Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam maupun oleh manusia sendiri yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana
umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
manusia (Purba, 2005 : 145). Bencana (disaster ) adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU No. 24 Tahun 2007).
Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard ),
peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi
dari masyarakat serta ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui
kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka. Jadi, jika
disimpulkan, bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa
atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard ) dan kerentanan
(vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard , tetapi masyarakat tidak rentan, maka
berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara
bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana.
Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada hari minggu tanggal 26
Desember 2004 jam 08.30 WIB di bumi Aceh NAD merupakan salah satu contoh
peristiwa global pada sejarah abad 21. Bencana alam tersebut menyebabkan kerugian
materi dan jiwa. Terjadi kerusakan infrastruktur di sepanjang 800 kilometer pesisir
pantai barat dan timur NAD. Bangunan dan situs-situs budaya rusak, 180 ribu rumah

1
pada permukiman-permukiman hancur, dan lebih dari 120 ribu jiwa meninggal dunia
atau hilang dan lebih dari 500 ribu orang mengungsi dan tinggal di tenda-tenda. Dari
peristiwa inilah, di Indonesia khususnya, pemerintah beserta masyarakat segera bahu
membahu berusaha meningkatkan perhatian dan kemampuan terhadap upaya-upaya
penanggulangan bencana. Kita semakin sadar akan perlunya memiliki suatu
sistem pengangulangan bencana yang komprehensif secara nasional atau disaster
management system. Upaya penanggulangan bencana yang efektif harus dilakukan
sejak dari prabencana, pada saat tanggap darurat dan pasca bencana.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu defenisi manajemen bencana?
2. Bagaimana tahapan bencana?
3. Bagaimana tahapan dalam manajemen bencana?
4. Bagaimana pengembangan manajemen bencana?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi manajemen bencana
2. Untuk mengetahui tahapan bencana
3. Untuk mengetahui tahapan dalam manajemen bencana
4. Untuk mengetahui pengembangan dalam manajemen bencana

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI MANAJEMEN BENCANA


Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan
manajemen bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Konsep manajemen
bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan
konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada pendekatan konvensial
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus
segera mendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal
yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah
pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan
mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang
rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma
manajemen bencana tersebut, pada bulan januari tahun 2005 di kobe-jepang,
diselengkarakan konferensi pengurangan bencana dunia (world conference on
disaster reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi
kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan.
Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk
tahun 2005-2015 yaitu :
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun
daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat.

3
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan
sistem peringatan dini
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun kesadaran
kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua
tingkat masyaraka.
4. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana
5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat
agar respons yang dilakukan lebih efektif

B. TAHAPAN BENCANA
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi.
Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis.
1. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada
tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang
akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan
masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat
bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat
pada tahap pra bencana.
2. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase
terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga
mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai
beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana
menyerang sampai serang berhenti.

4
3. Tahap Emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana
yang pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang
menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu
masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. Karakteristik korban pada
tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah Airway dan
Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke
masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah
tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila
ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas.
Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda
karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih,
atau personal hygiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (maag),
diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan serangga.

4. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih
utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan
rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma
hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka
lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa
dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia
yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih
memiliki daya saing di dunia internasional.

5
C. TAHAPAN DALAM MANAJEMEN BENCANA
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap
darurat, dan tahap pascabencana.
1. Tahap Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana Situasi tidak ada potensi bencana yaitu
kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada
periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana meliputi :
 perencanaan penanggulangan bencana;
 pengurangan risiko bencana;
 pencegahan;
 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
 persyaratan analisis risiko bencana;
 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
 pendidikan dan pelatihan; dan
 persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

b. Situasi Terdapat Potensi Bencana Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-
kegiatan:
 Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
 Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang

6
 Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi
stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
2. Tahap Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan, pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

7
D. PROSES PENANGANAN MANAJEMEN BENCANA
1. Kelemahan Dalam Manajemen Bencana
Walau bagaimanapun baiknya prosedur dan sistem yang dibangun jika tidak
dilakukan dengan konsisten tentu tidak akan berhasil dengan baik. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan berbagai hal yang dapat mengganggu
kelancaran dan keberhasilan manajemen bencana karena pada dasarnya sebaik
apapun manajemen bencana pasti tetap saja ada celah yang dapat
melemahkan. Menurut penelitian National Safety Council (Carl Griffith,
National Safety Council Utilities Division Manager) ada beberapa faktor yang
menyebabkan kegagalan sistem manajemen bencana dalam suatu organisasi
yaitu:
a. Kurangnya dukungan manajemen puncak Manajemen bencana sering
hanya menjadi retorika dan tidak didukung secara politis dan tekhnis.
Tanpa dukungan manajemen tentu program manajemen bencana tidak
akan berhasil baik.
b. Kurangnya keterlibatan dan dukungan pekerja dan masyarakat Program
manajemen bencana tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh semua
pihak, termasuk masyarakat atau anggota pekerja yang akan menjadi
subyek dalam proses tanggap darurat.
c. Kurang atau tidak ada perencanaan Manajemen bencana juga tidak
dilengkapi dengan perencanaan yang baik sehingga ketika terjadi bencana
semua prosedur berantakan.
d. Kurangnya pelatihan dan pendidikan Tidak dilakukan pembinaan dan
pelatihan yang diperlukan untuk masing-masing bencana baik untuk tim
penanggulangan maupun untuk anggota masyarakat yang terkena bencana.
e. Tidak ada penanggung jawab yang ditunjuk khusus untuk mengkoordinir
sistem tanggap darurat
f. Sistem tanggap darurat tidak dievaluasi atau disempurnakan secara
berkala Kebiasaan yang paling buruk adalah tidak pernah melakukan

8
evaluasi, terutama jika bencana tidak pernah datang, sehingga program
bencana terlupakan.
g. Sistem komunikasi dan peringatan dini tidak memadai. Sebagai akbatnya,
ketika terjadi bencana semua pihak panik dan prosedur tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Tidak terintegrasi dengan prosedur operasi
misalnya untuk mematikan mesin atau pabrik.
h. Pekerja tidak dijelaskan mengenai tindakan atau langkah yang dilakukan
jika terjadi keadaan darurat Seluruh kelemahan di atas dapat teratasi jika
seluruh elemen tanggap darurat di atas dijalankan dengan baik dan
konsisten.
2. Kunci Keberhasilan
Pengembangan manajemen bencana memang tidak mudah dan memerlukan
kerja keras dan berkesinambungan. Untuk mencapai keberhasilan dalam
menerapkan dan mengembangkan manajemen bencana diperlukan hal sebagai
berikut.
a. Dukungan manajemen secara penuh dan konsisten yang ditunjukan secara
nyata. Manajemen bencana harus dianggap sebagai program strategis
untuk memelihara dan menjaga hasil pembangunan atau proses produksi.
b. Peran serta semua pihak yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam
proses manajemen bencana sesuai dengan porsinya masing-masing.
Semakin tinggi keberhasilannya.
c. Ketersediaan sumberdaya yang memadai untuk menangani bencana sesuai
dengan kondisi dan sifat masing-masing.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan
manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen
bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari tahap prabecana,
tahap tanggap darurat, dan tahap pascabencana.
Pengembangan manajemen bencana memang tidak mudah dan memerlukan
kerja keras dan berkesinambungan. Untuk mencapai keberhasilan dalam menerapkan
dan mengembangkan manajemen bencana diperlukan hal sebagai berikut.
1. Dukungan manajemen secara penuh dan konsisten yang ditunjukan secara
nyata. Manajemen bencana harus dianggap sebagai program strategis untuk
memelihara dan menjaga hasil pembangunan atau proses produksi.
2. Peran serta semua pihak yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam proses
manajemen bencana sesuai dengan porsinya masing-masing. Semakin tinggi
keberhasilannya.
3. Ketersediaan sumberdaya yang memadai untuk menangani bencana sesuai
dengan kondisi dan sifat masing-masing

B. SARAN
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah
atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat
umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya
penanggulangan bencana.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Suhatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster


Management). Jakarta. Dian Rakyat.
Ledysia, Septiana. 2013. Januari 2013, Indonesia Dirundung 119 Bencana.
http://news.detik.com/read/2013/02/02/002615/2159288/10/januari-2013-indonesia-
dirundung-119-bencana. Diakses tanggal 11 Januari 2014.
Pusat Data, Informasi dan Humas. 2010. Sistem Penangulangan
Bencana. http://bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-bencana. Diakses
tanggal 11 Januari 2014
Sudiharto. 2011. Manajemen Disaster. http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta/wp-
content/uploads/2011/06/ManajemenDisaster.pdf. Diakses tanggal 12 Januari.
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007.Pengenalan Karakteristik
Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia.(2thed). Jakarta: Direktorat Mitigasi.
Sinurat, Hulman., & Adiyudha, Ausi. 2012. Sistem Manajemen Penanggulangan
Bencana Alam Dalam Rangka Mengurangi Dampak Kerusakan Jalan Dan Jembatan.
Jakarta: Puslitbang Jalan dan Jembatan

11

Anda mungkin juga menyukai