NIM : 2002126661
Manajemen Bencana
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia. Indonesia
menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi.Dan
menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) selama Januari 2013 mencatat ada 119 kejadian bencana yang
terjadi di Indonesia. BNPB juga mencatat akibatnya ada sekitar 126 orang meninggal akibat kejadian
tersebut. kejadian bencana belum semua dilaporkan ke BNPB. Dari 119 kejadian bencana
menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak
berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk mengatasi bencana tersebut,
BNPB telah melakukan penanggulangan bencana baik kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap
darurat.
Namun, penerapan manajemen bencana diIndonesia masih terkendala berbagai masalah , antara
lain kurangnya data dan informasi kebencanaan ,baik ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat
pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu
permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang optimal. Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bencanaadalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalammaupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non
alam, dan manusia.
Bencana Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap
ini, tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis.
a. Tahap Pra - Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum
terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai
tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan
masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang
(impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase)merupakan fase terjadinya
klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan hidup.
Waktunya bisa terjadi beberapa detiksampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan
dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.
c. Tahap Emergensi
Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah
Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke
masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang
ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau
ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban
mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal
higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit
akibat gigitan serangga
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah,
jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja
kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu
melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup yang
lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat
korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi
bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali
Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya
saing di dunia internasional.
Manajemen Bencana
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari
pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh).Pada pendekatan konvensial
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera
mendapatkanpertolongan,sehinggamanajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat bantuan(relief)
dan tanggap darurat (emergency response).Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang
ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi,
baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap
bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis
kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang
nyata. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh
karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan, pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya
dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan
prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan, dan
kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
b. penentuanstatus keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat bencana dilaksanakan
oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukandengan memberikan
pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah
melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan darurat, dan/atau evakuasi
korban.
d. pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial; dan
penampungan dan tempat hunian.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas bayi, balita,
anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui;, penyandang cacat, dan orang
lanjut usia.
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Tahap tindakan dalam tanggap
daruratdibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama
sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat
sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
a. Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan
bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2. Prioritas.
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan
penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan
pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.Yang
dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus
berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. transparansi dan akuntabilitas.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif.
9. Nonproletisi.
Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau
keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan
pelayanan darurat bencana.