Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana dapat terjadi kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja,
serta datangnya tak dapat diduga/diterka dan dapat menimbulkan kerugian dan
korban yang tidak sedikit bahkan kematian.
Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area”, tidak mustahil
menghadapi bahaya dari bencana ini, oleh karena itu diperlukan tindakan
penanggulangan terhadap bencana. Maka diperlukanlah organisasi untuk
mengantisipasi keadaan dan melakukan tindakan yang tepat.

1.2 Maksud dan Tujuan


1. Sebagai pedoman bagi seluruh karyawan Rumah Sakit dalam mengambil
langkah–langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi
bencana di rumah sakit.
2. Untuk meningkatkan sistem koordinasi antar personil bagian agar dapat
bertindak secara terpadu dan terorganisir
3. Agar korban bencana dapat ditangani secara cepat dan tepat sesuai kondisinya

1.3 Sistematika
Sebagai sistimatika pedoman disaster plan ini adalah sebagai berikut :
1. Metodelogi
2. Organisasi
3. Perencanaan SDM, Logistik, dan Transportasi
4. Perencanaan Komunikasi
5. Pencatatan dan Pelaporan

1
BAB II
BATASAN DISASTER/BENCANA

2.1 Pengertian
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan tata kehidupan dan penghidupan, yang memerlukan
pertolongan dan bantuan secara khusus. Korban massal adalah banyaknya korban
dengan penyebab kejadian yang sama, sehingga membutuhkan pertolongan medik
yang lebih memadai dalam hal, fasilitas maupun tenaga sehingga dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.

2.2 Kategori Bencana/Disaster


Yang termasuk dalam kategori bencana/disaster di Rumah Sakit harus
ditetapkan oleh rumah sakit itu sendiri, sebagai contoh misalnya :
a. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpah rumah sakit
dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material, dan dokumen.
Contoh : Kebakaran
b. Ekstern
Bencana bersumber/berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu singkat
mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebih rata – rata / keadaan
biasa sehingga memerlukan penanganan khusus, dan mobilisasi tenaga
pendukung lainnya.
Contoh : Korban keracunan massal, korban kecelakaan massal

2
BAB III
ORGANISASI DAN TATA KERJA

3.1 Kedudukan Rumah Sakit terhadap Supra Struktural


Pada saat terjadi bencana ekstern rumah sakit, maka Rumah Sakit
bersikap, siap siaga/stand by, sebagai berikut :
1 Supra Struktural adalah Dinas kesehatan terkait, hubungan terjalin melalui
garis koordinasi dengan direktur Rumah Sakit.
2 Direktur memberikan instruksi kepada Tim Disaster Rumah Sakit untuk
langkah-langkah lebih lanjut, sesuai hasil koordinasi dengan pihak supra
struktural.
3 Tim disaster memberikan laporan dan rekomendasi atas pelaksanaan
instruksi direktur dan kondisi/situasi dilapangan.
4 Tim disaster juga dapat berkoordinasi dengan pihak lain yang terkait seperti,
RS lain, PMI, Puskesmas guna memperlancar pelaksanaan penanganan
bencana.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung


Sub Dinas Gawat Darurat dan Bencana

Suku Dinas Pelayanan Kesehatan/Suku Dinas


Kesehatan Masyarakat Kota Bandar Lampung

Direktur

Tim Pendukung Tim Disaster - Rumah Sakit Lain


Disaster Rumah Sakit - PMI
- Puskesmas

3
Rumah Sakit memberikan pelayanan bilamana korban telah tiba di rumah
sakit, yaitu :
a. Triase
melakukan seleksi pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk
memberikan prioritas penanganan. Penderita dikelompokkan dalam 5
golongan, dibedakan dengan menggunakan label pita berwarna merah,
biru, kuning, hijau atau hitam. Pada label ditulis ; nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat pasien. Bila pasien tidak dikenal maka ditulis “tidak
dikenal”.
b. Tindakan Pendahuluan
Dilakukan tindakan analisa situasi, yaitu :
1) Mengumpulkan informasi tentang bencana dari berbagai sumber
(media eletronik seperti Radio, TV, dll).
2) Penyebaran analisa kepada unit-unit terkait, tentang terjadinya becana
serta kondisi siaga (Siaga I, Siaga II, dst) melalui pagging.
3) Pengaktifan koordinasi / pengendalian operasi pertolongan.

c. Rencana Operasi Pertolongan


Berdasarkan informasi yang didapatkan dilakukan operasi pertolongan
dengan mengirimkan unit ambulan dengan dilengkapi dokter jaga,
perawat, dan peralatan medis emergensi.

3.2 Kedudukan Tim Disaster dalam organisasi Rumah Sakit


Tim Disaster Rumah Sakit terdiri dari Pimpinan disaster dan tim
pendukung. Pimpinan disaster Rumah Sakit berada langsung dibawah garis
komando Direktur rumah sakit, dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
penanggulangan disaster kepada direktur rumah sakit.
Dalam melaksanakan penanggulangan disaster Tim Disaster dibantu
oleh tim pendukung.

4
Direktur

Pimpinan
Disaster

Tim Pendukung

Pengorganisasian Tim Disaster Rumah Sakit, yang mana anggotanya


terdiri dari setiap unit kerja terkait dengan tugas, fungsi dan wewenangnya
masing- masing, sebagai berikut :
a. Pimpinan Disaster
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah
Wadir Umum rumah sakit, dan di luar jam kantor yang bertindak sebagai
pimpinan disaster adalah Kepala Jaga yang bertugas saat itu sebagai pengganti
direktur rumah sakit. Berwenang :
1) Menentukan keadaan bencana
2) Menentukan tingkat siaga
Memobilisasi Tenaga Bertugas :
1) Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang bertugas
menanggulangi bencana.
2) Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana dipandang
perlu, setelah berkonsultasi dengan direktur Rumah Sakit.

b. Tim Evakuasi
Terdiri dari perawat, petugas kebersihan, petugas administrasi dan keuangan,
Bertugas :
1) Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung rumah sakit
menyelamatkan diri.
2) Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien.

5
c. Tim Keamanan
Tim keamanan adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit. Bertugas :
1) Mengamankan lokasi bencana dari orang-orang yang tidak bertanggung
jawab
2) Mengamankan jalur lalulintas ambulan, tenaga medis, dokumen-dokumen,
dan harta benda.
3) Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit.

d. Tim Medis
Dipimpin oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh perawat
IGD. Berwenang :
1) Menentukan kondisi kegawatdarurat korban
2) Menentukan penanganan lanjut untuk para korban, misalnya dirujuk atau
tidak
3) Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban
Tim medis bertugas memberikan pertolongan medis pertama kepada korban
bencana.

e. Tim Logistik Umum


Tim logistik umum terdiri dari petugas dapur dan laundry. Bertugas
melakukan perencanaan dan menyediakan logistik umum yang dibutuhkan
oleh petugas maupun korban bencana yang dibutuhkan saat itu.

f. Tim Penunjang
Tim Penunjang ini terdiri dari :
1) Penunjang medik yaitu, farmasi, laboratorium, ambulan, rekam medis
yang bertugas memberikan bantuan penunjang medis sesuai bidangnya.
2) Penunjang Umum yaitu petugas tekhnik akan memberikan bantuan
penunjang yang sifatnya umum seperti mengamanan kelistrikan agar tetap
berfungsi dan

6
3) dapat memberikan tenaga listrik sesuai kebutuhan dan bantuan
komunikasi, serta bantuan umum yang lain yang dibutuhkan saat bencana.

g. Tim Khusus
Adalah petugas/perawat di Kamar Operasi
1) Bila ada operasi yang sedang berlangsung dan operasi harus diselasaikan
maka operasi diselesaikan dan ditutup sementara, maka petugas kamar
operasi bertugas :
a. Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan berkoordinasi
petugas tekhnik.
b. Berkoordinasi dengan pimpinan disaster untuk kondisi dan situasi
bencana
c. Petugas Kamar Operasi berwenang menghentikan kegiatan operasi dan
mengevakuasi pasien bilamana situasi bencana tidak memungkinkan
lagi.
2) Bila tidak ada operasi/operasi baru dimulai maka operasi dihentikan dan
dilakukan evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai ketentuan.
3) Bila Korban bencana dari luar Rumah Sakit, maka perawat Kamar Operasi
berperan menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan operasi, baik kamar
operasi yang akan digunakan, tim oparasi yaitu dokter anastesi dan dokter
operator, dll, bagi korban yang memerlukan tindakan operasi segera.
4) Perawat OK dapat dalam keadaan stand by di tempat atau bila diperlukan
perawat OK dapat menjemput korban yang telah tiba di IGD rumah sakit.

7
BAB IV
PENANGGULANGAN BENCANA DARI LUAR RUMAH SAKIT

4.1 Metodelogi
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang bersifat
massal, karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang bencana dengan
korban massal dibagi menjadi 3 tingkat yaitu
Siaga 1 : jumlah korban yang datang 10 - 15 orang
Siaga 2 : jumlah korban yang datang 15 - 20 orang
Siaga 3 : jumlah korban yang datang >20 orang
Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IGD yang berdinas pada saat
itu, yang selanjutnya dilaporkan kepada Pimpinan Disaster. Triage dipimpin oleh
dokter IGD bersama perawat IGD. Penanggulangan awal penderita dilakukan oleh
dokter IGD, perawat IGD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan.
Korban dikelompokkan dalam 5 kelompok korban dan diberi label
sebagai berikut :
Label Merah : Penderita yang memerlukan tindakan cepat, live
saving sehingga terhindar dari kecacatan atau
kematian .
Label Biru : Penderita yang trauma kepala berat dan pendarahan
dalam rongga perut.
Label Kuning : Penderita dengan trauma ringan atau hanya
memerlukan tindakan
bedah minor, yang selanjutnya korban
diperbolehkan pulang.
Label Hijau : Penderita yang tidak mengalami luka dan bila
dibiarkan tidak berbahaya.
Label Hitam : Penderita yang sudah meninggal dunia.
Pada label dituliskan nama korban, umur, jenis kelamin, alamat pasien
bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”. Dalam keadaan bencana/disaster

8
plan seperti ini maka secara otomatis pengorganisasian penanggulangan bencana
yang telah ditetapkan menjadi aktif.

4.2 Perencaaan SDM


Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan :
1 Jumlah korban yang ada pada saat itu.
2 Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
1. Siaga 3 : Jumlah korban yang datang 10-15 orang
Dokter IGD dan Perawat IGD yang berdinas dibantu oleh perawat poliklinik
agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga.
2. Siaga 2 : Jumlah korban yang datang 15-20 orang
Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan lantai II sesuai
kebutuhan.
3. Siaga 1 : Jumlah korban lebih dari 20 orang
Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan perawatan lantai II dan lantai
III, serta perawat yang sedang tidak berdinas (di asrama maupun di rumah).

4.3 Perencanaan Komunikasi


Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan
hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam
berkomunikasi, yaitu :
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
2. bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi
berita yang mmenyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan.
3. Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.

9
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
1. Pagging
2. Airphone/intercom
3. Telepon
4. Faximile
5. Pesawat HT
6. Handphone

4.4 Perencanaan Logistik


Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat
medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan
penting bagi tim pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai
dengan kondisi pada saat itu.

4.5 Perencanaan Transportasi


Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan
korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi
ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat
berkoordinasi dengan Ambulan Rumah Sakit Terdekat.

4.6 Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban- korban harus segera di
dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan
Disaster dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan
kepada direktur rumah sakit.

10
BAB V
PENANGANAN BENCANA DARI DALAM RUMAH SAKIT

5.1 Metodelogi
Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak
menyebabkan kerugian dan korban adalah kebakaran. Oleh karenanya metodelogi
ini dititik beratkan pada penganggulangan kebakaran, selanjutnya bencana lain
tinggal mengikutinya. Kebakaran di Rumah Sakit dapat digolongkan menjadi :
1. Kebakaran Ringan : kebakaran yang melibatkan area yang sempit, dengan api
yang kecil.
2. Kebakaran Sedang : kebakaran yang melibatkan area lebih luas bersifat lokal
dengan besarnya api sedang.
3. Kebakaran Berat: kebakaran yang melibatkan area yang luas dengan api yang
besar.

5.2 Organisasi
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif sesuai
ketentuan yang berlaku.

5.3 Perencanaan Sumber Daya Manusia


Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan :
1 Golongan Kebakaran.
2 Jumlah korban yang ada pada saat itu.
Dengan demikian dapat dibuatkan perencanaan SDM sebagai berikut :
a. Golongan Kebakaran
Kebakaran Ringan : untuk memadamkan api diperlukan 1 – 2 orang dari
pegawai yang dinas atau yang berada disekitar
kejadian saja dengan menggunakan 1-2 APAR.
Kebakaran Sedang : untuk memadamkan api diperlukan 3-5 orang dari
pegawai yang dinas dengan apar yang jumlahnya

11
lebih banyak, 2-3 orang untuk evakuasi pasien,
dokumen, ataupun barang berharga lainnya yang ada
di ruangan/ lokasi kejadian.
Kebakaran Berat : untuk memadamkan api diperlukan bantuan dari
dinas kebakaran, dengan mengerahkan seluruh
pegawai yang berdinas saat itu untuk melakukan
evakuasi.

b. Jumlah Korban yang ada pada saat itu


Berdasarkan jumlah korban pada saat itu maka untuk memobilisasi
perencanaan SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana
massal

5.4 Perencanaan Logistik


Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat
medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan
penting bagi tim pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai
dengan kondisi saat itu.

5.5 Perencanaan Komunikasi


Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan
hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam
berkomunikasi, yaitu :
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
2. bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi
berita yang mmenyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan.
3. Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.

12
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
1. Pagging
2. Airphone/intercom
3. Telepon
4. Faximile
5. Pesawat HT
6. Handphone

5.6 Perencanaan Transportasi


Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan
korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi
ambulan untuk merujuk korban ke rumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat
berkoordinasi dengan Ambulan rumah sakit terdekat.

5.7 Pelaporan
Informasi tentang jumlah/beratnya korban dan kerusakan harus segera
didapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh
Pimpinan Disaster dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk
disampaikan kepada direktur rumah sakit.

13
BAB VI
PENUTUP

Dalam pembuatan buku pedoman Disaster Plan/Penanggulangan Bencana


ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak sempurna masih terdapat banyak
kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu masukkan dan saran untuk perbaikan
peningkatan isi buku pedoman ini, merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri
untuk berkecimpung di bidang K3 Rumah Sakit.

14

Anda mungkin juga menyukai