Data dan fakta terjadinya bencana alam di negara Republik Indonesia sesuai
data autentik dari Badan Nasional Penangggulangan Bencana secara umum hampir
seluruh wilayahnya merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang
sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun
kedaruratan komplek. Ada 10 jenis bencana yang dihadapi Bangsa Indonesia hingga
saat ini yakni: 1) Ancaman bencana alam gempa bumi. Fakta sejak jutaan tahun lalu,
pulau-pulau eksotis nan kaya di Indonesia ditopang oleh lempengan kulit bumi yang
aktif menjelajah dan merangsek tiap tahunnya. Pergerakan tiga lempeng inilah Indo-
Australia, Euro-Asia dan Lempeng Pasifik yang membawa ancaman bencana alam
gempa bumi. 2) Ancaman bencana alam tsunami. Gempa bumi yang menggoyang
dasar samudera akan menciptakan perubahan tampak muka dasar laut. Jika lempeng
saling bertubrukan dan menghujam di dasar laut, maka cekungan atau celah akan
tercipta, kemudian dari cekungan ini akan mengakibatkan gelombang pasang dahsyat
3
yang mampu membawa gulungan ombak setinggi puluhan meter dengan kecapatan
500 km/jam. 3) Ancaman bencana alam gunung meletus. Masih berkaitan dengan
kondisi kulit bumi negeri ini yang ramai akan aktivitas rutin pergerakan lempeng.
Penunjaman dan tubrukan lempeng besar selama jutaan tahun silam telah membentuk
alam Indonesia yang dipenuhi jejeran gunung api. Catatan terakhir sejumlah peneliti di
Indonesia, negeri ini memiliki 500 gunung api dengan ancaman nyata 129 gunung api
yang masih aktif dan bisa kapan saja bergejolak. Catatan sejarah letusan super dahsyat
gunung Tambora, gunung Krakatau, serta super volcano Gunung Toba, dan yang
sampai saat ini masih terjadi adalah Gunung Sinabung di Sumatra Utara, dan Gunung
Merapi di Jogyakarta. 4) Ancaman bencana alam tanah longsor. Kondisi muka alam
Indonesia yang rata-rata berbukit dan memiliki banyak lereng curam, membawa
ancaman baru bencana alam tanah longsor atau gerakan tanah. Resiko bencana alam
tanah longsor akan meningkat jika komunitas atau masyarakat sudah terlanjur menetap
dan beraktivitas di lingkungan yang rawan pergerakan tanah. 5) Ancaman bencana
alam banjir. Secara geografis, wilayah Indonesia berada dalam iklim tropis yang
memiliki kecenderungan dua musim. Musim penghujan dan musim panas. Menjelang
akhir tahun, perubahan musim akan bergejolak dan berubah-ubah secara ekstrim.
Hujan lebat yang tiba-tiba melanda lebih dari intensitas biasanya akan meluapkan
sungai dan saluran air. Terhambat dan kemudian meluap menjadi bencana alam banjir.
Di negeri ini, bencana alam banjir masih menjadi momok menakutkan bagi kota-kota
besar yang buruk drainasenya, seperti ibukota Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta. 6)
Ancaman bencana alam kekeringan. Selain bencana banjir, negeri ini pun ternyata
memiliki kerentanan serupa akibat perubahan musim yang ekstrim, yaitu kekeringan.
Kondisi bencana alam yang berupa berkuranganya persediaan air bersih sampai di
bawah normal yang bersifat sementara, baik di atmosfer maupun di permukaan tanah.
Penyebabnya biasanya adalah karena lenyapnya curah hujan pada periode yang lama
yang disebabkan oleh interaksi atmosfer dan laut serta akibat ketidakteraturan suhu
permukaan laut seperti yang disebabkan oleh fenomena El Nino. 7) Ancaman bencana
alam kebakaran hutan dan lahan. Masih serupa dengan penyebab fenomena
kekeringan, curah hujan yang minim di musim panas pun akan membawa ancaman
baru kebakaran hutan dan lahan. Biasanya memang kebakaran hutan ataupun lahan
disebabkan oleh tingkah laku manusia yang sengaja membakar hutan untuk membuka
4
lahan. Kebakaran hutan dan lahan ini akan membawa dampak buruk bagi kualitas
udara di suatu wilayah. Contoh nyatanya adalah ketika kebakaran hutan bertubi-tubi
melanda wilayah Pekanbaru, Riau, bahkan asap kebakaran hutannya sampai
merambah hingga ke negeri seberang di Malaysia dan Singapura. 8) Ancaman
bencana alam erosi. Negeri ini pun tak luput dari bencana alam minor yang berwujud
erosi. Pada dasarnya erosi adalah perubahan bentuk tanah atau batuan yang dapat
disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat atau organisme hidup.
Proses erosi akan berakibat pada penipisan lapisan tanah, penurunan tingkat
kesuburan, bahkan hingga mengakibatkan bencana tanah longsor. 9) Ancaman
bencana alam gelombang ekstrim dan abrasi. Perubahan iklim global yang tak dapat
dielak membawa pengaruh juga bagi wilayah perairan laut yang membujur dari barat
hingga timur di Indonesia. Mulai dari gelombang ekstrim hingga abrasi pesisir laut
sudah jamak terjadi di wilayah perairan laut Indonesia. Gelombang laut ekstrim
biasanya ditimbulkan oleh siklon tropis. Pantai utara pulau Jawa, Sumatera, Nusa
Tenggara, Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi utara, Maluku, dan Irian Jawa
memilki potensi besar terjadinya gelombang besar dan badai di tengah laut. 10)
Ancaman bencana alam cuaca esktrim. Deretan ancama cuaca ekstrim seperti angin
puting beliung, topan, dan badai tropis juga mulai menjadi masalah pelik di Indonesia.
Perubahan iklim global yang mempengaruhi seluruh fenomena cuaca di dunia turut
membawa ancaman baru berupa angin puting beliung atau badai tropis yang umumnya
terjadi di musim pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau .
Keterlibatan TNI dalam mengatasi dampak bencana alam selama ini adalah
sebagai bentuk keterpanggilan dan kepedulian untuk ikut serta mengurangi beban
masyarakat yang sedang mengalami musibah. Karena sesuai Undang-Undang yang
berlaku, bahwa penempatan peran TNI dalam penanganan bencana alam adalah pada
posisi membantu instansi lain sesuai permintaan. Namun kenyataannya kondisi di
lapangan yang terjadi justru sebaliknya, seolah-olah aparat TNI sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab sehingga dengan keterbatasan yang ada dituntut untuk terjun
ke lapangan membantu masyarakat yang terkena bencana. Dihadapkan dengan skala
dan intensitas bencana yang cukup tinggi akhir-akhir ini, dirasakan tidak sebanding
5
dengan kesiapan dan kemampuan TNI baik dari segi organisasi, personel maupun
materiil yang dimiliki TNI saat ini.
Peranan TNI dalam penanganan bencana sangat penting, mengingat sistem organisasi
yang dimiliki TNI terstruktur dengan baik, namun masyarakat masih menilai TNI lamban
dalam bergerak. Sebenarnya yang terjadi adalah Kodim sebagai alat negara dalam
setiap melaksanakan tugasnya harus melalui prosedur yang berlaku. Hal ini tentu saja
berbeda dengan elemen masyarakat umum yang spontanitas dapat langsung turun ke
lapangan sesaat setelah bencana terjadi. TNI adalah salah satu contoh penanganan
secara formal, sedangkan Ormas, LSM, Parpol dan masyarakat umum adalah contoh
penanganan bencana secara spontan. Namun demikian, memang dirasakan masih
perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan kesiapan TNI dalam penanggulangan
bencana alam khususnya aspek organisasi, personel dan materiil sehingga semakin
mendekatkan diri dan menciptakan citra yang positif terhadap setiap masyarakat
Indonesia.
Dari data dan fakta tersebut diatas terlihat bahwa belum ada keterpaduan
tindakan dari segenap komponen bangsa dalam hal ini Pemerintah,Tentara Nasional
Indonesia,dan masyarakat luas dalam hal penanggulangan bencana alam belum ada
sinkronisasi antara Permendagri No 46/2008 dengan Perpang No 78/IX/2010 sehingga
sering terjadi miskoordinasi dilapangan antar unsur terkait mengakibatkan penanganan
pengungsi dan penyelamatan korban terlambat yang berdampak pada banyaknya
korban jiwa dan kerugian harta benda serta kerusakan infrastruktur daerah.
Kemudian satuan komando kewilayahan dalam hal ini Kodim juga harus
memaksimalkan perannya dalam hal melakukan koordinasi lintas sektoral dengan
instansi terkait agar didapat kesamaan tujuan dan tindakan dalam penanggulangan
bencana alam di daerah. Koordinasi lintas sektoral yang dilakukan meliputi hal-hal yang
berhubungan dalam kegiatan penanggulangan bencana antara lain; Pertama, Validitas
organisasi BPBD dan Satgas PRCPB daerah; Kedua, Kesiapan anggaran
penanggulangan bencana alam; Ketiga, Kesiapan sarana dan prasarana; Keempat,
kesiapan prosedur tetap penanggulangan bencana alam; Kelima, Pelaksanaan latihan
dan uji siap penanggulangan bencana alam.
Peningkatan peran satuan komando kewilayahan dalam hal ini Kodim juga harus
dioptimalkan pada manajemen bencana mulai dari tahap Pra-Bencana, Tahap Saat
Bencana (Tanggap Darurat) maupun pada tahap pasca bencana karena kenyataan
yang sering terjadi saat ini bahwa Kodim cenderung bertindak reaktif bukan
antisipatif,hampir sama dengan pemadam kebakaran apabila ada suatu kejadian
kebakaran di suatu tempat baru bergerak kesana untuk memadamkannya. Demikian
juga dengan peran Kodim dalam penanggulangan bencana harus bersifat
proaktif/antisipatif agar peristiwa bencana alam dapat diminimalisir dalam hal kerugian
personel dan materil maupun kerusakan infrastruktur.
Dari semua uraian diatas, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, Dilakukan sinkronisasi antara Permendagri No 46/2008 dan Perpang No.
78/IX/2010 agar didapatkan kejelasan tentang tugas TNI AD khususnya Kodim dalam
pengerahan Satgas PRCPB baik pada tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat,
maupun pada tahap pasca bencana; Kedua, Penanggulangan bencana alam
dimasukkan dalam program latihan satuan komando kewilayahan; Ketiga, Dandim
secara rutin mengkomunikasikan dengan pemerintah daerah tentang kesiapan sarana,
prasarana dan anggaran serta mensosialisasikan dan mempelopori kegiatan antisipatif
berupa latihan/uji siap penanggulangan bencana alam berkoordinasi dengan BPBD dan
unsur terkait lainnya.
alam di masa yang akan datang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu mohon kritikan yang sifatnya membangun dari
semua pihak demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Dandim
ALUR PIKIR
PERAN
PERAN PENANGGULAN KODIM
KODIM GAN BENCANA YANG
PROSES
SAAT INI ALAM OPTIMAL
- KEMAMPUAN KODIM
- KOORDINASI LINTAS
SEKTORAL
- MANAJEMEN
BENCANA ALAM
OPTIMALISASI PERAN KOMANDO DISTRIK MILITER
UNTUK MEMBANTU PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
Oleh :
Dandim