelenggaraan Binter didaeerah dilaksanakan dengan beban
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Fungsi Binter pada hakekatnya adalah mengelola potensi kewilayahan menjadi
kekuatan yang siap dan efektif untuk kepentingan pertahanan negara. Oleh karena out put
dari pembinaan teritorial pada dasarnya untuk negara, maka fungsi Binter ini secara otomatis
harus menjadi fungsi pemerintah yang dalam hal ini oleh Departemen Pertahanan. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 32/2002 dengan sendirinya di daerah menjadi
fungsi Pemerintah Daerah. walaupun fungsi Binter tersebut bukan lagi fungsi utama TNI,
namun TNI dan TNI AD pada khususnya berkepentingan dengan out put dari Binter itu
sendiri yaitu untuk perencanaan dan penyusunan pertahanan darat negara. Oleh karena itu
fungsi Binter TNI AD bersifat membantu pelaksanaan Binter sesuai dengan bidang tugas dan
kemampuannya. Apabila fungsi Binter ini dihadapkan pada lingkungan pembinaan kekuatan
9


pertahanan darat negara, maka pembinaan teritorial tersebut akan berkaitan langsung
dengan sistem pembinaan pertahanan keamanan negara di darat. Dalam rangka sistem
pembinaan pertahanan negara, maka Binter harus dapat menghasilkan kekuatan teritorial
berupa ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh dan dapat diandalkan. Dalam kaitan
usaha mendukung pelaksanaan otonomi daerah maka PTF Dephan melaksanakan langkah-
langkah pada bidang-bidang sebagai berikut : a. Bidang Sumber Daya Manusia (SDM).
SDM adalah kunci utama upaya bela negara yang harus ditingkatkan kualitasnya dan
diberdayakan sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Penyiapan SDM dalam bela negara
dilaksanakan bersama instansi/organisasi baik dilingkungan pendidikan, lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan pemukiman, yang diwujudkan dalam pelaksanaan.
Pemutakhiran data SDM di daerah sebagai komponen Cadangan dan pendukung kekuatan
Pertahanan Negara, meliputi data : Kekuatan dan komposisi demografi menurut jenis
kelamin, usia, tingkat kekuatan Pertahanan Negara, Tenaga ahli/spesialis yang berkaitan
dengan teknologi alat utama sistem senjata TNI dan pendukung (Dokter, Perawat,
Penerbang Sipil, komunikasi dan elektronika, dan tenaga ahli lainnya), SDM yang telah
mengikuti pelatihan khusus keterampilan prajurit (Latihan Wajib Prabhakti dan latihan satuan
keamanan seperti Wanra, Hansip, Satpam, Menwa dan lainnya), Memasyarakatkan dan
menyelenggarakan pendidikan pendahuluan bela negara dilingkungan pendidikan, pekerjaan
dan pemukiman. Membina dan melatih semua warga negara untuk memiliki kesadaran,
memahami hak dan kewajiban bela negara, sehingga mengetahui dan siap melaksanakan
tugasnyaa dalam upaya bela Negara, Melatih rakyat agar mampu dalam melaksanakan
tugas perlindungan masyarakat guna menanggulangi akibat bencana perang, akibat
bencana alam atau bencana lainnya sesuai profesinya masing-masing, Memberikan
informasi kepada masyarakat dalam rangka penerimaan Prajurit TNI Sukarela dan Wajib
Militer, Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Matra Darat, laut dan Udara untuk
menumbuhkembangkan minat, perhatian dan peran sertanya, Memberikan penyuluhan
untuk mengembangkan wawasan dan kesadaran masyarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan baik dalam aspek fisik, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan,
Menyelenggarakan pendidikan dan latihan pengamanan kepada para petugas keamanan
dilingkungan pendidikan, pekerjaan dan pemukiman. b. Bidang Sumber Daya Alam
dan Buatan. SDA dan SDB adalah modal dasar pembangunan nasional, pembangunan
10


daerah daan pembangunan pertahanan, yang harus didayagunakan memenuhi kepentingan
kesejahteraan dan pertahanan. Pemanfaatan SDA dan SDB harus terarah, memperhatikan
kelestarian sumber daya dan kelestarian lingkungan, dilaksanakan secara terpadu
bekerjasama dengan instansi terkait untuk : Mendayagunakan SDA dan SDB berorientasi
pada kepentingan kesejahteraan dan pertahanan bagi seluruh rakyat Indonesia dan rakyat di
derah dengan memperhatikan kelestarian dan dampak lingkungannya. Menghasilkan nilai
guna yang tinggi dan dapat mewujudkan cadangan materiil strategis dan dukungan logistik
wilayah, mendukung strategi perang yang bersifat kerakyatan, kewilayahan, dan
kesemestaan. Mengatasi pemanfaatan yang berlebihan untuk mencapai kepentingan
sektoral dan jangka pendek, sehingga menimbulkan kerugian secara umum jangka panjang;
Memasyarakatkan pentingnya keterpaduan pendekatan kesejahteraan dan pendekatan
pertahanaan dalam melaksanakan pembangunan di daerah, kepada aparat pemerintah
daerah dan pihak swasta serta masyarakat, sehingga dalam setiap pemanfaatan sumber
daya dan ruang, dapat dilaksanakan sesuai dengan tata ruang wilayahkepentingan
kesejahteraan maupun kepentingan pertahanan (RUTR WILHAN); Mengidentifikasi dan
menyiapkan ruas-ruas, fasilitas tertentu yang terdapat pada sarana perhubungan darat, laut
dan udara agar pada saat dibutuhkan dalam upaya pertahanan negara dapat berfungsi
sebagai cadangan terminal, pelabuhan kapal perang, landasan pacu pesawat terbang
militer, jalur pendekat dan jalur komunikasi atau jalur logistik. Mengidentifikasi dan
menyiapkan sarana dan fasilitas transportasi, komunikasi dan peringatan dini serta alat
bantuan navigasi dan lain-lainnya sebagai unsur kekuatan cadangan materiil pertahanan
Negara. Mengidentifikasi, mempersiapkan sarana dan prasarana kesehatan baik milik
pemerintah maupun swasta agar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan
kesehatan pada masa perang; Mengidentifikasi dan menyiapkan bangunan/gedung yang
memiliki nilai strategis serta fasilitas ruang bawah tanah (basement) untuk menjadi sarana
pertahanan dan perlindungan terhadap serangan musuh. Mengidentifikasi dan menyiapkan
sarana industri serta bengkel-bengkel yang sejenis untuk dijadikan sarana fasilitas
pemerliharaan sebagai cadangan depot pemeliharaan alat Pertahanan Negara.
Menciptakan kesadaran pada setiap instansi, lembaga dan masyarakat untuk berperan serta
dalam mengamankan sarana dan prasarana Pertahanan Negara. Menentukan lokasi,
distribusi, peruntukan cadangan material strategis dan logistik wilayah di wilayah
11


kompartemen strategis dan sub kompartemen strategis baik untuk kepentingan matra darat,
laut maupun udara berdasarkan fungsi dan pengorganisasian badan-badan logistic;
Memberikan saran tentang eksploitasi SDA yang bernilai strategis bagi kepentingan
Pertahanan Negara. Mengkonservasi cadangan material startegis yang meliputi sumber
daya hewani, nabati, bahan tambang, galian dan energi serta bahan-bahan lainnya baik
untuk kepentingan Matra Darat, Laut maupun Udara Bekerjasama dengan instansi terkait
untuk mengidentifikasi setiap fenomena alam, penyalahgunaan sumber daya yang
menimbulkan bahaya, dengan mencegah daan mengatasi bahaya yang timbul serta
menjaga kelestarian SDA danSDB untuk kepentingan pertahanan negara. Bidang Sarana
dan Prasarana. Bekerjasama dengan instansi daerah dan swasta terkait untuk :
Menciptakan kondisi yang kondusif terhadap sarana dan prasarana umum untuk
kepentingan kesejahteraan pada masa damai, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
Pertahanan Negara di masa perang (landasan pacu/pendaratan, pangkalan/pelabuhan kapal
perang, transportasi personil pengerahan kekuatan, dukungan sistem distribusi logistik
wilayah dan lainnya); Memberi saran pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan
strategi pertahanan wilayah dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Pertahanan;
Inventarisasi sarana dan prasaranaa sebagai kekuatan dukungan materiil strategis dan
dukungan sistem logistik wilayah dalam upaya pertahanan negara pada perang konvensional
maupun perang inkonvensional; Inventirisasi sarana dan prasarana sebagai potensi
pertahanan untuk dapat ditrasformasikan menjadi materiil strategis menggandakan alat
utama TNI, memberi dukungan sistem komando, kendali, komunikasi dan informasi;
Berperan serta aktif dalam pembangunan terpadu proyek-proyek nasional dengan proyek-
p[royek daerah untuk dapat memacu daerah menjadi kawasan andalan, memiliki produk
andalaan, dan tercipta iklim yang kondusif untuk meningkatkan upaya pertahanan negara.
Sistem yang dianut bangsa Indonesia dalam pertahanan keamanan negara adalah
pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Hal ini memberikan dan memantapkan
keyakinan TNI khususnya TNI AD tentang bagaimana menyusun, menyiapkan dan
merencanakan pertahanan negara di darat dalam konsep pertahanan rakyat semesta.
Oleh karena itu visi Binter bagi TNI AD tidak akan mengalami perubahan, sebab konsepsi
pertahanan negara tetap dalam konsep yang telah diuji kebenarannya selama ini. Dengan
demikian visi TNI AD tentang Binter adalah terwujudnya potensi kewilayahan menjadi
12


kekuatan yang tangguh yang mampu disusun, diorganisir dan disiapkan untuk perwujudan
pertahanan negara. Sedangkan misi Binter TNI AD adalah membantu pemerintah dalam
mewujudkan potensi geografi, demografi dan kondisi sosial menjadi kekuatan nasional yang
tangguh yang memberikan kemajuan dan kemaslahatan bagi bangsa Indonesia sehingga
mampu mempertahankan kedualatan negaranya.

Mengacu pada latar belakang pemikiran dimana kebutuhan akan pembinaan teritorial
merupakan kebutuhan bangsa untuk mampu mempertahankan keutuhan dan
kadaulatannya. Tinjauan penyelenggaraan Binter selama ini yang masih memerlukan
penyesuaian dengan perspektif otonomi daerah, maka konsepsi Binter harus disesuaikan
dengan tuntutan dan kondisi obyektif bangsa Indonesia saat ini. Pergeseran kewenangan
pengelolaan atas sumber daya nasional yang ada di suatu wilayah menjadi tanggung jawab
kepala daerah akan membawa konsekuensi logis padaa penanggung jawab pembinaan
terhadap obyek-obyek Binter di daerah beralih kepada Kepala Daerah. Namun demikian
kewenangan dan tanggung jawab atas penyelenggaraan pertahanan negara tetap menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat. Oleh karena itu penegasan atas wewenang
penyelenggaraan Binter harus jelas, karena hal tersebut menyangkut tanggung jawab atas
pelaksanaannya. Penegasan tentang fungsi pemerintahan dalam bidang pertahanan
ditingkat pusat dan daerah harus dirumuskan dalam suatu Undang-Undang yang
mengikat segenap warga negara bangsa Indonesia. Sejalan dengan alternatif dimana
pembinaan teritorial ditingkat pusat menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang dalam
hal ini dilaksanakan oleh Dephan dan didaerah oleh Gubernur, Bupati/Walikota dalam hal ini
dilaksanakan oleh Kodam/Korem dan Kodim maka Konsepsi Binter ke depan adalah
Segala upaya pekerjaan daan kegiatan yang secara terencana, kontekstual dengan
kebutuhan pembangunan daerah untuk membina potensi wilayah guna mewujudkan
kesejahteraan rakyat serta dapat diproyeksikan menjadi kekuatan kewilayahan yang tangguh
, dengan penentuan sebagai berikut : Pertama, Sasaran Pokok Binter. Terwujudnya
piranti-piranti pokok kekuatan kewilayahan (ruang, alat dan kondisi juang) untuk
penyelenggaraan pertahanan negara, antara lain : Terwujudnya daerah pangkal perlawanan
ditiap Komparatemen strategis, Tersedianya kekuatan rakyat terlatih yang siap dimobilisasi
dan diperlengkapi, Tersedianya sistem logistik wilayah yang telah terorganisasi dengan
13


segenap perangkatnya, Kesadaran bela negara yang sudah melembaga. Pencapaian
sasaran pokok ini dilakukan secara bertahap melalui program Binter. Sasaran pokok ini
sebagai pemandu dan orientasi penyiapann program Binter oleh Dandim sebagai pembantu
utama. Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan Binter untuk penyusunan program
pembangunan daerah. Dalam menyiapkan program Binter ini Dandim harus
mengorientasikan Konsep pertahanan Korem yang disusun berdasarkan Konsep Pertahanan
Kompartemen strategis wilayah tersebut. Kedua, Subyek Binter. Merujuk pada
kewenangan yang telah dituangkan secaraa jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2002, maka penanggung jawab Binter di daerah adalah kepala Daerah selaku kepala
eksekutif di daerah. Dan Koter sebagai pembantu utama kepala daerah sebagai pelaksana
dengan melibatkan seluruh aparat pemerintah, lembaga pemerintah dan swasta termasuk
masyarakat. Dengan demikian subyek Binter adalah semua komponen bangsa Indonesia
meliputi pemerintah, TNI dan masyarakat; Ketiga, Obyek Binter. Adalah potensi wilayah
yang meliputi potensi geografi sebagai wadah, potensi demografi sebagai isi dan potensi
kondisi sosial sebagai kondisi akibat perpaduan demografi dan geografi. Keempat, Metode
Pembinaan. Metode pembinaan adalah upaya-upaya pokok yang merupakan pedoman
pembinaan teritorial di lapangan. Mengingat Binter menjadi fungsi pemerintahan,, maka
metode yang dapat ditempuh adalah melalui : 1) Pengembangan melalui jalur fungsional
yaitu implementasi konsep pembangunan daerah dari hasil perencanaan pembangunan
yang terpadu oleh aparat fungsional. Pokok-pokok pembangunan daerah yang terpadu ini
harus mencakup pembangunan yang berdimensi fisik dan non fisik; 2) Pengembangan
dengan memanfaatkan kekuatan TNI yang ada di daerah baik dalam bentuk Karya Bhakti,
Operasi Bhakti dan TMD (Civic Mission).
Dalam bentangan obyek yang dapat menimbulkan tumpang tindih fungsi dan
kewenangan, batas wewenang dan tanggung jawab yang tidak jelas akan dapat
menimbulkan kerancuan dan disfungsi. Tataran kewenangan perlu ditegaskan agar
pembinaan sebagai suatu sistem dapat diwujudkan secara berdaya guna dan
berkesinambungan. Ditingkat Pemerintah Pusat. Departemen Pertahanan adalah
penentu kebijaksanaan dalam penyelenggaraan Binter, menyiapkan konsepsi strategis
pembinaan teritorial nasional sebagai bagian dari konsepsi pembangunan nasional dibidang
pertahanan untuk jangka waktu 5 tahun sejalan dengan kurun waktu pemerintahan.
14


Konsepsi strategis ini menjadi salah satu acuan dalam penentuan Anggaran Pertahanan
dibidang pertahanan. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dibidang
pertahanan didanai melalui APBN. Ditingkat daerah Konsepsi strategis tentang pembinaan
teritorial nasional ini menjadi salah dalam penyusunan anggaran dan pendapatan daerah,
sehingga penyelenggaraan Binter didaerah akan masuk dalam APBD. Dengan demikian
Dephan akan berfungsi sebagai pembina dan sekaligus sebagai penanggung jawab;
Ditingkat Kabupaten/Daerah Kota. Mengingat otonomi daerah diletakkkan di daerah
Tingkat II, yaitu di Kabupaaten/daerah kota, maka fungsi Binter akan melekat pada
pemerintahan daerah. Oleh karena itu, Bupati/Walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan Binter di daerahnya. Mengingat Kepala Daerah akan selalu terpilih dari
kalangan Parpol, maka petunjuk pelaksanaan tentang Binter didaerah sebagai fungsi
pemerintah daerah harus dibuat. Pemerintah harus mampu menyiapkan perangkat ini.
Dalam penyelenggaraan Binter tersebut, Bupati/Walikota dibantu oleh Dandim. Ditingkat
TNI. Peran TNI dalam Binter pada dasarnya mendorong penyelenggaraan Binter dapat
berjalan secara efektif dan efisien. Dengan peran tersebut, peran TNI dalam Binter telah
ditunjukkan secara jelas dalam konsep Doktrin Eka Paksi, yang meliputi perang langsung
(rekruitmen prajurit, pelatihan bela negara, penyiapan data teritorial, penyiapan organisasi
pertahanan keranfk, kegiatan sosial, pengembangan kesadaran bela negara) daan peran
tidak langsung yaitu menggugah dan mendorong, membangkitkan serta mempengaruhi
pihak-pihak terkait dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dalam
mengelola fungsi teritorial. Ditingkat Kodam. Strategi pertahanan yang dianut dalam
mempertahankan keutuhan dan kedaulatan negara adalah dengan menitikberatkan
pertahanan pada pulau-pulau besar, yang sering disebut sebagai kompartementasi strategis.
Dengan demikian pengorganisasian Kodam saat ini telah disesuaikan dengan strategi
pertahanan tersebut. Dengan demikian keajiban Kodam adalah menyiapkan Konsep
pertahanan Kodam. Konsep pertahanan Kodam ini harus juga menjadi acuan perencanaan
Binter ditingkat Korem khususnya ditingkat Kodim. Mengingat dalam otonomi daerah tidak
dikenal hierarki antara Kabupaten dan Propinsi, maka dalam konteks pelaksanaan Binter
didaerah lebih dititikberatkan pada pencatatan dan pendataan data teritorrial untuk
kepentingan perencanaan, penyusunan dan penyiapan pertahanan Kodam selaku
kompartemen strategis. Ditingkat Kodim. Oleh karena otonomi daerah lebih dititikberatkan
15


pada daerah Kabupaten dan Kota, maka peran Kodim menjadi lebih menonjol dalam
pelaksanaannya. Seperti telah diungkap diatas bahwa dalam penyelenggaraan Binter yang
menjadio wewenang Kepala Daerah, Dandim adalah pembantu Kepala daerah untuk
pembinaan teritorial yang dilaksanakan didaerahnya. Dengan demikian tugas Dandim
sebagai pelaksana Dephan di daerah Kabupaten dan Kota adalah membantu
Bupati/Walikota dalam merencanakan dan memprogramkan Binter didaerahnya yang
dipadukan dalam program pembangunan daerah, melakukan pencatatan hasil-hasil
pembangunan yang berdimensi Binter dan pendataan teritorial. Dandim juga merupakan
konsultan dan pembantu Bupati Kepala Daerah dalam pelatihan bela negara didaerahnya.
Peran TNI dalam Binter sepenuhnya diimplementasikan oleh Dandim didaerahnya.
Betapa baiknya suatu organisasi disusun, namun bila tidak diawaki oleh personil yang
memadai maka organisasi tersebut tidak akan memiliki kinerja yang efisien dan efektif dalam
mencapai tujuan organisasi. Pada lingkup pemerintahan ditingkat pusat, sebagai penentu
grand strategy dan kebijaksanaan dalam pertahanan negara, maka personel-personel kunci
dalam departemen pertahanan khususunya yang berasal dari kalangan sipil sebaiknya
adalah mereka yang memahami tentang politik dan strategi pertahanan. Oleh karena itu
sebaiknya mereka yang telah mengikuti Krusus reguler Lemhanas atau/serta membuka
peluang Sesko TNI untuk kalangan sipil khususnya yang bekerja dilingkungan Dephan
dengan pertimbangan bahwa TNI telah meninggalkan lapangan politik praktis.
Penyebarluasan pemahaman Binter di kalangan sipil akan membawa akselerasi pada
pembahaman Binter dilingkup pemerintahan yang akan berdamapak positif pada
penyelenggaraan Binter itu sendiri. Dilingkungan TNI AD, penyebarluasan tentang
implementasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 perlu segera dilaksanakan sekaligus
pemasyarakatan penyelenggaraan Binter dalam era otonomi daerah. Kegiatan ini perlu
dilaksanakan mengingat penyesuaian-penyesuaian fungsi Binter sejalan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Validasi organisasi Kodim perlu dilaksanakan sejalan dengan
penyesuaian-penyesuaian.

Sejalan dengan pemikiran pergeseran fungsi Binter kepada pemerintah dalam hal ini
Dephan dan di daerah oleh Pemerintah daerah, serta berimplikasi pada pelaksanaan
penyelenggaraan Binter yang lebih ditumpukkan di daerah Kabupaten dan daerah Kota,
16


maka akan berdampak pula pada perpindahan penganggaran, yang semula dilakukan oleh
TNI beralih kepada Pemerintahan Daerah. Mengingat pola penyelenggaraan Binter
merupakan keterpaduan dari pola pembangunan daerah dan merupakan bagian dari design
pembangunan daerah, program Binter tidak perlu secara khusus tertulis dalam APBD,
namun dalam pola pembangunan daerah harus sudah berdimensi Binter, disini peran
Dandim selaku pembantu Bupati/Walikota, sekaligus sebagai pelaksana tugas dan fungsi
Dephan di daerah diaktualisasikan. Hal ini dikarenakan Binter hendaknya menjadi out put
atau dampak dari perwujudan kesejahteraan masyarakat. Secara khusus dimasukkan
dalam program pembangunan daerah bila memerlukan kegiatan yang melibatkan
penggunaan anggota TNI untuk bhakti TNI, TMD atau operasi bhakti. Dengan demikian
penganggaran penyelenggaraan Binter mengikuti program yang direncanakaan dan
disiapkan oleh Pemda.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
pertahanan negara pada dasarnya merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa
yang dibina dan disiapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu pelibatan seluruh komponen
bangsa untuk berperan serta dan mengambil bagian dalam sistem pertahanan negara
sangat diperlukan. Haal ini sejalan dengan sistem pertahanan dan keamanan yang dianut
oleh Bangsa Indonesia yaitu Sishanta dimana TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan
rakyat sebagai kekuatan pendukung. Untuk dapat menyelenggarakan Sishanta tersebut,
maka perlu penyiapan kekuatan pertahanan negara secara terencana, terintegrasi dan
berkesinambungan yang meliputi komponen geografi, demografi dan komponen kondisi
sosial. Penyelenggaraan Binter merupakan upaya untuk mewujudkan potensi kewilayahan
menjadi kekuatan kewilayahan yang dapat disusun dan diorganisir untuk kepentingan
pertahanan negara.
Dalam era otonomi daerah dimana kewenangan pengelolaan sumber daya nasional
telah bergeser kepada pemerintah daerah, maka penyelenggaraan Binter akan ditumpukkan
di daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Pada tingkat pusat Dephan sebagai pembina
sekaligus sebagai penanggung jawab Binter, ditingkat daerah dalam hal Binter Dandim
difungsikan sebagai pembantu Bupati selaku penanggung jawab Binter di daerah. Fungsi
Binter TNI AD adalah membantu pelaksanaan Binter sesuai bidang tugas dan
kemampuannya. Konsepsi penyelenggaraan Binter ke depan adalah Segala upaya,
17


pekerjaan dan kegiatan yang secara terencana, kontekstual dengan kebutuhan
pembangunan daerah untuk membina potensi wilayah guna kesejahteraan rakyat serta
dapat diproyeksikan menjadi kekuatan keewilayahan yang tangguh . Konsepsi ini ditempuh
untuk melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Tugas,
wewenang dan tanggung jawab disesuaikaan dengan semangat reformasi dan otonomi
daerah. Konsep pertahanan dan kewenangan penggunaan TNI tetap berada ditingkat
pusat, tetapi dalam bidang pembinaan teritorial ditingkat daerah kewenangan ada di
pemerintah daerah. Dengan demikian membawa konsekuensi logis pada sistem
penganggaran.
Dengan berbagai permasalahan yang ditemukan sebagai dampak dan konsekuensi
logis dari penyesuaian yang dilaksanakan, maka disarankan : Pertama, Perlu dimasukkan
dalam Undang-Undang atau peraturan pemerintah tentang Pembinaan Teritorial yang
mengatur tentang kewenangan, subyek dan obyek Binter serta mekanisme penyelenggaraan
Binter baik menjadi satu dengan perubahan perundang-undangan tentang TNI atau berdiri
sendiri. Perlunya pejabat-pejabat sipil esensial yang berada dilingkungan Dephan telah
mengikuti atau diikutkan Lemhanas serta membuka peluang Sesko TNI untuk pejabat sipil
yang mempunyai tugas berkaitan dengan masalah-masalah pertahanan. Perlu validasi
organisasi Komando Kewilayahan yang selaras untuk kepentingan tugas pertahanan dan
disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah.












Bandung, April 2011
Penulis




S.Loekman Hakim
Kapten Inf NRP 2910009660970
18


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT
SEKOLAH CALON PERWIRA














PENYELENGGARAAN BINTER DALAM RANGKA MEMBANTU
TUGAS PEMERINTAH GUNA MENYIAPKAN POTENSI NASIONAL
MENDUKUNG KEKUATAN PERTAHANAN NEGARA












Mayor Inf Irwahyudi Sigit

Bandung, April 2011

19

Anda mungkin juga menyukai