PENDAHULUAN
Bencana Tsunami di Aceh misalnya mengakibatkan 150 ribu orang meninggal dan
puluhan ribu lainnya hilang, cedera atau sakit. Ribuan janda dan anak yatim harus
menyelesaikan sisa masa hidupnya dengan penderitaan. Suatu desa atau kampung musnah
dengan sekejap beserta seluruh makhluk bernyawa menyisakan puing-puing berserakan.
Mungkin diperlukan puluhan atau ratusan tahun untuk memulihkan kondisi alam,
lingkungan atau tatanan sosial seperti semula. Dampak bencana juga bersifat universal
dan dapat berdampak luas. Pemanasan global misalnya telah menimbulkan berbagai
dampak terhadap pola cuaca, iklim, permuaan air laut, dan lainnya.
Indonesia juga sering ditimpa bencana baik skala kecil maupun skala besar yang
menimbulkan korban yang besar.
Berikut ini top ten bencana alam terbesar di Indonesia dengan korban meinggal di
atas 100 orang sebagai berikut.
1. Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh, Nias, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika.
Korban lebih 200.000 orang (150.000 orang di Aceh dan Nias). Ketinggian tsunami
mencapai 35 meter karena gempa tektonik 8,5 SR di Samudera Hindia
2. Gunung Tambora meletus, tahun 1815. Korban 92.000 orang.
3. Tsunami Gunung Krakatau meletus, 26 Agustus 1883. Korban 36.417 orang.
4. Gempa Tektonik 6,2 SR di Yogyakarta , 27 Mei 2006. Korban 6,234 orang
5. Gunung Kelud, meletus 19 Mei 1919. Korban 5.115 orang
6. Tsunami Ende, Flores-NTT, 12 Desember 1992. Korban 2.100 orang
7. Gempa Sumbar tanggal 30 September 2009 berkekuatan 7,6 SR mengakibatkan
korban tewas mencapai 1.115 orng.
8. Tsunami pantai selatan Jawa (Pangandaran) 17 Juli 2006. Disebabkan oleh gempa
bumi berkekuatan 6,8 SR yang berpusat di Samudera Indonesia korban 668 orang
(sekitar 260km sebelah selatan Bandung)
9. Gempa bumi 6,5 SR Sulawesi Tengah, 4 Mei 2000. Korban 386 orang
10. Tsunami Banyuwangi-Jawa Timur pada 3 Juni 1994. Korban 208 orang
(sumber:http//adamakna.blogspot/Viva New)
Oleh karena itu, selama masih hidup di muka bumi yang rawan dengan berbagai
bencana ini hendaknya manusia senantiasa waspada dan siaga menghadapi setiap
kemungkinan bencana yang bakal terjadi. Manusia harus mempersiapkan diri menghadapi
setiap kemungkinan terburuk yang datang menimpanya.
Khusus bagi bangsa Indonesia, memahami bencana ini semakin penting mengingat
kondisi alam dan geografis Indonesia yang sangat retan terhadap bencana.
Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi
silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam wilayah yang memiliki kondisi
geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana
dengan frekuensi yang cukup tinggi.
Indonesia berada diatas lempeng benua yang aktif, dijejeri dengan deretan gunung
api yang sangat aktif yang disebut ring of fire. Bangsa Indonesia hidup berdekatan dengan
berbagai sumber bencana.
Geofrafi
Geologi
Hidrometologi
Demografi
Lingkungan hidup, dan
Tata lahan
Faktor Geografis
Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar diantara
benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya rawan terhadap
bencana. Pengaruh iklim, badai tropis, dan arus laut akan berpengaruh terhadap
kerentanan bencana .
Faktor Geologi
Dari sisi geologi, Indonesia juga merupakan kawasan yang rawan terhadap
berbagai bencana. Posisi geografis Indonesia terutama aspek geologi berpengaruh besar.
Indonesia tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik, yang
masing-masing memunyai gerakan sendiri dengan arah berbeda dan saling bergeser.
Kondisi ini mengakibatkan penumpukan energi yang jika tidak bisa ditahan lahi akan
menimbulkan gempa.
Faktor Hidrometeorologi
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dialiri oleh sungai-sungai yang besar dan
berlairan deras. Curah hujan di Indonesia sebagi suatu kawasasan tropis juga tergolong
tinggi, khususnya dimusim penghujan. Kondisi ini menimbulkan kerawanan untuk
menimbulkan bahaya banjir, tanah longsor, atau galodo.
Faktor Demografi
Dari sudut pandang demografi, Indonesia dengan jumlah pendduduk sangat besar
230 juta jiwa sangant rawan terhadap dampak suatu bencana.
Penduduk Indonesia juga bervariasi mulai dari wilayah padat seperti pulau Jawa
sampai ke area yang jarang seperti Papua dan pulau-pulau terpencil lainnya. Kepadatan
penduduk, di satu sisi mengakibatkan potensi kerawanan terhadap bencana sangat tinggi.
Peristiwa tsunami di Aceh melanda kota Banda Aceh yang relatif padat penduduknya
mengakibatkan korban menjadi lebih besar dan skala kerusakan menjadi lebih parah.
Faktor demografi juga berpengaruh terhadap aspek lingkungan hidup. Tidak dapat
disangkal, sejak dasa warsa terakhir terjadi degradasi lingkungan hidup diberbagai tempat
di Indonesia. Hutan mengalami kerusakan , daerah aliran sungai mengalami kerusakan
ekologi shingga banjir terjadi setiap musim hujan.
Kasus tanah longsor, banjir, kebakaran hutan terjadi sepanjang tahun dan
menimbulkan bencana sosial dan lingkungan yang lias. Kerusakan hutan di Indonesia juga
tergolong tinggi. Menurut data Dpeartemen Kehutanan, kerusakan hutan di Indonesia
tahun 2008 mencapai rat-rata 1,08 juta ha per tahun.
Gambar 1.2: Peta Kepadatan Penduduk Indonesia tingkat Provinsi
Bencana alam antara lain berupa gempa bumi, letusan gunung api, angin topan,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran, hutan/lahan karena faktor alam, hanya penyakit
tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/ benda-benda
angkasa.
Bencana sosial terjadi karena rusak dan kurang harmonisnya hubungan sosial antar
anggota masyarakat yang disebabkan berbagai faktor baik sosial, budaya, suku, atau
ketimpangan sosial.
Dari kejadian-kejadian bencana alam dan non alam, Indonesia merupakan kawasan
rawan bencana. Namun demikian kepedualian dan kesadaran mengenai bencana ini masih
sangat rendah di akalngan masyarakat luas. Masyarakat Indonesia khusunya yang masih
tradisional menganggap bencana sebagai takdir dari Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu tidak heran jika masyarakat masih sering menyikapi dengan
pendekatan kultural dan budaya. Lihatlah kepercayaan tentang penguasa gunung api atau
lautan luas yang dikembangkan dengan berbagai macam ritual dan sesajen. Liatlah riual
yang sering dilakukan masyarakat seperti selamtan, tolak bala atau bentuk lainnya yang
intinya adalah mohon keselamatan dari segala macam bencana.
Padahal dalam berbagai kitab suci, misalnya dalam Al-Quran surat 42:30
menyebutkan “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah karena perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahan)”.
Bencana tidak terjadi begitu saja, namun ada faktor kesalahan dan kelalaian
manusia dalam mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana yang dapat menimpanya.
Masyarakat yang tinggal di pingir sungai yang setiap tahun di landa banjir. Masyarakat
yang tinggal di lereng gunung curam, juga menghadapi risiko kemungkinan terjadinya
tanah longsor.
Semua bencana tersebut, baik yang bersumber dari kekuatan alam maupun akibat
perbuatan manusia harus dan dapat dihadapi dengan bijak dan dengan penuh rasa tanggung
jawab terhadap kelangsungan kehidupan di atas bumi ini.
Menyadari kondisi Indonesia yang rawan bencana dan berdasarkan kasus bencana
yang pernah terjadi sebelumnya, Pemerintah Indonesia pada tanggal 26 April 2006
mengerluarkan Undang-undang No.24 tentang Penanggulangan Bencana yang menjadi
dasar hukum kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia.
Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola bencana dengan baik.
Salah satu faktor adalah karena bencana belum pasti terjadinya dan tidak diketahui kapan
akan terjadi. Sebagai akibatnya, manusia sering kurang peduli, dan tidak melakukan
langkah pengamanan dan pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.
Kemanusiaan
Aspek manajemen bencana memiliki dimensi kemanusiaan yang tinggi.
Korban bencana khususnya bencana alam akan mengalami penderitaan baik fisik,
moral maupun materi sehingga memerlukan dukungan tangan dari pihak lainnya
agar bisa bangkit kembali.
Keadilan
Tanpa keterlibatan dan peran serta, program manajemen bencana tidak akan
berjhasil dengan baik.
Jenis Bencana
BENCANA alam terjadi hampir sepanjang tahun diberbagai belahan dunia, termasuk di
Indonesia. Jenis bencana alam sangat banyak beberapa diantaranya sebagai berikut.
a. Gempa
Gempa merupakan kejadian alam yang paling sering dan banyak
menimbulkan korban. Menurut kejadiannya, gempa merupakan gejala alam,
berupa sentakan alamiah yang terjadi di bumi, yang sumbernya didalam bumi dan
merambat ke permukaan.
Terdapat dua jenis gempa bumi menurut kejadiannya yaitu gempa tektonik
dan vulkanik.
Gempa tektonik, adalah gempa yang berkaitan dengan pembentukan
patahan (fault), sebagai akibat langsung dari tumbukan antar lempeng pembentuk
kulit bumi. Pada umunya gempa ini memiliki kekuatan lebih dari 5 skala Richter.
Patahan-patahan besar juga merupakan penyebab gempa yang dasyat. Misalnya
patahan Semangko yag membujur sepanjang pulau Sumatera.
Gempa vulkanik, yaitu gempa yang berkaitan dengan aktivitas gunung api.
Pada umunya gempa ini berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.
Terban terjadi akibat longsoran yang menimbulkan efek gempa dan
biasanya merupakan gempa kecil. Kekuatan gempa mungkin relatif kecil sehingga
kurang begitu dirasakan dan terdeteksi oleh seismograf.
b. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang (tsu = pelabuhan, nami = gelombang)
yang dapat diartikan sebagai gelombang pasang. Umumnya, tsunami menerjang
pantai landai. Tsunami diperkirakan terjadi karena adanya perpindahan badan iar
yang disebabkan perubahan muka laut secara vertikal dengan tiba-tiba yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Antara lain karena gempa bumi yang berpusat
dibawah laut, letusan gunung api bawah laut, longsor bawah laut. Gelombang
tsunami dapat merambat ke segala arah. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat
merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Ketika mendekati pantai,
kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun
ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman
gelombang tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai.
c. Letusan gunung api
Indonesia adalah daerah bergunung api sehingga bencana letusan gunung
api sering terjadi antara lain Gunung Krakatau, Gunung Merapi, Gunung
Galunggung, Gunung Semeru dan lainnya. Gunung api tersebar hampir tersebar
diwilayah Indonesia yang disebabkan posisi Indonesia yang berada dalam jalur
“ring of fire”
Letusan terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong
keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magam adalah cairan pijar yang terdapat
didalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih
dari 1.0000C. cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lavq. Suhu lava
yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.2000C. letusan gunung api yang membawa
batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan
lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Bahaya letusan gunung api dibagi menjadi dua bagian berdasarkan waktu
kejadiannya, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder yang meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Awan panas, merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan
(segala ukuran) terdorong ke bawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan
adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi bagaikan gunung awan yang
menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara 300-7000C, kecepatan
lumpurnyapun sangat tinggi, >70 km/jam (tergantung kemiringan lereng).
2. Lontaran Material (pijar), terjadi ketika letusan (magmatik) berlangsung.
Jauh lontarannya sangat tergantung dari besarnya energi letusan yang bisa
mancapai ratusan meter. Selain suhunya yang sangat tinggi (>2000C), ukuran
materialnya juga besar dengan diameter >10 cm sehingga mampu membakar
sekaligus melukai, bahkan mematikan makhluk hidup.
3. Hujan abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung.
Material yang berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin
dan jatuh sebagai hujan abu. Arah jatuhnya tergantung arah kecepatan angin.
Karena ukurannya yang halus, material ini sangat berbahaya bagi manusia dan
makhluk hidup baik flora maupun fauna karena mengandung unsur-unsur
kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap
bahan-bahan logam.
4. Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan
kental dan bersuhu tinggi, antara 700-12000C). Karena berbentuk cair, lava
umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya.
Bila lava sudah dingin, wujudnya berubah menjadi batu (bantuan beku) dan
daerah yang dilaluinya akan menjadi ladang batu.
5. Gas racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas
ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat
di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S,
HCl, SO2, dan CO. Yang kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2.
Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah
Gunung Api Tangkuban Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan
Gunung Api Papandaya.
6. Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan
terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong
air laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar
volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat.
Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883.
(sumber:www.bnpb.go.id)
d. Banjir
Meningkatnya banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia,
khususnya Pulau Jawa, sering dikaitkan dengan pembabatan hutan di kawasan hulu
dari sistem daerah aliran sungai (DAS). Banjir, merupakan bencana alam yang
paling dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan besar curah hujan.
Disebabkan karena pembabatan hutan yang tidak terkendali, sistem pengaturan atau
tata air yang buruk, perubahan fungsi hutan menjadi ladang dan pemukiman.
Kegiatan penebangan hutan dan pemadatan tanah mengakibatkan air hujan
sulit terserap ke tanah. Sebagaian besar menjadi air permukaan disertai lumpur.
Ditambah lagi kondisi sungai yang sudah mengalami erosi, dangkal dan menyempit,
bantaran sungai yang penuh dengan penghuni, serta peyumbatan air.
Banjir umumnya terjadi didataran rendah dibagian hilir daerah aliran sungai.
Umumnya berupa delta maupun alluvial. Secara geologis, berupa lembahatau
bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas rendah.
Daerah daratan rendah dan rata tersebut umumnya menjadi tujuan utama pusat
pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti pesisir utama
pulau Jawa seperti daerah aliran Bengawan Solo, dataran Sungai Citarum, dan
Sungai Brantas. Di pulau Sumatera potensi banjir banyak terjadi di daerah sebelah
timur seperti Sumatera Utara, Riau, dan Jambi.
e. Longsor
Longsor merupakan gejala alam untuk mencapai kondisi kestabilan kawasan.
Seperti halnya banjir, sebenernya gerakan tanah merupakan bencana alam yang
dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besar curah hujan.
2.3. Bencana Buatan Manusia (Man Made Disaster)
BENCANA buatan manusia (man made disaster) atau sering juga disebut bencana non
alam yaitu bencana yang diakibatkan atau terjadi karena campur tangan manusia. Campur
tangan ini dapat berupa langsung atau tidak langsung. Buatan manusia langsung misalnya
bencana akibat kegagalan teknologi di suatu pabrik industri. Bencana tidak langsung
misalnya pembabatan hutan yang mengakibatkan timbulnya bahaya banjir.
Berbagai bentuk bencana yang terkait dengan kegiatan manusia antara lain:
a. Bencana Industri
Adalah bencana yang berkaitan dengan aktivitas industri dalam proses operasinya.
Kegiatan industri mengandung berbagai bahaya yang berpotensi menimbulkan
bencana khususnya industri berisiko tinggi.
Bencana yang dapat terjadi akibat kegiatan industri antara lain:
Kebakaran dan peledakan
Bocoran bahan berbahaya dan beracun
Pencemaran lingkungan
Kegagalan konstruksi
Beberapa diantara bencana industri yang terjadi diberbagai bagian dunia antara
lain:
Bhopal, India
Peristiwa ini terjadi di kota kecil Bhopal India pada tanggal 1984. Sebuah
pabrik kimia milik Union Carbide yang menghasilkan Methyl Isocianate
sebagai bahan pestisida. Pabrik mengalami kebocoran karena kesalahan dalam
operasi.
Sebagai akibatnya gas beracun menyebar keluar pabrik mengakibatkan
lebih 2500 orang meninggal dunia, ribuan hewan dan tanaman mati. Peristiwa
ini juga meninggalkan ribuan korban cacad seumur hidup dan kerusakan
ekologi yang sangat besar.
Bencana Chernobyl, Rusia
Chernobyl adalah sebuah kota tak berpenghuni di Ukrina Utara, tepatnya di
Oblast Kiev dekat dengan perbatasan Belarusia. Pada tanggal 26 April 1986
pukul 01:23 terjadi ledakan pada Reaktor Unit 4 pembangkitan Listrik tenaga
Nuklir (PLTN) Chernobyl, Rusia. Yang termasuk bencana terhebat dalam
sejarah pembangkit listrik tenaga nuklir.
Bencana diakibatkan sebaran bahan radioaktif menyusul ledakan dan
kebakaran yang mengandung zat radio aktif dengan konsentrasi empat ratus
kali lebih besar dibanding bahan yang disebarkan akibat bom atom di
Hiroshima.
Pasadena Explosion
Salah satu bencana terburuk dalam industry petrokimia terjadi di Pasadena
Texas 23 Oktober 1989 di sebuah pabrik Kimia milik Philips 66 yang
menghasilkan high-density polythylene (HDPE), bahan pembuat botol dan
kemasan plastik.
Pabrik dengan pekerja sekitar 905 orang dan kontraktor sekitar 600 orang
tiba-tiba meledak dahsyat yang menghasilkan getaran setara dengan gempa
berkekuatan 3,5 SR. Ledakan ini megakibatkan korban 23 orang tewas dan
lebih 300 orang cedera. Bencana disebabkan ileh bocoran gas yang mudah
menyala ketika sedang melakukan pekerjaan pemeliharaan di salah satu unit
reaktor pabrik.
Diperkirakan lebih dari 50.000 kg bahan mudah meledak keluar ke udara
membentuk awan yang kemudian terkena sumber panas dan meledak
menghancurkan area sekitarnya.
Mexico Disaster
Peristiwa ini merupakan man made disaster yang sangat dasyat yang
mengakibatkan lebih 67 orang tewas, bangunan hancur, dan ribuan korban
cedera.
Kecelakaan ini bermula dari instalasi penimbunan dan pengisian LPG di
kota Mexico. Peristiwa di awali oleh seorang operator yang sedang melakukan
pekerjaan membuang cairan air (drain) dari bagian bawah tangki.
Diduga yang bersangkutan melakukan kesalahan prosedur operasi yang
mengakibatkan gas LPG menyebar keluar dan akhirnya disambar api sehingga
terjadi kebakaran yang disusul dengan ledakan beruntun yang mengakibatkan
kehencuran area lebih 1 kilometer sekitarnya.
Bencana Minamata
Bencana Minamata terjadi di teluk Minamata Jepang tahun 1956. Bencana
terjadi karena adanya buangan limbah Merkuri (methyl mercury) dari pabrik
yang berlokasi di sekitar teluk. Merkuri masuk ke dalam perairan diserap oleh
ganggang dan organik halus dimakan ikan dan kemudian dikonsumsi oleh
manusia Merkuri mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf mengakibatkan
ratusan bayi lahir cacad dan kemudian menimbulkan berbagai penyakit
lainnya.
Bencana Lapindo Brantas
Bencana ini terjadi di daerah Porong, Sidoarjo. Terjadi semburan lumpur
panas dari rekahan tanah di sekitar area pengeboran minyak yang dilakukan
oleh P.T. Lapindo Brantas. Luapan lumpur yang tidak terkendali ini telah
menenggelamkan kawasan seluas sekitar 900 hektar mengakibatkan ribuan
penduduk kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha yang terpaksa berhenti
beroperasi.
b. Bencana non Industri
Bencana non industri juga banyak terjadi di berbagai negara dan kawasan di
dunia, mulai dari bencana transportasi, publik, pemukiman, dan lainnya.
Salah satu bencana transportasi yang menjadi sejarah manusia adalah
tenggelamnya kapal Titanic tanggal 14 April 1912 yang mengakibatkan sekitar 1.500
orang meninggal dunia.
c. Bencana sosial
Bencana sosial sudah menjadi fenomena di berbagai kawasan dan terjadi
hampir sepanjang peradaban manusia, misalnya peperangan, dan konflik sosial.
Indonesia sejak jaman silam sampai masa sekarang sarat dengan berbagai
kasus konflik sosial seperti perang antar suku, agama dan separatis, perebutan
kekuasaan, dan penjajahan.
BAB
3.1 Pendahuluan
Mengelola bencana tidak bisa dilakukan hanya dengan cara dadakan atau
insidentil, tetapi harus dilakukan secara terencana dengan manajemen yang baik,
jauh sebelum suatu bencana terjadi melalui suatu proses yang disebut manajemen
bencana.
Penyelenggara penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Manajemen bencana pada dasarnya dapat dibagi atas tiga tingkatan yaitu pada tingkat
lokasi, tingkat lokasi. Tingkat unit atau daerah dan tingkat nasional atau korporat. Untuk
tingkat lokasi disebut manajemen insiden (incident management), pada tingkat daerah atau
unit disebut manajemen darurat (emergency mangement) dan pada tingkat yang lebih
tinggi disebut manajemen krisis (crisis management).
Lokasi
Insiden
Manajemen
Insiden
Wilayah/Unit
Manajemen Darurat
Nasional/Korpirat
Manajemen Krisis
Strategis Taktis
Peran antara ketiga angkatan ini sangat berbeda. Tim taktis berperan langsung
di lapangan, misalnya tim SAR, tim Medis , tim Peadam Kebakaran, tim Penyelamat,
tim Perbaikan.
Pada tingkat kedua yang bersifat setengah taktis dan strategis, berperan untuk
mendukung pelaksanaan tugas tim di lapangan, memberikan arahan dan sekaligus juga
memantau pelaksanaan manajemen bencana di lapangan. Tim ini juga bertugas
melakukan monitoring langsung mengenai upaya penaggulangan sekaligus
mengevaluasi permasalahan yang dihadapi tim penanggulangan dan bagaimana
megatasinya.
Pada tingkat nasional atau korporat yang lebih bersifat strategis, tugasnya
adalah menentukan kebijakan, misalnya menetapkan kondisi darurat nasioanl atau
menetapkan anggaran yang diperlukan, mengadakan koordinasi dengan tim eksternal
lainnya. Dalam kondisi normal, organisasi tingkat korporat juga bertugas dan
berperan menetapkan dan mengembangan pedoman atau prosedur operasional yang
diperlukan dalam menghadapi suatu bencana.
TAHAPAN manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi.
3.2.1. Kesiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna.
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan
karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat.
Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan katahanan
anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
3.2.2. Peringatan Dini
Langkah lainnya yang perlu dipersiapkan sebelum bencana terjadi adalah
peringatan dini. Langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan terjadi sebelum kejadian seperti banjir, gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, atau badai.
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya
mereka yang potensi tekena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana
didaerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan
ilmiah yang dimilki, diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai
kemungkinan akan datangnya suatu bencana. Sebagai contoh, jauh sebelum badai
Katrina tiba, badan yang berwenang sudah dapat melakukan ramalan dan
memperkirakan kapan terjadinya badai, lokasi serta kekuatannya. Dengan demikian
anggota masyarakat dapat diberi informasi sehingga mereka dapat mempersiapkan
dirinya dengan baik.
Dewasa ini sistem peringatan dini sudah berkembang pesat didukung oleh
berbagai temuan teknologi. Di Indonesia, berbagai ramalan atau perkiraan akan
datangnya bencana sudah banyak dilakukan seperti cuaca, gempa, tsunami, dan banjir.
Pemerintah telah memasang berbagai peralatan peringatan dini di berbagai kawasan di
Indonesia.
3.2.3. Mitigasi Bencana
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.21 tahun 2008, mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan mengahdapi
ancaman bencana.
Mtigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat suatu bencana. Dari batasan ini sangat jelas bahwa mitigasi
bersifat pencegahan sebelum kejadian.
Mitigasi bencana harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui
berbagai upaya dan pendekatan antara lain:
a. Pendekatan Teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu
bencana misalnya:
Membuat rancangan atau desain yang kokoh dari bangunan sehingga tahan
terhadap gempa
Membuat material yang tahan terhadap bencana, misalnya material tahan api
Membuat rancangan teknis pengaman, misalnya tanggul banjir, tanggul
lumpur, tanggul tangki untuk mengendalikan tumpahan bahan berbahaya.
b. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham
dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia
harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi
bencana yang dihadapinya.
c. Pendekatan Administratif
Pemerintah atau pimpinan organisai dapat melakukan pendekatan administratif
dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi sebagai contoh:
Penyusunan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek risiko
bencana.
Sistem perijinan dengan memasukkan aspek analisa risiko bencana.
Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan industri
berisiko tinggi.
Mengembangkan program pembinaan dan pelatihan bencana diseluruh tingkat
masyarakat dan lembaga pendidikan
Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisai tanggap darurat di setiap
organisai baik pemerintahan maupun industri berisiko tinggi.
d. Pendekatan kultural
Masih ada anggapan dikalangan masyarakat bahwa bencana itu adalah takdir
sehingga harus diterima apa adanya. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena
dengan kemampuan berpikir dan berbuat, manusia dapat berupaya menjauhkan diri
dari bencana dan sekaligus mengurangi keparahannya.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan kultural untuk meningkatkan kesadran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan
dengan kearifan masyarakat lokal yang telah membudaya sejak lama.
Upaya pengendalian dan pencegahan bencana disesuaikan dengan budaya
lokal dan tradisi yang berkembangdi tengah masyarakat. Sebagai contoh,
bagaimana keberhasilan Wali Songo mengembangkan agama Islam melalui
pendekatan budaya melalui wayang atau tradisi lainnya. Sebaiknya pemerintah
daerah setempat mengembangkan budaya dan tradisi lokal tersebut untuk
membangun kesadaran akan bencana di tengah masyarakat.
TAHAPAN paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa
peringatan atau terjadi secara tiba-tiba. Bencana banjir, mungkin dapat diperkirakan
sebelumnya berdasarkan angka curah hujan yang terjadi. Bencana angin topan juga dapat
diprediksi sebelumnya sehingga saat kejadian masyarakat sudah mempersiapkan dirinya
masing-masing. Namun banyak bencana, khususnya gempa bumi yang masih sulit
diperkirakan terjadinya.
Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat
mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat
minimalkan.
3.3.1. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana (response) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
Tanggap darurat adalah tindakan segera yang dilakukan untuk mengatasi kejadian
bencana misalnya dalam suatu proses kebakaran atau peledakan di lingkungan industri:
Memadamkan kebakaran atau ledakan
Menyelamatkan manusia dan korban (resque)
Menyelamatkan harta benda dan dokumen penting (salvage)
Perlindungan masyarakat umum
Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-
masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No.11, langkah-langkah yang dilakukan dalam kondisi tanggap darurat
antara lain:
Pengkajian secara tepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya,
sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude bencana, luas area yang
terkena dan perkiraan tingkat kerusakan.
Penentuan status keadaan darurat bencana
Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencan sehingga dapat pula
ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana tersebut dapat digolongkan
sebagai bencana nasional.
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
Langkah berikutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban bencana.
Kemungkinan besar bencana tersebut menimbulkan korban yang dapat segera ditemukan,
namun tidak jarang pula korban terjebak atau tertimbun reruntuhan sehingga diperlukan
upaya keras untuk dapat menyelamatkan.
Pemenuhan kebutuhan dasar;
Dalam kondisi bencana, kemungkinan besar semua sarana umum, sanitasi
dan logistik mengalami kehancuran atau sekurangnya terputus. Untuk itu, salah
satu langkah yang harus dilakukan adalah memberikan layanan kebutuhan dasar
seperti pangan dan papan.
Perlindungan terhadap kelompok rentan
Salah satu prioritas dalam menyelamatkan korban bencana adalah
kelompok yang dikategorikan rentan, misalnya anak-anak, orang tua, cacad, pasien
dirumah sakit, dan kaum lemah lainnya. Mereka perlu dibantu terlebih dahulu dan
dievakuasi ke tempat yang lebih aman sehingga tidak menambah jumlah korban
bencana.
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tim tanggap darurat juga bertugas untuk segera memulihkan kondisi
prasarana yang mengalami kerusaksan akibat bencana seperti saluran air minum,
listrik, dan telepon.
Sarana vital ini sangat menentukan dalam mendukung upaya pemulihan dan
penyelamaan korban bencana.
3.3.2. Penaggulangan Bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi
bencan yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana
memerlukan keahlihan dan pendekatan khusu menurut kondisi dan skala kejadian.
Sebagai contoh, kasus lumpur Lapindo memerlukan upaya penanggulangan yang
tidak mudah untuk dapat menghentikan semburan lumpur. Kebakaran atau tumpahan
minyak dalam jumlah besar di laut lepas juga memerlukan upaya penanggulangan yang
sangat berat dengan mengerahkan seluruh tim tanggap darurat, bahkan mungkin
memerlukan sumberdaya tambahan.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh
karena itu tim tanggap darurat harus diorganisir dan dirancang untuk dapat menangani
berbagai jenis bencana.
SETELAH bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekontruksi.
3.4.1 Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yan memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Di tingkat industri atau perusahaan, fase rehabilitasi dilakukan untuk
mengembalikan jalannya operasi perusahaan seperti sebelum bencana terjadi. Upaya
rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan memulihkan jalannya
perusahaan seperti semula.
3.4.2 Rekontruksi
Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana.
Kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perkeonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Proses rekontruksi tidak mudah dan memerlukan upaya keras dan terencana dan
peran serta semua anggota masyarakat. Sebagai contoh, rekontruksi Aceh pasca tsunami
memerlukan waktu tidak kurang dari 5 tahun agar kondisi fisik dan mental, lingkungan
dan teknis, serta prasarana ekonomi dibangun kembali dan diharapkan akan lebih baik
dibanding kondisi sebelum bencana.
Bab
4
Manajemen tanggap darurat harus menjadi kebutuhan dan dituangkan dalam kebijakan
manajemen. Tanpa dukungan dan keinginan dari manajemen, maka program pengelolaan
tanggap darurat tidak akan berhasil.
Untuk tingkat nasional, kebijakan tentunya ditetapkan oleh Presiden dan untuk
daerah adalah Kepala Darurat setempat. Untuk tingkat perusahaan kebijakan keadaan
darurat harus ditetapkan oleh pimpinannya setempat.
Kebijakan ini menjadi landasan penerapan manajemen bencana di masing-masing
daerah atau perusahaan/organisasi. Berdasarkan kebijakan ini, dapat dikembangkan dan
ditetapkan strategi pengendalian bencana, penyediaan sumberdaya yang diperlukan serta
organisasi pelaksanaannya.
Kebijakan ini juga sangat penting karena sekaligus menjadi bukti komitmen
pimpinan setempat terhadap penerapan manajemen bencana di lingkungannya masing-
masing. Dengan demikian, semua pihak terkait, bawahan dan anggota tim pengendalian
bencana akan memperoleh dukungan nyata dari pimpinan setempat.
Unsur berikutnya dalam sistem maanjemen bencana adalah identifikasi dan penilaian
risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak diperlukan sebelum mengembangkan sistem
manajemen bencana. Tanpa mengetahui apa jenis dan skala bencana yang akan dihadapi,
maka upaya penanggulangan bencana akan sulit dilakukan dengan baik dan efektif.
Menurut PP No.21 tahun 2008, risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertntu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Persyaratan analisis risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Tuuan Identifikasi Bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko
dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.
b. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh Kepala BNPB
dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
c. Persyaratan analisis risiko bencana digunakan sebagai dasar dalam penyusunan
analisis mengenai dampak lingkungan, penataan ruang serta pengambilan tindakan
pencegahan dan mitigasi bencana.
d. Pasal 12: setiap kegiatan pembanguna yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana.
e. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan persyaratan
analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian terhadap suatu kondisi
atau kegiatana yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana.
f. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan oleh
pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. BNPB atau BPBD sesuai dengan kewengangannya melakukan pemantuan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan analisis risiko bencana.
Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau kegiatan
yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisa Risiko Bencana
(ARISCANA). Hal serupa dengan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan) yang diberlakukan mengenai aspek lingkungan.
ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan data
mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing
serta potensi atau tingkat risiko atau keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat keparahan
bencana yang mungkin terjadi.
Menurut pedoman Kepala BNPB No.4 tahun 2008 mengenai Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan bencana suatu risiko adalah fungsi dari bahaya dan
kerentanan dibagi dengan kemampuan untuk mengendalikannya. Dengan demikian,
semakin tinggi ancaman bahaya, maka semakin tinggi risiko bencana.
Nilai Kemungkinan
1 Sangat jarang terjadi
2 Pernah terjadi misalnya sepuluh tahun yang lalu
3 Sering terjadi lebih dari 1 kali dalam setahun
4 Sering artinya dapat terjadi setiap saat atau lebih 1 kali dalam setahun
Nilai Keparahan
1 Tidak memiliki dampak signifikann baik terhadap manusia maupun
terhadap aset atau bisnis perusahaan atau kerugian di bawah Rp 1 juta
2 Menimbulkan kerugian ringan, cedera ringan dan dampak tidak besar
terhadap organisasi, misalnya kerugian tidak lebih dari Rp 1 juta
3 Dampak signifikan, menimbulkan cedera serius atau kerugian besar
bagi organisasi, misalnya kerugian materi lebih dari Rp 10juta sampai
100 juta
4 Dampak sangat serius, jika kejadian dapat menimbulkan korban jiwa
atau kerusakan parah yang dapat mengganggu jalannya bisnis dengan
nilai kerugian lebh Rp 1 milyar
Menurut pedoman BNPB, keparahan bencana diberi bobot sebagai berikut:
Disamping cara di atas masih banyak metode lain yang dapat digunakan misalnya
dengan metoda vulnerability analysis, quantitative risk assessment (QRA) dan lainnya.
Dari hasil analisa diatas, dapat dibuat matrik risiko (risk matrix) sebagai kombinasi
antara kemungkinan dan keparahan yang menggambarkan tingkat atau peringkat suatu
risiko bencana, misalnya risiko paling tinggi bernilai 4 x 4 atau sama dengan 16.
Selanjutnya dari peringkat ini, dapat ditetapkan kriteria risiko bencana bagi organisasi
misalnya:
Menurut Standar Australia AS/NZS 4360 tentang Manajemen Risiko, matrik risiko
dapat disusun dengan menggabungkan antara kemungkinan terjadinya bencana
(probabilitas) dengan keparahan jika terjadi (vulnerablity). Pedoman penentuan risiko
yang digunakan dalam standar tersebut dapat diaplikasikan dalam manajemen bencana.
Keparahan
Kemungkinan
1 2 3 4
1 1 2 3 4
2 2 4 6 8
3 3 6 9 12
4 4 8 12 16
Dampak
Probabilitas
1 2 3 4 5
5
4
3
2
1
Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana melalui tiga langkah
sebagai berikut:
a. Identifikasi bencana
b. Penilaian dan evaluasi risiko bencana
c. Menentukan pengendalian bencana
Untuk suatu wilayah atau daerah dimana terdapat kota yang padat, pusat industri, dan
pelabuhan laut, kemungkinan bencana dapat diidentifikasi misalnya:
Tingkat risiko untuk setiap perusahaan atau kawasan tentu tidak sama. Berdasarkan
hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian kemungkinan dan keparahan atau skala
dampak yang mungkin ditimbulkan oleh bencana tersebut. Dengan demikian dapat
diketauhi. Apakah potensi suatu bencana di suatu perusahaan atau wilayah tergolong tinggi
atau rendah. Sebagai contoh, setiap wilayah mungkin mempunyai risiko gempa yang
sama. Namun dampak bencana gempa dengan kekuatan yang sama disuatu wilayah
dengan wilayah lainnya pasti akan berbeda.
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan melalui penilaian
risiko bencana. Benyak metoda yang dapat dilakukan untuk menilai tingkat risiko
bencana. Misalnya dengan menggunakan sistem matriks seperti diuraikan diatas atau
dengan menggunakan tehnik yang lebih kuantitatif misalnya dengan permodelan risiko.
b. Evaluasi Risiko
Risiko tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan, misalnya oleh
pemerintahan atau berdasarkan referensi yang ada.
Berdasarkan hasil identifikasi dan anlisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Kecuali bencana alam, semua bencana pada dasarnya dapat dicegah. Bencana industri
misalnya, terjadi karena kesalahan manusia atau kegagalan teknologi. Hal ini dapat
dicegah atau dikurangi kemungkinan terjadinya dengan menerapkan cara kerja yang
aman, prosedur operasi yang baik serta perencanaan teknis yang sesuai dengan norma-
norma teknis yang berlaku. Bencana alam pun, seperti fenomena pemanasan global,
sebenarnya dapat dicegah karena manusia sudah tahu apa penyebabnya yaitu aktivitas
manusia dimuka bumi yang berlebihan.
Jika kemungkinan bencana tidak bisa dikurangi atau dihilangkan, maka langkah yang
harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkannya.
Bencana gempa misalnya, tentu tidak dapat dicegah. Namun dapat dikurangi
dampaknya dengan melakukan upaya mitigasi sebagai contoh:
Membangun rumah atau bangunan tahan gempa sehingga tingkat kerusakan akibat
bencana dapat dikurangi
Membuat jalur penyelamat
Sistem peringatan dini untuk bencana alam
Pembatasan penggunaan lahan didaerah kategori rawan gempa seperti di lereng yang
curam, di pinggir sungai yang berpotensi banjir, di areal jalur lahar.
Mempersiapkan sarana medis dan reque yang lengkap sehingga korban dapat segera
ditolong yang berarti angka keparahan dapat ditekan.
Demikian pula dengan bencana industri, misalnya peledakan dan kebakaran dalam
industri kimia dapat dikurangi dampaknya misalnya:
o Membuat sistem proteksi kebakaran yang baik, tata letak bangunan, pembatasan
jumlah timbunan bahan berbahay atau dengan melakukan sistem tanggap darurat.
o Membangun sistem pengamanan dalam proses atau unit industri berisiko tinggi
sehingga dampak bencana dapat ditekan
o Mengembangkan sistem tanggap darurat untuk area industri
o Membangun sistem peringatan dini untuk bahaya gas beracun atau mudah meledak
o Mengurangi volume penimbunan bahan berbahaya yang mudah terbakar dan meledak
o Menetapkan zone aman untuk daerah di sekitar industri berbahaya, sehingga dampak
kerugian dan fataliti terhadap masyarakat berdekatan dengan industri dapat dikurangi.
o Rancang bangun industri yang aman sehingga potensi dampak atau akibat bencana
dapat ditekan.
Hasil tersebut dituangkan dapat bentuk daftar risiko bencana (disaster risk register)
yang terdokumentasi dan disimpan dengan baikdi setiap organisai atau pemerintah daerah.
Hasil daftar risiko bencana ini dikomunikasikan kepada semua pihak khususnya
masyarakat yang terkena risiko.
Dengan demikian, setiap elemen dalam msyarakat dapat mengetahui apa saja risiko
bencana yang ada dilingkungannya masing-masing dan apa langkah pengendalian yang
ditetapkan.
Hasil identifikasi ini juga dapat digunakan sebagai dasar dalam mengatur tata ruang,
ijin bangunan dan ijin industri. Misalnya industri atau bangunan umum yang dibangun di
daerah dengan tingkat risiko bencana tinggi harus dilengkapi dengan sistem pengaman
dan dirancang sesuai dengan risikonya.
4.3. Perencanaan Awal
Atas dasar berbagai potensi bencana disusun suatu skenario awal bencana yang dapat
terjadi bagi setiap jenis bencana, misalnya bencana gempa, banjir atau ledakan.
Dari perencanaan awal dapat diketahui atau disusun rencana strategi penanganan
bencana, sumberdaya yang tersedia dan yang diperlukan untuk menangani bencana serta
organisai yang diperlukan.
DARI hasil perencanaan awal, selanjutnya dikembangkan prosedur penanganan, tugas dan
tanggung jawab, sistem komunikasi, sumber daya yang diperlukan, prosedur pelaporan,
dan lainnya.
Prosedur manajemen bencana ini harus disiapkan dan ditetapkan untuk setiap tingkat
organisasi baik di tingkat insiden, darurat maupun level korporat, yang mencakup aspek
taktis dan aspek strategis.
ELEMEN berikutnya dalam sistem manajemen bencana ini adalah organisasi dan
tanggung jawab. Penanganan bencana tidak akan berhasil baik jika tidak didukung oleh
pengorganisasian baik pada level taktis maupun level strategis. Untuk itu perlu dibangun
atau ditetapkan organisasi manajemen bencana yang menjadi landasan penanganan encana
di lingkungan masing-masing.
Disetiap level organisasi, harus dibentuk organisasi tanggap darurat yang bentuk,
struktur dan tanggung jawabnya disesuaikan dengan kebutuhan atau potensi risiko bencana
yang dihadapi.
Peran organisai bencana sebagaimana diuraikan diatas harus disesuaikan dengan lingkup
dan tanggung jawab penanggulangan bencana masing-masing
Namun secara umum peran organisai penanggulangan bencana dapat disesuaikan dengan
peran masing-masing apakah bersifat taktis atau trategis sebagaimana diuraikan dalam
Bagian 3.1.1. (hlm. 29)
Basic Plan
Donations
Management
Recovery Congressional
Function Annexes Affairs
Community
Relations
Support
Annexes
Overview of
Disaster
Terrorism Operation
FRP Changes and
Incident Revisions
Annexes
Acronyms and
Abbrevitions
Terms and
Defitions
Support
Annexes
Gambar 4.1: Organisasi tanggap darurat tingkat nasional di Amerika Serikat (tahun
2003).
4.6. Sumberdaya Penanganan Bencana
Berbagai sumber daya yang diperlukan untuk menangani suatu bencana antara lain:
Oleh karena itu, setiap perusahaan, daerah atau wilayah harus memiliki sarana
minimal yang diperlukan dalam suatu bencana sehingga keterlambatan dalam membantu
korban dapat dihindarikan.
Jenis sarana yang diperlukan tentunya disesuaikan dengan sifat bencana dan skala
bencana yang mungkin terjadi sesuai dengan hasil identifikasi dan perencanaan awal
(langkah 2 dan 3 hlm. 120-121).
Beberapa sarana yang diperlukan dalam penanganan bencana antara lain:
Alat resque sepserti dongkrak, pemotong besi dan beton, pengungkit, dan alat
deteksi korban
Alat pemadam kebakaran
Perlatan penanggulangan bahan kimia berbahaya dan beracun
Peralatan keselamatan untuk menanggulangi kejadian seperti topi, masker, sepatu,
sarung tangan
Perlatan komunikasi
Peralatan medis
Perlatan transportasi.
Untuk mengahdapi bencana gmepa bumi, perlengkapan resque seperti alat
pengangkat (lifting bag), alat pemotong dan pengungkit atau pompa sangat dibutuhkan,
termasuk juga alat bantuan pernafasan.
Disamping perlatan resque, juga diperlukan sarana komunikasi dalam keadaan
darurat. Sebagai contoh dalam kasus gempa di Sumbar, hubungan komunikasi melalui
telepon dan HP (handphone) terputus total sehingga arus komunikasi praktis terganggu.
Untuk itu perlu disiapkan sarana komunikasi yang dapat segera digunakan dalam kegiatan
penanggulangan antara semua gugus tugas.
Jenis dan jumlah peralatan untuk tingkat wilayah, daerah atau perusahaan tertentu
berbeda. Adalah sangat sulit dan mahal bagi suatu daerah atau perusahaan memenuhi
semua kebutuhan perlengkapan yang diperlukan.
Salah satu upaya paling bak dan praktis adalah dengan melakukan mobilisasi dan
mutual assistance antara semua unsur atau organisasi yang ada di suatu wilayah. Untuk
itu, pihak berwenang atau koordinator bencana setempat dapat melakukan inventarisasi
sarana yang tersedia di seluruh wilayahnya misalnya pemilik, lokasi peralatan, jenis,
jumlah dan ketersediaanya dalam suatu keadaan bencana. Dengan kerjasama tersebut,
biaya pengadaan sarana dapat ditangani bersama.
c. Sumberdaya finansial
Kegiatan manajemen tanggap darurat jelas membutuhkan biaya, baik sebelum
kejadian maupun saat dan setelah kejadian. Sebelum kejadian diperlukan dukungan
finansial untuk penyediaan perlengkapan, pelatihan personil dan membangun suatu sistem
atau pusat komando penanggulangan bencana yang baik.
Saat kejadian akan diperlukan dana yang disesuaikan dengan skala dan tingkat
bencana. Setelah bencana diperlukan dukungan finansial untuk kegiatan rekontruksi dan
pemulihan.
Oleh karena itu, diperlukan komitmen manajemen tau pimpinan tertinggi organisasi
sebagaimana ditetapkan dalam kebijakan manajemen bencana.
Tim Teknis yang terlibat dalam penanggulangan bencana harus terlatih dan diberi
pembinaan berkala mengenai cara penanggulangan bencana yang baik. Program
pembinaan yang perlu dilakukan antara lain :
4.8 Komunikasi
SELAMA keadaan darurat bencana berlangsung, diperlukan komunikasi yang baik guna
menjamin kelancaran upaya penanggulangan. Komunikasi diperlukan dalam sistem
manajemen bancana mulai dari proses perencanaan, mitigasi, tanggap darurat sampai ke
rehabilitasi.
Tahap Bencana
Pata tahap ini komunikasi sangat berperan, khususnya antar tim tanggap darurat,
antar tim dengan anggota masyarakat dan antar keluarga. Dalam kondisi darurat, sering
terjadi rusaknya semua infra struktur termasuk fasilitas komunikasi. Dengan demikian,
saluran komunikasi akan terputus. Untuk itu diperlukan sarana komunikasi alternatif atau
yang bersifat darurat sehingga kegiatan penanggulangan bencana dapat berjalan dengan
baik.
Pada tahap ini, komunikasi juga diperlukan dan berperan besar dalam memberikan
arahan kepada anggota masyarakat atau semua pihak yang menjadi korban bencana.
ELEMEN berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah investigasi dan pelaporan
bencana yang terjadi di suatu daerah atau organisasi harus diinvestigasi dan dilaporkan
kepada instansi atau pihak yang ditunjuk, misalnya BNPB atau BPBD untuk
kabupaten/kota.
ELEMEN terakhir dalam sistem manajemen bencana adalah inspeksi dan audit manajemen
bencana. Salah satu upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan manajemen bencana adalah
dengan melakukan audit.
Inspeksi adalah suatu upaya pemeriksaan rutin atau berkala untuk memeriksa
kesiapan penanganan bencana dalam organisasi baik sarana teknis maupun non teknis
sehingga dapat dilakukan perbaikan segera. Semua peralatan penanganan bencana harus
diperiksa dan diuji kelaikannya sehingga siap digunakan setiap saat.
Menurut klausul 4.4.2 setiap Entitas wajib melakukan evaluasi program secara
periodik berdasarkan sasaran kinerja.
Audit bencana dilakukan secara berkala dan sebaiknya oleh pihak yang independen
sehingga diharapkan hasilnya akan lebih objektif. Dari hasil audit, selanjutnya dilakukan
perbaikan dan penyempurnaan sistem manajemen bencana. Audit manajemen bencana
yang dikembangkan oleh NFPA tersebut dapat digunakan baik untuk tingkat pemerintahan
maupun tingkat organisasi atau perusahaan.
NFPA 1600 ini menurut berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu
sistem manajemen bencana yang dikembangkan oleh suatu entitas.
Nama Organisasi/Entitas :
Lokasi :
Tanggal Audit :
Auditor :
Penerapan
Manajemen Bencana
5.1. Pengorganisasian
International National
Disaster State
Sources
Response Governments
Network
Governments
Tribal
Request Preliminary
DHS
Damage Assessment
Regional Director
Evaluates Damage/
Requirements
Disaster
State Coordinating
Assistance Officer
Response Identifies Unmet Needs
Recovery DHS Secretary
Mitigation Reviews Declaration Request
Federal
Coordinating Officer Recommends
Delive
Overseas Delivery of
Regional
Assistance
Emergency Operations Center
Response Team Initiates
Conducts Operations Deployment
From Disaster
Field Office President
Activates
Declares Major
Disaster or
Emergency
Emergency
Support Team
Provides HQ DHS
Coordination Activates
Implements
Federal Response Plan
Catastrophic
Disaster
Response Group
Struktur pengorganisasian penanganan bencana secara garis besar adalah sebagai berikut.
Jika terjadi suatu bencana maka yang pertama melakukan penanggulangan adalah
tim tanggap darurat tingkat lokal yang dibantu oleh tim federal sesuai dengan
kebutuhan dan risikonya.
Selanjutnya kepala daerah setempat, berdasarkan perkembangan, eskalasi dan
kondisi bencana dapat menetapkan tingkat bencana dan mengajukan permintaan
kepada pemerintah pusat untuk dinyatakan sebagai bencana nasional.
Selanjutnya setelah dideklarasikan oleh Presiden sebagai bencana nasional, maka
tim tanggap darurat bencana tingkat federal akan segera diaktifkan lengkap dengan
perangkat-perangkatnya.
Tingkat Wilayah/Daerah
Disetiap daerah atau wilayah dibentuk BPBD. Penanggung jawab tertinggi adalah
pimpinan daerah setempat.
Tingkat Perusahaan/Organisasi
Sesuai dengan persyaratan dalam Undang-undang No. 1 tentang Keselamatan
Kerja, setiap perusahaan wajib menerapkan tanggap darurat.
Untuk menangani bencana tingkat perusahaan atau organisasi, dibentuk tim
tanggap darurat lokasi yang berfungsi menangani kejadian yang menyangkut asset atau
fasilitas perusahaan atau organisasi.
Tim tanggap darurat bencana ini bertugas menangani semua bencana yang
mungkin terjadi di tempat kerja seperti kebakaran, pencemaran, bocoran bahan beracun,
atau bencana alam.
UNTUK setiap jenis bencana harud dipersiapkan pedoman penanganannya sehingga setiap
anggota masyarakat dapat mengetahuinya. Pemerintah melalui BNPB (www.bnpb.org.id)
telah menyusun berbagai panduan dan pedoman mengenai berbagai jenis bencana
sebagaimana dikutip berikut ini.
5.2.1. Bencana Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan
dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba.
5.2.2. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang. “tsu” berarti pelabuhan, “nami” berarti
gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di
pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode
panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut.
Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi
vulkanik atau longsor. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan ( run-up )
berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam dan ketinggian air tsunami yang pernah
tercatat terjadi di Indonesia adalah 36 meter yang terjadi pada saat letusan gunung
api Krakatau tahun 1883.
5.2.5. Banjir
Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam
jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena
pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk
maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan
nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang
cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam
berupa curagh hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu
faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat
(pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan
sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di
daerah dataran banjir, dan sebagainya.
Ditingkat warga
Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar
anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas
dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan
aparat terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda.
Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan
banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir.
Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk
pengadaan tali, tambang, perahu karet, dan pelampung guna evaluasi.
Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari
informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.
Di tingkat keluarga
Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang
curah hujan dan posisi air pada pintu air.
Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan
lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.
Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mie instan, ikan asin, beras, makanan
bayi, gula, kopi, teh, dan persediaan air bersih.
Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza.
Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan,
sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil.
5.2.6. Kekeringan
Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan.
Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah menjadi gundul yang pada
musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir. Dampak dari bahaya kekeringan
mengakibatkan bencana berupa berupa hilangnya bahan pangan akibat tanaman
pangan dan ternak mati, petani kehilangan mata pencarihan, banyak orang kelaparan
dan mati, sehingga berdampak terjadinya urbanisasi
a. Pra kebakaran
Melakukan upaya pencegahan kebakaran melalui pendekatan teknis, manuasi
ataupun administratif misalnya:
Rancangan bangun fasilitas dengan mempertimbangkan bahaya kebakaran
misalnya jarak aman antar bangunan, penggunaan bahan bangunan yang baik
dan tahan kebakaran, pembangunan instalasi atau pabrik yang mengelola
bahan mudah terbakar dan meledak dengan persyaratan teknis yang sesuai.
Pembinaan kesadaran mengenai bahaya kebakaran di tengah masyarakat,
seperti tidak merokok disembarang tempat, menjauhkan bahan bakar dari
sumber api dan upaya lainnya.
Penyediaan sarana pemadam kebakaran yang memadai di setiap tempat
mengandung risiko kebakaran tinggi, misalnya gedung bertingkat, pabrik dan
kilang minyak. Termasuk sarana adalah alat peringatan dini (fire detector), dan
alarm.
Persyaratan teknis instalasi listrik dan peralatan listrik seperti syarat
pemasangan, persyaratan material dan peralatan dan pengawasannya.
Pengelolaan bahan yang mudah terbakar dengan cara yang aman dan
memenuhi persyaratan yang berlaku, misalnya bahan bakar minyak, kayu,
kertas dan bahan lainnya.
Mencegah menjalankan cara kerta yang dapat mengundang bencana kebakaran
misalnya peladangan berpindah, pembakaran saat pembersihkan lahan,
pembalakan liar dan lainnya yang bisa memicu terjadinya kebakaran hutan.
b. Saat kebakaran
Disaat kebakaran yang perlu disiapkan adalah kemampuan untuk
memadamkan kebakaran dan melakukan kebakaran dan melakukan penyelamatan
korban dan harta benda.
Setiap daerah, kwasan atau instalasi harus memiliki sistem pemadam
kebakaran dan organisasi kebakaran yang baik. Adanya tim tanggap darurat akan
berperan mengurangi dampak kebakaran sebelum petugas kebakaran datang di
tempat kejadian.
Disamping itu, penggunakan sarana kebakaran otomatis juga dianjurkan
untuk tempat-tampat mengandung risiko kebakaran tinggi.
c. Pasca Kebakaran
Setelah kebakaran terjadi, perlu dilakukan pemulihan dan rehabilitasi dampak
kebakaran. Jika kebakaran mengakibatkan banyak warga masyarakat kehilangan
tempat tinggal atau rumahnya, maka diperlukan langkah rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca kebakaran.
5.2.12. Pencemaran/Polusi
Salah satu bencana teknologi yang sering terjadi adalah pencemaran atau
polusi, khusunya jika menyangkut bahan berbahaya dan beracun seperti minyak
mentah seperti yang terjadi di Alaska karena bocornya kapal tangker Exxon Valdez
dan di selat Malaka dari kapal Showa Maru.
Indonesia negara yang rawan dengan bencana pencemaran khususnya yang
terjadi di laut. Salah satu faktor adalah karena posisi Indonesia yang berada di tengah
jalur pelayanan minyak mentah dari Timur Tengah ke Asia dan China.
Untuk itu, Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi bencana
tumpahan minyak skala besar yang dapat terjadi di perairan Indonesia.
Untuk mengatasi bencana tumpahan minyak dilaut, dewasa ini sudah
dikembangkan berbagai kerjasama baik internasional maupun regional untuk saling
bantu dalam menghadapi tumpahan minyak. Salah satu upaya adalah dengan
membentuk MARPOL (Marine Pollution).
SEKTOR Industri merupakan kegiatan yang rawan bencana sehingga perlu dan wajib
menerapkan manajemen bencana dengan baik. Sektor industri dapat sebagai sumber
timbulnya bencana, misalnya akibat kebocoran gas beracun, tumpahan minyak, kebakaran
dan peledakan. Dilain pihak, sektor industri juga rawan dampak bencana dari luar,
misalnya bencana gempa, angin ribut atau petir. Banyak kasus bencana industri akibat
sumber dari alam, misalnya kasus kebakaran tangki Cilacap yang disebabkan sambaran
petir.
Berdasarkan potensi bahayanya, sektor industri perlu menerapkan manajemen
bencana dengan beberapa alasan sebagai berikut.
Sektor industri menimbun bahan, material yang berbahaya seperti mudah terbakar
dan meledak sehingga jika terjadi gangguan dapat berakibat fatal.
Sektor industri juga melakukan berbagai kegiatan berbahaya yang berpontensi
menimbulkan bencana seperti proses kimia, pabrikasi atau pengangkutan bahan
berbahaya dan beracun.
Lokasi Tanggal
Unit/Lokasi Skenario No.
Jenis Tanggap Darurat:
Kebakaran Ledakan
Tumpahan Minyak Bocoran Gas
Bencana Alam Lain-lain
A Uraian Skenario
B Penyebab
E Konsekuensi
F Komentar
Selanjutnya perusahaan dapat mengembangkan sistem atau prosedur tanggap
darurat di lingkungan masing-masing yang membuat antara lain :
1. Jenis keadaan darurat
2. Struktur organisasi penanganan
3. Jalur komando
4. Tugas dan tanggung jawab
5. Strategi penanganan setiap jenis keadaan darurat
6. Jalur komunikasi.
BAB
6
WALAU bagaimanapun baiknya prosedur dan sistem yang dibangun jika tidak dilakukan
dengan konsisten tentu tidak akan berhasil dengan baik. Oleh karena itu perlu
diperhatikan berbagai hal yang dapat mengganggu kelancaran dan keberhasilan
manajemen bencana.
Menurut penelitian Nasional Safety Council (Carl Griffith, National Safety Council
Utilities Division Manager) ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan sistem
manajemen bencana dalam suatu organisasi yaitu:
1. Kurangnya dukungan manajemen puncak
Manajemen bencana sering hanya menjadi retorika dan tidak didukung secara
politis dan teknis. Tanpa dukungan maajemen tentu program manajemen benacana
tidak akan berhasil baik.
2. Kurangny keterlibatkan dan dukungan pekerja dan masyarakat
Program manajemen bencana tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh semua
pihak, termasuk masyakat atau anggota pekerja yang akan menjadi subyek dalam
proses tanggap darurat.
3. Kurang atau tidak ada perencanaan
Manajemen bencana juga tidak dilengkapi dengan perencanaan yang baik sehingga
ketika terjadi becana semua prosedur berantakan.
4. Kurangnya pelatihan dan pendidikan
Tidak dilakukan pembinaan dan pelatihaaan yang diperlukan untuk masing-masing
bencana baik untuk tim penanggulangan maupun untuk anggota masyarakat yang
terkena bencana
5. Tidak ada penanggung jawab yang ditunjukan khusus untuk mengkoordinir sistem
tanggap darurat
Penanggung jawab tidak ditunjukan dan diberi wewenang yang jelas, sehingga
kesatuan komando dalam keadaan bencana tidak tercapai. Bencana harus ditangani
seperti peperangan dengan seorang jenderal yang bertanggung jawab penuh dan
memiliki otoritas tinggi.
6. Sistem tanggap darurat tidak dievaluasi atau disempurnakan secara berkala
Kebiasaan yang paling buruk adalah tidak pernah melakukan evaluasi, terutama
jika bencana tidak pernah datang, sehingga program bencana terlupakan.
7. Sistem komunikasi dan peringatan dini tidak memadai
Sebagai akibatnya ketika terjadi bencana semua pihak panik dan prosedur tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tidak terintegrasi dengan prosedur operasi
misalnya untuk mematikan mesin atau pabrik.
8. Pekerja tidak dijelaskan mengenai tindakan atau langkah yang dilakukan jika
terjadi keadaan darurat.
Seluruh kelemahan diatas dapat teratasi jika selurh elemen tanggap darurat diatas
dijalankan dengan baik dan konsisten.
e. Alarm Kedua
1) Jika alarm kedua berbunyi, segera siaga dna berdiri di depan pintu
kantor/ruangannya masing-masing dan bersiap untuk menerima
instruksi/perintah lebih lanjut dari petugas peran kebakaran lantai.
2) Setelah menerima perintah dari petugas peran kebakaran lantai,
tinggalkan tempat secepatnya dengan teratur mengikuti petunjuk petugas
evakuasi.
3) Di bawah pimpinan petugas evakuasi, pekerja di lantai ganjil segera
turun menggunakan tangga darurat sebelah kanan dan lantai genap
melalui tangga darurat sebelah kiri menuju tempat berkumpul/berhimpun
yang telah ditentukan.
4) Jangan sekali-kali berhennti atau kembali untuk mengambil barang-
barang milk pribadi yang tertinggal.
3. Melaksanakan evakuasi
1) Jangan mengguanakan lift
2) Jangan panik
3) Berjalan dengan cepat dan teratur, tetapi tidak lari
4) Bagi yang berkantor di lantai ganjil, segera menujutangga darurat yang berada
sebelah kanan, dan bagi yang berkantor dilantai genap, segera menuju tangga
darurat sebelah kiri.
5) Ikuti petunjuk petugas peran kebakaran lantai
6) Berikan pertolongan kepada pengunjung yang kurang mengetahui seluk beluk
ruangan
7) Melepas sepatu hak tinggi
8) Mendahulukan pengunjung atau karyawan tenant yang cacat atau memilki
handicap lain
9) Bagi karyawan tenant, segera berkumpul di tempat berhimpun/ berkumpul
(sesuai dengan denah)
10) Jangan berhenti atau kembali ke lantai
1. Susunan Organisasi
a. Mengerti dan memahami mengenai keadaan geografi dan tata letak daerah
ruangan yang menjadi tanggung jawabnya, maupun mengenai ruangan secara
keseluruhan khususnya jalan-jalan keluar (emergency exit) untuk menyelamatkan
diri.
b. Memahami sepenuhnya tentang sistem pemadam kebakaran, perlatan deteksi
kebakaran, alarm, cara bekerja/penggunaannya dan lokasi alat pemadam di dalam
ruangan
c. Memahami sepenuhnya tentang cara pemadaman kebakaran dan memastikan
bahwa cara ini dapat diikuti dengan semestinya di area yang tanggung jawab
d. Memahami sepenuhnya tentang prosedur darurat yang harus dikuti saat keadaan
darurat.
e. Memberikan daftar yang up to date tentang personil dibawah tanggung jawabnya
dan berusaha memberikan pelatihan mengenai sistem usaha pencegahan bencana
dan evakuasi.
f. Bersama chief security, menentukan tempat berkumpul yang aman
g. Menguasai tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan
menyediakan kotak P3K sesuai standar.
3. Uraian Tugas Tim
a. Unsur pimpinan mempunyai tugas memberikan pengarahan/nasehat kepada tim
kebakaran
b. Koordinator tim kebakaran bertanggung jawab:
1) Menginventarisir secara berkelanjutan atas sarana fire protection dan
personil peran kebakaran
2) Melatih para pekerja
3) Menyusun prosedur tanggap darurat untuk mendukung operasi
penanggulangan kebakaran
4) Memimpin perasi pemadam tingkat awal dan penyelamatan jiwa.
c. Operator telepon mempunyai tugas : menerima dan mencatat laporan keadaan
darurat dan segera menghubungi komandan kebakaran
d. Operator sound system mempunyai tugas menyampaikan pengumuman atau
perintah komandan kebakaran seluruh ruangan
e. Operator kontrol pane mempunyai tugas:
1) Memonitor terus-menerus kontrol panel untuk mengetahui secara dini
kejadian kebakaran
2) Jika monitor kontrol panel menyala dan alarm berbunyi, segera
menghubungi posko lewat telepon/sound system untuk pengecekan situasi
3) Jika tidak diperoleh informasi dari ruangan yang terbakar segera menuju
ke lantai/zona tersebut untuk memeriksa kejadian yang sebenarnya dan
segera melaporkannya kepada komandan kebakaran.
4) Dalam hal terjadi false alarm, segera menemui komandan masing-masing
lantai untuk diberitahukan kepada seluruh penghuni di lantai tersebut.
f. Team Tejnisi
1) Operator Panel Alarm
a) Bila terjadi False alarm segera menentukan penyebab dan
memberitahukannya kepada petugas security.
b) Bila terjadi alarm sebagai pemberitahuan adanya kebakaran
agar segera melaporkannya kepada komandan kebakaran.
2) Operator lift/Eskalator
a) Lift tidak beroperasi dan kereta lift berada pada lantai dasar.
b) Eskalator tidak dioperasikan dan berfungsi sebagai tangga
darurat.
3) Operator AC. Sistem AC pada posisi tidak bekerja.
4) Operator Listrik. Siaga untuk mengoperasikan on atau off listrik
pada lantai tertentu, atau seluruh ruangan sesuai instruksi
komandan kebakaran
5) Operator Genset. Siaga untuk mengoperasikan Genset secara
manual bila sistem otomatis tidak dapat bekerja pada saat pasokan
listrik PLN terputus.
6) Operator Pompa Air. Siaga untuk mengoperasikan pompa
kebakaran secara manual bila sistem otomatis tidak bekerja
sehingga dapat menyediakan air untuk kebutuhan pamadanan
kebakaran.
7) Kelompok PPPK
a) Memberikan pertolongan kepada korban (sakit, cedera,
meninggal) setelah dievaluasi oleh petugas evaluasi.
b) Berusaha memanggil ambulan dan mengatur penggunaannya
c) Mengatur pengiriman orang sakit dan cedera ke rumah sakit
terdekat dengan menggunakan ambulan.